Senin, 18 Oktober 2010 Retardasi mental B. Definisi dan pengertian Yang dimaksudkan dengan Retardasi Mental adalah suatu kondisi perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang ditandai oleh adanya hendaya (impairment), ketrampilan (kecakapan skill) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensi yaitu kognitif, bahasa, motorik dan sosial (ICD 10 dalam WHO Genewa 1992) Tredgol memberi batasan dari istilah retardasi mental sebagai suatu keterbatasan perkembangan perkembangan otak seseora seseorang ng yang berakibat berakibat terhentinya terhentinya maturasi maturasi sehingga sehingga tidak mampu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau terhadap harapan dari masyarakat supaya dapat mempertahankan hidupnya tanpa dukungan dan bantuan dari luar. Yang terpenting disini ialah terhentinya perkembangan fungsi intelek seseorang pada masa pertumbuhan yang ditandai oleh gangguan kemampuan belajar, penyesuaian sosial dan atau maturasi.(W. M Roan, 1979) DSM-III R mengemukakan tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis seorang individu yang menderita retardasi mental: (1) individu harus memiliki fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada dibawah rata-rata. Secara teknis, fungsi intelektual dari individu tersebut berada pada IQ 70 atau lebih rendah dari 70. (2) individu tersebut harus mengalami kekurangan atau kerusakan dalam tingkah laku adaptif yang disebabkan oleh atau ada hubungannya dengan intelegensi yang rendah. Kerusakan dalam tingkah laku adaptif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menerima tanggung jawab sosial dan mengurus diri sendiri (misalnya mengenal atau mengatakan tentang waktu, menangani uang, berbelanja, atau berpergian sendirian. (3) gangguan itu harus terjadi sebelum usia 18 tahun dan bila sesudah usia tersebut fungsi mental individu menurun, maka orang tersebut dikatakan menderita demensia. Rendahnya tingkat intelegensi sesorang dapat menyebabkan beberapa gangguan salah satunya adalah gangguan komunikasi (perkembangan bahasa dan bicara) yang dalam ilmu terapi Wicara lebih dikenal dengan istilah Dyslogia. Yang berarti gangguan komunikasi
yang disebabkan oleh rendahnya mental intelektual. Inability to speech due to central nervous system dysfunction, in a less severe from often referred to as dyslogia (L Nikcolosi 1989 6 & 87) Dyslogia adalah ketidakmampuan berbicara yang disebabkan adanya kerusakan pada susunan syaraf pusat, bisa dari ringan hingga berat derajat keparahannya (L Nicolosi 1989 ; 6 & 87) Dyslogia is devective speech associated with mental impairment (LE Travis,1971 ; 11) Dyslogia adalah ketidak sempurnaan bicara yang disebabkan karena kerusakan mental (LE Travis, 1979 ; 11) Dari kedua pendapat kedua ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Dyslogia adalah ganggua dan bicara yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau disfungsi susunan syaraf pusat, yang mengakibatkan gangguan pada perkembangan mental intelektual. C. Penyebab Dislogia Seperti yang telah diungkapkan diatas, bahwa dyslogia merupakan bentuk ketidak sempurnaan dalam berbicara yang dapat disebabkan adanya disfungsi pada sistem saraf pusat yang berakibat pada keterbelakangan mental sehingga fungsi intelektual, daya ingat serta berkaitan dengan kepribadian seseorang mengalami gangguan dalam proses perkembangan. Dalam hal ini menurut Mc Graw-Hill penyebab Dyslogia adalah akibat gangguan peredaran darah otak pada daerah frontalis area 9 dan 12 yang berfungsi sebagai kegiatan intelektual, daya ingat dan kepribadian seseorang. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menderita retardasi mental antara lain: faktor organik dan factor psikososial. Faktor-faktor organik yang menyebabkan seseorang mengalami retardasi mental diantaranya 1. Masa Prenatal 1) Infeksi-infeksi yang dialami ibu, antara lain kantung placenta yang mengelilingin janin berfungsi sebagai rintangan untuk mencegah banyaknya infeksi yang dipindahkan dari ibu ke janin, tetapi ada kemungkinan sejumlah virus menembus rintangan ini. Ada tiga jenis virus yang dikenal sebagai penyebab cacat-cacat kongenital, yakni virus rubella, cytomegalovirus, dan herpes virus homolis (herpes simplex). Pada satu kelompok ibu-ibu yang menderita rubella selama kehamilan , kira-kira sepertiga anak yang dilahirkan mengalami retardasi mental (Chess, 1978). gejala dari ibu hamil yang ,menderita rubella
hanya berupa suhu tubuh rendah dan peradangan kulit yang ringan. Tetapi, gangguan ini dapat menyebabkan peradangan otak pada janin yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya degenerasi jaringan otak. Beberapa bagian otak akan rusak tergantung pada perkembangan degenerasi itu pada waktu terjadi peradangan ; dan dengan demikian akibatakibat dari rubella mungkin berbeda dari anak yang satu dengan anak yang lainnya. Retardasi bisa ringan atau sangat berat, dan mungkin cacat pada penglihatan, pendengaran dan fungsi jantung. Begitupun dengan virus herpes dan cytomegalo virus. 2) Ketidak cocokan darah dan kondisi ibu yang kronis. Kadang-kadang zat-zat biokimia dalam janin menyebabkan ibu mengembangkan respon antibody terhadap bayi itu. Antibodi-antibodi ini bisa jadi merusakan jaringan-jaringan janin yang serupa dengan orang-orang yang menolak pencangkokan organ. Beberapa kondisi kesehatan yang kronis pada ibu mungkin dapat menyebabkan retardasi pada janin. Hipertensi dan diabetes adalah contoh gangguan kronis yang dapat mengganggu makanan janin dan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan otak. 3) Obat-obat yang digunakan ibu dapat menembus placenta dan masuk kedalam janin. Bahkan obat-obat penenang yang ringan dapat menyebabkan retardasi dan kecacatankecacatan pada janin. 4) Penggunaan alkohol pada waktu kehamilan diketahui sebagai penyebab terjadinya retardasi. Bahkan para wanita yang minum tidak secara berlebihan waktu hamil mungkin akan melahirkan anak yang cacat. Akibat dari ibu yang meminum alkohol selama kehamilan adalah bahwa anak akan mengalami gangguan yang dinamakan fetal alcohol syndrome (Streissguth, 1978). Salah satu gejala adalah retardasi mental dari ringan sampai yang berat. Gejala lain berupa kesulitan dalam perhatian dan hiperaktifitas. 2. Masa Natal (masa saat kelahiran) 1) Beberapa faktor yang menyebabkan seorang anak mengalami retardasi antara lain; bayi lahir dengan berat badan rendah, lahir prematur. 2) Kekurangan oksigen (Asfiksia), yang disebabkan oleh persalinan yang lama, 3) Trauma kepala akibat vakum ataupun forceps yang dapat mengakibatkan perdarahan intra cranial dan dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan pada susunan saraf pusat. 3. Masa Post natal (masa setelah kelahiran) 1) Kerusakan system saraf pusat sesudah kelahiran dapat juga menyebabkan retardasi.
Diantara kasus-kasus kerusakana itu adalah infeksi, pukulan-pukulan pada kepala atau trauma kapitis. 2) Tumor dan racun. Beberapa zat beracun (misalnya karbon monoksida, barbiturate, dan sianida) merusak sel-sel otak dengan menghilangkan oksigen dari sel-sel tersebut. 3) Meningitis dan encephalitis yang berat yang kadang-kadang menyebabkan penyakit gondok, campak, cacar air dapat menyebabkan terjadinya peradangan otak dan jaringan selsel disekitarnya. Sering kali gangguan ini menyebabkan retardasi, serangan kejang-kejang atau bahkan kedua-duanya. Beberapa infeksi telinga dapat merusak jaringan otak. 4) Penyebab lain bisa karena kecelakaan dan perlakuan kejam atau penganiayaan terhadap anak-anak. Dalam sebuah penelitian di Inggris ditemukan bahwa 11% dari anak-anak cacat mengalami kerusakan otak yang disebabkan oleh penganiayaan (Bucha & Oliver, 1977). D. Karakteristik Dislogia Pada umumnya anak dengan dislogia mengalami keterlambatan dalam perkembangan bicara, dimana kemampuan bahasa reseptif dan ekspresifnya terganggu. Contohnya, terjadi kegagalan dalam melaksanakan perintah. Ketidakmampuan dalam pemahaman berbahasa dapat terjadi pada tingkatan bahasa baik fonology, semantik, morfology, syntax, ataupun pragmatiknya. Sebagai bentuk keterlambatan bahasa secara ekspresif, anak dislogia hanya menggunakan bahasa non verbal dalam mengekpresikan keinginannya. Meskipun tidak semua masalah diatas timbul pada anak retardasi mental, namun sebagian anak retardasi mental pada umumnya memilliki permasalahan pada bahasa ekspresif dan reseptifnya. Ada beberapa karakteristik secara khusus mengenai retardasi mental diantaranya: 1) tidak memiliki memiliki kemampuan untuk mengerti situasi yang serius dan tidak dapat pula berperilaku sesuai dengan situasi umum yang berlaku, terlebih lagi mereka tidak dapat merespon tindakan denga cara impulsif. 2) anak yang mengalami retardasi mental dalam hal komunikasi mengalami kesulitan karena perbendaharaan kata yang terbatas dan mereka mengalami kesulitan dala kemampuan untuk membaca dan menulis. 3) mereka juga mengalami kesulitan dalam bertingkah laku yang sesuai dengan usianya dan lebih memilih anak-anak dibawah usianya sebagai teman bermain.
4) anak retardasi mental mengalami kesulita mengingat, memahami, logika dan pemecahan masalah. Menurut Carles Van ripper dalam buku Speech correction klasifikasi retardasi mental dibagi menjadi : Borrderline memiliki tingkat IQ antara 75-90, Slow leaner (lambat belajar), perbendaharaan bahasa dan kalimatnya cukup baik, mengalami kesulitan dalam penggunaan bahasa untuk menjelaskan atau mengekspresikan ide yang abstrak, kalimat yang digunakan sangat berlebihan dan terbatas untuk variasinya, pemahaman ekspresif dalam permainan baik. Educable mental retardation memiliki cirri tingkat IQ antara 50-75, mulai berbicara sangat lambat, mampu mempelajari bahasa yang digunakan, panjang kalimat, kelengkapan kalimat dan struktur kalimat yang dibuat sangat terbatas, mengalami kesulitan pada penggunaan kata subyek dan kata kerja. Trainable Mental Retardation memiliki cirri tingkat IQ 20-50, pembelajaran yang diberikan adalah kemampuan untuk mengurus diri sendiri, memiliki kemampuan bahasa yang terbatas, dapat mengerti dan mengungkapkan pesan yang diberikan, kosa kata dan tata kalimat terbatas atau sederhana, terjadi omisi pada artikulasi, suka meniru dan berbicara dengan bahasa yang tidak tepat, menggunakan bahasa yang sering didengar dilingkungan, Custodial Mental Retardation memiliki cirri IQ dibawah 20, tidak memiliki kemampuan bahasa secara verbal, bahasa ekspresi lebih diberikan dalam bentuk tangis, jeritan atau rintihan, mampu merespon untuk hal-hal yang berhubungan dengan makanan dan keperluan kamar mandi serta tidak terampil dalam mengurus diri sendiri.
E. Prevalensi / angka kejadian Dislogia Gangguan bahasa dan berbicara adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak dengan retardasi mental. Gangguan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua, dimana kondisi anaknya memiliki keterlambatan perkembangan bahasa bicara dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat, di rumah
sakit ataupun klinik terapi yang menyediakan konsultasi serta penanganan gangguan bicara, presentase terbesar banyak didiagnosis dengan kondisi dislogia.
F. Prognistik teoritik Sebuah prognosis bagi anak Dislogia dipengaruhi oleh munculnya gejala-gejala permasalahan bicara yang timbul, serta faktor penyebab yang melatarbelakangi timbulnya permasalahan bahasa bicara. Anak dislogia yang disertai dengan retardasi mental memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding anak dislogia yang memiliki intelegensi baik. “Gangguan bicara anak dengan retardasi mental memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan anak yang inteligensinya baik” ( Effendi, 2008).
D. Metode Metode yang digunakan dalam penangana kasus dyslogia menggunakan metode Modeling. Sumber Metode: Buku Speech Correction, yang ditulis oleh Charles Van Riper, Lon Emerick, New Jersey: Pretince Hall. 1984. Dasar Pemikiran: Metode modeling merupakan terapi berbahasa dengan pendekatan linguistik. Dalam penerapannya seorang terapis wicara menyediakan dirinya sebagai model untuk berbahasa dengan menggunakan bahasa yang disederhanakan sedemikian rupa sehingga dapat membantu anak menemukan pola dasar dan aturan berbahasa yang benar. Seperti yang diungkapkan oleh Laura Lee (1969), dimana tugas sebagai terapis adalah menjabarkan kompleksitas atau kerumitan bahasa bagi anak, untuk membantu dia memahami informasi atau pesan yang terkandung dalam inti sebuah kalimat, dan perlahan terbentuk pola berbahasa baik secara reseptif maupun ekspresif. Tujuan Metode: Seperti yang telah dijelaskan diatas dalam Modeling dimana seorang terapis menyediakan dirinya untuk menjadi model berbahasa bagi klien dengan mengurai kompleksitas atau kerumitan bahasa sehingga klien dapat menemukan pola dasar dan aturan berbahasa yang benar. Serta memahami informasi atau pesan yang terkandung dalam sebuah inti kalimat, dan diharapkan klien mampu mengembangkan kemampuan pola berbahasa yang lebih baik secara reseptif maupun ekspresif.
Langkah-langkah Metode: Modelling merupakan metode terapi berbahasa yang sederhana, dimana seorang terapis wicara menyediakan dirinya sebagai model berbahasa bagi klien dalam menguraikan kerumitan bahasa dengan rangkaian kata atau kalimat dengan sedemikian cara. Sehingga klien dengan mudah memahami makna dalam sebuah inti kalimat dan perlahan terbentuk pola bahasa yang baik baik dalam segi reseptif ataupun ekspresif. Rangkaian kata atau kalimat yang diucapkan oleh terapis wicara bukan sekedar rangkaian kata atau kalimat yang diucapkan dengan serta merta, tetapi suatu rangkaian kata atau kalimat yang telah dirancang sedemikian rupa yang dengan itu diharapkan klien bisa memahami. Dalam penerapan metode modeling ini klien dituntut untuk turut mengalami sebuah bentuk kegiatan yang merupakan proses terangkainya kata sekaligus maknanya dengan mudah. Pada penerapan metode ini kalimat dibuat sesederhana mungkin, diperagakan sejelas mungkin, dengan pelan dalam tingkatan dan variasi bahasa. (Charles Van Riper, Lon Emerick, 1984, p.144).