ASBES Asbes adalah istilah pasar untuk bermacam-macam mineral yang dapat dipisah-pisahkan hingga menjadi serabut yang fleksibel. Berdasarkan komposisi mineralnya, asbes dapat digolongkan menjadi dua bagian. Golongan serpentin; yaitu mineral krisotil yang merupakan hidroksida magnesium silikat dengan komposisi Mg6(OH)6(Si4O11) H2O, Golongan amfibol; yaitu mineral krosidolit, antofilit, amosit, aktinolit dan tremolit. Walaupun sudah jelas mineral asbes terdiri dari silikat-silikat kompleks, tetapi dalam menulis komposisi mineral asbes terdapat perbedaan. Semula dianggap bahwa silikatnya terdiri dari molekul Si11O12. Akan tetapi berdasarkan hasil penyelidikan sinar-X, sebenarnya silikat-silikat itu terdiri dari molekul-molekul Si4O11. Yang banyak digunakan dalam industri adalah asbes jenis krisotil. Perbedaan dalam serat asbes selain karena panjang seratnya berlainan, juga karena sifatnya yang berbeda. Satu jenis serat asbes pada umumnya dapat dimanfaatkan untuk beberapa penggunaan yaitu dari serat yang berukuran panjang hingga yang halus. Pembagian atas dasar dapat atau tidaknya serat asbes dipintal ialah : 1) Serat asbes yang dipintal, dipintal, digunakan untuk : - Kopling, tirai dan layar, gasket, sarung tangan, kantong-kantong asbes, pelapis ketel uap, pelapis dinding, pakaian pemadam kebakaran, pelapis rem, ban mobil, bahan tekstil asbes, dan lain-lain. - Alat pemadam api, benang asbes, pita, tali, alat penyam-bung pipa uap, alat listrik, alat kimia, gasket keperluan laboratorium, dan pelilit kawat listrik. 2) Serabut yang tidak dapat dipintal terdiri atas: - Semen asbes untuk pelapis tanur dan ketel serta pipanya, pipanya, dinding, dinding, lantai, alat-alat alat-alat kimia dan listrik - Asbes untuk atap; - Kertas asbes untuk lantai dan atap, penutup pipa isolator-isolator panas dan listrik; - Dinding-dinding asbes untuk rumah dan pabrik, macam-macam isolasi, gasket, ketel, dan tanur; - Macam-macam bahan campuran campuran lain yang menggunakan asbes sangat halus dan kebanyakan kebanyakan asbes sebagai bubur. Asbes amfibol yang biasa digunakan sebagai bahan serat tekstil adalah dari jenis varitas krosidolit. Hal ini berhubungan dengan daya pintalnya yang sesuai dengan kebutuhan industri tekstil. Krisotil dan antagonit termasuk ke dalam golongan asbes serpentin. Krisotil juga merupakan jenis asbes yang sangat penting dalam industri pertekstilan.
BARIT Pada umumnya, barit (BaSO4) mengandung campuran unsur Cr, Ca, Pb, dan Ra, yang senyawanya mempunyai bentuk kristal yang sama. Unsur pengotor barit adalah besi oksida, lempung, dan unsur organik, yang semuanya dapat memberikan beragam warna pada warna kristal barit murni adalah putih atau abu-abu. Sebagai unsur Barium (Ba), barit juga dijumpai sangat terbatas mengandung feldspar (3% BaO), plagioklas (7,3% BaO), muskovit (9,9% BaO), dan biotit (6-8% BaO). Kerak bumi rata-rata mengandung unsur barium sekitar 0,05%. Barit juga dijumpai sebagai mineral ikutan (gangue mineral) terutama pada cebakan logam sulfida, seperti timah. Sebagian besar produksi barit dunia digunakan dalam industri perminyakan. Pemakaian ini mencapai sekitar 85-90% dari produksi barit secara keseluruhan. Sisanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri kimia barium, sebagai bahan pengisi dan pengembang (filler dan extender), dan agregat semen
BATU APUNG (PUMICE) Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas volkanik silikat. Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunungapi yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular yang tinggi, mengandung umlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi. Sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam batu apung adalah feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan tridimit. Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinter, dan scoria. Didasarkan pada cara pembentukan, distribusi ukuran partikel (fragmen), dan material asalnya, batu apung diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu: sub-areal, sub-aqueous, new ardante, dan hasil endapan ulang (redeposit). Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu: mengandung oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO, CaO, C aO, TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar (Loss of Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, kg/cm3, peresapan air (water absorption) absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, gr/cm3, hantaran suara (sound transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas (thermal conductivity) cond uctivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam. Keterdapatan batu apung selalu berkaitan dengan rangkaian gunungapi berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebaran meliputi daerah Serang, Sukabumi, Pulau Lombok, dan Pulau Ternate.
BATU GAMPING Batu gamping pada umumnya adalah bukan terbentuk dari batuan sediment seperti yang kita kira, tidak juga terbentuk dari clay dan sand, terbentuk dari batu-batuan bahkan juga terbentuk dari kerangka calcite yang berasal dari organisme microscopic di laut dangkal. Pula Pulau u Baha Bahama ma adal adalah ah seba sebaga gaii cont contoh oh dari dari daer daerah ah dima dimana na pros proses es ini ini masi masih h teru teruss berlangsung hingga sekarang. Sebagian perlapisan batu gamping hampir murni terdiri dari kalsit, dan pada perlapisan yang lain terdapat sejumlah kandungan silt atau clay yang membantu ketahanan dari batu gamping tersebut terhadap cuaca. Lapisan gelap pada bagian atas mengandung sejumlah besar fraksi dari silika yang terbentuk dari kerangka mikrofosil, dimana lapisan pada bagian ini lebih tahan terhadap cuaca. Batu gamping dapat terlarutkan oleh air hujan lebih mudah dibandingkan dengan batuan yang yang lain lainny nya. a. Air Air hujan hujan meng mengand andung ung seju sejuml mlah ah keci kecill dari dari karb karbon on diok dioksi sida da sela selama ma perjalanannya di udara, dan hal tersebut mengubah air hujan tersebut menjadi nersifat asam. Kalsit adalah sangat reaktif terhadap asam. Hal tersebut menjelaskan mengapa goagoa bawah tanah cenderung untuk terbentuk pada daerah yang banyak mengandung batu gamping, dan juga menjelaskan mengapa bangunan bangunan yang terbuat dari bahan batugamping rentan terhadap air hujan yang mengandung asam. Pada daerah daerah trop tropis is , batu batu gampi gamping ng terb terben entu tuk k menj menjad adii batu batuan an yang yang kuat kuat memb membent entuk uk seju sejuml mlah ah pegunungan-pegunungan batu gamping yang indah. Dibawa Dibawah h pengar pengaruh uh pressu pressure re yang yang tinggi tinggi,, batu batu gamping gamping termat termatomo omorf rfosa osakan kan menjad menjadii batuan metamorf marble. Pada kondisi tertentu, kalsit yang terdapat di dalam batugamping teralterasi menjadi dolomite, berubah menjadi batuan dolomite. http://batuan-sediment.blogspot.com/2008/12/bgp.html
18 Desember, 2008 Dolomite Batuan dolomite pertama kali di deskripsikan oleh mineralogist Francis bernama Deodat de Dolomieu pada tahun 1791 dari tempat terdapatnya di daerah Southern Alps. Batuan ini diberi nama Dolomit oleh de Saussure, dan sekarang pegunungan tersebut disebut dolomit. dolomit. Pada saat Dolomieu menginformasika menginformasikan n bahwasannya bahwasannya batuan dolomite adalah sepert sepertii batu batu gampin gamping, g, tetapi tetapi mempuny mempunyai ai sifat sifat yang yang tidak tidak sama sama dengan dengan batu batu gamping gamping,, pada saat diteteskan larutan asam batuan dolomite tidak membuih. Mineral yang tidak beraksi tersebut dinamakan dolomite. Kadang-kadang Kadang -kadang dolomite juga disebut dolostone.
Dolo Dolomi mitt sang sangat at pent pentin ing g arti artiny nya a di dala dalam m duni dunia a perm permin inya yaka kan n dise diseba babk bkan an pembentukannya terjadi di bawah tanah melalui proses alterasi dari kalsit yang
ada ada di batu batu gampi gamping ng.. Peruba Perubahan han kimiaw kimiawii ini ditan ditandai dai dengan dengan pengur penguran anga gan n volume dan terjadinya proses rekristalisasi rekristalisasi yang keduanya menghasilkan menghasilkan ruan ruanga gan n terb terbuk uka a atau atau poro porosi sita tass di dala dalam m perl perlap apis isan an batu batuan an.. Poro Porosi sita tass menciptakan jalan bagi minyak bumi untuk mengalir dan menjadi tempat bagi reservoir minyak bumi. Secara alamiah proses alterasi dari limestone dinamakan dolo olomiti itisasi asi dan dan prose oses keb ebal alik ika an dar dari alte lteras rasi ter terseb ebut ut dina inamaka makan n dedolo dedolomi mitis tisas asi. i. Kedua Keduanya nya me merup rupaka akan n masal masalah ah besar besar di dalam dalam sedim sediment entar ary y geologi Diposkan oleh ASMATIGMA di 13.22 di 13.22 Label: dolomite Label: dolomite
0 komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Baru Posting Lama
hale Shale adalah bentuk lain dari mudstone. Mud didefinisikan oleh gelologist sebagai batuan sedi sedime ment nt yang ang memp mempun unya yaii ukur ukuran an buti butirr lebi lebih h keci kecill dari dari 0.06 0.06 mili milime mete ter, r, cara cara pembentukannya adalah melalui media transportasi sungai dan diendapkan di dasar lautan membentuk perlapisan yang tebal, dan hasilnya disebut mudstone. Apabila ukuran partikel dari sediment pembentuknya semua berukuran clay yakni lebih kecil dari 0.004 mm, batuannya disebut claystone. Apabila terdiri dari lebih banyak dan murni unsur silt deng dengan an ukur ukuran an butir butir lebi lebih h besa besarr dari dari clay clay dan dan lebi lebih h kecil kecil dari dari ukur ukuran an pasi pasirr maka maka batuannya disebut Silstone. Shale Sh ale ukurannya u kurannya adalah dua pertiga dari clay. Shale yang berumur Paleozoic bawah yang berasal dari daerah dekat Ancram, New york terdap terdapat at dalam dalam bentuk bentuk lensa lensa dari dari batupa batupasir sir gampin gampingan gan dengan dengan pembut pembutira iranny nnyaa baik. baik. Sebelum terkonsolidasi menjadi batuan, shale mengalami distorsi akibat dari slumping dan deform deformasi asi dari dari sedime sediment nt lunak lunak berumur berumur Paleozo Paleozoic ic awal, awal, dan juga juga dimung dimungkin kinkan kan akib akibat at dari dari perg perger eraka akan n tekt tektoni onik k sete setela lahn hnya ya.. Perc Percoba obaan an dala dalam m bent bentuk uk mini miniat atur uree menunjukkan bagaimana shale dan sandstone terdapat di alam.
Batu Pasir Batu pasir adalah pada batuan sediment dengan ukuran butir antara 1/16 milimeter dan 2 mm. ( untuk siltstone terbentuk dari butiran yang lebih halus). Walaupun batupasir tidak menand menandakan akan adanya adanya minera minerall istime istimewa, wa, tetapi tetapi pada pada kenyat kenyataann aannya ya batu batu pasir pasir biasan biasanya ya banyak mengandung mineral kuarsa. Kebanyakan batu pasir tetap mengandung sejumlah kecil dari mineral mineral clays, hematite,ilmenite,feldspar dan mica, yang menambah warna dan karakter dari matrix kuarsa. Batupasir yang mempunyai kandungan mineral pengotor dalam jumlah besar digolongkan sebagai wacke atau graywacke.
Batu pasir terbentuk ketika pasir jatuh dan terendapkan pada bagian offshore dari delta delta sungai, tetapi gurun pasir dan pantai dapat membentuk perlapisan batu pasir apabila dikaji pada rekaman geologi. Batu pasir biasanya tidak mengandung fosil-fosil, sebab energi yang terdapat pada lingkungan ketika lapisan lapisan pasir terbentuk tidak mendukung untuk terpeliharanya fosil-fosil tersebut. Sebagai pemandangan dan pembentuk batuan, batupasir penuh dengan karakter, warna yang khas dan cepat terawetkan. Butiran dari kuarsa di dalam batu pasir tersement bersama dengan silika ( yang secara kimiawi sama dengan kuarsa), atau kalsium karbonate atau oksida besi. Warna coklat dan belang pada batu pasir yang kasar disebabkan sejumlah kecil dari mineral mineral besi. Gambar batu pasir di bawah adalah batu pasir yang berumur pleistocene yang terendapkan di Central California, yang menunjukkan cement berwarna gelap. Butirannya berupa fragment fragment yang tajam dari kuarsa batu granite bahari di Sierra Nevada, tetapi sementnya berasal dari abu vulkanik dari batuan yang berumur lebih muda. Pada saat batupasir terendapkan pada kedalaman yang dalam, tekanan dan temperatur menjadi tinggi dan membuat mineral-mineral batuan menjadi terlarutkan atau berubah menjadi lebih mobile. Butiran-butiran batuan menjadi sedikit lebih kompak. Akibat dari panas dan temperature tersebut batupasir berubah menjadi batuan metamorf kuarsit atau gneiss, yaitu berupa batuan yang keras dengan butiran butiran mineral yang sangat kompak
Batugamping termasuk batuan sedimen. Batu gamping ini dapat diklasifikasikan salah satunya adalah klasifikasi dunham yang membahas tentang pembagian batugamping. Klasifikasi Dunham (1962) ini dilihat secara megaskopis yang mana dia
mengamati
indikasi adanya pengendapan
batugamping
yang
ditunjukkan oleh tekstur hasil pengendapan yaitu limemud (nikrit) semakin sedikit nikrit semakin besar energi yang mempengaruhi pengendapannya. Menurut klasifikasi ini batugamping terbagi atas : a. Mud Stone b. Wake Stone c. Pack Stone d. Grain Stone e. Bound Stone
f. Kristalin Karbonat
Bookmark & Share
BATU KAPUR/GAMPING Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain. Potensi batu kapur di Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di seluruh kepulauan Indonesia. Sebagian besar cadangan batu kapur Indonesia terdapat di Sumatera Barat
BATUBARA Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous, dan akhirnya terbentuk antrasit. Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Tersier Bawah dan Tersier Atas. Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
BAUKSIT Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (Al2O3 .3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 – 65%, SiO2 1 – 12%, Fe2O3 2 – 25%, TiO2 >3%, dan H2O 14 – 36%. Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika dengan memungkinkan pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar tetapi kedudukannya di kedalaman tertentu. Potensi dan cadangan endapan bauksit terdapat di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Pulau Bangka, dan Pulau Kalimantan.
BELERANG Belerang atau sulfur adalah mineral yang dihasilkan oleh proses vulkanisme, sifat-sifat fisik belerang adalah : Kristal belerang berwarna kuning, kuning kegelapan, dan kehitam-hitaman, karena pengaruh unsur pengotornya. Berat jenis : 2,05 - 2,09, kekerasan : 1,5 - 2,5 (skala Mohs), Ketahanan : getas/mudah hancur (brittle), pecahan :berbentuk konkoidal dan tidak rata. Kilap : damar Gores : berwarna putih. Sifat belerang lainnya adalah : tidak larut dalam air, atau H2SO4. Titik lebur 129oC dan titik didihnya 446oC. Mudah larut dalam CS2, CC14, minyak bumi, minyak tanah, dan anilin, penghantar panas dan listrik yang buruk. Apabila dibakar apinya berwarna biru dan menghasilkan gas-gas SO2 yang berbau busuk. Kegunaan: Belerang banyak digunakan di industri pupuk, kertas, cat, plastik, bahan sintetis, pengolahan minyak bumi, industri karet dan ban, industri gula pasir, accu, industri kimia, bahan peledak, pertenunan, film dan fotografi, industri logam dan besi baja. Lokasi: Potensi dan penyebaran endapan belerang Indonesia saat ini baru diketahui di enam propinsi, dengan total cadangan sekitar 5,4 juta. Untuk tipe sublimasi, karena proses terjadinya didasarkan kepada aktivitas gunung berapi, maka selama gunung berapi aktif, belerang tipe ini dapat diproduksi. Dengan demikian sumber daya belerang sublimasi dapat dianggap tidak terbata
BENTONIT Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit dalam dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis lempung tergantung dari penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi, mineral industri dan lain-lain. Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan alu-munium silikat hydrous, yaitu activated clay dan fuller's Earth. Activated clay adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller's earth digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Sedangkan berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu : a. Tipe Wyoming (Na-bentonit – Swelling bentonite) Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+). b. Mg, (Ca-bentonit – non swelling bentonite) Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu. Endapan bentonit Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera, sebagian P. Kalimantan dan P. Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton, serta pada umumnya terdiri dari enis kalsium (Ca-bentonit) . Beberapa lokasi yang sudah dan sedang dieksploitasi, yaitu di Tasikmalaya, Leuwiliang, Nanggulan, dan lain-lain. Indikasi endapan Na-bentonit terdapat di Pangkalan Brandan; Sorolangun-Bangko; Boyolali. Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi (filler), lumpur bor, sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental setelah bercampur dengan air. Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap. Untuk lumpur pemboran, bentonit bersaing dengan jenis lempung lain, yaitu atapulgit, sepiolit dan lempung lain yang telah diaktifkan. Dengan penambahan zat kimia pada kondisi tertentu, Ca-bentonit dapat dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion, sehingga terjadi perubahan menjadi Na bentonit dan diharapkan terjadi peningkatan sifat reologi dari suspensi mineral tersebut Agar mencapai persyaratan sebagai bahan lumpur sesuai dengan spesifikasi standar, perlu ada penambahan polimer. Hal itu dapat dilakukan melalui aktivasi bentonit untuk bahan lumpur bor.
DIATOMEA Diatomit atau tanah diatomea adalah suatu batuan sedimen silika, yang secara geologi terbentuk dari akumulasi dan pengendapan kulit atau kerangka diatomea (fosil tumbuhan air atau binatang kersik atau ganggang bersel tunggal) dan terendapkan di danau atau non marin. Diatomea berasosiasi dengan elemen pengotor dan bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Elemen pengotor diatomea tersebut yaitu abu vulkanik, larutan garam, lempung, senyawa karbonat, pasir silica, dan unsur organik lainnya. Diatomit mempunyai sifat porous, permeabel, ringan, mudah pecah, dan abrasif, densitas ruah 0,5 – 1 ton/m3, berat jenis, 2 – 2,3, porositas < 90%, dan kandungan cangbangl 1,7 – 30 uta/cm3, dengan ukuran 0,001 – 0,4 mm. Sebagian diatomit berwarna putih atau abu-abu, akan tetapi ada juga yang berwarna kuning, coklat, merah muda, hitam, dan hijau, yang tergantung dari unsur pengotornya. Secara kimia, komposisi utama diatomit adalah silika, tetapi ada unsure lainnya seperti alumina, besi oksida, magnesium, sodium, potassium oksida, titanium oksida, fosfat, dan kalsium oksida. Potensi endapan diatomea di Indonesia tersebar di berbagai tempat, antara lain di Sumatera Utara, Pulau Jawa, dan Maluku Utara.
DOLOMIT Dolomit termasuk rumpun mineral karbonat, mineral dolomit murni secara teoritis mengandung 45,6% MgCO3 atau 21,9% MgO dan 54,3% CaCO3 atau 30,4% CaO. Rumus kimia mineral dolomit dapat ditulis meliputi CaCO3.MgCO3, CaMg(CO3)2 atau CaxMg1-xCO3, dengan nilai x lebih kecil dari satu. Dolomit di alam jarang yang murni, karena umumnya mineral ini selalu terdapat bersama-sama dengan batu gamping, kwarsa, rijang, pirit dan lempung. Dalam mineral dolomit terdapat juga pengotor, terutama ion besi. Dolomit berwarna putih keabu-abuan atau kebiru-biruan dengan kekerasan lebih lunak dari batugamping, yaitu berkisar antara 3,50 - 4,00, bersifat pejal, berat jenis antara 2,80 2,90, berbutir halus hingga kasar dan mempunyai sifat mudah menyerap air serta mudah dihancurkan. Klasifikasi dolomit dalam perdagangan mineral industri didasarkan atas kandungan unsur magnesium, Mg (kimia), mineral dolomit (mineralogi) dan unsur kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kandungan unsur magnesium ini menentukan nama dolomit tersebut. Misalnya, batugamping mengandung ± 10 % MgCO3 disebut batugamping dolomitan, sedangkan bila mengandung 19 % MgCO3 disebut dolomit Penggunaan dolomit dalam industri tidak seluas penggunaan batugamping dan magnesit. Kadang-kadang penggunaan dolomit ini sejalan atau sama dengan penggunaan batugamping atau magnesit untuk suatu industri tertentu. Akan tetapi, biasanya dolomit lebih disukai karena banyak terdapat di alam. Madiapoera, T (1990) menyatakan bahwa penyebaran dolomit yang cukup besar terdapat di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura dan Papua. Di beberapa daerah sebenarnya terdapat juga potensi dolomit, namun jumlahnya relatif jauh lebih kecil dan hanya berupa lensa-lensa pada endapan batugamping. - Propinsi Nangroe Aceh Darussalam; Aceh Tenggara, desa Kungki berupa marmer dolomit. Cadangan masih berupa sumberdaya dengan kandungan MgO = 19%. - Propinsi Sumatera Utara; Tapanuli Selatan, desa Pangoloan, berupa lensa dalam batugamping. Cadangan berupa sumberdaya dengan kandungan MgO = 11 - 18%. - Propinsi Sumatera Barat; Daerah Gunung Kajai. (antara Bukittinggi - Payakumbuh). Umur diperkirakan Permokarbon. - Propinsi Jawa Barat; daerah Cibinong, yaitu di Pasir Gedogan. Dolomit di daerah ini umumnya berwarna putih abu-abu dan putih serta termasuk batugamping dolomitan yang bersifat keras, kompak dan kristalin. - Propinsi Jawa Tengah; 10 km timur laut Pamotan. Endapan batuan dolomit dan batugamping dolomitan. - Propinsi Jawa Timur;
· Gn. Ngaten dan Gn. Ngembang, Tuban, formasi batu-gamping Pliosen. MgO = 18,5% sebesar 9 juta m3, kandungan MgO = 14,5% sebesar 3 juta m3; · Tamperan, Pacitan. Cadangan berupa sumberdaya dengan cadangan sebesar puluhan uta ton. Kandungan MgO = 18%; · Sekapuk, sebelah Utara Kampung Sekapuk (Sedayu – Tuban). Terdapat di Bukit Sekapuk, Kaklak dan Malang, formasi gamping umur Pliosen, ketebalan 50 m, bersifat lunak dan berwarna putih. Cadangan sekitar 50 juta m3; Kandungan MgO di Sekapuk (7,1 - 20,54%); di Sedayu (9,95- 21,20 %); dan di Kaklak (9,5 - 20,8%); · Gunung Lengis, Gresik. Cadangan sumberdaya, dengan kandungan MgO = 11,1- 20,9 %, merupakan batuan dolomit yang bersifat keras, pejal, kompak dan kristalin; · Socah, Bangkalan, Madura; satu km sebelah Timur Socah. Cadangan 430 juta ton dan sumberdaya. Termasuk Formasi Kalibeng berumur Pliosen, warna putih, agak lunak, sarang. Ada di bawah batugamping dengan kandungan MgO 9,32 -20,92%. · Pacitan, Sentul dan Pancen; batugamping dolomitan 45,5 - 90,4%, berumur Pliosen. Di Bukit Kaklak, Gresik endapan dolomit terdapat dalam formasi batu-gamping Pliosen, tebal + 35 m dan jcadangan sekitar 70 juta m3. - Propinsi Sulawesi Selatan; di Tonassa, dolomit berumur Miosen dan merupakan lensalensa dalam batugamping. - Propinsi Papua; di Abe Pantai, sekitar Gunung Sejahiro, Gunung Mer dan Tanah Hitam; kandungan MgO sebesar 10,7-21,8%, dan merupakan lensa-lensa dan kantong-kantong dalam batugamping. http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Dolomit/ulasan.asp?xdir=Dolomit&commId=10&co mm=Dolomit
EMAS Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%. Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser Emas banyak digunakan sebagai barang perhiasan, cadangan devisa, dll. Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
FELDSPAR Sebagai mineral silikat pembentuk batuan, felspar mempunyai kerangka struktur tektosilikat yang menunjukkan 4 (empat) atom oksigen dalam struktur tetraheral SiO2 yang dipakai juga oleh struktur tetraheral lainnya. Kondisi ini menghasilkan kisi-kisi kristal seimbang terutama bila ada kation lain yang masuk ke dalam struktur tersebut seperti penggantian silikon oleh aluminium. Terlepas dari bentuk strukturnya, apakah triklin atau monoklin, felspar secara kimiawi dibagi menjadi empat kelompok mineral yaitu kalium felspar (KAlSi3O8), natrium felspar (NaAlSi3O8), kalsium felspar (CaAl2Si2O8) dan barium felspar (Ba Al2Si2O8) sedangkan secara mineralogi felspar dikelompokkan menjadi plagioklas dan K-felspar. Plagioklas merupakan seri yang menerus suatu larutan padat tersusun dari variasi komposisi natrium felspar dan kalsium felspar Plagioklas felspar hampir selalu memperlihatkan kenampakan melidah yang kembar (lamellar twinning) bila sayatan tipis mineral tersebut dilihat secara mikroskopis. Sifat optis yang progresif sejalan dengan berubahnya komposisi mineralogi memudahkan dalam identifikasi mineral-mineral felspar yang termasuk ke dalam kelompok plagioklas tersebut. Na-plagioklas banyak ditemukan dalam batuan kaya unsur alkali (granit, sienit). Andesin dan oligoklas terdapat pada batuan intermediate seperti diorit sedangkan labradorit, bitownit dan anortit biasanya sebagai komponen batuan basa (gabro) dan anortosit. Mineral yang termasuk kelompok K-felspar diklasifikasikan berdasarkan suhu ristalisasinya, mulai dari sanidin (suhu tinggi), ortoklas, mikroklin sampai adu-laria (suhu rendah). Keempat mineral mempunyai rumus kimia sama yaitu KAlSi3O8 dan (terutama) ditemukan pada batuan beku asam seperti granit dan sienit, selain itu ditemukan pula pada batuan metamorfosis dan hasil re-work pada batuan sedimen. Keberadaan felspar dalam kerak bumi cukup melimpah. Walaupun demikian untuk keperluan komersial dibutuhkan felspar yang memiliki kandungan (K2O + Na2O) > 10%. Selain itu, material pengotor oksida besi, kuarsa, oksida titanium dan pengotor lain yang berasosiasi dengan felspar diusahakan sesedikit mungkin. Felspar dari alam setelah diolah dapat dimanfaatkan untuk batu gurinda dan felspar olahan untuk keperluan industri tertentu. Mineral ikutannya dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri lain sesuai spesifikasi yang ditentukan. Industri keramik halus dan kaca/gelas merupakan dua industri yang paling banyak mengkonsumsi felspar olahan, terutama yang memiliki kandungan K2O tinggi dan CaO rendah. Berbicara mengenai potensi endapan felspar di Indonesia, sebaran material ini terdapat hampir di seluruh negeri dengan bentuk endapan berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain tergantung jenis endapan, primer atau sekunder. Data dari Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral menunjukkan cadangan terukur (proved), tereka (probable) dan terindikasi (possible) masing-masing sebesar 271.693,
1. 2. 3. 4.
Ulasan Statistik Potensi Profil Perusahaan
11.728 dan 56.561 ribu ton.
FIRECLAY Fire clay adalah mineral yang terdiri dari mineral kaolinit yang bentuk kristalnya tidak sempurna, dengan mengandung sedikit mika atau ilit, kuarsa, dan mineral lempung yang bersifat lunak dan tidak mempunyai perlapisan. Lempung tersebut mempunyai nilai PCE >19, sehingga tahan terhadap suhu tinggi (>15000 C) tanpa adanya pembentukan masa gelas. Fireclay terbentuk karena soil yang tertimbun oleh sedimen lain di daratan atau cekungan lakustrin ataupun delta yang umumnya mengandung batubara. Penggunaan fire clay terutama untuk refraktori, isolator, dll. Potensi fireclay terdapat di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
FOSFAT Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku (apatit) atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis. Biasanya, kandungan fosfor dinyatakan sebagai bone phosphate of lime (BPL) atau triphosphate of lime (TPL), atau berdasarkan kandungan P2O5. Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan oksida fosfatnya terdapat dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama proses pembekuan magma. Kadang kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan batuan beku alkali kompleks, terutama karbonit kompleks dan sienit. Fosfat komersil dari mineral apatit adalah kalsium fluo-fosfat dan kloro-fosfat dan sebagian kecil wavellite, (fosfat aluminium hidros). Sumber lain dalam jumlah sedikit berasal dari jenis slag, guano, crandallite [CaAl3(PO4)2(OH)5.H2O], dan millisite (Na,K).CaAl6(PO4)4(OH)9.3H2O. Sifat yang dimiliki adalah warna putih atau putih kehijauan, hijau, berat jenis 2,81-3,23, dan kekerasan 5 H. Fosfat adalah sumber utama unsur kalium dan nitrogen yang tidak larut dalam air, tetapi dapat diolah untuk memperoleh produk fosfat dengan menambahkan asam . Fosfat dipasarkan dengan berbagai kandungan P2O5, antara 4-42 %. Sementara itu, tingkat uji pupuk fosfat ditentukan oleh jumlah kandungan N (nitrogen), P (fosfat atau P2O5), dan K (potas cair atau K2O). Fosfat sebagai pupuk alam tidak cocok untuk tanaman pangan, karena tidak larut dalam air sehingga sulit diserap oleh akar tanaman pangan. Fosfat untuk pupuk tanaman pangan perlu diolah menjadi pupuk buatan. Di Indonesia, jumlah cadangan yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton endapan guano (kadar P2O5= 0,17-43 %). Keterdapatannya di Propinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan NTT, sedangkan tempat lainnya adalah Sumatera Utara, Kalimantan, dan Irian Jaya. Di Indonesia, eksplorasi fosfat dimulai sejak tahun 1919. Umumnya, kondisi endapan fosfat guano yang ada ber-bentuk lensa-lensa, sehingga untuk penentuan jumlah cadangan, dibuat sumur uji pada kedalaman 2 -5 meter. Selanjutnya, pengambilan conto untuk analisis kandungan fosfat. Eksplorasi rinci juga dapat dilakukan dengan pemboran apabila kondisi struktur geologi total diketahui.
GALENA (Pb) Posted: November 29, 2008 by herius in 1
0 Galena atau dikenal sebagai timah hitam di alam berupa senyawa PbS. Apabila unsur sulfida dominan pada batuan galena, secara fisik terasa aroma sulfida di lokasi batuan tersebut. Mineral yang biasanya ditemukan dekat galena antara lain sphalerit, pirit dan kalkopirit. Galena banyak dijumpai di sekitar batuan metamorf dan batuan beku. Galena tersebut membentuk suatu jalur di antara rekahan batuan beku dan metamorf. Singkapan mineral galena ini bisa terlihat di lereng bukit atau tepian sungai di daerah batuan metamorf. Pada beberapa tempat, mineral galena ini berdekatan dengan unsur lain seperti tembaga (Cu). Apabila unsur Cu juga dominan pada mineral galena, Batuan galena Indonesia saat ini kebanyakan diekspor untuk memenuhi kebutuhan industri di China. Metode eksploitasi galena umumnya menggunakan peledakan atau secara tradisional membuat suatu jalur bawah tanah (terowongan) diantara rekahan batuan beku. Daerah sebaran galena antara lain berada di Aceh Timur – Nangroe Aceh Darussalam, Pasaman – Sumatera Barat, Ponorogo – Jawa Timur dan Wonogiri, Jawa Tengah.
GARAM Garam
(NaCl) terjadi dari air laut yang memiliki salin yang cukup tinggi yang kemudian terevaporasi membentuk endapan garam. Di Indonesia garam diproduksi dengan cara mengalirkan air laut ke petakan-petakan dan ditampung. Akibat terik matahari air tersebut menguap dan akhirnya menyisakan garam waluapun masih berkualitas rendah. Komposisi mineral ini adalah NaCl (Na = 39,34 %, CI2 60,66 %), dengan ciri fisik diantaranya adalah : warna : putih, putih kotor, bentuk kristal isometrik, hexagonal, Ref. Index: 1,554, kekerasan sekitar 2, BJ 2,168. Penggunaan : untuk berbagai keperluan, selain untuk dikonsumsi secara langsung oleh manusia, juga dimanfaatkan oleh industri diantaranya ada1ah oleh industri kimia mencapai sekitar 22,70 %, industri pulp dan kertas : 8 %, industri makanan ternak 7 %, industri plastik /fiber: 5 -6 %, industri sabun : 5 -6, dan untuk keperluan industri-industri lainnya.
GIPSUM Gipsum (CaSO4.2H2O) mempunyai kelompok yang terdiri dari gypsum batuan, gipsit alabaster, satin spar, dan selenit. Gipsum umumnya berwarna putih, namun terdapat variasi warna lain, seperti warna kuning, abu-abu, merah jingga, dan hitam, hal ini tergantung mineral pengotor yang berasosiasi dengan gypsum. Gipsum umumnya mempunyai sifat lunak, pejal, kekerasan 1,5 – 2 (skala mohs), berat jenis 2,31 – 2,35, kelarutan dalam air 1,8 gr/l pada 00C yang meningkat menjadi 2,1 gr/l pada 400C, tapi menurun lagi ketika suhu semakin tinggi. Gipsum terbentuk dalam kondisi berbagai kemurnian dan ketebalan yang bervariasi. Gipsum merupakan garam yang pertama kali mengendap akibat proses evaporasi air laut diikuti oleh anhidrit dan halit, ketika salinitas makin bertambah. Sebagai mineral evaporit, endapan gypsum berbentuk lapisan di antara batuan-batuan sedimen batugamping, serpih merah, batupasir, lempung, dan garam batu, serta sering pula berbentuk endapan lensa-lensa dalam satuan-satuan batuan sedimen. Gipsum dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya (Berry, 1959), yaitu: endapan danau garam, berasosiasi dengan belerang, terbentuk sekitar fumarol volkanik, efflorescence pada tanah atau goa-goa kapur, tudung kubah garam, penudung oksida besi (gossan) pada endapan pirit di daerah batugamping.
GRAFIT Grafit umumnya berwarna hitam hingga abu-abu tembaga, kekerasan 1 – 2 (skala Mohs), berat enis 2,1 – 2,3, tidak berbau dan tidak beracun, serta tidak mudah larut, kecuali dalam asam hidroflorik atau aqua regia mendidih. Proses dekomposisi berlangsung lambat pada suhu 6000C dan dalam kondisi oksida atau pada suhu 3.5000C bila kondisi bukan oksida. Grafit adalah mineral yang dapat berasal dari batuan beku, sedimen, dan metamorf. Secara kimia, grafit sama dengan intan karena keduanya berkomposisi karbon, yang membedakannya adalah sifat fisik. Intan dikenal sangat keras, langka, dan transparan, sedangkan grafit agak lunak, mudah ditemukan, dan opak. Menurut Kuzvart (1984) grafit dapat terjadi secara proses magnetik awal, kontak magmatik, hidrotermal, metamorfogenik, dan residual. Belum ditemukan daerah yang berpotensi di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia masih megimpor grafit.
GRANIT Granit merupakan salah satu batuan beku, yang bertekstur granitik dan struktur holokristalin, serta mempunyai komposisi kimia ±70% SiO2 dan ±15% Al2O3, sedangkan mineral lainnya terdapat dalam jumlah kecil, seperti biotit, muskovit, hornblende, dan piroksen. Umumnya granit berwarna putih keabuan, Sebagai batu hias warna granit lainnya adalah merah, merah muda, coklat, abu-abu, biru, hijau, dan hitam, hal ini tergantung pada komposisi mineralnya. Granit merupakan batuan beku asam plutonik atau terbentuk dan membeku dalam kerak bumi. Bentuk cebakan yang terjadi dapat berupa dike, sill, atau dalam bentuk masa yang besar dan tidak beraturan. Batuan lelehan dari granit disebut rhiolit, yang mempunyai susunan kimia dan mineralogy yang sama dengan granit tetapi tekstur dan strukturnya berlainan. Granit mempunyai sumber cadangan yang potensial, namun sampai saai ini belum banyak yang ditambang. Potensi tersebut terdapat di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
KALSIT/BATU BINTANG Kalsit merupakan mineral utama pembentuk batugamping, dengan unsur kimia pembentuknya terdiri dari kalsium (Ca) dan karbonat (CO3), mempunyai sistem kristal Heksagonal dan belahan rhombohedral, tidak berwarna dan transparan. Unsur kalsium dalam kalsit dapat tersubtitusi oleh unsur logam sebagai pengotor yang dalam prosentasi berat tertentu membentuk mineral lain. Dengan adanya substitusi ini ada perubahan dalam penulisan rumus kimia yaitu CaFe (CO3)2 dan MgCO3 (subtitusi Ca oleh Fe), CaMgCO3, Ca2MgFe (CO3)4 (subtitusi oleh Mg dan Fe) dan CaMnCO3 (substitusi oleh Mn). Sifat fisika dari kalsit adalah bobot isi 2,71; kekerasan 3 (skala Mohs); bentuk prismatik; tabular; pejal; berbutir halus sampai kasar; dapat terbentuk sebagai stalaktit, modul tubleros, koraloidal, oolitik atau pisolitik. Warna kalsit yang tidak murni adalah kuning, coklat, pink, biru, lavender, hijau pucat, abu-abu, dan hitam. Penggunaan kalsit saat ini telah mencakup berbagai sektor yang didasarkan pada sifat fisik dan kimianya. Penggunaan tersebut, meliputi sektor pertanian, industri kimia, makanan, logam dan lainnya. Dilihat dari kejadiannya, kalsit secara umum berkaitan erat dengan batu-gamping dan aktifitas magma, namun berdasarkan data hasil penelitian baru diketahui di sepanjang pantai barat Sumatera, Jawa bagian selatan dan utara (sebagian kecil). Bentuk endapan dapat datar, bukit atau berupa lensa. Cadangan yang diketahui merupakan klasifikasi cadangan tereka di daerah Indarung (10,1 juta ton), Sumatera Barat (10 juta ton) dan Begelan di Kabupaten Purwokerto (0,1 Juta ton).
KAOLIN Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan kandungan besi yang rendah, dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan. Kaolin mempunyai komposisi hidrous alumunium silikat (2H2O.Al2O3.2SiO2), dengan disertai mineral penyerta. Proses pembentukan kaolin (kaolinisasi) dapat terjadi melalui proses pelapukan dan proses hidrotermal alterasi pada batuan beku felspartik. Endapan kaolin ada dua macam, yaitu: endapan residual dan sedimentasi. Mineral yang termasuk dalam kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit, dan halloysit (Al2(OH)4SiO5.2H2O), yang mempunyai kandungan air lebih besar dan umumnya membentuk endapan tersendiri. Sifat-sifat mineral kaolin antara lain, yaitu: kekerasan 2 – 2,5, berat jenis 2,6 – 2,63, plastis, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah, serta pH bervariasi. Potensi dan cadangan kaolin yang besar di Indonesia terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Pulau Bangka dan Belitung, serta potensi lainnya tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Sulawesi Utara.
KONSERVASI BAHAN GALIAN EMAS, BAUKSIT, BATUBARA DAN PERMASALAHAN Oleh :
Zamri T, Bambang T.S, Hartono L., M. Pohan, Edie Kurnia, Mulyana, Hutamadi, Ridwan A. dan Rudi G. SUBDIT. KONSERVASI
ABSTRACT
Mineral conservation as part of the management of mineral resources has been focused on the optimization of mineral benefits and reduction of environmental impacts resulted from mining operations. During the Fiscal Year 2003 Conservation Division of the Directorate of Mineral Resources Inventory has conducted monitoring, evaluation and inventory projects of mineral conservation in eight working regions covering active mining areas as well as ex- mine locations and illegal mining areas. The results indicate that a number of conservation-related problems have been encountered in the inspection areas. These problems mainly deal with the handling of remaining mineral resources/reserves in several active and non-active mining locations, mining/production recovery and the treatment of tailing materials such as fine coal and accessory minerals. Tailings resulted from illegal gold mining activities and their impacts to local community have also been concerned. Government and mining industries should have played more important roles to solve these problems, since in the autonomy era, licensing and supervision in mining business are executed by the District Government, while the formulation of mineral policy and regulations are the responsibility of the Regional and Central Government.
S A R I
Konservasi bahan galian sebagai bagian dari pengelolaan bahan galian telah difokuskan pada upaya optimalisasi manfaat dan minimalisasi dampak negatif usaha pertambangan dengan menjaga kelestarian fungsi lingkungan. Penerapan kaidah konservasi pada usaha pertambangan umum sampai saat ini masih menemukan banyak kendala. Subdirektorat Konservasi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral dalam Tahun Anggaran 2003 telah melakukan kegiatan Pemantauan, Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian di lokasi tambang aktif dan bekas tambang serta wilayah pertambangan tanpa izin (PETI) di beberapa daerah di Indonesia. Hasil-hasil kegiatan menunjukkan adanya permasalahan dalam penanganan sisa cadangan bahan galian pada beberapa tambang aktif dan tidak aktif, recovery pengolahan yang rendah, penanganan/pemanfaatan fine coal, dan penanganan tailing hasil pengolahan emas dan mineral ikutan, serta dampak kegiatan pertambangan dan PETI terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitar tambang. Untuk mengatasi masalah ini peranan pemerintah dan pelaku usaha pertambangan sangat diperlukan mengingat pada masa otonomi daerah sekarang perizinan dan pengawasan kegiatan usaha pertambangan umum telah ditangani oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan untuk kebijakan dan regulasi menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pusat.
1.
PENDAHULUAN
Peluang pasar dan investasi dalam bidang pertambangan yang semakin tumbuh di era globalisasi dan banyaknya hambatan izin usaha pertambangan pada akhir-akhir ini, kiranya sangat perlu potensi sumber daya mineral yang terdapat di wilayah Indonesia dapat dikaji dan dimanfaatkan secara optimal, terencana dan bertanggung jawab dengan berwawasan lingkungan. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, melalui Sub Direktorat Konservasi melakukan kegiatan Pemantauan dan Evaluasi pada aktifitas pertambangan emas, bauksit dan batubara. Selain itu juga melakukan pemantauan dan pendataan pada bekas tambang serta kegiatan peti di beberapa daerah kabupaten. Dalam mengupayakan pengelolaan sumber daya mineral yang optimal maka perlu dilakukan pemantauan cadangan, recovery penambangan dan pengolahan, serta pengawasan konservasi bahan galian. Hasil kegiatan disampaikan dalam bentuk laporan serta upaya peningkatan produktivitas dengan mengindahkan aspek konservasi bahan galian. Masalah lingkungan merupakan masalah kita bersama dan sudah menjadi masalah global sehingga pada kegiatan konservasi juga tidak terlepas dengan pemantauan lingkungan akibat usaha pertambangan. Pemantauan lingkungan ini dilakukan peninjauan langsung keadaan di lapangan serta mencari informasi dari sumbernya, agar dapat mengevaluasi keadaan sebenarnya apakah usaha pertambangan sudah menerapkan kaidah konservasi atau belum. Rangkuman tinjauan ini dilakukan dari 8 lokasi pemantauan konservasi yang dibiayai oleh Proyek Konservasi Sumber Daya Mineral (PKSDM) tahun Anggaran 2003 dan dana DIK-S. tahun Anggaran 2003. 1.1 Maksud dan Tujuan
Pemantauan dan evaluasi bahan galian pada aktifitas pertambangan merupakan kegiatan untuk mengetahui sejauh mana usaha pertambangan melakukan konservasi sumber daya mineral dalam rangka pengawasan dini sehingga bahan galian dapat dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan pemantauan dan pendataan bekas tambang dan kegiatan PETI merupakan kegiatan yang sangat diperlukan untuk menginventarisir bahan galian serta sisa bahan galian yang tidak tertambang agar nantinya dapat ditangani dengan baik saat bahan galian tersebut memiliki nilai ekonomis. Penanganan lingkungan dan reklamasi lahan bekas tambang/ lahan kegiatan tambang perlu diawasi secara intensif dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah dibelakangan hari. Pemantauan lingkungan diantaranya mengevaluasi pembuangan tailing serta limbah sejauh mana dampak pencemaran di daerah pemukiman, sungai serta pantai yang umumnya akan mengundang perhatian masyarakat dan pemerhati lingkungan. 1.2
Lokasi Pemantauan dan Evaluasi Konservasi
Pada T.A. 2003 pemantauan, evaluasi dan pendataan konservasi telah dilakukan di delapan darah yaitu (Gambar 1): 1. Daerah Pulau Kijang, Kabupaten Kijang, Provinsi Riau 2. Daerah Sintang, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat 3. Daerah Belang, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara 4. Daerah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu 5. Daerah Kec. Batang Kapas dan Kec. IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat 6. Daerah Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan 7. Daerah Kec. Talang Empat dan Kec. Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu
8. Daerah Kec. Muara Lembu, Kabupaten Inderagiri Hulu, Provinsi Riau. 2.
PERMASALAHAN UMUM KONSERVASI BAHAN GALIAN
Dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam/mineral terdapat 4 pilar yang harus dipenuhi yaitu segi ekonomi, sosial masyarakat, lingkungan dan konservasi bahan galian. Pengusaha pertambangan umumnya hanya berkepentingan dari aspek ekonomi sedangkan pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pengembangan sosial, lingkungan dan konservasi sehingga ada perbedaan misi diantara keduanya. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya alam/mineral yang baik adalah pengelolaan yang dapat menyelaraskan ke 4 pilar tersebut, dalam keselarasan. Konservasi bahan galian merupakan Konservasi Bahan Galian Emas, Bauksit, Batubara Dan Permasalahan KONSERVASI BAHAN GALIAN EMAS, BAUKSIT, BATUBARA DAN PERMASALAHAN Oleh :
Zamri T, Bambang T.S, Hartono L., M. Pohan, Edie Kurnia, Mulyana, Hutamadi, Ridwan A. dan Rudi G. SUBDIT. KONSERVASI
ABSTRACT
Mineral conservation as part of the management of mineral resources has been focused on the optimization of mineral benefits and reduction of environmental impacts resulted from mining operations. During the Fiscal Year 2003 Conservation Division of the Directorate of Mineral Resources Inventory has conducted monitoring, evaluation and inventory projects of mineral conservation in eight working regions covering active mining areas as well as ex- mine locations and illegal mining areas. The results indicate that a number of conservation-related problems have been encountered in the inspection areas. These problems mainly deal with the handling of remaining mineral resources/reserves in several active and non-active mining locations, mining/production recovery and the treatment of tailing materials such as fine coal and accessory minerals. Tailings resulted from illegal gold mining activities and their impacts to local community have also been concerned. Government and mining industries should have played more important roles to solve these problems, since in the autonomy era, licensing and supervision in mining business are executed by the District Government, while the formulation of mineral policy and regulations are the responsibility of the Regional and Central Government.
S A R I
Konservasi bahan galian sebagai bagian dari pengelolaan bahan galian telah difokuskan pada upaya optimalisasi manfaat dan minimalisasi dampak negatif usaha pertambangan dengan menjaga kelestarian fungsi lingkungan. Penerapan kaidah konservasi pada usaha pertambangan umum sampai saat ini masih menemukan banyak kendala. Subdirektorat Konservasi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral dalam Tahun Anggaran 2003 telah melakukan kegiatan
Pemantauan, Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian di lokasi tambang aktif dan bekas tambang serta wilayah pertambangan tanpa izin (PETI) di beberapa daerah di Indonesia. Hasil-hasil kegiatan menunjukkan adanya permasalahan dalam penanganan sisa cadangan bahan galian pada beberapa tambang aktif dan tidak aktif, recovery pengolahan yang rendah, penanganan/pemanfaatan fine coal, dan penanganan tailing hasil pengolahan emas dan mineral ikutan, serta dampak kegiatan pertambangan dan PETI terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitar tambang. Untuk mengatasi masalah ini peranan pemerintah dan pelaku usaha pertambangan sangat diperlukan mengingat pada masa otonomi daerah sekarang perizinan dan pengawasan kegiatan usaha pertambangan umum telah ditangani oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan untuk kebijakan dan regulasi menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pusat.
1.
PENDAHULUAN
Peluang pasar dan investasi dalam bidang pertambangan yang semakin tumbuh di era globalisasi dan banyaknya hambatan izin usaha pertambangan pada akhir-akhir ini, kiranya sangat perlu potensi sumber daya mineral yang terdapat di wilayah Indonesia dapat dikaji dan dimanfaatkan secara optimal, terencana dan bertanggung jawab dengan berwawasan lingkungan. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, melalui Sub Direktorat Konservasi melakukan kegiatan Pemantauan dan Evaluasi pada aktifitas pertambangan emas, bauksit dan batubara. Selain itu juga melakukan pemantauan dan pendataan pada bekas tambang serta kegiatan peti di beberapa daerah kabupaten. Dalam mengupayakan pengelolaan sumber daya mineral yang optimal maka perlu dilakukan pemantauan cadangan, recovery penambangan dan pengolahan, serta pengawasan konservasi bahan galian. Hasil kegiatan disampaikan dalam bentuk laporan serta upaya peningkatan produktivitas dengan mengindahkan aspek konservasi bahan galian. Masalah lingkungan merupakan masalah kita bersama dan sudah menjadi masalah global sehingga pada kegiatan konservasi juga tidak terlepas dengan pemantauan lingkungan akibat usaha pertambangan. Pemantauan lingkungan ini dilakukan peninjauan langsung keadaan di lapangan serta mencari informasi dari sumbernya, agar dapat mengevaluasi keadaan sebenarnya apakah usaha pertambangan sudah menerapkan kaidah konservasi atau belum. Rangkuman tinjauan ini dilakukan dari 8 lokasi pemantauan konservasi yang dibiayai oleh Proyek Konservasi Sumber Daya Mineral (PKSDM) tahun Anggaran 2003 dan dana DIK-S. tahun Anggaran 2003. 1.1 Maksud dan Tujuan
Pemantauan dan evaluasi bahan galian pada aktifitas pertambangan merupakan kegiatan untuk mengetahui sejauh mana usaha pertambangan melakukan konservasi sumber daya mineral dalam rangka pengawasan dini sehingga bahan galian dapat dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan pemantauan dan pendataan bekas tambang dan kegiatan PETI merupakan kegiatan yang sangat diperlukan untuk menginventarisir bahan galian serta sisa bahan galian yang tidak tertambang agar nantinya dapat ditangani dengan baik saat bahan galian tersebut memiliki nilai ekonomis. Penanganan lingkungan dan reklamasi lahan bekas tambang/ lahan kegiatan tambang perlu diawasi secara intensif dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah dibelakangan hari. Pemantauan lingkungan diantaranya mengevaluasi pembuangan tailing serta limbah sejauh mana
dampak pencemaran di daerah pemukiman, sungai serta akan mengundang perhatian masyarakat dan pemerhati lingkungan. 1.2
pantai yang
umumnya
Lokasi Pemantauan dan Evaluasi Konservasi
Pada T.A. 2003 pemantauan, evaluasi dan pendataan konservasi telah dilakukan di delapan darah yaitu (Gambar 1): 1. Daerah Pulau Kijang, Kabupaten Kijang, Provinsi Riau 2. Daerah Sintang, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat 3. Daerah Belang, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara 4. Daerah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu 5. Daerah Kec. Batang Kapas dan Kec. IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat 6. Daerah Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan 7. Daerah Kec. Talang Empat dan Kec. Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu 8. Daerah Kec. Muara Lembu, Kabupaten Inderagiri Hulu, Provinsi Riau. 2.
PERMASALAHAN UMUM KONSERVASI BAHAN GALIAN
Dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam/mineral terdapat 4 pilar yang harus dipenuhi yaitu segi ekonomi, sosial masyarakat, lingkungan dan konservasi bahan galian. Pengusaha pertambangan umumnya hanya berkepentingan dari aspek ekonomi sedangkan pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pengembangan sosial, lingkungan dan konservasi sehingga ada perbedaan misi diantara keduanya. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya alam/mineral yang baik adalah pengelolaan yang dapat menyelaraskan ke 4 pilar tersebut, dalam keselarasan. Konservasi bahan galian merupakan kegiatan yang mengupayakan optimalisasi serta manfaat bahan galian dan minimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan akibat pertambangan, menjaga kelestarian serta pemakaian yang tidak terkendali, tidak menyia-nyiakan keberadaan bahan galian dan menjaga fungsi lingkungan. Untuk memanfaatkan sumberdaya mineral perlu juga dilakukan upaya penanganan sumber daya yang tersisa, bahan galian lain dan mineral ikutan agar tidak terbuang bersama tailing dalam suatu proses pengolahan. 2.1
Bahan Galian
Permasalahan konservasi bahan galian akan berbeda-beda tergantung dari jenis komoditas serta sifat genesa bahan galian. Untuk itu perlu diperinci permasalahan dari tiap komoditas dan genesanya. Endapan emas primer yang umumnya mempunyai kondisi geologi dan struktur sangat komplek, dengan bentuk bijih serta sebaran kadar tak merata, menyebabkan pemanfaatannya sangat memerlukan teknologi tinggi dan biaya yang besar. Penambangan umumnya dibuat blok blok berdasarkan kadar bijih menyebabkan rentang terhadap pengambilan selektif kadar bijih yang tinggi saja dengan kadar rendah ditinggalkan. Hal ini mengakibatkan recovery penambangan rendah, atau tidak semua cadangan termanfaatkan/terambil. Pengolahan juga tergantung dari metodanya; memakai sianida atau dengan merkuri dan juga proses penghalusan sehingga recovery pengolahan dapat tinggi atau rendah. Buangan limbah baik talling maupun tanah buangan jika tidak ditata dengan baik akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Endapan emas alluvial merupakan hasil rombakan emas primer yang terdapat pada daerah aliran sungai aktif ataupun aliran sungai purba. Emas dalam bentuk butiran lepas terdapat bersama butiran batuan lainnya, sehingga dalam pengambilannya cukup memisahkan bitir-butir emas dengan pasir dengan metoda perbedaan berat jenisnya. Selain itu dalam pengambilan emas
juga terdapat mineral berat lainnya yang umumnya tak termanfaatkan dan terbuang begitu saja. Penambangan emas alluvial ini biasanya dengan sistem tambang semprot dan sedot dengan memakai sluice box dan air raksa sebagai penangkap emas dalam pengolahan. Mengingat cara penambangan dan pengolahan sangat sederhana maka banyak dilakukan oleh rakyat setempat dan pendatang; usaha tambang ini dikenal dengan sebutan PETI (Pertambangan Tanpa Izin). Dalam pemprosesan tersebut biasanya akan mengakibatkan pencemaran lingkungan serta rusaknya lahan dan tidak dilakukan reklamasi. Bahan galian bauksit memiliki sebaran yang tidak terlalu besar di Indonesia, sedangkan pemanfaatannya selalu meningkat setiap tahun. Endapan bauksit dikenal dengan endapan tipe bijih laterit yaitu pengayaan bijih karena faktor kimiawi yang sangat dominan, dan kondisi ini dapat dipenuhi kalau daerahnya relative landai dengan curah hujan cukup tinggi, dengan batun asam-intermedier serta memiliki banyak rekahan. Endapan bauksit terdapat pada daerah pelamparan yang sangat luas, kondisi pH tanah 5-7, iklim tropis-sub tropis. Sifat endapan laterit kadar bijih yang diusahakan akan membentuk gradasi kebawah sesuai dengan kadar yang diinginkan dan juga tergantung tingkat pelapukan batuan induknya. Sebagai konsekwensinya, endapan yang terbentuk mungkin akan memiliki kadar rendah dan kadar tinggi, sehingga perlu perhatian khusus tentang cara pemanfaatan kadar rendah tersebut. Sistem penambangan bauksit adalah tambang terbuka, karena itu sesudah penambangan perlu dilakukan reklamasi serta revegetasi karena akibat penambangan akan mengubah kondisi dan bentuk tanah dari keadaan semula. Dalam pengolahannya terdapat berbagai mineral ikutan atau bahan galian lain selain bijih bauksit sehingga perlu diperhitungkan atau dikaji pemanfaatannya. Endapan batubara terbentuk bersama-sama dengan pembentukan suatu endapan lapisan batuan dalam suatu cekungan pengendapan. Dengan kondisi dan waktu tertentu endapan batubara bernilai ekonomis, dapat diusahakan dengan melakukan penambangan terbuka serta tambang bawah tanah. Sesuai dengan genesanya maka batubara dapat membentuk beberapa lapisan dengan ketebalan yang berbeda-beda, selain kandungan unsur dan kualitas kalorinya juga berbeda-beda. Hal ini akan menyebabkan timbulnya masalah konservasi. Dari sisi kemudahan penambangan perusahaan akan mengambil yang tebal dan kalori yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan maksimal atau dengan menambang pada kedalaman tertentu atau stripping ratio yang rendah, sedangkan hal tersebut akan bertentangan dengan aspek konservasi. Pada akhir-akhir ini terdapat kecenderungan dalam pengolahan batubara untuk tidak melakukan pencucian, dan ini akan menyebabkan tertinggalnya lapisan batubara yang berbatasan dengan lapisan lempung atau menyebabkan recovery penambangan rendah. Pada penambangan dengan sistem tambang terbuka memberikan dampak sangat luas, biasanya akan merubah struktur tanah dan lingkungan sekitarnya. 3. TEMUAN MASALAH KONSERVASI 3.1
Emas primer dan aluvial
Pada penambangan emas Newmont Minahasa Raya (NMR) pada Pit Mesel (ultimate pit, Section 20280 mE) masih menyisakan cadangan pada bagian sebelah timur (cadangan tidak terambil semua) dan data jumlah dan kadar sisa cadangan tersebut tidak tersedia. Cadangan emas di daerah Lobongan/ Alason dan daerah Nona Hoa yang telah diketahui dan diserahkan kepada pemerintah oleh NMR pada tahun 2001 sampai saat ini belum ditambang tetapi telah berkembang menjadi menjadi lahan kegiatan penambangan tanpa izin (PETI) dan tentu saja akan meninggalkan banyak masalah konservasi bahan galian dan lingkungan hidup. Penanganan bijih berkadar rendah, <3 gr/t Au, telah dilakukan oleh NMR dengan proses heap leaching. Cadangan bijih sebesar 3.392.920 ton dengan kadar 2,76 gr/t Au menghasilkan 3.566 kg emas. Recovery pengolahan masih rendah, yaitu 47% –53 %.
Emas primer di daerah Bukit Salido dan Gunung Arum, Sumatra Barat terdapat pada urat-urat kuarsa dengan ketebalan 3-4 meter, berarah timurlaut – baratdaya dan utara– selatan, kemiringan 25o-30°. Hasil eksplorasi PT. Pelsart/Mincorp menunjukkan sumber daya di daerah Salido 1.100.000 ton dan daerah Gunung Arum 254.000 ton, kadar 8 gr/t Au, 60 gr/t Ag. Daerah prospek ini telah menjadi lahan penambangan tanpa izin dengan pengolahan emas secara tradisional yaitu sistem glundung dan memakai air raksa. Data cadangan serta produksi emas aluvial didaerah Sintang sulit didapatkan secara akurat, mengingat daerah ini telah lama dikerjakan oleh penambang tradisional PETI, meskipun Kapuas Aluvial Jaya telah mencatat cadangan sebesar 16,3 juta m 3 setara 2.547 kg emas. Proses pengolahan yang umum dilakukan oleh PETI tidak optimal, recovery hanya 4060 % saja. Selain komoditas mineral utama yang diambil sebetulnya masih banyak mineral ikutan yang tidak diproses. Conto tailing dari pengolahan emas Kapuas Aluvial Jaya masih mengandung 6 ppm emas dan butiran emas 5 –14 VFC pada konsentrat dulang. Selain itu dijumpai mineral ikutan zircon 49,62 –58 % atau setara 5846 gr/m3 Zr dan batupasir kuarsa 85,17 –97,26 %. Penambangan emas aluvial pada umumnya tidak menggunakan teknik penambangan dan pengolahan yang baik sehingga recovery sangat rendah. Sedangkan daerah yang berkadar rendah tidak ditambang, kadang kadang tertimbun sehingga akan mempersulit penanganan di kemudian hari jika bersifat ekonomis. Pencemaran lingkungan akibat pemakaian air raksa dalam proses pengolahan di daerah pertambangan cukup memprihatinkan. Disamping itu tidak disadarinya bahaya bahan kimia tersebut dan tidak adanya pengawasan akan mendatangkan musibah dan bahaya kesehatan masyarakat di kemudian hari. Di wilayah Kabupaten Banjar, lahan bekas penambangan emas (PETI) tidak di reklamasi sehingga memiliki potensi bahaya terhadap lingkungan hidup. 3.2 Bauksit di Pulau Kijang
Sisa cadangan bauksit kadar tinggi (48-52% Al 2O3, <6% SiO2, 0,5–1 % TiO2, dan 56% Fe2O3) berjumlah 657.745 ton. Kebutuhan untuk eksport 1.200.000 ton (China, Jepang dan Australia). Sedangkan bauksit kadar rendah dengan cadangan 7.000.000 ton belum ditambang oleh Yayasan Pemerintah Daerah. Metoda perhitungan cadangan sistim influence area kurang efektif dan menghasilkan cadangan yang tidak optimal, sebab hasil penambangan menunjukkan jumlah cadangan yang berbeda. Sistim penambangan terbuka merusak sistim drainage aliran sungai, memberikan dampak negatif dimana air tidak bisa dikonsumsi oleh masyarakat di sekitar aktivitas penambangan. Tanah pucuk ( top soil ) dari profil bauksit relatif tipis (30-40 cm), sebagai tanah penutup untuk reklamasi dan revegetasi kondisinya tidak subur (sangat asam). Dalam penambangan bauksit, mineral ikutan kelompok titan (0,96%–2,60% TiO 2) dijumpai pada conto conto tailing, dan mineral ini masih belum dimanfaatkan. Pengolahan/pencucian bauksit dengan menggunakan air laut berdampak bagi lingkungan nelayan dengan terpengaruhnya biota plankton, bentos dan sejenisnya serta kekeruhan air laut. Penambangan pasir darat oleh 35 perusahaan diluar wilayah pertambangan bauksit di Pulau Kijang, meningggalkan kolam-kolam yang tidak direklamasi dan tidak dilakukan penghijauan sehingga menjadi tandus dan gersang. Tempat pembuangan tailing dan pencucian bauksit yang telah berumur 60 tahun berupa lahan pasir, dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lahan pemukiman dan perkantoran, memerlukan perhatian khusus tentang kestabilan dan kekuatan tanahnya. 3.3 Batubara
Sisa cadangan batubara di PT.Bukit Sanur sampai 2002 berjumlah 11.629.800 ton, sementara rekapitulasi produksi dari 1985 sampai April 2003 hanya mencapai 6.818.500,00 ton. Pada saat izin eksploitasi berakhir tahun 2005 tambang ini akan meninggalkan sisa cadangan besar, karena kapasitas produksi yang tidak memadai. Kegiatan penempatan lokasi penambangan, nilai produksi, penggunaan peralatan penambangan, pekerjaan reklamasi bekas tambang dan realisasi kontribusi usaha pertambangan tidak sesuai dengan perencanaan. Recovery penambangan (83 %), pengangkutan (85%) dan pengolahan (70%) menunjukkan kinerja yang belum optimal dan masih bisa ditingkatkan agar dapat mencegah terjadinya penyia-nyiaan batubara. Potensi Bengkulu Utara yang memiliki berbagai jenis bahan galian belum diupayakan dengan optimal. Bahan galian lain di daerah tambang adalah andesit batupasir dan lanau. Meskipun hasil analisa menunjukkan batulempung tidak dapat digunakan sebagai bahan keramik, tetapi dapat digunakan untuk bahan bangunan. Batubara di daerah Lumpo memiliki sumber daya tereka 33.508.800 ton, dengan kalori 5000-7000 kkal/kg. Daerah Inderapura memiliki sumber daya tereka 617.200,4 ton, dengan kalori 6000-7000 kkal/kg. Daerah Pancung dan Ampek Balai Tapan memiliki sumber daya tereka 1.885.400 ton. Dalam laporan PT. Riau Baraharum, disebutkan jumlah cadangan mineable yang sangat tinggi dibandingkan dengan sumber daya yang ada (90% dari sumber daya terukur), karena faktor geologi dan faktor?faktor kehilangan pada saat penambangan, termasuk pembuatan teras atau jenjang. Angka rencana perolehan tambang yang tinggi ini perlu mendapat pengawasan pada saat pelaksanaannya nanti. 3.4 Bahan galian pada lokasi bekas tambang dan wilayah PETI
Penambangan tanpa izin (PETI) pada umumnya tidak melakukan perencanaan yang baik, menambang dengan cara memilih kualitas dan ketebalan batubara tertentu, kemiringan yang landai, serta kemudahan penambangan dan pengangkutan. Penambang PETI tidak mempergunakan alat yang memadai sehingga tidak mendapatkan batubara yang maksimal, recovery sangat rendah serta banyak batubara yang tercecer dan terbuang dalam pencucian dan pengangkutan serta masih banyak meninggalkan sisa cadangan yang mungkin masih layak tambang. Aktivitas PETI meninggalkan lahan bekas tambang berupa danau dan tumpukan material buangan yang tidak direklamasi dan dihijaukan. Berhentinya kegiatan PETI batubara di Kabupaten Banjar dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah beroperasinya pengusaha tambang pemegang izin PKP2B, penertiban oleh aparat Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk penertiban lalulintas angkutan batubara, keterbatasan peralatan kerja penambang PETI serta menurunnya cadangan batubara yang dapat ditambang dengan sistem tambang terbuka. Hasil pemantauan dan pendataan tahun ini tidak menjumpai adanya aktivitas PETI batubara dengan menggunakan peralatan modern. Sedangkan penambangan emas dan intan yang dilakukan masyarakat di Wilayah Pertambangan Rakyat masih dijumpai didaerah Aranio dan Sungai Pinang. Produksi dari pertambangan rakyat ini adalah 2-4 gram emas/hari/kelompok dan <0,5 karat intan/ hari/kelompok. Hasil pemantauan dan pendataan bahan galian di lokasi bekas tambang dan wilayah PETI menunjukan belum diterapkannya kaidah konservasi bahan galian, khususnya yang berkaitan dengan penanganan lahan bekas tambang (rehabilitasi lahan) dan pemanfaatan bahan galian lain dan mineral ikutan. 4. PEMBAHASAN KONSERVASI 4.1. Penambangan emas primer dan aluvial
Daerah Lombongan dan Nona Hoa di Minahasa, cadangan (1,4 MT @ 4,2 gr/t Au dan 0,5 MT @ 5,3 gr/t Au) Total 257.000 Onzes emas. Hasil analisa beberapa conto yang dilakukan terlihat kadar emas jauh lebih tinggi dari yang dilakukan oleh PT.NMR (Lombongan: 45,4 ppm – 91,4 ppm dan Nona Hoa : 13,7 ppm – 17,8 ppm), perlu dikaji daerah ini dan disarankan untuk diserahkan untuk dijadikan daerah WPR, sehingga dinas terkait lebih mudah untuk mengontrol serta mengawasi, bisa meningkatkan PAD dalam era otonomi sekarang ini. Metoda pengolahan Heap Leaching ini sangat perlu diserap/ dimasyarakatkan oleh dunia pertambangan di Indonesia, mengingat proses ini sangat tepat dan bisa meng optimalkan pengambilan mineral karena bisa mengolah ore / bijih yang berkadar rendah. Kalau bisa ditingkatkat recovery nya, diatas yang sekarang ini. Proses pengolahan dengan proses sianidasi /ICP dengan recovery pengolahan 88 %, semua tailing dalam pelaksanaan dibuang kelaut melalui pipa pembuangan, berarti sisa proses 12 % (termasuk sisa emas dan mineral ikutan ikut terbuang). Perlu mengkaji lagi keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan akibat pembuangan tailing langsung kelaut, mengingat tailing yang mengandung unsur beracun serta logam berat lainya bisa mencemari lingkungan dan merusak serta merubah kehidupan biota laut sekitarnya. Pembuatan alat proses pengolahan emas tanpa menggunakan merkuri sebagai alat untuk ektraksi ” Konsentrator Knelson” perlu dimasyarakatkan mengingat makin banyaknya pencemaran akibat limbah air raksa dimana-mana dan telah menghawatirkan keselamatan kesehatan masyarakat pada daerah kegiatan tambang PETI pada umumnya. Penambangan emas aluvial yang dilakukan oleh PETI pada umumnya hanya mengambil daerah yang berkadar tinggi saja, mengakibatkan alur tidak teratur, penggalian tanah penutup tidak sistimatik ( cut and fill) mengakibatkan terjadi lubang atau danau yang cukup luas. Kemiringan sluice box tinggi sehingga butiran emas ikut terbawa hanyut bersama material waste. Dalam pengolahan dilakukan proses amalgamasi langsung pada waktu pendulangan yang mengakibatkan sebagian butiran emas terbuang bersama sisa pendulangan (tailing) sehingga recovery pengolahan sangat rendah. Penanganan serta pengendalian PETI perlu lebih serius, tiap daerah mempunyai karakteristik yang berlainan tidak bisa digeneralisir. Perlu pendekatan sosial dan kultural karena menyangkut soal pencaharian dan penghidupan pada umumnya pelaksana dilapangan adalah penduduk kurang mampu ekonominya yang hidup disekitar daerah tersebut. Perlu penegakan hukum bagi para cukong dan bandarnya, mereka ini umumnya pendatang tidak penduduk setempat melainkan hidup di kota besar dan tidak mau mengetahui permasalahan yang dialami daerah dan penduduk sekitarnya. 4.2. Penambangan Bauksit
Perlu melakukan eksplorasi kembali beberapa daerah yang pernah di tambang sampai kedalaman maksimal yang masih mengandung endapan bauksit sehingga daerah tersebut layak tambang mencapai 5 (lima) meter kedalaman. Tetap menggunakan metoda yang sama dalam perhitungan cadangan, akan tetapi sumur uji untuk percontohan perlu dirapatkan. Perlunya pendistribusian air bersih dari perusahaan kepada masyarakat sekitar tambang, tidak hanya lingkungan kompleks tambang saja. Tanah penutup yang kondisinya asam, perlu dilakukan netralisir dengan ditaburi kapur/dolomit sehingga mudah ditanami serta memilih tanaman yang mudah daunnya lapuk. Mineral ikutan seperti; Rutil, Zirkon dan lainya dapat dimanfaatkan sebagai nilai tambah untuk dipergunakan dalam keperluan teknologi tinggi.
Kolam-kolam sedimentasi hanya berfungsi sebagai pengendapan pasir dan lumpur, sedangkan air hasil pencucian yang dibuang kelaut perlu dipantau secara periodik, karena bisa mencemari laut sekitar. Penataaan kembali lahan bekas penambangan pasir darat dan granit di wilayah Bintan Timur dan bisa dimanfaatkan sebagai tempat obyek wisata, tempat penampungan air bersih dan kolam ikan darat. Agar dilakukan sosialisasi Rencana PenutupanTambang, serta meng antisifasi dampak langsung terhadap masyarakat dan pemerintah daerah. Harus kerjasama antar intansi terkait (antara lain Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah) mengenai kondisi tanah agar aman mendirikan bangunan dan tidak membahayakan masyarakat. 4.3
Penambangan Batubara
Mengingat sisa cadangan masih banyak sedangkan waktu KP. Eksploitasi pada PT.Bukit Sunur hanya sampai 2005, maka perlu meninjau lagi FS yang telah diterbitkan pada waktu akan memulai produksi. Sebetulnya ini bisa terpantau pada waktu perusahaan melakukan RKAB tiap tahun, dan waktu itulah dilakukan koreksi serta masukan buat perusahaan karena tidak sesuai dengan FS tersebut. Misal; peningkatan produksi, penambahan alat, meningkatkan kinerja perusahaan dll. Pengolahan batubara yang dilakukan PT.Bukit Sunur, Recovery nya hanya 69,80 % saja, berarti ada 30,2 % terbuang sebagai sisa pencucian. Ini juga menyangkut teknik penambangan yang tidak baik, sehingga batubara banyak pengotoran serta parting. Setelah dicek dilapangan dan diambil contohnya maka sebagian menjadi lumpur dan finecoal mempunyai nilai calori diatas 4315 cal/gr. Fine coal ini bisa dimanfaatkan sebagai briket dan pemanas tungku pembakaran kapur dll. Dari hasil pengamatan, kajian dan hasil komparasi dari tambang-tambang batubara yang sudah berjalan di Indonesia, angka 90% tersebut terlalu tinggi; realisasi jumlah cadangan ke cadangan yang bisa ditambang (mineable) berkisar antara 60-70%. Perhitungan cadangan mineable terhadap cadangan yang ada perlu ditinjau kembali, dengan memperhatikan lebih banyak aspek yang akan berpengaruh selama penambangan; sehingga jumlah (angka) cadangan mineable yang dihasilkan akan mendekati kenyataan yang akan terjadi selama proses penambangan. Hal ini perlu diperhatikan sekali, mengingat jumlah cadangan mineable tersebut diperhitungkan dalam kelayakan tambang. Informasi sumberdaya batubara di luar wilayah eksploitasi PT. Riau Baraharum (daerah yang ditinggalkan setelah tahap eksplorasi) yang masih mengandung sumber daya batubara dengan sekala kecil bisa di informasikan ke dinas pertambangan setempat untuk dilakukan pengkajian dan selanjutnya apabila memungkinkan bisa dijadikan wilayah pertambangan rakyat (tambang batubara sekala kecil) yang dikelola oleh masyarakat setempat dalam wadah koperasi; sehingga diharapkan iklim usaha pertambangan batubara di daerah pemantauan akan berkembang. Kendala usaha dalam usaha penambangan batubara di daerah PT.Riau Baraharum yaitu sarana transportasi jalan untuk mengangkut batubara dari tambang ke pelabulan (adanya keterlambatan pembangunan jalan khususnya ruas jalan negara antara km 20 - km 80); untuk itu perlu dicari alternatif lain dalam pengangkutan hasil tambang tersebut dan alternatif tersebut dikaji ulang dalam feablitity study untuk mengetahui kelayakannya, terutama secara ekonomis maupun teknis. Perlu adanya kegiatan yang nyata di lokasi tambang dan adanya informasi yang jelas tentang kegiatan PT. Riau Baraharum kepada masyarakat sekitarnya dan pemerintahan setempat; hal ini untuk menanggulangi opini/anggapan dari masyarakat maupun pemerintahan setempat akan kesungguhan PT. Riau Baraharum dalam rencana penambangan batubara.
Perlu peninjauan kembali terhadap izin usaha pertambangan dan memberlakukan kepada perusahaan pemohon izin eksploitasi untuk melakukan studi kelayakan sebagai syarat mendapatkan izin. Hal ini perlu dilakukan agar nantinya perusahaan lebih sungguh-sungguh dalam persiapan, sehingga tidak mudah berhenti ditengah jalan. Seperti ditemukan pada perusahaan batubara di Kab.Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Pemanfaatan bahan galian pasir kuarsa pada saat ini hanya digunakan untuk pelapis jalan dalam proses pengerasan badan jalan; dilihat dari aspek konservasi hal ini pemanfaatakn ini tidak tepat, karena bahan galian pasir kuarsa ini bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain (industri kaca, penjernih air, dll) yang lebih bernilai ekonomis. 5.
KESIMPULAN
Daerah yang telah diserahkan/dilepas oleh perusahaan, perlu dikaji dan dilakukan penelitian lanjut sehingga kemungkinan daerah tersebut dari segi jumlah cadangan tidak memenuhi kebutuhan perusahaan (terlalu kecil) akan tetapi untuk perusahaan sekala kecil atau menengah telah memenuhi. Maka untuk daerah pada era otonami sekarang sangat berkepentingan dalam hal ini, mencarikan perusahaan atau diserahkan untuk wilayah pertambangan rakyat, agar potensi daerah dapat dimanfaatkan secara maksimal. Banyak perusahaan pertambangan dalam beberapa tahun belakangan berhenti melakukan kegiatan, bermacan tingkatan izin pekerjaan yang dikenal dengan suspended . Hal ini menjadi kendala dan pertanyaan didaerah karena mereka menghadapi terlantarnya lahan, tidak ada kegiatan dan banyak tenaga kerja yang tidak bekerja lagi. Sedangkan mereka memerlukan kepastian untuk mendapatkan PAD untuk kelangsungan pembangunan daerahnya. Semaraknya penambangan rakyat tradisional (PETI) didaerah perlu penanganan yang lebih serius dan bijaksana, mengingat para pelaku umumnya adalah rakyat kecil. Perlakuan untuk para penambang tersebut tidak bisa digeneralisir pada tiap daerah mempunyai karakteristik dan tipe yang berbeda. Jadi penanganan harus secara arif dan bijak, mereka diajak berkominikasi dan dialog serta diberikan pengertian. PETI yang bergerak dalam komoditi batubara sedikit berbeda dengan komoditi emas, umumnya mereka mempunyai modal serta teknologi sudah memadai. Mereka telah mempunyai jaringan yang cukup panjang dan berantai, dan telah melibatkan oknum pemerintahan, untuk penanganan masalah peti harus berkoordiansi dengan sektor terkait karena sudah masalah nasional.. Pemanfaatan bahan galian diusahakan mempunyai nilai tambah sesuai dengan tingkat kebutuhan serta melihat nilai ekonomisnya lebih tinggi dan jangan sampai pemanfaatan bahan galian tersebut nilai ekonomisnya sangat rendah atau turun. Contoh; pasir kuarsa dipakai sebagai timbunan dll. DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Supadi, E., Hargo, S.,dan Harli, 1995. Pendataan usaha pertambangan di Kabupaten Banjar dan Tapin. Laporan, Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi, Provinsi Kalimantan Selatan. Aneka Tambang., 2001. Rencana Penutupan Tambang Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang, di Kabupaten Kepulauan Riau, Provinsi Riau. Garwin, S., 1994. The Geology of the Mesel Gold Deposits and Implication For Ratatotok District Exploration. Polii, B., Waworuntu, L.A.J., Kumurur, V.A., Lasut, M.T. dan Simanjuntak, H., 1999. Status Pencemaran Logam & Sianida di Perairan Teluk Buyat dan Sekitarnya, Provinsi Sulawesi Utara.
Palmadi, E., Nursahan, I., TaÂ’in, Z., Herman, D., Rukanda dan Sudiaman, 2001. Inventarisasi dan evaluasi mineral logam di daerah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Laporan pendahuluan, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. PT. Riau Baraharum., Laporan Eksplorasi Batubara, Jakarta, 1999 Pujobroto A, Risbandi., 1989, Penyelidikan Batubara di Daerah Rengat dan sekitarnya, Sumberdaya Mineral, Bandung. Scorpion Salido Pty Ltd / PT. Geotama Bumi Servindo, 1996. Sumatera Barat, Rencana Kerja dan Biaya, Tahap Penyelidikan Umum, Kontrak Karya. Jakarta. Standar Nasional Indonesia., SNI 13-4726-1998. Klasifikasi Sumber Daya Mineral dan Cadangan. Standar Nasional Indonesia., SNI 13-5014-1998. Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan Batubara. Subarnas, A, Tjahjono., J.A.E., 1996. Hasil Eksplorasi dan Inventarisasi Batubara di Daerah Kabupaten Inderagiri Hulu, Propinsi Riau. Direktorat Inventarisiasi Sumber Daya Mineral, Bandung. Turner, S.J et al.., 1994. Sediment-hosted gold mineralisation in the Ratatotok District, North Sulawesi, Indonesia. Journal of Geochemical Exploration 50, Elsevier, hal. 317- 336.
KROMIT Kromit merupakan satu-satunya mineral yang menjadi sumber logam kromium. Mineral ini mempunyai komposisi kimia FeCr2O3. Kromit mempunyai sifat antara lain berwarna hitam, bentuk kristal massif hingga granular, sistim kristal oktahedral, goresan berwarna coklat, kekerasan 5,5 (skala mohs), dan berat jenis 4,5 – 4,8. Komposisi kimia kromit sangat bervariasi karena terdapat usur-unsur lain yang mempengaruhinya, karena itu berdasarkan nisbah Cr:Fe, kromit dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: kromit kaya krom, kaya aluminium, dan kaya besi. Kromit dapat terjadi sebagai endapan primer, yaitu: tipe cebakan stratiform dan podiform, atau sebagai endapan sekunder berupa pasir hitam dan tanah laterit. Potensi kromit di Indonesia cukup besar, hal ini dikarenakan kromit terbentuk pada batuan induknya yaitu ofiolit, sedangkan penyebaran ofiolit di Indonesia diperkirakan lebih dari 80 ribu km2. Penyebaran kromit tersebut terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua.
MAGNESIT Magnesium merupakan logam yang teringan, dengan berat jenisnya 1,74, cukup kuat dan dalam bentuk alloy, tahan terhadap korosi di udara tetapi tidak tahan terhadap air laut, serta mudah terbakar. Jumlah mineral yang mengandung magnesium tercatat sebanyak 244 buah. Magnesit dapat ditemukan dalam mineral sekunder dan biasanya berasosiasi dengan batuan sedimen atau batuan metamorfik, berasal dari endapan marin, kecuali brukit. Magnesit ditemukan didalam batuan serpentin. Mineral-mineral lain yang sering ditemukan bersama magnesium adalah talk, limonit, opal, dan kalsit. Magnesit umumnya jarang ditemukan dalam bentuk mineral, tetapi secara utuh terdapat pada larutan padat siderit (FeCO3) bersama-sama Mn dan Ca yang dapat menggantikan unsur Mg. Magenesit sering digunakan untuk bahan refraktori, industri semen sorel, bahan isolasi, pertanian, peternakan, industri karet, dll. Mineral magnesit keterdapatannya berasosiasi dengan batuan ubahan, sehingga cadangan magnesit akan mengikuti pola cadangan bahan ubahan tersebut. Batuan atau mineral yang mengandung mangnesit adalah dolomit (Ca Mg(CO3)2, magnesit zedin (Mg CO3), epsonil (Mg So4) 7 H2O, dan brukit (Mg (OH) 2. Batuan dan mineral tersebut dapat ditemukan di DI. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah , Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, Irian Jaya.
MANGAN Mangan termasuk unsur terbesar yang terkandung dalam kerak bumi. Bijih mangan utama adalah pirolusit dan psilomelan, yang mempunyai komposisi oksida dan terbentuk dalam cebakan sedimenter dan residu. Mangan mempunyai warna abu-abu besi dengan kilap metalik sampai submetalik, kekerasan 2 – 6, berat jenis 4,8, massif, reniform, botriodal, stalaktit, serta kadangkadang berstruktur fibrous dan radial. Mangan berkomposisi oksida lainnya namun berperan bukan sebagai mineral utama dalam cebakan bijih adalah bauxit, manganit, hausmanit, dan lithiofori, sedangkan yang berkomposisi karbonat adalah rhodokrosit, serta rhodonit yang berkomposisi silika. Cebakan mangan dapat terjadi dalam beberapa tipe, seperti cebakan hidrotermal, cebakan sedimenter, cebakan yang berasosiasi dengan aliran lava bawah laut, cebakan metamorfosa, cebakan laterit dan akumulasi residu. Sekitar 90% mangan dunia digunakan untuk tujuan metalurgi, yaitu untuk proses produksi besi baja, sedangkan penggunaan mangan untuk tujuan non-metalurgi antara lain untuk produksi baterai kering, keramik dan gelas, kimia, dan lain-lain. Potensi cadangan bijih mangan di Indonesia cukup besar, namun terdapat di berbagai lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Potensi tersebut terdapat di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
MARMER Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 30–60 juta tahun atau berumur Kuarter hingga Tersier. Marmer akan selalu berasosiasi keberadaanya dengan batugamping. Setiap ada batu marmer akan selalu ada batugamping, walaupun tidak setiap ada batugamping akan ada marmer. Karena keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan temperatur yang tinggi. Di Indonesia penyebaran marmer tersebut cukup banyak, seperti dapat dilihat pada Penggunaan marmer atau batu pualam tersebut biasa dikategorikan kepada dua penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan tempat mandi, meja-meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio sering dipakai untuk seni pahat dan patung
NIKEL Nikel digunakan sebagai bahan paduan logam yang banyak digunakan diberbagai industri logam. Nikel biasanya terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam batuan ultrabasa seperti peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil konsentrasi residual silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa serta sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit. Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan bagian tenggara, Maluku, dan Papua.
PASIR KWARSA Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang terendapkan di tepi-tepi sungai, danau atau laut. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), berat jenis 2,65, titik lebur 17150C, bentuk kristal hexagonal, panas sfesifik 0,185, dan konduktivitas panas 12 – 1000C. Dalam kegiatan industri, penggunaan pasir kuarsa sudah berkembang meluas, baik langsung sebagai bahan baku utama maupun bahan ikutan. Sebagai bahan baku utama, misalnya digunakan dalam industri gelas kaca, semen, tegel, mosaik keramik, bahan baku fero silikon, silikon carbide bahan abrasit (ampelas dan sand blasting). Sedangkan sebagai bahan ikutan, misal dalam industri cor, industri perminyakan dan pertambangan, bata tahan api (refraktori), dan lain sebagainya. Cadangan pasir kuarsa terbesar terdapat di Sumatera Barat, potensi lain terdapat di Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Pulau Bangka dan Belitung.
PERAK Perak merupakan logam yang terbentuk dan selalu bersama-sama dengan logam emas, yang mempunyai warna putih. Mineral-mineral yang terpenting yang mengandung perak adalah Perak alam (Ag), Argentite (Ag2S), Cerrargyrite (AgCl), Polybasite (Ag16 Sb2 S11), Proustite (Ag2 As S3) dan Pyrargyrite (Ag3 Sb S3). Kebanyakan perak di dunia berasal dari cebakan hydrothermal yang mengisi rongga-rongga. Kegunaannya adalah untuk perhiasan, cindera mata, logam campuran, dll. Potensinya selalu berasosiasi dengan logam lainnya seperti emas dan tembaga
PASIR BESI Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin. mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan hematit, Titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitik volkanik. Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri logam besi juga telah banyak dimanfaatkan pada industri semen Pasir besi ini terdapat seperti di Sumatera, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan Timor.
PHIROPILIT Piropilit adalah paduan dari alumunium silikat, yang mempunyai rumus kimia Al2O3.4SiO2H2O. Mineral yang termasuk piropilit adalah kianit, andalusit, dan diaspor. Bentuk kristal piropilit adalah monoklin serta mempunyai sifat fisik dan kimia yang mirip dengan talk. Piropilit terbentuk umumnya berkaitan dengan formasi andesit tua yang memiliki kontrol struktur dan intensitas ubahan hidrotermal yang kuat. Piropilit terbentuk pada zone ubahan argilik lanjut (hipogen), seperti kaolin, namun terbentuk pada temperatur tinggi dan pH asam. Kegunaan piropilit adalah untuk pakan ternak, industri kertas sebagai pengganti talk, dan lainlain . Piropilit terdapat di beberapa tempat yang diakibatkan munculnya formasi andesit tua, seperti di Pulau Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Pulau Sulawesi.
TALK Talk adalah mineral yang sangat lunak dengan komposisi kimia 3Mg.4SiO4H2O, dan biasanya terjadi sebagai mineral sekunder hasil hidrasi batuan pembawa magnesium (magnesium bearing rock), seperti peridotit, gabro, dan dolomit. Endapan talk umumnya hampir sama di setiap daerah, sebagian besar batuan induk untuk formasi talk merupakan batuan dolomit (kemurnian talk tinggi) dan ultramafik (kemurnian talk rendah). Talk mempunyai sifat halus, licin, penghisap minyak dan lemak, konduktivitas listrik rendah, penghantar panas tinggi, dan electric strength tinggi. Potensi endapan talk yang telah diketahui terdapat di Kebumen (Jawa Tengah), dan Halmahera Tengah (Maluku).
TEMBAGA Tembaga (Cu) mempunyai sistim kristal kubik, secara fisik berwarna kuning dan apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop bijih akan berwarna pink kecoklatan sampai keabuan. Unsur tembaga terdapat pada hampir 250 mineral, tetapi hanya sedikit saja yang komersial. Pada endapan sulfida primer, kalkopirit (CuFeS2) adalah yang terbesar, diikuti oleh kalkosit (Cu2S), bornit (Cu5FeS4), kovelit (CuS), dan enargit (Cu3AsS4). Mineral tembaga utama dalam bentuk deposit oksida adalah krisokola (CuSiO3.2HO), malasit (Cu2(OH)2CO3), dan azurit (Cu3(OH)2(CO3)2). Deposit tembaga dapat diklasifikasikan dalam lima tipe, yaitu: deposit porfiri, urat, dan replacement, deposit stratabound dalam batuan sedimen, deposit masif pada batuan volkanik, deposit tembaga nikel dalam intrusi/mafik, serta deposit nativ. Umumnya bijih tembaga di Indonesia terbentuk secara magmatik. Pembentukan endapan magmatik dapat berupa proses hidrotermal atau metasomatisme. Logam tembaga digunakan secara luas dalam industri peralatan listrik. Kawat tembaga dan paduan tembaga digunakan dalam pembuatan motor listrik, generator, kabel transmisi, instalasi listrik rumah dan industri, kendaraan bermotor, konduktor listrik, kabel dan tabung coaxial, tabung microwave, sakelar, reaktifier transsistor, bidang telekomunikasi, dan bidang?bidang yang membutuhkan sifat konduktivitas listrik dan panas yang tinggi, seperti untuk pembuatan tabung?tabung dan klep di pabrik penyulingan. Meskipun aluminium dapat digunakan untuk tegangan tinggi pada jaringan transmisi, tetapi tembaga masih memegang peranan penting untuk aringan bawah tanah dan menguasai pasar kawat berukuran kecil, peralatan industri yang berhubungan dengan larutan, industri konstruksi, pesawat terbang dan kapal laut, atap, pipa ledeng, campuran kuningan dengan perunggu, dekorasi rumah, mesin industri non?elektris, peralatan mesin, pengatur temperatur ruangan, mesin?mesin pertanian. Potensi tembaga terbesar yang dimiliki Indonesia terdapat di Papua. Potensi lainnya menyebar di Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
TIMAH Timah adalah logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang rendah, berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik yang tinggi. Dalam keadaan normal (13 – 1600C), logam ini bersifat mengkilap dan mudah dibentuk. Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta sebagai endapan sekunder, yang di dalamnya terdiri dari endapan alluvium, elluvial, dan koluvium. Mineral yang terkandung di dalam bijih timah pada umumnya mineral utama yaitu kasiterit, sedangkan pirit, kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismut, arsenik, stibnite, kalkopirit, kuprit, xenotim, dan monasit merupakan mineral ikutan. Kegunaan timah banyak sekali terutama untuk bahan baku logam pelapis, solder, cendera mata, dan lain-lain. Potensi Timah di Indonesia terdapat di Pulau Bangka, Pulau Belitung, Pulau Singkep, dan Pulau Karimun
YODIUM Yodium biasanya terjadi di alam hanya sebagai yodat dan yodida atau kombinasi keduanya. Unsur yodium dalam kerak bumi, diantaranya adalah lautarit (IO3)2 atau kalsium yodat, dan dietzet (Ca (IO3)2 (CrO4) atau kalsium yodat kromat. Keberadaan yodium di Indonesia tidak jauh berbeda kondisi kegeologiannya dengan keberadaan air dan minyak bumi, yaitu merupakan air konat atau air purba yang mengan-dung yodium dengan berbagai variasi dalam suatu endapan permeabel yang terjebak bagian atas dan bawahnya oleh lapisan impermeabel. Seperti halnya di Watudakon Jawa Timur reservoar yang mengandung yodium terjebak dalam suatu Antiklin Pucangan, Tempuran, dan Antiklin Segunung. Mineral yang mengandung yodium ini bersifat halus, dengan kilap kaca, berwarna abu-abu kehitaman mengandung unsur non logam, berat jenis sekitar 4,9. Potensi yodium di Watukadon total volume struktur antiklinnya sekitar 4,847 milyar m3, dengan total potensi struktur terisi gas adalah 472,19 juta m3, sedangkan struktur terisi brine adalah 4,375 milyar m3 dan cadangan potensial mencapai 288 juta m3.Yodium mempunyai titik leleh pada 113°C, dan menguap pada temperatur 184,4 ° C menjadi gas biru-ungu dengan bau kurang sedap. Dalam industri farmasi yodium dimanfaatkan sebagai bahan baku utama untuk tingtur (larutan obat dalam alkohol), kesehatan (sanitary), industri desinfektan, dan herbisida. Yodium digunakan dalam garam rakyat untuk meningkatkan kualitas garam tersebut agar layak dan sehat untuk dikonsumsi. Potensi yodium di Indonesia berdasarkan Tushadi Madiadipoera (1990) tersebar di beberapa lokasi dengan cadangan yang umumnya masih sumberdaya. Kandungannya berkisar dari yang terkecil hingga mencapai 182 mg/lt. Di beberapa tempat, muncul sebagai air lolosan (seepage) dengan debit 0,5 – 170 m3/hari. Lokasi cadangan yodium yang sudah dieksploitasi adalah di Watokadon Mojokerto, Jawa Timur dengan kapasitas 400 - 600 kl/air asin/hari dan mutu sekitar 112 - 182 mg/lt. Yodium di daerah ini terdapat dalam Formasi Kalibeng umur Miosen.
ZEOLIT Zeolit alam merupakan senyawa alumino silikat terhidrasi, dengan unsur utama yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi oleh molekul air. Mineral zeolit yang paling umum dijumpai adalah klinoptirotit, yang mempunyai rumus kimia (Na3K3)(Al6Si30O72).24H2O. Ion Na+ dan K+ merupakan kation yang dapat dipertukarkan, sedangkan atom Al dan Si merupakan struktur kation dan oksigen yang akan membentuk struktur tetrahedron pada zeolit. Molekul-molekul air yang terdapat dalam zeolit merupakan molekul yang mudah lepas. Zeolit alam terbentuk dari reaksi antara batuan tufa asam berbutir halus dan bersifat riolitik dengan air pori atau air meteorik Penggunaan zeolit adalah untuk bahan baku water treatment, pembersih limbah cair dan rumah tangga, untuk industri pertanian, peternakan, perikanan, industri kosmetik, industri farmasi, dan lain-lain. Zeolit terdapat di beberapa daerah di Indonesia yang diperkirakan mempunyai cadangan zeolit sangat besar dan berpotensi untuk dikembangkan, yaitu Jawa Barat dan Lampung