BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Alat Pelindung Diri (APD)
Peralatan yang dirancang untuk melindungi pekerja dari kecelakaan atau penyakit yang serius di tempat kerja, akibat kontak dengan potensi bahaya kimia, radiologik, fisik, elektrik, mekanik atau potensi bahaya lainnya di tempat kerja. Selain penutup muka, kacamata pengaman, topi keras dan sepatu keselamatan, APD mencakup berbagai peralatan dan pakaian seperti kaca mata, baju pelindung, sarung tangan, rompi, tutup telinga dan respirator (Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja, 2005).
2.2
Prinsip Dasar Penggunaan APD
Berdasarkan Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (2011), prinsip dasar penggunaan APD adalah sebagai berikut. 1.
Pakai alat pelindung diri bila ada kemungkinan untuk terkontaminasi darah, cairan tubuh, mukus membran dan kulit yang tidak utuh, atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi (kategori I B).
2.
Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan (kategori I B).
3.
Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung (kategori I B).
4.
Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, atau sebelum beralih ke pasien lain (kategori I B).
5.
Jangan memakai sarung tangan yang sama untuk pasien yang berbeda (kategori I B).
6.
Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi ke area bersih (kategori I B).
7.
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.
8.
Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan.
9.
Kenakan masker saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting, lepaskan saat akan keluar unit un it pasien (kategori I B).
10. Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke unit risiko tinggi seperti ICU, NICU (kategori I B). 5
11. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD. 12. Lepas dan ganti APD yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal. 13. Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan hindari kontaminasi 14. Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan.
2.3
Jenis dan Fungsi Alat Pelindung Diri
1. Sarung Tangan Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen ku nci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi. Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada ditangan tenaga kesehatan. Sarung tangan harus diganti antara kontak satu pasien ke pasien lainnya untuk menghindari kontaminasi silang. Fungsi penggunaan sarung tangan adalah sebagai berikut. a. Untuk menciptakan barier protektif dan mencegah kontaminasi yang berat karena desinfeksi tangan tidak cukup untuk memblok transmisi kontak. b. Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba dari tangan tenaga kepada pasien c. Mencegah transmisi mikroba dari pasien satu ke pasien lainnya lewat tangan tenaga Memakai sarung tangan tidak menggantikan perlunya cuci tangan, karena sarung tangan mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan. Indikasi penggunaan sarung tangan : a. Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, m embran mukosa atau kulit yang terlepas. b. Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya menusukkan sesuatu kedalam pembuluh darah, seperti memasang infus c. Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar
6
d. Menerapkan kewaspadaan transmisi kontak (yang diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai). Tenaga kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan unit pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis alkohol. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan tenaga yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain (PPI Indonesia, 2011).
2. Masker Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu tenaga kesehatan atau tenaga berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut tenaga kesehatan. Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau hanya efektif menyaring tetesan partikel berukuran besar (>5 µm) yang tersebar melalui batuk atu bersin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap. Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi (PPI Indonesia, 2011). Diperlukan masker dengan efisiensi tinggi untuk perawatan pasien penyakit respirasi yang sangat infeksius, misalnya flu burung atau SARS (Siburian , 2012).
3. Alat Pelindung Mata Alat pelindung mata melindungi mata tenaga dari percikan d arah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Tenaga kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, tenaga kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker (PPI Indonesia, 2011). 7
4. Alat Pelindung Kepala
5. Gaun Pelindung
6. Apron Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi apabila gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit tenaga kesehatan (PPI Indonesia, 2011).
7. Pelindung Kaki Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal, sandal jepit, atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih (PPI Indonesia, 2011). 2.4
Teknik Penggunaan APD Sesuai Standar
Prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD adalah sebagai berikut. 1. Gaun pelindung a.
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung
b.
Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
2. Masker a.
Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher.
b.
Paskan klip hidung pada batang hidung
c.
Paskan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik.
d.
Periksa ulang pengepasan masker. 8
3. Kacamata atau pelindung wajah Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas. 4. Sarung tangan a.
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan
b.
Memakai kedua sarung tangan
c. Handscoon sesuai dengan ukuran tangan d. Handscoon hanya dipakai untuk satu pasien untuk meminimalisir kontaminasi silang Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang (CDC, 1987). Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan tenaga yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain. Jenis-jenis sarung tangan : 1. Sarung tangan bersih 2. Sarung tangan steril 3. Sarung tangan rumah tangga
9
Gambar 6.1 Bagan Alur Pemilihan Jenis Sarung Tangan
2.5
Kepatuhan
Kepatuhan dapat diukur dari individu yang mematuhi atau mentaati karena telah memahami makna suatu ketentuan yang berlaku. Perubahan sikap dari individu dimulai dari patuh terhadap aturan, seringkali memperoleh imbalan jika menurut anjuran. Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dapat lansung diukur. Kepatuhan juga merupakan bentuk ketaatan pada aturan atau disiplin dalam menjalankan prosedur yang telah ditetapkan (Riyanto, 2016).
2.6
Kebijakan dan Dasar Hukum Pengendalian Penyakit Infeksi
Visi, misi dan tujuan dari pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan bagian dari visi, misi, tujuan rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya itu sendiri yang
perlu dirinci secara spesifik dalam lingkup
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya 10
sehingga dalam pelaksanaannya dapat saling sinergis, integratif, tidak duplikatif, efektif dan efisien. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya juga merupakan bagian dari penerapan standar pelayanan rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sehingga keberhasilannya dapat ditampilkan untuk kelengkapan akreditasi rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (PPI, 2011).
2.7 Kebijakan
1.
Semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus
melaksanakan
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). 2.
Pelaksanaan PPI yang dimaksud sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya dan pedoman PPI lainnya yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI.
3.
Direktur rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI) yang langsung berada di bawah koordinasi direktur.
4.
Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
5.
Untuk lancarnya kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, maka setiap rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya wajib memiliki IPCN ( Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu.
2.8
1.
Dasar Hukum
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495).
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431).
3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2001 tentang Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit.
11
Pedoman
4.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/SK/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit
5.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
6.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
7.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan Departemen Kesehatan.
8.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 9.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1165.A./Menkes/SK/X/2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
12