Penampilan Reproduksi Kambing
Cross Boer
(Jawarandu - Boer) “Studi Kasus di PT Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung”
SKRIPSI
MELDA ANGELIA B04050577
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
i
ABSTRAK Melda Angelia Angelia (B04050577) Penampilan Reproduksi Kambing cross boer (Jawarandu-Boer) “Studi Kasus di PT Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung” Di bawah bimbingan R. Kurnia Achjadi. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui manajemen dan masalah-masalah pemeliharan kambing Cross Boer, mengetahui tingkat keberhasilan munculnya kebuntingan pada perkawinan alami dan inseminasi buatan, dan untuk mengetahui penampilan reproduksi kambing Cross Boer. Studi ini dilakukan pada bulan Nopember 2007 sampai Juli 2008, berdasarkan metode survei deskriptif dengan pengumpulan data primer melalui wawancara dari beberapa pekerja di PT Widodo Makmur Perkasa. Data lainnya diperoleh dari data yang telah ada di PT Widodo Makmur Perkasa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil studi menunjukan bahwa nilai Conseption Rate (CR) atau tingkat keberhasilan reproduksi dengan cara kawin alam lebih tinggi (83%) dibandingkan dengan cara Inseminasi Buatan (70%). Nilai Service per Conseption (S/C) pada kambing yang dikawinkan secara kawin alam sebesar 1,2 dan secara Inseminasi Buatan (IB) sebesar 1,4. Data tersebut menunjukan bahwa nilai S/C secara (IB) lebih tinggi dari kawin alam. Kata kunci: Kambing Cross Boer , Kawin Alam, Inseminasi Buatan (IB), Conseption Rate (CR), Service per Conseption (S/C)
ABSTRACT ABSTRACT
Melda Angelia (B04050577). The Reproduction Reproduction performans of Cross Boer Goat’s (Jawarandu-Boer) “Case Study in PT Widodo Makmur Perkasa, Province of Lampung). Lampung). Under The Guidance Guidance of R. Kurnia Kurnia Achjadi Achjadi This case study aimed at knowing the management and problems that often in the maintenance of the Cross Boer goat, identify the level level of the precnancy in the natural breeding and artificial insemination, and to know the appearance of the Cross Boer goat reproduction. This study was carried on November 2007 until July 2008, based on the method survey descriptive with the primary data collection through the interview from several staff in PT Widodo Makmur Perkasa. The other data was collect from the available data in PT Widodo Makmur Perkasa. The data that was received afterwards was analysed qualitatively. The observation showed that level success of the Conseption Rate value (CR) or the level success of the reproduction by means of being natural breeding was higher (83%) compared with the Artificial Insemination method (70%). The Service per Conseption (S/C) of
i
ABSTRAK Melda Angelia Angelia (B04050577) Penampilan Reproduksi Kambing cross boer (Jawarandu-Boer) “Studi Kasus di PT Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung” Di bawah bimbingan R. Kurnia Achjadi. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui manajemen dan masalah-masalah pemeliharan kambing Cross Boer, mengetahui tingkat keberhasilan munculnya kebuntingan pada perkawinan alami dan inseminasi buatan, dan untuk mengetahui penampilan reproduksi kambing Cross Boer. Studi ini dilakukan pada bulan Nopember 2007 sampai Juli 2008, berdasarkan metode survei deskriptif dengan pengumpulan data primer melalui wawancara dari beberapa pekerja di PT Widodo Makmur Perkasa. Data lainnya diperoleh dari data yang telah ada di PT Widodo Makmur Perkasa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil studi menunjukan bahwa nilai Conseption Rate (CR) atau tingkat keberhasilan reproduksi dengan cara kawin alam lebih tinggi (83%) dibandingkan dengan cara Inseminasi Buatan (70%). Nilai Service per Conseption (S/C) pada kambing yang dikawinkan secara kawin alam sebesar 1,2 dan secara Inseminasi Buatan (IB) sebesar 1,4. Data tersebut menunjukan bahwa nilai S/C secara (IB) lebih tinggi dari kawin alam. Kata kunci: Kambing Cross Boer , Kawin Alam, Inseminasi Buatan (IB), Conseption Rate (CR), Service per Conseption (S/C)
ABSTRACT ABSTRACT
Melda Angelia (B04050577). The Reproduction Reproduction performans of Cross Boer Goat’s (Jawarandu-Boer) “Case Study in PT Widodo Makmur Perkasa, Province of Lampung). Lampung). Under The Guidance Guidance of R. Kurnia Kurnia Achjadi Achjadi This case study aimed at knowing the management and problems that often in the maintenance of the Cross Boer goat, identify the level level of the precnancy in the natural breeding and artificial insemination, and to know the appearance of the Cross Boer goat reproduction. This study was carried on November 2007 until July 2008, based on the method survey descriptive with the primary data collection through the interview from several staff in PT Widodo Makmur Perkasa. The other data was collect from the available data in PT Widodo Makmur Perkasa. The data that was received afterwards was analysed qualitatively. The observation showed that level success of the Conseption Rate value (CR) or the level success of the reproduction by means of being natural breeding was higher (83%) compared with the Artificial Insemination method (70%). The Service per Conseption (S/C) of
i
natural breeding is 1,2 and the Artificial Insemination is 1,4. This data showed that S/C of Artificial Insemination is higher than Natural Breeding. Keywords : Cross Boer Goat, Natural Breeding, Artificial Insemination, Conception Rate (CR), Service per Conception (S/C)
Judul
: Penampilan Reproduksi Kambing Cross Boer ( Jawarandu-Boer) “Studi Kasus di PT. Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung”
Nama Mahasiswa
: MELDA ANGELIA
NRP
: B04050577
Telah diperiksa dan disetujui oleh : Dosen Pembimbing
Drh. R. Kurnia Achjadi, MS NIP. 19500907.197603.1.002
Mengetahui, Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 19621205.198703.2.001
Lulus Tanggal :
Penampilan Reproduksi Kambing
Cross Boer
(Jawarandu-Boer) “Studi Kasus di PT Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung”
SKRIPSI OLEH : MELDA ANGELIA B04050577 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Oktober 1987 di Padang, Sumatera Barat dari ayah Zulhanif dan ibu Yosmiati. Penulis merupakan putri ke empat dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD N 06 Batu Bulat pada tahun 1999, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP N 03 Lintau Buo dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2005 penulis telah menyelesaikan pendidikan di SMA N 01 Lintau Buo. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan Profesi Satwa Liar (SATLI) FKH IPB.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penampilan Reproduksi Kambing
Cross Boer
(Jawarandu-Boer)
”Studi Kasus di PT Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung” ini. Tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drh. R. Kurnia. Achjadi, MS sebagai pembimbing skripsi atas segala bimbingan, dorongan dan nasehat yang diberikan dari awal sampai akhir skripsi ini. 2. Drh. H. Abdul Gani Amri Siregar, MS dan Prof. Drh. Arief Budiono Ph,d sebagai penguji sidang skripsi S1, atas segala kritik, saran, dan masukan yang diberikan. 3. Dr. Drh. Sri Murtini, MS
sebagai pembimbing akademik yang telah
banyak memberi saran, nasehat dan bimbingannya selama perkuliahan di FKH IPB. 4. Seluruh Staf PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung yang telah membantu dalam proses pengumpulan data sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. 5. Ayah, Ibu, Uni Lina, Uda Jhony, Uda Ruri, Ivo, dan Uda Sendy yang tidak henti–hentinya memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya. 6. Teman-teman Goblet ´42 dan 43 dukungan dan kebersamaannya selama di FKH IPB. Penulis sadar tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Abstrak ................................................................................................... i Riwayat Hidup ...................................................................................... ii Kata Pengantar ....................................................................... ............... iii Daftar Isi................................................................................................ iv Daftar Tabel .................................................................. ........................ iv Daftar Gambar .......................................... ....................................... ... iv Daftar Lampiran .......................................... ....................................... ... iv PENDAHULUAN ....................... .......................................... ................ 1 Latar Belakang ........................................................................... 1 Tujuan .................................................................................... .... 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ ................ 4 Kambing Cross Boer (Jawarandu-Boer) .................................... 4 Genetik ................................................................. ...................... 5 Fisiologi Reproduksi ...................................... ............................ 7 Fisiologi Reproduksi Kambing Betina ................................ 7 Fisiologi Reproduksi Kambing Jantan ................................ 10 Efisiensi Reproduksi ..................................... ........................... 11 Conception Rate (CR) ....................................... .................. 11 Calving Interval ( CI) .................................... ..................... 11 Service per Conception (S/C).............................................. 11 Pakan .......................................................................... ............... 12 METODOLOGI ............................................................ ........................ 14 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ......................................... ...... 14 Metode Pelaksanaan .................................................................. 14 Parameter yang Diamati..................................................... ....... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................. ........................... 15 Gambaran umum PT. Widodo Makmur Perkasa ...................... 15 Visi dan Misi PT. Widodo Makmur Perkasa ............................ 16 Struktur Organisasi PT. Widodo Makmur Perkasa................... 17 Gambaran umum pekerja .................................... ..................... 17 Karakteristik kambing Cross Boer (Jawarandu- Boer)............. 18 Manajemen Reproduksi .......................................................... 20 Penampilan Reproduksi Kambing Cross Boer Betina ............. 22 Gangguan Reproduksi .................................... .......................... 24 KESIMPULAN DAN SARAN .................................. .......................... 25 Kesimpulan .............................................................................. 25 Saran....................................... .......................................... ........ 25
iv
DAFTAR PUSTAKA ....................................... ................................... 26 LAMPIRAN .......................................... ....................................... ........ 28 DAFTAR TABEL ....................................... ....................................... ..... Table 1.................................... .......................................... ......... 16 Populasi Kambing Cross Boer pada Bulan September Tahun 2006
Table 2.................................... .......................................... ......... 18 karakteristik kambing Cross Boer (Jawarandu- Boer)
Table 3.................................... .......................................... ......... 22 Karakteristik masing-masing kambing persilangan Tabel 4 .................................................. .................................... 23 Perbandingan Data Berdasarkan Hasil Wawancara di PT. Widodo Makmur dan Literatur
DAFTAR GAMBAR .................................. ....................................... ..... Gambar 1. ........................................ .......................................... 18 Kambing Cross Boer
DAFTAR BAGAN................................................................................ Bagan 1 .....................................................................................19 Struktur Organisasi PT. Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Pengembangan ternak kambing umumnya terkait dengan kondisi ekonomi masyarakat. Ternak kambing berkembang umumnya di wilayah lahan kering dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rendah. Bagi petani pemilik modal, ternak kambing lebih berperan sebagai tabungan, sedangkan bagi kelompok masyarakat kurang bermodal atau dengan tingkat ekonomi rendah, usaha ternak kambing merupakan salah satu alternative lapangan usaha dengan adanya sistem gaduhan. (Suryahadi, 2001) Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak adalah dengan memasukkan pejantan unggul dari luar, dengan cara kawin silang. Metode ini telah banyak digunakan dan umumnya berhasil cukup baik. Persilangan itu sendiri adalah perkawinan antara ternak kambing jantan dengan kambing betina dari rumpun yang berbeda. Hal ini bukan berarti perkawinan itu asal saja antar rumpun yang berbeda. Namun yang diartikan dengan persilangan adalah penggunaan sumber daya genetik kambing (rumpun kambing) yang sistematik dengan perencanaan sistem perkawinan untuk menghasilkan anak hasil persilangan yang spesifik (Subandriyo, 2004). Pembentukan bangsa kambing yang memiliki keunggulan dalam performans dan mampu beradaptasi dengan kondisi tropis-basah seperti umumnya kondisi agroklimat di Indonesia telah menjadi program dalam rangka meningkatkan produktifitas dan pendapatan dari usaha produksi kambing. Kambing Cross Boer memiliki performans yang baik yaitu laju pertumbuhan dan kapasitas bobot tubuh yang tinggi serta mampu beradaptasi, dalam kondisi yang relatif terbatas. Kambing Cross Boer merupakan kambing hasil persilangan antara pejantan Boer dengan kambing Jawarandu betina. Kambing Boer merupakan kambing pedaging unggul yang memiliki karakteristik yang baik dan khas, meliputi ciri fisik kambing (bobot badan, ukuran badan, warna rambut), produksi (laju pertumbuhan tubuhnya yang relatif sangat cepat, berat badan), serta penampilan reproduksinya (fisiologi reproduksi
2
jantan dan betina) yang berasal dari Afrika Selatan, sedangkan kambing Jawarandu adalah kambing hasil persilangan dari kambing jantan Peranakan Ettawa (PE) dengan kambing Kacang betina, secara fisik sifat kambing kacang lebih dominan. Jantan maupun betina sama-sama merupakan tipe pedaging. PT. Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung, adalah salah satu tempat yang sampai saat ini membudidayakan kambing Cross Boer. Kawin suntik atau inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mempercepat peningkatan mutu genetik dan populasi ternak (Toelihere, 1981). IB ini merupakan suatu bentuk modifikasi memasukkan semen ke dalam saluran reproduksi betina melalui alat buatan manusia (Salisbury et al, 1978). Keunggulan dari IB adalah untuk memperbaiki genetik kambing sehingga diperoleh bibit unggul, memperpanjang masa hidup sperma, menambah efisiensi dari perkawinan antar kambing, mencegah dan mengurangi penyebaran penyakit menular kelamin, mengontrol peluang kejadian penyakit, dapat memperoleh semen secara maksimal dari pejantan unggul, dan memungkinkan untuk penggunaan pejantan yang cacat dengan kondisi semen yang unggul. Kekurangan dari IB adalah inbreeding, infeksi saluran reproduksi terjadi karena teknik IB yang tidak dilakukan secara aseptis, dan rendahnya angka fertilitas dan tingginya kasus-kasus reproduksi karena minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh inseminator dalam melakukan teknik IB, selain itu menurut Atkins dan Galmour (1981), menurunnya bobot lahir anak akibat meningkatnya jumlah anak lahir per induk disebabkan karena anak yang dilahirkan tunggal selama pertumbuhan embrio dalam uterus dapat menyerap makanan penuh dari induknya, sebaliknya anak kembar akan terjadi persaingan antara sesamanya dalam menyerap makanan dari induk.
3
Tujuan 1. Mempelajari manajemen pemeliharan kambing Cross Boer, 2. Mengetahui masalah-masalah yang sering muncul dalam pemeliharaan kambing Cross Boer, 3. Mengetahui tingkat keberhasilan munculnya kebuntingan pada perkawinan alami dan Inseminasi Buatan (IB), 4. Mengetahui penampilan reproduksi kambing Cross Boer untuk peningkatan populasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kambing Cross Boer (Jawarandu - Boer)
Berdasarkan taksonomi, kambing termasuk Kingdom Animalia, Filum Chordata, Kelas Mammalia, Ordo Artiodactyla, Famili Bovidae, dan Genus Capra, (Anonim, 2008). Kambing mempunyai ciri-ciri yaitu, berjengot, dahi cembung, ekor agak ke atas, kebanyakan berambut lurus dan kasar, panjang tubuh kambing 1,3m1,4m, bobot betina 50-55 Kg sedangkan jantan 120 Kg. Waktu aktif mencari makan adalah malam dan siang hari. Kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak, dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anaknya. (Cahyono,2008) Kambing Cross Boer merupakan kambing hasil persilangan antara pejantan Boer dengan kambing Jawarandu Betina. Kambing Jawarandu sendiri merupakan kambing hasil persilangan antara kambing jantan Peranakan Etawa (PE) dengan kambing Kacang betina. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan separuh lagi mirip kambing Kacang. Karakteristik Kambing Cross Boer bertubuh panjang dan lebar, dengan keempat kaki yang pendek, warna kulitnya cokelat yang melindungi dirinya dari sinar matahari, warna rambut tubuhnya putih, bagian kepala hingga leher serta siku dan lipatan-lipatan tubuh berwarna cokelat kemerahan, cokelat muda, dan atau cokelat tua. Kambing Cross Boer memiliki kepala berhidung cembung serta telinga umumnya tegak. Latar belakang persilangan antara kambing Jawarandu betina dan pejantan Boer ini adalah untuk mendapatkan sifat produksi daging yang tinggi dari kambing Boer dan memperoleh penampilan tubuh yang tinggi dan panjang dari kambing Jawarandu serta jumlah anakan yang dihasilkan 2, sehingga diharapkan akan diperoleh kambing yang gempal namun berpostur besar dan tinggi serta kuat. Selain aspek tersebut, hal lain yang mendasari penggunaan kedua jenis kambing tersebut adalah kemampuan beradaptasi dengan aspek lingkungan yang tinggi.
5
Genetik
Kambing Cross Boer disebut juga kambing Australian Cross. Merupakan persilangan antara kambing Boer jantan dengan Kambing Jawarandu betina, dan kambing Jawarandu adalah hasil persilangan antara kambing jantan Peranakan Etawa dengan kambing Kacang betina. Kambing kacang merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi dan kelahiran anak kembar lebih dominan. Kambing kacang jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing pedaging (Anonim, 2010). Sedangkan kambing Peranakan Etawa (PE) adalah kambing penghasil daging dan susu dengan postur tubuh yang tinggi dan tegap, sehingga dengan persilangan antara kambing kacang betina dengan pejantan kambing Peranakan Etawa (PE) ini diharapkan diperoleh kambing dengan postur yang tinggi dan jumlah anakan dalam satu kelahiran adalah 2 ( anak kembar ) yaitu kambing Jawarandu. Kambing Boer sendiri adalah kambing yang berasal dari Afrika Selatan. Kambing Boer merupakan kambing pedaging, dibandingkan dengan kambing lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh lebih tinggi, (Anonim, 2010). Sehingga dengan persilangan antara kambing Jawarandu Betina dengan kambing Boer jantan akan diperoleh kambing Cross Boer yang unggul dengan postur tubuh yang tegap, jumlah anakan 2 dalam satu kali kelahiran, dan kemampuan beradaptasi yang tinggi dengan lingkungan dan badan yang tinggi dari kambing Jawarandu serta bobot badan yang besar dari kambing Boer.
6
Skematis model perkawinan
X
Kambing kacang betina
Kambing Peranakan Etawa (PE) Jantan
X
Kambing Jawarandu Betina Kambing Boer Jantan
Kambing Cross Boer
7
Fisiologi Reproduksi
Fisiologi Reproduksi Kambing Cross Boer Betina
Lama berahi 24-48 jam (Jainudeen et al. dalam Hafez, 2000). Kambing mengalami ovulasi menjelang akhir estrus atau sekitar 24-26 jam setelah berahi (Toelihere, 1981; Jainudeen et al. dalam Hafez, 2000). Tiap ovulasi kambing mengovulasikan 1-3 sel telur (Jainudeen et al. dalam Hafez, 2000). Kambing mengalami partus atau melahirkan pada umur 150 hari kebuntingan (Toelihere, 1981; Jainudeen et al. dalam Hafez, 2000). Kambing betina mulai dikawinkan umur 10-12 bulan (Nurrohmawati L, 2008).
a. Pubertas
Kamus Oxford mendefenisikan pubertas sebagai suatu fase atau keadaan mulai mampu berfungsi untuk menghasilkan keturunan. Pada kambing betina pubertas adalah saat kambing menunjukan tanda berahi, tingkah laku kawin, dan ovulasi, pada kambing biasanya terjadi pada umur 6 bulan. Variasi yang besar dapat terjadi dalam suatu spesies tertentu, tergantung pada keadaan iklim, makanan, hereditas, dan tingkat pelepasan hormon (Frandson, 1992). Pertama kali ovulasi kira – kira 5-7 bulan pada kambing betina (Hafez, 2000). Kambing betina mencapai usia pubertas sekitar 5-6 bulan, namun anak yang mendapat nutrisi berupa susu yang baik dapat mencapai pubertas lebih awal yaitu sekitar 4 bulan (Greenwood, 1997). b. Siklus Estrus,
Interval dari saat melahirkan sampai berahi pertama setelah melahirkan dilaporkan beragam dari satu sampai tiga bulan atau dapat lebih lama lagi. Pada kambing lama tiap siklus berahi sekitar 18-21 hari dan lama berahi sekitar 24-36 jam. Masa berahi terjadi hanya beberapa saat, yaitu pada saat hormon estrogen mencapai puncaknya. Jumlah ovum setiap ovulasi untuk masing–masing ternak berbeba–beda. Kambing mempunyai ovum 2-3 buah/ siklus, tapi kadang juga
8
ada kambing yang mempunyai ovum 3-4 buah/ siklus walaupun keadaan ini jarang terjadi. Kambing betina yang mengalami berahi dapat dilihat dengan tanda–tanda vulva yang kemerahan, oedema, dan sering keluar lendir, kemaluannya terasa panas bila disentuh, tingkah laku libido meningkat, terlihat dengan seringnya kambing menggosok–gosokkan pantat atau menaiki hewan lain, selalu gelisah, mengembek terus, nafsu makan turun, dikawini kambing jantan akan diam, dan selalu menggerak–gerakkan ekor. Siklus estrus dibagi atas 4 fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Proestrus adalah fase sebelum estrus, yaitu periode di mana folikel de graaf tumbuh di bawah pengaruh hormon FSH dan menghasilkan sejumlah
estradiol yang makin bertambah. Pada fase ini, sistem reproduksi memulai persiapan-persiapan untuk pelepasan ovum dari ovarium. Estrus adalah periode yang ditandai dengan tingginya penerimaan seekor betina terhadap pejantan. Penerimaan terhadap pejantan meningkat selama estrus disebabkan oleh pengaruh estradiol pada sistem syaraf pusat, yang menghasilkan pola-pola kelakuan yang khas bagi receptivitas pada berbagai hewan betina (Toelihere, 1981). Folikel de graaf membesar dan menjadi matang. Pencirian estrus yaitu adanya pengeluaran lendir jernih dan encer selama berahi yang membentuk pola kristalisasi seperti pakis dan setelah ovulasi serta fase estrus akhir, lendir itu menjadi massa putih kental yang mengandung banyak elemen sel tanduk (Devendra dan Burn, 1994). Metestrus adalah periode segera sesudah estrus di mana corpus luteum bertumbuh cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah di bawah pengaruh hormon LH dari adenohypofise. Pada fase ini terjadi penghambatan pembentukan folikel de graaf
yang lain dan pencegahan
terjadinya estrus oleh hormon progesteron. Diestrus adalah periode terakhir dan terlama dari siklus estrus, di mana corpus luteum manjadi lebih matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi betina menjadi nyata (Toelihere, 1981).
9
c. Kebuntingan
Kebuntingan
adalah
suatu
interval
waktu
yang
disebut
periode
kebuntingan (gestasi) yang meliputi saat telah terjadi pembuahan (fertilisasi) ovum oleh sperma, hingga lahirnya anak. Lama kebuntingan ditentukan secara genetik walaupun dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor maternal, foetal, dan lingkungan. Kambing betina yang bunting akan menunjukkan gejala-gejala, antara lain: tidak ada tanda-tanda estrus pada siklus estrus berikutnya, membesarnya abdomen sebelah kanan, badan sering digesekkan ke dinding kandang, dan relatif lebih tenang (Ludgate, 1989). Kambing betina Cross Boer akan bunting selama 5 bulan, dan dapat melahirkan 2-4 ekor anak. Tiga bulan setelah melahirkan, induk betina bisa dikawinkan lagi. Biasanya induk betina bisa melahirkan sebanyak 3 kali dalam dua tahun (Nurrohmawati L, 2008). Keadaan embrio berdasarkan 3 periode kebuntingan, yaitu periode pertama, di mana embrio sangat sensitif terhadap faktor-faktor berbahaya, seperti virus, protozoa, dan obat-obatan yang dapat menyebabkan kematian atau cacat. Periode ini berhubungan dengan proses differensiasi sel dan pembentukan organ. Periode kedua, embrio relatif kurang sensitif terhadap virus, protozoa, dan obat-obatan. Sedangkan pada periode ketiga, embrio akan tumbuh dengan cepat (Wodzicka-Tomaszewska et al, 1991). Periode kebuntingan yang normal sangat bervariasi dari berbagai spesies, begitu pula antar individu dalam suatu spesies tertentu. Rata-rata periode kebuntingan kambing adalah 150 hari atau 5 bulan.
10
Fisiologi Reproduksi Kambing Cross Boer Jantan
Fungsi
alamiah esensial dari seekor hewan jantan adalah menghasilkan
spermatozoa yang hidup, aktif, dan potensial fertil, dan secara sempurna meletakkannya ke dalam saluran reproduksi betina (Toelihere, 1981).
a. Pubertas
Defenisi pubertas pada kambing jantan adalah bila ternak kambing telah menghasilkan spermatozoa hidup pada semennya dan dapat mengawini kambing betina (Wodzicka-Tomaszewska et al , 1991). Pubertas pada hewan jantan timbul pada waktu yang hampir bersamaan dengan hewan betina dalam spesies yang sama. Timbulnya pubertas pada hewan jantan ditandai oleh sifat-sifat kelamin sekunder, keinginan seksual, kesanggupan berkopulasi, dan adanya sperma hidup didalam ejakulat. Timbulnya pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi sepenuhnya (Toelihere, 1981). Pada anak kambing, konsentrasi FSH dan LH pada plasma meningkat dari lahir sampai umur 8-11 minggu. Peningkatan ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya frekuensi pulsa. Pulsa pertama sekresi LH rendah dan belum terlihat sampai kira-kira umur 6 minggu. Dengan mendekatnya fase pubertas, frekuensi pulsa sekresi LH meningkat secara nyata. Hal ini diikuti dengan perubahan proses pembentukan steroid yang menyebabkan meningkatnya sirkulasi hormon testosteron, pembelahan sel-sel sertoli, dan dimulainya pembentukan spermatozoa (spermatogenesis), (Wodzicka-Tomaszewska et al, 1991).
b. Produksi Spermatoza
Hewan jantan setiap harinya dapat memproduksi spermatozoa dalam jumlah yang banyak. Volume ejakulat kambing Cross Boer cukup tinggi, yaitu 1,2 – 2,03 ml/e jakulat (Igboeli et .al, 1974). Menurut Frandson (1992), jumlah spermatozoa pada kambing dan domba jantan sebanyak 4,4 x 10
9.
11
Efisiensi Reproduksi
Efisiensi reproduksi dalam populasi ternak tidak dapat diukur semata-mata oleh proporsi ternak yang tidak mampu berreproduksi (Partodihardjo, 1980). Tingkat kesuburan kambing betina dapat ditentukan dengan menggunakan parameter, antara lain : Service Per Conception (S/C), Conception Rate (CR), Calving Interval (CI), dan jarak estrus pertama ke post partus (EI), (Hafez, 2000).
Tingkat kinerja reproduksi kambing tergantung pada interaksi faktor genetik dan lingkungan, (Devendra and Burns, 1994)
Angka Konsepsi atau Conception Rate (CR) Conception Rate (CR) adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil
inseminasi yaitu presentasi kambing betina yang bunting pada inseminasi pertama. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu 40-60 hari sesudah inseminasi (Toelihere 1981). Lebih lanjut Toelihere (1981) mengatakan bahwa angka konsepsi ditentukan oleh tiga faktor, antara lain: kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Menurut Achjadi K (2007), nilai CR normal untuk kambing adalah 50-80%.
Calving Inerval (CI) Calving Interval adalah jarak antara 2 kelahiran yang berurutan
yang
dapat dihitung dengan menjumlahkan lama kebuntingan dan jarak dari melahirkan sampai
terjadi
konsepsi
kembali.
Nilai
CI
optimum
adalah
12
bulan
(Vanderplassche 1982)
Service Per Conception (S/C) Service Per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi yang
diperlukan hewan betina untuk mendapat kebuntingan. Menurut
Achjadi K
(2007), Service Per Conception (S/C) adalah jumlah perkawinan ( alam/IB )
12
untuk setiap kebuntingan/kelahiran (1.1 – 1.3). Makin kecil nilai S/C, maka makin tinggi tingkat kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut.
PAKAN
Pakan merupakan unsur yang sangat menentukan dalam pertumbuhan, reproduksi dan kesehatan ternak. Pemberian pakan yang baik adalah pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak kambing dalam proses metabolisme tubuh (Mulyono S, 2005) Pakan yang sempurna mengandung kelengkapan protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin, dan mineral. Jenis pakan kambing terdiri dari pakan hijauan dan pakan penguat. Pakan hijauan terdiri dari rumput, legum, dan limbah pertanian. Sedangkan pakan penguat yaitu konsentrat, pakan tambahan, dan suplemen. Kambing membutuhkan hijauan yang banyak ragamnya seperti lamtoro, daun turi, akasia, dadap, dan rerumputan. Kambing lebih menyukai daun-daunan dari pada rerumputan. Kebutuhan nutrisi kambing berbeda-beda sesuai dengan kondisi umur, status fisiologi, dan tingkat produktifitasnya. Pemberian pakan yang tepat akan membantu keseimbangan kondisi rumen sehingga proses pencernaan mikroba rumen berjalan baik. Untuk itu, pakan diberikan beberapa kali dengan jumlah relatif sedikit, tapi mencukupi untuk jumlah nutrisi perhari. Untuk ternak yang bunting dianjurkan komposisi rumput 60% dan legum 40%, sedangkan kambing yang menyusui komposisi rumput 50% dan legum 50% (Mulyono S, 2005). Menurut Mulyono,S (2005), syarat pakan yang baik untuk ternak kambing adalah pakan yang mengandung gizi (berasal dari bebagai jenis bahan) disukai ternak, mudah dicerna, tidak beracun, dan jumlahnya cukup. Pakan itu sendiri terdiri dari pakan penguat dan pakan hijauan. Pakan pekuat merupakan pakan yang mempunyai kandungan zat makanan tertentu dengan kandungan energi relatif tinggi, serat kasar rendah, dan daya cerna yang relatif baik. Pakan konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung energi relatif tinggi ( > 2.400 kkal/kg), dan protein relatif tinggi ( > 18 %). Umumnya, bahan pakan
13
konsentrat mempunyai nilai palatabilitas dan aseptabilitas yang lebih tinggi. Pemberian pakan konsentrat setiap hari sangat besar manfaatnya bagi ternak yang masih mengalami pertumbuhan, bunting, dan menyusui.
Pakan hijauan segar
yang telah diatur komposisinya antara hijauan yang mengandung protein rendah dan protein tinggi telah dikatakan pakan yang baik. Teknik pemberian pakan konsentrat tidak boleh bersamaan dengan saat pemberian pakan hijauan karena pakan konsentrat memiliki daya cerna dan kandungan nutrisi yang berbeda dengan hijauan. Apabila diberikan bersamaan maka efektivitas nutrisinya akan berkurang.
BAB III METODOLOGI
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegitan studi kasus ini dilaksanakan bulan Nopember 2007 sampai Juli 2008, dan bertempat di PT. Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung.
Metode Pelaksanaan studi kasus ini dilakukan dengan cara : 1. Wawancara para pekerja di PT. Widodo Makmur Perkasa, 2. Pengumpulan data primer melalui pengamatan langsung, 3. Pengumpulan data sekunder dari laporan kegitan yang telah dilakukan di PT. Widodo Makmur Perkasa tahun 2006.
Parameter yang diamati Parameter yang diamati dalam studi kasus ini berupa struktur populasi dari kambing Cross Boer (induk, dara, anak, dan pejantan), banyaknya kelahiran, Service Per Conseption (S/C), mengetahui nilai Conseption Rate, serta
penampilan reproduksi dari kambing Cross Boer jantan dan betina. Untuk mengetahui efektifitas perkawinan alam yang dilakukan, dianalisa dengan perhitungan Calving Interval (CI).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT. Widodo Makmur Perkasa
PT. Widodo Makmur Perkasa bagian kambing dan domba berlokasi di kecamatan Palas, kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Secara geografis, daerah Kabupaten Lampung Selatan berada pada kedudukan 5° 15' LS - 6° 0' LS dan 105° 0' BT - 105° 45' BT. Berada pada ketinggian 40-175 m d.p.l beriklim tropis 0
dengan suhu 18,4 – 34,4 C, curah hujan 151 – 200 mm/bulan dan 2408 mm/tahun, kelembaban 79 – 86,7 %. Kecepatan angin rata-rata sebesar 5,83 km/jam. Keadaan ini baik untuk berternak kambing, selain itu kambing merupakan tipe ternak ruminansia yang tahan terhadap kondisi iklim yang ekstrim dan daya adaptasinya tinggi. PT Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung memiliki luas lahan seluruhnya sekitar 20 ha. Lahan tersebut dimanfaatkan untuk perkantoran, tempat tinggal pekerja, laboratorium, lahan hijauan makanan ternak, gudang pakan, kandang pameran, kandang karantina, kandang kawin, kandang bunting dan menyusui, dan kandang sapih. Lahan hijauan memiliki luas 12 ha. Tanaman yang ada dilahan hijauan didominasi oleh rumput gajah, dan beberapa lahan ditanami rumput setaria dan kolojono. Lahan hijauan ini mampu memenuhi kebutuhan hijauan untuk pakan ternak. PT. Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung bergerak di bidang pengadaan kambing, pembibitan kambing, dan pemasaran kambing. Menyediakan kambing Indonesia yang berkualitas untuk kebutuhan ekspor
dan dalam negeri
dengan mendesain kemitraan yang baik dengan peternak serta mempertahankan budaya kerja yang sehat dilingkungan perusahaan.
16
Populasi kambing Cross Boer (Jawarndu-Boer) di PT. Widodo Makmur Perkasa tahun 2006 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Populasi Kambing Cross Boer pada Bulan September Tahun 2006 Struktur Populasi
Populasi Ternak
Betina Bunting
34
Betina Kosong
97
Betina Menyusui
24
Jantan
0
Jumlah
155
Sumber : Arsip PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung tahun 2006
Visi dan Misi PT. Widodo Makmur Perkasa
Visi dari PT. Widodo Makmur Perkasa adalah tersedianya sumberdaya manusia yang profesional dan kompetitif, mampu mengembangkan perusahaan di bidang pembibitan dan penjualan kambing yang berkualitas tinggi, sehingga mampu memecahkan masalah yang dihadapi didunia industri dan masyarakat peternakan masa kini dan masa mendatang. Sedangkan misinya adalah menyediakan kambing Indonesia yang berkualitas untuk kebutuhan ekspor
dan dalam negeri dengan
mendesain kemitraan yang baik dengan peternak serta mempertahankan budaya kerja yang sehat dilingkungan perusahaan.
17
Struktur Organisasi Pt. Widodo Makmur Perkasa
Bagan 1: Struktur Organisasi PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Komisaris Utama Ir. Tumiyono, MBA
Direktur Keuangan Drs. Sumarlan
Kepala Bagian Keuangan dan Umum Srihartati, A.Md
Adviser Prof. DR.Ir. Trinil Susilawati,MS
General Manager M. Yasa aproni, Spt
Manajer Produksi Sungging, Spt
Lingkungan dan Keamanan Djasim
Kepala Kandang Edi
Pakan Ade
Kesehatan Suroso
Trading Yayat
Breeding Paidi
Sumber : Arsip PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung
Gambaran Umum Para Pekerja
Dari data PT. Widodo Makmur Perkasa, (38,5%) pekerja adalah tamatan SMP dan (30,8%) adalah tamatan SD. Sedangkan untuk tamatan SMA/sederajat sebesar 19,2%
dan 11,5% merupakan lulusan perguruan tinggi S1 dan D3. Meskipun
sebagian besar para pekerja tamatan SMP dan SD, pengetahuan mengenai manajemen pemeliharaan ternak kambing cukup baik. Hal ini dikarenakan selalu diadakannya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan para pekerja tentang manajemen pemeliharaan kambing.
18
Karakteristik kambing Cross
Boer
( Jawarandu - Boer)
Kambing Cross Boer memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kambing Boer, dari hasil pengamatan di lapangan karakteristik kambing Cross Boer dapat di lihat pada tabel. 2 Tabel 2. karakteristik kambing Cross Boer (Jawarandu- Boer) Karakteristik
Keterangan
Bentuk tubuh
Tubuh panjang dan lebar, keempat kaki yang pendek.
Warna tubuh
Umum Badan putih dan berwarna coklat pada bagian kepala hingga leher serta pada siku dan lipatan-lipatan kulit.
Telinga
Umumnya tidak menggantung atau tegak.
Hidung
Cembung
Gambar 1: Kambing Cross Boer ( Sumber: Koleksi PT. Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung)
Kambing Cross Boer ini merupakan persilangan antara kambing Boer jantan dengan Kambing Jawarandu betina, dan kambing Jawarandu sendiri merupakan hasil persilangan antara kambing jantan Peranakan Etawa dengan kambing Kacang betina. dari hasil wawancara dan dari hasil pengamatan di lapangan dapat di lihat perbedaan karakteristik masing-masing kambing persilangan pada tabel 3.
19
Tabel 3: karateristik masing-masing kambing persilangan Parameter
Kambing kacang
Kambing PE
Kambing Jawarandu
Kambing Boer
Kambing Cross Boer
Bobot Jantan:
25 kg
68 kg – 91 kg
40 kg
120 kg
120 kg
Betina:
20 kg
36 kg – 63 kg
35kg
80 kg- 90kg
70 kg -90 kg
Bentuk
Pendek dan tegak
Panjang dan
Panjang, lebar, dan
Panjang
Umumnya tegak
terkulai
terkulai
menggantung
telinga
kebawah
Warna
Putih, coklat,
Belang hitam
Bervariasi, coklat
Bulu putih, kepala
Umum Badan
bulu
hitam, atau
putih atau
muda sampai hitam
warna coklat
putih dan
campuran
belang coklat
kemerahan atau
berwarna coklat
ketiganya.
putih
coklat muda hingga
pada bagian
coklat tua.
kepala hingga leher serta pada siku dan lipatanlipatan kulit.
Bentuk
Tubuh kecil,Leher
Tubuh panjang
Tubuh panjang,
Tubuh besar dengan
Tubuh panjang
tubuh
pendek dan
dan besar,
muka cembung,
keempat kaki yang
dan lebar
punggung
muka cembung
jantan dan betina
pendek, hidung
dengan keempat
melengkung,
hidung
memiliki tanduk
cembung, jantan
kaki yang
jantan dan betina
melengkung
dan betina memiliki
pendek, hidung
tanduk
cembung, jantan
memiliki tanduk
dan betina memiliki tanduk
Jumlah
Kemungkinan
anak
induk melahirkan anak kembar 52%
1-2 ekor
1-2 ekor
1-2 ekor
1-2 ekor
(dominan 1)
(dominan 2)
20
Manajemen Reproduksi
Berbagai cara untuk meningkatkan produk ternak yang efisien diantaranya adalah dengan perbaikan manajemen pemeliharaan ternak secara umum, merangsang peningkatan pertumbuhan dan laktasi, kontrol penyakit, dan ekonomi pertanian. Penerapan manajemen pemeliharaan kambing Cross Boer yang baik merupakan suatu upaya untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Manajemen pemeliharaan ini meliputi pemberian pakan, kebersihan kandang, kesehatan ternak, hingga breeding. Untuk meningkatkan populasi dari kambing Cross Boer sendiri, pemeliharaan manajemen ini dimulai dari perbaikan mutu genetik untuk menyediakan kambing yang dapat memanfaatkan secara maksimal sistem pemeliharaan dan karena sistem ini, kambing dapat tumbuh lebih cepat, produksi lebih tinggi, seperti kambing Cross Boer yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kambing Cross Boer juga merupakan salah satu hasil pengembangan teknologi untuk memaksimumkan potensi performans pada ternak kambing. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi produktifitas kambing adalah tingkat reproduksinya, sehingga dibutuhkan manajemen reproduksi yang baik. Manajemen reproduksi untuk meningkatkan populasi ternak yang digunakan hingga saat ini antara lain melalui perkawinan secara alami dan inseminasi buatan (IB). Berdasarkan hasil wawancara, di PT. Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung telah menggunakan perkawinan secara alami dan inseminasi buatan. Perkawinan secara alami baru berlangsung selama 2 tahun terakhir ini. Sebelumnya mereka menggunakan inseminasi buatan. Teknik
Inseminasi Buatan dilakukan karena
jumlah pejantan yang dimiliki saat itu masih sedikit sekali,dan untuk data kambing Cross Boer jantan pada bulan september tidak ada sama sekali. Selain itu juga karena adanya keinginan untuk mengaplikasikan teknologi yang sedang marak berkembang, yaitu teknologi inseminasi buatan. Semen yang digunakan adalah semen beku yang berasal dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari atau dari semen beku yang berasal dari pejantan milik PT. Widodo Makmur Perkasa sendiri. Namun setelah penerapan aplikasi IB tidak menunjukkan hasil yang maksimal, meliputi hasil
21
anakan kurang bagus kualitasnya, tingkat pertumbuhan lambat, dan tingkat kebuntingan rendah. Sehingga perkawinan secara IB digantikan dengan perkawinan secara alami. Perkawinan secara alami dilakukan selama 2 tahun terakhir. Perkawinan secara alami dilakukan karena hasil anakan dari perkawinan alam kualitasnya lebih bagus, biaya yang harus dikeluarkan lebih rendah dan pejantan yang digunakan adalah pejantan sendiri atau pejantan yang disewa dari penduduk. Biaya yang di keluarkan untuk membayar setiap perkawinan sekitar Rp 3000/ekor. Dari laporan tahunan PT. Widodo Makmur Perkasa pada tahun 2006 dari 50 ekor sampel kambing Cross Boer (Jawarndu-Boer), dimana 40 ekor dikawinkan secara alami dan 10 ekor dikawinkan secara IB didapatkan hasil angka Service Per Conseption (S/C) pada kawin alam sebesar 1,2 sedangkan secara Inseminasi Buatan
(IB) diperoleh angka S/C sebesar 1,4. Menurut Achjadi, K (2007), S/C normal pada kambing adalah 1,1 sampai 1,3. Dari data tampak bahwa nilai S/C pada kambing Cross Boer di PT. Widodo Makmur dengan kawin alam masuk dalam angka normal sedangkan S/C pada IB lebih tinggi dari angka normal. Makin kecil nilai suatu S/C, makin tinggi tingkat kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut, sehingga semakin jarang dilakukan IB untuk mendapatkan kebuntingan pada kambing Cross Boer karena nilai S/C pada kawin alam lebih kecil daripada nilai IB. Sebaliknya, nilai S/C yang tinggi akan merugikan peternak karena akan menyebabkan semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan kebuntingan pada ternak. Conception Rate (CR) yang diperoleh jika dikawinkan secara alami yaitu sebesar 83%, sedangkan secara Inseminasi Buatan (IB) diperoleh angka sebesar 70%. Menurut Achjadi K (2007) nilai CR normal pada kambing adalah sebesar 50-80%, hal ini menunjukkan bahwa nilai di atas masih berada pada nilai rata-rata. Makin tinggi nilai CR, makin tinggi tingkat keberhasilan reproduksi pada ternak betina. Dari perhitungan tampak bahwa perkawinan secara alami akan memperoleh tingkat reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan perkawinan secara Inseminasi Buatan (IB). Jumlah kebuntingan pada kawin alam pertama sebanayak 33 ekor dari 40 ekor dan jumlah kebuntingan pada IB pertama sebanyak 7 ekor dari 10 ekor.
22
Penampilan Reproduksi Kambing Cross Boer Betina
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa Pengamatan estrus pada kambing Cross Boer dilakukan setiap waktu oleh petugas lapang, yaitu pagi, siang, maupun sore hari dan lama estrus yang dapat diamati adalah 24 jam. Menurut Hafez (2000), kambing betina akan mencapai pubertas atau pertama kali estrus yaitu umur 5-7 bulan. Dari data hasil wawancara dapat dilihat bahwa kambing Cross Boer mengalami estrus pertama kali pada umur 6–7 bulan. Dari wawancara juga diketahui umur pertama kali kambing Cross Boer betina dikawinkan yaitu 10 bulan. Kambing betina untuk pertama kali bisa dikawinkan yaitu pada umur 10-12 bulan (Nurrohmawati L, 2008) Pada kambing Cross Boer betina, pubertas
tercapai pada umur 6 bulan
Siklus estrusnya berlangsung 18–20 hari. Menurut Toelihere (1981), lamanya siklus estrus pada kambing dan domba sekitar 16,5 hari dengan kisaran 14–20 hari dan masa estrus kambing dan domba berlangsung sekitar 18–24 jam. Pengetahuan mengenai masa estrus para pekerja akan mempengaruhi tingkat keberhasilan kebuntingan dari kelompok populasi kambing Cross Boer betina. Tingkat keberhasilan kebuntingan cukup baik karena dilihat dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa hanya 1 atau 2 kali kawin, kambing Cross Boer betina sudah menunjukkan kebuntingan. Kambing betina yang bunting akan menunjukkan gejala-gejala, antara lain: tidak ada tanda-tanda estrus pada siklus estrus berikutnya, membesarnya abdomen sebelah kanan, badan sering digesekkan ke dinding kandang, dan relatif lebih tenang (Ludgate, 1989). Kambing betina Cross Boer akan bunting selama 5 bulan, dan dapat melahirkan 1-2 ekor anak . Menurut Davendra and Burns (1994), umur kebuntingan dari kambing dan domba 143–153 hari. Berdasarkan literatur, Umur kebuntingan kambing Cross Boer di PT. Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung sudah sesuai dengan literature yang ada, yaitu 5 bulan (150 hari). Dari wawancara diketahui pula bahwa proses partus ( kelahiran ) dari kambing di PT. Widodo Makmur Perkasa ditangani sendiri oleh para pekerja. Dari wawancara diketahui bahwa anakan yang diperoleh dari hasil perkawinan sangat bervariasi. Anakan yang dihasilkan 1–2 ekor. Pada awalnya
23
diketahui bahwa kambing Jawarandu merupakan persilangan antara kambing pejantan Peranakan Ettawa dengan kambing kacang betina, kambing Peranakan Ettawa biasanya melahirkan anak tunggal dan sekali dalam setahun (Davendra and Burns 1994). Bangsa kambing Ettawa dilaporkan mempunyai angka kembar dua yang lebih rendah namun postur tubuh yang tinggi. Sedangkan kambing kacang memiliki angka kesuburan yang tinggi, Jumlah anak lahir dari satu induk adalah 2. Dari kambing Boer sendiri memiliki bobot badan yang tinggi untuk kambing pedaging. Sehingga dari persilangan kambing Jawarandu dan kambing Boer ini diperoleh kambing Cross Boer yang angka produksinya tinggi dan sifat unggul dari kambing Jawarandu yang mampu menghasilkan kemungkinan 2 ekor anak dapat muncul serta postur tubuh yang tegap dan bobot badan yang tinggi dari kambing Boer. Menurut Williamson dan Payne (1993), kejadian kelahiran anak kembar adalah umum pada kambing. Tabel 4. Perbandingan Data Berdasarkan Hasil Wawancara di PT. Widodo Makmur dan Literatur Uraian
Keterangan Wawancara
Literatur
Umur dewasa kelamin ( betina )
6 – 7 bulan
6 – 10 bulan( Hafez, 2000)
Umur pertama kali kawin ( betina )
10 bulan
10 – 12 bulan (Nurrohmawati L, 2008)
Siklus estrus
18 - 20 hari
14 – 20 hari. (Toelihere, 1981)
Lama estrus
24 jam
18 – 24 jam (Toelihere, 1981)
Waktu yang tepat untuk dikawinkan setelah terlihat tandatanda estrus Lama kebuntiingan
12 -18 jam
18 – 24 jam (Toelihere, 1981)
5 bulan (+150 hari)
5 bulan (Nurrohmawati L, 2008)
Calving Interval
8 bulan
8 bulan (Nurrohmawati L, 2008)
S/C kawin alam
1,2
Tidak ditemukan
S/C IB
1,4
1,1-1,3 (Achjadi K, 2007)
CR kawin alam
83 %
Tidak ditemukan
CR IB
70 %
50 – 80% (Achjadi K, 2007)
Gangguan Reproduksi
24
Gangguan reproduksi yang ditemui di PT. Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung yaitu abortus. Kejadian abortus ini jarang terjadi. Biasanya kejadian abortus dikarenakan kambing yang didatangkan sudah dalam keadaan bunting dari pihak distributor. Kasus abortus ini ditangani sendiri oleh pekerja PT. Widodo Makmur Perkasa. Kelainan yang sering muncul yaitu anak lahir prematur, anak lahir kecil, anak tidak mampu bertahan hidup karena kondisi badannya terlalu lemah akibat pengaruh lingkungan asal yang kurang bersih, menurunnya bobot lahir anak akibat meningkatnya jumlah anak lahir perinduk disebabkan anak yang dilahirkan tunggal selama pertumbuhan embrio dalam uterus dapat menyerap makanan penuh dari induknya, sebaliknya anak kembar akan terjadi persaingan antara sesamanya dalam menyerap makanan dari induk, (Atkins dan Galmour, 1981).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Persilangan pejantan Boer dengan kambing Jawarandu betina (Cross Boer) mampu meningkatkan penampilan reproduksi dari kambing yang ada di PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung, diantaranya peningkatan jumlah anak dalam satu kelahiran atau kelahiran anak kembar, serta performans yang unggul. 2. Pengetahuan manajemen peternakan para pekerja PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung sudah sangat baik dalam meningkatkan manajemen produksi pada ternak kambing, khususnya kambing Cross Boer. 3. Angka S/C dan CR dari kambing Cross Boer yang ada di PT Widodo Makmur Perkasa sangat baik, terutama S/C dan CR untuk kawin alam.
Saran
1. Peningkatan
pembibitan
pejantan
unggul
kambing
Cross
Boer
untuk
mempertahankan kualitas anakan yang dihasilkan dan meningkatkan manajemen pemeliharaan kambing, khususnya kambing Cross Boer di PT. Widodo Makmur. 2. Meningkatkan produksi terutama hasil dari ternak selain daging seperti susu, agar bisa menjadi komoditi tambahan bagi PT Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung. 3. Peningkatan pengetahuan para pekerja PT. Widodo Makmur tentang manajemen dan sistem pemeliharaan serta penanganan kambing yang benar. 4. Dilakukan pencatatan silsilah keturunan pada setiap jenis kambing yang ada di PT. Widodo Makmur Perkasa , Propinsi Lampung.
BAB VI DAFTAR PUSTA KA
Achjadi, Kurnia. 2007. Manajemen Pengembangan Bioteknologi Reproduksi pada Kambing. Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian. Bogor. [tidak dipublikasikan] Anonim. 2008. Kambing. http://id.wikipedia.org/wiki/kambing [22 Mei 2008] Anonim. 2010. Its All About Goat and Sheep. http://id.wikipedia.org.[7 Januari 2010] Atkins, K.D. dan A.R. Galmour. 1981. The comparative productivity of five ewe breeds, 4. Growth and carcase characteristics of purebred and cossbreed lambs. Aust, J. Cahyono, Bambang . 2008. Beternak Domba dan Kambing, Kanikus,. Yogyakarta Davendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan : I. D. K. Harya Putra. ITB Press : Bandung. Frandson , R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. nd
Greenwood, P. 1997. Goat breeds. Saanen. Agfact A7. 3.4, 2 Hafez, E. S. E. 2000. Reproduction in Farm Animal. 7 Philadelphia.
Ed.
th
Ed. Lea and Fabiger :
Igboeli, G. 1974. A. Comparative Study of Semen and Seminal Characteristic of Ttwo Breeds of Goats. E. E. Agric. For. J 40: 132 – 137. Ludgate, P. J. 1989. Kumpulan Peragaan dalam Rangka Penelitian Ternak Kambing dan Domba di Pedesaan. Cetakan Kedua. Balai Penelitian Ternak. Program Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian: Bogor. Mulyono, Subangkit. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya : Jakarta. Nurrohmawati, Lissa. 2008. www. Suara Merdeka. com/ cetak / Berharap Kemakmuran Kambing Boer [ 12 Mei 2008 ]. Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Edisi 1. Mutiara Sumber Widjaya : Jakarta.
27
Salisbury, G. W. et al. 1978. Physiology of Reproduction and Artificial Insemination of Cattle. W. H. Freeman and CO : San Fransisco. Subandriyo, 2004. Strategi Pemanfaatan Plasma Nutfah Kambing Lokal dan Peningkatan Mutu Genetik Kambing di Indonesia. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. Suryahadi, dkk. 2001. Laporan Akhir Sistem Pengembangan Peternakan di Kabupaten Tangerang). IPB Press. Bogor. Toehihere, Mozes R. 1981. a.Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa : Bandung. Toehihere, Mozes R. 1981. b.Ilmu Kemajiran pada Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan IPB : Bogor. Vanderplassche, M. 1982. Reproductive Efficiency in Cattle : Guideline for Projects Developing Countries. Food and Agriculture Organisation of The United Nation ( FAO ) : Rome. Wodzicka-Tomaszewka, M. I. K, dkk. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka : Jakarta. Williamson, G dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi Ketiga. Terjemahan : S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
29
LAMPIRAN
Lampiran Kuesioner Penampilan Reproduksi Kambing Jawarandu di PT. Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Form : kuesioner untuk penulisan karya ilmiah sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Nomor Kuisioner :………….. I. Identitas dan Latar Belakang Peternak (Boleh dipilih lebih dari satu pilihan) 1. Nama :…………….. Tanda tangan 2. Umur :…………….. 3. Alamat :…………….. …………….. 4. Berapa ekor kambing yang dimiliki : a. Induk bunting……….ekor b. Induk laktasi (menyusui)……….ekor c. Dara bunting……….ekor d. Anakan……....ekor e. Pejantan……....ekor 5. Pekerjaan utama: a. Beternak b. Bertani c. Berdagang 6. Pendidikan peternak : Formal a. Tidak pernah b. SD c. SMP d. SMA e. SMK f. Perguruan tinggi
d. PNS e. Lainnya….................
Informal a. Pernah Sebutkan…................. b. Tidak pernah
7. Pengalaman beternak selama…............tahun 8. Kedudukan dalam peternakan
30
a. Pemilik b. Pekerja c. Pemilik dan pekerja 9. Sumber daya tenaga kerja (pekerja) : a. Istri/Suami b. Anak c. Menyewa orang 10. Tujuan memelihara ternak : a. Sebagai mata pencaharian pokok b. Pekerjaan sampingan c. Lainnya…….............. 11. Sumber pengetahuan tentang menejemen ternak : a. Penyuluhan c. Buku b. Tradisi turun temurun d. Lainnya…….............. II. Aspek Reproduksi 1. Cara perkawinan kambing : a. Seluruhnya di IB (kawin suntik) b. Seluruhnya kawin alam c. Keduanya dilakukan 2. Tindakan bila terjadi berahi : a. Melaporkan pada inseminator b. Dikawinkan secara alami c. Lainnya…….............. (3-7 dijawab jika jawaban melapor pada inseminator)
3. Selang kedatangan petugas setelah melapor : a. 1-6 jam c. 12-24 jam b. 6-12 jam d. >24 jam 4. Tempat melapor bila kambing birahi : a. Inseminator b. Lainnya……….......... 5. Alasan melakukan inseminasi buatan (jika hanya dilakukan IB) : a. lebih praktis b. lebih berhasil munculnya kebuntingan c. biaya lebih murah d. kebiasaan 6. Jarak waktu yang dibutuhkan sampai bunting kembali………..bulan 7. Berapa kali kambing Anda dikawinkan sampai terjadi kebuntingan : a. Satu kali c. Tiga kali b. Dua kali d. ……kali (8-12 jika jawaban dikawinkan secara alami)
31
8. Asal pejantan untuk perkawinan alami : a. Milik sendiri b. Milik orang lain (membayar tiap kali kawin) 9.
Biaya yang dibutuhkan ……………rupiah
untuk
membayar
tiap
perkawinan
:
10. Alasan melakukan perkawinan alami (jika hanya melakukan perkawinan alami) a. lebih praktis b. lebih berhasil munculnya kebuntingan c. biaya lebih murah d. kebiasaan 11. Jarak waktu yang dibutuhkan setelah melahirkan sampai buntinh kembali…….........bulan 12. Berapa kali kambing Anda dikawinkan sampai terjadi kebuntingan : a. Satu kali c. Tiga kali b. Dua kali d. ……kali 13. Waktu pengamatan berahi : a. Pagi b. Siang c. Sore 14. Umur kambing pertama kali berahi…….........bulan 15. Lama berahi yang diketahui…............hari 16. Umur kambing pertama kali dikawinkan…….........bulan 17. Cara mengetahui kebuntingan : a. Melihat siklus berahi berikutnya b. Pemeriksaan kebuntingan oleh petugas 18. Bagaimana cara perawatan kebuntingan : a. Dirawat sendiri b. Diperiksa Dokter Hewan atau mantri c. Lainnya…….............. 19. Tindakan saat terjadi kelahiran : a. Ditangani sendiri b. Ditangani oleh Dokter Hewan atau mantri c. Ditangani sendiri dan bila mengalami kesulitan melapor
20. Kejadian abortus (keguguran) pada kambing (kluron) : a. Sering\
32
b. Kadang-kadang c. Lainnya…................. 21. Gangguan reproduksi yang sering terjadi : …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …… 22. Apakah dilakukan penanganan : a. Ya b. Tidak 23. Penanganan gangguan reproduksi dilakukan oleh : a. Petugas IB b. Dokter Hewan c. Lainnya…….............. 24. Apakah melakukan perawatan setelah pengobatan : a. Ya b. Tidak
33
Lampiran: Laporan Stock Kambing Cross Boer September 2006 AUSTCROSS BUNTING
KOSONG
MENYUSUI
JANTAN
34
71
50
0
34
71
50
0
34
71
50
0
34
71
50
0
34
101
20
0
34
101
20
0
34
101
20
0
34
101
20
0
34
101
20
0
34
101
20
0
34
101
20
0
34
102
19
0
34
102
19
0
34
102
19
0
34
105
16
0
34
105
16
0
34
105
16
0
34
105
16
0
34
105
16
0
34
105
16
0
34
105
16
0
33
105
17
0
Sumber: laporan tahunan PT. Widodo Makmur Perkasa tahun 2006
34
Lampiran: Recording perkawinan alami dan IB kambing Cross Boer Kambing Cross keterangan
Boer
Jumlah kawin alam
40
Jumlah di IB
10
Jumlah kebuntingan pada kawin pertama
33
Jumlah kebuntingan pada IB pertama
7
S/C kawin alam
1.2
S/C IB
1.4
CR kawin alam
83%
CR IB
70%
Sumber: Arsip Recording PT. Widodo Makmur Perkasa, Propinsi Lampung