Laporan Kasus
KISTA DUKTUS KOLEDOKUS R egi A nast nasta asya M angir ngi r i – Samuel Samuel Sampetoding D i visi B edah Di D i gesti gesti f, D epar tem temen I lmu lmu Be B edah F akultas kultas K edokter kter an Uni U nive verr sita si tass H asanud sanudd di n, M akassar kassar ABSTRAK
Kista duktus koledokus merupakan penyebab lain terjadinya obstruksi bilier. Terdapat 5 tipe kista duktus koledokus, dan merupakan abnormalitas trakturs bilier kongenital. Dilaporkan seorang perempuan usia 16 tahun dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kuning diperhatikan awalnya tampak pada mata kemudian diikuti dengan kuning pada seluruh tubuh. Pasien juga mengelukan nyeri perut pada bagian kanan atas sejak 12 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan seperti tertusuk-tusuk. Pasien juga mengatakan adanya benjolan pada perut kanan atas sejak kecil dan diperhatikan perlahan-lahan semakin membesar sampai sekarang. Pasien juga mengelukan sering merasa gatal pada seluruh tubuh. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap kali makan. Ada riwayat BAB berwarna dempul dan BAK berwarna teh pekat. Pada pemeriksaan MRI Cholangio Pancreatografi – Pancreatografi – Dengan Kontras menunjukkan kesan hepatomegaly dan kista ductus choledocus type IVA. Pada pasien ini kami lakukan eksisi kista, kolesistektomi dan bypass hepaticoyeyenostomy.
Kata kunci: Kista, duktus, koledokus.
1
BAB I PENDAHULUAN Kista koledokus merupakan salah satu penyakit fibrokistik dari hati dan saluran empedu. Kista koledokus adalah dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Umumnya kista koledokus dapat ditemukan pada setiap usia, sebanyak 2% ditemukan pada masa bayi, 60% sebelum usia 10 tahun dan 75% sebelum usia 20 tahun. Kista ductus koledokus adalah penyakit yang jarang, tetapi merupakan malformasi dari saluran empedu yang paling sering terjadi. Insidensi penyakit ini adalah sekitar 1 dalam 2.000.000 kelahiran hidup. Penyakit ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Patogenesis terjadinya kista ductus koledokus belum diketahui secara pasti, diduga sebagai akibat dari iritasi pada dinding saluran empedu yang disebabkan adanya refluks enzim pancreas. 1,2,3 Teori lain menyebutkan bahwa adanya anomali persambungan saluran pancreatobiliaris yang diduga sebagai penyebab dari kista ductus koledokus. Kista ductus koledokus dibagi menjadi 5 tipe. Gejala klasik dari penyakit ini adalah nyeri perut pada kuadran kanan atas, ikterus, dan adanya massa di perut kuadran kanan atas. Diagnosa kista koledokus dengan ultrasonografi sedangkan pengobatannya dengan melakukan eksisi komplet dari kista 1,2,4 Morbiditas dari kista koledokus tergantung dari usia. Infant dan anak-anak
sering
hepatoseluler
terjadi
beserta
pankreatitis,
peradangannya
kolangitis,
berdasarkan
dan
kerusakan
bukti
histologis.
Komplikasi yang paling sering mengkhawatirkan yaitu kolangiokarsinoma yang angka kejadiannya berkisar 9-28%.
1,2,
2
BAB II LAPORAN KASUS
I.
IDENTIFIKASI
Nama
: Nn. AU
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal lahir
: 09/11/2000
MRS
: 12/12/2015
Ruangan
: Palem Bawah B2 K11/B1
Rekam Medis
: 736510
II.ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kuning seluruh tubuh
Riwayat Perjalanan Penyakit
Seorang perempuan usia 16 tahun dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kuning diperhatikan awalnya tampak pada mata kemudian diikuti dengan kuning pada seluruh tubuh. Pasien juga mengelukan nyeri perut pada bagian kanan atas sejak 12 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan seperti tertusuk-tusuk. Pasien juga mengatakan adanya
3
benjolan pada perut kanan atas sejak kecil dan diperhatikan perlah an-lahan semakin membesar sampai sekarang. Pasien juga mengelukan sering merasa gatal pada seluruh tubuh. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap kali makan. Ada riwayat BAB berwarna dempul dan BAK berwarna teh pekat. Tidak ada riwayat keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya
III.
-
Riwayat penyakit yang sama tidak ada
-
Riwayat diabetes mellitus tidak ada
-
Riwayat hipertensi tidak ada
-
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada
-
Riwayat BAB berwarna dempul ada
-
Riwayat BAK seperti teh pekat ada
-
Riwayat konsumsi obat-obat herbal tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Sakit sedang/gizi cukup/sadar
Status Vitalis
Tekanan Darah: 120/80mmHg Nadi
: 86 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36, 7 oC
Kepala
Konjungtiva
: Tidak anemis
Sklera
: Ikterus
Bibir
: tidak ada sianosis
Gusi
: Tidak ada perdarahan
Mata
4
Pupil bulat, isokor, diameter 2,5mm/2,5mm ODS, RC +/+
Leher
Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran DVS
: R+2 cmH20
Deviasi trakea
: tidak ada, tidak ada nyeri tekan
Paru
Inspeksi
: simetris kiri dan kanan
Palpasi
: nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi
: sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi
: bunyi pernapasan vesikuler kiri sama dengan kanan bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: S1/S2 reguler,murmur (-)
Status Lokalis
Abdomen
-Inspeksi
:
Cembung,
tampak
penonjolan pada perut kanan atas, ikut gerak napas, hematom tidak ada, darm contour tidak ada, darm stifung tidak ada. -
Auskultasi
-Palpasi
: Peristaltik (+) normal
: Nyeri tekan ada di regio hipokondrium kanan sampai regio epigastrium, teraba benjolan di daerah hipokondrium
5
kanan dengan ukuran 10x8cm, permukaan rata, konsistensi cysteus, defans muskuler tidak ada. -Perkusi
: Nyeri ketok ada di daerah hypochondrium kanan
Ekstrimitas
Edema tidak ada, ikterus seluruh tubuh ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (12/12/2015)
Tanggal 12/12/15
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
WBC
7,4
4,00-10,0
RBC
4,40
4,00-6,00
HGB
11,4
12,0-16,0
HCT
34,7
37,0-48,0
PLT
426
150-400
Ureum
11
10-50
Kreatinin
0,45
L(<1,3); P(<1,1)
GOT
115
< 38
GPT
162
< 41
Bilirubin Total
9,46
<1,1
Bilirubin direk
8,34
<0,3
GDS
102
140
Albumin
3,6
4-10
Na
140
136-145
K
3,6
3,5-5,1
Cl
112
97-111
PT
16.0
10-14
APTT
30,8
22,0-30,0
CEA
1,39
0-5
AFP
1,75
<13,4
6
CA 19-9
47,09
0,00-39.00
Pemeriksaan USG Whole Abdomen (13/12/2015) Kesan:
-
Hepatomegali disertai massa kistik lobus hepar kanan
-
Cholestatik intrahepatik
Pemeriksaan CT Scan Whole Abdomen - Tanpa Kontras (14/12/2015) Kesan:
-
Hepatomegali
-
Sugestif kista ductus choledocus
Pemeriksaan
MRI
Cholangio
Pancreatografi – Dengan
Kontras
(16/12/2015) Kesan:
7
IV.
-
Hepatomegaly
-
Kista ductus choledocus type IVA
DIAGNOSIS KERJA -
V.
VI.
Kista duktus choledocus type IVA
PENATALAKSANAAN
Laparatomi eksplorasi
Kolesistektomi
Hepaticoyeyenostomy
Antibiotik
Antiemetik
Analgetik
Hepatoprotektor
RESUME
Seorang perempuan usia 16 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 12 hari yang lalu sebelum masuk RS. Wahidin
8
Sudirohusodo. Keluhan dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan hilang timbul dan tidak berkurang dengan beristirahat. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap kali makan. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien terlihat menjadi kuning pada mata dan kulit seluruh tubuh. Tidak ada gangguan pada buang air kecil maupun buang air besar. Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang, gizi baik dan sadar. Tanda vital dalam batas normal. Sklera ikterus ada. Pada palpasi regio abdomen didapatkan nyeri tekan di daerah hypochondrium dekstra sampai regio epigastrium. Teraba benjolan di daerah hipokondrium kanan dengan ukuran 10x8cm, permukaan rata, konsistensi padat kenyal. Pada perkusi didapatkan nyeri ketok di daerah hypochondrium dekstra. Pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 7,4, SGOT 115, SGPT 162, Bilirubin total 9,46, Bilirubin direk 8,34. Pada pemeriksaan USG Whole Abdomen didapatkan kesan hepatomegali disertai massa kistik lobus hepar kanan dan cholestatik intrahepatik. Pada pemeriksaan CT-scan Whole Abdomen tanpa kontras didapatkan kesan hepatomgaly dan sugestif kista ductus choledocus. Pemeriksaan Pemeriksaan MRI Cholangio Pancreatografi – Dengan Kontras menunjukkan hepatomegaly dan kista ductus choledocus type IVA. Pada pasien ini kami lakukan eksisi kista, kolesistektomi dan bypass hepaticoyeyenostomy.
BAB III DISKUSI
9
Definisi Kista duktus koledokus adalah dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. 1,2,10
Epidemiologi Insiden terjadi nya kista duktus koledokus ini berkisar antara 1 dalam 13.000 sampai 1 dalam 2.000.000 kelahiran hidup. Penyakit ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Sekitar 25-45 % kasus di diagnosis pada neonatus atau bayi dan sekitar 2/3 kasus di identifikasi saat dekade pertama kehidupan. Namun, 20-25 % kasus tidak ditemukan sampai dewasa. 1,2
Etiologi Terdapat beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan kista saluran empedu. Mekanisme umum melibatkan sumbatan saluran empedu bagian distal dan kelemahan struktural dinding saluran empedu. Meskipun tidak ada satu teori pun yang secara pasti di tetapkan, terdapat teori yang paling banyak diterima adalah bahwa perubahan saluran berhubungan dengan kelainan koneksi antara sistem saluran
empedu
dan
pankreas
yang
disebut
sebagai
Abnormal
Persambungan Saluran Pankreatikobiliaris (APSPB) / Abnormal Pancreatic biliary Junction (APBJ). Etiologi tentang APBJ pada kista saluran empedu pertama kali diusulkan oleh Babbit pada tahun 1969. Anomali ini dijelaskan di persambungan awal saluran pankreas dan duktus koledokus diluar dinding duodenum. APBJ menyebabkan sekresi enzim pankreas refluks ke dalam sistem empedu. Tekanan sekretori pankreas melebihi tekanan sekretori hepar dan di duktus koledokus, di bagian ini tidak ada sfingter yang dapat mencegah refluks pankreatikobiliaris.
1,3,4
Menurut teori ini, refluks cairan pankreatikobiliaris meningkatkan tekanan intraduktal, memnyebabkan iritasi dan inflamasi, dan menyebabkan
10
kerusakan struktural pada dinding saluran, sehingga mengakibatkan degenerasi kistik. Obstruksi saluran empedu bagian distal karena anomali junction itu sendiri atau disebabkan oleh plak protein dari sel asinar pankreas mungkin juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi. Bukti pendukung untuk teori refluks adalah adanya tingginya amilase pada hasil aspirasi kista, gradien tekanan positif antara saluran pankreas dan kista, dan hasil pengamatan reaksi inflamasi pada dinding kista. Prevalensi yang dilaporkan pasien APBJ yang memiliki kista saluran empedu adalah sekitar 60% sampai 90%. Teori tambahan yang telah diusulkan untuk menjelaskan terjadinya kista saluran empedu pada pasien dengan anatomi persambungan pankreatikobiliaris normal. Sebagian besar teori alternatif melibatkan obstruksi bagian distal sebagai penyebab tekanan intraluminal meninggi. Bawaan kongenital pada saluran empedu bagian distal atau sfingter oddi yang abnormal dengan spasme dapat juga menjadi penyebab obstruksi. Pada tahun 1936 Yotuyanagi menyatakan bahwa kista saluran empedu dihasilkan dari distribusi yang tidak merata sel epitel selama pematangan embrio. 1,3,4 Awalnya, saluran empedu embrio adalah suatu bagian jaringan solid. Proliferasi
epitel
pada
bagian
ini
akan
mengarah
ke
kanalisasi.
Perkembangan relatif sel epitel lebih banyak pada bagian proksimal sistem saluran dan lebih sedikit sel pada bagian distal dapat menghasilkan dilatasi kistik dengan stenosis distal pada waktu kanalisasi. Penyakit caroli, bagian dari penyakit kista saluran empedu, diyakini berasal dari tidak komplit dan kegagalan remodeling dari embrio ductal plate. Hasil remodeling ini adalah kelainan segmen saluran empedu intrahepatik dengan dilatasi. Peran faktor genetik dalam pembentukan kista saluran empedu tidak pasti. Dikatakan pada penyakit Caroli mungkin diwariskan secara autosomal resesif. Namun kebanyakan tidak memiliki hubungan genetik.
1,3,4,5
Embriologi dan Anatomi Cikal bakal kandung empedu, saluran empedu dan hati adalah berasal dari suatu penonjolan embryonic foregut sekitar 18 hari gestasi. Antara minggu ke 3-4, penonjolan tersebut terdiri dari bagian kranial dan
11
bagian kaudal. Bagian kranial akan berdiferensiasi menjadi hati dengan perkembangan dari hepatosit dan saluran empedu intrahepatic, sementara bagian kaudal berdiferensiasi menjadi kandung empedu, saluran empedu ekstrahepatic dan pankreas. 1,2
Gambar 1.Anatomi kandung empedu 7
Kandung empedu adalah organ yang berbentuk bulat lonjong atau “pear -shaped” yang terdiri dari fundus, korpus, infundibulum, dan leher, yang mengecil ke duktus sistikus. Panjang kandung empedu sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL cairan empedu. Dinding kandung empedu terdiri dari otot halus yang terbungkus dalam jaringan fibrosa. Lapisan mukosa kandung empedu terdiri dari sel epitel kolumnar dengan tight junction dan micro-villi untuk absorpsi. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapiran peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat
12
bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong
Hartmann).
Duktus
sistikus
adalah
saluran
yang
akan
menghubungkan kandung empedu dengan duktus koledokus. 3 Panjang nya sekitar 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral yang disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. 1,3 Duktus hepatikus kanan dan kiri akan bergabung menjadi duktus hepatikus komunis. Duktus sistikus akan masuk bergabung dengan duktus hepatikus komunis menjadi duktus koledokus, yang kemudian berjalan bagian inferior duodenum di tepi bebas omentum minus di sebelah kanan arteri hepatikus dan di depan vena porta. Duktus koledokus melewati belakang bagian pertama duodenum dan kemudian bergabung dengan duktus pankreas masuk ke dalam bagian kedua duodenum. Panjang duktus koledokus sekitar 7 cm dan lebar kurang dari 1 cm ketika dinilai saat operasi dengan mata telanjang atau dengan choledochogram. Namun, ketika di lihat dengan USG, duktus koledokus yang normal lebarnya kurang dari 0,7 cm. Lapisan mukosa duktus koledokus adalah sel epitel kuboid, dan dindingnya adalah jaringan fibrosa dengan sedikit otot halus. 1,2 Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika, yang akan terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9).
13
Gambar 2. Innervasi kandung empedu
Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka. 1,2
Fisiologi Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL per hari. Di luar waktu makan, empedu di simpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter. 1 Kolesistokinin (CCK), hormon sel
14
APUD ( Amine-precursor-uptake and decarboxylation cells) dari mukosa usus halus, dikeluarkan atas rangsangan makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.1,2,4,8
Klasifikasi Alonso-Lej dan rekan nya pertama kali mengusulkan skema kalsifikasi untuk kista saluran empedu pada tahun 1959. Yang kemudian di modifikasi oleh Todani dan rekannya pada tahun 1977, klasifikasi ini yang umum digunakan saat ini. Terdapat 5 tipe, sebagai berikut :
1,2,3,4,10
1. Tipe 1 kista koledoukus. Berupa dilatasi saluran empedu ekstrahepatik. Tipe ini adalah tipe kista yang paling umum, ditemukan 75 – 85 % kasus. Tipe ini mencangkup dilatasi fusiform atau sacular dari duktus koledokus dengan melibatkan sebagian hingga seluruh duktus. Tipe 1 dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai : 1A. Kistik. Berbentuk sakular dan melibatkan seluruh dari duktus ekstrahepatikus 1B. Fokus. Berbentuk sakular dan hanya melibatkan sebagian segmen duktus biliaris 1C. Fusiform. Berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar dan seluruh dari duktus ekstrahepatikus
Gambar 3. A. Tipe 1A (Kistik) B. Tipe 1B (Fokus) C. Tipe 1C (Fusiform)
15
2. Tipe 2 divertikulum koledokus Tampak seperti divertikulum yang menonjol pada dinding duktus koledokus, sedangkan duktus billiaris intrahepatik dan ektrahepatik normal.
Gambar 4. D. Tipe 2 (Divertikulum)
3. Tipe 3 kista intraduodenum atau “koledokel” Berupa dilatasi kistik dari saluran empedu di dalam dinding duodenum. Sistem duktus normal dan duktus koledokus biasanya memasuki choledochocele ke dalam dinding dari duodenum. 4. Tipe 4 mengacu pada multiple kista. Dibagi menjadi : Tipe 4 A lesi terdapat pada saluran empedu inta dan ekstrahepatik. Tipe 4 B lesi hanya terdapat pada saluran empedu ekstrahepatik.
Gambar 5. E. Tipe 3 (Koledokel)
F. Tipe 4A
G. Tipe 4B
16
5. Tipe 5 melibatkan saluran empedu intrahepatik, biasanya multiple (car oli’s disease) dan kadang-kandang soliter. Kista saluran empedu intrahepatik mungkin bilobus atau unilobus, dengan 90% dari kista unilobus terjadi di sisi kiri. Frekuensi kista tipe 5 lebih tinggi jika dalam pemeriksaan untuk diagnosis menggunakan teknik pencitraan modern.
Gambar 6. H. Tipe 5 (Caroli’s Disease)
Tanda dan gejala Ada dua kelompok penderita kista koledokus. Kelompok infantil, yang berumur rata-rata tiga bulan, dengan gejala ikterus obstruksi akibat atresia saluran empedu. Kelompok kedua yang gejalanya lambat timbul, yaitu pada usia rata-rata 9 tahun berupa nyeri, masa di perut kanan atas, serta ikterus. Sering penderita datang dengan gejala perforasi spontan. Lebih kurang 60% penderita kista koledokus di diagnosis sebelum berusia 20 tahun, dan hanya 10% sebelum berusia satu tahun. Trias gejala klasik untuk kista koledokus adalah nyeri pada perut, jaundice, dan masa di perut kuadran kanan atas. 1,2 Meskipun dijelaskan pada kebanyakan pasien, kenyataan nya trias ini jarang terlihat, terjadi hanya 5 – 10 % dari pasien anak-anak dan hampir tidak ada pada pasien dewasa. Pada pasien anak, keluhan nyeri pada perut adalah gejala yang paling umum muncul. Meskipun hanya sedikit yang datang dengan keluhan semua trias, tetapi sekitar 85 % anakanak menunjukkan setidaknya dua dari gejala. Jaundice merupakan gejala yg muncul pada 27 – 57 % pasien, lebih umum daripada kolangitis
17
atau pankreatitis. Nyeri pada perut juga merupakan keluhan utama yang paling umum muncul pada orang dewasa, diikuti jaundice dan kolangitis. Gejala lain yang muncul adalah mual atau muntah, penurunan berat badan, pruritus, atau perdarahan gastrointestinal. Massa pada perut jelas jarang pada orang dewasa, dilaporkan hanya 3 % pasien. Pada orang dewasa yang memiliki kista koledokus dapat menunjukkan gejala yang tidak jelas atau mungkin benar-benar asimptomatik. Akibatnya, diagnosis menjadi tertunda. 1,2,3
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan
diagnosis dari kistaduktus koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis dari pasien. Oleh karena gejala tersering adalah jaundice, hasil laboratorium terpenting adalah conjugated hiperbilirubinemia, peningkatan alkaline phosphatase, dan marker lainuntuk obstruktif jaundice. Apabila obstruksi biliaris sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka dapat pula disertai profil koagulasi yang abnormal. Nilai amilase plasma dapat menunjukkan peningkatan pada saat episode nyeri perut.
1,2,3
Pemeriksaan radiologi Lesi kistik paling sering pertama dicurigai berdasarkan temuan dari
transabdominal ultrasonografi atau CT-scan. Sensitivitas transabdominal ultrasonografi berkisar 70 – 97 %. USG kurang akurat untuk diagnosis spesifik kista saluran empedu pada orang dewasa yang memiliki penyebab sekunder untuk dilatasi saluran empedu. USG dan CT dapat diandalkan untuk mendeteksi lesi kistik perut kanan atas dan untuk menilai ukuran serta
luasnya,
tetapi
mereka
mungkin
tidak
selalu
dapat
tepat
mengidentifikasi bahwa kista berasal dari saluran empedu. 1,2,3 Magnetic
resonance
cholangiopancreatography
(MRCP)
merupakan metode terbaik untuk pencitraan noninvasif kista saluran
18
empedu. Namun MRCP mungkin tidak menunjukkan anatomi hubungan saluran
empedu
dan
saluran
pankreas
sejelas
direct
endoscopic
cholangiography. MRCP juga tidak berguna pada pasien anak yang tidak dapat koperatif. 1,2,3 Direct
cholangiography
cholangiopancreatography cholangiography
(PTC)
(ERCP)
oleh
endoscopic
retrograde
atau
perkutaneus
transhepatic
memberikan
detail
anatomi
untuk
mengkarakterisasi konfigurasi dan luasnya kista saluran empedu. Hubungan antara saluran pankreas dan saluran empedu ditunjukkan oleh ERCP. PTC biasanya diperuntukkan untuk situasi dimana ERCP tidak dapat memvisualisasikan saluran intrahepatic karena obstruksi yang lebih proksimal. 1,2,3
Diagnosis Trias berupa nyeri, massa intraabdomen dan ikterus menunjukkan kemungkinan kista koledokus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelainan akibat obstruksi saluran empedu, terutama kenaikan kadar fosfatase alkali. Sepertiga penderita menunjukkan hiperamilasemia waktu diagnosis, dan sepertiganya lagi menunjukkan leukositosis. Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, pemeriksaan radiologis merupakan kunci dalam menegakkan diagnosis.Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary ascites dapat pula terlihat. 1,2,3,4 USG dan CT dapat diandalkan untuk mendeteksi lesi kistik perut kanan atas dan untuk menilai ukuran serta luasnya, tetapi mereka mungkin tidak selalu dapat tepat mengidentifikasi bahwa kista berasal dari saluran empedu.
Direct
cholangiography
cholangiopancreatography cholangiography
(PTC)
(ERCP)
oleh atau
memberikan
endoscopic perkutaneus detail
retrograde transhepatic
anatomy
mengkarakterisasi konfigurasi dan luasnya kista saluran empedu.
untuk 1,2,3,4
19
Tata laksana Pengobatan yang lebih dipilih untuk pengobatan kista saluran empedu adalah komplit eksisi dengan kolesistektomi dan rekonstruksi dengan Roux-en-J hepatikojejunostomi. Pada tahun sebelumnya, pasien sering di tangani tanpa eksisi dengan anastomosis kista ke jejunum, duodenum atau perut. Prosedur internal drainase mengakibatkan tingginya tingkat stenosis, lithiasis, kolangitis, dan operasi ulang serta gagal untuk mengatasi sifat premalignant lesi ini. Saat ini, eksisi kista dapat dilakukan dengan tingkat morbiditas dan mortlalitas yang rendah dibandingkan operasi lampau dengan internal drainase. Sayangnya, ketika proses kitik melibatkan multiple intrahepatik dan ekstrahepatik, komplit eksisi mungkin tidak layak. Dalam keadaan ini, eksisi parsial dikombinasi dengan drainase dari sisa saluran abnormal mungkin satu-satunya solusi. 1,2,3,4,9,10
Kista type 1 terpapar dengan memobilisasi fleksura hepatika dari kolon ke bawah dan meng-Kocherize duodenum. Lokasi dari arteri hepatika dan dari setiap arteri hepatika kanan yang berasal dari arteri mesenterika superior diidentifikasi. Fluorocholangiography intrahepatik dilakukan untuk memastikan anatomi dari duktus proksimal dan pankreatikobiliary junction. Cholangiography dapat di peroleh dengan cara dari duktus kistik atau punksi kista langsung, atau, jika kista berukuran besar, dibuka dengan menempatkan dengan ukuran yg tepat kateter balon untuk injeksi proksimal dan duktus bagian distal. Intraopratif endoskopi dapat digunakan untuk pemeriksaan bagian proksimal saluran empedu untuk mencari stenosis atau debris 1,2,3,4,9 Kista tipe 1 harus di eksisi total. Ahli bedah harus menahan godaan untuk meninggalkan terlalu banyak sisa duktus bagian proksimal dan distal. Pada bagian distal, reseksi dilakukan turun ke dalam pankreas dan ada dua catatan yang harus diperhatikan. Pertama, jika reseksi diambil terlalu jauh, duktus pankreas utama dapat terkena. Hal ini biasa tidak mungkin untuk melihat duktus pankreatik dan kista sering sangat sempit
20
dekat batasnya. Kedua, saluran empedu bagian distal harus diawasi untuk mencegah fistula pankreatik pasca operasi, dimana rawan terjadi jika pasien lebih dahulu memiliki abnormal pada pancreaticobiliary junction. Duktus bagian distal mungkin kecil dan tempat penjahitan yang tidak tepat dapat menyumbat duktus pankreas.
1,2,3,4
Reseksi bagian proksimal luasnya harus sampai mukosa normal. Sebuah anastomosis dari jaringan granulasi atau mukosa ulserasi akan menghasilkan striktur. Meninggalkan pinggiran proksimal sisa kista sehingga anastomosis akan lebih luas atau lebih mudah untuk terbentuk adalah konsep yang salah. Duktus hepatik kanan dan khususnya duktus hepatik yang kiri dapat di insisi (setelah hilar plate dibuka) untuk memberikan panjang yang sempurna untuk anastomosis.
Rekonstruksi
standar setelah eksisi kista adalah Roux-en-Y hepatikojejunostomi dengan 40-60 cm cabang Roux. Cabang Roux lebih pendek untuk bayi (15-20 cm) atau anakanak (30-40 cm). Teknik telah termasuk penciptaan katup di cabang usus halus dan penempatan sebuah saluran antara salurran empedu dan duodenum.
1,2,3,4,9
Kista tipe 2 jarang terjadi. Ketika ditemui, pengobatannya adalah dengan eksisi kista. Jika terdapat anomali dari pancreaticobiliary junction, pengalihan bilier dengan Roux-en-Y hepaticojejunostomy mungkin diperlukan
untuk
mencegah
kelanjutan
refluks
pancreaticobiliary
patogenik. 1,3,4,9 Kista type 3 (choledochoceles) juga jarang terjadi dan didekat transduodenum. Karena tidak ada keseragaman mengenai patogenesis, klasifikasi, anatomi, dan klinisnya, pengobatan secara individual. Endoskopi dan sphincterotomy mungkin cukup untuk pasien yang memiliki kista dengan ukuran kecil tanpa adanya obstruksi duodenum. Dalam keadaan lain, eksisi transduodenum denhan sphincteroplasty atau reimplantation duktus telah dilakukan. 1,3,4 Kista type 4 melibatkan beberapa bagian duktus. Untuk kista yang terbatas pada duktus ekstrahepatik ditangani dengan eksisi komplit, mirip
21
dengan kista type 1. Untuk kista yang melibatkan kedua duktus intrahepatik dan ekstrahepatik yang menjadi masalah karena eksisi komplit mungkin tidak mungkin pendek dari total hepatotectomy. Keadaan ini biasanya ditangani dengan reseksi komponen ekstrahepatik dengan Rouxen-Y hepatikojejunostomi di hilus hepatik. Striktur intrahepatik dapat di dilatasi. Jika penyakit intrahepatik hanya terbatas pada satu lobus, maka reseksi hepatik dapat dilakukan.
1,3,4
Tatalaksana bedah pada pasien dengan penyakit type 5 yang melibatkan saluran empedu intrahepatik harus tergantung individual pada sejauh mana anatomi dan fungsi hepar. Keterlibatan satu lobus secara efektif di tangani dengan reseksi hepatik. Transplantasi hepar merupakan terapi definitif untuk pasien yang memiliki penyakit diffuse, sirosis hepar, atau terkait malignancy. Bagi pasien yang tidak memiliki sirosis, drainase dengan
anastomosis empedu,
pemasangan
stent
transhepatik
dan
kombinasinya mungkin membantu mengkontrol gejala 1,2,3,4 Hasil eksisi kista dan hepatikoenterostomi pada anak-anak dapat menjadi sangat baik. Dalam serangkaian 180 kasus anak-anak yang diikuti selama rata-rata 11 tahun, hanya 2,3 % mengalami komplikasi kolangitis dan batu saluran. Pada penanganan tangan yang berpengalaman, eksisi kista pada pasien dewasa dapat dilakukan dengan mortalitas yg rendah, meskipun tigkat morbiditas 20 % atau lebih. Setelah eksisi komplit, sekitar 10% dari pasien dewasa mengalami kolangitis berulang, pankreatitis, atau penyakit hati kronis, dan ada resiko kecil tetapi terbatas untuk keganasan. Untuk alasan ini, follow up jangka panjang sangat disarankan.
1,2,3,4
Komplikasi Komplikasi kista koledokus adalah obstruksi empedu, kolangitis, abses hati, ruptur dan perubahan keganasan. Kemungkinan perubahan keganasan adalah 20 kali dan risiko keganasan bertambah besar dengan bertambahnya usia. 1,2,5
22
Daftar Pustaka
1. Wing de Jong, Sjamsuhidajat. Saluran Empedu dan Hati. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta : EGC. 2010; p 667-669. 2. Sinuhaji, B. Kista Duktus Koledokus. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Universitas Sumatera Utara. Majalah Kedokteran Nusantara – Volume 39. Medan; 2006. 3. Latif Ayat M, Hamzah A, Abdelkader A, Meier D. Choledochal Cyst. Chapter 82. p 483-486. 4. Kumar mankoj, Rajagopalan B. Choledochal Cyst . Medical Journal Armed Forces India. Elsevier. India; 2012. 5. Singham J, Yoshida E, Scudamore C. Choledochal cystsvPart 1 of 3: Classification and Pathogenesis. Association Médicale Canadienne. Canada; 2008. 6. A. M. Wolthuis, T. Tollens, C. Aelvoet, J. P. Vanrijkel . Choledochal Cyst : Diagnosis and Surgical Treatment . Department of 2007General Surgery and Traumatology, A.Z. Imelda, Bonheiden, Belgium. Belgium; 2007. 7. Netter F.H, ed. Atlas of Human Anatomy, 4t Edition. New York : Elsevier; 2006. p. 276, 313 8. Koeppen B, Hansen J. Netter’s Atlas Of Human Physiology. p:173-177 9. Ashley S, Zinner M. Laparoscopic Choledochal Cyst Excision - Maingot's Abdominal Operations Chapter 44. Fundamentals of Laparoscopic Surgery. Maingot’s Abdominal Operationn - 11th Editions. 10. Conlon K. The Gall Bladder and Bile Ducts – Chapter 63. Bailey Short Practice Of Surgery – 25th Edition. United Kingdom; 2008
23