15
Akibat dari ketidaklengkapan serta kurang dapat dipercayanya angka statistik vital di Indonesia, maka sangatlah sulit untuk memperkirakan dengan tepat tren mortalitas di Indonesia dari masa ke masa.
MEKANISME PENURUNAN KEMATIAN BAYI DAN ANAK Kematian bayi dan anak secara umum merupakan konsekuensi akhir dari perjalanan kumulatif dengan berbagai pengalaman morbiditas dan jarang karena serangan penyakit tunggal. Dalam merencanakan dan melaksanakan program-program kesehatan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas perlu dibekali dengan peningkatan pengetahuan yang lebih luas dan l ebih mendalam, dan tidak hanya dibatasi pada penyakit penyebab kematian saja. ANGKA HARAPAN HIDUP PADA SUATU UMUR Merupakan rata-rata jumlah tahun kehidupan yang masih dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur tepat X dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka harapan hidup waktu lahir misalnya, merupakan rata-rata tahun kehidupan yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir. Misalnya angka harapan hidup umur lima tahun berarti rata-rata tahun kehidupan pada masa yang akan datang dijalani oleh mereka yang telah mencapai usia lima tahun.
DIAGRAM LEXIS Diagram Lexis adalah diagram yang melukiskan hubungan antara waktu terjadinya suatu peristiwa kependudukan dengan umur seseorang pada waktu terjadinya peristiwa tersebut. Peristiwa ini dilukiskan dalam sebuah grafik dengan sumbu x (sumbu horizontal) melukiskan skala waktu dan sumbu y (sumbu vertikal) melukiskan skala umur atau lamanya waktu. Kedua sumbu dibatasi garis-garis dengan jarak yang sama.
Diagram Lexis disamping menggambarkan umur seseorang pada saat-saat terjadinya peristiwa tertentu dapat juga menggambarkan umur sebuah kohor (cohort (cohort ). ). Kohor adalah sekelompok penduduk yang dalam perjalanan hidupnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama, misalnya kohor kelahiran yang merupakan sekelompok penduduk yang lahir pada waktu yang sama. (syntetic cohort / cross sectional population ) adalah sekelompok penduduk yang ter susun dalam Kohor Sintetis (syntetic kelompok-kelompok umur tertentu. Kohor sintetis ini sebenarnya terdiri dari beberapa kohor kelahiran, dan beberapa kohor ini dilihat pada suatu waktu tertentu. Perpotongan antara garis vertikal dari titik waktu tersebut terhadap beberapa kohor menghasilkan kohor sintetis. Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
16
KLASIFIKASI RANGKAP DI DALAM DEMOGRAFI Di dalam demografi kejadian-kejadian seperti kelahiran, kematian, perkawinan, diamati atau dicatat pada tahun tertentu. Misalnya pada tanggal 10 Mei 1957, seorang bayi lahir dan setelah umur dua tahun lima bulan, yaitu pada tanggal 10 Oktober 1959 bayi tersebut meninggal. Kalau kejadian tersebut digambarkan pada diagram Lexis, maka garis kehidupan anak tersebut berakhir pada titik A. Titik A ini juga disebut dengan titik kematian.
TABEL KEMATIAN Ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan pengukuran tingkat ( rate) dan rasio (ratio), diantaranya: 1. Di wilayah A, dari sejumlah 100 orang penduduk pada tahun 1980 berumur 20 tahun, berapa orangkah yang dapat merayakan ulang tahunnya yang ke-50? 2. Berapa tahun rata-rata harapan hidup seorang bayi yang beru lahir di wilayah A untuk tahun 1980? 3. Seseorang yang kini telah berumur 65 tahun, berapakah kemungkinannya dapat bertahan hidup hingga tiga tahun lagi?
Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
17
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan baik (walaupun masih dalam perkiraan) dengan tabel kematian. Tabel Kematian memberikan gambaran tentang sejarah kehidupan suatu kohor hipotesis yang berangsur-angsur berkurang jumlahnya karena kematian. Tabel Kematian ini mempunyai bentuk yang sangat sederhana disusun berdasarkan tingkat kematian menurut umur ( age specific death rate). Dalam pembuatan tabel kematian dibuat beberapa asumsi: 1. Kohor hanya berkurang secara berangsur-angsur karena kematian, tidak ada migrasi masuk dan migrasi keluar. 2. Kematian anggota kohor menurut pola tertentu pada berbagai tingkat umur. 3. Kohor berasal dari “radiks” tertentu. Radiks adalah bilangan permulaan perhitungan dalam Tabel Kematian biasanya dipilih angka 100.000, atau juga beberapa ahli yang menggunakan angka 1.000 atau 10.000. 4. Pada tiap tingkat umur rata-rata orang meninggal mencapai pertengahan antara dua tingkat umur berturut-turut. Ada dua bentu Tabel Kematian: 1. Tabel Kematian Lengkap (complete life table), dibuat secara lengkap dan terperinci menurut umur satu tahunan. Tabel Kematian terdiri dari tujuh kolom, enam kolom diantaranya menyajikan fungsi Tabel Kematian. 2. Tabel Kematian Singkat (abridged life table), meliputi seluruh umur tetapi tidak terperinci secara tahunan melainkan menurut kelompok umur dengan jenjang tertentu (misalnya 5 tahun atau 10 tahun).
CONTOH TABEL KEMATIAN LENGKAP
x
qx
lx
dx
Lx
Tx
e0x
0 1 2 107 108 109
0,022256 0,00158 0,00093 0,51059 0,52810 0,54519
100.000 97.714 97.589 4 2 1
2.256 155 91 2 1 1
98.109 97.666 97.544 3 2 0
7.324.402 7.226.293 7.128.627 6 3 1
73,24 73,93 73,05 1,40 1,35 1,29
Sumber: Palmore, 1973.
Dimana: x
qx lx dx Lx Tx e0x
=
umur tepat dalam tahun
=
kemungkinan antara umur x dan x+1
=
mereka yang bertahan hidup pada umur tepat x
=
jumlah kematian antara umur x dan x+1
=
tahun kehidupan (years lived ) antara umur x dan x+1
=
tahun total kehidupan (total years lived ) setelah umur tepat x
=
harapan hidup (expectation of life), jumlah rata-rata tahun kehidupan setelah umur tepat x.
Rumusnya:
=
=
+ 1 2
Probabilitas (
) =
∑= = =
+
+ = 1 e0 x
=
Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
18
KELAHIRAN (FERTILITAS) Istilah fertilitas sama dengan kelahiran hidup ( live birth), yaitu terlepasnya bayi dari Rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan; misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya. Apabila pada waktu lahir tidak ada tanda-tanda kelahiran disebut lahir mati ( still birth) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran. Disamping itu ada juga istilah fekunditas ( fecundity ) sebagai petunjuk kepada kemampuan fisiologis dan biologis seorang perempuan untuk menghasilkan anak lahir hidup. Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran m ortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua o rang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Masalah yang lainnya bahwa tidak semua perempuan mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapatkan pasangan untuk berumah tangga. Juga ada beberapa perempuan yang bercerai dan menjanda.
PENGUKURAN FERTILITAS TAHUNAN 1. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate) Didefinisikan sebagai banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun. CBR =
x k
2. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate) Ukuran fertiliutas masih terlalu kasar karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Diketahui bahwa penduduk yang memiliki resiko hamil adalah perempuan dalam usia reproduksi (15-49 tahun), maka ukuran fertilitas perlu diubah vdengan membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk perempuan usia subur (15-49 tahun).
−
x k
atau
x (−)
k
3. Tingkat Fertilitas Menurut Umur ( Age Specific Fertility Rate) Di antara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan pada tiap-tiap kelompok umur.
x k
atau
x
k
4. Tingkat Fertilitas Menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific Fertility Rate) Ini sangat penting unutk mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu Negara. K emungkinan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung pada jumlah anak yang telah dilahirkan. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu, dan juga umur anak yang masih hidup.
−
x k
atau
∑ (−)
5. Standarisasi Tingkat Fertilitas (Standardized Fertility Rate) Kalau diketahui tingkat fertilitas menurut umur di negara A dan B, dan ingin dibandingkan tingkat kelahiran umum di kedua negara tersebut, maka tingkat fertilitas menurut umur dikalikan dengan jumlah penduduk standar dari masing-masing kelompok umur. Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
19
PENGUKURAN FERTILITAS KUMULATIF 1. Tingkat Fertilitas Total (Total Fertility Rate) Didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan tiap 1000 penduduk yang hingga akhir masa reproduksinya dengan catatan: a. tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya; b. tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu.
2. Tingkat Kelahiran Kasar (Gross Reproduction Rate) Jumlah kelahiran bayi perempuan oleh 1000 perempuan sepanjang masa reproduksinya dengan catatan tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya.
3. Tingkat Kelahiran Bersih (Net Reproduction Rate) Jumlah kelahiran bayi perempuan oleh sebuah kohor hipotesis dari 1000 perempuan dengan memperhitungkan kemungkinan meninggalkan perempuan-perempuan itu sebelum mengakhiri masa reproduksinya.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGI RENDAHNYA FERTILITAS PENDUDUK Terdiri dari faktor demografi dan faktor non-demografi. Faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, struktur perkawinan, umur kawin pertama, paritas, disrupsi perkawinan, dan proporsi yang kawin. Sedangkan faktor non-demografi antara lain adalah keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status perempuan, urbanisasi dan industrialisasi.
FAKTOR SOSIAL
VARIABEL ANTARA
FERTILITAS
Dalam menganalisis pengaruh social budaya terhadap fertilitas, dapatlah ditinjau faktor-faktor yang mempunyai kaitan langsung dengan ketiga proses di atas. Davis dan Blake (1956) menyebutkan 11 variabel antara yang dikelompokkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Hubungan Kelamin Pada Usia Reproduksi a. Umur memulai hubungan kelamin b. Selibat permanen, yaitu proporsi perempuan yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin c. Lamanya masa reproduksi yang hilang karena: 1) perceraian, perpisahan, atau ditinggal pergi oleh suami 2) suami meninggal dunia d. Abstinensi sukarela e. Anstinensi karena terpaksa (impotensi, sakit, berpisah sementara yang tidak bisa dihindari) f. Frekuensi hubungan seks (tidak termasuk abstinensi) 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Konsepsi a. Kesuburan dan kemandulan biologis (fekunditas dan infekunditas) yang disengaja b. Menggunakan atau tidak menggunakan alat-alat kontrasepsi: Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
20
1) cara kimiawi dan cara mekanis 2) cara-cara lain (seperti metode ritme, dan senggama terputus) c. Kusuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja, misalnya sterilisasi 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Selama Kehamilan dan Kelahiran a. Kematian janin karena faktor-faktor yang tidak disengaja b. Kematian janin karena faktor-faktor yang disengaja
MOBILITAS PENDUDUK Mobilitas penduduk bisa dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status, dan salah satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Mobilitas penduduk horizontal atau yang sering juga disebut dengan mobilitas penduduk geografis, adalah gerak (movement ) penduduk yang melintas batas wilayah menuju menuju ke wilayah yang lain dalam periode waktu tertentu. Kalau dilihat dari ada tidaknya niatan untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula dibagi menjadi 2, yaitu mobilitas penduduk permanen atau mi grasi dan mobilitas penduduk non-permanen.
DETERMINAN DAN PERILAKU MOBILITAS PENDUDUK Ada beberapa teori yang mengatakan mengapa seseorang mengambil keputusan melakukan mobilitas, diantaranya teori kebutuhan dan stress (need and stress). Setiap individu mempunyai kebutuhan yang perlu dipenuhi. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan ekonomi, social, politik, dan psikologi. Apabila kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi, terjadilah stress. Tinggi rendahnya stress yang dialami individu berbanding terbalik dengan proporsi pemenuhan kebutuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa mobilitas penduduk itu terjadi apabila terdapat perbedaan nilai kefaedahan antara dua wilayah. Di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor-faktor positif (+), faktor negative (-), dan ada pula faktor-faktor netral (0). Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat tersebut (positif dan negatif) cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk.
Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
21
Mitchell (1961) seorang ahli sosiologi dari Inggris menyatakan bahwa ada beberapa kekuatan ( forces) yang menyebabkan orang-orang terikat dengan daerah asal (centripetal forces), adan ada juga kekuatan yang mendorong orang-orang untuk meninggalkan daerah asal (centrifugal forces).
PERILAKU MOBILITAS PENDUDUK 1. Para migran cenderung memilih tempat terdekat sebagai daerah tujuan. 2. Faktor dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah sulitnya memperoleh pekerjaan di daerah asal dan kemungkinan memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan. Daerah tujuan harus memiliki kefaedahan wilayah ( place utility ) lebih tinggi dibandingkan dengan daerah asal. 3. Berita-berita dari sanak saudara atau teman yang telah berpindah ke daerah lain merupakan informasi yang sangat penting bagi orang-orang yang ingin bermigrasi. 4. Informasi negative dari daerah tujuan mengurangi niat penduduk (migran potensial) untuk bermigrasi. 5. Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap seseorang, semakin besar tingkat mobilitasnya. 6. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi frekuensi mobilitasnya. 7. Para migran cenderung memilih daerah tempat teman atau sanak saudara bertempat tinggal di daerah tujuan. Jadi, arah dan arus mobilitas penduduk menuju ke arah asal datangnya info rmasi. 8. Pola migrasi bagi seseorang maupun sekelompok penduduk sulit diperkirakan. Hal ini karena banyak dipengaruhi oleh kejadian yang mendadak seperti bencana alam, peperangan, atau epidemi. 9. Penduduk yang masih muda dan belum kawin lebih banyak melakukan mobilitas daripada mereka yang berstatus kawin. 10. Penduduk yang berpendidikan tinggi biasanya lebih banyak melaksanakan mobilitas daripada yang berpendidikan rendah.
Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
22
KEBIJAKSANAAN REDISTRIBUSI PENDUDUK DI INDONESIA DAN PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI PROGRAM REDISTRIBUSI PENDUDUK Persebaran penduduk yang tidak merata menimbulkan beberapa masalah, diantaranya kelebihan penduduk di Pulau Jawa dan Madura yang terwujud dalam sulitnya angkatan kerja mendapatkan pekerjaan, pendapatan penduduk yang rendah dan angka pengangguran meningkat. Sementara di luar Pulau Jawa berpenduduk sangat sedikit dan lokasinya terpencil sehingga jika dibangun sekolah akan kekurangan murid; jika dibangun jalan atau dipasangi jaringan listrik, biayanya sangat mahal dan tidak efisien; jika dibangun pasar, barang yang diperjualbelikan sedikit. Pelzer (1945) mengusulkan pemecahan penduduk ini dengan memindahkan sebagian penduduk dari Jawa ke luar Jawa. Sebelumnya pemerintah Hindia Belanda telah melaksanakan program kolonisasi yang dipimpin oleh H.G. Heyting, seorang asisten residen yang ditugasi untuk mempelajari kemungkinan pemindahan penduduk pulau Jawa ke daerah-daerah lain yang jarang penduduknya yang dianggap potensial untuk pengembangan usaha pertanian. Pada tahun 1903 Heyting menyarankan agar pemerintah Hindia Belanda membangun desa-desa baru di luar pulau Jawa, dengan jumlah penduduk rata-rata sekitar 500 KK setiap desa disertai dengan bantuan ekonomi secukupnya agar desa-desa tersebut dapat berkembang serta memiliki daya Tarik bagi pendatangpendatang baru (Yudohusodo, 1998). Program ini dimulai tahun 1905.
1. Dari Kolonisasi ke Transmigrasi Program kolonisasi bertujuan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat dengan cara mengurangi kepadatan dan kelebihan penduduk di pulau Jawa sebab akar kemiskinan berada di Jawa karena faktor kelebihan penduduk. Maka dari itu, dengan program kolonisasi pemerintah berusaha memindahkan penduduk sebanyak-banyaknya dari pulau Jawa. Setelah Perang Dunia II usaha pemindahan penduduk oleh Pemerintah Republik Indonesia dimulai dengan mendirikan Jawatan Transmigrasi dalam tahun 1947 yang merupakan bagian dari Kementrian Sosial, kemudian menjadi bagian Kementrian Pembangunan dan Pemuda pada tahun 1948, kemudian dipindahkan dalam Kementrian Dalam Negeri. Baru setelah terbentuk Negara Kesatuan dalam tahun 1950 Jawatan Transmigrasi yang merupakan bagian dari Kementrian So sial mulai dengan memindahkan penduduk dari Jawa ke luar Jawa. Adapun tujuan transmigrasi adalah untuk mempertinggi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan jalan mengadakan pemindahan penduduk dari suatu daerah (tempat) ke daerah (tempat) lainnya, yang ditujukan ke arah pembangunan perekonomian dalam segala lapangan (Keyfitz, et.al, 1964).
2. Harapan dan Realitas Kesamaan tujuan kolonisasi dan transmigrasi dalam hal mengurangi penderitaan rakyat dengan cara memindahkan mereka ke luar Jawa yang masih jarang penduduknya. Perbedaan pokok tujuan pelaksanaan transmigrasi dengan kolonisasi adalah penempatan program transmigrasi itu merupakan bagian dari sistem pembangunan perekonomian nasional. Akan tetapi , ketika rumusan tujuan di atas dijabarkan dalam bentuk program konkret telah tampak deviasi sehingga mengaburkan makna perbedaan antara program transmigrasi dan kolonisasi. Beberapa program lain yang ada hubungannya dengan ketransmigrasian selalu berisi target jumlah penduduk yang dipindahkan ke luar Jawa. Hal ini menegaskan bahwa orientasi demografi sejak awal kuat dalam pelaksanaan transmigrasi. Hal ini memberikan kesan kuat bahwa pemindahan sejumlah penduduk ke luar Jawa Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
23
telah menjadi tujuan utama dari transmigrasi, bukan pada upaya penyejahteraan rakyat sebagai bagian dari tujuan pembangunan perekonomian nasional sebagaimana dikonsepsikan dari awal. Pada tahun 1997, keluar Undang-undang No.15 Tahun 1997 sebagi pengganti UU No. 3 Tahun 1972 tentang Transmigrasi. Tujuan transmigrasi disebut sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, meningkatkan dan meratakan pembangunan daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Reorientasi Pada Pembangunan Daerah Secara umum program transmigrasi memang berdampak luas terhadap pembangunan, baik dilihat dari tata ruang wilayah melalui pembukaan wilayah terisolasi serta pemanfaatan ruang wilayah, maupun dalam bentuk pembangunan ekonomi wilayah. Akan tetapi mengacu pada UU No. 15 Tahun 1997, pembangunan harus mampu meningkatkan kesejahteraan transmigran dan penduduk setempat serta mengikat persatuan yang kukuh diantara kedua kelompok penduduk tersebut. Jadi, orientasi pembangunan dari pelaksanaan transmigrasi itu lebih spesifik karena perhatian, khususnya terhadap dua kelompok penduduk di daerah transmigrasi. Kesadaran akan spesifikasi ini perlu sehingga semua pihak terkait mempunyai visi dan bahasa yang sama bahwa transmigrasi bukan hanya soal transmigran, tetapi juga urusan penduduk setempat di daerah transmigrasi yang harus ditangani secara terpadu. Banyak permasalahan dalam pelaksanaan transmigrasi yang bersumber dari lemahnya kesadaran terhadap spesifikasi orientasi pembangunannya, seperti timbulnya ketidakpuasan atau kecemburuan di kalangan penduduk setempat.
PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI Dari pengalaman pelaksanaan pembangunan selama ini, terlihat nyata bahwa pertumbuhan angkatan kerja yang cukup pesat kurang dapat diimbangi oleh kemampuan penciptaan kesempatan kerja sehingga terjadi pengangguran terbuka yang terakumulasi setiap tahunnya. Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan ini ialah dengan mendorong pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Ada 2 faktor yang mendorong pemerintah mengambil kebijakan ini: 1. Makin kompleksnya masalah kependudukan yang terjadi di dalam negeri dengan berbagai implikasi socialekonomisnya, seperti masalah pengangguran, menyebabkan harus ditempuh langkah-langkah inovatif untuk berusaha mengurangi tekanan masalah tersebut. 2. Terbuka kesempatan kerja yang lebih luas di negara-negara yang relative kaya dan baru berkembang yang dapat menyerap tenaga kerja Indonesia dalam jumlah yang cukup besar, terutama negara-negara kaya minyak seperti di Timur Tengah.
Dampak Migrasi Internasional Terhadap Pendapatan Keluarga dan Pembangunan Nasional 1. Peningkatan Pendapatan Keluarga 2. Peningkatan Devisa Negara 3. Peningkatan Keterampilan Kerja 4. Pengurangan Masalah Pengangguran
KETENAGAKERJAAN Istilah tenaga kerja tidak identik dengan angkatan kerja. Yang dimaksud dengan tenaga kerja (man power ) ialah Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
24
besarnya bagian dari penduduk yang dapat diikutsertakan dalam proses ekonomi (Tan Goang Tiang, 1965). Pada awalnya banyak indikator yang digunakan untuk mengukur keterlibatan dalam kegiatan ekonomi, utamanya ekonomi upah. Artinya kegiatan tersebut harus menghasilkan barang atau jasa yang berguna bagi masyarakat. Perdebatan muncul karena di negara berkembang persentase pekerja yang tidak dibayar masih cukup tinggi. Di Indonesia yang dimaksud angkatan kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang secara aktif melakukan kegiatan ekonomis (Biro Pusat Statistik, 1983). Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja, mempunyai pekerjaan tetap tetapi sementara tidak bekerja, dan tidak mempunyai pekerjaan sama sekali tetapi mencari pekerjaan secara aktif. Bekerja diartikan sebagai melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan atau membantu menghasilkan barang atau jasa dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa uang dan atau barang, dalam kurun waktu (time reference) tertentu.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan jumlah Angkatan Kerja dengan jumlah penduduk usia kerja (di umur 15 tahun ke atas). Jumlah angkatan kerja dipengaruhi oleh jumlah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan jumlah penduduk usia kerja atau struktur umur penduduk. Kalau diperhatikan dari waktu ke waktu, TPAK cenderung menurun, maka pertambahan angkatan kerja dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk usia kerja. Penurunan TPAK disebabkan karena turunnya tingkat partisipasi anak-anak umur sekolah dalam angkatan kerja karena membaiknya fasilitas dan keadaan pendidikan. Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
25
UKURAN DASAR KETENAGAKERJAAN Ukuran angkatan kerja yang sering digunakan adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran (penganggur terbuka). Kedua ukuran itu biasanya diananlisis menurut umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan perbedaan antara desa-kota.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) TPAK adalah angka yang menunjukkan persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.
TPAK =
x
TPAK ( Golongan Umur) =
TPAK (Tingkat Pendidikan) =
100
(. ) x (.)
100
( ) ( ) x
100
Tingkat Pengangguran Menurut Effendi (1987), konsep pengangguran amat sulit diterapkan di Indonesia, karena konsep yang digunakan dalam sensus maupun survey adalah konsep yang sesuai untuk negara-negara maju. Di negara maju pengangguran dicatat pada kantor sosial sebagai ”pencari kerja” dan apabila memenuhi syarat yang ditentukan oleh pemerintah mereka akan mendapatkan tunjangan pengangguran. Di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, pengangguran tidak mendapatkan tunjangan pengagguran, sehingga amat sedikit orang yang mau menganggur, kecuali ada orang (keluarga) yang bersedia menanggung biaya hidupnya. Sebagian penduduk bersedia bekerja dengan jam kerja panjang dan pendapatan rendah. Jadi, masalah pengangguran bukanlah penggguran terbuka, tetapi adalah setengah pengangguran. Berdasarkan angka jam kerja normal (35-40 jam seminggu), maka dapat didefinisikan mereka yang tergolong setengah penganggur. Setengah penganggur adalah yang bekerja kurang dari dari jam kerja normal. Setengah penganggur kritis adalah mereka yang bekerja kurang dari 15 jam seminggu. Menurut sebab terjadinya penganggur dapat dibedakan menjadi 3: 1. Penganggur Friksional. Terjadi karena kesulitan yang bersifat temporer dalam mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja. 2. Pengangguran Struktural. Terjadi karena adanya perubahan dalam struktur perekonomian. 3. Pengangguran Musiman. Terjadi karena pengaruh musim. Tingkat Pengangguran (TP) adalah angka yang menunjukkan persentase yang sedang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja.
TP =
x
TP ( Golongan Umur) =
TP (Tingkat Pendidikan) =
100
(. ) x (.)
100
( ) x ( )
100
Setengah Penganggur Parameter TPAK dan TP seringkali harus digunakan secara hati-hati untuk negara sedang berkembang. Ini disebabkan karena banyaknya yang termasuk ke dalam kelompok angkatan kerja (bekerja + sedang mencari pekerjaan tetapi dengan referensi waktu / jumlah jam kerja relative rendah seperti 1 jam seminggu). Sebagai akibatnya, TPAK akan cenderung tinggi angkanya dan sebaliknya. Tingkat pengangguran menjadi relatif rendah.
Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
26
Sejalan dengan ini maka parameter setengah pengangguran penting untuk digunakan untuk menanggulangi masalah tersebut. Tingkat atau Angka Setengah Pengangguran biasanya dinyatakan dalam persen per tahun. Tingkat Setengah Pengangguran (TSP)
TSP =
< x
100
Tingkat Setengah Pengangguran Kritis (TSPK)
TSP =
< x
100
Tingkat Setengah Pengangguran Sukarela (TSPS)
TSP =
< x
100
Tingkat Setengah Pengangguran Terpaksa (TSPT)
TSP =
< x
100
Sejak tahun 1998, BPS telah mengembangkan metode baru dalam mengukur Tingkat P engangguran (TP) karena angka TP ini dianggap terlalu rendah dan tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Angka Pengangguran yang baru tidak disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) atau Angka Pngangguran Terbuka (APT) tetapi cukup disebut dengan Tingkat Pengangguran saja, ada yang menggunakan Tingkat Pengangguran Metode Baru. Tingkat Pengangguran Baru = (TPT + TSPT) % TPT TSPT
= Tingkat Pengagguran Terbuka = Tingkat Setengah Pengangguran Terpaksa
KESEMPATAN KERJA Jumlah angkatan kerja yang bekerja biasanya dipandang sebagai jumlah kesempatan kerja yang tersedia di suatu wilayah. Dalam pengertian ‘kesempatan kerja’ tidaklah sama dengan ‘lapangan kerja yang masih terbuka’.
Menurut Sektor / Lapangan Usaha Menurut Chris Manning (1983) analisis data mengenai kegitan ekonomi penduduk umumnya menitik beratkan pada alokasi angkatan kerja yang bekerja menurut sektor, tren perpindahan (terutama dari sektor pertanian ke sektor lain) dan penyebab perpindahan tersebut beserta implikasinya. Pembagian angkatan kerja yang bekerja dan perkembangannya menurut sektor yang dianalisis dengan membedakan 3 sektor: 1. Sektor A (pertaian, perburuhan, kehutanan dan perikanan) 2. Sektor M (termasuk pertambangan, manufaktur, pembangunan listrik dan air, pengangkutan, perhubungan, dan gas) 3. Sektor S (perdagangan, rumah makan, hotel, keuangan, asuransi, jasa-jasa kemasyarakatan, sosial dan pribadi)
Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/
27
Menurut Jenis / Jabatan Pekerjaan Jenis / jabatan pekerjaan dikelompokkan berdasarkan atas macam pekerjaan yang sedang atau pernah dilakukan termasuk golongan bekerja tau orang-orang yang sedang mencari pekerjaan dan pernah bekerja. Jabatan dibedakan: 1. Pemimpin dan Manajer Senior 2. Tenaga Ahli 3. Teknisi dan sejenisnya 4. Tenaga produksi dan tenaga terkait 5. Tata usaha dan usaha jasa tingkat lanjutan 6. Tata usaha dan usaha jasa tingkat menengah 7. Pekerja produksi dan angkutan tingkat menengah 8. Tata usaha, penjualan dan jasa tingkat rendah 9. Pekerja kasar dan pekerja terkait Menurut Status Pekerjaan Status pekerjaan dikelompokkan berdasarkan atas cara melakukan usaha yang sedang dikerjakan. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha. Status dibedakan: 1. Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain a. tukang becak yang membawa becak atas resiko sendiri b. sopir taksi yang membawa taksi atas resiko sendiri c. kuli-kuli di pasar, stasiun yang tidak mempunyai majikan. 2. Berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga, bueruh tidak tetap termasuk kelompok ini: a. pengusaha warung yang dibantu keluarga atau dibantu buruh tidak tetap dan tidak dibayar b. penjaja keliling yang dibantu keluarga atau dibantu buruh tidak tetap c. petani yang mengusahakan tanah sendiri dengan dibantu anggota keluarga atau sewaktu-waktu menggunakan buruh tidak tetap. 3. Berusaha dengan buruh tetap; pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap dibayar tanpa memperhatikan ada kegiatan apa tidak. 4. Buruh karyawan; seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi dengan menerima upah atau uang dan atau barang. 5. Pekerja; tanpa menerima upah, misalnya anak membantu ibu berjualan, pekerja keluarga, pekerja bukan keluarga tetapi tidak dibayar.
PROYEKSI PENDUDUK Semua perencanaan pembangunan sangat membutuhkan data penduduk tidak saja pada saat merencanakan pembangunan tetapi juga pada masa-masa mendatang yang disebut dengan proyeksi penduduk. Ketajaman proyeksi penduduk sangat bergantung pada ketajaman asumsi tren komponen pertumbuhan penduduk yang dibuat. Proyeksi penduduk ini secara periodik perlu direvisi, karena sering terjadi bahwa asumsi tentang kecenderungan tingkat kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk (migrasi) yang melandasi proyeksi lama tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Data dasar yang dibutuhkan untuk pembuatan proyeksi penduduk adalah sebagai berikut: 1. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin sebagai data dasar pembuatan proyeksi penduduk; 2. Besar dan perkembangan angka kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk; 3. Tabel kematian yang sesuai dengan perkembangan komponen demografi pada periode proyeksi tersebut.
FIN Wawan Ibrahim © 2013 – 2014 . Source at http://sevenmomentum.blogspot.com/