32
MODEL PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA PEMBEJALARAN IPA TENTANG PESAWAT SEDERHANA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 2 Kiarapayung
Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2013/2014)
PROPOSAL
Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Sebagai Sebagian Dari
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Madrasah Ibtidahiyah/ Sekolah Dasar
Oleh
IRVAN IRMAN MELANA
NIM. 1055.009
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH (IAILM)
PONDOK PESANTREN SURYALAYA TASIKMALAYA
2013
MODEL PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA PEMBEJALARAN IPA TENTANG PESAWAT SEDERHANA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 2 Kiarapayung
Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2013/2014)
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk Penulisan Skripsi Sebagai Sebagian
dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Madrasah Ibtidahiyah/ Sekolah Dasar
Oleh
IRVAN IRMAN MELANA
NIM. 1055.009
Telah disetujui dan disahkan oleh
Pembimbing
Drs. H. Suhrowardi, M.Ag.
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidahiyah/ Sekolah
Drs. H. Suhrowardi, M.Ag.
PROPOSAL PENELITIAN
Judul
Model Pembelajaran Kontruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembejalaran IPA Tentang Pesawat Sederhana
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 2 Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2013/2014)
Bidang Kajian
Hasil Belajar siswa pada pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana dan model pemebelajaran konstruktivisme.
Latar Belakang
Meningkatkan mutu pendidikan merupakan harapan yang harus dicapai, baik menurut tujuan nasional maupun tujuan lembaga yang terkait di dalamnya, yang salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, taqwa, terampil serta bisa menjadi warga Negara yang demokratis, dan bertanggung jawab. Sudah sepatutnya semua elemen tenaga kependidikan, baik yang berperan sebagai pendidik ataupun elemen lain yang menunjang terhadap penyelenggaraan pendidikan berusaha keras agar dapat mewujudkan cita-cita tersebut. Hal ini sesuai dengan menurut UndangUndang No 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional pada BAB II Dasar, Fungsi dan Tujuan Pasal 2-3 di tegaskan bahwa:
Pendidikan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah masyarakat dan orang tua. Kerjasama antara ketiga pihak diharapkan dapat mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Manusia Indonesia seutuhnya artinya manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar "baru" yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya dan menghafalkannya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam jangka panjang. Terutama dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tetang alam semesta dengan segala isinya. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis oleh manusia yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia. Pembelajaran IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh rahasia yang tak habis-habisnya. Khusus untuk IPA hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu siswa secara alamiah dengan dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengamatan, diperoleh gambaran bahwa ternyata kesulitan yang dihadapi oleh para siswa adalah mereka kurang mampu mengaitkan konsep-konsep IPA yang dipelajarinya dengan kegiatan kehidupan sehari-hari. Dan pada umumnya siswa belajar dengan menghafal konsep-konsep IPA bukan belajar untuk mengerti konsep-konsep IPA. Permasalahan yang dihadapi siswa di SD adalah hasil belajar IPA yang belum tuntas hanya 20% (5 orang) siswa yang sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), selebihnya 80% (15 orang) siswa belum mencapai KKM. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran IPA guru selalu menggunakan metode ceramah yang menjadikan siswa bosan, dan jenuh sehingga siswa berpendapat bahwa pelajaran IPA dianggap sulit karena kurangnya pemahaman siswa terhadap pembelajaran IPA, sehingga tidak menarik untuk belajar, dan berdampak pada rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
Untuk mengatasi masalah tersebut guru yang baik harus menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dapat tercipta bila guru menggunakan model pembelajaran yang tepat dan relevan dengan materi IPA yang akan diajarkan. Selain itu siswa akan merasa tertarik mempelajari IPA, mencoba dan membuktikan sendiri, sehingga akan memperkuat kemampuan kognitifnya dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna dan tujuan Nasional Pendidikan dapat tercapai.
Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bukan hanya bergantung lingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan awal siswa. Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata, hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses bergabungnya stimulus kedalam struktur kognitif. Bila stimulus baru tersebut masuk kedalam struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi yang disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah. (Dr. Ari Widodo, 2007:50)
Dengan demikian jelas bahwa tahap berfikir anak usia SD harus dikaitkan dengan hal-hal nyata dan pengetahuan awal siswa yang telah dibangun mereka dengan sendirinya. Model pembelajaran kontruktivisme merupakan strategi yang cocok diterapkan dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam proses belajar IPA khususnya mengenai konsep pesawat sederhana. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajari bukan mengetahuinya. Pembelajaran kontruktivisme merupakan suatu konsep belajar mengajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam konteks tersebut, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya?. Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya. Dengan demikian mereka memposisikan diri sebagai dirinya sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk masa depannya. Dengan pembelajaran kontruktivisme diharapkan akan mempermudah dalam memahami dan memperdalam IPA untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik umtuk mengadakan penelitian demgan judul : "Model Pembelajaran Kontruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembejalaran IPA Tentang Pesawat Sederhana (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 2 Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2013/2014)".
Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
Identifikasi Masalah
Pemahaman Siswa Kelas V terhadap pembelajaran IPA masih kurang, hal ini ditandai dengan nilai rata-rata hasil ulangan relativ rendah. Kurangnya pemahaman siswa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
Lemahnya perencanaan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Kontruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana.
Jarangnya pelaksanaan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Kontruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana.
Lemahnya hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana.pada pembelajaran IPA tidak menggunakan model pembelajaran Kontruktivisme.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan indentifikasi masalah diatas, maslah utama dalam penelitian ini adalah : bagaimanakah penggunaan model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan hasil bejar siswa pada pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana di kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah?
Adapun secara khusus dan operasional, masalah-masalah yang menjadi fokus penelitian ini dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan berikut :
Bagaimana perencanaan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa IPA kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana melalui model pembelajaran Kontruktivisme?
Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran IPA yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana melalui model pembelajaran Kontruktivisme?
Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung terhadap konsep pesawat sederhana pada pembelajaran IPA melaui model pembelajaran Kontruktivisme?
Cara Memecahkan Masalah
Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengimplemantasikan metode penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana melalui model pembejalaran konstruktivisme .
Model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
Dengan demikian model pembejalaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang, dan rumusan masalah serta cara pemecahan masalah, sebagai mana diuraiakan diatas, maka hipotesis secara umum dirumuskan sebagai berikut : "Model pemebelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana di kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung".
Tujuan Dan Keguanaan
Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk:
Meningkatkan kemampuan guru merancang perencanaan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana melalui model pembelajaran Kontruktivisme?
Meningkatkan kemampuan guru mengelola pelaksanaan pembelajaran IPA yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana melalui model pembelajaran Kontruktivisme?
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung terhadap konsep pesawat sederhana.pada pembelajaran IPA melaui model pembelajaran Kontruktivisme?
Keguanaan
Kegunaan dari penelitan ini adalah untuk memperkaya kajian keilmuan dalam masalah model pembelajaran dan pengaruhnya terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Manfaat secara praktis memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman kepada guru dan siswa dalam memecahkan permasalahan pembelajaran IPA, khususnya tentang meningkatkan hasil belajar siswa tentang pesawat sederhana dengan menggunakan model pembelajaran kontruktivisme, terutama pada beberapa hal diantara sebagai berikut:
Manfaat Bagi Guru : Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana; Mengembangkan kemampuan guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa tentang pesawat sederhana; dan Meningkatkan profesionalis guru sebagai tenaga pendidik
Manfaat Bagi Siswa : Membantu dalam menguasai konsep pesawat sederhana; Dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang pesawat sederhana; dan tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran IPA.
Manfaat Bagi Lembaga : Secara kelambagaan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pendidikan tentang model pembelajaran tentang untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang konsep pesawat sederhana.
Landasan Teori
Model Pembelajaran Konstruktivisme
Teori belajar kontruktivisme beranjak dari model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya.
Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan, selama siswa menerima pengetahuan baru. Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan alternatif strategi lain untuk mengatasinya.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
Karakteristik Model Pembelajaran Kontruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajaran.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksipengalaman (http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran Kontruktivisme ditekankan bahwa anak yang aktif sedangkan yang lain hanya sebagai pemantu saja dalam artian sebagai penaunjang keberhasilan dalam pembelajaran.
Model Pembelajaran Kontruktivisme adalah salah satu model pembelajaran yang menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam belajar. Hal ini sesuai dengan paendapat para tokoh-tokoh kontruktivis:
Menurut Von Glasersfeld dalam bettencourt, 1989 dan matthews, 1994 (Dr. Paul Suparno, 1997:18) kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetauan kita adalah kontruksi (bentukan) kita sendiri. Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas).
Model belajar kontruktivis adalah model pembelajaran yang menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam belajar (Dr. Ari Widodo, 2007: 50).
Model belajar kontruktivis teori perkembangan intelektual Piaget (Carin, 1994:60) dalam buku Dr. Ari Widodo (2007:50) yang memandang belajar sebagai proses pengaturan sendiri (self regulation) yang dilakukan seseorang dalam mengatasi kognitif. Konflik timbul pada saat ketidak selarasan (disequilibration) antara informasi yang diterima siswa dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Adapun pengaturan sendiri adalah proses internal untuk mencapai keselarasan (equilibration) yang dilakukan melalui dua fungsi yakni organisasi dan adaptasi.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah model pembelajaran yang menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam belajar, suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
Pada karakteristik pembelajaran kontruktivisme dalam merancang dan menyelenggarakan pembelajaran IPA hendaknya guru memperhatikan hal-hal berikut:
Mempertimbangkan bahwa pengetahuan awal sangat berperan dalam pengalaman belajar mereka
Pembelajaran dipandang sebagai proses transformasi konsepsi yang menyebabkan terjadinya perubahan konseptual pada diri siswa
Dalam pembelajaran, perubahan konseptual atau pengetahuan dikontruksi siswa melalui partisipasi aktif dalam aktivitas Hand-on dan minds-on
Perubahan konseptual (belajar) akan terjadi secara efektif jika tersedia konteks (ekologi konseptual) yang mendukung bagi siswa. Konteks ini bersifat cultural, social/bahasa dan material.
Keutungan dan kerugian dalam Menggunakan Model Konstruktivisme
Dalam penggunaan model konstruktivisme terdapat keuntungan yaitu sebagai berikut:
Dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari konsep IPA
Melatih siswa berfikir kritis dan kreatif.
Adapun kerugian model pembelajaran kontruktivisme adalah sebagai berikut:
Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
Hasil Belajar Siswa
Dalam melakukan kegiatan belajar, terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental. Dalam kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan. Pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan ini disebut sebagai hasil belajar.
Pendapat S. Nasution dalam bukunya "Didaktik Dasar-Dasar Mengajar" menyatakan bahwa :
Hasil belajar adalah suatu perubahan pada diri individu siswa setelah mengalami proses belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membutuhkan kecakapan, kebiasaan, pengertian, penghargaan, sikap, penguasaan diri dalam pribadi individu yang belajar.
Perubahan yang terjadi pada setiap individu yang belajar tergantung pada banyak faktor, diantaranya kematangan, lingkungan, latar belakang pribadi, sikap, dan bakat terhadap suatu bidang belajar yang diberikan. Perubahan ini dapat berupa sesuatu yang baru yang segera tampak dalam perilaku nyata atau masih tersembunyi mungkin juga perubahan itu berupa penyempurnaan terhadap hal yang sudah dipelajari.
Menurut Benyamin Bloom,dalam taksonomi Bloom kategori hasil belajar dibedakan atas tiga ranah yaitu :
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, meliputi pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluas.
Ranah afekif berkenaan dengan sikap, meliputi penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, meliputi gerak reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau kecepatan, gerakan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Diantara ketiga ranah tersebut yang paling banyak dinilai oleh para pendidik di sekolah adalah ranah kognitif, karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai bahan pelajaran. Masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan. Oleh sebab itu, penilaian terhadap proses belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dan alat penilaian untuk setiap ranah berbeda dalam cakupan dan hakikat yang terkandung di dalamnya.
Pemeblajaran IPA di Sekolah Dasar
Kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan adalah proses pembelajaran. Hal ini berarti menunjukan keberhasilan pendidikan banyak tergantung kepada proses pembelajaran. Belajar bukan hanya terjadi di dalam Sekolah, akan tetapi berlangsung pula dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang dikatakan belajar proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.
Perubahan tersebut terjadi secara berkesinambungan yang menyebabkan perubahan berikutnya dan bermanfaat bagi proses pembelajaran. Hal ni seperti yang diungkapkan Slameto mengenai arti belajar, yaitu:
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relative, konstan dan terbatas (Winkel, 1996:10).
Belajar dalam arti luas adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengnai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi, lebih luas lagi dalam berbagai bidang studi, lebih luas lagi dalam berbagai aspek-aspek kehidupan atau pengalaman-pengalaman yang terorganisasi (Tabrani Rusyan, 1996:17).
Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu (Syaiful Sagala, 2006:37).
Dari uraian di atas dapat disimpulakn bahwa seseorang telah dikatakan belajar apabila pada dirinya telah terjadi perubahan tingkah laku maupun telah memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap, yang semuanya diperoleh berdasarkan pengalan yang dialaminya.
Menurut Fisher (1975:5) dalam buku hakikat IPA dan Pendidikan IPA (Dr.I Made Alit Mariana, M.Pd, 2009:14) kata sains berasal dari bahasa latin, yaitu scientia yang artinya secara sederhana adalah pengetahuan (knowledge). Kata mungkin juga berasal dari bahasa Jerman, yaitu: Wissechaft yang artinya sistematis, pengetahuan yang terorganisasi. Sains diartikan sebagai pengetahuan yang secara sistematis tersusun (assembled) dan bersama-sama dalam suatu urutan terorganisasi. Misalnya pengetahuan tentang fisika, biologi dan kimia.
Dalam metodik khusus pengajaran IPA disusun oleh direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk mengetahui pengetahuan, fakta-fakta konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sifat sikap ilmiah. Pendidikan IPA di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.
Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPA merupakan pengetahuan yang secara sistematis tersusun (assembled) dan bersama-sama dalam suatu urutan terorganisasi dan menekankan pada pemberian pengalaman langsumg dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk "mencari tahu" dan "berbuat" sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pendidikan IPA juga merupakan suatu upaya atau proses untuk membelajarkan siswa untuk memahami hakikat IPA: produk, proses, dan mengembangkan sikap ilmiah serta sadar akan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat untuk pengembangan sikap dan tindakan berupa aplikasi IPA yang positif.
Adapun Connor (1997:7) berkesimpulan bahwa pendidikan sains untuk sekolah dasar harus secara konsisten berorientasi pada: (a) pengembangan ketrampilan proses, (b) pengembangan konsep, (c) aplikasi, (d) isu sosial yang berdasarkan pada Sains.
Tujuan pendidikan IPA dewasa ini mencakup lima dimensi, yaitu dimensi:
1. Pengetahuan dan pemahaman.
Dimensi ini mencakup: fakta, konsep, teori, hukum, dan penyelidikan sejarah IPA.
2. Penggelian dan penemuan
Dimensi ini berhubungan dengan penggunaan proses-proses IPA untuk mempelajari bagaimana ahli IPA bekerja dan berpikir. Ketrampilan yang harus diajarkan mencakup: mengamati, mendeskripsikan, mengklasifikasi, dan mengorganisasikan, mengkomunikasikan, berhipotesis, menguji hipotesis, menginterpretasikan data, penggunaan ketrampilan psikomotor dan sebagainya.
3. Imaginasi dan kreativitas
Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan memvisualisasikan atau menghasilkan gambaran mental, mengkombinasikan objek, dan gagasan dengan cara-cara baru, memecahkan masalah dan teka-teki, mengahsilkan idea tau gagasan yang tidak biasa.
4. Sikap dan nilai
Pengembangan kepekaan dan pengahargaan kepada orang lain, mendeskripsikan perasaan perasaan dengan cara yang kontruktif, mengambil keputusan dengan didasari oleh nilai-nilai individu, social dan isu-isu lingkungan.
5. Penerapan
Mampu mengidentifikasi hubungan konsep IPA dalam penggunaanya dengan kehidupan sehari-hari; memahami prinsip-prinsip ilmiah dan dan teknologi yang bekerja pada alat-alat rumah tangga, memahami dan menilai laporan-laporan perkembangan ilmiah yang ditulis pada media masa.
Pada pembelajaran IPA terdapat efek. Efek pembelajaran merupakan langsung sebai hasil pembelajaran dan efek ringan atau tidak langsung terjadi akibat pendekatan, pengalam belajar siswa. Efek ringan muncul karena IPA memiliki nilai. Nilai-nilai inilah yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam diri siswa ketika dan setelah belajar IPA. Nilai-nilai IPA dalam berbagai segi kehidupan itu adalah: nilai praktis, nilai intelktual, nilai sosial politik-ekonomi, nilai keagamaan dan nilai pendidikan.
Konsep Pesawat Sedarhana di Kelas V Sekolah Dasar
Pada pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar tentang konsep pesawat sederhana terdapat Standar kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator. Standar Kompetensi nya yaitu: Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya. Kompetensi Dasar: menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat. Sedangkan Indikator nya meliputi: (a) menjelaskan pengertian jenis pesawat sederhana, (b) engidentifikasi pesawat sedehana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan cepat, (c)menyebutkan jenis pesawat sederhana dan keuntungannya, (d) mengelompokan jenis pesawat sederhana (pengungkit, bidang miring, katrol, roda dan poros), (e)mendemontrasikan cara menggunakan pesawat sederhana.
Dalam kamus Bahasa Indonesia paham adalah pandai atau mengerti benar tentang sesuatu hal, sedangkan pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Pemahaman dalam penelitian ini adalah kesanggupan untuk mengenal fakta, konsep, prinsip, dan skill. Meletakkan hal-hal tersebut dalam hubungannya satu sama lain secara benar dan menggunakan secara tepat pada situasi tertentu. Pemahaman meliputi penerimaan dan komunikasi secara akurat sebagai akurat sebagai hasil komunikasi dalam pembagian yang berbeda dan mengorganisasi secara singkat tanpa mengubah pengertian. (http://4rif.word.pres.com, 17 september 2009).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman dapat tumbuh apabila ada kesanggupan pada dirinya untuk mengenal fakta, konsep, prinsip, dan skill dimilkinya.
Dalam melakukan semua pekerjaan atau kegiatan, tidak seorangpun menginginkan yang sulit-sulit atau sukar, semua orang pasti menginginkan pekerjaanya dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Untuk itu manusia menciptakan sebuah alat yang dapat mempermudah pekerjaan manusia yang dinamakan dengan pesawat sederhana.
Pesawat sederhana adalah alat-alat yang dapat mempermudah pekerjaan manusia. Pada prinsipnya pesawat sederhana dibedakan menjadi empat macam, yaitu: pengungkit, bidang miring, katrol dan roda berporos.
Pertama, pengungkit adalah batang kaku yang dapat diputar bebas pada sebuah poros tetap yang bertindak sebagai penumpu. Berdasarkan letak beban, kuasa, dan penumpunya Pengungkit dibedakan menjadi tiga golongan yaitu pengungkit golongan I (letak titik tumpu berada diantara beban dan kuasa), pengungkit golongan II (letak beban diantara titik tumpu dan kuasa), pengungkit golongan III (letak kuasa di antara beban dan titik tumpu).
Kedua, bidang miring adalah permukaan benda yang diletakan secara miring, dijadikan landasan untuk menaikkan beban.
Ketiga, katrol adalah benda berbentuk roda yang digunakan untuk menyangga tali atau beban. Katrol dapat berputar sehingga memudahkan tali untuk bergerak pada katrol. Katrol dibedakan menjadi empat yaitu; katrol tetap, katrol bebas, katrol rangkap, dan katrol ganda atau takal.
Keempat, roda berporos adalah peralatan yang menggunkan roda berpasangan biasanya dihubungkan pada poros roda. Poros roda berada pada titik temu jari-jari roda.
Proses pembelajaran di sekolah dasar akan dapat berlangsung dengan baik dan berhasil apabila dalam pembelajaran yang dilakukannya tidak hanya menggunakan metode konvensional, namun mungkin akan lebih berhasil dengan menggunakan sebuah model pembelajaran yang lebih tepat yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kontruktivismne. Dimana pada pembelajaran model kontruktivisme menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran kontruktivisme aktivitas siswa lebih aktiv, kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Aktifitas sangat penting sekali dalam proses belajar mengajar di sekolah. Aktifitas belajar dapt diartikan sebagai proses atau usaha yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap sikap dan nilai-nilai pengetahuan serta kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai berbagau bidang study atau lebih luas dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisir (Tabrany Rusyana, 1991 : 8), sealur dengan pendapat tersebut, sardiman (2004:96) Mengatakan bahwa aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar untuk mengubah tingkah laku.
Adapun macam-macam aktivitas belajar yan dapat dilakukan oleh siswa di sekolah diantaranya dikemukakan oleh Sudirman (2004:10) yaitu :
Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan pekerjaan orang lain.
Oaral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mngadakan wawancara, diskusi, dan intrupsi.
Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato.
Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket dan menyalin.
Drawin activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta dan diagram.
Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan berternak.
Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, memilih hubungan, dan mengambil keputusan.
Emotioanl activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenag dan gugup.
Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian model pemebalajran konstruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembejaran IPA tentang pesawat sederhana di kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dikenal Clasroom Action Reesearch. Pemilihan metode ini dengan alasan permasalahan yang hendak diteliti adalah permasalahan yang timbul dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus, dan setiap siklus terdiri dari 3 tindakan.
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas
Model Kemmis dan Mc. Taggart dikutip oleh Margaretha (2008 : 22)
Setting Lokasi Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian
Lokasi penelitian yaitu di SD Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis. Alasan lokasi penelitian ini di pilih antara lain:
Baik guru dan kepala sekolah maupun pejabat yang terkait memberikan izin dilaksanakannya penelitian di SD tersebut
Peneliti sekaligus sebagai tenaga pengajar di Sekolah tersebut.
Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan pada awal semester II pada tahun pelajaran 2013/2014.
Subjek Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah seluruh siswa di kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis yang berjumlah 20 siswa terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan. Seacara umum hasil belajar siswa dalam pembelajran IPA masih kurang hal ini ditandai dengan rendahnya hasil ulangan harian mengenai konsep pesawat sedarhana.
Variabel yang Diteliti
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel proses dan variabel hasil.
Variabel proses pada penelitian ini adalah kemampuan guru dalam penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pemebelajaran IPA tentang pesawat sederhana. Sub variable terdiri dari kemampuan guru dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan motivasi belajar siswa. Variable tersebut diukur dengan instrument observasi terstruktur. Hasil observasi dinilai oleh partisipan triangulasi yaitu kepala sekolah, teman sejawat sebagai peneliti mitra, dan dosen pembimbing.
Variable Hasil pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana. Variabel ini di ukur dengan instrument penilaian tes, siswa diminta untung menjawab soal lembar kerja siswa.
Pengukuran variabel proses dan variabel hasil dilakukan pada setiap siklus tindakan yang dilaksananakan dan dijadikan sebagai refleksi untuk perbaikan pada siklus selanjutnya.
Persiapan
Berdasarkan hasil orientasi dan identifikasi masalah, selanjutnya direncankan tindakan. Langkah–langkah perencanaan meliputi kegiatan berikut :
Disusun rancangan tindakan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang didalamnya meliputi: Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, Materi Pokok, dan kegiatan pembelajaran serta Evaluasi.
Menetapkan media yang sesuai dengan sumber metode, teknik dan lingkungan sebagi sumber belajar.
Menyusun alat ukur untuk mengobservasi perencanaan, proses dan hasil belajar siswa dalam pembejaran IPA tentang lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat.
Rencana tindakan
Penelitian ini mengacu pada siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model Kemmis dan Taggart ( 1998 : 13 )
Perencanaan Tindakan
Refleksi awal meliputi observasi awal pada pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) tentang lingkungan sebagai sumber belajar yang dilakukan guru di Madrasah lbtidaiyah terteliti. Refleksi awal dilakukan pada bulan Januari 2010. Observasi dilakukan selama 1 minggu, dimulai dari minggu pertama masuk sekolah.
Catatan hasil awal, secara garis besar memperlihatkan bahwa pembelajaran anak-anak ini belum maksimal sehingga berdampak pada kurangnya pemahaman siswa tentang lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat karena guru tidak menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pra perencanaan adalah sebagai berikut. Berdasarkan studi awal mengenai hasil kemampuan siswa yang rata-rata masih rendah (56%), maka peneliti sebagai praktisi berkolaborasi dengan guru kelas lain sebagai observer berkolaborasi untuk (1) menetapkan model pembelajaran konstruktivisme sebagai model pembalajran yang digunakan dalam pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana, (2) menetapkan lembar observasi untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat dengan metode observasi.
Pada tahap perencanaan tindakan peneliti sebagai praktisi dan guru kelas sebagai observer berkolaborasi membuat rencana pembelajaran yang memuat skenario pembelajaran terdiri dari aspek (1) Tujuan Pembelajaran (2) Materi pelajaran (3) Langkah- langkah pembelajaran (4) Metode, Media dan Sumber Belajar (5) Evaluasi.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan. Dalam kegiatan ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang terdapat dalam rencana pembelajaran.
Observasi
Pada tahap ini dilakukan kegiatan obeservasi terhadap perencanaan, pelaksanaan tindakan dan hasil pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi.
Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara kolaboratif antara peneliti sebagai praktisi dan guru kelas sebagai observer, yaitu mendiskusikan mengenai berbagai masalah yang terjadi di kelas. Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan tindakan selanjutnya, jika hasil yang dicapai dalam pembelajaran mencapai target (75%) tindakan dihentikan dan jika hasil yang dicapai dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar kurang dari 75%, maka dilanjutkan ke siklus berikutnya sampai memenuhi target (75%), namun jika sampai ke siklus II tindakan dihentikan, dan siklus III dilaksanakan jika pada siklus II belaum juga memenuhi target keberhasil 75% tersebut.
Data dan cara pengumpulan data
Dari penelitian ini data didapat dari sumber penelitian yaitu siswa dan guru. Jenis data yang didapat adalah data kualitatif dan data kuantitatif berupa : (1) hasil belajar, (2) hasil observasi. Adapun cara pengumpulan data dari data-data tersebut adalah sebagai berikut :
Data Hasil Belajar
Data hasil belajar diperoleh dengan memberikan tes tertulis kepada siswa berupa tes awal dan tes akhir. Tujuannya untuk melihat ada tidaknya peningkatan hasil belajar siswa tersebut sebelum dan sesudah pembelajaran dengan mengimplementasikan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Tes tidak diujicobakan kepada siswa tetapi dikonsultasikan dengan pembimbing dan didiskusikan dengan guru-guru.
Data Hasil Observasi
Untuk memperoleh data situasi belajar mengajar pada saat dilaksanakan tindakan digunakan lembar observasi dan pencatatan lapangan. Dalam observasi dibuat kesepakatan bersama untuk mendiskusikan hasil observasi setelah pembelajaan selesai dan data hasil yang terkumpul, digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
Indikator kerja
Agar tindakan perbaikan dalam PTK ini memiliki sasaran yang jelas, maka penulis bersama mitra (observer) menetapkan beberapa kriteria keberhasilan sebagai berikut :
Kriteria keberhasilan untuk kinerja guru dalam merancang RPP, melaksanakan proses pembelajaran dan aktifitas siswa adalah sebagi berikut :
A = 90 % - 100 % (sangat baik)
B = 70 % - 89 % (baik)
C = 50 % - 69 % (cukup)
D = 30 % - 49 % (kurang)
E = 10 % - 29 % (sangat kurang)
Keterangan : Patokan keberhasilan minimal 75 % dan apabila kurang dari 75 % diperlukan perbaikan.
Kriteria prestasi belajar siswa adalah nilai minimal sesuai KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 64 . Siswa yang mencapai nilai KKM minimal 75 % dari jumlah siswa kelas III yang berjumlah 20 anak.
Jadwal Penelitian
Berikut ini disajikan jadwal kegiatan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas :
No
Kegiatan
Jan 2013
Feb 2013
Mart 2013
Apl 2013
Minggu ke
Minggu ke
Minggu ke
Minggu ke
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Pengajuan proposal
2
Tahap Pra Penelitian
3
Tahap Tindakan
Siklus I
Rencana tindakan
Pelaksanaan tindakan
Observasi
Refleksi
Siklus II
Rencana tindakan
Pelaksanaan tindakan
Observasi
Refleksi
Siklus III
Rencana tindakan
Pelaksanaan tindakan
Observasi
Refleksi
4
Penyusunan Draft Laporan
5
Penyusunan laporan
6
Pengesahan laporan.
Daftar Pustaka Sementara
Ari Widodo dkk. 2007. Pendidkan IPA di SD. Bandung. Pusat Penerbitan Universitas Pendidikan Indonesia.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006) Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP). Mata Pelajaran llmu Pengetahuan Alam (IPA). Jakarta: BP Dharma Bakti.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Penyusuna KTSP Kabuapaten/Kota: Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006) Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP). Mata Pelajaran llmu Pengetahuan Alam (IPA). Jakarta: BP Dharma Bakti.
Depdiknas, (2006). UU no. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pusat Data dan Informasi Pendidikan.
Depdikbud, (1996/1997) Program Pengajaran SD Pesawat Sederhana. Bandung:
Depdiknas, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kerangka Dasar, Jakarta Pusat Kurikulum.
Didaktik , Metodik Khusus Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam 1994 Direktorat Dikdasmen, Dekdikbud Jakarta.
Horyanto. (1994). Ilmu Pengetahuan Alam kelas V Jilid 4, Jakarta: PT Erlangga
I Mariana Alit Ade dkk, (2009). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA. Jakarta: PPPPTK IPA.
Kasbolah, Kasihani ES. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud.
Kemmis, S & MC Taggart. R. 1992. The Action Research Planner. Rev. Ed. Victoria : Deakin University.
Suparno Paul, (1997). Filsafat Kontuktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kansius.
(http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)