PANDUAN PELAYANAN DOTS DI RUMAH SAKIT
1
.X
…
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu saja yang ditandai dengan berdirinya berdi rinya fasilitasdiagnostik dan sanatorium di kota-kota kota-kota besar. Dengan Dengan dukungan dari pemerintahB pemeri ntahBelanda, elanda, diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan Rontgen, di ikuti denganpenanganan denganpenanganan TB melalui melalui hospitalisasi. Studi prevalensi TB pertama kali dilakukanpada tahun 1964 di karesidenan Malang dan kota Yogyakarta. Yogyakarta. lima tahun kemudian(1969), kemudian(1969), program pengendalian TB nasional dengan pedoman penatalaksanaanTB secara baku dimulai di Indonesia. Pada periode 1972-1995 penanganan TBtidak lagi berbasis hospitalisasi, akan tetapi melalui diagnosis dan pelayanan TB difasilit as kesehatan primer, yaitu di Puskesm as. Pengobatan
TB
menggunakan
duarejimen
pengobatan
menggantikan
pengobatan
konvensional (2HSZ/10H2S2) danstrategi penemuan kasus secara aktif secara bertahap. Pada tahun 1993, the RoyalNetherlands
TB Association (KNCV) melakukan ujicoba strategi DOTS di
empatkabupaten di Sulawesi Tahun 1994, NTP bekerja sama dengan WHO dan KNCVmelakukan uji coba implementasi DOTS di provinsi Jambi dan Jawa Timur. Setelah keberhasilan uji coba di dua provinsi ini, akhirnya Kementerian Kesehatanmengadopsi strategi DOTS untuk diterapkan secara nasional pada tahun 1995. Pada tahun 1995-2000, pedoman nasional disusun dan strategi DOTS mulai diterapkandi Puskesmas. Seperti halnya dalam implementasi sebuah strategi baru, terdapatberbagai tantangan di lapangan dalam melaksanakan kelima strategi DOTS. Untukmendorong peningkatan cakupan strategi DOTS dan pencapai an targetnyadilakukan dua Joint External Monitoring Mission oleh tim pakar internasional. Rencana strategi nasional Pengendalian TB disusun pertama kali pada periode tahun 2000 - 2005 sebagai
pedoman
bagi provinsi
dan kabupaten/kota
untuk
merencanaka n
danmelaksanakan program pengendalian TB. Pencapaian utama selama periode iniadalah: 1.
Pengembangan rencana strategis 2002-20 06.
2.
Penguatan kapasitasmanajerial kapasitasmanajerial dengan penambahan staf di tingkat pusat dan provinsi. provin si.
3.
Pelatihanberjenjang
dan
berkelanjutan
sebagai
bagian b agian
dari
pengembangan pengemba ngan
sumberdayamanusia. 4.
Kerja sama internasional dalam memberikan memberikan dukungan teknis danpendanaan (pemer intah Belanda, WHO, TBCTA-CIDA, USAID, GDF, GFATM, KNCV, UAB, IUATLD, dll). 2
5.
Pelatihan perencanaan dan anggaran di tingkat daerah.
6.
Perbaikan supervisi dan monitoring dari tingkat pusat dan provinsi.
7.
Keterlibatan BP4 dan rumah sakit pemerintah dan swasta dalam melaksanakanstrategi DOTS melalui ujicoba HDL di Jogjakarta. Keberhasilan target global tingkat deteksidini dan kesembuhan
dapat dicapai pada
periode tahun 2006 - 2010. Selain itu, berbagai tantangan baru dalamimplementasi strategi DOTS muncul periode ini.Tantangan tersebut antara lain penyebaran ko-infeksi TB-HIV, peningkatan resistensiobat
TB,
jenis
penyedia
pelayanan
TB
yang
sangat
beragam,
kurangnya
pengendalianinfeksi TB di fasilitas kesehatan, serta penatalaksanaan TB yang bervariasi. Mitrabaru yang aktif berperan dalam pengendalian TB pada periode ini antara lain DirektoratJenderal Bina Upaya Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia,dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hasil
survei
prevalensi
TB
Tahun
2004
menunjukkan
bahwa
pasien
TB
jugamenggunakan pelayanan rumah sakit, BP4 dan praktik swasta untuk tempat berobat.Ujicoba, implementasi dan akselerasi pelibatan FPK selain Puskesmas sebagaibagian dari inisiatif Public Private Mix telah dimulai pada tahun 1999-2000. Padatahun 2007, seluruh BP4 dan sekitar 30% rumah sakit telah menerapkan strategiDOTS.
Untuk praktik swasta, strategi DOTS belum
diimplementasi secara sistematik,meskipun telah dilakukan ujicoba model pelibatan praktisi swasta di Palembangpada tahun 2002 serta di provinsi Yogyakarta dan Bali pada tahun 2004-2005. Untuk akselerasi DOTS di rumah sakit, sekitar 750 dari 1645 RS telah dilatih. Koordinasi di tingkat pusatdengan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan semakin intensif. Selain ituDirektorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan juga melakukan penilaian ke beberaparumah sakit yang telah menerapkan DOTS. Penguatan aspek regulasi dalamimplementasi strategi DOTS di rumah sakit akan diintegrasikan dengan kegiatanakreditasi rumah sakit.
Tujuan Pelayanan TB Dengan Strategi DOTS
Untuk meningkatkan mutu pelayanan medis TB di Rumah Sakit Royal Progress melalui pener apan strategi DOTS secara optimal dengan mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan serta memenuhi etika kedokteran.
Dasar Hukum
Dasar hukum terbentuknya Tim DOTS di RS X adalah : •
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
•
Undang – Undang republic Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 3
•
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
•
Undang
–
Undang republic Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. •
Peraturan Pemerintah Republik Imdonesia Nomor 65 TAhun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
•
Peraturan
Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/X I/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. •
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
•
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
•
Peraturan MEnteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.
•
Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 884/Menkes/VII/2007
tentang Ekspansi TB
Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan / Pengobatan Penyakit Paru. •
Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor YM.02.08/III/673/07 tentang Penatalaksanaan Tuberkulosis di Rumah Sakit.
4
BAB II URAIAN TIM DOTS
Mengingat pelaksanaan pelayanan TB di rumah sakit sangat rumit dengan keterlibatan pelbagai bidang disiplin ilmu kedokteran serta penunjang medik, baik di poliklinik, maupun bangsal bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta rujukan pasien dan spesimen, maka dalam pengelolaan TB di rumah sakit dibutuhkan manajemen tersendiri dengan dibentuknya Tim DOTS di Rumah Sakit Royal Progress.
Ketua Tim DOTS
Ketua Tim adalah seorang dokter spesialis paru dan merangkap sebagai anggota. Wakil ketua Tim DOTS
Sekretaris Tim adalah seorang dokter umum dan merangkap sebagai anggota. Kualifikasi : Memiliki sertifikat Pelatihan Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit.
Anggota Tim DOTS
1.
Seorang perawat rawat jalan
2.
Seorang perawat rawat inap
3.
Seorang petugas laboratorium
4.
Seorang petugas farmasi
5.
Seorangpetugas pencatatan dan pelaporan
6.
Seorang petugas PKRS
Kualifikasi : Memiliki sertifikat Pelatihan Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit.
Tugas Tim DOTS di Rumah Sakit X
Menjamin terselenggaranya pelayanan TB dengan membentuk unit DOTS di rumah sakit sesuai dengan strategi DOTS termasuk sistem jejaring internal dan eksternal.
5
Uraian tugas
Perencanaan terhadap semua kebutuhan bagi terselenggaranya pelyanan TB di Rumah Sakit Royal Progress, meliputi : a.
Tenaga terlatih
b.
Anggaran
c.
Obat- obatan
d.
Reagensia
e.
Peralatan
f.
Pencatatan dan pelapor an
Pelaksanaan Tim DOTS Rumah Sakit X mengadakan rapat rutin untuk membicarakan semua hal temuan terkait dengan pelaksanaan pelayanan terhadap pasien TB di Rumah Sakit X. Monitoring dan Evaluasi Tim DOTS menyelenggarakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan DOTS di Rumah Sakit Royal Progress.Dalam pelaksanaannya Tim DOTS berkoordinasi dengan setiap SMF dan Unit DOTS. Hal- hal penting yang perlu diperhatikan dalam monitoring dan evaluasi : 1.
Kepatuhan
terhdap
tatalaksana
penegakan
diagnosis
dengan
men ggunakan
pemeriksaan mikro skopis. 2.
Kepatuhan dokter menerapkan ISTC dan SPO dalam pengobatan TB (standar diagnosis, terapi dan tanggung jawab kesehatan masyarakat).
3.
Monitoring terhadap keteraturan pasien TB untuk menyelesaikan pengobtan.
4.
Monitoring terhadap pelaksanaan SPO bagi Pengawas Menelan Obat (PMO).
5.
Kepatuhan melaksanakan SPO jejaring internal dan eksternal.
6.
Rujukan pasien dan hasil umpan baliknya.
7.
Ketersediaan logistik OAT dan non OAT, yang dibutuhkan dalam pelayanan terhadap pasien TB di rmah sakit.
8.
Kepatuhan
terhadap
pencatatan
dan
pelaporan
(pengisian
formulir
TB)
serta
ketersediaannya tepat waktu. 9.
Kepatuhan staf rumah sakit terhadap pelaksanaan semua kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Royal Progress.
10. Setiap pasien TB dicatat dengan pencatat an dan pelaporan tersendri termasuk laboratorium dan menggunakan formulir TB dari 01,02,03 UPK, 04,05,06,09,10. 11. Pencatatan pasien TB terkait dengan kasus rujukan dan kasus mangkir.
Menyusun laporan hasil pertemuan dan hasil monitoring evaluasi dan disampaikan secara tertulis
kepada
Direktur
Rumah
Sakit
ditindaklanjuti. 6
X
setiap
triwulan
untuk
diketahui
atau
BAB III STANDAR FASILITAS
Fasilitas dan Peralatan
Fasilitas yag cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan fungsi pelayanan DOTS yang optimal bagi pasien TB. Kriteria : 1. Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB (Unit DOTS) yang berfungsi sebagai pusat pelayanan TB di RS meliputi kegiatan diagnostik, pengobatan, pencatatan dan pelaporan, serta menjadi pusat jejaring internal/eksternal DOTS. 2.
Ruangan telah memenuhi persyaratan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPITB) di rumah sakit.
3.
Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB.
4.
Tersedia ruangan bagi penyelenggaraan KIE terhadap pasien TB dan keluarga.
5.
Tersedia ruangan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis dahak.
Denah Ruangan Tim DOTS EXHAUST FAN
JENDELA
LEMARI MEJA TEMPAT
PERAWAT + KIE
TIDUR PERIKSA PASIEN MEJA DOKTER
TIMBANGAN
WASTAFEL
TEMPAT SAMPAH
7
Daftar Inventaris Ruang DOTS
Daftar Alat
Jumlah
1.
Tempat tidur periksa
1 unit
2.
Meja Tulis
2 unit
3.
Kursi
6 unit
4.
Lemari penyimpanan OAT
1 unit
5.
Lampu baca rontgen
1 unit
6.
Stetoskop
1 unit
7.
Handschoen
1 box
8.
Masker
1 box
9.
Timbangan
1 unit
10. Exhaust Fan
2 unit
11. Jendela
2 unit
12. Telepon
1 unit
13. Wastafel
1 unit
14. Tempat
sampah
infeksius
&
infeksius
8
non
@ 1 unit
BAB III TATALAKSANA DOTS DI RUMAH SAKIT
Dukungan Administrasi dan Operasional Penerapan Strategi DOTS di Rumah Sakit
Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS di rumah sakit adalah komitmen yang kuat antara pimpinan rumah sakit, komite medik dan profesi lain yang terkait termasuk administrasi dan operasionalnya. Untuk tu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya manusia, sarana dan prasarana penunjang, antara lain : •
Dibentuk Tim DOTS RS yang terdiri dari seluruh komponen yang terkait dalam penanganan pasien tuberkulosis ( dokter, perawat, petugas laboratorium,
petugas
farmasi, rekam medik dan PKRS ). •
Disediakan ruangan untuk kegiatan Tim DOTS yang melakukan pelayanan DOTS.
•
Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan disepakati dalam MoU antara rumah sakit dan dinas kesehatan setempat.
•
Sumber pendanaan diperoleh dari rumah sakit.
•
Program Nasional Penanggulangan TB memberikan kontribusi dalam hal pelatihan, OAT, mikroskop dan bahan-bahan laboratorium.
•
Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan DOTS 01,02,03 UPK, 04,05,06,09,10 dan buku registrasi pasien tuberkulosis di rumah sakit.
Strategi DOTS di Rumah Sakit
Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbgai institusi terkait termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan mengikutsertakan secara aktif semua pihak dalam kemitraan yang bersiner gi untuk penanggulangan TB. Langkah – langkah kemitraan :
1.
Melakukan penilaian dan analisa situasi untuk mendapatkan gambaran kesiapan rumah sakit dan dinas keehatan setempat.
2.
Mendapatkan komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah akit dan tenaga medis serta paramedis dan seluruh petugas terkait.
3.
Penyusunan nota kesepahaman antara rumah sakit dan dinas kesehatan.
4.
Memyiapkan tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis, untuk dilatih DOTS. 9
farmasi dan PKRS
5.
Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unit-unit terkait dalam penerapan strategi DOTS di rumah sakit.
6.
Menyediakan tempat untuk Tim DOTS di dalam rumah sakit sebagai tempat koordinasi dan pelayanan terhadap pasien tuberkulosis secara komprehensif ( melibatkan semua unit di rumah sakit yang menangani pasien tuberkulosis ).
7.
Menyediakan tempat / rak penyimpanan OAT di ruang DOTS.
8.
Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak sesuai standar.
9.
Mrnggunakan format pencatatan sesuai program tuberkulosis nasional untuk memant au pelaksnaan pasien.
10. Menyediakan biaya operasional.
Pembentukan Jejaring
Rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (case finding), namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (case holding) jika dibandingkan dengan puskesmas. Karena itu perlu dikembangkan jejaring rumah sakit baik internal maupun eksternal. Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik pabila angka default rate <5% pada tiap rumah sakit. a.
Jejaring Internal Rumah Sakit Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam rumah sakit yang meliputi seluruh unit yang menangani pasien tuberkulosis. Koordinasi kegiatan dilaksanaan oleh Tim DOTS rumah sakit.Tim DOTS rumah sakit mempunyai tugas perencanaan, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi kegiatan DOTS di rumah sakit. Tim DOTS berada di bawah komite medik atau Direktur Pelayanan Medik Rumah Sakit dan dikukuhkan dengan SK Direktur Rumah Sakit.
10
Fungsi masing-masing unit dalam jejring internal RS : 1.
Tim DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien TB di rumah sakit dan pusat informasi tentang TB. Kegiatannya meliputi konseling, penentuan klasifikasi dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentan PMO, follow up hasil pengobatan dan pencatat an.
2.
Poli umum, UGD dan poli spesialis berfungsi menjaring tersangka pasien TB, menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke Tim DOTS RS.
3. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam melakukan penjaringan tersangka serta perawatan dan pengobatan. 4.
Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostik.
5.
Rradiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.
6.
Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggungjawab terhadap ketersediaan OAT.
7.
Rekam medis berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam pencatatan dan pelaporan.
8.
PKRS berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam kegiatan penyuluhan.
Alur penatalaksanaan pasien tuberkulosis di Rumah Sakit Royal Progress
•
Suspek TB atau pasien TB dapat datang ke poli umum/ UGD atau langsung ke poli spesialis (Penyakit Dalam, Paru, Anak, Syaraf, Kulit, Bedah, Obsgyn, THT, Mata, Bedah Saraf, Urologi)
•
Suspek TB dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (Laboratorium Mikrobiologi, PK, PA dan Radiologi)
11
•
Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersngkutan. Diagnosis dan dan klasifikasi dilakuka oleh dokter poliklinik masing atau Tim DOTS.
•
Setelah diagnosis TB ditegakkan pasien dikirim ke Tim DOTS untuk registrasi (bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit), penentuan PMO, penyuluhan dan pengambilan
obat,
pengisian
kartu
pengobatan
TB
(TB-01).
Bila
pasien
tidak
menggunakan obat paket, pencatatan dan pelaporan dilakukan dipoliklinik masing-masing dan kemudian dilaporkan ke Tim DOTS. •
Bila ada pasien TB yang dirawat di rawat inap, petugas rawat inap menghubungi T im DOTS untuk registrasi pasien (bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit). Paket OAT dapat diambil di Tim DOTS.
•
Pasien TB yang dirawat inap, saat akan keluar dari RS harus melalui Tim DOTS untuk konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya.
•
Rujuk (pindah) dari/ ke UPK lain, berkoordinasi dengan Tim DOTS (lihat pada gambar alur rujukan).
b.
Jejaring Eksternal Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas dan UPK lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.
Tujuan jejaring eksternal : •
Semua pasien TB mendapatkan akses pelayanan DOTS yang berkualitas, mulai dari diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan.
•
Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien sehingga mengurangi juml ah pasien yang putus berobat.
Dinas kesehatan berfungsi : •
Koordinasi antara rumah sakit dan UPK lain
•
Menyusun protap jejaring penanganan pasien TB
•
Koordinasi sistem surveilans
•
Menyusun perencanaan, memantau, melakukan supervisi dan mengevaluasi penerapan strategi DOTS di rumah sakit.
•
Menyediakan petugas untuk mengumpulkan laporan.
Mekanisme Rujukan Dan Pindah
Prinsip : memastikan pasien TB yang dirujuk/pindah akan memyelesaikan pengobatannya dengan benar ditempat lain. 12
Mekanisme rujukan dan pindah pasien ke UPK lain : 1.
Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, maka harus dibuatkan kartu pengobatan TB (TB-01) di rumah sakit.
2.
Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit surat pengantar atau formulir (TB-09) dengan menyertakan TB-01 dan OAT (bila telah dimulai dibuat pengobatan).
3.
Formulir TB-09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada UPK yang dituju.
4.
Rumah sakit memberikan infor masi langsung (telepon atau SMS) ke koordinator HDL tentan g pasien yang dirujuk.
5.
UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali TB-0 9 (lembar bagian bawah) ke UPK asal.
6.
Koordinator HDL memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan di UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon atau SMS).
7.
Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas TB UPK yag dituju melacak sesuai alamat pasien.
8.
Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal tentang pasien yang diruj uk.
Alur Rujukan Pasien TB antar UPK dalam Satu Unit Registrasi (1Kab/Kota)
Mekanisme merujuk pasien dari rumah sakit ke UPK Kab/Kota lain : 1.
Informsi rujukan diteruskan ke koordinator HDL Propinsi yang akan menginformasikan ke koordinator Kab/Kota yang menerima rujukan, secara telepon langsung atau SMS.
2.
Koordinator HDL Propinsi memastikan bahwa pasien yang dirujuk telah mendapatkan pengobatan ke tempat rujukan yang di tuju. 13
3.
Bila pasien tidak dtemukan maka koordinator HDL Propinsi harus menginformasikan kepada koordinator HDL Kab/Kota untuk melakukan pelacakan pasien.
Pelacakan Kasus Mangkir di Rumah Sakit
Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa ulang/ mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan. Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka Tim DOTS RS segera melakukan tindakan di bawah ini : 1.
Menghubungi pasien langsung/ PMO
2.
Menginformasikan identitas dan alamat lengkap pasien mangkir ke wasor Kab/Kota atau langsung ke puskesmas agar segera dilakukan pelacakan.
3.
Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas puskesmas segera diinformasikan kepada RS. Bila proses ini menemui hambatan, harus diberithukan ke koordinator jejaring DOTS RS.
Pilihan Penanganan Pasien Berdasarkan Kesepakatan Antara Pasien dan Dokter
Rumah sakit mempunyai beberapa pilihan dalam penanganan pasien TB sesuai dengan kemampuan masing-masing seperti terlihat di bawah ini :
Semua unit pelayanan yang menemukan suspek TB, memberikan informasi kepada yang bersangkutan untuk membantu menentukan pilihan dalam mendapatkan pelayanan (diagnosis dan pengobatan), serta menawarkan pilihan yang sesuai dengan beberapa pertimbangan : •
Tingkat sosial ekonomi pasien
•
Biaya konsultasi
•
Lokasi tempat tinggal 14
•
Biaya transportasi
•
Kemampuan RS
Pilihan 1 : RS menjaring suspek TB, menentukan diagnosis dan klasifikasi pasien serta melakukan pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas/ UPK lain untuk melanjutkan pengobatan tetapi pasien kembali ke RS untuk konsultasi keadaan klinis/ periksa ulang. Pilihan 2 : RS menjaring suspek TB dan menentukan diagnosis dan klasifikasi, kemudian merujuk ke puskesmas. Pilihan 3 : RS menjaring suspek TB dan menentukan diagnosis dan klasifikasi pasien sert a memulai pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas. Pilihan 4 : RS melakukan seluruh kegiatan pelayanan DOTS.
15
BAB V LOGISTIK
Pengelolaan logistik penanggulangan TB merupakan serangkaian kegiatan yang meliputiperencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi. Jenis Logistik Program Penanggulangan TB
Logistik penanggulangan TB terdiri dari 2 bagian besar yaitu logistik Obat Anti TB (OAT)dan logi stik lainnya. Logistik OAT.
Paket OAT anak dan dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu : OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination(FDC) yang
•
dikemas dalam blister, dan tiap blister berisi 28 tablet. OAT dalam bentuk Kombipak yang dikemas dalam blister untuk satu dosis,kombipak ini
•
disediakan khusus untuk pengatasi efek samping KDT.Khusus untuk dewasa terdiri dari kategori 1, kategori 2 dan sisipan. Logistik non OAT
Alat Laboratorium terdiri dari : •
Mikroskop , slide box, pot sputum, kaca sediaan, rak pewarna dan pengering, lampu spiritus, ose, botol plastik bercorong pipet, kertas pembersih lensa mikroskop,kertas saring, dan lain lain.
•
Bahan diagnostik terdiri dari : Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak imersi, lysol, tuberkulin PPD RT 23dan lain lain.
•
Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan sertabahan KIE.
PENGELOLAAN OBAT ANTI TB Perencanaan Kebutuhan Obat
Perencanaan kebutuhan OAT dilaksanakan dengan pendekatan perencanaan daribawah ( bottom up planning ), dan dilakukan terpadu dengan perencanaan obat lainnya.Perencanaan memperhatikan : •
Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya,
•
Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan, 16
kebutuhan OAT
Buffer-stock (tiap kategori OAT),
•
•
Sisa stock OAT yang ada,
•
Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui estimasikebutuhan dala m kurun waktu perencanaan)
Tingkat Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)
UPK menghitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasarpermintaan ke Kabupaten/Kota. Tingkat Kabupaten/Kota
Perencanaan kebutuhan OAT di kabupaten/kota dilakukan oleh TimPerencanaan Obat Terpadu daerah kabupaten/kota
yang
anggotanyaminimal
dibentukdengan
keputusan
Kadinkes
atas
nama
Bupati/Walikota
yang
terdiri dari unsur Program, Farmasi, Bagian Perencanaan DinasKesehatan dan
Instalasi Farmasi Kab/Kota (IFK). Disamping rencana kebutuhan OAT KDT, perlu juga direncanakan OATdalam bentuk paket kombipak atau lepas untuk antisipasi efek sampingKDT sebanyak 2 – 5 % dari perkiraan pasien yang akan diobati. Tingkat Propinsi
Propinsi merekapitulasi seluruh usulan kebutuhan masing-masingKabupaten/Kota dan menghitung kebutuhan buffer stok untuk tingkatpropinsi, perencanaan ini diteruskan ke pusat. Perencanaan yang disampaikan propinsi ke pusat, sudahmemperhitungkan kebutuhan kabupaten/ kota yang dapat dipenuhi melaluibuffer stok yang tersisa di propinsi. Tingkat Pusat
Pusat menyusun perencanaan kebutuhan OAT berdasarkan usulan danrencana : •
Kebutuhan kabupaten/kota
•
Buffer stok propinsi
•
Buffer stok ditingkat pusat.
Pengadaan OAT
Kabupaten/Kota maupun Propinsi yang akan mengadakan OAT perluberkoordinasi dengan pusat (Dirjen PPM dan PL Depkes RI) sesuaidengan peraturan yang berlaku. Pengadaan OAT menjadi tanggungjawab pusat mengingat OATmerupakan Obat yang sangat-sangat esensial (SSE) . Penyimpanan dan pendistribusian OAT
17
OAT yang telah diadakan, dikirim langsung oleh pusat sesuai denganrencana kebutuhan masing-masing daerah, penerimaan OAT dilakukanoleh Panitia Penerima Obat tingkat kabupaten/ kota maupun tingkatpropinsi. OAT disimpan di IFK maupun Gudang Obat Propinsi sesuai persyaratanpenyimpanan obat. Penyimpanan obat harus disusun berdasarkan FEFO(First Expired First Out), artinya, obat yang kadaluarsanya lebih awalharus diletakkan didepan agar dapat didistribusikan lebih awal. Pendistribusian buffer stock OAT yang tersisa di propinsi dilakukan untukmenjamin berjalannya syste m distribusi yang baik. Distribusi OAT dari IFKke UPK dilakukan sesuai permintaan yang telah disetujui oleh DinasKesehatan Kabupaten/Kota. Pengiriman OAT disertai dengan dokumenyang memuat jenis, jumlah, kemasan, nomor batch dan bulan serta tahunkadaluarsa. Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan Laporan Pemakaiandan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang berfungsi ganda, untukmenggambarkan dinamika logistik dan merupakan alat pencatatan /pelaporan. Dinas Kesehatan kabupaten/kota bersama IFK mencatat persediaan OATyang ada dan melaporkannya ke propinsi
setiap
triwulan
denganmenggunakan
formulir
TB-13.
Pengelola
program
bersama
FarmakminPropinsi, melaporkan stock yang ada di Propinsi termasuk yang ada digudang IFK ke pusat setiap triwulan. Pembinaan teknis dilaksanakan oleh Tim Pembina Obat Propinsi. Secarafungsional pelaksana program Tuberkulosis propinsi dan Kabupaten /Kota juga melakukan pembinaan pada saat supervisi. Pengawasan Mutu
Pengawasan dan pengujian mutu OAT mulai dengan pemeriksaansertifikat analisis pada saat pengadaan. Setelah
OAT
sampai
di
Propinsi,Kabupaten/Kota
dan
UPK,
pengawasan
dan
pengujian
mutu
OATdilakukan secara rutin oleh Badan/Balai POM dan Ditjen Binnfar. Pemantauan Mutu OAT
Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan pengamatan fisik obat yangmeliputi: o
Penandaan/label termasuk persyaratan penyimpanan
o
Leaflet dalam bahasa Indonesia
o
Keutuhan kemasan dan wadah
o
Nomor batch dan tanggal kadaluarsa baik di kemasan terkecil sepertivial, box dan master box
o
Mencantumkan nomor registrasi pada kemasan
o
Pengambilan sampel di gudang pemasok dan gudang milik Dinkes /Gudang Farmasi. Pengambilan sampel dimaksudkan untukpemeriksaan fisik dan pengujian laboratorium
18
Pengujian laboratorium dilaksanakan oleh Balai POM dan meliputi aspekaspeksebagai berikut: 1. Identitas obat 2. Pemberian 3. Keseragaman bobot/ keseragaman kandungan 4. Waktu hancur atau disolusi 5. Kemurnian/ kadar cemaran 6. Kadar zat aktif 7. Uji potensi 8. Uji sterilitas Laporan hasil pemeriksaan dan pengujian disampaikan kepada : •
Tim Pemantauan Laporan hasil pengujian oleh BPOM atau PPOM
•
Direktur Jenderal PP dan PL, cq Direktur P2ML
•
Direktur Jenderal Binfar dan Alkes, cq Direktorat Bina Obat Publikdan Perbekalan Kesehatan.
•
Kepala Badan POM cq Direktur Inspeksi dan Sertifikasi ProdukTerapeutik.
•
Khusus untuk OAT yang tidak memenuhi syarat, harus segeradilaporkan kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi ProdukTerapeutik untuk kemudian ditindak lanjuti.
•
Dan pihak lain yang terkait.
Tindak lanjut dapat berupa : •
Bila OAT tersebut rusak bukan karena penyimpanan dan distribusi,maka akan dilakukan bacth re-call (ditarik dari peredaran).
•
Dilakukan tindakan sesuai kontrak
•
Dimusnahkan sesuai aturan yang berlaku.
PENGELOLAAN LOGISTIK NON OAT
Secara umum siklusnya sama dengan manajemen OAT. Kebutuhan logistik Non OAT
Bahan laboratorium dan formulir pencatatan dan pelaporan: •
Perhitungan berdasarkan pada perkiraan pasien BTA positif yang akandiobati dalam 1 tahun.
•
Logistik penunjang lainnya (seperti: buku Pedoman TB, ModulPelatihan, Materi KIE) dihitung berdasarkan kebutuhan.
19
BAB VII PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM
Pemantauan
dan
evaluasi
merupakan
salah
satu
fungsi
manajemen
untuk
menilaikeberhasilan
pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan secara berkala danterus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalampelaksanaan
kegiatan yang telah direncanakan,
supaya dapat
dilakukan tindakanperbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebihlama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauhmana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukurkeberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untukkepentingan perencanaan program. Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi, danPusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnyamasing-masing.Sel uruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input ), proses, maupunkeluaran (output ). Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan,pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maup un denganmasyarakat sasaran. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatandan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar. PENCATATAN DAN PELAPORAN PROGRAM NASIONALPENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
Salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporandengan maksud mendapat kan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi,disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan
padakegiatan
survailans
harus
valid
(akurat,
lengkap
dan
tepat
waktu)
sehinggamemudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data program Tuberkulosis dapatdi peroleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang dilaksanakandengan satu sistem yang baku. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di: Pencatatan di Unit Pelayanan Kesehatan
UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll)dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir: •
Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).
•
Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak(TB.05).
•
Kartu pengobatan pasien TB (TB.01). 20
•
Kartu identitas pasien TB (TB.02).
•
Register TB UPK (TB.03 UPK)
•
Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).
•
Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).
•
Register Laboratorium TB (TB.04).
Khusus untuk dokter praktek swasta, penggunaan formulir pencatatan TBdapat disesuaikan selama informasi survailans yang dibutuhkan tersedia. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menggunakan formulir pencatatan danpelaporan sebagai berikut: •
Register TB Kabupaten (TB.03)
•
Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07)
•
Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08)
•
Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11)
•
Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Ujisilang Kabupaten (TB.12)
•
Laporan OAT (TB.13)
•
Data Situasi Ketenagaan Program TB
•
Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB
Pencatatan dan Pelaporan di Propinsi
Propinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut: •
Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per kabupaten/kota.
•
Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/kota.
•
Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/kota.
•
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang propinsi per kabupaten/kota.
•
Rekapitulasi Laporan OAT per kabupaten/ kota.
•
Rekapitulasi Data Situasi Ketenagaan Program TB.
•
Rekapitulasi Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam PelayananTB.
Indikator Program TB
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakanbeberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu: •
Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)dan
•
Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasionaltersebut di atas, yaitu: •
Angka Penjaringan Suspek 21
•
Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksadahaknya
•
Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
•
Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
•
Angka Notifikasi Kasus (CNR)
•
Angka Konversi
•
Angka Kesembuhan
•
Angka Kesalahan Laboratorium
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukurkemajuan ( marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti: •
Sahih (valid)
•
Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific)
•
Dapat dipercaya (realiable)
•
Dapat diukur (measureable)
•
Dapat dicapai (achievable)
Analisa dapat dilakukan dengan : •
Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnyaperbedaan.
•
Melihat kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.
Untuk tiap tingkat administrasi memiliki indikator sebagaimana pada tabelberikut: Cara Menghitung Dan Analisa Indikator Angka Penjaringan Suspek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 pendudukpada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untukmengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, denganmemperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (tri wulan/tahunan)
Jumlah suspek yang diperiksa X 100.000 Jumlah penduduk
Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek (TB.06). UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumahsakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung. b. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek
22
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruhsuspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dariproses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkankriteria suspek. Rumus: Jumlah pasien TB BTA positif yg ditemukan
X 100%
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa
Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinandisebabkan : •
Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhikriteria suspek, atau
•
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu ).
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan : •
Penjaringan terlalu ketat atau
•
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
Tercatat/diobati
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semuapasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritaspenemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasienTuberkulosis paru yang dio bati. Rumus: Jumlah pasien TB BTA positif (baru + kambuh)
X 100%
Jumlah seluruh pasien TB (semua tipe)
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritasuntuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif). Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB
Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TBtercatat. Rumus : Jumlah pasien TB Anak (<15 thn) yg ditemukan
X 100%
Jumlah seluruh pasien TB yg tercatat
Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatandalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka initerlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis. Angka Penemuan Kasus (Case Detection R ate = CDR) 23
Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dandiobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan adadalam wilayah tersebut.Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baruBTA positif pada wilayah tersebut. Rumus:
Jumlah pasien baru TB BTA Positif yang dilaporkan dalam TB.07 Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif
X 100%
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkanperhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlahpenduduk.Target Case Detection Rate Program Penanggulangan TuberkulosisNasional minimal 70%. f. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dantercatat diantara 100.000 penduduk
di
suatu
wilayah
tertentu.Angka
ini
apabila
dikumpulkan
serial,
akan
menggambarkankecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Rumus : Jumlah pasien TB (semua tipe) yg dilaporkan dlm TB.07 X 100.000 Jumlah penduduk
Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan ( trend) meningkatatau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Angka Konversi (Conversion R ate)
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yangmengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masapengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepathasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsungmenelan obat dilakukan dengan benar. Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif :
Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg konversi X 100% Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg diobati
24
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengancara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobatdalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yanghasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan). Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapatdihitung dari laporan TB.11.Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. Angka Kesembuhan (Cure R ate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasienbaru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan,diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatanulang dengan tujuan: •
Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadapobat terjadi di komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilanskekebalan obat.
•
Untuk mengambil keputusan pr ogram pada pengobatan menggunakanobat baris kedua (secondline drugs).
•
Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulangterjadi pada pasien dengan HIV.
Cara menghitung angka kesembuhan untuk pasien baru BTA positif. Jumlah pasien baru TB BTA positif yg sembuh
X 100%
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengancara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobatdalam 9 - 12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranyayang sembuh setelah selesai pengobatan. Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung darilaporan TB.08. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angkakesembuhan digunakan untuk mengetahui hasil pengob atan. Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatanlainnya tetap perlu diperhatika n, yaitu berapa pasien dengan hasilpengobatan lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah. •
Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkanproporsi kasus retreatment yang
tinggi
dimasa
yang
akan
datang
yangdisebabkan
karena
ketidak-efektifan
dari
pengendalian Tuberkulosis. •
Menurunnya angka default karena peningkatan kualitaspenanggulangan TB akan menurunkan proporsi kasus pengobatanulang antara 10-20 % dalam beberapa tahun
25
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari4% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak bolehlebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat. Angka Keberhasilan Pengobatan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasienbaru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yangsembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTApositif yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan d ari angkakesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Cara perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatankategori 1.
JumlahpasienbaruTBBTApositif(sembuh+pengobatan lengkap)
X 100%
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati
Angka Kesalahan Laboratorium
Pada saat ini Penanggulangan TB sedang dalam uji coba untuk penerapanuji silang pemeriksaan d ahak (cross check) dengan metode Lot SamplingQuality Assessment (LQAS) di beberapa propinsi. Untuk masa yang akandatang akan diterapkan metode LQAS di seluruh UPK. Metode LQAS
Perhitungan angka kesalahan laboratorium metode ini digunakan olehpropinsi
– propinsi
uji coba.
Selain kesalahan besar dan kesalahan kecil, kesalahan juga dapat berupatidak memadainya kualitas sediaan, yaitu : terlalu tebal atau tipisnyasediaan, pewarnaan, ukuran, kerataan, kebersihan dan kualitas spesimen. Mengingat sistem penilaian yang berlaku sekarang berbeda dengan yangterbaru, petugas pemeriksa slide harus mengikuti cara pembacaan danpelaporan sesuai buku Panduan bagi petugas laboratorium mikroskopis TBInterpretasi dari suatu laboratorium berdasarkan hasil uji silang dinyatakanterdapat kesalahan bila : o
Terdapat PPT atau NPT
o
Laboratorium
tersebut
menunjukkan
tren
peningkatan
kesalahan
kecildibanding
periode
sebelumnya atau kesalahannya lebih tinggi darirata-rata semua UPK di kabupaten/kota tersebut, atau bila kesalahankecil terjadi beberapa kali dalam jumlah yang signifikan. o
Bila terdapat 3 NPR
26
Penampilan setiap laboratorium harus terus dimonitor sampai diketemukanpenyebab kesalahan. Setiap UPK agar dapat menilai dirinya sendiri denganmemantau tren hasil interpretasi setiap triwula n. Metode 100 % BTA Positif & 10 % BTA Negatif
Sebagian besar propinsi masih menerapkan metode uji silang perhitungansebagai berikut : Error Rate
Error rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan laboratoriumyang menyatakan prosentase kesalahan pembacaan slide/ sediaan yangdilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang (crosscheck) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain. Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan slide secara mikroskopislangsung laboratorium pemeriksa pertama. Rumus : Jumlah sediaan yang dibaca salah X 100 % Jumlah seluruh sediaan yang diperiksa
Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi maksimal 5%. Apabila error rate
≤ 5
% dan positif palsu serta negatif palsu keduanya
≤
5%berarti mutu pemeriksaan
baik. Error rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di uji silang(cross check ) relatif sedikit. Pada dasarnya error rate dihitung pada masingmasinglaboratorium pemeriksa, di tingkat kabupaten/ kota. Kabupaten / kota harus menganalisa berapa persen laboratorium pemeriksayang ada diwilayahnya melaksanakan cross check, disamping menganalisaerror
rate per PRM/PPM/RS/BP4,
mengetahui kualitaspemeriksaan slide dahak secara mikroskopis langsung.
27
supaya dapat