Trauma Tumpul Konjungtiva Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva akan terjadi kemotik. Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan
palpebra
tidak
menutup
sehingga
bertambah
rangsangan
terhadap
konjungtiva. Dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. 2,3 Hematoma Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah konjungtiva (arteri konjungtiva dan arteri episklera). Pecahnya pembuluh darah ini akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pe ca h
mi sa ln ya
pada usia lanjut, hipertensi, hipertensi, arteriskerosis. arteriskerosis. Pemeriksaan
Funduskopi
diperlukan
bila
tekanan
bola
mata
rendah
deng an
pupil
lonjongdisertai tajam penglihatan yang menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. Pengobatan dini dilakukan kompres hangat, Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1 – 2 2 minggu tanpa diobati. 2,3
Gambar 2. Perdarahan Subkonjungtiva Gambaran klinis Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra t idak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya. konjungtivanya.
Penatalaksanaan Pada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.
Pemeriksaan Penunjang Funduskopi Pemeriksaan Funduskopi dip erlukan bila tekanan bola mata rendah dengan p upil lonjongdisertai tajam penglihatan yang menurun dan hematoma subkonjungtiva Trauma tumpul Retina dan Koroid Edema Retina
Warna retina terlihat lebih abu – abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab ,terjadi edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot, penglihatana akan sangat menurun. Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema berlin. 2,3
Gambar 7. Edema Berlin. Gambaran klinis
Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun. Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel.
Ablasi Retina
Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadi ablasio retina ini seperti retina tipis akibat miopia dan proses degenerasi retina lainnya. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu – abu, pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok
– kelok. Gambaran klinis
Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok. Penatalaksanaan
Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata. Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai dengan ablasio retina.
Ruptur koroid
Terjadi perdarahan subretina, biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris disekitar papilsaraf optik. Bila ruptur koroid ini mengenai daerah macula lutea maka tajam penglihatan akan menurun dengan cepat, ruptur bila tertutup oleh perdarahan subretina sukar dilihat tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid. Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch.
Gambar 8. Ruptur koroid
Trauma tembus bola mata Definisi
Trauma tembus bola mata atau trauma tajam bola mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera. Trauma tajam mata dapat di klasifikasikan atas luka tajam tanpa perforasi dan luka tajam dengan perforasi yang meliputi perforasi tanpa benda asing intra okuler dan perforasi benda asing intra okuler.2,5 Trauma tembus mata (luka akibat benda tajam), dimana struktur okular mangalami kerusakan akibat benda asing yang menembus lapisan okular dan juga dapat tertahan atau menetap dalam mata. Baik trauma tajam yang penetratif atau trauma tumpul yang mengakibatkan tekanan kontusif dapat menyebabkan ruptur bola mata. Benda tajam atau benda dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan perforasi langsung. Benda asing dapat mempenetrasi mata dan tetap berada di bola mata. 6,7 Trauma akibat partikel kecil dengan kecepatan tinggi misalnya yang ditimbulkan dari proses penggilingan atau pemahatan dapat memberikan manifestasi berupa nyeri ringan atau penurunan visus. Kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, bilik mata depan dangkal dengan atau tanpa pupil ekstrinsik, hifema, atau perdarahan vitreous juga dapat terjadi. Tekanan intraokuler dapat rendah, normal atau sedikit meningkat.
Manifestasi Klinis
Berbagai Kerusakan Jaringan Mata akibat Trauma Tembus Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti berikut :
a. Trauma tembus pada palpebra Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen. 12
Gambar 8. Laserasi palpebra
b. Trauma tembus pada saluran lakrimalis Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata. 12
c. Trauma tembus pada Orbita Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik, menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga menimbulkan paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan infeksi, menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita. 12
Gambar 9. Trauma tembus orbita
d. Trauma tembus pada Kongjungtiva Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan konjungtiva ini kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahitan untuk mencegah granuloma. Pada setiap robekan conjungtiva perlu diperhatikan juga robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva. Disamping itu, pemberian antibiotik juga perlu diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. 12
Gambar 10. Trauma tembus subkonjungtiva
e. Trauma tembus pada Sklera Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan bola mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam bola mata. 12
f. Trauma tembus pada Kornea Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus. 12 Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresia (+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya ulkus atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika yang berspektrum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea diangkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal atau subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea. 12 Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap konjungtiva). Bila luka di kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian ditutup dengan flap konjingtiva. Jika luka di kornea itu disertai prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya di repossisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisilin
10.000 U/cc, sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan spektrum luas dan sistemik, juga subkonjungtiva.12
Gambar 11. Laserasi kornea
g. Trauma tembus pada Uvea Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan banyaknya cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan kabur. 12
h. Trauma tembus pada Lensa Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tidak adekuat.12
i. Trauma tembus pada Retina Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca. 12
j. Trauma tembus pada corpus siliar Luka pada corpus siliar mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma. Sedangkan pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh karena itu, bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata
mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya mata yang sehat tetap menjadi baik.12 Diagnosis
Diagnosis
trauma
tajam
okuli
dapat
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, informasi yang diperoleh dapat berupa mekanisme dan onset terjadinya trauma, bahan/benda penyebab trauma dan pekerjaan untuk mengetahui penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila terdapat kegiatan memahat, mengasah atau adanya ledakan. Cedera pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang di derita, harus dicurigai adanya penganiayaan pada anak. Riwayat kejadian harus diarah secara khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat penyakit sebelumnya dan energi. 3 Pemeriksaan
fisik
dimulai
dengan
pengukuran
dan
pencatatan
ketajaman
penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil aferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek ada bagian tepi tulang orbita. 3,6,9 Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di segmen anterior bola mata. Tes fluoresein dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mnegetahui tekanan bola mata. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di periksa, kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata. Pemeriksaan Ct-Scan dan USG B-scan digunakan untuk mengetahui posisi benda asing. MRI kontraindikasi untuk kecurigaan trauma akibat benda logam. Electroretinography (ERG) berguna untuk mengetahui ada tidaknya degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak berkomunikasi dengan pemeriksa. Bila dalam inspeksi terlihat ruptur
bola mata, atau adanya kecenderungan ruptur bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata dilindungi dengan pelindung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata. 6,10 Penatalaksanaan Trauma Tembus
Penatalaksanaan pasien dengan trauma tajam mata adalah 1. Penatalaksanaan sebelum tiba di rumah sakit: - Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak. - Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata. - Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan. - Sebaiknya pasien di puasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi. 2. Penatalaksanaan di rumah sakit: - Pemberian antibiotik spektrum luas. - Pemberian obat sedasi,antiemetik, dan analgetik sesuai indikasi. - Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi. - Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak). - Tindakan pembedahan /penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera. Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti infeksi, Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika. Pada setiap tindakan harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola mata bila masih terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila terdapat benda asing, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan banda as ing tersebut. 1,6,12 Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesia umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat siklopegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraokular yang terpajan. Berikan antibiotik parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung FOX pada mata. Analgetik, antimiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, serta gizi
atau nutrisi yang baik. Sebelum dirujuk mata tidak boleh diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberikan steroid lokal, dan bebat yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.13 Pada penutupan luka segmen anterior, harus digunakan teknik-teknik bedah mikro. Laserasi kornea diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik atau dengan memasukkan suatu spatula siklodialisis melalui insisi tusuk di limbus dan menyapu jaringan keluar dari luka. Apabila hal ini tidak dapat dilakukan, apabila jaringan telah terpajan lebih dari 24 jam, atau apabila jaringan tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat, maka jaringan yang prolaps harus dieksisi setinggi bibir luka. Setiap jaringan yang dipotong harus dikirim ke laboratorium
patologik
untuk
diperiksa.
Dilakukan
pembiakan
untuk
memeriksa
kemungkinan infeksi bakteri atau jamur. Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau vitrektomi. Reformasi kamera anterior selama tindakan perbaikan dapat dicapai dengan cairan intraokuler fisiologis, udara atau viskoelastik.13 Luka sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan. Luka keluar di bagian posterior sklera pada cedera tembus ganda dapat sembuh sendiri, dan biasanya tidak dilakukan usaha penutupan. 13 Bedah vitreoretinal, bila ada luka kornea yang besar, dapat dilakukan melal ui keratoprostesis Landers Foulks temporer sebelum melakukan penanaman kornea. Enukleasi dan eviserasi primer hanya boleh dipikirkan bila bola mata mengalami kerusakan total. Mata sebelah rentan terhadap oftalmika simpatetik bila terjadi trauma tembus mata terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea. Untungnya, komplikasi ini jarang terjadi Trauma Radiasi Elektromagnetik
Trauma radiasi yang sering ditemukan: a) Trauma sinar inframerah Akibat sinar inframerah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang mencairseperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan mengeluarkan sinar infamerah. Bila seseorang berada pada jarak 1 kaki selama satu menit didepan kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat celcius. Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar
inframerah akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa didekatnya. Absorbsi sinar infamerah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa. Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar inframerah akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal antero-posterior dan koagulasi pada koroid.Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sementara ataupun permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar inframerah ini.Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk me ncegah terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul. b) Trauma sinar ultraviolet (Sinar Las) Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang
pendek yang tidak terlihat mempunyai
panjang gelombang antara 350-295 nM. Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, da n menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahri diatas salju. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik. Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein positif. Kreatitis terutama terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan keruhan pada kornea. Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultra violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat. Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam. c) Trauma sinar X dan sinar terionisasi Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk :
sinar alfa yang dapat diabaikan
sinar beta yang dapat menembus 1cm jari
sinar gamma dan
sinar x Sinar ionisaasi dan sinar x dapat mengakibatkan katarak dan r usaknya retina. Dosis
kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebih muda dan lebih peka. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinati f lensa tidak menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusa kan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, pendarahan, mikroaneurisn mata dan eksudat. Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan perut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan mengganggu fungsi air mata. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bils terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.
HIFEMA DEFINISI
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma ataupun secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi sebagian ataupun seluruh isis bilik mata depan. Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan silia r. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi: 1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkanpecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata. 2.
Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya juvenile xanthogranuloma. 5. Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma. Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu: 1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2. 2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma. Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya: 1. Grade I : Darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%) 2. Grade II : Darah mengisi sepertiga hingga sete ngah COA (20%) 3. Grade III : Darah mengisi hampir total COA (14%) 4. Grade IV : Darah memenuhi seluruh COA (8%)
Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian bilik mata depan
Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian bilik mata depan
Gambar hifema, menunjukkan gambar hifema spontan
Gambar hifema, menunjukkan darah hampir memenuhi seluruh seluruh bilik mata DIAGNOSIS
Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan te rsebut, apakah terbuat dari ka yu, besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan ituterjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan dengan cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaan hifema dan menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti
Ekmosis laserasi kelopak mata
Proptosis
Enoftalmus
fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata
kadang-kadang menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari.
Ditemukan darah di dalam bilik mata bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lebih menurun lagi.
Pada iris dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan iridoplegia.
Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan segera maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina, oedem macula.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler
Funduskopi Untuk mengetahui akibat trauma pada segmen belakang bola mata, kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media refraksi disegmen belakang bola mata, yaitu pada badan kaca.
USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina
X-ray
CT-scan orbita
Gonioskopi12
PENATALAKSANAAN
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
Mengendalikan tekanan bola mata
Mencegah terjadinya imbibisi kornea
Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan cara konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Perawatan Konservatif / Tanpa Operasi
Tirah baring sempurna (bed rest total) Pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata depan sebaiknya diistirahatkan . Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat (diberi alas bantal) kurang dari 60 0, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada persesuaian pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila mengenai kasus traumatic hyphaema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Hifema biasanya akan membaik dengan istirahat , namun dapat terjadi kembali 5-6 hari pertama setelah cedera . Anak anak biasanya harus dirawat di Rumah Sakit selama beberapa hari , sementara orang dewasa dapat dirawat dirumah bila mereka dapat beristirahat dan tidak terjadi komplikasi . Bebat mata Mengenai pemakaian bebat mata, gunakan bebat mata pada mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Bila mungkin kedua mata ditutup untuk memberika istirahat pada mata. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan akibat
penderita
(matanya)
tidak
istirahat.
Akhirnya Rakusin mengatakan
dalam
pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak
terhadap
absorbsi,
timbulnya
komplikasi
maupun
prognosis
dari
tajamnya
penglihatannya. Pemakaian obat-obatan Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti: Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K, dan vit C: Midriatika Miotika Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Kortikosteroid dan Antibiotika Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik. Tetes mata steroid diberikan jangka pendek bersama dengan dilatasi pupil . Steroid berfungsi untuk mencegah terjadinya perdarahan sekunder .