DOKSORUBISIN
A. Tinjauan Umum Pilihan dan dosis sitostatik tergantung pada jenis tumor, pengobatan yang menyertainya dan keadaan pasien. Semua sitostatik mempunyai
kesamaan
yaitu
menyerang
siklus
sel
sehingga
menghambat pertumbuhan sel. Dalam hal ini spesifik terhadap fase, yang berarti bahwa hanya sel-sel yang berada pada fase peka di siklusnya yang akan dirusak. Jadi sering dipakai suatu terapi kombinasi dengan beberapa sitostatik yang cara kerjanya saling berbeda. Kemoterapi dengan kombinasi lebih efektif daripada pengobatan dengan satu macam obat pada kebanyakan kanker yang masih efektif dengan kemoterapi. Doksorubisin merupakan senyawa antibiotik antrasiklin termasuk obat antitumor yang paling penting. Obat ini dihasilkan oleh jamur Streptococcus peucetius var. caesius. Doksorubisin (dox oh ROO bi sin) yang merupakan analog hidroksilat daunorubisin sering disebut dengan nama dagangnya “adriamisin”. Doksorubisin menunjukkan aktivitas yang lebih luas
terhadap neoplasma manusia termasuk
berbagai tumor solid bila dengan dibandingkan turunan sintetik antrasiklin lain seperti idarubisin dan daunorubisin. Antibiotik antrasiklin mempunyai struktur cincin tetrasiklin dengan gula yang tidak lazim. Obat-obat sitotastik pada golongan antrasiklin termasuk doksorubisin, memiliki bagian kuinon dan hidrokuinon pada cincin yang berdekatan yang membuatnya berfungsi sebagai penerima elektron dan pemberi elektron.
Struktur kimia doksorubisin hanya
berbeda pada gugus hidroksil tunggal pada C-14. Berat molekul doksorubisin sebesar 580. Doksorubisin HCl larut dalam air untuk
injeksi, larut dalam larutan glukosa 5%, mudah larut dalam larutan normal saline (NaCl 0,9%) dan sangat mudah larut dalam alkohol. Struktur kimia Doksorubisin:
B. Penamaan, Sinonim dan LASA USA
: Adriamycin PFS, Adriamycin RDF, Rubex
Canada : Adriamycin Sinonim : Adria, Doxorubicin HCl, Hidroksidaunomisin hidroklorida, Hidroxidaunorubicin. LASA (Look Alike-Sound Alike): Doksorubisin
sering
dibingungkan
dengan
penyebutan
Daunorubisin, Epirubisin, Idarubisin, Daktinomisin, Doxazosin.
C. Klasifikasi / Golongan Doksorubisin termasuk dalam golongan antibiotik yang bekerja sitostatik. Doksorubisin termasuk dalam turunan antibiotik antrasiklin. Selain doksorubisin, turunan antibiotik antrasiklin lainnya adalah daunorubisin, idarubisin dan epirubisin. Secara umum, klasifikasi sitostatik adalah:
1. Zat-zat penghambat mitosis Alkaloid vinka (Vinkristin, Vinblastin), derivate Podofilin (Etoposid, Etoposidfosfat), Taksan (Paklitaksel, Dosetaksel), penghambat topoisomerase (Topotekan, Irinotekan). 2. Alkilator Busulfan, Klorambusil, Ifosfamid, Karboplatin, Oksaliplatin, Tiotepa. 3. Antimetabolit Antagonis folat (Metotekresat), antagonis pirimidin (Fluorourasil, Sitarabin), antagonis purin (Azatioprin). 4. Antibiotik yang bekerja sitostatik Aktinomisin, Antrasiklin, Bleomisin, Mitoksantron. 5. Hormon dan antagonis hormon Buserelin, Goserelin, Tamoksifen, Testosteron. 6. Sitostatik lain Hidroksikarbamid, Dakarbasin. Sedangkan bila ditinjau dari titik tangkap kerja obat pada siklus sel, doksorubisin termasuk dalam golongan cell cycle non specific (CCNS) atau obat siklus sel non-spesifik yang efektif terhadap tumor dengan proliferasi tinggi pada semua tingkat proliferasi sel kecuali G-0. Selain doksorubisin, sitostatik lain yang masuk ke dalam golongan ini adalah golongan alkilator, antibiotik, sisplatin dan nitrosourea. Selain CCNS, terdapat golongan lain yaitu cell cycle specific (CCS) atau obat siklus sel spesifik bersifat secara toksik secara selektif yaitu pada sel yang sedang berproliferasi, contohnya adalah antimetabolit, bleomisin, alkaloid podofilin, dan aklaoid Vinca.
D. Farmakodinamik Doksorubisin yang termasuk dalam golongan antrasiklin mempunyai tiga fungsi utama yang dapat berbeda tergantung jenis sel dan bekerja maksimal dalam fase S dan G2. Adapun tahapan atau fase perkembangan sel yaitu: 1. Stadium G-0 terdiri dari sel-sel yang tidak membelah yang sewaktu-waktu dapat masuk siklus kembali jika ada rangsangan. 2. Stadium G-1 disebut fase prareplikasi. 3. G-2 pascareplikasi (persiapan mutasi). 4. S, fase sintesis DNA. 5. M, fase mitosis. Tiga fungsi utama doksorubisin adalah: 1.
Interkalasi DNA Obat masuk pada pasangan basa yang berdekatan dan mengikat ruas fosfat-gula DNA sampai melingkar sehingga menghambat
sintesis
DNA
dan
RNA.
Interkalasi
dapat
mengganggu reaksi lepas sambung pilah DNA yang dikatalisasi oleh topoisomerase II sehingga pecah dan tidak dapat lagi diperbaiki. Pencegahan penutupan kembali tempat pemutusan DNA yang dibentuk oleh enzim menyebabkan pemotongan DNA yang permanen. 2.
Terikat pada membran sel Kerja ini menganggu fungsi proses transportasi yang menyatu pada aktivasi aktivasi fosfatidilinositol. Ikatan dengan membran sel menghasilkan peroksida-peroksida lipid dan mengubah fungsinya.
Hal ini kemungkinan berperan penting dalam kerja antitumor dan toksisitas jantung yang disebabkan obat ini. 3.
Pembentukan radikal oksigen melalui peroksidasi lipid Sitokrom P-450 reduktase (terdapat pada membran inti sel) mengkatalis reduksi antrasiklin menjadi radikal bebas semikuinon. Zat ini selanjutnya akan mereduksi molekul O 2, yang menghasilkan ion
radikal-radikal
menghasilkan
anion
hydrogen
superoksida. peroksida
Reaksi
maupun
ini
dapat
radikal-radikal
hidroksil (-OH) pemecahan pita tunggal DNA . Jaringan yang mempunyai superoksida dismutase (SOD) atau peroksidase glutation akan dilindungi. Jaringan tumor dan jantung umumnya mengandung SOD yang rendah. Selain itu jaringan jantung tidak mempunyai
katalase
sehingga
tidak
dapat
menghilangkan
peroksida hydrogen. Kenyataan ini dapat menerangkan sifat kardiotoksisitas antrasiklin. Produksi radikal bebas distimulas secara bermakna oleh interaksi doksorubisin dengan besi. Selain itu transfer elektron intra molekuler pada senyawa antara semikuinon menyebabkan pembentukan peroksida-peroksida lipid, nitrogen monoksida dan radikal destruktif lain.
E.
Farmakokinetika Proses adsorbsi, distribusi, metabolisme serta ekskresi sangat mempengaruhi hasil pengobatan. Doksorubisin harus diberikan secara intravena karena akan dirusak oleh saluran cerna. Doksorubisin terikat pada protein plasma dan jaringan jika tersebar luas. Zat ini tidak masuk ke dalam SSP. Waktu paruh eliminasi 3 jam dan sekitar 30 jam.
Pengambilan obat ini terjadi dengan cepat di jantung, ginjal, paruparu, hati dan limpa. Doksorubisin mengalami metabolisme yang kuat. Doksorubisin diubah menjadi bentuk alkoholnya, menjadi aglikon dan menjadi turunan-turunan lainnya. Proses ekskresi terjadi melalui metabolisme hati dan empedu. Empedu merupakan tempat ekskresi utama dan dosis obat harus diubah pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Secara keseluruhan, sekitar 40% dari dosis yang tersebar di seluruh tubuh, diekskresikan melalui empedu. Sekitar 42% obat yang diekskresikan melaalui empedu adalah doksorubisin, 22% adalah doksorubisinol dan 36% adalah metabolit lain. Hanya 5-10% dari obat yang diedarkan ke seluruh tubuh diekskresikan melalui urin sebagai doksorubisin (45%), doksorubisinol (29%) dan metabolit lain (31%). Sedikit ekskresi melalui ginjal, tetapi dosis umumnya tidak perlu disesuaikan pada pasien dengan gagal ginjal. Obat ini akan memberikan warna kemerahan pada urin setelah 1-48 jam setelah penggunaan.
F.
Stabilitas Fisik dan Kimia Doksorubisin HCl untuk injeksi dalam bentuk serbuk injeksi steril dapat bertahan selama 3 tahun pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya matahari. Doksorubisin dalam bentuk larutan injeksi jika disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 2-8ºC dapat bertahan 2 tahun, tapi bila telah dikeluarkan dari dalam lemari pendingin dapat bertahan hingga 48 jam. Stabilitas doksorubisin tergantung pada beberapa faktor, yang paling penting adalah pH, suhu dan jenis
pelarut yang digunakan saat rekonstitusi. Doxorubisin juga peka terhadap cahaya. 1) Pengaruh pH Stabilits maksimum doksorubisin dari beberapa penelitian adalah pada pH 4. Hidrolisis oleh asam (pH <4) menghasilkan warna merah. Pada penambahan larutan alkali, perubahan warna terjadi dari merah menjadi biru gelap hingga ungu, yang menandakan terjadinya degradasi doksorubisin. Doksorubisin tidak stabil pada pH <3 dan >7. 2) Pengaruh cahaya Fotodegradasi doksorubisin kemungkinan besar akan terjadi pada konsentrasi dibawah 100 µg/mL, jika larutan terpapar cahaya dalam waktu yang cukup. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, seperti yang biasa digunakan pada terapi kanker (minimal 500 µg/mL), tidak ada pencegahan
khusus
yang
penting
untuk
menjaga
larutan
doksorubisin dari pengaruh cahaya. 3) Pengaruh suhu Beberapa
penelitian
yang
dilakukan
untuk
mengetahui
pengaruh suhu terhadap kestabilan doksorubisin adalah: -
Beijinan et al melaporkan bahwa doksorubisin stabil di dalam larutan glukosa 5% (pH 4,7) dan glukosa 3,3% dengan 0,3% NaCl di dalam kemasan polypropilen bertahan hingga 28 hari pada keadaan gelap.
-
Wood et al melaporkan bahwa doksorubisin stabil di dalam larutan 0,9% NaCl (pH 6,47) in PVC minibags disimpan di dalam gelap selama 20 hari pada suhu 25ºC.
Dalam glukosa 5% (pH 4,36) dan NaCl (pH 5,2) doksorubisin stabil dalam PVC minibag selama 43 hari pada suhu 4ºC. Pada penelitian yang sama, diketahui doksorubisin stabil selama 43 hari saat direkonstitusi dengan aqua untuk injeksi dan disimpan di dalam polypropilen syringe pada suhu 4ºC. Jika doksorubisin mengalami pembekuan selama penyimpanan dalam lemari pendingin, tidak dianjurkan pemanasan berlebih karena dapat menyebabkan degradasi. Untuk menghindari hal tersebut, jika doksorubisin membeku dapat dikeluarkan dari lemari pendingin dan diletakkan beberapa saat pada temperatur kamar/ruangan. Untuk penyimpanan larutan dalam vial, doksorubisin dapat disimpan
pada
suhu
2-8ºC
dan
terlindung
dari
cahaya.
Doksorubisin dalam bentuk serbuk injeksi dapat disimpan dalam suhu kamar (15-30ºC). Doksorubisin yang telah direkonstitusi dengan NaCl, stabil selama 7 hari pada suhu kamar (25ºC) dan 15 hari pada lemari pendingin (5ºC) dan terhindar dari cahaya.
G. Penggunaan Teraupetik Doksorubisin merupakan salah satu obat antikanker terpenting dengan aktivitas klinis yang lebih utama dalam kanker payudara, endometrium, ovarium, testis, tiroid, lambung, kandung kemih, hati, dan paru; dalam sarcoma jaringan lunak; dan dalam beberapa kanker anak, termasuk neuro blastoma, sarcoma Ewing, osteosarkoma, dan rabdomiosarkoma. Doksorubisin juga banyak digunakan dalam
keganasan hematologis seperti leukemia limfoblastik, myeloma multiple, dan limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin. Doksorubisin biasanya digunakan dalam kombinasi dengan agen antikanker lain seperti siklofosfamid, cisplatin dan 5-fu. Respon serta durasi remisi cenderung lebih baik dibandingkan dengan terapi agen tunggal.
H. Dosis Penggunaan Beberapa penggunaan dosis yang telah dilaporkan untuk doksorubisin sebagai dosis tunggal, biasanya diberikan 60-75 mg/m 2 melalui injeksi tunggal IV dan diulang setiap 3 minggu. Sebagai alternatif digunakan dosis 20-30 mg/m 2 setiap hari selama 3 hari berturut-turut dan diulang setiap 3 minggu. Bila digunakan dalam bentuk terapi kombinasi, dosis yang paling sering digunakan adalah 40-60 mg/m2, diberikan dalam bentuk injeksi tunggal IV dan diulangi setiap 21-28 hari. Untuk pengobatan sarcoma Kaposi yang terkait AIDS, tersedia produk doksorubisin liposomal (Doxil) yang diberikan secara intravena dalam dosis 20 mg/m 2 selama 30 menit dan diulang setiap 3 minggu. Dosis pemberian doksorubisin perlu disesuaikan terutama pada pasien hiperbilirubinemia. Pengurangan dosis sebesar 50% diperlukan bila konsetrasi plasma bilirubin mencapai 1,2-3,0 mg/dL dan dosis harus dikurangi hingga 75% jika konsentrasi plasma bilirubin mencapai 3,1-5,0 mg/dL.
I.
Efek Samping 1. Kemungkinan kejadian >10% -
Kardiovaskular : terjadi perubahan pada elektrokardiograf.
-
Dermatologis : alopecia
-
Gastrointestinal : mual dan muntah, mukositis, ulserasi, dan nekrosis pada usus, anoreksia, diare, stomatitis, esophagitis. Mual dan muntah biasanya terjadi 1-3 jam setelah pemberian.
-
Genitourinaria : warna kemerahan pada urin.
-
Hematologi : mielosupresi, leucopenia.
2. Kemungkinan kejadian 1-10% -
Kardiovaskular: Aritmia, perikarditis, miokarditis.
-
Dermatologi:
hiperpigmentasi,
baret
eritema
di
daerah
pemberian infuse. -
Endokrin & metabolic: hiperurikemia.
3. Kemungkinan kejadian <1% -
Pada pasien anak-anak akan terjadi peningkatan kemungkinan penyakit neoplastis dan myeloid anemia akut. Pertumbuhan pada masa awal pubertas mungkin terjadi akibat pengobatan kemoterapi yang intensif.
-
Radiation Recall reaction, sangat diperhatikan bagi pasien yang mengalami iradiasi. Reaksi ini merupakan toksisitas lokal parah yang terjadi pada daerah yang diiradiasi. Reaksinya berupa warna kemerahan, rasa panas, erithema dan dermatitis di bagian yang diradiasi. Bisa berkembang menjadi ulserasi berat. Reaksi ini dapat terjadi 5-7 hari setelah pemberian doksorubisin.
Terapi lokal dengan kortikosteroid topikal dapat digunakan untuk meringankan dan menghilangkan reaksi ini. Kardiomiopati adalah salah satu karakteristik unik antibiotik antrasiklin termasuk doksisiklin. Kardiomiopati ini tergantung dari dosis yang diberikan. Kardiomiopati biasanya bersifat irreversibel tapi gejala yang timbul dapat diatasi dengan terapi standar seperti penggunaan digitalis, glikosida dan diuretika. Kemungkinan kejadian kardiomiopati <1% pada penggunaan total dosis <500 mg/m2; dosis 501-600 mg/m2 kemungkinan kejadian 11% dan pada dosis total >600 mg/m2 kemungkinan kejadiannya sebesar 30%. Dua tipe kardiomiopati yang dapat terjadi: 1) Bentuk akut: memiliki ciri berupa perubahan elektrokardiograf yang abnormal termasuk perubahan-perubahan gelombang ST-T dan aritmia. Bentuk akut ini timbul 2-3 hari pertama. Salah satu manifestasi berat pada kerusakan miokardium akut “sindrom perikarditis-miokarditis”. Bentuk ini biasanya bersifat selintas dan pada kebanyakan kasus tidak bergejala. 2) Bentuk kronik: toksisitas terkait-dosis yang kumulatif dan kronis (biasanya pada dosis total 550 mg/m 2 atau diatas dosis ini) dimanifestasikan oleh gagal jantung. Toksisitas kronik terhadap jantung tampaknya terjadi akibat peningkatan produksi radikal bebas di dalam miokardium. Tingkat mortalitas lebih dari 50%. Dosis total doksorubisin hanya 250 mg/m 2 dapat menyebabkan toksisitas miokardium. Penggunaan dosis mingguan yang lebih rendah atau infus doksorubisin kontinu tampaknya menurunkan insidens toksisitas jantung. Teknik noninvansif yang paling
menjanjikan untuk mendeteksi perkembangan awal gagal jantung yang diinduksi oleh obat adalah sineangiografi radionuklida. Dexrazone (Zinecard) adalah agent kemoterapi dengan indikasi yang telah disetujui FDA untuk digunakan mengurangi kemungkinan kardiomiopati akibat doksorubisin pada wanita dengan kanker payudara
metastatic
yang
telah
menerima
dosis
kumulatif
doksorubisin ≥300 mg/m 2.
J.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat a. Kontraindikasi Doksorubisin tidak diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap doksorubisin atau komponen yang terdapat di dalam formulasinya, pasien dengan depresi sumsum tulang belakang berat, kumulatif dosis sebelumnya, keadaan hamil dan laktasi serta pasien dengan riwayat kardiomiopati. b. Interaksi Obat -
Fenitoin
: mengurangi penyerapan fenitoin
-
Siklofosfamid
: resiko pendarahan dan meningkatkan resiko kardiotoksisitas.
-
Mitomisin
: meningkatkan resiko kardiotoksisitas.
-
Paklitaksel
: meningkatkan resiko kardiotoksisitas.
-
Digoksin
: mengurangi tingkat penyerapan digoksin.
-
Merkaptopurine : meningkatkan resiko hepatotoksis
-
Progesterone
: pada dosis tinggi menningkatkan resiko neutropenia dan trombositopenia.
-
Verapamil
: pada tikus percobaan, terbukti meningkatkan kardiotoksisitas.
-
Sisloporine
-
Antrasiklin
: meningkatkan toksisitas, koma. :
pada
dosis
tinggi
mengakibatkan
kardiotoksisitas.
K. Resistensi Resistensi yang disebabkan peningkatan efluks melalui transport P-glikoprotein yang berlebihan. Sel-sel yang kaya dengan glutation peroksidase juga resisten. Penurunan sitokrom P-450 reduktase, topoisomerase II dan perbaikan DNA dapat juga memainkan peranan.
L.
Sediaan dan Nama Dagang 1) Serbuk injeksi 10 mg/vial, vial @5 ml -
Adricin ( Novell Pharma)
-
Doxorubicin Ebewe (Ferron / Ebewe)
-
Doxorubicin (Actavis) *
-
Doxorubisin RTUS (Combhipar)*
-
Doxotil (Dapa)*
-
Doxorubicine Kalbe (Kalbe Farma)*
-
Doxorubicin HCl (Sanbe Farma)*
2) Serbuk injeksi 50 mg/vial, vial @25 ml -
Adricin (Novell Pharma)
-
Doxorubicin Ebewe ( Ferron /Ebewe)
-
Doxorubicin (Actavis)*
-
Doxorubisin RTUS (Combhipar)*
-
Doxotil (Dapa)*
-
Doxorubicine Kalbe (Kalbe Farma)*
-
Naprodox (Kimia Farma)*
Keterangan : * = obat yang masuk DPHO askes tahun 2013
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. MIMS Edisi 120 th . UBM Medica Asia: Singapore. Anonim. 2013. Daftar Obat PT. Askes edisi XXXII . PT. Askes: Jakarta. Lacy, F. Charles et al. 2006. Handbook of Drug Information . Gail and Margaret. 2011. Oncology Nursing Drug Handbook. Jones and Bartlett Publisher: USA. Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi . Penerbit EGC: Jakarta. Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik . Penerbit Salemba: Jakarta. Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi . Widya Medika: Jakarta. Richard, K.B et al. 2009. Principles and Practice of Gynecologic Oncology . Lipincott Williams & Wilkins: Philadelphia. Schmitz, Gery. 2008. Farmakologi dan Toksikologi . Penerbit EGC : Jakarta. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi . Penerbit EGC : Jakarta.