UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP HUKUM ADAT DAN AGAMA MELALUI PERATURAN DAERAH DI INDONESIA
Review makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Hukum Islam Dosen Pengampu : Prof. Jawahir Thontowi S.H., Ph.D.
Disusun Oleh:
Khoiril Latifah :
1320310012
PRODI HUKUM ISLAM KONSENTRASI HUKUM KELUARGA PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015
1
Review Makalah:
UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP HUKUM ADAT DAN AGAMA MELALUI PERATURAN DAERAH DI INDONESIA Khoiril Latifah1 Tulisan berikut merupakan review makalah dari karya Jawahir Thontowi, Revitalisasi Living Law Melalui Pembentukan Perda Berbasis Hukum Adat dan Islam, tahun 2013.2
Jawahir Thontowi merupakan seorang akademisi yang lahir di Bandung Jawa Barat tepatnya tanggal 8 September 1956. Beliau menempuh pendidikan strata 1 di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta fakultas hukum. Kemudian melanjutkan ke jenjang magister dan doktor di University of Western Australia. Gelar profesor diraih dari Menteri Pendidikan Indonesia setelah terlihat dengan jelas
bagaimana
beliau
mengabdikan dirinya
di
dunia pendidikan dan
menyumbangkan kontribusi besar terhadap dunia hukum di Indonesia. Prof Jawahir dikenal dalam bidang hukum antropologi dan juga seorang ahli hukum. Hal tersebut terbukti beliau dipercaya untuk menjadi narasumber di bidang hukum yang sangat penting di Indonesia. Bahkan beliau pernah menjadi pembicara di Konferensi Hak Asasi Manusia tingkat Internasional, delegasi untuk Konferensi Nasional mengenai Pendidikan Hukum Klinis di Kamboja dan menerima kehormatan untuk menjadi Instruktur di Simposium Internasional Mengenai Resolusi Konflik — ICMCR, di Erasmus University. 3 Selain mengabdikan dirinya menjadi dosen di Fakultas Hukum UII Yogyakarta, beliau juga pernah sempat menjadi anggota Komisi Konstitusi pada tahun 2003 dan 2004. Pada tahun 2010, beliau menjalani proses seleksi di Komisi Yudisial Indonesia dan berhasil menempati ranking pertama sebagai kandidat di
1
Penulis review makalah adalah seorang mahasiswa pascasarjana yang memiliki NIM (1320310012) dan sedang menempuh pendidikan pada program Hukum Islam Konsentrasi Hukum Keluarga Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. 2 Jawahir Thontowi, Revitalisasi Living Law Melalui Pembentukan Perda Berbasis Hukum Adat dan Islam. Makalah disajikan dalam kuliah umum Pelestarian Living Law Melalui Pembentukan Perda Berbasis Adat dan Syariat Islam, STAIN Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Mei 2013. 3 http://profil.merdeka.com/indonesia/j/jawahir-thontowi/
2
Komisi Yudisial. Prof Jawahir selain aktif menjadi dosen, beliau juga telah menghasilkan beberapa buku yang sudah dipublikasikan, seperti: Islam, Neo Imperialisme dan Terorisme: Perspektif Hukum Internasional dan Nasional , Penegakan Hukum dan Diplomasi Pemerintahan SBY , dan Hukum dan Kearifan Lokal: Penyelesaian Sengketa di Sulawesi Selatan.4 Pada tulisan makalah beliau kali ini membahas tentang Revitalisasi Living Law Melalui Pembentukan Perda Berbasis Hukum Adat dan Islam. Kegelisahan akademik yang dirasakan oleh prof Jawahir adalah saat ini sudah banyak Perda perda syariah tersebar di berbagai daerah Indonesia. Hal tersebut disebabkan sebagai upaya untuk menurunkan ketegangan hubungan antara pusat dan daerah ketika proses marjinalisasi nilai-nilai hukum adat dan agama tidak dapat diandalkan kepada peraturan perundang-undangan di tingkat pusat. Menurutnya, beberapa penulis mencurigai bahwa lahirnya Perda-perda syariah diberbagai daerah tidak sepenuhnya sebagai substansi syariah islam semata namun ada indikasi-indikasi lainnya. Sehingga dari itu, lahirlah beberapa rumusan masalah, diantaranya: tentang apakah konsep the living law?, bagaimana cakupan dan perkembangan hukum adat dan islam dalam hukum nasional?, dan bagaimana formalisasi hukum adat dan hukum islam?. 5 Prof Jawahir menjawab tiga rumusan masalah di atas secara ringkas dan jelas. Pertama, dalam menjelaskan konsep the living law, Prof Jawahir merumuskan empat definisi dalam makalah tersebut, yaitu: pertama, hukum adat yang tidak bisa lepas dari konsep hukum yang hidup ( living law), dimana keduanya memiliki pengertian yang hampir sama yaitu keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak terkodifikasi (adat). Maksud dari aturan tingkah laku positif adalah hukum yang berlaku disini dan sekarang. Sedangkan hukum yang mempunyai sanksi maksudnya yaitu reaksi (konsekuensi) dari pihak lain atas pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Kedua, prof Jawahir menjelaskan definisi tentang konstitusi yang hidup (living constitution) dalam masyarakat. Menurutnya, konstitusi atau dasar hukum benar-benar hidup tidak hanya hukum yang tertulis, melainkan juga meliputi konvensi-konvensi dan hal ini didukung oleh UUD 1945. 4 5
http://id.wikipedia.org/wiki/Jawahir_Thontowi Ibid, Hal. 2-3
3
Ketiga, Prof Jawahir menguraikan tentang keanekaragaman hukum ( legal pluralism). Disini beliau mengartikan makna dari pluralisme hukum, yaitu dimana ada dua sistem hukum atau lebih secara berdampingan dalam suatu bidang kehidupan sosial yang sama dan secara harmonis mengatur kehidupan tersebut. Keempat, Prof Jawahir menjelaskan tentang istilah revitalisasi. Olehnya, istilah revitalisasi dikaitkan dengan kebangkitan masyarakat hukum adat, dimana suatu proses atau perbuatan untuk mengaktualisasikan kembali nilai-nilai kehidupan masyarakat ke dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, Prof Jawahir mengulas lebih dalam tentang hukum adat dan hukum islam dalam menjawab rumusan masalah yang kedua. Dalam menjawab rumusan masalah yang kedua ini ada dua hal yang dibahas oleh beliau yaitu tentang bagaimana perlindungan posisi dan status hukum adat dalam sistem hukum nasional? dan bagaimana perlindungan terhadap eksistensi dan perlindungan hukum islam dalam sistem hukum nasional?. Pertama, menurut beliau ketika berbicara tentang melindungi posisi dan status hukum adat dalam sistem hukum nasional maka akan berbicara tentang hak Masyarakat Hukum Adat (selanjutnya dibaca: MHA) dimana ada dua hak MHA. Hak MHA yang pertama adalah hak kewenangan atas wilayah MHA. Hak kewenangan tersebut terkait dengan hak milik atas tanah, menurut Prof Jawahir ada beberapa cara untuk membuktikan hak milik atas tanah adat. Hak MHA yang kedua adalah hak kewenangan kelembagaan adat. Selain itu, Prof Jawahir menjelaskan akan ketidaksetujuan Kongres Asosiasi Masyarakat Adat Nusantara (Dibaca: Kongres AMAN) menyamakan
MHA
Ketidaksetujuan
sebagai
Kongres
masyarakat
AMAN
tersebut
terasing telah
atau
dengan
penebang
mempengaruhi
liar. proses
amandemen UUD 1945 tahun 2002-2004 oleh PAH I MPR RI. Inti dari hasil pengaruh itu adalah adanya pengakuan dan perlindungan dari pemerintah atau negara terhadap kesatuan-kesatuan MHA beserta hak-hak tradisionalnya baik secara yuridis konstitusional maupun yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 18B ayat (2). Selain dari pengakuan negara terhadap MHA adalah sebagai perlindungan terhadap eksistensi MHA dari dampak globalisasi dan eksploitasi kapitalis global. Menurutnya, dengan adanya amandemen UUD 1945, MHA
4
memiliki hak yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya seperti hak hidup, hak bekerja, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pemukiman, hak sosial politik serta budaya. Pembahasan kedua untuk menjawab dari rumusan masalah yang kedua adalah tentang perlindungan terhadap eksistensi dan perlindungan hukum islam dalam sistem hukum nasional. Menurut Prof Jawahir, syariat islam di Indonesia sebenarnya telah mendapatkan kepastian hukum dan perlindungannya baik dalam arti das sollen (hukum dalam arti cita) maupun dalam arti das sein (hukum dalam arti realitas atau penerapannya). Jaminan hukum atas penerapan syariat islam didasarka pada Konvensi Internasional Declaration Universal of Human Right 1948, KCPR 1966, dan ICSER 1969, juga didukung oleh UUD 1945 dalam pasal 28I ayat (1) dan pasal 29 ayat (1 dan 2), serta UU No. 39 tahun 1999. Menurut Prof Jawahir, sejak ada pengelompokkan masyarakat muslim oleh Clifford Geerstz mengakibatkan muncul aliran pemikiran hukum islam di Indonesia, yaitu substantif dan formalistik yang saling berbenturan. Aliran substantif berpendapat bahwa yang paling penting adalah bagaimana esensi-esensi ajaran islam dapat mempengaruhi perilaku masyarakat dan kenegaraan. Namun selain itu juga harus memasukkan sumber ajaran islam masuk dan menyatu dalam institusi negara, termasuk kedalam peraturan perundang-undangan. Di pihak lain, aliran formalistik berpendapat bahwa esensi ajaran islam tidak akan mampu menimbulkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat muslim tanpa ada upaya untuk memasukkan ajaran islam ke dalam institusi formal kenegaraan. Selain ada aliran substantif dan formalistik, muncul aliran pemahamn syariat islam yang realistik untuk mengambil jalan tengah. Aliran ini berpendapat bahwa meskipun positivisasi syariat islam tidak terakomodir dalam peraturan PerUU di tingkat pusat, namun lahirnya Perda-Perda syariat islam merupakan upaya untuk menengahi dari dua aliran yang sebelumnya. Ketiga, Prof Jawahir membahas tentang formalisasi hukum adat dan hukum islam. Dalam makalah ini beliau menjelaskan tentang bagaimana proses formulasi hukum adat ke dalam peraturan tertulis. Menurut Prof Jawahir, ada pro dan kontra dalam menanggapi formulasi hukum adat ke dalam peraturan tertulis. Pihak yang pro berpendapat bahwa adanya formulasi tersebut dapat melindungi
5
hukum adat yang sudah termarjinalkan oleh hadirnya peraturan hukum baik yang berbentuk Undang-undang maupun perda yang berbenturan dengan hak tradisional MHA. Sedangkan pihak yang kontra mengatakan bahwa adanya formulasi hukum adat dapat mengakibatkan berkurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum adat. Data yang didapatkan oleh prof Jawahir ada 109 Perda adat yang tersebar baik di tingkat provinsi maupun kabupaten serta kota sebagai bentuk bukti dari formalisasi hukum adat secara tertulis. Hukum adat yang sudah diformalisasikan ke dalam Perda memiliki daya ikat yang dipatuhi dan menjadi dasar hukum untuk digunakan oleh penegak hukum di tingkat daerah. Ada perbedaan antara Perda adat di tingkat provinsi dengan Perda adat di tingkat kabupaten atau kota yang dijelaskan oleh Prof Jawahir. Menurutnya, Perda adat di tingkat provinsi kewenangannya tidak hanya meliputi aspek-aspek hukum perdata dan hukum publik. Seperti, Perda di Aceh dimana Qanun terkait norma adat dan kesusilaan, dan Perda adat di Kalimantan Barat terkait penyelesaian konflik suku. Sedangkan, Perda adat di tingkat kabupaten atau kota lebih berkaitan dengan obyek hukum adat yang bersifat kebendaan, tanah, pakaian adat, upacara adat, dan lembaga adat. Prof Jawahir memaparkan dalam penelitian ini tentang fakta-fakta setelah adanya perubahan kebijakan politik dan hukum terhadap MHA. Fakta-fakta tersebut yaitu implementasi pasal 18B ayat (2) dan pasal 28I ayat (3) belum maksimal sehingga MHA belum memperoleh manfaat nyata, baik dalam hal kepastian hukum maupun keadilan hukum. Selain itu, MHA tidak memiliki akses berperkara di Pengadilan, padahal UU No. 24 tahun 2003 memberikan peluang pada MHA untuk dapat berperkara di Mahkamah Konstitusi RI. Dan yang paling menyedihkan adalah tanah-tanah adat banyak dikuasai oleh pemilik modal domestik dan asing. Akibat dari fakta-fakta itu lahirlah Perda adat yang memberikan dampak positif terkait dengan pelestarian nilai-nilai adat dan kearifan lokal baik bersifat budaya materiel maupun bersifat imateriel. Persoalan lain yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah tentang kodifikasi Perda Syariat islam. Dalam pembahasan ini, Prof Jawahir menggunakan pendekatan antropologi hukum untuk menjelaskan terjadinya
6
transformasi nilai-nilai dan norma hukum islam yang semula sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat. Keberadaan Perda-perda syariat islam pada umumnya tidak mudah digeneralisasikan sebagai Perda-perda yang hanya bernuansa islam. Namun, apabila dikaji melalui pendekatan hukum publik dan privat, maka ada inkonsistensi validitas konsepsi pada Perda syariat islam. Perda syariat dalam kacamata antropologi hukum sebagai upaya masyarakat untuk mencari forum penyelesaian sengketa, peradilan agama, tetapi juga sebagai pilihan peraturan daerah yang sesuai dengan keyakinan umat islam di Indonesia. Setiap karya pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, begitu pula dengan penelitian Prof Jawahir. Namun kelebihan dalam tulisan Prof Jawahir ini lebih menonjol dibanding dengan kekurangannya. Prof Jawahir dalam menguraikan
pembahasan
dalam
makalah
ini
secara
runtut
dan
jelas.
Permasalahan dikaji secara mendalam dan mencakup berbagai persoalan yang menyangkut tentang hukum adat dan hukum islam dalam upaya memasukkannya ke dalam peraturan tertulis. Tulisan Prof Jawahir sangat membantu pembaca dalam memahami proses pembentukan peraturan-peraturan daerah khususnya tentang formalisasi hukum adat dan hukum islam dalam hukum nasional. Makalah tersebut secara jelas dan singkat menguraikan bagaimana formalisasi hukum adat dan hukum islam dalam hukum nasional Indonesia. Penelitian yang hampir serupa dengan makalah ini adalah karya Ade Saptomo yang telah dipublikasikan. Karya tersebut berjudul Hukum dan Kearifan Lokal: Revitalisasi Hukum Adat Nusantara. 6 Namun, dalam buku tersebut hanya berfokus kepada hukum adat. Sedangkan dalam tulisan Prof Jawahir ini tidak hanya terbatas pada hukum adat namun juga menyangkut hukum islam. Dalam buku Ade Saptomo, dia menjelaskan konsep interaksi antar hukum yang dikutip dari pandangan Moores bahwa jika hukum negara berinteraksi dengan hukum lokal maka ada beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, integrasi (integrate) yaitu penggabungan sebagian hukum negara dan hukum lokal. Kemungkinan kedua, inkoorporasi (incoorporate) yaitu penggabungan sebagian hukum negara ke dalam hukum adat dan sebaliknya. Selanjutnya konflik 6
Ade Saptomo, Hukum dan Kearifan Lokal: Revitalisasi Hukum Adat Nusantara, (Jakarta: Grasindo, 2010).
7
(conflict ) yakni memungkinkan tidak terjadinya penggabungan sama sekali mengingat hukum negara dan hukum lokal saling bertentangan. Terakhir, menghindar (avoidance), yaitu salah satu hukum menghindar keberlakuan hukum yang lain.7 Dan menurut Ade yang terjadi adalah munculnya fenomena integrasi dan inkoorporasi di seluruh Nusantara. Karya Ade Saptomo ini tidak dipungkiri lebih komprehensif dibanding dengan tulisan Prof Jawahir bila membahas tentang formalisasi hukum adat ke dalam hukum nasional karena cangkupannya memang berbeda. Tulisan Prof Jawahir ini ditulis secara singkat dan padat karena memang dalam bentuk makalah untuk mengisi sebuah seminar, namun tulisan Prof Jawahir mudah untuk dimengerti oleh pembaca dan seolah-olah telah membaca ringkasan dari beberapa buku. Selain kelebihan yang diungkap dalam review makalah ini, ada juga beberapa kekurangan dalam makalah ini. Namun, kekurangan tersebut dapat tertutupi oleh kelebihannya. Yang perlu reviewer katakan dalam tulisan ini adalah adanya pengulangan kalimat yang sama dalam makalah tersebut. Seperti pada saat pembahasan kodifikasi Perda syariat islam,8 dimana sebelumnya telah dibahas dengan bahasa yang sama tentang hukum adat dan islam dalam hukum nasional bagian eksistensi dan perlindungan serta pengakuan hukum islam dalam sistem hukum nasional. 9 Selain itu, pada Pendahuluan tidak dijelaskan pendekatan dan teori apa yang dipakai oleh Prof Jawahir sehingga dibutuhkan kecerdasan untuk menganalisis sendiri teori apa yang dipakai dalam tulisa n tersebut. Selanjutnya, hanya kebaikan-kebaikan saja yang ada dalam tulisan Prof Jawahir. Reviewer belum pernah membaca suatu makalah dimana pembahasannya sangat rinci dan memberi pemahaman kepada pembacanya. Semoga tulisan review ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat bagi reviewer dan yang lainnya. Kritikan yang ada dalam tulisan ini bukan bermaksud untuk merasa lebih pintar, melainkan sebagai ladang pembelajaran bagi reviewer untuk mengambil poin-poin penting dalam makalah karya Prof Jawahir dan dijadikan sebagai panutan untuk membuat karya yang baik. 7
Ade..., Hukum dan..., hal. 70. Ibid, hal 16-17. 9 Ibid, hal. 8-10. 8
8
DAFTAR PUSTAKA
Thontowi, Jawahir, Revitalisasi Living Law Melalui Pembentukan Perda Berbasis Hukum Adat dan Islam. Makalah disajikan dalam kuliah umum Pelestarian Living Law Melalui Pembentukan Perda Berbasis Adat dan Syariat Islam, STAIN Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Mei 2013. Saptomo, Ade, Hukum dan Kearifan Lokal: Revitalisasi Hukum Adat Nusantara, Jakarta: Grasindo, 2010. http://profil.merdeka.com/indonesia/j/jawahir-thontowi/ http://id.wikipedia.org/wiki/Jawahir_Thontowi
9