Materi Pencinta Alam & Ke”MAHESA”an Oleh : Fajrul Iman Ibrahim N.S.A (003/MAHESA/PENDIRI/2007) “Mahesa akhirnya memilih untuk menggunakan kalimat Pencinta Alam dengan harapan bisa memberikan kesejukan dan ketentraman bagi orang yang ada di sekitarnya didalam aktivitasnya sehari-hari sebagaimana yang dimaknakan dalam unsur kata Cinta dan Alam.” Ingatlah hai engkau penjelah alam : 1. Take Take nothi nothing, ng, but pictur pictures es [jang [jangan an ambil ambil sesua sesuatu tu kecual kecuali i gamb gambar] ar] 2. Kill Kill not nothi hing ng, , but but time times s [jan [janga gan n bunu bunuh h sesu sesuat atu u kecu kecual ali i wakt waktu] u] 3. Leave Leave nothin nothing, g, but but foo foot-p t-prin rint t [jan [jangan gan tingg tinggalk alkan an ses sesuat uatu u kecu kecuali ali jejak jejak kaki kaki] ] dan senantiasa ; 1. Perca rcaya kep kepada ada Tu Tuhan han Ya Yang Mah Maha Ku Kuasa 2. Perca Percaya ya kepada kepada kawan kawan [dala [dalam m hal hal ini kawan kawan adalah adalah rekan rekan penggi penggiat at dan peralatan serta perlengkapan, tentu saja juga harus dibarengi bahwa diri kita sendiri juga dapat dipercaya oleh “teman” tersebut dengan menjaga, memelihara dan melindunginya] 3. Perca Percaya ya kep kepada ada diri diri sen sendir diri, i, yait yaitu u perca percaya ya bah bahwa wa kit kita a mampu mampu melaku melakukan kan segala segala sesuatunya dengan baik. Sejarah Pencinta Alam Serta Perkembangannya Apabila sejenak kita merunut dari belakang, sebetulnya sejarah manusia tidak jauhjauh amat dari alam. Sejak zaman prasejarah dimana manusia berburu dan mengumpulkan makanan, alam adalah "rumah" mereka. Gunung adalah sandaran kepala, padang rumput adalah tempat mereka membaringkan tubuh, dan gua-gua adalah tempat mereka bersembunyi. Namun sejak manusia menemukan kebudayaan, yang katanya lebih "bermartabat", alam seakan menjadi barang aneh. Manusia mendirikan rumah untuk tempatnya bersembunyi. Manusia menciptakan kasur untuk tempatnya membaringkan tubuh, dan manusia mendirikan gedung bertingkat untuk mengangkat kepalanya. Manusia dan alam akhirnya memiliki sejarahnya sendiri-sendiri. Ketika keduanya bersatu kembali, maka ketika itulah saatnya Sejarah Pecinta Alam dimulai : Pada tahun 1492 sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 m), dikawasan Vercors Massif. Saat itu belum jelas apakah mereka ini tergolong pendaki gunung pertama. Namun beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebing-tebing batu di Pegunungan Alpen adalah para pemburu chamois, sejenis kambing gunung. Barangkali mereka itu pemburu yang mendaki gunung. Tapi inilah pendakian gunung yang tertua pernah dicatat dalam sejarah. Di Indonesia, sejarah pendakian gunung dimulai sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan "Pegunungan sangat tinggi di beberapa tempat tertutup salju" di Papua. Nama orang Eropa ini kemudian digunakan untuk salah satu gunung di gugusan Pegunungan Jaya Wijaya yakni Puncak Cartensz. Pada tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama yang dicapai manusia adalah puncak Mont Blanc (4807 m) di Prancis. Lalu pada tahun 1852 Puncak Everest setinggi 8840 meter ditemukan. Orang Nepal menyebutnya Sagarmatha, atau Chomolungma menurut orang Tibet. Puncak Everest berhasil dicapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu ekspedisi Inggris. Sejak saat itu, pendakian ke atap-atap dunia pun semakin ramai. Di Indonesia sejarah pecinta alam dimulai dari sebuah perkumpulan yaitu "Perkumpulan Pentjinta Alam"(PPA). Berdiri 18 Oktober 1953. PPA merupakan perkumpulan Hobby yang diartikan sebagai suatu kegemaran positif serta suci,
terlepas dari 'sifat maniak'yang semata-mata melepaskan nafsunya dalam corak negatif. Tujuan mereka adalah memperluas serta mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggotanya dan masyarakat umumnya. Sayang perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1960. Awibowo adalah pendiri satu perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air mengusulkan istilah pencinta alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gemar/suka yang mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?." Sejarah pencinta alam kampus pada era tahun 1960-an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu Herman O. Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam. Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor politis selain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi. Dalam tulisannya di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe mengatakan bahwa : “Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik” Para mahasiswa itu, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, membuang energi mudanya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung. Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang beranggotakan para mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup. Sejak itulah pecinta alam pun merambah tak hanya kampus (Kini, hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat universitas maupun fakultas hingga jurusan), melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampungkampung. Seakan-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah
terlepas dari 'sifat maniak'yang semata-mata melepaskan nafsunya dalam corak negatif. Tujuan mereka adalah memperluas serta mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggotanya dan masyarakat umumnya. Sayang perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1960. Awibowo adalah pendiri satu perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air mengusulkan istilah pencinta alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gemar/suka yang mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?." Sejarah pencinta alam kampus pada era tahun 1960-an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu Herman O. Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam. Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor politis selain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi. Dalam tulisannya di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe mengatakan bahwa : “Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik” Para mahasiswa itu, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, membuang energi mudanya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung. Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang beranggotakan para mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup. Sejak itulah pecinta alam pun merambah tak hanya kampus (Kini, hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat universitas maupun fakultas hingga jurusan), melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampungkampung. Seakan-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah
merasa sebagai pecinta alam. Dan organisasi pencinta alam pun merambah MAHESA sejak awal berdirinya. Dimulai dari puncak Gunung Bawakaraeng (2.830 Mdpl) pada tanggal 20 Mei 2007(Disepakati sebagai hari jadi MAHESA), oleh 9 orang pendiri Mahasiswa Ekonomi Program Reguler Sore UNHAS (Bintang Hidayat, Hastomo, Fajrul Iman Ibrahim, Apriansyah, Ahmad Nasarudin, Asriadi, Muh.Hisyam, Suhardiman Sultan, dan Armawan Abdullah) yang disetujui oleh M.Arfan yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua BEM Fakultas Ekonomi Reguler Sore UNHAS(yang di kemudian hari karena bersimpatik ikut bergabung dengan MAHESA dalam Angkatan I), kemudian disusul dengan deklarasi yang diadakan di Puncak Gunung Bulusaraung (1.200 mdpl) pada tanggal 09 September 2007. Dalam perjalanan kali ini ikut serta Arnan Maulana, Seorang Simpatisan (yang kemudian ditetapkan sebagai Simpatisan Pendiri). Pada periode pertama Bintang Hidayat ditetapkan sebagai ketua umum MAHESA. MAPALA, Konsekuensi yang harus dihadapi dari sebuah konsistensi Apa yang diharapkan dengan mengikuti sebuah organisasi bernama MAPALA? Banyak memandang sebelah mata pada organisasi ini dan terkadang mengatakan bahwa kegiatannya hanya bersifat hura-hura yang menghabiskan uang. Suara itu semakin santer terdengar bila ada pemberitaan mengenai kecelakaan yang dialami oleh anggota Mapala pada waktu melakukan kegiatan di alam. Dalam sebuah diskusi (mengutip dalam artikel Kompas, Minggu 29 Maret 1992) kegiatan Mapala dapat dikategorikan sebagai olahraga yang masuk ke dalam kaliber sport beresiko tinggi. Kegiatannya meliputi mendatangi puncak gunung tinggi, turun ke lubang gua di dalam bumi, hanyut berperahu di kederasan jeram sungai deras, keluar masuk daerah pedalaman yang paling dalam dan lainnya. umumnya kegiatan Mapala berkisar di alam terbuka dan menyangkut lingkungan hidup. Jenis aktifitas meliputi pendakian gunung (mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), pengarungan arus liar(rafting), penghijauan dan lain sebagainya. Tak ayal lagi bahwa kegiatan ini beresiko tinggi dan setiap anggotanya harus memahami konsekuensi resiko yang dihadapi dengan bergabung dengan organisasi ini. Resiko yang paling berat adalah cacat fisik permanen dan bahkan kematian. Untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi resiko yang tinggi ini, dibutuhkan kesiapan mental, fisik dan skill yang memadai. Berbagai macam latihan dan pengalaman terjun langsung ke alam dapat meminimalisir resiko yang akan dihadapi. Tapi, diluar semua itu masih ada yang lebih berwenang untuk menentukan hidup dan mati seseorang. MAPALA, Pencinta alam atau Petualang ? Dua nama, pencinta alam dan petualang seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak ada hubungan satu sama lainnya. Dalam KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi dsb. Dengan demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam. Dilain pihak, perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang dijalankan. Seorang pencinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat dengan aktivitas-aktivitas Adventure-nya seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai medianya. Kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam di negeri ini semakin parah
dimanakah pencinta alam? begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam sebagai medianya. Bahkan Tak jarang aktivitas “mereka” berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme. Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka. keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan, dengan demikian banyak diantara para “pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat. MAHESA, Environmental+Intelektualis+Adventurer Akhir-akhir ini di mana degradasi lingkungan dirasa semakin parah, maka peran pencinta alam sangat penting untuk membantu melestarikan lingkungan. Untuk melengkapi perannya sebagai duta lingkungan hidup, MAHESA sebagai organisasi pencinta alam yang Notabene anggotanya adalah seorang Mahasiswa, dituntut pula untuk mengupgrade ilmu dan pengetahuan dan minat serta niat yang tulus untuk selalu belajar, menambah pengetahuannya bukan hanya hal-hal yang menyangkut tentang outdoor skill tetapi juga harus ber-etika dan ber-intelektual. Karena seorang anggota MAHESA notabene juga adalah seorang Mahasiswa(yang berintelek), seorang anggota MAHESA dituntut bukan hanya menguasai skill tentang outdoor activities, tetapi juga haruslah sebagai mahasiswa yang rasionalis, analitik, kritis, universal, dan sistematis. MAHESA sadar dibutuhkan sisi Intelektual untuk menjembatani dan melengkapi sisi environmental dengan sisi adventurer. MAHESA sebagai organisasi intelektual dengan gerakan enviromentalisme bermental adventure yang berjuang keras dalam menjaga keseimbangan alam ini sebagai satu gerakan untuk masa depan akan lebih berarti tindakannya dengan komitment dan loyalitas yang tinggi dari anggotanya. Sebuah harapan untuk mengembalikan keseimbangan alam ini, perbedaan pola fikir dan arah gerak environment dengan adventurer dijembatani oleh sisi intelektualis para anggotanya yang merupakan spesialisasi dan menjadi ciri dari MAHESA yang memahami pentingnya menjaga, memelihara, melindung serta melestarikan alam Tanah Air tercinta ini dan melakukannya secara aman dan tertib.. bukanlah suatu kemustahilan ketiga sisi tersebut bersatu untuk masa depan lingkungan hidup Indonesia sehingga terciptanya lingkungan hidup yang seimbang, stabil dan bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa depan.
MOUNTAINEERING I. PENDAHULUAN Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum. Namun demikian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu : 1. Berjalan (Hill Walking) Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested) 2. Memanjat (Rock Climbing) Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan. 3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing) Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik pendakian tebing gunung salju. Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup : Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan, teknikteknik Rock Climbing dan lain-lain.
II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG 1. Pengenalan Medan Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita. 2. Persiapan Fisik Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan
kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya. 3. Persiapan Tim Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian. 4. Perbekalan dan Peralatan Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain. III. BAHAYA DI GUNUNG Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian. 1. Faktor Internal Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental. 2. Faktor Eksternal Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain. Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasanketerbatasan pada diri kita sendiri. IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu : 1. Persiapan Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah : • Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian. • Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya. 2. Pelaksanaan Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : - Kelompok pelopor
- Kelompok inti - Kelompok penyapu Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi). Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini. Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal. 3. Evaluasi Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat). V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang. Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat. 1. Konsekuensi Penurunan Suhu Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal (mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah. 3. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare. Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok
pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat. Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala : • Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing • Sukar atau tidak dapat tidur • Kehilangan control emosi atau lekas marah • Bernafas agak berat/susah • Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental. • Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut. • Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari kedua. Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali. 4. Program Aerobik Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi. Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke selsel yang membutuhkan lebih terjamin. Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya. VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER 1. Orientasi Medan A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta • Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta. • Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai : 1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
sungai adalah kedudukan kita. 2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita. 3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki. B. Menggunakan kompas Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa. C. Peta dalam perjalanan Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan. Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula. Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alatalat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh. 2. Membaca Keadaan Alam A. Keadaan udara • Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk. • Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya. • Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk. B. Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti : - Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk - Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan - Sandi dari rumput/semak yang diikat Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang. 3. Tingkatan Pendakian gunung Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan
rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya. Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus. Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu. Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman. Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan. Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan. Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan. MANAJEMEN PERJALANAN & PERALATAN Perencanan perjalanan Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan datadata kita dapat memperoleh dari literatur- literatur yang berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita daki. Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat, dan sebagainya. Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan : ■ Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi medan. ■ Mempelajari medan yang akan ditempuh. ■ Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin. ■ Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian. ■ Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa. Perlengkapan dasar perjalanan ■ Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, jas hujan, dll. ■ Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll. ■ Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll. ■ Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper / tissu, dll. ■ Ransel / carrier. Perlengkapan pembantu ■ Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
■ ■ ■
Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, pensil dll. Alat komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada] Jam tangan.
Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel. • Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya. • Masukkan dalam kantong plastik. • Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis : Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam. • Barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin dengan tubuh dan mudah diambil. • Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin dengan badan / punggung. • Buat Checklist barang barang tersebut Pedoman Perjalanan Alam Terbuka Untuk merencanakan suatu perjalanan ke alam bebas harus ada persiapan dan penyusunan secara matang. Ada rumusan yang umum digunakan yaitu 4W & 1 H, yang kepanjangannya adalah Where, Who, Why, When dan How. Berikut ini aplikasi dari rumusan tersebut: • Where (Dimana), untuk melakukan suatu kegiatan alam kita harus mengetahui dimana yang akan kita digunakan, misalnya: Tangkiling-Bukit Batu-Palangkaraya. • Who (Siapa), apakah anda akan melakukan kegiatan alam tersebut sendiri atau dengan berkelompok. contoh: satu kelompok (25 personil) terdiri dari 5 orang anggota penuh (panitia) dan 20 orang siswa DIKLAT (peserta) • Why (Mengapa), ini adalah pertanyaan yang cukup panjang jawabannya dan bisa bermacam-macam contoh : Untuk melakukan DIKLATSAR. • When (Kapan) waktu pelaksanaan kegiatan tersebut, berapa lama ? contoh : 23 Februari 2005 sampai dengan 25 Februari 2005 Dari pertanyaan-pertanyaan 4 W, maka didapat suatu gambaran sebagai berikut: pada tanggal 23-25 Februari 2007 akan diadakan DIKLAT, yang akan dilaksanakan oleh 5 panitia dan diikuti 20 orang siswa DIKLAT. Tempat yang digunakan untuk DIKLAT tersebut yaitu di Lompobattang-Bawakaraeng. Untuk How [Bagaimana] merupakan suatu pembahasan yang lebih komprehensif dari jawaban pertanyaan diatas ulasannya adalah sebagai berikut : • Bagaimana kondisi lokasi • Bagaimana cuaca disana • Bagaimana perizinannya • Bagaimana mendapatkan air • Bagaimana pengaturan tugas panitia • Bagaimana acara akan berlangsung • Bagaimana materi yang disampaikan • dan masih banyak “bagaimana ?” lagi (silahkan anda mengembangkannya lagi) Dari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul itulah kita dapat menyusun rencana gegiatan yang didalamnya mencakup rincian : 1. Pemilihan medan, dengan memperhitungkan lokasi basecamp, pembagian waktu dan sebagainya. 2. Pengurusan perizinan 3. Pembagian tugas panitia 4. Persiapan kebutuhan acara 5. Kebutuhan peralatan dan perlengkapan 6. dan lain sebagainya. Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan perbekalan yang tepat. Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah : 1. Mengenal jenis medan yang akan dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)
2. 3. 4. 5.
Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan, latihan, penelitian, SAR, dll) Mengetahui lamanya perjalanan (misalnya 3 hari, seminggu, sebulan, dsb) Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban Memperhatikan hal-hal khusus (misalnya : obat-obatan tertentu)
Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi beratnya tidak melebihi sepertiga berat badan (sekitar 15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai kemampuan mengangkat beban sampai 30 kg. Dari kegiatan penjelajahan, ada beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan medannya, yaitu : 1. Perjalanan pendakian gunung 2. Perjalanan menempuh rimba 3. Perjalanan penyusuran sungai, pantai dan rawa 4. Perjalanan penelusuran gua 5. Perjalanan pelayaran Untuk perjalanan ilmiah dan kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan berdasarkan jenis medan yang dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita dapat mengelompokkan perlengkapannya sebagai berikut : 1. Perlengkapan dasar, meliputi : o Perlengkapan dalam perjalanan / pergerakkan o Perlengkapan untuk istirahat o Perlengkapan makan dan minum o Perlengkapan mandi o Perlengkapan pribadi 2. Perlengkapan khusus, disesuaikan dengan perjalananan, misalnya o Perlengkapan penelitian (kamera, buku, dll) o Perlengkapan penyusuran sungai (perahu, dayung, pelampung, dll) o Perlengkapan pendakian tebing batu (carabineer, tali, chock, dll) o Perlengkapan penelusuran gua (helm, headlamp/senter, harness, sepatu karet, dll) 3. Perlengkapan tambahan Perlengkapan ini dapat dibawa atau tergantung evaluasi yang dilakukan (misalnya : semir, kelambu, gaiter, dll). Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam suatu perjalanan, maka sebelum memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan check-list terlebih dahulu. Perlengkapan dikelompokkan menurut jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak. Apabila perjalanan kita lakukan dengan berkelompok, maka check-list nya untuk perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan besar dan memerlukan waktu yang lama, kita perlu menentukan perlengkapan dan perbekalan mana saja yang dibawa dari rumah atau titik keberangktan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang bisa dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita. Yang tidak kalah pentingnya adalah anda akan mendapatkan point-point bagi kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Packing Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan dahulu peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking barang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan.
Prinsip dasar yang mutlak dalam mempacking adalah : 1. Pada saat back-pack dipakai beban terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa beban harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya pendakian] kedua kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika salah mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack anda menekan pinggul belakang. Ingat : Letakkan barang yang berat pada bagian teratas dan terdekat dengan punggung. 2. Membagi berat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri pundak Tujuannya adalah agar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan anda menjaga keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang membutuhkan keseimbangan seperti : meniti jembatan dari sebatang pohon, berjalan dibibir jurang, dan keadaan lainnya. Pertimbangan lainnya adalah sebagai berikut : • Kelompokkan barang sesuai kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung untuk mempermudah pengorganisasiannya. Misal : alat mandi ditaruh dalam satu kantung plastik. • Maksimalkan tempat yang ada, misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan dibiarkan kosong bagian dalamnya saat dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan makanan kedalamnya, misal : beras dan telur. • Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping carrier. • Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang diluar carrier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan berantakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier. Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu angka yang relatif, patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda , tetapi ini kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah dengan tidak memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan barang yang akan dibawa dengan selalu memilih barang/alat yang berfungsi ganda dengan bobot yang ringan dan hanya membawa barang yang benar-benar perlu. Memilih dan Menempatkan Barang Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki atau kegiatan alam bebas selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa, contoh : Alumunium foil, bisa untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di carrier. Matras ; Sebisa mungkin matras disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan pendaki yang lebih senang mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor. Kantung Plastik ; Selalu siapkan kantung plastik didalam carreir anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun, baju basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb. Menyimpan Pakaian ; Jika anda meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus pakaian anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar pakaian tidak basah dan lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak
dicampur dengan pakaian bersih. Menyimpan Makanan ; Pada gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan makanan dibungkus dengan plastik dan ditutup rapat kemudian dimasukkan kedalam keril, karena monyet-monyet didekat puncak / base camp terakhir suka membongkar isi tenda untuk mencari makanan.
Menyimpan Korek Api Batangan ; Simpan korek api batangan anda didalam bekas tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering. Packing Barang / Menyusun Barang Di Carrier ; Selalu simpan barang yang paling berat diposisi atas, gunanya agar pada saat carrier digunakan, beban terberat berada dipundak anda dan bukan di pinggang anda hingga memudahkan kaki melangkah. Perlengkapan Pribadi Alam Bebas Outdoor activity atau kegiatan alam bebas merupakan kegiatan yang penuh resiko dan memerlukan perhitungan yang cermat. Jika salah-salah maka bukan mustahil musibah akan mengancam setiap saat. Sebagai contoh, sebuah referensi pernah mencatat bahwa salah satu kegiatan alam bebas yaitu rock climbing [panjat tebing] merupakan jenis olahraga yang resiko kematiannya merupakan peringkat ke-2 setelah olahraga balap mobil formula-1. Tentu saja resiko tersebut terjadi apabila safety-procedure tidak menjadi perhatian yang serius, tetapi apabila safety-procedure diperhatikan dan sering berlatih, maka resiko tersebut dapat ditekan sampai titik paling aman. Perjalanan alam bebas pasti akan bersentuhan dengan cuaca, situasi medan dan waktu yang kadang tidak bersahabat, baik malam atau siang hari, oleh karena itu perlu dipersiapkan perlengkapan yang memadai. Salah satu “perisai diri” ketika melakukan aktivitas alam bebas adalah perlengkapan diri pribadi. Berikut digambarkan beberapa perlengkapan pribadi standard. 1. Tutup kepala/topi Untuk melindungi diri dari cuaca panas atau dingin perlu penutup kepala. Dalam keadaan panas atau hujan, maka tutup kepala yang baik adalah yang juga dapat melindungi kepala dan wajah sekaligus. Untuk ini pilihan terbaik adalah topi rimba atau topi yang punya pelindung keliling. Topi pet atau topi softball tidak direkomendasikan. Pada cuaca dingin malam hari atau di daerah tinggi, maka penutup kepala yang baik adlah yang dapat memberikan rasa hangat. Pilihannya adalah balaklava atau biasa disebut kupluk. 2. Syal-slayer Slayer atau syal bukan hanya digunakan sebagai identitas organisasi, tetapi sebetulnya mempunyai fungsi lainnya. Syal/slayer dapat digunakan untuk menghangatkan leher ketika cuaca dingin, dapat juga digunakan sebagai saringan air ketika survival. Syal/slayer juga sangat berguna ketika dalam keadaan darurat, baik digunakan untuk perban darurat atau sebagai alat peraga darurat. Oleh karenanya disarankan menggunakan syal/slayer yang berwarna mecolok dan terbuat dari bahan yang kuat serta dapat menyerap air namun cepat kering.
3. Baju Kebutuhan ini multak, tidak bisa beraktivitas tanpa baju [bayangkan kalau tanpa ini, maka kulit akan terbakar matahari]. Baju yang baik adalah dari bahan yang dapat menyerap keringat, tidak disarankan menggunakan baju dari bahan nilon karena panas dan tidak dapat meyerap keringat. Baju dengan bahan demikian biasanya adalah planel atau paling tidak kaos dari bahan katun. Pilihan warna untuk aktivitas lapangan seperti halnya juga slayer/syal adalah yang mencolok agar bisa terjadi keadaan darurat [misalnya hilang] dapat dengan mudah diidentifikasi dan dikenali. Dalam beraktivitas di alam bebas jangan pernah melupakan baju salin/ganti, hal ini karena aktivitas lapangan akan sangat banyak mengeluarkan energi yang membuat badan kita berkeringat. Bawalah baju salain 2 atau 3 buah. 4. Celana Celana lapang yang baik adalah yang memnuhi syarat ringan, mudah kering dan dapat menyerap keringat. Pemakaian bahan jeans sangat tidak direkomendasikan karena berat dan susah kering dan membuat lecet. Celana yang baik adalah kain dengan tenunan ripstop [bila berlubang kecil tidak merembet atau robek memanjang]. Bila aktivitas dilakukan di daerah pantai atau perairan juga baik bila menggunakan bahan dari parasut tipis. Selain celana panjang, jangan lupa bahwa under-wear juga penting. jangan lupa juga untuk menyediakan serep ganti. 5. Jaket Salah satu perlengkapan penting dalam alam bebas adalah jaket. Jaket digunakan untuk melindungi diri dari dingin bahkan sengatan matahari atau hujan. Jaket yang baik adalah model larva, yaitu jaket yang panjang sampai ke pangkal paha. Jaket ini juga biasanya dilengkapi dengan penutup kepala [kupluk]. Akan sangat baik bila jaket yang memiliki dua lapisan (double-layer). Lapisan dalam biasanya berbahan penghangat dan menyeyerap keringat seperti wool atau polartex, sedang lapisan luar berfungsi menahan air dan dingin. Kini teknologi tekstil sudah mampu memproduksi Gore-Tex bahan jaket yang nyaman dipakai saat mendaki bahan ini memungkinkan kulit tetap bernafas, tidak gerah mengeluarkan keringat mampu menahan angin (wind breaking) dan resapan air hujan (water proff) sayang, bahan ini masih mahal. Yang paling baik jaket terbuat dari bulu angsa-biasanya digunakan untuk kegiatan pendakian gunung es]. 6. Slepping bag Istirahat adalah kebutuhan pegiat alam bebas setelah aktivitas yang melelahkan seharian. Tempat istirahat yang ideal adalah dengan menggunakan slepping bag [kantong tidur]. Slepping bag yang baik juga biasanya terbuat dari dua sisi, yaitu yang dingin, licin dan tahan air satu sisi, dan yang hangat dan tebal disisi lain. Penggunaannya sesuai dengan cuaca saat istirahat. 7. Sepatu Sepatu yang baik yaitu yang melindungi tapak kaki sampai mata kaki, kulit tebal tidak mudah sobek bila kena duri. keras bagian depannya, untuk melindungi ujung jari kaki apabila terbentur batu. bentuk sol bawahnya dapat menggigit ke segala arah dan cukup kaku, ada lubang ventilasi bersekat halus. Gunakan sepatu yang dapat dikencangkan dan dieratkan pemakaiannya [menggunakan ban atau tali. Dilapangan sepatu tidak boleh longgar karena akan menyebabkan pergesekan kaki dengan sepatu yang berakibat lecet. Penggunaan sepatu juga harus dibarengi dengan kaos kaki. Untuk ini juga sebaiknya disediakan kaos kaki serep bila suatu saat basah. 8. Carrier Carrier bag atau ransel sebaiknya gunakan yang tidak terlalu besar tetapi juga
tidak terlampau kecil, artinya mampu menampung perlengkapan dan peralatan yang dibawa. Sebaiknya jangan menggunakan carrier yang mempunyai banyak kantong dibagian luar karena dalam keadaan tertentu ini akan menghambat pergerakan. Gunakan carrier yang ramping walaupun agak tinggi, ini lebih baik daripada yang gemuk tetapi rendah. Sebelum berangkat harus diperhatikan jahitan-jahitannya, karena kerusakan pada jahitan terutama sabuk sandang akan berakibat sangat fatal. 9. Alat masak, makan dan mandi Perlengkapan sangat penting lainnya adalah alat masak, makan dan mandi. Bagimanapun juga dalam kondisi lapangan kita sangat perlu untuk menghemat aktu dan bahan masalak. Gunakan alat dari alumunium karena cepat panas, untuk ini nesting menjadi pilihan yang sangat baik, disamping dia ringkas dan serba guna. Juga perlu dipersiapkan alat bantu makan lainnya (sendok, piring, dll) dan pastikan bahan bakar untuk memasak / membuat api seperti lilin, spirtus, parafin, dll. Jangan lupa juga siapkan phiples minum sebagai bekal perjalanan [saat ini banyak tersedia model dan jenis phipless]. Perlengkapan mandi juga sangat penting karena tidak jarang perjalanan dilakukan berhari-hari dengan tubuh penuh keringat. Bawalah alat mandi seperti sabun yang berkemasan tube agar mudah disimpan dan tidak perlu membuang sampah bungkusan disembarang tempat. 10. Obat-obatan dan Survival Kits Perlengkapan pribadi lainnya yang sangat penting adalah obat-obatan, apalagi kalau pegiat mempunyai penyakit khusus tertentu seperti asma. Disamping obat-obatan juga setidaknya mempunyai kelengkapan survival kits. Perencanaan Perbekalan Dalam perencanaan perjalanan, perencanaan perbekalan merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Beberapa hal yang perlu diperhatikan : Lamanya perjalanan yang akan dilakukan Aktifitas apa saja yang akan dilakukan Keadaaan medan yang akan dihadapi (terjal, sering hujan, dsb) Sehubungan dengan keadaan diatas, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam merencanakan perjalanan: a. Cukup mengandung kalori dan mempunyai komposisi gizi yang memadai. b. Terlindung dari kerusakan, tahan lama, dan mudah menanganinya. c. Sebaiknya makanan yang siap saji atau tidak perlu dimasak terlalu lama, irit air dan bahan bakar. d. Ringan, mudah didapat e. Murah Untuk dapat merencanakan komposisi bahan makanan agar sesuai dengan syarat-syarat diatas, kita dapat mengkajinya dengan langkah-langkah berikut : Dengan informasi yang cukup lengkap, perkirakan kondisi medan, aktifitas tubuh yang perlukan, dan lamanya waktu. Perhitungkan jumlah kalori yang diperlukan. Susun daftar makanan yang memenuhi syarat diatas, kemudian kelompokan menurut komposisi dominan. Hidrat arang, ptotein, lemak, hitung masing-masing kalori totalnya (setelah siap dimakan). Perhitungan untuk vitamin dan mineral dapat dilakukan terakhir, dan apabila ada kekurangan dapat ditambah tablet vitamin dan mineral secukupnya. Catatan : Kandungan kalori : - hidrat arang 4 kal/gr - lemak 9 kal/gr - protein 4 kal/gr
Kalori paling cepat didapat dari : 1. Hidrat arang 2. lemak 3. protein Kebutuhan kalori per 100 pounds berat badan (sekitar 45 kg) 1 Metabolisme basal 1100 kalori 2 Aktifitas tubuh : Jalan Kaki 2 mil/jam 45 kal/jam 3 mil/jam 90 kal/jam 4 mil/jam 160 kal/jam Memotong kayu/tebas 260 kal/jam Makan 20 kal/jam Duduk (diam) 20 kal/jam Bongkar pasang ransel, buat camp 50 kal/jam Menggigil 220 kal/jam 3 Aktifitas dinamis khusus = 6 - 8 % dari 1 dan 2 4 Total kalori yang dibutuhkan = 1 + 2 + 3 Jenis Bahan Makanan dan Macam Makanan Sumber kalori dari hidrat arang tiap 100 gram Beras giling 360 kal Nasi 178 kal Havermout 390 kal Kentang 90 kal Singkong 140 kal Macaroni 363 kal Maizena 343 kal Roti 248 kal Tape singkong 173 kal Gaplek 363 kal Biskuit 458 kal Sagu 353 kal Terigu 365 kal Ubi 123 kal Gula pasir 364 kal Gula aren 368 kal Madu 294 kal Coklat pahit 504 kal Coklat manis 472 kal Coklat susu 381 kal Sumber Protein (tiap 100 gram) Tempe 119 kla Kacang tanah rebus dengan kulit 360 kal Telur ayam 162 kal Telur bebek 189 kal Sumber protein dan lemak (tiap 100 gram) Corned 241 kal Daging asap 191 kal Dendeng 433 kal Sardens 338 kal Menu makanan satu hari : Mie 1.5 gelas 335 kal
Susu kental manis ½ gelas 336 kal Dodol ½ ons 200 kal Coklat 1 ons 472 kal Nasi 2 ons 360 kal Roti 1 ons 248 kal Biscuit 1 ons 458 kal Corned ½ ons 120 kal Dendeng 1 ons 433 kal TOTAL 2962 kal
“Bila engkau tidak dapat menjadi beringin yang tegak diatas puncak bukit, maka jadilah saja rumput, tetapi rumput yang tumbuh memperkuat tanggul. Bila engkau tidak bisa menjadi jalan besar, maka jadilah saja jalan setapak, tetapi jalan setapak yang menuju ke mata air. Tidak semuanya dapat menjadi nahkoda, tentu harus ada kelasi. Sebaik-baiknya engkau adalah menjadi dirimu sendiri.” Perjalanan ke alam terbuka pasti mengandung resiko. Tiap perjalanan memiliki tingkat resiko dan bahaya yang bervariasi.bahaya dan resiko tersebut dapat jauh diminimalisir dengan berbagai persiapan. Persiapan umum yang harus dimiliki seorang pendaki sebelum mulai naik gunung antara lain: 1. Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendakian, peta, altimeter [Alat pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu, seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi. 2. Pastikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang secara rutin sebelum mendaki. 3. Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco, pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan, sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya, tenda, kantung tidur, matras. 4. Hitunglah lama perjalanan untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa banyak harus membawa beras, bahan bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas. Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan. 5. Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, perban, dan obat-obat khusus bagi penderita penyakit tertentu. 6. Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang kini telah tersebar di sekolah menengah atau universitas-universitas. 7. Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan ragu untuk kembali pulang. Memang, mendaki gunung memiliki unsur petualangan. Petualangan adalah sebagai satu bentuk pikiran yang mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai hasil perjalanan dan selalu berakhir dengan perasaan puas karena suksesnya perjalanan tersebut. Perasaan yang muncul saat bertualang adalah rasa takut menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa takut maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula tantangan. Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena Zuckerma menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tinggi. Para sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu sendiri. Pengalamanpengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan tersebut membentuk selfesteem [kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang dirinya, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung. Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem mereka? Selanjutnya, sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan. Persiapan mendaki gunung Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan. • Kesiapan mental. Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya. • Kesiapan fisik. Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching /perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya]. Jogging (lari pelanpelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan kita, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja situp, push-up dan pull-up Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya melebihi porsi sebelumnya. • Kesiapan administrasi. Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju. • Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC [emergency medical care] praktis. Mengenal Jenis Gunung dan Grade Pendakian Pada garis besar gunung terbagi menjadi 2, yaitu gunung berapi/aktif dan tidak aktif. Berdasar bentuknya dibagi menjadi : 1. Gunung berapi perisai (Gunung berapi lava) == seperti perisai 2. Gunung berapi strato 3. Gunung berapi maar == Gunung berapi yang meletus sekali dan segala aktivitas vulkanisme terhenti, yang tinggal hanya kawahnya saja. Macam dan tingkat pendakian gunung macam pendakian, yaitu pendakian gunung bersalju (es) dan gunung batu. Keduanya mambutuhkan persiapan dan perlengkapan yang matang. Menurut Club "Mountaineers", Seatle Washington, dasar pembagian tingkat pendakian ada dua cara. 1. Berdasar penggunaan alat teknis yang dipakai ( class) • class 1 ; lintas alam tanpa bantuan tangan • class 2 ; dibutuhkan bantuan tangan • class 3 ; pendakian yang mudah memerlukan kaki dan tangan dalam mendaki, tali mungkin dibutuhkan oleh pemula • class 4 ; pendakian memerlukan tali pengaman • class 5 ; dibutuhkan tali dan pengaman peralatan lain seperti : piton, runner, chocks dll • class 6 ; mandaki dengan tali dengan peralatan bantuan sepenuhnya berpijak
diatas paku tebing, memenjat rantai sling atau mengunakan stirupss Pendakian claass 4 masuk dalam katagori scrembling [Mendaki dengan cara mempergunakan badan sebagai keseimbangan serta tangan untuk berpegangan dengan medan yang miring sampai 45 derajat] dan class 5 - 6 sudah dapat dikatagorikan sebagai climbing [panjat]. Dimana class 5 merupakan free-climbing [Pemanjatan dengan tanpa menggunakan alat tehnis untuk menambah ketinggian, alat hanya sebagai pengaman saja ] dan class 6 adalah artificial climbing [Pemanjatan dengan menggunakan alat tehnis sebagai pembantu menambah ketinggian, misalnya dipijak atau disentak dan dipegang ]. Apa bila dilakukan di gunung batu / cadas disebut rock climbing dan bila dilakukan di gunung es disebut dengan snow and ice climbing . 2. Berdasar lama waktu akibat sukarnya pendakian dalam medan pendakian (grade) • grade I, bagian yang sukar dapat ditempuh dalam beberapa jam • grade II, bagian yang sukar ditempuh dalam setengah hari • grade III, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh • grade IV, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh dan memerlukan bantuan lereng-lereng sempit untuk bisa naik • grade V, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 1,5-2,5 hari • grade VI, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 2 hari atau lebih dan dengan banyak sekali kesulitan 3. Berdasarkan tingkat keamanan pemanjat dari kemampuan alat yang digunakan • A1 ;aman sekali, peralatan yang dipasang dan digunakan dapat diandalkan untuk menjaga keselamatan pendaki • A2 ;aman, jikapun terjadi masalah, alat masih dapat diandalkan untuk mencegah akibat yang lebih fatal [misalnya jatuh tidak sampai kedasar] • A3 ;penggunan alat pengaman cukup aman tetapi tidak dapat diandalkan untuk menjaga resiko jatuh, kecuali dengan pemasangan yang sangat teliti dan fall-faktor yang tidak terlalu berbeban tinggi. Bila fall faktor tinggi, maka alat-alat akan copot dan pendaki bisa menerima akibat fatal • A4 ;pengaman yang digunakan tidak dapat diharapkan untuk dapat menahan beban jatuh, cenderung hanya sebagai pengaman psykologis untuk menguatkan mental pendaki 4. Berdasarkan tingkat kesulitan [difficult] medan pendakian Tingkatan pedakian dengan dasar perhitungan ini bisa disebut juga dengan Yossemite Decimal System [YDS]. Pang-katagorian berasal dari USA dan saat ini banyak di gunakan untuk menentukan grade kesulitan panjat tebing. Oleh karena itu YDS dimulai dengan grade 5 dan seterusnya. Pengkatagorian demikian biasanya digunakan untuk jenis pendakian free-climbing atau free-soloing [Memanjat sendiri tanpa alat bantu dan pengaman apapun, biasanya pada jalur pendek] Anehnya YDS sendiri menyalahi kaidah matematis penghitungan decimal, dimana misalnya suatu jalur mempunyai ketinggian 5,9 [lima point sembilan] lalu grade selanjutnya menjadi 5.10 [lima point sepuluh]. Peng-angka-an ini menjadi “aneh” akibat grade 5.9 lebih rendah dibanding dengan 5.10, padahal dalam matematika sebaliknya. YDS sendiri diawali dengan grade 5.8 atau 5.9, selanjutnya 5.10, 5.11, 5.12, 5.13 dan 5.14. Sampai saat ini tidak ada grade melebihi 5.14. Perkembangan keanehan peng-angka-an decimal ini menurut beberapa diskusi pegiatan pendakian dan panjat tebing akibat keselahan memprediksikan kemampuan pendakian pada saat system YDS dipublikasikan. Dimana pada saat itu diperkirakan kemampuan pendakian / panjat hanya sampai grade 5.9. Padahal dalam kemudian berkembangan kemampuan pendakian / pemanjatan yang lebih mutakhir dan luar bisa. Bahkan saking sulitnya menentukan dengan hanya angka-angka decimal yang terbatas,
seiring dengan banyaknya jalur pendakian/pemanjatan yang dibuat oleh kalangan pemanjat, maka grade decimalpun ditambahkan dibelangkannya dengan alfhabet. Contoh; 5.12a, 5.13 d atau 5.14 c Memang sampai saat sekarang barangkali hanya ada beberapa jalur yang dibuat manusia dengan grade 5.14, itupun terbatas pada jalur-jalur pendek. Secara umum grading dengan YDS dapat dijelaskan sebagai berikut : • 5.8 ; jalur yang ditempuh mudah, grip [pegangan] sangat bisa digunakan oleh bagian tubuh yang ada untuk menambah ketinggian • 5.9 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari • 5.10 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari, hanya saja perlu keseimbangan [balance] yang baik • 5.11 ; dapat bertahan pada 2 atau 3 grip dengan satu diantaranya sangat minim dan perlu keseimbangan. Jalur hang hampir bisa dipastikan memiliki grade demikian. • 5.12 ; terdapat 2 dari 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian. Dengan kondisi grip yang kecil di satu bagiannya atau paling tidak sama • 5.13 ; hanya 1 dari diantara 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian, itupun dengan grip yang sangat minim. • 5.14 ; “mulus seperti kaca”, tidak mungkin terpikirkan untuk dapat dibuat jalur pendakian/pemanjatan Makanan (logistik) Makanan yang dibawa seharusnya dapat memenuhi kebutuhan energi pendaki, selama pendakian seserorang membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram protein, kalori dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada baiknya hanya memakan nasi satu kali sehari di kala malam (saat berkemah) alasayanya beras realtif berat dan memerluakan waktu yang lama untu memasak serta menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi beras dapat diganti dengan roti, biskuit, coklat, dan hevermit. Hal yang perlu diperjatikan hindari mengkonsumsi makanan yang harus dimasak lebih dahulu selama mendaki, karena hal ini hanya akan merepotkan dan menghabiskan waktu perjalanan. Pilihlah makanan praktis seperti coklat, roti, agar-agar, buah-buahan, dapat juga dibuat mixfood yang terdiri atas kacang, coklat, biskuit dan kismis. Umumnya makanan yang paling praktis dibawa adalah makanan instan yang memiliki kemasan, buanglah kemasan karton sebelum dimasukan dalam ransel dengan demikian berat ransel dapat berkurang dan makanan yang dibawapun tidak banyak memakan tempat didalam ransel. Peralatan lain Selain peralatan dan sejumlah perlengkapan, jangan lupa membawa perlengkapan kecil yang terdanag dirasa sepele, namun amat penting. Perlengkapan itu berupa obatobatan seperti pelester, obat merah, tisu basah dan kering, senter, benang, jarum jahit, jam dan alat tulis. Peralatan itu terkandang dibutuhkan dalam keadaan darurat atau menjaga tubuh tetap bersih. Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah jangan lupa membawa tas / kantong plastik, tas plastik tersebut dibutuhkan untuk menaruh barang-barang yang kotor dan basah sebelum dicuci dan tas plastik juga berfungsi untuk membawa kembali sampah-sampah pendakian, sampah-sampah sisa makanan atau berkemah, janganlah dibuang begitu saja di alam terbuka. Selain megotori, membuang sampah dapat menyulitkan usaha pencarian dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau mengalami kecelakaan, kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan
petunjuk dari barang-barang yang tercecer. Jenis-Jenis Pendakian / Perjalanan Olah raga mendaki gunung sebenarnya mempunyai tingkat dan kualifikasinya. Seperti yang sering kita kenal dengan istilah mountaineering atau istilah serupa lainnya. Menurut bentuk dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi sebagai berikut : 1. Hill Walking / Feel Walking • Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Tidak membutuhkan peralatan teknis pendakian. Perjalanan ini dapat memakan waktu sampai beberapa hari. Contohnya perjalanan ke Gunung Gede atau Ceremai. 2. Scarmbling • Pendakian setahap demi setahap pada suatu permukaan yang tidak begitu terjal. Tangan kadang-kadang dipergunakan hanya untuk keseimbangan. Contohnya : pendakian di sekitar puncak Gunung Gede Jalur Cibodas. 3. Climbing • Dikenal sebagai suatu perjalanan pendek, yang umumnya tidak memakan waktu lebih dari 1 hari,hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis. Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik mendaki dan penguasaan pemakaian peralatan. Bentuk climbing ada 2 macam : a. Rock Climbing - pendakian pada tebing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang umumnya ada di daerah tropis. b. Snow and Ice Climbing - Pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini, peralatan-peralatan khusus sangat diperlukan, seperti ice axe, ice screw, crampton, dll. PENGETAHUAN DASAR SURVIVAL Survival berasal dari kata survive yang berarti mampu mempertahankan diri dari keadaan tertentu. Dalam hal ini mampu mempertahankan diri dari keadaan yang buruk dan kritis. Sedangkan Survivor adalah orang yang sedang mempertahankan diri dari keadaan yang buruk. Survival adalah keadaan dimana diperlukan perjuangan untuk bertahan hidup. Survival merupakan kehidupan dengan waktu mendesak untuk melakukan improvisasi yang memungkinkan. Kuncinya adalah menggunakan otak untuk improvisasi. Statistik membuktikan hampir semua situasi survival mempunyai batasan waktu yang singkat hanya 3 hari atau 72 jam bagi orang hilang, dan yang mampu bertahan cukup lama tercatat sangat sedikit sekitar 5 persen itupun karena pengetahuan dan pengalamannya. Dalam situasi survival janganlah tergesa-gesa menentukan prioritas survival karena dapat berakibat salah, gagasan kaku yang tidak boleh ditawar-tawar juga akan berakibat fatal. Ketepatan memutuskan dengan didukung pengalaman dan hasil diskusi dapat menguntungkan karena situasi darurat perlu pertimbangan dan sikap tegas dalam mencapai tujuan akhir. Dalam keadaan survival diperlukan pengetahuan terhadap kondisi dan kebutuhan tubuh, bukan mutlak mengerti secara fisik tetapi memahami reaksi atau dampak akibat pengaruh lingkungan. menggunakan pengetahuan dalam usaha mengatur diri saat keadaan darurat adalah kunci dari survival. Pengaturan disini adalah memelihara ketrampilan dan kemampuan untuk mengontrol sumber daya didalam diri dan kemampuan memecahkan persoalan, bila pengaturan keliru, tidak hanya badan terganggu akan tetapi dapat langsung berdampak terhadap kemampuan untuk tetap hidup. Memahami jenis kebutuhan hidup yang menjadi prioritas sangat menguntungkan didalam situasi survival.
Dalam kondisi survival tantangan yang sangat dominan adalah sikap mental atau psikologis untuk mencari kebutuhan tubuh dan untuk memperolehnya dibutuhkan gagasan-gagasan dengan dasar pertimbangan dari pengalaman atau pendidikan yang pernah diikutinya, pengalaman hidup dengan resiko tinggi dan aktivitas menantang terbukti dapat membuat orang belajar untuk berbuat yang lebih baik dan melakukan adaptasi efektif. Berikut adalah contoh susunan prioritas dalam keadaan survival : 1. Tentunya yang paling utama adalah udara. bernafas dilakukan setiap detik untuk bertahan hidup oleh karena itu udara mendapat prioritas utama untuk bertahan hidup. survival tanpa udara umumnya hanya bertahan selama 3 sampai 5 menit. 2. Selanjutnya dibutuhkan perlin- dungan, dari cuaca buruk dan keganasan alam. sejak keberadaannya manusia dibatasi lingkungannya sendiri mulai dari temperatur yang sangat berpengaruh pada tubuh. Untuk itu diperlukan sesuatu yang dapat melindunginya contohnya api yang dapat menghangatkan dan menjaga temperatur tubuh, jika tidak ada rumah, tenda atau gua. Api dapat dimasukkan kedalam prioritas kedua 3. Istirahat, sepele namun dibutuhkan, dengan istirahat jaringan tubuh akan terbebas dari CO2, asam dan pemborosan lain. Istirahat yang dimaksud adalah istirahat fisik dan juga mental sebab stress dapat mengurangi kemampuan untuk bertahan. Dengan demikian istirahat dapat dimasukkan kedalam prioritas ketiga. 4. Air. Kehilangan cairan dan kondisi air yang tidak dapat diminum adalah persoalan didalam survival. Tubuh manusia kira-kira terdiri dari 2/3 jaringan yang mengandung air dan merupakan bagian sistem sirkulasi di dalam organ tubuh. Air dapat menjaga suhu tubuh, memperlancar buang air dan mencerna makanan. Kondisi lingkungan yang exstrem tanpa air dapat mengurangi kemampuan bertahan hidup hingga tiga hari, sehingga air dapat dimasukkan kedalam prioritas keempat. Sangatlah bijaksana apabila pemakaian air dapat dihemat. 5. Tubuh manusia membutuhkan makanan tiga kali sehari. Tetapi sementara banyak manusia di benua lain hanya dapat makan sekali sehari atau bahkan tidak makan berhari-hari. Catatan menunjukkan bahwa tanpa makanan survivor dapat bertahan selama 40 sampai 70 hari. Keharusan untuk mendapatkan makanan adalah prioritas terakhir dalam survival. Penghematan energi adalah salah satu cara untuk mengimbangi kekurangan makanan. Sikap dalam Survival Sikap cepat tanggap dalam keadaan darurat sangat diperlukan. Setiap orang harus dapat berbuat yang terbaik dalam memprioritaskan pandangan terhadap lingkungan darurat. Hal ini tidak mudah karena sikap ini perlu latar belakang pengetahuan dan keterampilan. Bila semua prioritas telah diperoleh, tetapi masih kehilangan kemauan untuk hidup atau kemampuan untuk menguasai mental yang disebabkan kondisi fisik, maka akhirnya akan hilang sama sekali. Kondisi yang demikian sangat membahayakan dan bahkan sesuatu yang menguntungkan pun akan dibuangnya. Juga yang perlu diingat janganlah meremehkan sesuatu yang anda lihat. Sikap mental positif sangat diperlukan untuk menganalisa semua yang bertentangan dengan tubuh. Apa saja yang berguna dalam mengha- dapi situasi survival dapat dilihat dalam dua persoalan : 1. Kesiapan mendiskusikan dengan jelas "apakah anda ingin hidup ?", ungkapan yang sederhana. Secara naluriah manusia mempunyai insting untuk menjaga diri. Banyak kegiatan survival yang menunjukkan adanya jalan keluar dari periode fisik ekstrem dan mental stress ke posisi tenang. Sadar atau tidak orang mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kematian. Oleh karena itu setiap orang juga mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kehidupan. 2. Kemampuan untuk memecahkan persoalan, hal ini didapat jika kita mampu mempertahankan kondisi tubuh. sebagai contoh : tubuh manusia bekerja optimum dengan temperatur 37 derajat C. Mengabaikan temperatur lingkungan akan menyebabkan
penyempitan susunan fungsi inti didalam tubuh yang efektivitasnya tinggi yang pada akhirnya akan mengganggu peredaran darah, menurunkan aktivitas sel, dan akhirnya otak cepat kehilangan hubungan dengan realitas, akhirnya bertindak irrasional berbarengan dengan turunnya koordinasi yang akhirnya berakibat fatal. Pengetahuan dan pengalaman tidak ada artinya kalau tubuh hanya bekerja dengan separuh kemampuannya, penghematan sumberdaya seperti energi, panas dan air adalah penting. Mengapa ada Survival ? Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari kesulitan yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain : • Keadaan alam (cuaca dan medan) • Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan) • Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan) • Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat kesalahan-kesalahan kita sendiri. Dalam keadan tersebut ada beberapa faktor yang menetukan seorang Survivor mampu bertahan atau tidak, antara lain : mental, kurang lebih 80% kesiapan kita dalam survival terletak dari kesiapan mental kita. Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari kesulitan yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain : • Keadaan alam (cuaca dan medan) • Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan) • Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan) Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat kesalahan-kesalahan kita sendiri. Definisi Survival Arti survival sendiri terdapat berbagai macam versi, yang akan kita bahas di sini hanyalah menurut versi pencinta alam ; Sadarkan diri dalam keadaan gawat darurat Usahakan untuk tetap tenang dan tabah Rasa takut dan putus asa harus hilangkan Vitalitas mesti ditingkatkan Ingin tetap hidup dan selamat itu tujuannya Variasi alam bisa dimanfaatkan Asal mengerti, berlatih dan tahu caranya Lancar dan selamat Jika anda tersesat atau mengalami musibah, ingat-ingatlah arti survival tersebut, agar dapat membantu anda keluar dari kesulitan. Dan yang perlu ditekankan jika anda tersesat yaitu istilah "STOP" yang artinya : Stop & seating / berhenti dan duduklah Thingking / berpikirlah Observe / amati keadaan sekitar Planning / buat rencana mengenai tindakan yang harus dilakukan Kebutuhan survival Yang harus dipunyai oleh seorang survivor adalah : 1. Sikap mental ; Semangat untuk tetap hidup, Kepercayaan diri, Akal sehat, Disiplin dan rencana matang serta Kemampuan belajar dari pengalaman] 2. Pengetahuan ; Cara membuat bivak, Cara memperoleh air, Cara mendapatkan makanan, Cara membuat api, Pengetahuan orientasi medan, Cara mengatasi gangguan binatang, Cara mencari pertolongan 3. Pengalaman dan latihan ; Latihan mengidentifikasikan tanaman, Latihan membuat trap, dll 4. Peralatan ; Kotak survival, Pisau jungle , dll Langkah yang harus ditempuh bila anda/kelompok anda tersesat : 1. Mengkoordinasi anggota 2. Melakukan pertolongan pertama
3. Melihat kemampuan anggota 4. Mengadakan orientasi medan 5. Mengadakan penjatahan makanan 6. Membuat rencana dan pembagian tugas 7. Berusaha menyambung komunikasi dengan dunia kuar 8. Membuat jejak dan perhatian 9. Mendapatkan pertolongan Bahaya-bahaya dalam Survival Banyak sekali bahaya dalam survival yang akan kita hadapi, antara lain : Ketegangan dan panik Cara Pencegahan : Sering berlatih, Berpikir positif dan optimis dan Persiapan fisik dan mental Matahari / panas • Kelelahan panas • Kejang panas • Sengatan panas • Keadaan yang menambah parahnya keadaan panas : Penyakit akut / kronis, Baru sembuh dari penyakit Demam, Baru memperoleh vaksinasi, Kurang tidur, Kelelahan, Terlalu gemuk, Penyakit kulit yang merata, Pernah mengalami sengatan udara panas, Minum alkohol, Dehidrasi. Pencegahan keadaan panas : • Aklimitasi • Persedian air • Mengurangi aktivitas • Garam dapur • Pakaian : Longgar, Lengan panjang, Celana pendek, Kaos oblong Serangan penyakit Penyakit yang biasa diderita pegiat alam bebas adalah :Demam, Disentri, Typus, Malaria Kemerosotan mental Gejala : Lemah, lesu, kurang dapat berpikir dengan baik, histeris Penyebab : Kejiwaan dan fisik lemah atau keadaan lingkungan mencekam Pencegahan : Usahakan tenang dan tentu saja banyak berlatih Bahaya binatang beracun dan berbisa Keracunan ■ Gejala ; Pusing dan muntah, nyeri dan kejang perut, kadang-kadang mencret, • kejang kejang seluruh badan, bisa pingsan. ■ Penyebab : Makanan dan minuman beracun • ■ Pencegahan : Air garam di minum, Minum air sabun mandi panas, Minum teh • pekat atau di tohok anak tekaknya Keletihan amat sangat Pencegahan : Makan makanan berkalori dan Membatasi kegiatan Bahaya lainnya dalam survival adalah : Kelaparan, Lecet, Kedinginan [untuk penurunan suhu tubuh 30° C bisa menyebabkan kematian] Membuat Bivouck (Shelter) Membuat bivouck atau shelter perlindungan dalam keadaaan darurat sebenarnya bertujuan untuk untuk melindungi diri dari angin, panas, hujan, dingin dan gangguan binatang. Macam –macam bivouck : 1. Shelter asli alam ; Gua [yang bukan tempat persembunyian binatang, tidak ada gas beracun dan tidak mudah longsor]. Ingat ! didalam gua jangan berteriak karena dapat meruntuhkan dinding gua. 2. Shelter buatan dari alam ; daun-daunan yang lebar, ranting kayu, atau
separuhnya alam dan separuhnya butan [misalnya ponco di kombinasi dengan ceruk batu atau pohon tumbang atau ranting kayu] Syarat bivouck : • Hindari daerah aliran air [bila terpaksa, maka gunakan bivouck panggung] • Di atas bivouck / shelter tidak ada dahan pohon mati/rapuh • Bukan sarang nyamuk/serangga • Bahan kuat • Jangan terlalu merusak alam sekitar • Terlindung langsung dari angin Mengatasi Gangguan Binatang Nyamuk ; Obat nyamuk, autan, dll , Bunga kluwih dibakar, Gombal / kain butut [dalam keadaan memaksa, penulis pernah memotong lengan baju kaos sebagai pengganti gombal] dan minyak tanah dibakar kemudian dimatikan sehingga asapnya bisa mengusir nyamuk , Gosokkan sedikit garam pada bekas gigitan nyamuk Laron ; Mengusir laron yang terlalu banyak dengan cabe yang digantungkan Disengat Lebah ; Oleskan air bawang merah pada luka bekas sengatan berkali-kali, Tempelkan tanah basah/liat di atas luka sengatan, Jangan dipijit-pijit, Tempelkan pecahan genting panas di atas luka, Olesi dengan petsin untuk mencegah pembengkakan Gigitan Lintah ; Teteskan air tembakau pada lintahnya, Taburkan garam di atas lintahnya, Teteskan sari jeruk mentah pada lintahnya, Taburkan abu rokok di atas lintahnya, Membuang [mengais] lintah upayakan dengan patahan kayu hidup yang ada kambiumnya. Semut Gatal ; Gosokkan obat gosok pada luka gigitan, Letakkan cabe merah pada jalan semut, Letakkan sobekan daun sirih pada jalan semut Kalajengking dan lipan; Pijatlah daerah sekitar luka sampai racun keluar, Ikatlah tubuh di sebelah pangkal yang digigit, Tempelkan asam yang dilumatkan di atas luka, Taburkan serbuk lada dan minyak goreng pada luka, Taburkan garam di sekeliling bivouck untuk pencegahan Ular dll ; Untuk mencegah dan mengobati secara darurat gigitan dan sengatan binatang berbisa mematikan harus mempelajari Emergency Medical Care [EMC] Membaca Jejak Ada beberapa jenis jejak yang dapat diidentifikasi, yaitu jejak buatan, maksudnya adalah jejak yang dibuat oleh manusia dan jejak alami yaitu tanda jejak sebagai tanda keadaan lingkungan. Jejak alami biasanya menyatakan tentang jenis binatang yang lewat dan ada disekitar, arah gerak binatang, besar kecilnya binatang, cepat lambatnya gerak binatang. Untuk membaca jejak alami [binatang] dapat diketahui dari telapak yang ditinggalkan, kotoran yang tersisa, pohon atau ranting yang patah, lumpur atau tanah yang tercecer di atas rumput. Air Seseorang dalam keadaan normal dan sehat dapat bertahan sekitar 20 – 30 hari tanpa makan, tapi orang tersebut hanya dapat bertahan hidup 3 - 5 hari saja tanpa air. Ada air yang tidak perlu dimurnikan, seperti air hujan langsung. Untuk memperoleh air hujan langsung dalam keadaaan sirvive di alam bebas, maka dapat dengan cara memampung dengan ponco atau daun yang lebar dan alirkan ke tempat penampungan [nesting atau phipless] Air dari tanaman rambat/rotan atau bambu. Cara memperolehnya, yaitu potong setinggi mungkin lalu potong pada bagian dekat tanah, air yang menetes dapat langsung ditampung atau diteteskan ke dalam mulut. Selain rotan, bambu dan tumbuhan rambat, air juga dapat diperoleh pada bunga
(kantung semar) dan lumut. Air yang harus dimurnikan terlebih dahulu antara lain adalah air sungai besar, air sungai tergenang, air yang didapatkan dengan menggali pasir di pantai (+ 5 meter dari batas pasang surut). Untuk mendaptkan air di daerah sungai yang kering, caranya dengan menggali lubang di bawah batuan Berikutnya air juga dapat diperoleh dari batang pisang, caranya tebang batang pohon pisang, sehingga yang tersisa tinggal bawahnya [bongkahnya] lalu buat lubang ditengahnya maka air akan keluar, biasanya dapat keluar sampai 3 kali pengambilan. Makanan / Sosiologi Botani : Dalam kondisi hidup dialam bebas ada berbagai makanan yang dapat di konsumsi, tetapi harus memperhatikan beberapa syarat dan patokan berikut : • Makanan yang di makan kera juga bisa di makan manusia • Hati-hatilah pada tanaman dan buah yang berwarna mencolok • Hindari makanan yang mengeluarakan getah putih, seperti sabun kecuali sawo dan pepaya. • Tanaman yang akan dimakan di coba dulu dioleskan pada tangan, lengan, bibir dan atau lidah, tunggu sesaat. Apabila terasa aman bisa dimakan. • Hindari makanan yang terlalu pahit atau asam Peringatan : Hubungan air dan makanan; Untuk makanan yang mengandung karbohidrat memerlukan air yang sedikit, Makanan ringan yang dikemas akan mempercepat kehausan, Makanan yang mengandung protein butuh air yang banyak. Tumbuhan yang dapat dimakan dapat diketahui dari ciri-ciri fisik, misalnya : Permukaan daun atau batang yang tidak berbulu atau berduri, tidak mengeluarkan getah yang sangat lekat, tidak menimbulkan rasa gatal, hal ini dapat dicoba dengan mengoleskan daunnya pada kulit atau bibir dan tidak menimbulkan rasa pahit yang sangat [dapat dicoba di ujung lidah]
Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa batangnya : • Batang pohon pisang (putihnya) • Bambu yang masih muda (rebung) • Pakis dalamnya berwarna putih • Sagu dalamnya berwarna putih • Tebu Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa daunnya : • Selada air • Rasamala (yang masih muda) • Daun mlinjo • Singkong Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa akar dan umbinya : Ubi jalar, talas, singkong Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa Buahnya : Arbei, asam jawa, juwet Tumbuhan yang dapat dimakan seluruhnya : • Jamur merang, jamur kayu. Tetapi ada beberapa jenis jamur beracun yang ciri-cirinya adalah : • Mempunyai warna mencolok • Baunya tidak sedap • Bila dimasukkan ke dalam nasi, nasinya menjadi kuning • Sendok menjadi hitam bila dimasukkan ke dalam masakan • Bila diraba mudah hancur
• Punya cawan/bentuk mangkok pada bagian pokok batangnya • Tumbuh dari kotoran hewan • Mengeluarkan getah putih Selain tumbuhan, berbagai hewan yang ditemukan di alam dapat dimakan juga, misalnya Belalang, Jangkrik, Tempayak putih (gendon), Cacing, burung, Laron, Lebah, larva, Siput/bekicot, Kadal [bagia belakang dan ekor], Katak hijau, Ular [1/3 bagian tubuh tengahnya], Binatang besar lainnya. Ada beberapa ciri binatang yang tidak dapat dimakan, yaitu : • Binatang yang mengandung bisa : lipan dan kalajengking • Binatang yang mengandung racun : penyu laut • Binatang yang mengandung bau yang khas : sigung / senggung Api Bila mempunyai bahan untuk membuat api, yang perlu diperhatikan adalah jangan membuat api terlalu besar tetapi buatlah api yang kecil beberapa buah, hal ini lebih baik dan panas yang dihasilkan merata. Cara membuat api dalam keadaan darurat : • Dengan lensa / Kaca pembesar ; Fokuskan sinar pada satu titik dimana diletakkan bahan yang mudah terbakar. • Gesekan kayu dengan kayu ; Cara ini adalah cara yang paling susah, caranya dengan menggesek-gesekkan dua buah batang kayu sehingga panas dan kemudian dekatkan bahan penyala, sehingga terbakar • Busur dan gurdi ; Buatlah busur yang kuat dengan mempergunakan tali sepatu atau parasut, gurdikan kayu keras pada kayu lain sehingga terlihat asap dan sediakan bahan penyala agar mudah tebakar. Bahan penyala yang baik adalah kawul / sabut terdapat pada dasar kelapa, atau daun aren Survival kits Survical kits adalah perlengkapan untuk survival yang harus dibawa dalam perjalanan sebagai alat berjaga-jaga bila terjadi keadaan darurat atau juga dapat digunakan selama perjalanan. Beberapa contoh survival kits adalah : • Mata pancing /kait • Pisau / sangkur / vitrorinoc • Tali kecil • Senter • Cermin suryakanta, cermin kecil • Peluit • Korek api yang disimpan dalam tempat kedap air [tube roll film] • Tablet garam, norit • Obat-obatan pribadi • Jarum + benang + peniti • Ponco / jas hujan / rain coat • Lain-lain
Pembelajaran dari mendaki gunung Mendaki gunung, apa enaknya, ….. apa hikmahnya Enaknya …… menikmati pemandangan mengagumi kebesaran sang pencipta. Dapat dibayangkan gunung yang begitu gagahnya serta menjulang dengan ketinggiannya … yang tersebar diseluruh dunia, dengan bermacam bentuk dan ukuran menandakan betapa dahsyat, betapa hebat, betapa maha …. Sang pencipta. Manakala kita berada di puncak gunung, kecil kita ….. segala kesombongan, keangkuhan, keserakahan akan sirna, bagaikan debu di tiup angin …… hilang tanpa ada bekas. Mendaki gunung memberikan hikmah yang begitu dahsyat …. Disadari atau tidak kita dapat belajar segala hal dalam mendaki gunung, rasa persaudaran, persahabatan yang kian kental, kemandirian yang kita peroleh, tidak mudah menyerah, rasa ego yang kian menipis dalam diri, rasa syukur yang makin tebal. Mungkin masih teringat dalam benak, disaat kita belum pernah mendaki gunung ….. emosi kita suka meluap, manakala pulang sekolah atau main dari rumah sahabat, perut lapar…. Dirumah hanya dihidangkan oleh ibunda tercinta nasi dengan lauk alakadarnya, kita marah, kita hilang selera melihat hidangan yang alakadarnya …… Setelah mengalami hal yang mengharuskan kita bertahan hidup dalam pendakian …… makan apapun yang ada dialam, ataupun makan nasi yang masih kurang matang, atau lauk yang lebih apa adanya dibanding waktu dirumah di bagi dengan kawan sependakian. Tentunya menyesal kita telah menyia-nyiakan masakan ibunda tercinta yang sudah menyiapkan makan untuk anak nya tercinta dengan penuh kasih saying, hanya karena hidangan yang apaadanya. Masih terlalu banyak pembelajaran dari mendaki gunung. Terimakasih Allah engkau telah berikan pelajaran berharga, dari ciptaan Mu gunung yang begitu indah yang bukan hanya untuk dinikmati oleh mata tetapi harus dinikmati oleh hati nurani yang paling dalam serta menjaganya agar dapat memberikan pelajaran bagi generasi yang akan datang.
ROCK CLIMBING Pendahuluan Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat pada tahun-tahun terakhir ini di Indonesia. Kegiatan ini tidak dapat dipungkiri lagi sudah sudah merupakan kegiatan yang begitu diminati oleh kaula muda maupun yang merasa muda ataupun juga yang selalu muda.Pada dasarnya, rock climbing adalah teknik pemanjatan tebing batu yang memanfaatkan cacat batu tebing (celah atau benjolan) yang dapat dijadikan pijakan atau pegangan untuk menambah ketinggian dan merupakan salah satu cara untuk mencapai puncak. Ciri khas rock climbing adalah prosedur dan perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan, juga prinsip dan etika pemanjatan. Rock Climbing bukan hanya menjadi komoditi industri olah raga dan petualngan saja. Tetapi aplikasinya juga telah menjadi komoditas industri-industrilainnya seperti wisata petualangan,outbound training,entertaiment,iklan dan film,serta industriindustri lainnya yang membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu perlu ilmu rock climbing yang sangat mendasar sebagai acuan yang kuat diri dan dunia rock climbing itu sendiri. Sejarah Rock Climbing Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan eksplorasi alam para pendaki gunung dimana ketika akhirnya menghadapi medan yang tidak lazim dan memiliki tingkat kesulitan tinggi,yang tidak mungkin lagi didaki secara biasa (medan vertical dan tebing terjal).Maka dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati medan
yang tidak lazim tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).Seiring dengan perkembangan zaman rock climbing menjadi salah satu kegiatan petualangan dan olah raga tersendiri.Terdapat informasi tentang sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville yang mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 mdpl) di kawasan Vercors Massif pada tahun 1492. Tidak jelas benar tujuan mereka, tetapi yang jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebingtebing batu di pegunungan Alpen diketahui adalah para pemburu Chamois (sejenis kambing gunung). Jadi pemanjatan mereka kurang lebih dikarenakan oleh faktor mata pencaharian. Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia pendakian di Alpen diletakan oleh Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn (3708 mdpl). Inilah cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya barulah terdengar manusia-manusia yang melakukan pemanjatan tebingtebing di seluruh belahan bumi. Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalinya panjat dinding masuk dalam jadwal olimpiade, yaitu didemonstrasikan dalam olimpiade Munich. Baru pada tahun 1979 olah raga panjat tebing mulai merambah di Indonesia. Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing Citatah, Padalarang. Inilah patok pertama panjat tebing modern di Indonesia. Teknik Dasar Pemanjatan / Rock Climbing 1. Face Climbing Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik. 2. Friction / Slab Climbing Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik. 3. Fissure Climbing Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolaholah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut. • Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga seolah-olah menyerupai pasak. • Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan. • Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan. • Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian
bergerak naik ke atas silih berganti. Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat Free Climbing Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer. Free Soloing Merupakan bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya. Atrificial Climbing Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor, stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai. Sistem Pendakian 1. Himalaya Sytle Sistem pendakian yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Sistem ini berkembang pada pendakianpendakian ke Pegunungan Himalaya. Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas beberapa kelompok dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Sehingga dengan berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah berhasil untuk seluruh team. 2. Alpine Style Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini mempunyai tujuan bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap berhasil. Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak perlu lagi kembali ke base camp (bila kemalaman bias membuat fly camp baru, dan esoknya dilanjutkan kembali). Teknik Turun / Rappeling Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang sepeuhnya bergantung dari peralatan. Prinsip rappelling adalah sebagai berikut : 1. Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat bergantung. 2. Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai pendorong gerak turun. 3. Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk mengatur kecepatan. Macam-macam dan Variasi Teknik Rappeling 1. Body Rappel Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan. Pada teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan yang terkena gesekan akan terasa panas. 2. Brakebar Rappe Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, tali, dan brakebar. Modifikasi lain dari brakebar adalah descender (figure of 8). Pemakaiannya hampir serupa, dimana gaya gesek diberikan pada descender atau brakebar. 3. Sling Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak dilakukan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman. Jenis simpul yang digunakan adalah jenis Italian hitch. 4. Arm Rappel / Hesti Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati bagian belakang badan. Dipergunakan untuk tebing yang tidak terlalu curam. Dalam rapelling, usahakan posisi badan selalu tegak lurus pada tebing, dan jangan terlalu cepat turun. Usahakan mengurangi sesedikit mungkin benturan badan pada tebing dan gesekan antara tubuh dengan tali. Sebelum memulai turun, hendaknya : 1. Periksa dahulu anchornya. 2. Pastikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan. 3. Sebelum sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan pastikan bahwa tali sampai ke bawah (ke tanah). 4. Usahakan melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawah, sehingga apabila ada batu atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selain itu juga dapat melihat lintasan yang ada. 5. Pastikan bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan lainnya. Peralatan Pemanjatan 1. Tali Pendakian Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkan jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pendakian dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm. Ada dua macam tali pendakian yaitu : • Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali static digunakan untuk rappelling. • Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok (merah, jingga, ungu). 2. Carabiner Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang berfungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner : • Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman). • Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman) 3. Sling Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling antara lain : - sebagai penghubung - membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing. - Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point - Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang. 4. Descender Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan, sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau rappelling. 5. Ascender Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali. 6. Harnes / Tali Tubuh Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis harnes : • Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha. • Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha. Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung
dirakit oleh pabrik. 7. Sepatu Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan : • Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat. Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah. • Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot. Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu. 8. Anchor (Jangkar) Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor, yaitu : • Natural Anchor, bias merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing, tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya. • Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain. Mengetahui perbedaan antara; nuts dan cams, friends dan carabiner, dan lainnya Belay Device (Peralatan untuk Belay) Belay Device adalah peralatan untuk menahan tali saat pemanjatan agar pemanjat tidak terjatuh. Banyak jenis yang biasa dipakai, yang paling sering dipakai adalah ATC, Figure 8, dan Grigri. Cam atau Friends Spring Loaded Camming Device (SLCD) atau biasa disebut cam atau friends adalah peralatan proteksi pemanjatan yang fenomenal, diciptakan oleh Ray Jardine seorang aerospace engineer yang senang manjat pada tahun 1973. Jika ditarik, ujungnya akan mengecil sehingga mudah dimasukkan ke celah tebing. Jika dilepas ujungnya akan mengembang memenuhi celah tebing. Cam tersedia dalam beberapa ukuran disesuaikan dengan lebar celah tebing. Carabiner Ada banyak jenis carabiner, setiap jenis memiliki fungsi tersendiri dalam pemanjatan. Carabiner HMS memiliki kunci (screw) sebagai pengaman, dipakai sebagai anchor pada top roping dan juga dipakai oleh belayer. Carabiner D atau Oval dan Snap (Snapring) digunakan untuk keperluan lain seperti untuk dipakai bersama dengan cam dan draw. Quickdraw atau Runner Adalah pasangan webbing atau sling dengan dua buah carabiner jenis snapring, dipakai sebagai alat proteksi di tebing. Hexes Adalah pasangan sling dengan tabung alumunium (titanium) segi enam. Berfungsi sama dengan cam, berharga lebih murah, tetapi lebih sulit dalam penempatannya di celah tebing. Seperti cam. hexes tersedia dalam beberapa ukuran. Nuts Nuts adalah peralatan proteksi yang paling banyak dipakai oleh pemanjat tebing, fungsinya sama dengan cam dan hexes dengan harga
lebih murah. Tricams Adalah peralatan proteksi pemanjatan, walaupun berbeda bentuk tetapi fungsinya sama dengan nuts. Pemakaiannya relatif sulit, tidak dianjurkan dipakai untuk pemula. Prosedur Pemanjatan Tahapan-tahapan dalam suatu pemanjatan hendaknya dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut 1. Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai. 2. Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan. 3. a. Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah membuka lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya. b. Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan mengamankan leader bila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun memperhatikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur. 4. Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba pendakian. 5. Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus memasang achor. 6. Leader yang sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagai belayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya.
PENGETAHUAN DASAR NAVIGASI DARAT Navigasi darat adalah ilmu praktis. Kemampuan bernavigasi dapat terasah jika sering berlatih. Pemahaman teori dan konsep hanyalah faktor yang membantu, dan tidak menjamin jika mengetahui teorinya secara lengkap, maka kemampuan navigasinya menjadi tinggi. Bahkan seorang jago navigasi yang tidak pernah berlatih dalam jangka waktu lama, dapat mengurangi kepekaannya dalam menerjemahkan tanda-tanda di peta ke medan sebenarnya, atau menerjemahkan tanda-tanda medan ke dalam peta. Untuk itu, latihan sesering mungkin akan membantu kita untuk dapat mengasah kepekaan, dan pada akhirnya navigasi darat yang telah kita pelajari menjadi bermanfaat untuk kita. Pada prinsipnya navigasi adalah cara menentukan arah dan posisi, yaitu arah yang akan dituju dan posisi keberadaan navigator berada dimedan sebenarnya yang di proyeksikan pada peta. Beberapa media dasar navigasi darat adalah : Peta Peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari atas, kemudian diperbesar atau diperkecil dengan perbandingan tertentu. Dalam navigasi darat digunakan peta topografi. Peta ini memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis kontur. Beberapa unsur yang bisa dilihat dalam peta : • Judul peta; biasanya terdapat di atas, menunjukkan letak peta • Nomor peta; selain sebagai nomor registrasi dari badan pembuat, kita bisa menggunakannya sebagai petunjuk jika kelak kita akan mencari sebuah peta • Koordinat peta; penjelasannya dapat dilihat dalam sub berikutnya • Kontur; adalah merupakan garis khayal yang menghubungkan titik titik yang
berketinggian sama diatas permukaan laut. • Skala peta; adalah perbandingan antara jarak peta dan jarak horizontal dilapangan. Ada dua macam skala yakni skala angka (ditunjukkan dalam angka, misalkan 1:25.000, satu senti dipeta sama dengan 25.000 cm atau 250 meter di keadaan yang sebenarnya), dan skala garis (biasanya di peta skala garis berada dibawah skala angka). • Legenda peta ; adalah simbol-simbol yang dipakai dalam peta tersebut, dibuat untuk memudahkan pembaca menganalisa peta. Di Indonesia, peta yang lazim digunakan adalah peta keluaran Direktorat Geologi Bandung, lalu peta dari Jawatan Topologi, yang sering disebut sebagai peta AMS (American Map Service) dibuat oleh Amerika dan rata-rata dikeluarkan pada tahun 1960. Peta AMS biasanya berskala 1:50.000 dengan interval kontur (jarak antar kontur) 25 m. Selain itu ada peta keluaran Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional) yang lebih baru, dengan skala 1:50.000 atau 1:25.000 (dengan interval kontur 12,5 m). Peta keluaran Bakosurtanal biasanya berwarna. Koordinat Peta Topografi selalu dibagi dalam kotak-kotak untuk membantu menentukan posisi dipeta dalam hitungan koordinat. Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta. Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan antara garis-garis yang tegak lurus satu sama lain. Sistem koordinat yang resmi dipakai ada dua macam yaitu : 1. Koordinat Geografis (Geographical Coordinate) ; Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus dengan garis khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat, menit dan detik. Pada peta Bakosurtanal, biasanya menggunakan koordinat geografis sebagai koordinat utama. Pada peta ini, satu kotak (atau sering disebut satu karvak) lebarnya adalah 3.7 cm. Pada skala 1:25.000, satu karvak sama dengan 30 detik (30"), dan pada peta skala 1:50.000, satu karvak sama dengan 1 menit (60"). 2. Koordinat Grid (Grid Coordinate atau UTM) ; Dalam koordinat grid, kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak setiap titik acuan. Untuk wilayah Indonesia, titik acuan berada disebelah barat Jakarta (60 LU, 980 BT). Garis vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan horizontal dari barat ke timur. Sistem koordinat mengenal penomoran 4 angka, 6 angka dan 8 angka. Pada peta AMS, biasanya menggunakan koordinat grid. Satu karvak sebanding dengan 2 cm. Karena itu untuk penentuan koordinat koordinat grid 4 angka, dapat langsung ditentukan. Penentuan koordinat grid 6 angka, satu karvak dibagi terlebih dahulu menjadi 10 bagian (per 2 mm). Sedangkan penentuan koordinat grid 8 angka dibagi menjadi sepuluh bagian (per 1 mm). Analisa Peta Salah satu faktor yang sangat penting dalam navigasi darat adalah analisa peta. Dengan satu peta, kita diharapkan dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang keadaan medan sebenarnya, meskipun kita belum pernah mendatangi daerah di peta tersebut. 1. Unsur dasar peta ; Untuk dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya, pertama kali kita harus cek informasi dasar di peta tersebut, seperti judul peta, tahun peta itu dibuat, legenda peta dan sebagainya. Disamping itu juga bisa dianalisa ketinggian suatu titik (berdasarkan pemahaman tentang kontur), sehingga bisa diperkirakan cuaca, dan vegetasinya. 2. Mengenal tanda medan ; Disamping tanda pengenal yang terdapat dalam legenda peta, kita dapat menganalisa peta topografi berdasarkan bentuk kontur. Beberapa
ciri kontur yang perlu dipahami sebelum menganalisa tanda medan : o Antara garis kontur satu dengan yang lainnya tidak pernah saling berpotongan o Garis yang berketinggian lebih rendah selalu mengelilingi garis yang berketinggian lebih tinggi, kecuali diberi keterangan secara khusus, misalnya kawah o Beda ketinggian antar kontur adalah tetap meskipun kerapatan berubah-ubah o Daerah datar mempunyai kontur jarang-jarang sedangkan daerah terjal mempunyai kontur rapat. o Beberapa tanda medan yang dapat dikenal dalam peta topografi: 1. Puncak bukit atau gunung biasanya berbentuk lingkaran kecil, tertelak ditengah-tengah lingkaran kontur lainnya. 2. Punggungan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk U yang ujungnya melengkung menjauhi puncak 3. Lembahan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk V yang ujungnya tajam menjorok kepuncak. Kontur lembahan biasanya rapat. 4. Saddle, daerah rendah dan sempit diantara dua ketinggian 5. Pass, merupakan celah memanjang yang membelah suatu ketinggian 6. Sungai, terlihat dipeta sebagai garis yang memotong rangkaian kontur, biasanya ada di lembahan, dan namanya tertera mengikuti alur sungai. Dalam membaca alur sungai ini harap diperhatikan lembahan curam, kelokan-kelokan dan arah aliran. 7. Bila peta daerah pantai, muara sungai merupakan tanda medan yang sangat jelas, begitu pula pulau-pulau kecil, tanjung dan teluk 8. Pengertian akan tanda medan ini mutlak diperlukan, sebagai asumsi awal dalam menyusun perencanaan perjalanan Kompas Kompas adalah alat penunjuk arah, dan karena sifat magnetnya, jarumnya akan selalu menunjuk arah utara-selatan (meskipun utara yang dimaksud disini bukan utara yang sebenarnya, tapi utara magnetis). Secara fisik, kompas terdiri dari : • Badan, tempat komponen lainnya berada • Jarum, selalu menunjuk arah utara selatan, dengan catatan tidak dekat dengan megnet lain/tidak dipengaruhi medan magnet, dan pergerakan jarum tidak terganggu/peta dalam posisi horizontal. • Skala penunjuk, merupakan pembagian derajat sistem mata angin. Jenis kompas yang biasa digunakan dalam navigasi darat ada dua macam yakni kompas bidik (misal kompas prisma) dan kompas orienteering (misal kompas silva, suunto dll). Untuk membidik suatu titik, kompas bidik jika digunakan secara benar lebih akurat dari kompas silva. Namun untuk pergerakan dan kemudahan ploting peta, kompas orienteering lebih handal dan efisien. Dalam memilih kompas, harus berdasarkan penggunaannya. Namun secara umum, kompas yang baik adalah kompas yang jarumnya dapat menunjukkan arah utara secara konsisten dan tidak bergoyang-goyang dalam waktu lama. Bahan dari badan kompas pun perlu diperhatikan harus dari bahan yang kuat/tahan banting mengingat kompas merupakan salah satu unsur vital dalam navigasi darat Cttn: saat ini sudah banyak digunakan GPS [global positioning system] dengan tehnologi satelite untuk mengantikan beberapa fungsi kompas.
Orientasi Peta Orientasi peta adalah menyamakan kedudukan peta dengan medan sebenarnya (atau dengan kata lain menyamakan utara peta dengan utara sebenarnya). Sebelum anda mulai orientasi peta, usahakan untuk mengenal dulu tanda-tanda medan sekitar yang menyolok dan posisinya di peta. Hal ini dapat dilakukan dengan pencocokan nama
puncakan, nama sungai, desa dll. Jadi minimal anda tahu secara kasar posisi anda dimana. Orientasi peta ini hanya berfungsi untuk meyakinkan anda bahwa perkiraan posisi anda dipeta adalah benar. Langkah-langkah orientasi peta: 1. Usahakan untuk mencari tempat yang berpemandangan terbuka agar dapat melihat tanda-tanda medan yang menyolok. 2. Siapkan kompas dan peta anda, letakkan pada bidang datar 3. Utarakan peta, dengan berpatokan pada kompas, sehingga arah peta sesuai dengan arah medan sebenarnya 4. Cari tanda-tanda medan yang paling menonjol disekitar anda, dan temukan tanda-tanda medan tersebut di peta. Lakukan hal ini untuk beberapa tanda medan 5. Ingat tanda-tanda itu, bentuknya dan tempatnya di medan yang sebenarnya. Ingat hal-hal khas dari tanda medan. Jika anda sudah lakukan itu semua, maka anda sudah mempunyai perkiraan secara kasar, dimana posisi anda di peta. Untuk memastikan posisi anda secara akurat, dipakailah metode resection. Resection Prinsip resection adalah menentukan posisi kita dipeta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Teknik ini paling tidak membutuhkan dua tanda medan yang terlihat jelas dalam peta dan dapat dibidik pada medan sebenarnya (untuk latihan resection biasanya dilakukan dimedan terbuka seperti kebun teh misalnya, agar tanda medan yang ekstrim terlihat dengan jelas). Tidak setiap tanda medan harus dibidik, minimal dua, tapi posisinya sudah pasti. Langkah-langkah melakukan resection: 1. Lakukan orientasi peta 2. Cari tanda medan yang mudah dikenali di lapangan dan di peta, minimal 2 buah 3. Dengan busur dan penggaris, buat salib sumbu pada tanda-tanda medan tersebut (untuk alat tulis paling ideal menggunakan pensil mekanik-B2). 4. Bidik tanda-tanda medan tersebut dari posisi kita dengan menggunakan kompas bidik. Kompas orienteering dapat digunakan, namun kurang akurat. 5. Pindahkan sudut back azimuth bidikan yang didapat ke peta dan hitung sudut pelurusnya. Lakukan ini pada setiap tanda medan yang dijadikan sebagai titik acuan. 6. Perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus tersebut adalah posisi kita dipeta. Intersection Prinsip intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali di lapangan. Intersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang terlihat dilapangan tetapi sukar untuk dicapai atau tidak diketahui posisinya di peta. Syaratnya, sebelum intersection kita sudah harus yakin terlebih dahulu posisi kita dipeta. Biasanya sebelum intersection, kita sudah melakukan resection terlebih dahulu. Langkah-langkah melakukan intersection adalah: 1. Lakukan orientasi peta 2. Lakukan resection untuk memastikan posisi kita di peta. 3. Bidik obyek yang kita amati 4. Pindahkan sudut yang didapat ke dalam peta 5. Bergerak ke posisi lain dan pastikan posisi tersebut di peta. Lakukan langkah 1-3 6. Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi obyek yang dimaksud.
Azimuth - Back Azimuth Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari seorang pengamat. Azimuth disebut juga sudut kompas. Jika anda membidik sebuah tanda medan, dan memperolah sudutnya, maka sudut itu juga bisa dinamakan sebagai azimuth. Kebalikannya adalah back azimuth. Dalam resection back azimuth diperoleh dengan cara: • Jika azimuth yang kita peroleh lebih dari 180º maka back azimuth adalah azimuth dikurangi 180º. Misal anda membidik tanda medan, diperoleh azimuth 200º. Back azimuthnya adalah 200º - 180º = 20º • Jika azimuth yang kita peroleh kurang dari 180º, maka back azimuthnya adalah 180º ditambah azimuth. Misalkan, dari bidikan terhadap sebuah puncak, diperoleh azimuth 160º, maka back azimuthnya adalah 180º+160º = 340º Dengan mengetahui azimuth dan back azimuth ini, memudahkan kita untuk dapat melakukan ploting peta (penarikan garis lurus di peta berdasarkan sudut bidikan). Selain itu sudut kompas dan back azimuth ini dipakai dalam metode pergerakan sudut kompas (lurus/ man to man-biasa digunakan untuk “Kompas Bintang”). Prinsipnya membuat lintasan berada pada satu garis lurus dengan cara membidikaan kompas ke depan dan ke belakang pada jarak tertentu. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Titik awal dan titik akhir perjalanan di plot di peta, tarik garis lurus dan hitung sudut yang menjadi arah perjalanan (sudut kompas). Hitung pula sudut dari titik akhir ke titik awal. Sudut ini dinamakan back azimuth. 2. Perhatikan tanda medan yang menyolok pada titik awal perjalanan. Perhatikan tanda medan lain pada lintasan yang dilalui. 3. Bidikkan kompas seusai dengan arah perjalanan kita, dan tentukan tanda medan lain di ujung lintasan/titik bidik. Sudut bidikan ini dinamakan azimuth. 4. Pergi ke tanda medan di ujung lintasan, dan bidik kembali ke titik pertama tadi, untuk mengecek apakah arah perjalanan sudah sesuai dengan sudut kompas (back azimuth). 5. Sering terjadi tidak ada benda/tanda medan tertentu yang dapat dijadikan sebagai sasaran. Untuk itu dapat dibantu oleh seorang rekan sebagai tanda. Sistem pergerakan semacam ini sering disebut sebagai sistem man to man. Merencanakan Jalur Lintasan Dalam navigasi darat tingkat lanjut, kita diharapkan dapat menyusun perencanaan jalur lintasan dalam sebuah medan perjalanan. Sebagai contoh anda misalnya ingin pergi ke suatu gunung, tapi dengan menggunakan jalur sendiri. Penyusunan jalur ini dibutuhkan kepekaan yang tinggi, dalam menafsirkan sebuah peta topografi, mengumpulkan data dan informasi dan mengolahnya sehingga anda dapat menyusun sebuah perencanaan perjalanan yang matang. Dalam proses perjalanan secara keseluruhan, mulai dari transportasi sampai pembiayaan, disini kita akan membahas khusus tentang perencanaan pembuatan medan lintasan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum anda memplot jalur lintasan. Pertama, anda harus membekali dulu kemampuan untuk membaca peta, kemampuan untuk menafsirkan tanda-tanda medan yang tertera di peta, dan kemampuan dasar navigasi darat lain seperti resection, intersection, azimuth back azimuth, pengetahuan tentang peta kompas, dan sebagainya, minimal sebagaimana yang tercantum dalam bagian sebelum ini. Kedua, selain informasi yang tertera dipeta, akan lebih membantu dalam perencanaan jika anda punya informasi tambahan lain tentang medan lintasan yang akan anda plot. Misalnya keterangan rekan yang pernah melewati medan tersebut, kondisi medan, vegetasi dan airnya. Semakin banyak informasi awal yang anda dapat, semakin matang rencana anda.
Tentang jalurnya sendiri, ada beberapa macam jalur lintasan yang akan kita buat. Pertama adalah tipe garis lurus, yakni jalur lintasan berupa garis yang ditarik lurus antara titik awal dan titik akhir. Kedua, tipe garis lurus dengan titik belok, yakni jalur lintasan masih berupa garis lurus, tapi lebih fleksibel karena pada titik-titik tertentu kita berbelok dengan menyesuaian kondisi medan. Yang ketiga dengan guide/patokan tanda medan tertentu, misalnya guide punggungan/guide lembahan/guide sungai. Jalur ini lebih fleksibel karena tidak lurus benar, tapi menyesuaikan kondisi medan, dengan tetap berpatokan tanda medan tertentu sebagai petokan pergerakannya. Untuk membuat jalur lintasan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. 1. Usahakan titik awal dan titik akhir adalah tanda medan yang ekstrim, dan memungkinkan untuk resection dari titik-titik tersebut. 2. Titik awal harus mudah dicapai/gampang aksesnya 3. Disepanjang jalur lintasan harus ada tanda medan yang memadai untuk dijadikan sebagai patokan, sehingga dalam perjalanan nanti anda dapat menentukan posisi anda di peta sesering mungkin. 4. Dalam menentukan jalur lintasan, perhatikan kebutuhan air, kecepatan pergerakan vegetasi yang berada dijalur lintasan, serta kondisi medan lintasan. Anda harus bisa memperkirakan hari ke berapa akan menemukan air, hari ke berapa medannya berupa tanjakan terjal dan sebagainya. 5. Mengingat banyaknya faktor yang perlu diperhatikan, usahakan untuk selalu berdiskusi dengan regu atau dengan orang yang sudah pernah melewati jalur tersebut sehingga resiko bisa diminimalkan. Penampang Lintasan Penampang lintasan adalah penggambaran secara proporsional bentuk jalur lintasan jika dilihat dari samping, dengan menggunakan garis kontur sebagai acuan. Sebagaimana kita ketahui bahwa peta topografi yang dua dimensi, dan sudut pendangnya dari atas, agak sulit bagi kita untuk membayangkan bagaimana bentuk medan lintasan yang sebenarnya, terutama menyangkut ketinggian. Dalam kontur yang kerapatannya sedemikian rupa, bagaimana kira-kira bentuk di medan sebenarnya. Untuk memudahkan kita menggambarkan bentuk medan dari peta topografi yang ada, maka dibuatlah penampang lintasan. Beberapa manfaat penampang lintasan : 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan perjalanan 2. Memudahkan kita untuk menggambarkan kondisi keterjalan dan kecuraman medan 3. Dapat mengetahui titik-titik ketinggian dan jarak dari tanda medan tertentu 4. Untuk menyusun penampang lintasan biasanya menggunakan kertas milimeter block, guna menambah akurasi penerjemahan dari peta topografi ke penampang. Langkah-langkah membuat penampang lintasan: 1. Siapkan peta yang sudah diplot, kertas milimeter blok, pensil mekanik/pensil biasa yang runcing, penggaris dan penghapus 2. Buatlah sumbu x, dan y. sumbu x mewakili jarak, dengan satuan rata-rata jarak dari lintasan yang anda buat. Misal meter atau kilometer. Sumbu y mewakili ketinggian, dengan satuan mdpl (meter diatas permukaan laut). Angkanya bisa dimulai dari titik terendah atau dibawahnya dan diakhiri titik tertinggi atau diatasnya. 3. Tempatkan titik awal di sumbu x=0 dan sumbu y sesuai dengan ketinggian titik tersebut. Lalu peda perubahan kontur berikutnya, buatlah satu titik lagi, dengan jarak dan ketinggian sesuai dengan perubahan kontur pada jalur yang sudah anda buat. Demikian seterusnya hingga titik akhir. 4. Perubahan satu kontur diwakili oleh satu titik. Titik-titik tersebut dihubungkan sat sama lainnya hingga membentuk penampang berupa garis menanjak, turun dan mendatar. 5. Tembahkan keterangan pada tanda-tanda medan tertentu, misalkan nama-nama sungai, puncakan dan titik-titik aktivitas anda (biasanya berupa titik bivak dan
titik istirahat), ataupun tanda medan lainnya. Tambahan informasi tentang vegetasi pada setiap lintasan, dan skala penampang akan lebih membantu pembaca dalam menggunakan penampang yang telah dibuat.
(Susur Gua) CAVING 1. Sejarah Penelusuran Gua • Masa Primitif, gua dihuni oleh manusia Cro Magnon dan berlindung, kuburan dan untuk pemujaan roh leluhur • 1674, John Beaumont seorang ahli bedah dan ahli geologi amatir dari Samerset Inggris melakukan pencatatan laporan ilmiah penelusuran gua sumuran (potholing) yang pertama kali dan diakui oleh British Royal Society • 1670 - 1680, Baron Johann Valsavor dari slovenia adalah orang pertama yang melakukan deskripsi terhadap 70 gua dalam bentuk laporan ilmiah lengkap dengan komentar, sketsa dan peta sebanyak 4 jilid dengan total mencapai 2.800 halaman. Atas jasanya British Royal Society memberikan penghargaan ilmiah kepadanya • 1818, Kaisar Habsburg Francis I adalah orang yang pertama kali melakukan kegiatan wisata di dalam gua yaitu saat mengunjungi Gua Adelsberg (Sekarang Gua Postonja di eks Yugoslavia). Kemudian Josip Jersinovic yaitu seorang pejabat di daerah tersebut tercatat sebagai pengelola gua profesional yang pertama • 1838, Pengacara Franklin Gorin adalah tuan tanah yang memiliki areal dimana gua terbesar dan terpanjang di dunia yaitu Mammoth Cave di Kentucky AS. Olehnya gua tersebut dikomersialkan dan dipekerjakannya seorang mulatto bernama Stephen Bishop berumur 17 tahun sebagai budak penjaga gua tersebut. karena tugasnya tersebut Stephen Bishop dianggap sebagai Pemandu Wisata Gua Profesional (Cave Guide) pertama. Mammoth Cave sendiri terdiri dari ratusan lorong (Stephen Bishop menemukan sekitar 222 lorong) dengan panjang 300 mil hingga kini belum selesai ditelusuri dan diteliti. Tahun 1983 oleh usaha International Union of Speleology, Mammoth Cave diakui oleh PBB sebagai salah satu warisan dunia (World Herritage) • 1866-1888, pada masa ini diakui sebagai saat lahirnya Ilmu Speleologi yang dipelopori oleh Edouard Alfred Martel (1859-1938)berkat usaha kerasnya selama 5 yang diakui sebagai Bapak Speleologi Dunia. Semua ini tahun dalam suatu Kampanye Penelusuran Gua yang berisi metoda yang menggabungkan bidang Ilmu Riset Dasar dalam eksplorasi gua sehingga dapat dilakukan suatu penelitian yang Multi disipliner dan Interdisipliner. Metoda tersebut diakui oleh para ahli sebagi cara yang paling tepat, konstruktif dan efisien dalam meneliti lingkungan gua. Bahkan tata cara tersebut dianggap sebagai pokok penerapan disiplin, tata tertib, etika
dan moral kegiatan Speleologi Modern pada masa sekarang. 2. Speleologi Modern dan Perkembangannya di Indonesia Speleologi berasal dari kata Spelaion (Gua) dan Logos (Ilmu) dalam bahasa Yunani. Arti umumnya adalah Ilmu Mengenal Gua namun secara khusus diartikan sebagai Ilmu Riset Dasar yang mempelajari lingkungan gua dan aspek ilmiah yang ada di dalamnya. Bidang ini menyangkut banyak cabang ilmiah dari bidang sains yang lain seperti Biologi (mikrobiologi), Geologi, Kimia, Meteorologi, Anthropologi, Arkeologi, Minerologi, Sedimentologi juga bidang ilmu yang bersifat sosial seperti Ilmu Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Sejarah, Turisme bahkan Mistik dan Legenda. Di Indonesia baru ada pada pertengahan dekade 70-an. Diperkenalkan oleh dr. Robby Ko King Tjoen DV. melalui media massa. Tahun 1979 bersama Norman Edwin (Alm.) mendirikan SPECAVINA club Caving pertama di Indonesia. Setelah bubar pada awal dekade 80-an maka pada Tanggal 23 Mei 1983 dr. Robby mendirikan HIKESPI (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) yang mendapat pengakuan Internasional dengan terdaftar di UIS (Union Internationale de Speleologie - anggota Kelompok F UNESCO) dengan nama FINSPAC (Federation of Indonesian Speleological Activities). Dan dari Pemerintah RI (terdaftar di LIPI sebagai organisasi afiliasi profesi ilmiah) sebagai satu-satunya organisasi yang mewadahi semua kegiatan speleologi di Indonesia secara resmi. Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua. Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam tanah.Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya. Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun. Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”. 3. Macam dan Fungsi Gua Pengertian gua adalah "suatu lorong bentukan alamiah di bawah tanah yang bisa dilalui oleh manusia, yang hanya bisa dilalui hewan saja disebut gua mikro". Dalam hal ini yang dimaksud adalah gua alam, namun ada juga gua buatan manusia seperti tempat perlindungan perang dan lain-lain. Gua alam dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan letak dan batuan pembentuknya, yaitu : • Gua lava : terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akibat gejala keaktifan vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari batuan muda (endapan lahar) dan tidak memiliki ornamen batuan yang khas • Gua litoral : sesuai namanya terdapat di daerah pantai, palung laut ataupun
di tebing muara sungai, terbentuk akibat terpaan air laut (abrasi) • Gua batu gamping (karst) : adalah fenomena bentukan gua terbesar (70% dari seluruh gua di dunia). Terbentuk akibat terjadinya peristiwa karst (pelarutan batuan kapur akibat aktifitas air) sehingga tercipta lorong-lorong dan bentukan batuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan gamping. Diperkirakan wilayah sebaran karst Indonesia adalah yang terbesar di dunia • Gua pasir, gua batu halit, gua es dsb. : adalah bentukan gua yang sangat jarang dijumpai di dunia, hanya meliputi 5% dari seluruh jumlah gua di dunia. Fungsi gua : • Tempat berlindung (primitif) manusia dan hewan • Tempat penambangan mineral (kalsit/gamping, guano) - tempat perburuan (walet, sriti, kelelawar) • Obyek wisata alam bebas dan minat khusus • Obyek sosial budaya (legenda, mistik) - gudang air tanah potensial sepanjang tahun • Laboratorium ilmiah yang peka, lengkap dan langka • Indikator perubahan lingkungan paling sensitif • Fasilitas penyangga mikro ekosistem yang sangat peka dan vital bagi kehidupan makro ekosistem di luar gua. 4. Apakah Speleologi Itu ? Pengertian Kata Speleologi adalah Ilmu mengenai gua atau ilmu yang mempelajari tentang lingkungan gua dan membahas berbagai aspek fisik dan biologisnya. Sedang caving adalah kegiatan penelusuran gua. Secara umum menurut ketentuan internasional, setiap kegiatan penelusuran gua harus mempunyai tujuan ilmiah dan konservasi (berlaku untuk gua alam bebas). Sedangkan bila untuk tujuan wisata maka hanya diperkenankan pada gua-gua khusus yang telah dibuka sebagai obyek wisata dan telah dikelola secara profesional, lintas sektoral dan terpadu. 5. Terjadinya Gua Dan Jenisnya Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi. gambar 1. proses terbentuknya gua Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin. Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang menarik untuk dilihat. Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang
mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun. Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya. gambar 2. proses pembentukan stalaktit Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis batu pasir juga kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan yang membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang terakhir ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang mempengaruhinya adalah tenaga mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di sini disebut gua laut. Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk juga pembentukan apa yang kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem, beberapa ornamen yang memiliki sifat sama diberi nama; diantaranya; gambar 3. stalaktit dan straw 1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai. 2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua. 3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak. 4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar. 5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut. 6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung 7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite. 8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air. 9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping. 10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara. 11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua. 12. Column 13. Couli Flower 14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun. gambar 4. curtain, rimestone pool, pearl cave
5. Etika Penelusuran Gua • Moto Speleologi : o Jangan MENGAMBIL sesuatu, kecuali mengambil GAMBAR o Jangan MENINGGALKAN sesuatu, kecuali meninggalkan JEJAK o Jangan MEMBUNUH sesuatu, kecuali membunuh WAKTU • Bertindak WAJAR o Tidak sok pamer atau menutup-nutupi kepandaian (merasa minder atau malu) o Jika tidak sanggup maka tidak memaksakan kehendaknya • Tunjukkan RESPEK Kepada Sesama Penelusur Gua o Tidak menggunakan peralatan atau bahan-bahan yang disediakan oleh rombongan lain tanpa persetujuan
o o
Membahayakan penelusur gua yang lain, misalnya :
Mengambil atau memutuskan tali yang terpasang Memindahkan peralatan ketempat lain Menimpuk batu jika ada penelusur lain didalam gua o Menghasut penduduk disekitar gua agar menghalang-halangi atau melarang rombongan lain masuk gua karena tidak satu orang/kelompok pun boleh merasa memiliki kekuasaan/hak terhadap sebuah gua bahkan bila dia itu seorang ahli yang menemukan gua tersebut pertama kali kecuali pemilik tanah di mana gua itu berada o Jangan melakukan penelitian yang sama jika ada rombongan penelusur lain yang sedang mengerjakannya DAN BELUM DIPUBLIKASIKAN (kecuali mendapatkan ijin) o Jangan gegabah sebagai penemu sesuatu sebelum mendapat konfirmasi dari kelompok2 resmi yang lain o Jangan melaporkan hal-hal yang tidak benar demi sensasi atau ambisi pribadi o Setiap usaha penelusuran gua adalah USAHA BERSAMA dan hasil publikasi tidak boleh menonjolkan DIRI SENDIRI tanpa mengingat jasa SESAMA PENELUSUR o Jangan menjelek-jelekkan penelusur lain dalam publikasi walau penelusur itu mungkin melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Setiap publikasi negatif tentang sesama penelusur maka akan memberikan gambaran negatif terhadap semua penelusur gua. 6. Kewajiban • Konservasi lingkungan gua harus menjadi TUJUAN UTAMA kegiatan Speleologi dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh SETIAP PENELUSUR • Membersihkan gua serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama para penelusur • Apabila sesama penelusur gua membutuhkan pertolongan darurat para penelusur gua wajib memberikan pertolongan itu • Setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua. Minta ijin seperlunya, bila mungkin secara tertulis kepada yang berwenang, tidak membuat onar atau melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketenteraman dan menyinggung perasaaan panduduk. Jangan merusak pagar, tanaman penduduk atau menganggu hewan milik penduduk. Sedapat mungkin menghormati dan mematuhi larangan2 yang diberikan pemuka masyarakat setempat berkaitan dengan gua yang akan ditelusuri demi menjaga martabat kepercayaan setempat • Bila meminta ijin dari instansi resmi yang berwenang, maka harus dirasakan sebagai kewajiban untuk membuat laporan dan menyerahkan hasilnya pada instansi tersebut. Apabila meminta nasihat pada penelusur atau seorang lainnya, maka wajib pula menyerahkan laporan kepada kelompok penelusur atau penasehat perseorangan itu • Bagian-bagian yang berbahaya dalam suatu gua wajib diberitahukan kepada kelompok penelusur lain, apabila anda mengetahui adanya tempat-tempat yang berbahaya • Sesuai dengan pandangan NSS dari USA, dilarang memamerkan benda-benda mati atau hidup didalam gua untuk lingkungan NON penelusur gua dan NON Speleologi. Hal ini untuk menghindari dorongan kuat yang hampir pasti timbul, untuk ikut mengambil benda-benda itu guna koleksi pribadi atau untuk melakukan penelusuran gua tanpa pengetahuan teknis dan ilmiah yang cukup. Bila perlu hanya di pamerkan dalam bentuk foto2 tanpa menyebutkan lokasi • NSS juga tidak menganjurkan usaha mempublikasikan penemuan2 di dalam gua atau lokasi dari gua sebelum diyakini betul adanya pelestarian oleh yang berwenang, yang memadai. Perusakan lingkungan gua oleh orang awam menjadi tanggung jawab si penulis berita, apabila mereka mengunjungi gua2 itu sebagai akibat publikasi dalam media massa • Setiap terjadi musibah diwajibkan untuk di laporkan kepada sesama penelusur melalui media Speologi yang ada, hal ini perlu supaya jenis musibah yang sama dapat dihindari • Menjadi kewajiban mutlak bagi penelusur gua untuk memberitahukan kepada rekan-rekan terdekat lokasi mana akan pergi dan kapan ia akan diharapkan pulang.
Di tempat lokasi gua, para penelusur wajib memberitahukan penduduk nama dan alamat para penelusur dan kapan diharapkan selesai menelusuri gua. Wajib memberitahukan penduduk siapa yang harus dihubungi, apabila penelusur belum keluar dari gua sesuai dengan waktu yang direncanakan • Para penelusur wajib memperhatikan keadaan cuaca. Wajib meneliti apakah ada bahaya banjir didalam gua waktu turun hujan lebat dan meneliti lokasi2 mana di dalam gua yang dapat dipergunakan untuk tempat menghindar dari banjir • Dalam setiap musibah setiap penelusur wajib bertindak dengan tenang tanpa panik dan wajib patuh pada instruksi pemimpin penelusuran • Setiap penelusur dianjurkan untuk melengkapi dirinya dengan peralatan dasar, untuk kegiatan yang lebih sulit digunakan peralatan yang memenuhi syarat dan ia wajib mempunyai pengetahuan tentang penggunaan peralatan itu • Setiap penelusur wajib melatih diri dalam berbagai keterampilan gerak penelusuran gua dan keterampilan menggunakan peralatan sekalipun dalam waktu2 non aktif • Setiap penelusur gua wajib membaca berbagai publikasi mengenai gua dan lingkungannya agar pengetahuan tentang Speleologi tetap berkembang, bagi yang mampu melakukan penyelidikan atau opservasi ilmiah diwajibkan melakukan publikasi agar sesama penelusur dapat menarik manfaat dari makalah2 itu. TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA Penelusuran Gua Horisontal • Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah buku teks disebutkan, apabila badan terasa kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika penelusuran gua). Hal ini disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit kotoran burung dan kelelawar, ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian seorang penelusur gua terserang penyakit paru-paru, beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena terserang penyakit ini. • Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit banyak harus harus memiliki kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh juga mempengaruhi kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang memiliki badan relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal. • Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap, dan kadang terlentang, menyelam serta berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat seorang penelusur atau caver. • Peralatan pribadi untuk gua horisontal 1. Helm 2. Caving sling 3. Cover all 4. Caving pack sack • Peralatan tim untuk gua horisontal 1. Perahu karet 2. Tali 3. Kamera 4. Kompas 5. Topofil Penelusuran Gua Vertikal • Sampai dengan saat ini, ada beberapa sistem yang digunakan dalam penelusuran gua vertikal. Yang dianggap terbaik karena efektifitasnya adalah Single Rope Technique (SRT). • SRT hanya menggunakan satu tali tunggal, dan menggunakan prinsip pemindahan beban ketika menaiki tali tersebut, sehingga menggunakan dua alat naik. • Peralatan Penelusuran Gua Vertikal Disini hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT, dan sedikit alternatifnya.
A. Peralatan Pribadi Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah ini merupakan perlengkapan yang harus melekat pada seorang penelusur gua pada saat melakukan penelusuran gua vertikal. Secara garis besar peralatan yang harus dikenakan pribadi dibagi menjadi 3, yaitu alat untuk naik, alat untuk turun dan peralatan penunjang. Peralatan Naik (ascender) Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender, yang memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin mengunci ke tali. 1. Foot Loop Jammer Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan, dihubungkan dengan webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini ditempatkan foot-loop (sling injak) dan security link (tali pengaman). Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop Jammer adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis ascender lain yang memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya CMI Jammer. 2. Chest Jammer Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan Sit Harness dan Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut Croll yang memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT. Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang digunakan dalam SRT, ketika badan kita menggunakan Croll sebagai pengaman, dalam artian beban kita bergantung di Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk menambah ketinggian. Peralatan Turun (Descender) 1. Figure Of Eight Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan, mengingat Figure Of Eight mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan arah tali, sementara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih mudah rusak apabila arah gayanya diubah. 2. Bobin Descender Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali pada SRT, yang digunakan adalah Bobin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT, karena tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh tangan kita. 3. Rack Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur friksi antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang. 4. Auto Stop Descender Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam melakukan SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness. Peralatan Penunjang Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang digambarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan prinsip sama 1. Sit Harness Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk keperluan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya sesuai dengan badan kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus benar-benar tepat agar terasa nyaman. 2. Linking Maillon Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya
sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link. Alternatif lain dapat menggunakan small oval screwgate carabiner. 3. Foot Loop Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat dipanjang dan pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier atau sling. 4. Security Link Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau lebih. Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot loop jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan webbing. 5. Chest Harness Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest harness berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehingga badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan perlengkapan standar. Alternatif lain memakai sling/chest strap. 6. Main Attachment Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau aluminium. Main attachment merupakan tempat utama untuk berbagai kaitan/sangkutan. Selain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga untuk mengkaitkan croll, security link, cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah digunakan carabiner. 7. Cow’s tail Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama panjang. Masing-masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop” pada bagian tengah ini dikaitkan pada delta maillon. 8. Karabiner Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw gate carabiner’. 9. Helmet Merupakan perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur gua. Gunanya untuk melindungi kepala dari kemungkinan terbentur atau tertimpa batu. ‘Petzl helmet’ diperlengkapi dengan lampu karbit. gambar 8. peralatan pribadi SRT B. Perlengkapan Tim 1. Tali Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut. Speleo rope memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5 mm sampai 11 mm. Pemeliharaan : Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali, hindarkan dari kemungkinan gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi jangan memakai sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin, jangan sekali-kali menjemur di panas matahari. 2. Webbing Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain. 3. Perlengkapan lainnya Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit cadangan. Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor.
Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus. Tali Temali (Knots) Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua. Simpul-simpul yang biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu: 1. Bowline Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat apabila mendapat beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul ini, ujung tali harus overhand knot. gambar 9. Bowline dan Figure of 8 2. Figure of eight Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk menyambung tali. 3. Tape knot Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya. Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebut. 4. Butterfly knot Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan beban vertikal. 5. Prusik knot Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik) gambar 10. Tape Knot dan Prusik Knot Sistim Anchor Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin keselamatan penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada saat kembali naik. Dalam verical caving dikenal sistim “back up” dengan menggunakan beberapa titik (point). Selain untuk keamanan juga agar tali tergantung bebas (hang belay) , guna menghindari gesekan batu. Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling, lowering, rescue dll. Ada dua macam sistim anchor, yaitu : 1. Anchor Alam (Natural Anchor) Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain. Caranya dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung menggunakan tali, dengan simpul bowline. gambar 11. Natural Anchor dan Artificial Anchor 2. Artificial Anchor Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya dibuat anchor buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan piton dan chock jarang digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan : 2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu 2.2 Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan hammer ke dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh. gambar 12. rigging the rope Abseiling (teknik menuruni tali) Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan dengan penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan kita harus selalu berada dalam kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah Cow’s Tail. Cara menuruni tali : Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada descender. Setelah descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan
kiri pada descender, sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun. Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat atau tersendatsendat selain berbahaya juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini dikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa membuat simpul pada ujung tali. gambar 12. memasang dan mengunci autostop Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend) Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk dapat melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau teknik pindah anchor. Teknik pindah atau melewati anchor : - Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor. - Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban. - Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop. - Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer. Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend) Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.
Teknik melewati sambungan : - Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali - Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight - Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat - Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci - Buka croll, dengan bantuan foot loop - Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer. Prussiking (teknik menaiki tali) Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam vertikal caving, telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan dan kelebihannya. Ada dua system, yaitu : 1. Rope Walking System Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah, sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan seseorang, semakin efisien sistim ini berjalan. Rope walking system terdiri dari Floating system, Basis Mitchell system, Pigmy system dan gabungan ketiganya. gambar 13. sit-stand system 2. Sit-stand system Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi cukup hanya satu ascender. Kedua kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak cepat capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari frog system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system. Dari keempat sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien dan aman. Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan mendorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat. Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawah jummar. Demikian seterusnya. Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)
Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik melewati anchor : - Pasang cow’s tail pada anchor - Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri - Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas. - Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending. Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend) - Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot. - Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan. - Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas. - Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending. KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari kesalahan si penelusur sendiri. Dalam keadaan yang sangat gelap sering kali seorang penelusur melakukan kesalahan dalam menaksir jarak, sehingga sebuah lubang yang cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam lobang tersebut. Etikanya tidak diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam gua. Tertimpa batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena runtuhan alami akibat rapuhnya dinding gua atau akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya batuan dan menimpa penelusur lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala. Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi syarat perlengkapan yang dipakai, misalnya tali putus, ascender tidak berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan pemeliharaan alat-alat setelah digunakan mutlak dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong tali pada bagian yang terkoyak akibat gesekan, misalnya. Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya. Demikian pula faktor suhu udara yang dingin, perlu diperhatikan terutama pada saat melakukan eksplorasi di gua yang basah. Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari, semuanya tergantung dari persiapan dan pengalaman yang dimiliki oleh penelusur gua. PEMETAAN Dalam kegiatan penelusuran gua, pemetaan merupakan suatu hal yang penting, bahkan pemetaan dapat disebut sebagai aspek ilmiah dari suatu kegiatan yang bersifat petualangan. Meskipun sebenarnya banyak penelitian ilmiah yang dapat dilakukan di dalam gua, seperti penelitian Biologi, Geologi, Geomorfologi, Arkeologi, Hidrologi, Geografi, dan lain sebagainya. Tetapi sebenarnya pemetaan menduduki posisi yang paling penting. Boleh-boleh saja dalam penelusuran gua tidak melakukan penelitian Biologi atau Geologi atau yang lainnya, tetapi pemetaan merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh seorang yang berpredikat ‘caver’. Begitu penting pemetaan, sampai-sampai ada seorang teman dari jurusan Geografi yang menyatakan bahwa “sebuah peta lebih mempunyai banyak arti daripada seribu kata-kata”. Pemetaan merupakan bagian dari kegiatan yang bersifat perekaman atau pendokumentasian. Dalam hal ini adalah yang berhubungan dengan rekaman bentukan fisik gua, misalnya bentuk atau denah lorong, panjangnya, tingginya, keletakan ornamen, apa saja ornamennya, posisi aliran air, lumpur, sump, dan lain sebagainya. Pemetaan sebuah gua merupakan salah satu upaya untuk mendokumentasikan gua tersebut, sehingga peta tersebut akan menjadi informasi untuk penelusur gua lainnya, ia akan mengetahui denah guanya, ukurannya, ornamen yang menghiasinya, dan lain sebagainya, jauh dari sebelum ia sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan juga memberikan informasi ilmiah yang berguna bagi penelitian ilmu pengetahuan. Peta gua juga berarti sebagai bukti seorang caver telah memasuki atau mengeksplorasi suatu gua.
Peta Gua Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan gambaran kepada orang yang membaca peta tersebut dengan mudah. Sehingga sebuah peta gua harus Informatif, dan Komunikatif. Dianggap informatif apabila, data-data yang perlu diketahui dapat ditemukan disini, dalam hal ini data-data yang dibutuhkan untuk sebuah kepentingan eksplorasi. Tentu akan berbeda dengan peta yang dibuat untuk kepentingan penelitian, atau wisata misalnya. Dan peta tersebut akan komunikatif apabila dalam hasil akhirnya tidak membingungkan orang yang membacanya, memiliki alur dan susunan yang jelas dan sesuai dengan aturan yang telah disetujui bersama. Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang; 1. Penampang Atas, atau denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan lorong. 2. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong, dan kemiringan gua tersebut. 3. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang terdapat di dalam gua tersebut. 4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadikan sebagai pos atau stasiun digambarkan potongannya. 5. Data Gua, keterangan mengenai gua tersebut, namanya, letak geografis dan administratifnya, surveyornya, dan tanggal dilakukan survey untu pemetaan. Hal ini termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua dapat terjadi setiap saat. 6. Skala, untuk menunjukkan perbandingan, biasanya digunakan skala batang karena lebih mudah untuk membayangkan keadaan sebenarnya. 7. Arah Utara Peta 8. Legenda, atau keterangan simbol. Apabila sudah terdapat hal-hal tersebut, maka peta gua yang dibuat seharusnya sudah mampu memberikan informasi yang cukup bagi penelusur gua lainnya. Sebuah peta gua tentunya juga memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda. Di dunia ada beberapa penilaian terhadap keakuratan tersebut, tergantung pada kesepakatan federasi masing-masing. Saat ini, yang lazim digunakan di Indonesia adalah sistem grade yang digunakan di Eropa, yang memakai skala 1 sampai 6. Mengenai hal ini akan dijelaskan lebih lanjut di tahap pendalaman. Untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam peta gua, ada beberapa prosedur pemetaan yang harus dilakukan. Sekilas prosedur-prosedur ini akan tampak merepotkan ketika mengeksplorasi sebuah gua, namun sebenarnya kerepotan tersebut akan terbalas dengan hasil yang nantinya kita dapatkan. Alat-alat perlengkapan pemetaan 1. Drafting film atau Kodak Trace sejenis kertas kedap air, seperti kertas kalkir tetapi lebih tebal dan kedap air juga bisa dihapus jika menggunakan alat tulis pinsil. 2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga dipakai rollmeter. 3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan) 4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva atau Suunto yang digunakan. 5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto PM5/360 adalah Clinometer yang terbaik.
gambar 15. contoh simbol peta gua Prosedur Pemetaan
Prosedur pemetaan yang dimaksud disini adalah teknis pengambilan data untuk menghasilkan sebuah peta gua, data-data tersebut akan dicatat di sebuah catatan lapangan untuk kemudian diterjemahkan. Secara garis besar, pengambilan data dilakukan dengan membuat bentukan kasar gua yang dieksplorasi, dengan cara mengambil beberapa titik untuk dijadikan sebagai stasiun. Di stasiun-stasiun tersebutlah data-data direkam, diantaranya arah lorong, ketinggian lorong, kemiringan antara stasiun, tinggi langit-langit gua, lebar lorong dan keterangan lainnya. Pemetaan dapat dilakukan oleh minimal dua orang, dimana satu orang menjadi leader yang memegang ujung alat ukur dan menentukan posisi stasiun, sementara orang kedua menjadi pencatat data yang memasukkan data ke dalam field note. Leader, adalah orang yang berhak menentukan posisi stasiun. Satu titik dapat dijadikan stasiun karena beberapa sebab yaitu; - Lorong yang dieksplorasi berubah arah - Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua - Terdapat kemiringan yang ekstrim - Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim - Terdapat ornamen yang unik - Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat peta dengan grade tertentu. Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus masih terlihat oleh pencatat data. Contoh catatan lapangan Keterangan : STS; Adalah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau 1-2,2-3, dll. Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya Azim.; adalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan stasiun disepannya Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun, biasanya + apa bila stasiun didepannya lebih tinggi, dan - bila stasiun didepannya lebih rendah. Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri. Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua. Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang unik, keterangan mengenai bentukan lorong, dll Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan irisan stasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua. Cara Kerja 1. Stasiun A biasanya pada mulut atau pintu masuk gua. Di sini berdiri pencatat data yang membawa kompas, clinometer dan catatan lapangan. 2. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter dipegang oleh Pencatat data) hingga tempat yang dianggap sebagai stasiun B 3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga mencatat lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan lapangan. 4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A dan stasiun B. Pekerjaan ini dapat dibantu dengan adanya benang atau pita meter yang memanjang antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk juga dibuat denah dan irisannya. 5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal yang istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau adanya aliran air, flowstone, dsb. 6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju stasiun C dan kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan sketsa denah. 7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian 8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau khusus. Menyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua Langkah pertama yang harus dilakukan di tahap ini adalah menyalin kembali data
lapangan sesegera mungkin, karena catatan lapangan kita pasti akan kotor, dan kemungkinan tidak jelas terbaca. Kemudian kita membuat peta gua kasar di kertas milimeter block. Data Azimuth, Kanan, kiri dan jarak akan berguana dalam membuat Penampang atas atau denah, sementara data kemiringan, atas dan bawah akan berguna untuk membuat irisan atau penampang samping. Setelah itu, kita dapat menyalin draft peta yang telah kita buat ke kertas kalkir, dan kemudian ditambahkan kelengkapan-kelengkapan lainnya. gambar 16. contoh peta gua Hambatan Berbeda dengan pembuatan / survey pemetaan yang biasanya dilakukan di tempat terbuka, maka pemetaan gua sepenuhnya dilakukan di dalam gua, jauh di bawah muka bumi. Kondisi gua yang pastinya gelap total, hanya ada penerangan lampu karbit yang terbatas cahayanya, belum lagi lantai gua yang penuh lumpur, ruangan yang sempit, dan waktu yang terbatas dimana kita tidak dianjurkan lupa waktu di dalam gua. Tetapi itu semua bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan pemetaan gua, lebih-lebih bagi mereka yang mengaku sebagai ‘caver’. Yang ingin digarisbawahi di sini adalah bahwa apapun kondisinya seorang caver wajib membuat peta gua di dalam eksplorasinya, khususnya gua-gua yang belum dipetakan. 7. Peralatan Peralatan itu dapat dibagi menjadi dua katagori : A. Perlengkapan pribadi : • Lampu, syaratnya harus bisa ditempelkan pada helm • Helm, diusahakan yang tidak mudah pecah. Jika ternyata pecah tidak akan melukai kepala • Coverall (Werkpak), dengan warna yang menyolok • Sarung tangan, sebaiknya dari kulit yang lemas atau karet • Sepatu, usahakan yang tinggi sehingga dapat melindungi dari gigitan binatang berbisa atau terkilirnya pergelangan kaki • Sumber cahaya cadangan, bisa berupa lilin senter korek api • Peluit, sebagai alat komunikasi darurat. Perlengkapan tersebut hanya dapat dipergunakan untuk gua Horisontal (datar), atau gua yang agak rumit hingga memerlukan keterampilan untuk mendaki dan menuruni secara bebas tanpa peralatan (Free Climbing). Perlengkapan pribadi ini harus diperluas apabila hendak melakukan penelusuran dalam jangka waktu yang lama, banyak terdapat air dan banyak memiliki lorong. • Tempat air minum, dibutuhkan bila penelusuran lebih dari 3 jam, dapat pula untuk mengisi tabung karbit • Makanan, harap dibawa jika menelusuri gua lebih dari 6 jam • Pakaian, yang kering luar dan dalam • Pelampung, untuk berenang • Masker hidung, ini terutama digunakan untuk gua yang banyak Guano-nya (penyebab sakit paru-paru) • Alat tulis kedap air, untuk penelusuran yang rumit dan jauh sebagai catatan perjalanan dan untuk keperluan pemetaan • Peralatan pemetaan, klinometer, rollmeter, kompas prisma, altimeter, barometer, thermometer dan tripod • Alat penunjuk jalan, alat ini bisa berupa bendera, benang dll. dipergunakan untuk gua yang banyak lorongnya • Jam tangan kedap air, penunjuk waktu yang akurat sangat penting dalam penelusuran. • Alat fotografi, untuk keperluan dokumentasi diperlukan kamera SLR, lampu kilat minimum 2 unit, aneka lensa filter, lensa zoom, shutter release, tripod dan bila ada kamera tahan air. Untuk melakukan eksplorasi gua vertikal atau sumuran, tentunya peralatan tersebut diatas tidak memadai. Untuk keperluan tersebut dikenal suatu cara yang disebut SRT (Single Rope Technique) atau teknik menaiki dan menuruni tali tunggal, maka kita
harus melengkapi dengan alat lainnya yaitu : • Sit Harnes (dada), tali pengaman dada • Harnes duduk, tali pengaman/tambatan pinggang • Buntut sapi (Cow's Tails) atau tali pengaman darurat • Maillon Rapide (Delta), penyambung harnes dan tempat mengait alat • Croll (Chest Jammer) alat menaiki tali • Hand Jammer, alat menaiki tali • Decender, alat untuk menuruni tali • Tali prusik, 2 pasang • Webbing, tali pita. B. Perlengkapan kolektif : Peralatan ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan bersama (beregu) dan harus ada seseorang yang bertanggung jawab pada peralatan tersebut. Pemeliharaan barang kolektif ini sebaiknya dilakukan bersama dan dapat juga ditugaskan kepada satu orang. Sebaiknya yang memelihara alat tersebut diserahkan pada orang yang mengerti pada peralatan tersebut, jangan diberikan pada pemula karena sensitifnya peralatan. Namun adakalanya kecenderungan dalam suatu organisasi untuk melimpahkan tanggung jawab tersebut pada pemula, dalam hal ini sangatlah tidak tepat. • Tali, dalam hal ini mutlah diperlukan dalam kegiatan penelusuran gua vertikal. Alat ini sangat sensitif dan nyawa penelusur bergantung pada kualitas dan cara pemeliharaannya. Untuk penelusuran dipergunakan tali statik atau tali Speleo dan diperlukan yang berdiameter 9 - 11 mili. Untuk panjang tali disesuaikan dengan kebutuhan • Tangga kawat baja, sangat fleksibel dalam penggunaannya dan mudah dibawa. Sangat aman untuk melintasi air terjun terurtama jika rombongan sebagian besar kurang mampu menggunakan peralatan SRT. Tiap penggunaan tangga baja ini harus menggunakan pengaman (Safty line) tali dinamis • Tas besar (speleo bag), untuk tempat tali atau peralatan yang lainnya • Perahu karet, untuk mengarungi sungai atau danau • Pulley, sering disebut dengan katrol dan bermanfaat untuk Rescue 8. Bahaya-bahaya Survival dalam caving tidaklah dimungkinkan, oleh karena itu kecelakaan di dalam gua selalu berakibat fatal. Karena dilakukan dalam keadaan gelap total maka tingkat kesulitan dan resiko setiap aktifitas adalah 2 kali lipat daripada di luar gua. Apalagi di Indonesia belum ada (belum mampu) membentuk suatu tim rescue (SAR) gua baik secara lokal maupun nasional walaupun telah banyak gua dibuka sebagai obyek wisata. Di luar negeri fasilitas SAR adalah sarana mutlak bagi penyelenggaraan suatu obyek wisata gua. NSS USA menyebutkan usia minimum penelusur gua (profesional dan amatir) adalah 20 tahun sebagai batas psikologis (kecuali beberapa gua wisata khusus mengijinkan siswa SD masuk). Alasan utamanya karena 90% kejadian kecelakaan menimpa mereka dengan klasifikasi "Young (Teenager) Male Unafiliated Novice" (Remaja/anak lakilaki belasan tahun yang tidak terlatih dan tidak terdaftar pada kelompok speleologi resmi). Namun di Indonesia tidak ada ketentuan batasan umur, bahkan di daerah tertentu seperti di Karang Bolong Jawa Barat remaja belasan tahun telah memasuki gua untuk menambang kapur atau sarang burung walet dengan peralatan tradisional. Maka jelas sekali bahwa kestabilan emosional dan keterlatihan/keterampilan yang memadai adalah syarat utama keselamatan penelusuran. Bahkan secara internasional syarat keterampilan ini seharusnya dinyatakan dalam bentuk sertifikasi yang dikeluarkan melalui kursus / pelatihan resmi oleh Federasi Speleologi setempat (di Indonesia adalah HIKESPI). Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila kalangan penelusuran gua memiliki motto keselamatan "SEDIA PAYUNG SEBELUM MENDUNG" sehingga tidak cukup bersiaga dikala ada gejala bahaya namun justru jauh sebelum itu. Maka estimasi perubahan situasi harus senantiasa diperhatikan. Tingginya jam terbang, pengetahuan, keterampilan dan senioritas tidak cukup dijadikan patokan keamanan karena apa yang bakal dihadapi di dalam gua tidak seorangpun dapat memastikan. Etika pencegahan kecelakaan adalah :
• Tidak memaksakan menelusuri gua bila badan kurang sehat • Keterampilan kurang terutama pada gua vertikal • Peralatan tidak lengkap, kurang terawat dan sudah uzur • Kesiapan mental kurang (sedang patah hati atau stress) • Anggota terlemah adalah patokan standar penelusuran, apabila anggota terlemah mengalami gangguan maka saat itu juga penelusuran harus dihentikan tanpa dapat ditawar lagi • Jumlah anggota kelompok tidak kurang dari 4 orang • Jangan masuk gua di musim hujan, seorang penelusur gua pada masa ini biasanya cuti kegiatan dan hanya diisi dengan latihan ringan atau memperdalam pengetahuan • Mintalah ijin kepada orang tua dan aparat daerah setempat dan instansi terkait sekaligus berpamitan dengan sejujurnya tentang tujuan dan lokasi kegiatan, perhatikan dengan cermat serta patuhi segala wejangan atau nasihat mereka • Tinggalkanlah pesan sebagai berikut : o Hari, tanggal o Nama pemimpin kelompok, alamat, no. telepon o Nama, alamat, telepon anggota lain o Tujuan memasuki gua : ILMIAH/OLAH RAGA/WISATA o Nama gua, lokasi : (dukuh, desa, kecamatan, kabupaten) - Mulai masuk gua pukul, rencana keluar pukul APABILA SAMPAI PUKUL ..... BELUM KELUAR GUA MAKA MUNGKIN TELAH TERJADI KECELAKAAN MAKA HARAP SEGERA MELAPOR KEPA- DA LURAH, POLISI DAN MEMINTA BANTUAN DENGAN MENGHUBUNGI: - NAMA, ALAMAT, NOMER TELEPON - NAMA, ALAMAT, NOMER TELEPON SEGALA PERONGKOSAN/UANG YANG DIPERLUKAN UNTUK MENERUSKAN BERITA INI AKAN DIGANTI DUA KALI LIPAT. TERIMA KASIH. Formulir ini diberikan kepada pejabat dan instansi berwenang setempat dan ditempel di kaca mobil. Macam-macam bahaya : • Terjatuh, seringkali akibat kesalahan estimasi terhadap jarak (distorsi) karena gelap. Melompat adalah hal yang haram dalam kegiatan penelusuran gua • Kekurangan oksigen dan gas beracun, lorong penuh kelelawar atau tumpukan guano, banyak terdapat akar pohon menjulur, tidak berair, berbau belerang dan pengap harus dihindari karena penuh dengan kandungan gas beracun seperti CO dan HS. Tanda-tanda umum kurangnya oksigen atau serangan gas racun biasanya terjadi pening dan halusinasi • Keruntuhan atap dan meledak, adalah kejadian tak terduga yang tidak dapat dihindari bisa diakibatkan gempa bumi atau ledakan dalam gua (jangan membuang sisa karbit dalam gua atau masuk ke lorong penuh guano dengan lampu karbit). Untuk menghindarinya perhatikan apakah lokasi tersebut merupakan bekas penambangan kapur atau dekat dengan lokasi peledakan dinamit sebuah proyek • Banjir, bisa dideteksi bila terdengar suara gemuruh dalam lorong, air sungai yang terasa hangat dan terlihat sampah hanyut dalam aliran air. Perhatikan batas air di dinding sehingga dapat diperkirakan ketinggian air saat banjir, tentukan juga sebuah lokasi atau cekungan di atas batas banjir sebagai tempat berlindung darurat bila terjebak banjir • Hewan berbisa, walaupun menurut pakar biospeleologi mereka ini hidup di daerah mulut gua sampai 100 m. ke dalam namun bisa saja hewan seperti ular ditemui jauh di dalam gua karena terhanyut aliran air atau terperosok ke dalam dari atap atau ventilasi gua. Hindarilah cekungan dan lobang di sekitar mulut gua karena di tempat itu mereka bersarang. Bahaya lain adalah gigitan atau kelelawar dapat mengakibatkan rabies, kotorannya (guano) menyebabkan histoplasmosis (penyakit jalan pernafasan seperti TBC). namun umumnya hewan gua tidak mengganggu • Eksposure, hipotermia dan dehidrasi sangat mungkin terjadi akibat terpaan angin kencang dari aven (ventilasi gua atau jendela karst), baju yang basah karena berendam terlalu lama dalam air gua. Dehidrasi dapat dihindari dengan jalan minum sebelum haus (ingat sedia payung sebelum mendung) karena minum di saat haus datang berarti sudah sangat terlambat karena lebih dari 25% cairan tubuh telah lenyap, ingat penguapan cairan dan panas tubuh dalam gua terjadi sangat cepat tanpa terasa