BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup keterampilan intelektual, tehnical dan inter personal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “Konsep Komunikasi Terapeutik pada Keadaan Pre dan Post Operasi” untuk praktek keperawatan, sikap dan teknik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.
1.2 Tujuan Masalah Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul “Konsep Komunikasi Terapeutik pada Keadaan Pre dan Post Operasi” yaitu : 1. Mengetahui pengertian komunikasi 2. Memahami teknik komunikasi terapeutik 3. Mengetahui fase – fase – fase fase terapeutik 4. Mengetahui sikap komunikasi terapeutik 5. Mengetahui cara berkomunikasi dengan klien pre dan post operatif 1.3 1. 2. 3. 4. 5.
Rumusan Masalah Apa yang dimaksud dengan komunikasi? Bagaimana teknik komunikasi terapeutik? Apa saja yang termasuk fase – fase – fase fase komunikasi terapeutik? Bagaimana sikap komunikasi terapeutik yang baik? Bagaimana cara berkomunikasi dengan klien pre dan post operatif?
1.4 Metode Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini dengan menggunakan studi pustaka dan situs web untuk mempermudah dalam penyusunan makalah ini. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika dalam pembuatan makalah ini adalah : Bab I : Pendahuluan Bab II : Konsep Komunikasi Terapeutik pada Keadaan Pre dan Post Operasi Bab III : Roleplay Bab IV : Kesimpulan dan Saran
BAB II KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KEADAAN PRE DAN POST OPERATIF
2.1 Pengertian dan Jenis Komunikasi Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal. Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984) dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik. 2.2 Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya rasa saling membutuhkan antara perawat dan klien,
a b c d
a) b) c) d) e)
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan. Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi : Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik. 2.2.1 Komponen Komunikasi Terapeutik Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid,1998) : Pengirim : yang menjadi asal dari pesan. Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima. Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan. Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan. Konteks tatanan di mana komunikasi terjadi. Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah – masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi. Menurut Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.
Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani, 2005) a. Kejujuran (Trustworthy)
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya. Tidak Membingungkan dan Cukup Ekspresif Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata – kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung. Bersikap Positif Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif. Empati Bukan Simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya. Mampu Melihat Permasalah Klien dari Kacamata Klien Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien (Taylor dkk, 1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan teknik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa – gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien. Menerima Klien Apa Adanya Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya. Sensitif Terhadap Perasaan Klien Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
Tidak Mudah Terpengaruh oleh Masa Lalu Klien ataupun Diri Perawat Sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya. 2.3 Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik Struktur dalam komunikasi terapeutik menurut Stuart G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu : 1. Fase Preinteraksi
a) b)
c) d) 2.
a)
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu : Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok. Mengumpulkan data tentang klien sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi. Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien. Fase Orientasi Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain : Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien.
b)
Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu tempat, waktu dan topik pertemuan.
c)
Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka teknik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
d)
Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005). Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain : i. Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan. ii. Memperkenalkan diri perawat. iii. Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan. iv. Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat. v. Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi atau validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya. vi. Menyepakati masalah. Dengan teknik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien. Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
3.
4.
a) b)
a)
b) c)
d)
1. 2. 3. 4. 5.
Fase Kerja Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien. Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan. Teknik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard, D, 1996. dikutip dari Suryani, 2005). Fase Terminasi Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama – sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu: Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan; Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini adalah : Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan. Evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani, 2005). Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati yaitu topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi. 2.4 Sikap Komunikasi Terapeutik Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu : Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien. Selain hal – hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu : Isyarat vokal , yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh. Isyarat obyek , yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya. Ruang, memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki. Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan. 2.5 Teknik Komunikasi Terapeutik Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu : Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan. Hubungan kerjasama Perawat – Klien yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Jarak yang baik untuk komunikasi terapeutik adalah 50 – 120 cm, tidak dibatasi oleh meja. Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut : Mendengarkan dengan penuh perhatian Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
Menunjukkan penerimaan Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata – kata sendiri Melalui pengulangan kembali kata – kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan. Mengklasifikasi Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata – kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Memfokuskan Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Menyatakan hasil observasi Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan . 9. Diam Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi. 10. Meringkas Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. 11. Memberi penghargaan Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya. 12. Memberi kesempatan klien untuk memulai pembicaraan Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. 13. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. 14. Menempatkan kejadian secara berurutan Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. 15. Memberikan kesempatan klien untuk menguraikan persepsinya. Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien 16. Refleksi Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. 2.6 Hambatan Dalam Berkomunikasi 1) Resisten Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah. 2) Transferens Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung. 3) Kontertransferens Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Kontertransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien. Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat – klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya
hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik. 2.7 Tolak Ukur Keberhasilan Komunikasi 1) Kepercayaan penerima pasien 2) Daya tarik pesan dan kesesuaian kebutuhan 3) Pemahaman yang sama 4) Kemampuan komunikan menafsirkan pesan 5) Setting komunikasi yang kondusif 6) Metode dan media penyampaian yang sesuai 2.8 Tinjauan Tentang Kecemasan 2.8.1 Pengertian Kecemasan (anxietas) merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari – hari. Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan pasien. Maka tak heran jika sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan pembiusan.
a)
b)
c)
d)
a
2.8.2 Penyebab Kecemasan 1. Faktor Predisposisi Teori Psikoanalitik Menurut Freud, struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen yaitu id, ego, dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma – norma budaya seseorang, sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi. Teori Interpersonal Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal, hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berhahaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan. Teori Perilaku Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan para ahli perilaku menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan dorongan, keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupanya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan kecemasan yang berat pada kehidupan yang berat dan pada kehidupan masa dewasanya. Teori Biologis Dari penyelidikan – penyelidikan telah dibuktikan bahwa kemampuan untuk mengalami suatu emosi tidak hanya tergantung dari kadar adrenalin yang meningkat tetapi jenis emosi yang dialami dan diperhatikan tergantung dari faktor – faktor dan stimulus dalam lingkungan. 2. Faktor Presipitasi Ancaman Integritas Diri
b
A. · · · B. · · · C. · · · D. · · ·
a) b) c) d) e) f) g)
Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi infeksi virus dan bakteri, polusi lingkungan, sampah. rumah dan makanan juga pakaian dan trauma fisik. Faktor internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologi seperti sistem kekebalan, pengaturan suhu dan jantung, serta perubahan biologis. Ancaman Sistem Diri Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status atau peran. Faktor eksternal yang mempengaruhi harga diri adalah kehilangan, dilematik, tekanan dalam kelompok sosial maupun budaya. 3. Karakteristik Tingkat Kecemasan Kecemasan Ringan Fisik : Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, gejala ringan berkeringat. Kognitif : Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah aktual. Perilaku dan emosi : Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi. Kecemasan Sedang Fisik : Sering nafas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare atau kontipasi, dan gelisah. Kognitif : Lapang persepsi meningkat, tidak mampu menerima rangsang lagi, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Perilaku dan emosi : Gerakan tersentak – sentak, meremas tangan, bicara lebih banyak dan cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman. Kecemasan Berat Fisik : Nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan. Kognitif : Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Perilaku dan emosi : Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat. Panik Fisik : Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Kognitif : Lapang persepsi sangat menyempit tidak dapat berpikir logis. Perilaku dan emosi: Agitasi, mengamuk, marah ketakutan, berteriak, blocking, kehilangan kontrol diri, persepsi datar. 4. Ukuran Skala Kecemasan Ukuran skala kecemasan rentang respon kecemasan dapat ditentukan dengan gejala yang ada dengan menggunakan Hamilton anxietas rating scale (Stuart & Sundeen, 1991) dengan skala HARS terdiri dari 14 Komponen yaitu : Perasaan cemas meliputi takut, mudah tersinggung dan firasat buruk. Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah, mudah terkejut dan mudah menangis. Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal sendiri, orang asing, binatang besar, keramaian lalu lintas, kerumunan orang banyak. Gangguan tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak puas, bangun lesu, sering mimpi buruk dan mimpi menakutkan. Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk. Perasaan depresi meliputi kehilangan minat , sedih, bangun dini hari, berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah – ubah sepanjang hari. Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi gemertak, suara tidak stabil.
h)
Gejala sensorik meliputi tinnitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemas, perasaan di tusuk – tusuk. i) Gejala kardiovakuler meliputi tachicardi , berdebar – debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap. j) Gejala pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, merasa napas pendek atau sesak, sering menarik napas panjang. k) Gejala saluran pencernaan makanan meliputi sulit menelan, mual, muntah, eneg, konstipasi, perut melilit, defekasi lembek, gangguan pemcernaan, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, rasa panas di perut, berat badan menurun, perut terasa panas atau kembung. l) Gejala urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan kencing. m) Gejala vegetatif atau otonom meliputi mulut kering, muka kering, mudah berkeringat, sering pusing atau sakit kepala, bulu roma berdiri. n) Perilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah.
1.
2.
a. b. c. d. e.
3. 1.
2.9 Landasan Teoritis Keperawatan Perioperatif Definisi Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan post operatif. Etiologi Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti : Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang inflamasi Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan.
Tahap dalam Keperawatan Perioperatif Fase Pre operatif Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anasthesi yang diberikan pada saat pembedahan. Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien). a. Persiapan Psikologi Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan
tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan. b. 1)
2)
3) 4) 5)
2.
a. 1. 2. 3. 4. b.
-
Persiapan Fisiologi, meliputi : Diet (puasa) : pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal/spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya operasi. Persiapan Perut : Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi. Persiapan Kulit : Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Hasil Pemeriksaan : Hasil laboratorium, foto rontgen, ECG, USG dan lain-lain. Persetujuan Operasi/Informed Consent : Izin tertulis dari pasien/keluarga harus tersedia. Fase Intra operatif Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh. Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah : Letak bagian tubuh yang akan dioperasi. Umur dan ukuran tubuh pasien. Tipe anaesthesia yang digunakan. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis). Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakin ya ditutup dengan duk. Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril : Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat -alat pemantau yang rumit).
3. Fase Post operatif Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery
a) b)
c)
a. b. c. 4.
a.
b. c.
d.
e.
a.
room)/pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anaestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah. Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah : Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anaestesi (recovery room). Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anaestesi dengan koordinasi dari dokter anaestesi yang bertanggung jawab. Perawatan post anaestesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anaestesi Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anaestesi (PACU: post anaesthesia care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk : Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anaestesi) Ahli anaestesi dan ahli bedah Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya. Klasifikasi Perawatan Perioperatif Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu : Kedaruratan/Emergency : Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sangat luas. Urgen : Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. Diperlukan : Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak. Elektif : Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal. Pilihan : Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik. Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi : Minor : Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
b.
Mayor : Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.
5. a.
Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya Syok Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tandatanda syok adalah : Pucat, kulit dingin, basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan darah, urine pekat. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.
b.
Perdarahan Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijaga tetap lurus. Kaji penyebab perdarahan, luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Trombosis vena profunda Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis. Retensi urin Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membantu mengeluarkan urine dari kandung kemih. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses) Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril. Sepsis Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ. Embolisme Pulmonal Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal. Komplikasi Gastrointestinal Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
BAB III ROLEPLAY
1. PRE DAN POST OPERASI APPENDIKSITIS (Usus Buntu) 1. Pemain Ajie Julian Winandar sebagai Suami Pasien Elsa Hadianti sebagai Pasien Enjelina Lumban Raja sebagai Prolog Fuji Rahma Harianti sebagai Dokter Jaminah sebagai Perawat Anastesi Liza Hariyani Kosasih sebagai Perawat 1 Nuraini Oktaviani sebagai Perawat 3 Venty Veronica sebagai Perawat 2 2. Prolog Ada seorang pasien yang dirawat di Rumah sakit umum Kab. Tangerang, tepatnya diruangan Puspa yang bernama Elsa Hadianti berusia 22 tahun dan menderita penyakit Usus buntu, perawat disana datang dan akan memberikan obat antibiotik yang akan diberikan kepada pasien. 1) Fase Perkenalan (pagi itu datanglah seorang perawat ke ruangan) Perawat 1 : Selamat pagi ibu Elsa. Pasien : Pagi sus. Perawat 1 : Ibu, perkenalkan saya suster Liza dari Akper Tangerang hari ini saya dinas dari jam 07.00-14.00 siang, baik ibu Elsa, ibu lebih senang di panggil apa? Pasien : Panggil ibu Elsa saja sus. Perawat 1 : Berapa tahun umur ibu? Pasien : Umur saya sudah 22 tahun sus. Perawat 1 : Wah... Umur ibu 22 tapi masih kelihatan seperti umur 17 ya. (Humor) Pasien : Ah suster bisa saja. Perawat 1 : Ibu kesini sama siapa ? Pasien : Saya kesini ditemani suami saya, kebetulan dia lagi keluar katanya mau beli sesuatu. Perawat 1 : Kalau boleh tahu ibu sudah bekerja apa masih kuliah? Pasien : Saya masih kuliah, sekarang sudah semester 6. Perawat 1 : Ibu bagaimana keadaannya hari ini ? Pasien : Masih merasa sakit di daerah perut bawah sebelah kanan bahkan sakitnya tambah parah sus. Perawat 1 : Apa sebelumnya ibu sudah minum obat ? Pasien : Sudah sus.
Perawat 1
: Baiklah bu dari keluhan yang ibu sampaikan, nanti ibu akan dilakukan pemeriksaan darah dan rontgen. Apa ibu bersedia ? Pasien : Iya sus saya bersedia. Perawat 1 : Ibu, nanti untuk pemeriksaan darah petugas dari laboratorium akan datang keruangan mengambil darah untuk di periksa dan untuk rontgen saya sendiri yang akan mengantar ibu ke ruang radiologi. Ada yang ingin ditanyakan lagi bu ? Pasien : Tidak sus. Perawat 1 : Baik bu, mari saya antar ke ruang radiologi. ( Setelah dilakukan pemeriksaan darah dan rontgen pasien diantar kembali keruangannya dan suami pasien datang ke ruangan, tidak lama kemudian dokter bersama perawat 1 datang ke ruangan pasien untuk menjelaskan hasil pemeriksaan ) Dokter : Selamat sore ibu pak. Pasien dan suami: Sore dok. Dokter : Ibu bagaimana keadaannya sekarang, apa perutnya masih sakit ? Pasien : Iyah dok masih sakit. Dokter : Baik kalau begitu bu saya periksa dulu ya. Suami Pasien : Istri saya mau diapakan dok ? Dokter : Cuma mau diperiksa saja kok pa. Suami Pasien : Oh yasudah silahkan dok. Dokter : Baik bu, berdasarkan hasil pemeriksaan yang baru dilakukan dan hasil pemeriksaan darah dan rontgen yang tadi pagi dilakukan, ternyata ibu positif menderita usus buntu dan harus dilakukan operasi secepatnya. Untuk waktu operasinya akan dilakukan besok pagi pukul 06.00, bagaimana apakah ibu bersedia ? Pasien : Astagfirullahaladzim, apa tidak ada jalan lain selain operasi, seperti terapi atau berobat jalan ? Perawat 1 : Ibu, operasi ini dilakukan demi kesehatan ibu juga dibanding dengan pengobatan lain seperti terapi atau berobat jalan. Pasien : Tapi sus saya takut dengan operasi. Perawat 1 : Hemmm, iya bu saya mengerti, operasi ini tidak lama dan tidak sakit karena nanti ibu akan dilakukan pembiusan. Bagaimana bu ibu beredia ? Pasien : Tunggu sebentar yah sus saya akan bicarakan tentang operasi ini kepada suami saya. Perawat 1 : Baik bu saya tinggal keluar dulu sebentar nanti saya kembali lagi kesini. (Setelah pasien membicarakan tentang operasi ini dengan suaminya akhirnya pasien setuju untuk dilakukan operasi, lalu datanglah perawat 1) Perawat 1 : Bagaimana bu apakah Ibu dan suami setuju untuk dilakukan operasi ? Pasien : iyah sus saya bersedia untuk dilakukan operasi ini demi kebaikan saya. Perawat 1 : ( perawat memberikan surat persetujuan utuk ditandatangani oleh pasien ). Perawat 1 : Baiklah bu untuk penjelasan lebih lanjut tentang persiapan operasi akan dijelaskan oleh perawat Anastesi. Kalau begitu saya kembali ke ruangan saya dulu yah bu. Pasien : iyah sus, terimakasih. (Perawat anastesi datang ke ruangan pasien untuk menjelaskan persiapan operasi) Perawat Anastesi : Selamat malam ibu Elsa, bagaimana keadaannya malam ini ? Pasien : Malam sus, masih seperti kemarin. Perawat Anastesi : Ibu apakah sudah tahu kalau besok akan dilakukan operasi usus buntu ? Pasien : Iyah sus, tadi dokter bilang bahwa besok saya akan menjalankan operasi. Perawat Anastesi : Baik bu, sekarang saya akan menjelaskan untuk persiapan operasi besok. Jadi gini bu, besok saat operasi ibu akan dilakukan pembiusan didaerah punggung jadi nanti pada bagian dada sampai kaki akan mati rasa. Apakah ibu mengerti ? Pasien : iya sus saya mengerti. Sus kalau saya minta dibius total boleh tidak ? Perawat Anastesi : Baik bu, nanti saya akan bicarakan dengan dokter. Sepertinya ibu sudah memahami apa yang saya jelaskan tadi, ibu jangan takut yah.
Pasien : Iyah sus. Perawat Anastesi : ibu sebelum operasi dilakukan, saya akan mengajarkan ibu teknik nafas dalam, ini bisa digunakan saat ibu merasakan nyeri atau saat ibu merasakan tegang. Pasien : iyah sus. Perawat anestesi : Mari bu, saya bantu ke posisi setengah duduk. ( perawat mengajarkan teknik nafas dalam terlebih dahulu ) Ibu ikuti arahan saya ya bu. Pertama, ibu tarik nafas melalui hidung keluarin dari mulut ( Pasien mengikuti arahan perawat ) Ibu gimana setelah dilakukan teknik nafas dalam ? apakah sudah merasa lega ? Pasien : Iya sus, saya sudah merasa lega setelah dilakukan teknik nafas dalam. Perawat anestesi : Baik bu, teknik napas dalam ini bisa ibu lakukan sendiri tanpa bantuan perawat saat ibu merasakan nyeri setelah operasi. ibu mengerti? Pasien : Iya sus, saya mengerti. Perawat anastesi : Baiklah bu, kalau begitu saya akan kembali ke ruangan saya, permisi bu. ( Perawat 2 datang ke ruangan pasien untuk menjelaskan persiapan operasi) Perawat 2 : Selamat malam Ibu Elsa. Pasien : Malam sus. Perawat 2 : Ibu perkenalkan saya suster Venty yang menggantikan suster Liza. Saya dinas dari jam 14.00-21.00 ya bu, sekarang saya akan memberitahu untuk persiapan operasi besok, untuk persiapannya ibu harus berpuasa dulu selama 8 jam ya bu di mulai dari pukul 21.00 sampai waktu operasi. Bagaimana bu, apakah ibu mengerti ? Suami Pasien : Kenapa sus istri saya harus puasa dulu ? Perawat 2 : Puasa disini dilakukan supaya semua kotoran terkuras di usus dan bersih, nanti pada saat dilakukan operasi tidak mengganggu jalannya operasi. Suami pasien : Apakah tidak akan mempengaruhi kesehatan istri saya sus dan bagaimana dengan pemberian obatnya ? Perawat 2 : InsyaAllah tidak pak dan bapak juga tidak usah khawatir mengenai obat yang diberikan semuanya akan baik – baik saja. Suami pasien : Iyah sus kalau begitu, saya harap dengan operasi ini istri saya bisa sembuh dan dapat menjalankan aktivitas seperti biasanya. Perawat 2 : Iyah mudah – mudahan , bapak berdoa saja sama yang di atas. Suami Pasien : Iyah sus. Perawat 2 : Kalau begitu sekarang ibu harus istirahat ya, jangan banyak pikiran siapkan diri ibu untuk menjalani operasi besok, kebetulan sekarang tugas saya sudah selesai nanti akan ada perawat lain yang akan menggantikan saya dan bilamana ibu butuh sesuatu suami ibu bisa memanggil perawat lain yang sedang bertugas malam ini, kalau begitu saya pamit dulu yah bu, selamat beristirahat. Pasien : Iya sus, terimakasih. (Setelah perawat 2 menjelaskan persiapan operasi, perawat 2 meninggalkan ruangan. Keesokan harinya operasi dilakukan dan berjalan dengan lancar) Pasien Post Operasi ( Setelah dilakukan operasi dan diobservasi selama 12 jam pasien pun dipindahkan ke ruang perawatan ) Perawat 3 : Selamat malam ibu Elsa. Pasien : Malam sus. Perawat 3 : Ibu bagaimana perasaan ibu setelah dilakukan operasi ? Pasien : Ini sus bekas operasinya masih terasa sakit. Perawat 3 : Ibu jangan khawatir ya, sakit setelah operasi itu wajar nanti juga bisa sembuh asalkan pola makan dan minum obatnya yang teratur ya bu. Pasien : Memang makanan yang seperti apa sus yang harus saya makan agar saya cepat sembuh ?
Perawat 3
Perawat 3 Pasien Perawat 3
Perawat 3
Perawat 3
Perawat 1
Perawat 1 Perawat 1
Perawat 3
Perawat 3
: Makanan yang baik dan bergizi yang berguna untuk proses pemulihan luka bekas operasi ibu. Untuk proses penyembuhan luka operasi, ibu harus banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C misalnya jeruk. Pasien : Kira-kira proses pemulihan lukanya lama gak sus ? : Kalau misalkan ibu makan sesuai dengan yang di anjurkan maka proses penyembuhannya akan lebih cepat. : Apa saya boleh makan makanan dari rumah sus ? : Maaf bu tidak boleh, selama proses pemulihan ibu hanya boleh makan makanan dari rumah sakit sesuai dengan yang di anjurkan. Apakah ibu sudah mengerti ? Pasien : Iyah sus saya mengerti. : Ibu sebelum saya kembali ke ruangan, saya akan mengajarkan ibu untuk latihan bergerak supaya badan ibu tidak kaku. ( Perawat mengajarkan mobilisasi posisi lateral sinistra dan dextra ) : baik bu saya permisi dulu karena masih ada pekerjaan lain yang harus saya selesaikan. Selamat beristirahat. Pasien : Iya sus, terimakasih. (Setelah perawat menjelaskan kepada pasien, perawatpun kembali ke ruangan. Setelah itu, keesokan harinya datang perawat 1 mengantarkan makanan) Perawat 1 : Selamat pagi Ibu Elsa. Pasien : Pagi sus. : Ibu hari ini saya membawa sarapan pagi untuk ibu, habiskan yah bu. Supaya ibu cepat sembuh dan bisa segera pulang. Pasien : Iyah sus saya akan menghabiskannya. : Bapak, istrinya disuapin yah pak biar lahap makannya. Biar ibu juga cepat sembuh. Suami Pasien : Iya sus. : Baiklah kalau begitu saya akan kembali ke ruangan saya, permisi pak, bu. Pasien : Iya sus, terimakasih. (Keesokan harinya perawat 3 datang ke ruangan pasien untuk memberitahu bahwa pasien sudah diperbolehkan pulang) : Ibu berhubung kondisi ibu sudah membaik, hari ini ibu sudah di perbolehkan pulang atas izin dari dokter. Tapi, minggu depan ibu harus kembali ke rumah sakit untuk mengecek bekas luka operasi ibu. Bagaimana bu, apa ada pertanyaan lain? Pasien : Tidak sus, saya mengerti. : Bapak, istrinya dijaga yah. Pola makannya di atur supaya istri bapak selalu sehat. Suami pasien : Baik sus, terimakasih. Perawat 3 : Baik bu, kalau gitu saya permisi ke ruangan saya ya. Pasien : Iya sus, terimakasih.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik pada keadaan pre dan post operasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan teknik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik. 4.2 Saran Sebagai seorang perawat yang profesional sebaiknya kita harus mempraktekkan konsep komunikasi terapeutik dengan baik, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan pasien. Dan untuk kita calon perawat hendaknya sejak dini mempelajari sungguh – sungguh tentang apa yang harus kita katakan dan lakukan, karena akan sangat bermanfaat ketika sudah praktek terjun langsung dan berhadapan dengan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
http://nengyulisetiani.blogspot.com/2012/05/makalah-komunikasi-terapeutik-predan.html http://putriatkinson.blogspot.com/2013/10/komunikasi-terapeutik-pasien-post-dan.html http://rosalinameisuri.blogspot.com/2011/08/konsep-dasar-keperawatan perioperatif.html?m=1