DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER I.
TUJUAN Mengetahui unjuk kerja alat penukar kalor jenis pipa ganda (Double -
Pipe Heat Exchanger). Menghitung koefisien perpindahan panas, faktor kekotoran, efektivitas dan perbandingan untuk aliran searah (co-current) dan berlawanan arah (counteh current).
II. ALAT DAN BAHAN - Alat Seperangkat alat Double Pipe Heat Exchanger Heater Termometer - Bahan Air III. DASAR TEORI III.1 Pengertian Heat Exchanger Sesuai dengan namanya, maka alat penukar kalor (heat exchanger) berfungsi mempertukarkan suhu antara dua fluida dengan melewati dua bidang batas. Bidang batas pada alat penukar kalor ini berupa pipa yang terbuat dari berbagai jenis logam sesuai dengan penggunaan dari alat tersebut. Pada percobaan ini akan dilakukan pengamatan unjuk kerja alat penukar kalor pipa ganda (double pipe heat exchanger) yang terdiri dari dua pipa konsentris. Pipa yang berada di luar dikenal sebagai annulus (shell), sedangkan bagian dalam dikenal sebagai pipa (tube). III.2 Prinsip Kerja Heat Exchanger Heat exchanger adalah heat exchanger antara dua fluida dengan melewati dua bidang batas. Bidang batas pada heat exchanger adalah dinding pipa yang terbuat dari berbagai jenis logam. Pada heat exchanger ini, terdapat dari dua pipa konsentris, yaitu: annullus/shell (pipa yang berada di luar) dan tube (pipa yang berada di dalam). Berdasarkan jenis alirannya heat exchanger dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.
Pararel Flow Kedua fluida ,mengalir dalam heat exchanger dengan aliran yang searah. Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan temperatur yang besar akan berkurang seiring dengan semakin besarnya x, jarak pada HE. Temperatur keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi
2.
temperatur fluida panas. Counter Flow Berlawanan dengan paralel flow, kedua aliran fluida yang mengalir dalam HE masuk dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang fluida dingin ini suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas sehingga hasil suhu yang didapat lebih efekrif dari paralel flow. Mekanisme perpindahan kalor jenis ini hampir sama dengan paralel flow, dimana aplikasi dari bentuk diferensial dari persamaan steady-state:
dQ U T t a" dL dQ WCdT wcdt
3.
(1) (2)
Cross flow Heat exchanger Dimana satu fluida mengalir tegak lurus dengan fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua fasa. Misalnya sistem kondensor uap (tube and shell heat exchanger), di mana uap memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari uap sehingga uap menjadi cair.
III.3 Komponen Penyusun Heat Exchanger Komponen-komponen dari penyusun Heat Exchanger, terdiri dari: 1.
Shell dan Tube Suatu sillinder yang dilengkapi dengan inlet dan outlet nozzle sebagai tempat keluar masuknya fluida. Ada 2 jenis tube dalam shell, yaitu finned tube (tube yang mempunyai sirip (fin) pada bagian luar tube) dan bare tube (tube dengan permukaan yang rata)
2.
Tube Sheet
Tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya menggunakan 2 buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara tube side dengan shell side. 3.
Baffle Berfungsi sebagai penyangga tube, menjaga jarak antar tube, menahan vibrasi yang disebabkan oleh aliran fluida, dan mengatur aliran turbulen sehingga perpindahan panas lebih sempurna. Jenis baffle yaitu battle melintang (segmental, dish and doughnut) dan baffle memanjang.
4.
Tie Rods Batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di bagian paling luar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara baffle yang satu dengan lainnya tetap.
III.4 Jenis-Jenis Heat Exchanger A. Berdasarkan Fungsinya 1. Heat exchanger Heat exchanger mengontrol kalor antara dua proses aliran: aliran fluida panas yang membutuhkan pendinginan ke aliran fluida temperatur rendah yang membutuhkan pemanasan. Kedua fluida biasanya satu fasa atau suatu fluida yang berbentuk gas dan lainnya berbentuk cairan.
2. Condenser Condenser adalah tipe lain dimana hidrokarbon atau gas lainnya yang mencair sebagian atau seluruhnya dengan pemindahan panas. 3. Cooler – Chiller Berfungsi memindahkan panas, baik panas sensibel maupun panas laten fluida yang berbentuk uap kepada media pendingin, sehingga terjadi
perubahan fasa uap menjadi cair. Media pendingin biasanya digunakan air atau udara. Condensor biasanya dipasang pada top kolom fraksinasi. Pada beberapa kasus refrijeran biasa digunakan ketika temperatur rendah dibutuhkan. Pendinginan itu sering disebut ‘chiller’. 4. Reboiler Digunakan untuk menguapkan kembali sebagian cairan pada dasar kolom (bottom) distilasi, sehingga fraksi ringan yang masih ada masih teruapkan. Media pemanas yang digunakan adalah uap (steam). Reboiler bisa dipanaskan melalui media pemanas atau dipanaskan langsung. Yang terakhir reboilernya adalah furnace atau fire tube 5. Heater – Superheater Heater digunakan untuk memanaskan fluida yang memiliki viskositas tinggi baik bahan baku ataupun fluida proses dan biasanya menggunakan steam sebagai pemanas. Superheater memanaskan gas dibawah temperatur jenuh. B.
Berdasarkan Konstruksinya
1. Tubular Exchanger a.
Double-pipe Heat exchanger Terdiri dari satu buah pipa yang diletakkan di dalam sebuah pipa lainnya yang berdiameter lebih besar secara konsentris. Fluida yang satu mengalir di dalam pipa kecil sedangkan fluida yang lain mengalir di bagian luarnya. Pada bagian luar pipa kecil biasanya dipasang fin atau sirip memanjang,
hal
ini
dimaksudkan
untuk
mendapatkan
permukaan
perpindahan panas yang lebih luas. Double pipe ini dapat digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan fluida hasil proses yang membutuhkan area perpindahan panas yang kecil (biasanya hanya mencapai 50 m2). Double-pipe Heat exchanger ini juga dapat digunakan untuk mendidihkan atau mengkondensasikan fluida proses tapi dalam jumlah yang sedikit. Kerugian yang ditimbulkan jika memakai Heat exchanger ini adalah kesulitan untuk memindahkan panas dan mahalnya biaya per unit permukaan transfer. Tetapi, double pipe Heat exchanger ini juga memiliki
keuntungan yaitu Heat exchanger ini dapat dipasang dengan berbagai macam fitting (ukuran). Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung (indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida pendingin) mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih tinggi mengalir pada pipa yang lebih besar (pipa annulus). Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang disusun dalam susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses konveksi, sedang proses konduksi terjadi pada dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah. Kelebihan Double-pipe Heat exchanger: o
Dapat digunakan untuk fluida yang memiliki tekanan tinggi.
o
Mudah dibersihkan pada bagian fitting
o
Fleksibel dalam berbagai aplikasi dan pengaturan pipa
o
Dapat dipasang secara seri ataupun paralel
o
Dapat diatur sedimikian rupa agar diperoleh batas pressure drop dan LMTD sesuai dengan keperluan
o
Mudah bila kita ingin menambahkan luas permukaannya
o
Kalkulasi design mudah dibuat dan akurat
Kekurangan Double-pipe Heat exchanger:
Relatif mahal Terbatas untuk fluida yang membutuhkan area perpindahan kalor kecil
(<50 m2) Biasanya hanya digunakan untuk sejumlah kecil fluida yang akan dipanaskan atau dikondensasikan.
b.
Shell and tube Jenis ini terdiri dari shell yang didalamnya terdapat rangkaian pipa
kecil yang disebut tube bundle. Perpindahan panas terjadi antara fluida yang mengalir di dalam tube dan fluida yang mengalir di luar tube (pada shell side). Shell and tube ini merupakan Heat exchanger yang paling banyak digunakan dalam proses-proses industri. Gambar 2. Shell and Tube HEmerupakan type Keuntungan Shell and Tube Heat exchanger Heat
exchanger yang paling banyak digunakan di proses-proses industri karena mampu memberikan ratio area perpindahan panas dengan volume dan massa fluida yang cukup kecil. Selain itu juga dapat mengakomodasi ekspansi termal, mudah untuk dibersihkan, dan konstruksinya juga paling murah di antara yang lain. Untuk menjamin bahwa fluida pada shell-side mengalir melintasi tabung dan dengan demikian menyebabkan perpindahan kalor yang lebih tinggi, maka di dalam shell tersebut dipasangkan sekat/penghalang (baffles). Shell and tube ini dibagi lagi sesuai dengan penggunaannya yaitu class R (untuk keperluan proses dengan tekanan tinggi), class C (untuk keperluan proses dengan tekanan dan temperatur menengah dan fluida yang tidak korosif, serta class B (untuk keperluan fluida yang korosif). Proses pertukaran panas pada kedua fluida ini terjadi pada dinding tube dimana terdapat dua proses perpindahan yaitu secara konduksi dan konveksi. Dilihat dari konstruksinya, Heat exchanger tipe Shell and Tube dibedakan atas:
Fixed Tube Sheet Fixed Tube Sheet merupakan jenis shell and tube Heat exchanger yang terdiri dari tube-bundle yang dipasang sejajar dengan shell dan kedua tube sheet menyatu dengan shell. Kelemahan pada tipe ini adalah kesulitan pada penggantian tube dan pembersihan shell.
Floating Tube Sheet
Floating Tube Sheet merupakan Heat exchanger yang dirancang dengan salah satu tipe tube sheetnya mengambang, sehingga tube-bundle dapat bergerak di dalam shell jika terjadi pemuaian atau penyusutan karena perubahan suhu. Tipe ini banyak digunakan dalam industri migas karena pemeliharaannya lebih mudah dibandingkan fix tube sheet, karena tubebundlenya dapat dikeluarkan, dan dapat digunakan pada operasi dengan perbedaan temperatur antara shell dan tube side di atas 200oF.
U tube/U bundle U tube/U bundle merupakan jenis HE yang hanya mempunyai 1 buah tube sheet, dimana tube dibuat berbentuk U yang ujung-ujungnya disatukan pada tube sheet sehingga biaya yang dibutuhkan paling murah di antara Shell and Tube Heat exchanger yang lain. Tube bundle dapat dikeluarkan dari shellnya setelah channel headnya dilepas. Tipe ini juga dapat digunakan pada tekanan tinggi dan beda temperatur yang tinggi. Masalah yang sering terjadi pada Heat exchanger ini adalah terjadinya erosi pada bagian dalam bengkokan tube yang disebabkan oleh kecepatan aliran dan tekanan di dalam tube, untuk itu fluida yang mengalir dalam tube side haruslah fluida yang tidak mengandung partikel-partikel padat.
2. Spiral tube
Plate Heat exchanger Kedua aliran masuk dari sudut dan melewati bagian atas dan bawah plat-plat parallel dengan fluida panas melewati jalan-jalan (ruang antar plat) genap dan fluida dingin
Gambar 3. Plate Heat Exchanger
melewati jalan-jalan ganjil. Plat-plat dapat dipasang secara melingkar agar dapat memberikan perpindahan panas yang besar dan mencegah terjadinya fouling (deposit yang tidak diinginkan). Plate Heat exchanger juga mudah untuk dilepas dan dipasang kembali sehingga mudah untuk dibersihkan. Heat exchanger ini dibagi atas 3 macam : Plate and frame or gasketed plate exchanger
Jenis ini terdiri dari bingkai-bingkai dan plat-plat yang disusun rapat, permukaan plat mempunyai alur-alur yang berpasangan sehingga jika dirangkai mempunyai dua aliran. Heat exchanger ini digunakan untuk temperatur dan tekanan rendah seperti mendinginkan cooling water.
Spiral plate heat exchanger
Lamella (ramen) heat exchanger
C.
Berdasarkan Flow arrangements Terdapat dua jenis Heat Exchanger berdasarkan flow arrangements yakni
single pass dan multiple pass. Pada single pass, kedua fluida melewati sistem hanya satu kali, sedangkan pada multiple pass, salah satu atau kedua fluida mengalir bolak-balik secara zigzag. Pada single pass aliran fluida bisa parallel ataupun berlawanan, sedangkan pada multiple pass merupakan kombinasai keduanya. Fluida juga dapat mengalir secara crossflow. Yang pertama, kedua fluida tidak bercampur, mereka melewati jalan masing-masing tanpa bercampur. Yang kedua, kedua fliuda bercampur tanpa terjadi reaksi kimia. Jika luas shell besar, cross flow akan menghasilkan koefisien perpindahan kalor yang lebih tinggi daripada aliran aksial yang terjadi di dalam tabung double-pipe. D. Berdasarkan Arah Aliran 1.
Paralel Flow Kedua fluida ,mengalir dalam heat exchanger dengan aliran yang searah. Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan temperatur yang besar akan berkurang seiring dengan semakin
besarnya x, jarak pada HE. Temperatur keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi temperatur fluida panas. 2.
Counter Flow Berlawanan dengan paralel flow, kedua aliran fluida yang mengalir dalam HE masuk dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang fluida dingin ini suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas sehingga hasil suhu yang didapat lebih efekrif dari paralel flow.
3.
Cross Flow Heat exchanger Dimana satu fluida mengalir tegak lurus dengan fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua fasa. Misalnya sistem kondensor uap (tube and shell Heat exchanger), di mana uap memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari uap sehingga uap menjadi cair. Dari ketiga tipe Heat exchanger tersebut tipe counter flow yang paling efisien ketika kita membandingkan laju perpindahan kalor per unit area. Dengan beda temperatur fluida yang paling maksimal di antara kedua tipe Heat exchanger lainnya, maka beda temperatur rata-rata (log mean temperature difference) akan maksimal dan pada akhirnya laju perpindahan kalor akan maksimal pula.
III.5 Parameter Heat Exchanger A. Logaritmic Mean Temperature Difference (LMTD)
Pada awalnya kita mengandaikan U (bisa juga digantikan oleh h ) sebagai nilai konstan (nilai U dapat dilihat pada tabel pada lampiran). U sendiri merupakan koefisien heat transfer overall. Aturan untuk nilai U adalah sebagai berikut : 1. Fluida dengan konduktivitas termal rendah seperti tar, minyak atau gas, biasanya menghasilkan h yang rendah. Ketika fluida tersebut melewati heat exchanger, U akan cenderung untuk turun
2. Kondensasi dan Pemanasan merupakan proses perpindahan kalor yang efektif. Proses ini dapat meningkatkan nilai U. 3. Untuk U yang tinggi, tahanan dalam exchanger pasti rendah 4. Untuk fluida dengan konduktivitas yang tinggi , mempunyai nilai U dan h yang tinggi. Untuk U pada suhu yang hampir konstan, variasi temperatur dari aliran fluida dapat dihitung secara overall heat transfer dalam bentuk perbedaan temperatur rata-rata dari aliran dua fluida, yang dapat dibuat persamaan sebagai berikut : Q UATmean
(3)
Yang menjadi masalah kali ini adalah bagaimana membuat persamaan tersebut menjadi benar. Kita harus dapat menghitung nilai dari ΔT yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena terlihat pada grafik mengenai kecenderungan perubahan temperatur fluida akan lebih cepat sejalan dengan posisinya (grafik bisa dilihat dari lampiran). Selain itu pada counterflow dan pararel flow, perhitungan tersebut bisa berbeda. Oleh karena itu perlu dicari suatu persamaan yang dapat menyelesaikan masalah ini. Dengan menurunkan rumus awal sebagai berikut : dQ U ( dA) T ( mc p ) h dTh ( mc p ) c dTc
(4)
Keterangan : h untuk aliran panas dan c untuk aliran dingin Setelah itu kita menyamakan persamaan antara persamaan untuk counterflow dan persamaan untuk pararel flow dan didapat : Ta Tb Q UA ln(Ta / Tb
(5)
Dimana ΔTa adalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu fluida pendingin awal dan ΔTb adalah selisih antara suhu keluaran shell dengan suhu fluida pendingin akhir. Δt mean yang dimaksud dalam persamaan tersebut adalah LMTD, yaitu : Ta Tb ln(Ta / Tb
Tmean LMTD
(6)
Namun demikian penggunaan LMTD juga cukup terbatas. Kita harus menggunakan faktor koreksi F yang dapat dilihat dalam grafik pada lampiran. Sehingga rumusnya menjadi : Q UAF (LMTD )
B.
(7)
Koefisien perpindahan kalor keseluruhan U (overall coefficient of heat transfer),
Koefisien perpindahan kalor keseluruhan (U), terdiri dari dua macam yaitu: 1) UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor masih baru 2) UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor sudah kotor. Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai:
(8) C.
Fouling Resistance Jika sebuah pipa baru saja digunakan, maka keadaannya masih normal dan
bersih sehingga tidak mengganggu proses perpindahan kalor. Namun pada suatu saat fluida yang terus menerus mengalir dalam pipa akan membentuk seperti sebuah lapisan yang akan mengganggu aliran kalor. Hal inilah yang disebut dengan fouling resistance. Untuk menghitung fouling resistance dapat digunakan rumus berikut ini : Rd
1 1 U D UC
Dimana U pipa yang sudah tua tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
U
1 hi
ri ln(r0 / rp ) k insulator
1 r j ln(rp / ri ) k pipe
ri Rd r0 h0
(9)
Untuk U<<10000 W/m2 °C fouling mungkin tidak begitu penting, karena hanya menghasilkan resistan yang kecil. Namun pada water to water heat exchanger dimana nilai U disekitar 2000 maka fouling factor akan menjadi penting. Pada finned tube heat exchanger dimana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, fouling factor akan menjadi signifikan.
Gambar 4. Kekotoran Pipa
D.
Efektivitas Heat exchanger
Efektivitas heat exchanger dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ch Thin Thout
Cmin Thin Tc min
Cc Tcout Tcin
Cmin Thin Tcin
(10)
actual heat transferre d max imum heat that could possibly be transferred from one stream to another
Maka untuk mencari efektifitas untuk paralel single pass HE adalah sebagai berikut :
1 exp (1 C min / C max ) NTU 1 C min / C max
(11)
Sedangkan untuk counterflow adalah sebagai berikut :
1 exp (1 C min / C max ) NTU 1 (C min / C max ) exp (1 C min / C max ) NTU
(12)
Keterangan : NTU (Number of Transfer Unit) bisa didapatkan dari rumus : NTU
UA C min
(13)
Cmin merupakan nilai C tekecil antara Ch dan Cc, sedangkan Cmax merupakan nilai yang terbesar. E. Perpindahan Kalor pada Alat Penukar Kalor (14) Δtm merupakan suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference (LMTD). Untuk shell and tube heat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi dengan faktor yang dicari dari grafik yang sesuai (Fig 18 s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah dengan menggunakan parameter R dan S.
(15-16) Nilai LMTD dihitung dengan persamaan sbb: Bila UD konstan Untuk aliran searah (co-current)
Atau
Untuk aliran berlawanan arah (Counter Current)
(17) Nilai LMTD yang diperoleh ini harus dikoreksi dengan faktor F T yang dicari dari grafik yang sesuai. Caranya yaitu dengan menggunakan parameter R dan S:
(18-19) Dan harga Δ tm =FT.LMTD Bila UD tidak konstan (berubah) terhadap suhu
Untuk aliran searah atau aliran berlawanan arah, maka persamaan LMTD berupa persamaan implisit: (20) F. Penurunan
Tekanan
pada
Alat
Penukar Kalor
Pada setiap
aliran akan terjadi
penurunan
tekanan (pressure
drop) karena gaya gesek yang terjadi antara fluida dan tempatnya. (21)
IV. LANGKAH KERJA 1. Memastikan aliran air pendingin terhubung dengan benar. 2. Mengatur temperatur air pendingin pada temperatur yang diinginkan 3. 4. 5. 6. 7. 8.
kemudian valve 1 dibuka. Menghubungkan stop kontak. Menekan MAIN SWITCH. Menekan tombol “ON” pada heater. Menunggu sampai suhu air pemanas konstan. Menekan “ON” pada pompa. Memvariasikan aliran : a. Untuk aliran searah (co-current) - Membuka valve 4 (air dingin masuk) - Menutup valve 2 - Membuka valve 3 (air dingin keluar) - Menutup valve 6 - Menutup valve 7 - Menutup valve 5 b. Untuk aliran berlawanan (counter-current) - Menutup valve 4 - Membuka valve 2 (air dingin masuk) - Menutup valve 3
- Membuka valve 6 (air dingin keluar) - Menutup valve 7 - Menutup valve 5 9. Membaca temperatur pada layar display. a. Co-current : - Temperatur air dingin masuk (T4) - Temperatur air dingin keluar (T6) - Temperatur air panas masuk (T1) - Temperatur air panas keluar (T3) b. Counter-current : - Temperatur air dingin masuk (T6) - Temperatur air dingin keluar (T4) - Temperatur air panas masuk (T1) - Temperatur air panas keluar (T3) 10. Membaca temperatur pada saat proses pertukaran panas yaitu : - T2 air panas - T5 air dingin
DAFTAR PUSTAKA Jobsheet Satuan Operasi. 2016. Alat Penukar Panas. Palembang : POLSRI. Kern, D. Q. 1981. Process Heat Transfer. Mc-Graw Comp.Book. Holman, J.P. 1997. Perpindahan Kalor. Jakarta : Erlangga. www.scribd.com/DPHE/