BAB II
TINJAUAN TEORITIS
DEFINISI
Perilaku adalah tingkah laku atau sikap seseorang yang dicerminkan seseorang sebagai kebiasaannya. Kekerasan yaitu sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman-ancaman,melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara serius. Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008).
Jadi, Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membayangkan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan.
ETIOLOGI
· Gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
· Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
· Akibatnya klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
RENTANG RESPON MARAH
Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega. ( ADAPTIF )
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.
Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.( MALADAPTIF )
FAKTOR PRESPITASI
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik) , keputusan,ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
MANIFESTASI KLINIS
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara:
· Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
· Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien.
· Menurut Budiana Keliat, 1999 tanda-tanda klinisnya yaitu Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi), rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri), gangguan hubungan sosial (menarik diri), percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan), mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
b. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
c. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
d. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
e. Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
f. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
2. Pohon Masalah
RPK terhadap diri dan orang lain dan lingkungan
Harga Diri Rendah (HDR)
3. Diagnosa Keperawatan
o RPK diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Dengan data subjektifnya :Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Dengan data objektifnya :Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
o Perilaku kekerasan / amuk
Dengan data subjektifnya :Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Dengan data Objektifnya : Mata merah, wajah agak merah, Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai, Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. Merusak dan melempar barang barang.
o Gangguan konsep diri: HDR
Dengan data subjekif : Klien merasa tidak mampu, malu, merendahkan dirinya, menyalahkan dirinya dengan masalah yang terjadi padanya.
Dengan data objektifnya : terlihat tidak menerima keadaannya.
4. Intervensi Keperawatan
NO.
DX KEP.
PERENCANAAN
INTERVENSI
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
1.
Perilaku kekerasan
TUM:
- Pasien dapat
melanjutkan
hubungan peran
sesuai tanggung
jawab.
TUK:
1. PPasien dapat Membina Hubungan saling percaya
Setelah dilakukan ...x20 menit interaksi diharapkan klien menunjukkan tanda-tanda
a. Pasien mau membalas salam.
b. Pasien mau jabatan
c. Pasien menyebutkan Nama
d. Pasien tersenyum
e. Pasien ada kontak Mata
f. Pasien tahu nama Perawat
Pasien menyediakan waktu untuk kontrak
· Beri salam / panggil nama pasien.
· Sebut nama perawat sambil Salaman
· Jelaskan maksud hubungan Interaksi
· Beri rasa nyaman dan sikap Empatis
· Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK:
2. PPasien dapat mengidentifikasi penyebab marah / amuk
a. Pasien dapat Mengungkapkan perasaannya.
b. Pasien dapat menyebutkan perasaan marah / jengkel
· Beri kesempatan untuk Mengungkapkan perasaannya.
· Bantu pasien untuk mengungkapkan marah atau jengkel.
TUK:
3. PPasien dapat mengidentifikasi tanda marah
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaan saat marah /jengkel.
b. Pasien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel / kesal
· Anjurkan pasien
mengungkapkan perasaan
saat marah /jengkel.
· Observasi tanda perilaku
kekerasan pada pasien
TUK:
4. PPasien dapat mengungkapkan perilaku marah yang sering dilakukan
a. Pasien mengungkapkan marah yang biasa dilakukan
b. Pasien dapat bermain peran dengan perilaku marah yang dilakukan
c. Pasien dapat mengetahui cara marah yang dilakukan menyelesaikan masalah atau tidak
· Anjurkan pasien mengungkapkan marah yang biasa dilakukan
· Bantu pasien bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Bicarakan dengan pasien apa dengan cara itu bisa menyelesaikan masalah
TUK:
5. PPasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku Kekerasan
a. Pasien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan
· Bicarakan akibat / kerugian cara yang dilakukan
· Bersama pasien menyimpulkan cara yang digunkana pasien.
Tanyakan pasien apakah mau tahu cara marah yang sehat
TUK:
6. PPasien mengidentifikasi cara construksi dalam berespon terhadap perilaku kekerasan
a. Pasien dapat
melakukan berespon terhadap kemarahan secara konstruktif.
· Tanyakan pada pasien apakah pasien mau tahu cara baru yang sehat
· Beri pujian jika pasien engetahui cara lain yang ehat
· Diskusikan cara marah yang sehat dengan pasien.
a) Pukul bantal untuk melampiaskan marah
b) Tarik nafas dalam
c) Mengatakan pada teman saat ingin marah
Anjurkan pasien sholat atau berdoa
TUK:
7. PPasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah
a. Pasien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol
perilaku kekerasan
a) Tarik nafas dalam
b) Mengatakan
secara langsung
tanpa menyakiti
c) Dengan
sholat/berdoa
· Pasien dapat memilih cara yang paling tepat.
· Pasien dapat mengidentifikasi manfaat yang terpilih
· Bantu pasien menstimulasi cara tersebut.
· Beri reinforcement positif atas keberhasilan.
Anjurkan pasien menggunakan cara yang telah dipelajari.
2.
RPK (Resiko Perilaku Kekerasan)
TUK:
8. PPasien dapat dukungan keluarga mengontrol marah
a. Keluarga pasien dapat :
· Menyebutkan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
· Mengungkapkan rasa puas dalam merawat pasien
· Identifikasi kemampuan keluarga merawat pasien dari sikap apa yang telah dilakukan
· Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat pasien.
· Jelaskan cara-cara merawat pasien.
· Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat pasien.
· Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
TUK:
9. PPasien dapat menggunakan obat dengan benar
a. Pasien dapat menggunakan obat-obat yang diminum dengan kegunaannya.
b. Pasien dapat minum obat sesuai program pengobatan
· Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum pasien dan oeluarga.
.1 Diskusikan manfaat minum obat.
.2 Jelaskan prinsip 5 benar minum obat
.3 Anjurkan pasien minum obat tepat waktu
TUK:
10. PPasien dapat dukungan dari lingkungan untuk mengontrol marah
a. Lingkungan
mengetahui
bagaimana cara
menyikapi pasien
dengan perilaku
kekerasan.
· Jelaskan peran serta lingkungan terhadap kondisi pasien
· Beri penjelasan bagaimana cara menyikapi pasien dengan perilaku kekerasan
· Diskusikan cara -cara yang dilakukan untuk menyikapi pasien dengan perilaku kekerasan
3.
Harga Diri Rendah (HDR)
TUM:
Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain
TUK :
1. PPasien dapat membina hubungan saling percaya
a. Ekspresi Wajah bersahabat , menunjukkan rasa scaang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
· Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi tcrapeutik Sapa pasien dengan ramah laik verbal maupun non verbal
a. Perkenalkan diri dengan sopan
b.Tanyakan nama iengkap pasien dan nama panggilan disukai pasien
c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Jujur dan menepati janji
e. Tunjukkan siknp empati dan menerima pasien apa adanya
f. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
TUK :
2.
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilik
a. Daftar kemampuan yang dimiliki pasien di rumah sakit, rumah, sekolah dan tempat kerja
b. Daftar positif keluarga pasien
c. Daftar positif lingkungan pasien
§ Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki buat daftarnya
§ Setiap bertemu pasien dihindarknn dari metnberi penilni; negatif
Utamakan memberi pujian yang realistic pada kemampuan dan aspek positif pasien
TUK
3.
Pasien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a. Pasien menilai kemampuan yang digunakan
b. Pasien memiliki kemampuan yang dapat digunakan di rumah
· Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
· Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pengguna di rumah sakit
Berikan pujian
TUK :
4.
Pasien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
a. Pasien menilai kemampuan yang akan . dilatih
b. Pasien mencoba Susunan jadwal harian
· Meminta pasien untuk:memilih satu kcgiatan yang mau dilakukan di rumah sakit
· Bantu pasien melakukannya jika perlu beri contoh
· Beri pujian atas keberhasilan pasien.
· Diskusi kaji jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih
Catatan : Ulangi untuk kemampuan lain sampai semua selesai
TUK:
5. PPasien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dari kemampuannya
a. Pasien melakukan kegiatan yang telah di latih (mandiri, dengan bantuan atau tergantung)
b. Pasien marnpu melakukan beberapa kegiatan secara mandiri
· Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kcgiatan yang telah direncanakan
· Beri pujian atas keberhasian pasien
Diskusikan kemungkinan penaksiiran di rumah
TUK :
6.
Pasien dapat memanfatkan system pendukung yang ada
a. Keluarga memberi dakungan dan pujian
b. Keluarga memahami jadwal kegiatan harian pasien
· Beri pendidikan kcschatan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan harga diri rcndah
· Bantu keluarga memberikan dukungnn selama pasien dirawat.
· Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
· Jelaskan cara pelaksmann jadwal kegiatan pasien di rumah
Anjurkan memberi pujian pada pasien setiap berhasil
PEDOMAN MANAJEMEN KRISIS SAAT TERJADI PERILAKU
KEKERASAN
1. Tim Krisis Perilaku Kekerasan
Tim krisis perilaku kekerasan terdiri dari ketua tim krisis yang berperan sebagai pemimpin ("leader") dan anggota tim minimal 2 (dua)orang. Ketua tim adalah perawat yang berperan sebagai kepala ruangan, penanggung jawab "shif" perawat primer, ketua tim atau staf perawat, yang penting ditetapkan sebelum melakukan tindakan. Anggota tim krisis dapat staf perawat, dokter atau konselor yang telah terlatih menangani krisis. Aktifitas yang dilakukan oleh tim krisis adalah sebagai berikut (Stuart & Laraia,1998):
· Aktivitas ketua tim krisis
· Susun anggota tim krisis
· Beritahu petugas keamanan jika perlu
· Pindahkan klien lain dari area penanganan
· Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan dilakukan)
· Uraikan perencanaan penanganan pada tim
· Tunjukkan anggota tim untuk mengamankan anggota gerak klien
· Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat klien kooperatif
· Ikat klien dengan petunjuk ketua tim
· Berikan obat sesuai program terapi dokter
· Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten terhadap klien
· Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama anggota tim
· Jelaskan kejadian pada klien dan staf jika diperlukan
· Integrasikan klien kembali pada lingkungan secara bertahap
2. Pembatasan Gerak
Pembatasan gerak adalah memisahkan klien di tempat yang aman dengan tujuan melindungi klien, klien lain dan staf dari kemungkinan bahaya. Istilah yang biasa digunakan dirumah sakit jiwa untuk tempat pembatasan gerak adalah kamar isolasi. Klien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang lain atau dicederai orang lain, membutuhkan interaksi dengan orang lain dan memerlukan pengurangan stimulus dari lingkungan (Stuart dan Laraia, 1998). Langkah-langkah pelaksanaan pembatasan gerak adalah sebagai berikut:
· Tunjuk ketua tim krisis
· Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada klien dan staf lain.
· Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang perilaku yang diperlukan untuk mengakhiri tindakan.
· Buat perjanjian dengan klien untuk mempertahankan mengontrol perilakunya
· Bantu klien menggunakan metoda kontrol diri yang diperlukan.
· Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, kebersihan diri, dan kebersihan kamar.
· Lakukan supervisi secara periodik untuk membantu dan memberikan tindakan keperawatan yang diperlukan.
· Libatkan klien dalam memutuskan pemindahan klien secara bertahap
· Dokumentasikan alasan pembatasan gerak, tindakan yang dilakukan, respon klien dan alasan penghentian pembatasan gerak.
3. Pengekangan/ pengikatan fisik
Pengekangan dilakukanjika perilaku klien berbahaya, melukai diri sendiri atau orang lain (Rawhins, dkk, 1993) atau strategi tindakan yang lain tidak bermanfaat. Pengekangan adalah pembatasan gerak klien dengan mengikat tungkai klien (Stuart dan Laraia, 1998). Tindakan pengekangan masih umum digunakan perawat disertai dengan penggunaan obat psikotropik (Duxbury, 1999). Langkah-langkah pelaksanaan pengekangan (Start dan Laraia, 1998):
· Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga diri klien yang berkurang karena pengekangan.
· Siapkan junlah staf yang cukup dengan alat pengekang yang aman dan nyaman.
· Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
· Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf agar dimengerti dan bukan hukuman.
· Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada klien dan staf. Dan Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur. Ikat dengan posisi anatomis. Dan ikatan tidak terjangkau klien.
· Lakukan supervisi yang adekuat dengan tindakan terapeutik dan pemberian rasa nyaman.
· Beri aktivitas seperti televisi, bacakan buku pada klien untuk memfasilitasi kerjasama klien pada tindakan.
· Perawatan pada daerah pengikatan:
a) Pantau kondisi kulit yang diikat: warna, temperatur, sensasi.
b) Lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap (dua) jam. Dan perubahan posisi tidur.
c) Periksa tanda-tanda vital tiap 2 (dua) jam.
· Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, dan kebersihan diri.
· Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara bertahap. Dan kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak kemudian kembali ke lingkungan semula.
· Dokumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan beserta respon klien