BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
TUGAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEPTEMBER 2013
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ASMA BRONKIAL
Oleh : RAHMAT PRIYANGGA RAKATAMA C 111 09 764
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2013
1. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.
1
Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggapreaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.
2
2. Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segalausia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensiasma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.
3
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 4
juta penderita pada tahun 2025.
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan
bahwa
di
Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%.
Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia. Penelitian
5
yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di
RSUD
Arifin
Achmad
Pekanbaru
didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%)dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki – laki (52,86%).
6
3. Faktor Resiko
Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a. Atopi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya,meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya.Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyaikeluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergiini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. b. Hiperreaktivitas bronkus Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagairangsangan alergen maupun iri tan. c.
Jenis Kelamin
Perbandingan
laki
–
laki
dan
perempuan
pada
usia
dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. d. Ras e. e.Obesitas Obesitas
atau
peningkatan
Body
Mass
Index
(BMI)
merupakan
faktor
resiko
asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejalafungsi paru, morbiditas dan status kesehatan. 4. Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhada prangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapafaktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah : 1. Faktor Lingkungan a. Alergen dalam rumah b.Alergen luar rumah 2.Faktor Lain a. Alergen makanan b. Alergen obat – obat tertentu c. Bahan yang mengiritasi d. Ekspresi emosi berlebih e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
5. Klasifikasi
Berat-ringannya
asma ditentukan
oleh berbagai faktor, antara
laingambaran
klinik
sebelum
pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malamhari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obatyang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat danfrekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yangdapat menentukan berat-
ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan menentukan
klasifikasi
klinis
menurut berat-ringannya
termasuk
uji
faal
paru
dapat
asma yang sangat penting dalam
7
penatalaksanaannya.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saatserangan (akut). 1. Asma Tanpa Serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1. Intermitten; 2. Persisten ringan; 3. Persisten sedang; dan 4.Persisten berat (Tabel.1)Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa.
7
2. Asma saat serangan Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obatyang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat seranganmenentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputiasma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma
(aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten beratdapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkankematian.Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan
7
6. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan selepitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat
mengaktivasi
target
saluran
napas
sehingga
terjadi bronkokonstriksi,
kebocoran
mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan
proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasikronik.
8
Proses inflamasi kronik ini berhubungan
kepekaan saluran napas
dengan peningkatan
sehingga
memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran
napas
adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai
rangsangan spesifik dan non-spesifik.
8
7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium,
dan
pemeriksaan penunjang. •
Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, r asa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.
11
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi. •
11
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden). •
11
Pemeriksaan Penunjang
Spirometri Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas
penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator. Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkandiagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiridari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asmayang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya 12
kelainan.
Tabel 4. Diagnosis Asma
8. Diagnosis Banding
Bronkitis kronik Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dantimbul pada malam hari disebut Paroxysmal nocturnal dispnea Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapisesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaanfisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengandisertai darah (haemoptoe). 9. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan danmempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normaltanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
13
Tujuan penatalaksanaan asma: • Menghilangkan dan mengendalikan gejala a sma • Mencegah eksaserbasi akut • Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin • Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise • Menghindari efek samping obat • Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)ireversibel • Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, Asma
terkontrol
adalah
kondisi
stabil
disebut sebagai asma
minimal
dalam
terkontrol.
waktu
satu
bulan.Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan 13
medikamentosa:
Pengobatan non-medikamentosa • Penyuluhan • Menghindari faktor pencetus • Pengendali emosi
• Pemakaian oksigen
Pengobatan medikamentosa Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejalaobstruksi
jalan
napas,
terdiri
atas
pengontrol dan pelega. Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol
asma,
diberikan
setiap hari
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : • Kortikosteroid inhalasi • Kortikosteroid sistemik • Sodium kromoglikat • Nedokromil sodium • Metilsantin • Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi • Agonis beta-2 kerja lama, oral • Leukotrien modifiers • Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) • Lain-lain
Glukokortikosteroid inhalasi Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru,
menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi
gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
13
Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingatindeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya
secara
inhalasi.
Digunakan
sebagai
pengontrol
padaasma
persisten
ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.
Metilsantin Teofilin, adalah
bronkodilator
yang juga
mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambatdapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Agonis beta-2 kerja lama Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalahsalmeterol mempunyai waktu
kerja
efek relaksasi otot polos,
lama
(>
12
jam).
dan
formoterol yang
Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai
meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2.
13
Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal sulfurdioksida dan
exercise.
dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen,
Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil). Pelega ( Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengangejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaikiinflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta2 kerja singkat. Antikolinergik Pemberiannya
secara
inhalasi.
Mekanisme
kerjanya
memblok
efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagalintrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapatdiberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedsidemonitoring). Cara pemberian pengobatan
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian
pengobatan langsung
ke
jalan
napas (inhalasi) adalah: • lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalannapas • efek sistemik minimal atau dihindarkan • beberapa
obat
hanya
dapat
diberikan
melalui
pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). bila diberikaninhalasi daripada oral.
inhalasi,
karena
tidak terabsorpsi
Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat
13
10. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1.Status asmatikus 2.Atelektasis 3.Hipoksemia 4.Pneumothoraks 5.Emfisema
11. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang. Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angkakematiannya
2%,
14
sedangkan
kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.
14
angka
DAFTAR PUSTAKA 1.Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat PenerbitanDepartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87. 2.Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2.Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300. 3.Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29].Available from :http://emedicine. medscape.com/article/296301-overview#showall 4.Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With SevereAsthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67 –72 5.Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!.Jakarta. 2009 May 4th. Available
from:
http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5 6.Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di BagianParu RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005.Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006. 7.Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1 023/MENKES/SK/XI/2008 TentangPedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.8.Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma.Jurnal Cermin Kedokteran.
2003;
141.
5
–
6.9.Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003.Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27. 10.Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) danImunoglobulin G (Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma diRumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Medan : FakultasKedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002. 11.Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. KapitaSelekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h477 – 82. 12.Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. MajalahKedokteran Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51. 13.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis &Penatalaksanaan di Indonesia. 20 03. h 73-514.Mcfadden ER.
Penyakit Asma.
Dalam
Harrison
Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.
Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit
Dalam.