LAPORAN KERJA PRA KTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LINE 1304-87 AREA MUSI, SUMATERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2D
DISUSUN OLEH : WIDYA 12312020 FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kerja Praktik
PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LINE 1304-87 AREA MUSI, SUMATERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2D
Disusun Oleh : Widya 12312020
Telah diperiksa dan disetujui Jakarta, Juli 2015
Pembimbing Kerja Praktik,
Mentor Kerja Praktik,
____________________________ Dr. Alfian Bahar Dosen Pembimbing ITB
____________________________ Gerry Rolando Hutabarat, S. Si Processing Seismic of Geophysical Exploration PT. Medco E&P
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan kerja praktik di PT Medco E&P Indonesia serta dapat menyusun laporan kerja praktik ini dengan lancar. Kerja Praktik dan penyusunan laporan ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah Kerja Praktik yang wajib dilakukan oleh setiap mahasiswa Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung yang mengambil mata kuliah tersebut. Selama pelaksanaan Kerja Praktik dan penyusunan laporan, penulis tidak lepas dari berbagai hambatan namun bisa penulis lalui berkat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah, Ibu, Daisy dan Danni yang selalu memberi dukungan dan doa. 2. Dr. Susanti Alawiyah selaku ketua Program Studi Teknik Geofisika ITB. 3. Dr. Alfian Bahar selaku dosen wali, serta seluruh dosen Teknik Geofisika ITB yang telah memberikan pengetahuan dan motivasi untuk terus belajar. 4. PT Medco E&P Indonesia yang memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya. 5. Mas Gerry Rolando Hutabarat sebagai mentor yang telah membimbing dan banyak membantu dengan sabar dalam pelaksanaan Kerja Praktik dan penyusunan laporan. 6. Joan Caroline Lumban Tobing selaku manager dari Geoscience Technology PT Medco E&P Indonesia dan seluruh tim Geoscience Technology. 7. Seluruh pimpinan, staff, karyawan dan satpam Exploration Department lantai 33 The Energy Building. 8. Pak Rully selaku HR yang telah membantu saya dalam proses administrasi. 9. Teman – teman kerja praktik dan seluruh pihak yang telah membantu Kerja Praktik saya ini di PT Medco E&P Indonesia.
ii
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan untuk kesempurnaan laporan ini. Mohon maaf atas segala kekurangan, semoga laporan Kerja Praktik ini bermanfaat bagi pembaca dan saya.
Jakarta, 27 Juni 2015
Penyusun Widya 12312020
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................. i KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 2 III. 1. Latar Belakang ..................................................................................................... 2 III. 2. Tujuan .................................................................................................................. 3 III. 3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .......................................................................... 4 III. 4. Metode Pelaksanaan ............................................................................................ 4 III. 5. Sistematika Penulisan .......................................................................................... 4 BAB II TEORI DASAR ..................................................................................................... 6 II. 1. Konsep Gelombang Seismik .................................................................................. 6 II. 2. Sumber Gelombang Seismik .................................................................................. 7 II. 3. Penjalaran Gelombang Seismik ............................................................................. 8 II. 4. Hukum Fisika Gelombang Seismik ........................................................................ 9 II. 5 Migrasi .................................................................................................................. 11 II. 6. Metode Migrasi Kirchoff ..................................................................................... 12 II. 7. Migrasi Berdasarkan Domain / Kawasan ............................................................. 14 BAB III PENGOLAHAN DATA SEISMIK ................................................................... 17 III. 1. Sekilas Mengenai ProMAX 2D ......................................................................... 17 III. 2. Processing Work Flow....................................................................................... 19 III. 3. Pengolahan Data Seismik dengan ProMAX 2D ................................................ 20 III. 3. 1. Reformat ..................................................................................................... 20 III. 3. 2. Geometry .................................................................................................... 21 III. 3. 3. Labelling..................................................................................................... 24 III. 3. 4. Refraction Static Data ................................................................................ 25 III. 3. 5. Editing ........................................................................................................ 27 III. 3. 6. True Amplitude Recovery .......................................................................... 31
iv
III. 3. 7. Initial Velocity Analysis ............................................................................. 33 III. 3. 8. Deconvolution ............................................................................................ 35 III. 3. 9. 1st Noise Removal ...................................................................................... 36 III. 3. 10. 1st Velocity Analysis ............................................................................... 38 III. 3. 11. 1st Residual Static Correction ................................................................. 40 III. 3. 12. 2nd Velocity Analysis .............................................................................. 42 III. 3. 13. 2nd Residual Static Correction ................................................................ 44 III. 3. 14. 2nd Noise Removal .................................................................................. 45 III. 3. 15. Surface Consistent Amplitude (SCAM) ................................................. 46 III. 3. 16. Binning ................................................................................................... 48 III. 3. 17. Pre Stack Time Migration (PSTM) ........................................................ 48 III. 3. 18. Residual Velocity Analysis .................................................................... 50 III. 3. 19. Post Stack Enhancement ......................................................................... 51 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 53 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 66
v
BAB I PENDAHULUAN III. 1.
Latar Belakang Era globalisasi tidak hanya ditandai oleh dominasi teknologi informasi
dan ekonomi yang berbasis pengetahuan, tetapi juga SDM yang dituntut mampu mengembangkan diri secara proaktif, dan menjadi manusia pembelajar dan bekerja keras. SDM yang mampu bersaing di era globalisasi adalah yang mempunyai etos kerja tinggi. Hal ini bertujuan agar pengembangan dan pembangunan negara dapat dilakukan secara berkesinambungan dan diaplikasikan dalam berbagai bidang. Pembangunan di Indonesia yang berlangsung begitu pesat di segala bidang mengharuskan terlahirnya SDM yang berkompeten dan berkualitas, sehingga kekayaan sumber daya alam (SDA) termasuk komoditas migas dapat dikelola dengan baik. Minyak bumi dan gas merupakan sumber daya alam yang saat ini menjadi tulang punggung bagi ketersediaan energi di dunia, karena sebagian besar aktivitas dan kebutuhan manusia membutuhkan energi tersebut. Untuk alasan inilah eksplorasi minyak bumi dan gas menjadi suatu kegiatan yang sangat penting untuk menunjang ketersediaan energi bagi kesejahteraan umat manusia, namun usaha eksplorasi migas merupakan hal yang kompleks. Selain harus didukung oleh teknologi dan peralatan/instrumen yang canggih, kegiatan ini melibatkan berbagai disiplin ilmu yang saling mendukung dan berkaitan. Salah satu ilmu yang turut ambil bagian di dalamnya adalah ilmu di bidang teknik geofisika sebagai bidang yang berperan penting dalam hal eksplorasi. Selain dalam bidang keilmuan, mahasiswa pun harus memiliki kemampuan komunikasi dan bersosialisasi dengan baik agar ketika sudah bekerja dapat beradaptasi menghadapi berbagai tipe kepribadian dari seseorang. Budaya
2
dan gaya hidup dari setiap perusahaan juga perlu dimengerti agar mahasiswa dapat terbiasa dengan lingkungan kerja yang ada di industri. Untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam industri minyak dan gas, berdasarkan kenyataan di lapangan dan mampu mengolah data lapangan khususnya berupa data seismik, serta melatih softskill dalam berkomunikasi dan bekerja sama merupakan tujuan utama dilaksanakannya kerja praktik ini. Sebagai salah satu perusahaan migas yang bergerak dibidang eksplorasi hingga produksi, PT Medco E&P Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan program studi Teknik Geofisika ITB. PT Medco E&P Indonesia pun merupakan perusahaan swasta Indonesia yang sudah sangat maju dan bahkan memiliki lapangan di luar negeri. Ini membuktikan bahwa PT. Medco E&P Indonesia memiliki banyak pengalaman yang dapat diberikan kepada mahasiswa dalam menjalankan program kerja praktik ini.
III. 2.
Tujuan Tujuan kegiatan kerja praktik antara lain :
Untuk mendapatkan gambaran maupun pengalaman kerja, baik secara teoritis maupun praktik dari penerapan teknik geofisika secara langsung selama kerja praktik di PT Medco E&P Indonesia.
Untuk mengaplikasikan dan menerapkan ilmu-ilmu yang telah didapat di bangku kuliah.
Membina hubungan baik antara perguruan tinggi dan dunia kerja khususnya antara Program Studi Teknik Geofisika ITB dengan PT Medco E&P Indonesia.
Mengenal sistem kerja dan sistem organisasi perusahaan, serta memperluas wawasan mahasiswa tentang dunia kerja.
3
Mendapatkan pengalaman praktik sesuai dengan program studi atau bidang peminatannya masing-masing serta gambaran nyata tentang lingkungan kerjanya.
III. 3.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja praktik ini dapat terlaksana pada : Waktu : 1 Juni 2015 – 30 Juni 2015 Tempat : PT. Medco Energi E & P, Gedung Energi Lt. 33, Divisi
Eksplorasi, Jakarta, Indonesia.
III. 4.
Metode Pelaksanaan Pelaksanaan Kerja Praktik ini, mulai dari tahap awal pengolahan data raw
sampai penyelesaian laporan, dilakukan dengan menggunakan metode – metode sebagai berikut :
Studi literature
Diskusi dengan mentor
III. 5.
Sistematika Penulisan Laporan ini disusun dengan sistem pembagian bab dengan pertimbangan
keterkaitan materi yang didapat selama kegiatan kerja praktik di PT. Medco E&P Indonesia : BAB 1
Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang, tujuan, waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktik, ruang lingkup, metode pelaksanaan, dan sistematika penulisan laporan kerja praktik.
BAB 2
Teori Dasar mengenai Gelombang Seismik
4
BAB 3
Pengolahan Data Seismik, berisikan penjelasan singkat tentang software ProMAX 2D, work flow pengolahan data, dan penjelasan mengenai langkahlangkah yang dilakukan selama pengolahan data seismik
BAB 4
Hasil dan Pembahasan , berisikan hasil pengolahan data serta pembahasan dari hasil setiap langkah pengolahan data.
BAB 5
Kesimpulan dan Saran, diakhiri dengan Daftar Pustaka.
5
BAB II TEORI DASAR
II. 1. Konsep Gelombang Seismik Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat adanya gempa bumi. Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena perambatan gangguan (usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran) kedudukan partikel-partikel medium, osilasi tekanan maupun osilasi rapat massa. Karena gangguan merambat dari suatu tempat ke tempat lain, berarti ada transportasi energi.
Gelombang seismik disebut juga gelombang elastik karena osilasi partikelpartikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan (gradien stress) melawan gaya-gaya elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal, gelombang transversal dan kombinasi diantara keduanya. Apabila medium hanya memunculkan gelombang longitudinal saja (misalnya di dalam fluida), maka dalam kondisi ini gelombang seismik sering dianggap sabagai gelombang akustik. Dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, seismik refleksi lebih lazim digunakan daripada seismik refraksi. Hal tersebut disebabkan karena seismik refleksi mempunyai kelebihan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan baik mengenai keadaan struktur bawah permukaan. Penyelidikan seismik dilakukan dengan cara membuat getaran dari suatu sumber getar. Getaran tersebut akan merambat ke segala arah di bawah permukaan sebagai gelombang getar. Gelombang yang datang mengenai lapisan-lapisan batuan akan mengalami pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Respon batuan terhadap gelombang yang datang akan berbeda-beda tergantung sifat fisik batuan yang meliputi densitas, porositas, umur batuan, kepadatan, dan kedalaman batuan. Gelombang yang dipantulkan
6
akan ditangkap oleh geophone di permukaan dan diteruskan ke instrumen untuk direkam. Hasil rekaman akan mendapatkan penampang seismik.
II. 2. Sumber Gelombang Seismik Sumber gelombang seismik pada mulanya berasal dari gempabumi alam yang dapat berupa gempa vulkanik maupun gempa tektonik, akan tetapi dalam seismik eksplorasi sumber gelombang yang digunakan adalah gelombang seismik buatan. Ada beberapa macam sumber gelombang seismik buatan seperti dinamit, benda jatuh, airgun, watergun, vaporchoc, sparker, maupun vibroseis. Sumber gelombang seismik buatan tersebut pada hakekatnya membangkitkan gangguan sesaat dan lokal yang disebut sebagai gradien tegangan (stress). Gradien tegangan mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya di dalam medium, sehingga terjadi pergeseran titik materi yang menyebabkan deformasi yang menjalar dari suatu titik ke titik lain. Deformasi ini dapat berupa pemampatan dan perenggangan partikel-partikel medium yang menyebabkan osilasi densitas/tekanan maupun pemutaran (rotasi) partikel-partikel medium. Apabila medium bersifat elastis sempurna, maka setelah mengalami deformasi sesaat tadi medium kembali ke keadaan semula. Menurut cara bergetarnya gelombang seismik dibagi menjadi dua macam yaitu: 1. Gelombang Primer (longitudinal / compussional wave) Gelombang primer adalah gelombang yang arah pergerakan atau getaran partikel medium searah dengan arah perambatan gelombang tersebut. Gelombang ini mempunyai kecepatan rambat paling besar diantara gelombang seismik yang lain.
2. Gelombang Sekunder (transversal/shear wave) Gelombang sekunder adalah gelombang yang arah getarannya tegak lurus terhadap arah perambatan gelombang. Gelombang ini hanya dapat merambat pada
7
material padat saja dan mempunyai kecepatan gelombang yan lebih kecil dibandingkan gelombang primer.
II. 3. Penjalaran Gelombang Seismik Untuk memahami penjalaran gelombang seismik pada bawah permukaan diperlukan beberapa asumsi sebagai berikut : 1. Panjang gelombang seismik yang digunakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan ketebalan lapisan batuan. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan setiap lapisan batuan akan terdeteksi. 2. Gelombang seismik dipandang sebagai sinar yang memenuhi Hukum Snellius, Prinsip Huygens dan Prinsip Fermat. 3. Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan setiap lapisan menjalarkan gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda-beda. 4. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik menjalar dengan kecepatan gelombang pada lapisan di bawahnya. 5. Semakin bertambahnya kedalaman lapisan batuan, maka semakin kompak lapisan batuannya, sehingga kecepatan gelombang pun semakin bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Gambar 2.1. Penjalaran Gelombang Seismik (Oktavinta, 2008).
8
II. 4. Hukum Fisika Gelombang Seismik 1. Hukum Snellius Hukum snellius menyatakan bahwa bila suatu gelombang jatuh pada bidang batas dua medium yang mempunyai perbedaan densitas, maka gelombang tersebut akan dibiaskan, jika sudut datang gelombang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya. Gelombang akan dipantulkan, jika sudut datangnya lebih besar dari sudut kritisnya. Gelombang datang, gelombang bias, gelombang pantul terletak pada suatu bidang datar.
Gambar 2.2. Hukum Snellius (Oktavinta, 2008).
Keterangan : Pembiasan cahaya pada bidang antarmuka antara dua medium dengan indeks bias berbeda, dengan n2 > n1. Karena kecepatan cahaya lebih rendah di medium kedua (v2 < v1), sudut bias θ2 lebih kecil dari sudut datang θ1; dengan kata lain, berkas di medium berindeks lebih tinggi lebih dekat ke garis normal.
2. Prinsip Huygens Prinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik-titik pengganggu yang berada di depan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya deretan
9
gelombang yang baru. Jumlah energi total deretan gelombang baru tersebut sama dengan energi utama. Gambar di bawah ini menunjukkan prinsip Huygens.
Gambar 2.3. Prinsip Huygens (Oktavinta, 2008).
Di dalam eksplorasi seismik titik-titik di atas dapat berupa patahan, rekahan, pembajian, antiklin, dll. Sedangkan deretan gelombang baru berupa gelombang difraksi. Untuk menghilangkan efek ini dilakukanlah proses migrasi.
3. Prinsip Fermat Prinsip Fermat menyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat dari satu titik ke titik yang lain, maka gelombang tersebut akan memilih jejak yang tercepat. Kata tercepat diboldkan untuk memberikan penekanan bahwa jejak yang akan dilalui oleh sebuah gelombang adalah jejak yang secara waktu tercepat bukan yang terpendek secara jarak. Tidak selamanya yang terpendek itu tercepat. Dengan demikian, jika gelombang melewati sebuah medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik, maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini.
10
Gambar 2.4. Prinsip Fermat (Oktavinta, 2008).
II. 5 Migrasi Secara terminologi, migrasi dalam tahapan pengolahan data seismik didefinisikan sebagai suatu tahapan yang bertujuan untuk mengembalikan reflektor miring ke posisi sebenarnya serta menghilangkan efek difraksi akibat sesar, kubar garam, pembajian, dan kompleksitas struktur geologi lainnya, dengan demikian akan meningkatkan resolusi spasial pencitraan subsurface. Migrasi dapat diklarifikasikan berdasarkan kawasan, yaitu migrasi pada kawasan waktu (Time Migration) dan migrasi pada kawasan kedalaman / ruang (Depth Migration). Migrasi bertujuan untuk membuat penampang seismik mirip dengan kondisi geologi yang sebenarnya berdasarkan reflektifitas lapisan bumi. Refliktifitas suatu bidang yang semula tidak menyambung dan selaras satu sama lain serta dipenuhi oleh efek difraksi bowtie, setelah dimigrasi menjadi lebih jelas dan teratur. Perbedaan amplitudo yang terlihat antara lapisan yang di atas dengan lapisan yang di bawahnya, akibat perubahan kontras densitas batuan di bidang batas antar lapisan, setelah dimigrasi juga menunjukkan reflektifitas yang lebih baik. Dengan kata lain, kontinuitas amplitudo refleksi pada fasies seismik yang ditunjukkan pada migrated section semakin optimal.
11
(a)
(b)
Gambar 2.5. Penampang Seismik (a) sebelum migrasi; (b) setelah migrasi. (Marisa, 2008).
II. 6. Metode Migrasi Kirchoff Migrasi Kirchoff adalah suatu prosedur yang berdasarkan penjumlahan kurva difraksi. Migrasi ini merupakan pendekatan secara statistik dengan posisi suatu titik dibawah permukaan dapat saja berasal dari berbagai kemungkinan lokasi dengan tingkat probabilitas yang sama. Migrasi Kirchoff dilakukan dengan cara menjumlahkan amplitudo dari suatu titik reflektor sepanjang suatu tempat kedudukan yang merupakan kemungkinan lokasi yang sesungguhnya. Migrasi Kirchoff dapat dilakukan dalam suatu migrasi kawasan waktu menggunakan kecepatan RMS dan straight ray, sedangkan dalam migrasi kawasan kedalaman menggunakan kecepatan interval dalam ray tracing. Ilustrasi migrasi Kirchoff menurut penjumlahan difraksi terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2.6. Metode migrasi Kirchhoff a) pola penjumlahan difraksi; b) setelah migrasi (Pujiono, 2009).
12
Menurut prinsip Kirchoff, amplitudo pada posisi refleksi yang sebenarnya akan dijumlahkan
secara koheren
sepanjang
kurva difraksi
(Gambar 12).
Menurut Schneider, keuntungan utama dari migrasi Kirchoff ini adalah penampilan kemiringan yang curam dan baik, sedangkan salah satu kerugiannya adalah kenampakan yang buruk jika data seismik mempunyai S/N yang rendah. Terkadang data yang telah dimigrasi akan menimbulkan spatial aliasing yang disebabkan oleh edge effect, edge effect ini akan memperpanjang sekitar setengan dari aperture sebenarnya dalam algoritma migrasi, sehingga akan mengurangi kualitas pencitraan subsurface. Aperture merupakan jarak atau cakupan suatu data yang akan dimasukkan ke dalam perhitungan pada migrasi Kirchoff. Aperture harus dapat mencakup setiap reflektor yang menjadi target agar amplitudo dapat dimigrasi ke posisi reflektor sebenarnya. Dengan penentuan aperture yang tepat, edge effect tersebut dapat dihilangkan, jarak aperture sangat dipengaruhi oleh besar sudut kemiringan, kecepatan, serta waktu dari event seismik itu sendiri. Berikut ini skema dari aperture :
Gambar 2.7. Skema Aperture pada migrasi (Asoteles, 2004).
Jika
aperture
tidak
cukup lebar
maka akan
terdapat
amplitude
yang tidak termigrasi. Untuk keberhasilan proses imaging ini aperture haruslah cukup
13
lebar untuk mencakup garis sinar refleksi dari setiap target. Aperture setidaknya harus dua kali lebih lebar dari jarak perpindahan lateral antara titik perekaman dengan titik refleksi atau bisa juga merupakan jarak daripada far offset nya.
II. 7. Migrasi Berdasarkan Domain / Kawasan a. Migrasi pada Domain Waktu (Time Migration) Proses migrasi yang menghasilkan penampang migrasi dalam kawasan waktu disebut migrasi waktu. Migrasi jenis ini pada umumnya dapat berlaku selama variasi kecepatan secara lateral kecil hingga sedang. Jika variasi kecepatan lateral besar, migrasi waktu tidak dapat menggambarkan bawah permukaan dengan baik dan benar. Jenis kecepatan yang digunakan dalam migrasi pada domain waktu adalah akar kuadrat kecepatan rata rata (Vrms). Metode Time Migration ini pada proses akhirnya tidak dapat menggambarkan struktur bawah permukaan secara akurat yang memiliki struktur geologi kompleks dengan variasi kecepatan lateral.
b. Migrasi pada Domain Kedalaman (Depth Migration) / Kawasan Ruang Migrasi kedalaman adalah proses migrasi yang menghasilkan penampang migrasi dalam kawasan kedalaman / ruang. Migrasi kedalaman biasanya diaplikasikan pada data seismik yang memiliki bentuk struktur dan variasi kecepatan bawah permukaan yang kompleks dengan menggunakan asumsi gerak perambatan gelombang yang sesuai dengan keadaan sebenarnya (Curve Raypath). Kecepatan migrasi yang digunakan dalam proses migrasi kedalaman adalah kecepatan interval (Vint). Model kecepatan interval dapat menelusuri dengan baik jejak jejak sinar dari reflektor ke permukaan. Model kecepatan ini digunakan untuk konversi waktu ke kedalaman (time to depth convertion), yaitu menampilkan seismik dalam kawasan kedalaman.
14
Berdasarkan tahapan dalam pengolahan data seismik, baik dalam kawasan waktu maupun kedalaman, migrasi juga dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu Post Stack Migration dan Pre Stack Migration. III. 1.
Post Stack Migration Migrasi jenis ini terbentuk, jika serangkaian data seismik melalui proses stack terlebih dahulu, dimana trace-trace yang telah berupa CDP gather akan distack/digabungkan, sebelum melalui tahapan migrasi.
III. 2.
Pre Stack Migration Migrasi jenis ini adalah proses migrasi yang dilakukan sebelum proses stack dilakukan. Pada suatu reflektor miring, pengaruh kemiringan reflektor dan offset yang besar akan menyebabkan kecepatan stacking (Vstack) lebih besar daripada root mean square atau RMS (Vrms). Jika pada reflektor miring diasumsikan Vstack sama dengan Vrms untuk menentukan kecepatan interval, maka hasil yang diperoleh tidak akurat. Selanjutnya informasi kecepatan yang tidak akurat ini tidak bisa menggambarkan model-model bawah permukaan yang sebenarnya. Metode Pre-Stack Migration dilakukan sebelum NMO dan sebelum stack, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang ditimbulkan akibat Post-Stack. Pada proses pengolahan migrasi Pre-Stack dilakukan dengan cara memfokuskan energi event seismik sebelum proses stack, sehingga data untuk proses stack lebih sederhana. Event seismik akan ditempatkan pada tempat yang sebenarnya sebelum proses stack, sehingga akan membantu dalam proses stack tersebut.
Masing-masing jenis migrasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar dibawah ini.
15
Gambar 2.8. Skema Perbandingan dalam Memilih Jenis Migrasi
Gambar diatas merupakan strategi untuk memilih jenis migrasi yang dapat kita lakukan pada pengolahan data. Saat data seismic memiliki variasi kecepatan lateral rendah dan strukturnya tidak terlalu kompleks, sebaiknya kita memakai Post Stack Time Migration, sementara jika strukturnya kompleks sebaiknya memakai Pre Stack Time Migration. Sementara itu, jika kecepatan lateralnya bervariasi tinggi, saat strukturnya tidak terlalu kompleks, kita sebaiknya memakai Post Stack Depth Migration dan saat strukturnya kompleks kita sebaiknya memakai Pre Stack Depth Migration.
16
BAB III PENGOLAHAN DATA SEISMIK
III. 1.
Sekilas Mengenai ProMAX 2D ProMAX 2D merupakan salah satu software untuk mengolah data seismik.
Software ini merupakan produk dari Landmark yang secara fungsional bisa mengolah data seismic baik secara 2D maupun 3D, baik data land maupun data marine. Penggunaan software ini memiliki beberapa hal yang perlu diketahui jika belum pernah menggunakannya sebelumnya. Dalam menjalankan ProMAX, kita membutuhkan mouse dengan tiga tombol (three button mouse). Untuk mouse yang digunakan oleh tangan kanan, penamaannya adalah MB1, MB2, dan MB3, berurutan dari tombol paling kiri ke arah kanan (lihat gambar dibawah). Sementara untuk mousepad jika anda menggunakan laptop / notepad, hanya ada 2 tombol, taitu MB1 dan MB3, tidak ada tombol tengah (MB2). Untuk melakukan pengerjaan seperti MB2 pada mouse dengan tiga tombol, anda bisa menekan MB1 dan MB3 bersamaan, hal ini akan dianggap oleh software ProMAX sebagai MB2.
Gambar 3.1. Skema Three Buttons Mouse
17
Proses pengolahan dalam ProMAX memiliki tiga level struktur ruang kerja dan bersifat overlap, yaitu : a. Area : Ruang kerja yang mendefinisikan lokasi atau daerah penelitian b. Line : Ruang kerja yang mendefinisikan lintasan survei seismik daerah yang diolah berdasarkan kelompok flow. c. Flow : Ruang kerja yang terdiri dari subflow untuk mendefinisikan algoritma proses pengolahan yang ditunjang dengan pemilihan parameterparameter pengolahan secara tepat Untuk pertama kali, User harus mendefinisikan “Area” yang akan diolah, dengan mengetikkan nama (umumnya nama daerah survei seismik yang bersangkutan). Jika sudah memiliki sebuah Area, User perlu mendefinisikan “Line” dengan mengetikkan nama Line nya (umumnya nama dari lintasan survei seismik yang bersangkutan). Selanjutnya dalam Directory “Line”, User harus dapat mendefinisikan tahapan – tahapan pengolahan data dengan mengetikkan nama dari kelompok “Flow” yang diinginkan oleh user yang kemudian dalam Directory “Flow” inilah user dapat memilih dan menentukan proses – proses yang akan digunakan berdasarkan subflow yang telah disediakan oleh software ProMAX. Sampai pada tahap ini, user telah siap melakukan pengolahan data.
18
III. 2.
Processing Work Flow Berikut ini adalah work flow dari processing yang saya lakukan. Penjelasan
tiap poinnya ada pada bagian III. 3.
Reformat
Geometry & Labelling
Refraction Static Correction
1st Residual Static Correction
1st Velocity Analysis
2nd Velocity Analysis
2nd Residual Static Correction
Post Stack Enhancement
1st Noise Removal
2nd Noise Removal
Pre Stack Time Migration (PSTM)
Residual Velocity Analysis
SEGY Output
19
Editing
Deconvolution
Surface Consistent Amplitudo
Binning
III. 3.
Pengolahan Data Seismik dengan ProMAX 2D
III. 3. 1. Reformat
Langkah reformat berguna untuk memasukkan data seismik yang kita miliki pada software ProMAX agar bisa diproses lebih lanjut. Karena data yang dimiliki berformat SEG-Y, maka digunakanlah subflow SEG-Y Input untuk memasukkan data, kemudian subflow Disk Data Output untuk membuat keluaran data baru dalam format software ProMAX sehingga data keluaran tersebut yang akan digunakan oleh software untuk diproses. Dalam flow ini, data tersebut diberi nama 00_RAW; berikut contoh trace dari raw record nya.
20
III. 3. 2. Geometry
Langkah geometry berguna untuk memasukkan informasi yang tidak terdapat secara otomatis pada data hasil akuisisi. Secara umum, yang perlu dilakukan dalam langkah ini adalah memasukkan semua data / parameter geometri
lapangan
yang
dibutuhkan
selama
processing,
melakukan
binning data, dan terakhir finalizing database. Flow ini sangat penting dan harus dilakukan secara teliti, karena jika terjadi kesalahan pada flow ini, maka kita tidak 21
bisa melakukan tahap selanjutnya (terjadi data error). Untuk melakukan hal-hal diatas, cukup memakai 1 subflow yaitu 2D Land Geometry Spreadsheet (karena pengambilan data berupa 2D dan pada daerah darat (land).
22
Pertama, kita masukkan data dari receivers, setelah itu masukkan data dari source, kemudian pattern nya. Setelah itu, klik bin untuk melakukan kalkulasi binning secara otomatis (lihat gambar diatas). Setelah selesai pada tahap finalize database, maka data yang kita masukkan sudah terekam oleh software, namun 23
belum dimasukkan kedalam data awal (rawdata) kita, sehingga perlu dilakukan tahap Labelling.
III. 3. 3. Labelling
Langkah labelling
ini berfungsi untuk menggabungkan data-data
geometri pada langkah sebelumnya dengan raw data record, sehingga menjadi 1 dataset. Subflow yang digunakan ada 3, yaitu DDI, Inline Geom Header Load, dan DDO (gambar kiri). Keluaran pada flow ini adalah 01_labelling. Berikut ini contoh trace sebelum dan sesudah labeling.
24
III. 3. 4. Refraction Static Data
25
Langkah ini berfungsi untuk mengkoreksi elevasi dari setiap geofon dan mengkoreksi lapisan lapuk yang terdapat di bawah permukaan tanah, sehingga nantinya, trace yang kita miliki sudah berada dalam 1 datum yang sejajar. Refraction static data dilakukan dengan cara pick break pertama yang muncul di setiap trace (first break picking). Caranya, pertama-tama sebuah gate dibuat di daerah first break setiap trace, namun cukup pick gate 1 kali di FFID yang sudah full trace dan terlihat dengan jelas first breaknya, lalu cek setiap FFID, apakah gate tersebut masih mencakup first break di tiap FFID / tidak. Biasanya akan masih mencakupi, sehingga pembuatan gate tidak perlu diulang. Namun jika ternyata ada yang tidak tercakup, gate bisa dibuat ulang di FFID yang tidak tercakup first breaknya tersebut, kemudian cek kembali setiap FFID nya. Berikut ini adalah contoh first break picking yang disimpan dengan nama fb_gate.
26
III. 3. 5. Editing
Langkah ini digunakan untuk melihat apakah ada trace yang mengandung banyak noise dan bisa mengganggu hasil akhir processing kita. Trace yang dilihat adalah yang memiliki wiggle dengan amplitudo hampir konstan. Pertama, subflow yang diaktifkan hanya subflow DDI dan Trace Display. Jika sudah selesai, subflow Trace Kill / Reverse bisa diaktifkan. Pada dataset ini, saya menemukan 2 trace yang perlu di kill , seperti gambar dibawah ini.
Kill trace pada FFID 147, geofon 84
27
Kill trace pada FFID 323, geofon 62
Setelah mengecek setiap trace, subflow Trace Kill / Reverse diaktifkan, dengan parameter sebagai berikut.
28
Informasi FFID dan geofon mana yang perlu di kill dimasukkan di kolom ini dengan format seperti diatas. Hasil setelah dilakukan trace kill pada FFID tadi adalah sebagai berikut.
Hasil Trace Kill pada FFID 147, geofon 84
Hasil Trace Kill pada FFID 323, geofon 62
29
Selain melakukan trace kill, kita juga bisa melakukan picking gate untuk nantinya dilakukan dekonvolusi. Picking gate ini dilakukan saat memeriksa trace yang rusak (sebelum subflow Trace Kill / Reverse diaktifkan). Caranya, mulamula cari data full trace yang cukup jelas untuk di pick, dalam data ini, saya memakai FFID nomor 40. Letak decon gate ini dibawah firstbreak gate kita, namun gate nya harus bersinggungan. Karena itulah, langkah selanjutnya adalah masukkan fb_gate ke trace tersebut, kemudian pick gate baru, dan beri nama decon_gate. Kemudian pick layer pertama ini bersinggungan dengan fb_gate, dan pada layer kedua, ikuti polanya dan pick bagian bawah gate. Berikut ini contoh dari picking decon_gate.
Jika kita zoom, akan terlihat ada yang bersinggungan, yaitu fb_gate dan decon_gate (ditunjukkan tanda panah).
30
Bagian yang terdapat di dalam gate inilah yang akan dilakukan dekonvolusi pada langkah-langkah selanjutnya. III. 3. 6. True Amplitude Recovery
Subflow ini dapat disisipkan di flow-flow yang membutuhkannya. True Amplitude Recovery (TAR) berguna untuk mengembalikan amplitudo dari data rekaman ke amplitudo sesungguhnya, karena saat gelombang menjalar di bawah permukaan tanah, terjadi “pelemahan energi” yang mengakibatkan amplitudo dari
31
gelombang tersebut berkurang. Dengan subflow TAR ini, “energi” tersebut berusaha dikembalikan agar bentuk gelombang dan amplitudonya bisa kembali ke bentuk semula. Berikut contoh hasil stack saat TAR tidak diaktifkan dan saat TAR diaktifkan.
TAR tidak diaktifkan
32
TAR diaktifkan
III. 3. 7. Initial Velocity Analysis
Pada langkah ini, kita melakukan initial velocity analysis dengan picking nilai kecepatan hanya pada 1 data, yang kemudian data lainnya akan secara
33
otomatis mengikuti 1 data yang kita pick kecepatannya itu. Caranya adalah dengan menggunakan subflow diatas. Setelah di execute, maka akan muncul tampilan seperti berikut.
Kolom pertama merupakan semblance dari kecepatan, kolom kedua merupakan CDP Gathers, dan kolom terakhir adalah Constant Velocity Stack. Yang perlu dilakukan adalah pick kecepatannya dengan mengintegrasikan ketiga kolom tersebut. Jangan lupa untuk apply NMO, caranya kik Gather > Apply NMO; ini dapat mempermudah kita dalam menganalisa kecepatannya. Kemudian perhatikan kolom kedua, kita perlu mengkoreksi nilai kecepatan agar reflektor pada kolom kedua tersebut lurus, seperti penjelasan pada gambar berikut ini.
34
III. 3. 8. Deconvolution
Dekonvolusi merupakan proses inverse dari konvolusi. Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan reflektivitas bumi yang sebenarnya, karena hasil rekaman seismic merupakan reflektivitas bumi yang tercampur dengan noise. Tujuan dekonvolusi yang utama adalah meningkatkan resolusi sinyal. Biasanya, dekonvolusi digunakan untuk mengkompres wavelet dan menghilangkan multiple; serta dapat meningkatkan resolusi vertikal. Terdapat 2 jenis dekonvolusi, yaitu spiking deconvolution dan predictive deconvolution . Untuk spiking deconvolution , gap untuk filternya adalah 2.0 ms (tidak bisa diubah), sementara predictive deconvolution nilai gapnya belum ditentukan (bisa dilakukan parameter test untuk mendapatkan nilai gap yang optimal). Setelah melakukan beberapa percobaan (parameter test), akhirnya diputuskan digunakan predictive deconvolution dengan gap 4.0 ms. Initial velan yang sebelumnya kita lakukan, digunakan sebagai parameter True Amplitudo Recovery pada langkah dekonvolusi ini.
35
III. 3. 9. 1st Noise Removal
Pada langkah ini, akan dilakukan noise removal pertama, yang bertujuan untuk menghilangkan noise khususnya ground roll yang terdapat pada rekaman seismik. Dalam flow ini digunakan beberapa subflow yang bisa dilihat di gambar diatas. Untuk subflow Noisy Trace Editing, parameternya sebagai berikut :
Noisy Trace Editing ini menggunakan fungsi statistika yaitu standar deviasi dan membuat sinyal menjadi spike, yang mana bila angkanya semakin kecil (mendekati 1) maka akan semakin mendekati nilai rata-ratanya. Nilai yang
36
digunakan pada noise removal pertama ini adalah 0 - 6, nilai ini didapatkan dari parameter test yang dilakukan, dan nilai ini dianggap paling optimal.
Setelah itu, kita perlu membatasi daerah mana yang akan dihapus dan dianggap sebagai noise (groundroll), dan daerah mana yang tidak dihapus. Untuk melakukan ini, perlu dibuat sebuah gate, yaitu GR_gate. Bagian di dalam gate ini adalah bagian yang akan dihapus. Sebagaimana kita tahu, groundroll biasanya berada pada frekuensi yang rendah. Berikut ini contoh picking untuk GR_gate.
Setelah GR_gate dibuat, barulah subflow Windowed Processing diaktifkan. Untuk subflow Noisy Trace Editing yang dilakukan setelah GR_gate dimasukkan, nilainya adalah 0-3.
37
III. 3. 10. 1st Velocity Analysis
Sebelum melakukan analisa kecepatan, pertama-tama kita perlu membuat velocity precompute terlebih dahulu. Subflow tertera diatas. Metode analisis kecepatan yang digunakan ialah metode mengukur-kesamaan atau metode semblance. Metode ini menampilkan spektrum kecepatan dan CDP gather secara bersamaan.
Setelah dataset precompute selesai, subflow selanjutnya adalah seperti diatas. Disini akan dimulai picking kecepatan, dan akan muncul tampilan sebagai berikut.
38
Terdapat 3 kolom pada gambar diatas; kolom pertama merupakan semblance dari kecepatan, kolom kedua merupakan CDP Gathers, dan kolom terakhir adalah Constant Velocity Stack. Yang perlu kita lakukan adalah pick kecepatan di semua semblance, tidak hanya pada 1 semblance seperti pada initial velan.
Kita juga dapat menampilkan volume dari kecepatan yang telah kita pick dengan subflow diatas. Subflow ini berfungsi untuk mengkontrol daerah picking velocity analysis yang kita lakukan. Berikut contoh dari tampilan Volume Viewer.
39
III. 3. 11. 1st Residual Static Correction
Langkah ini digunakan untuk mengkoreksi variasi travel time yang disebabkan oleh ketidakakuratan statik atau model kecepatan (reflektor di hasil stack terlihat bergelombang). Dengan langkah ini, reflector pada hasil stack akan terlihat lebih lurus dan continue. Flow yang digunakan dapat dilihat pada gambar diatas, dengan output berupa gathers yang diberi nama 08_inputresidual1 . Kemudian dilakukan picking horizon, letak horizon ini menentukan dimana kita
40
ingin membuat kemelurusannya. Pada residual statik pertama ini, saya menggunakan horizon seperti gambar dibawah ini (ditunjukkan tanda panah).
Setelah menarik garis horizon, selanjutnya kita tentukan nilai maksimum statiknya, dengan subflow dan parameter seperti dibawah ini.
41
Setelah itu, kita buat hasil stack nya dengan mengaktifkan subflow “Apply Residual Statics” dengan parameter seperti dibawah ini.
III. 3. 12. 2nd Velocity Analysis
Hampir sama dengan analisa kecepatan pertama, pada langkah ini kita pick kecepatan mana yang paling tepat agar menghasilkan reflektor yang lurus. Subflow yang digunakan hampir sama, namun di analisa kecepatan kedua ini, subflow Apply Residual Statics diaktifkan dan parameternya dimasukkan sesuai
42
dengan parameter pada langkah sebelumnya (residual static pertama). Caranya pun hampir sama dengan analisa kecepatan yang pertama. Berikut salah satu contoh analisa kecepatan yang kedua.
Kita juga dapat menampilkan volume viewer seperti pada analisa kecepatan yang pertama.
43
III. 3. 13. 2nd Residual Static Correction
Hampir sama dengan residual static yang pertama, pada langkah ini kita menentukan horizon yang tepat untuk membuat kemelurusan dan kontinuitas dari reflektor. Subflow yang digunakan hampir sama, namun di analisa kecepatan kedua ini, subflow Apply Residual Statics diaktifkan dan parameternya dimasukkan sesuai dengan parameter pada langkah residual static pertama. Caranya pun hampir sama dengan residual static yang pertama, namun perbedaannya, horizon yang kita pick tidak hanya lurus, namun mengikuti bentuk
44
reflektor. Horizon yang saya pilih adalah sebagai berikut (ditunjukkan tanda panah kuning).
III. 3. 14. 2nd Noise Removal
Pada langkah ini, fungsinya untuk melakukan kembali spiking berdasarkan parameter statistika yaitu standar deviasi. Subflow yang digunakan dapat dilihat pada gambar diatas. Parameter pada noisy trace editing kedua ini
45
adalah sebagai berikut. Nilai standar deviasi yang digunakan kali ini adalah 0-5, yang didapat dari parameter test yang telah dilakukan.
III. 3. 15. Surface Consistent Amplitude (SCAM)
46
Langkah ini digunakan untuk mengkonstankan amplitudo dari reflektor kita. Ketidak-konsistenan amplitudo pada sinyal bisa disebabkan beberapa hal, diantaranya kekuatan dari source/shot, sensitivitas receivers, jarak offset dan midpoint yang kurang tepat karena faktor lapangan, dan juga faktor performa channel dalam merekam sinyal. Dengan Surface Consistent Amplitudos, amplitudo pada dataset dibuat seimbang (balance) sehingga amplitudo yang ditampilkan adalah amplitudo yang sebenarnya. Maskipun demikian, tidak semua parameter perlu kita masukkan. Kita cek dan lakukan parameter test, perpaduan dari parameter mana saja yang menghasilkan amplitudo yang optimal. Saya memilih 4 parameter, yaiu source, receiver, offset, dan CDP, paling memberikan hasil yang optimal.
47
karena dirasa
III. 3. 16. Binning
Setelah mengkoreksi amplitudo, kita lakukan tahap binning. Tahap ini berguna untuk men-sorting data header dan melakukan kalkulasi matematis secara otomatis agar data bisa di migrasi (pada tahap selanjutnya). Subflow yang digunakan dapat dilihat di gambar diatas. Data header ada yang perlu dihitung secara manual, baru kemudian dimasukkan ke parameter pada subflow-subflow diatas. Perhitungan secara manual dapat menggunakan excel seperti berikut.
III. 3. 17. Pre Stack Time Migration (PSTM) Seperti pada teori dasar, ada 4 “kombinasi” untuk melakukan migrasi, yaitu Pre Stack Time Migration, Pre Stack Depth Migration, Post Stack Time Migration, dan Post Stack Depth Migration. Masing-masing jenis migrasi
48
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk data kita saat ini, Pre Stack Time Migration dianggap yang paling optimal karena terlihat struktur cukup kompleks namun variasi kecepatannya rendah (kecepatan tidak terlalu bervariasi). Subflow yang digunakan adalah sebagai berikut.
Pada subflow Prestack Kirchoff Time Migration, parameter yang perlu diperhatikan diantaranya :
49
Nilai First dan Last CDP dapat kita cek pada properties dari dataset kita, sementara untuk frekuensi maksimum dan migration aperture nya, dilakukan parameter test. Setelah melakukan parameter tesr, nilai diatas dirasa paling optimal untuk data kita sekarang.
III. 3. 18. Residual Velocity Analysis Hampir sama dengan analisa kecepatan sebelum-sebelumnya, namun disini, hasil dari analisa kecepatan langsung dimigrasi kembali, kemudian dibandingkan dengan hasil migrasi awal. Subflow yang digunakan diantaranya :
50
Hasil dari analisa kecepatan ini ternyata tidak terlalu optimal jika dikaitkan dengan keadaan geologi yang memungkinkan, sehingga akhirnya data pada langkah ini tidak digunakan (tetap memakai dataset 14_pstm atau dataset hasil PSTM awal).
III. 3. 19. Post Stack Enhancement Post Stack Enhancement ini berguna untuk menghilangkan random noise, sisa noise groundroll, multiple, dll. Caranya dengan menggunakan F-K Analysis. Suatu filter dibentuk pada domain frekuensi, filter tersebut berbentuk polygon. Subflow pada flow ini adalah sebagai berikut.
Mula-mula, subflow yang diaktifkan adalah seperti gambar di sebelah kiri, kemudian dilakukan F-K Analysis. Analisis pada domain F-K bisa dilihat pada
51
gambar dibawah. Bentuk poligon dapat kita ubah-ubah, namun disini menurut saya yang paling optimal adalah polygon2 yang berbentuk seperti gambar dibawah. Setelah selesai, yang diaktifkan adalah subflow seperti gambar diatas, sebelah kanan.
52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab sebelumnya, telah dibahas mengenai langkah pengolahan data yang saya lakukan pada data seismik 1304-87. Berikut ini adalah old section atau data sebelum diolah.
Pada bab ini, akan dijabarkan satu per satu efek dari langkah pengolahan data yang saya lakukan, baik dilihat dari data stack nya maupun data gathers nya.
53
IV. 1.
Geometry & Labelling
Pada data gathers diatas, kita bisa lihat Trace Header nya. Sebelum menggunakan flow geometri dan labelling, ada beberapa informasi yang tidak diketahui (bertuliskan “null”), sementara setelah flow geometri dan labelling digunakan, informasi tersebut sudah terisi. Kita juga dapat melihat titik penembakan sinyal dari lambang bendera ssetelah penggunaan flow geometri dan labelling.
54
IV. 2.
Refraction Static Correction
Pada data stack diatas, kita bisa lihat perbedaan sebelum dan sesudah koreksi refraksi statik dilakukan. Sebelumnya, reflektor kurang terlihat dan tidak kontinu. Setelah dilakukan koreksi refraksi statik, sinyal (refelektor) lebih terlihat dan kontinu.
IV. 3.
Editing
Pada flow ini, ada 2 data trace yang dihilangkan / dihapus (di kill), yaitu trace pada FFID 147, geofon 84, dan trace pada FFID 323, geofon 62. Pada tahapan ini, trace yang menghasilkan noise dengan amplitudo yang hampir konstan setiap waktunya akan dihilangkan. Berikut ini adalah contoh hasil dari trace kill pada data trace yang mengandung noise tersebut (FFID 147).
55
Dapat kita lihat di bagian yang diberi lingkaran kuning, trace yang buruk dapat dihapus / dihilangkan pada flow ini.
IV. 4.
True Amplitude Recovery
TAR tidak diaktifkan
TAR diaktifkan
56
Sebelum TAR diaktifkan, sinyal terlihat kurang kontinu, dan setelah TAR diaktifkan, sinyal terlihat lebih jelas dan kontinu khususnya di daerah objektif kita.
IV. 5.
Deconvolution
Dilihat dari data gathers diatas, groundroll dapat dihapus cukup baik dan resolusi sinyal pun meningkat. Begitu pula jika dilihat dari data stack nya (gambar dibawah). Meskipun pada flow ini digunakan decon_gate untuk mereduksi noise, namun utamanya, fungsi dekonvolusi adalah meningkatkan resolusi sinyal.
57
IV. 6.
Velocity Analysis
58
Setelah dilakukan 2 kali analisa kecepatan pada brute stack, didapatkan hasil seperti diatas. Sinyal lebih jelas dan kontinu, struktur dari lapisan di bawah permukaan pun lebih terlihat.
IV. 7.
Residual Static Correction
Gambar diatas merupakan hasil stack sebelum dilakukan residual statik dan setelah dilakukan residual statik. Terlihat perbedaan di beberapa bagian; setelah dilakukan koreksi statik, data menjadi lebih smooth, umumnya reflektor lebih jelas. Namun, ada pula beberapa bagian yang tereduksi (awalnya cukup jelas menjadi lebih tidak jelas). Jika hal ini terjadi, fokuskan pada daerah objektif kita. Jika daerah objektif kita menunjukkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya, maka kita bisa pakai hasil dari koreksi / pengolahannya. Sementara jika bagian reflektor / daerah objektif terlalu tereduksi, sebaiknya hasil pengolahan tersebut tidak dipakai.
59
IV. 8.
Noise Removal
Noise Removal dilakukan 2 kali, dan berikut ini adalah perbandingan antara sebelum dilakukan noise removal (brutestack) dengan data setelah dilakukan noise removal yang kedua. Noise dapat dihilangkan walau tidak 100%, dan reflektor pun terlihat lebih jelas.
60
IV. 9.
Surface Consistent Amplitude (SCAM)
Before (Residual Static)
After (SCAM)
Pada tahapan SCAM ini, amplitudo dari reflektor yang “lemah” diharapkan dapat diperkuat sehingga reflektor-reflektor, terutama di daerah objektif kita, akan terlihat lebih jelas dan kontinu. Caranya adalah dengan menyeimbangkan amplitudo-amplitudo yang lemah dengan amplitudo reflektor yang kuat yang ada disekitarnya. Kata kunci pada langkah ini adalah balance (seimbang). Dapat kita lihat pada data sebelum dan sesudah SCAM dilakukan, reflektor yang amplitudonya lemah diperkuat dan diseimbangkan, sehingga sreflektor yang kuat sedikit lebih melemah namun tetap terlihat jelas.
61
IV. 10.
Pre Stack Time Migration (PSTM)
Pada tahap migrasi, struktur permukaan bawah tanah terlhat lebih jelas; reflektorreflektor terlihat lebih jelas dan kontinu. Bagian antiklin akan terlihat lebih kecil (lebih sempit) dari sebelumnya, sementara bagian sinklin akan terlihat lebih lebar dari sebelumnya. Tingkat noise juga sedikit berkurang pada tahap migrasi ini.
62
IV. 11.
Post Stack Enhancement
Pada tahap ini, dilakukan F-K Analysis pada data stack terakhir yaitu data hasil PSTM. Tujuannya untuk mereduksi noise yang masih tersisa, baik itu random noise ataupun groundroll yang masih tersisa, walaupun noise tidak bisa hilang 100%. Hasil akhirnya akan membuat reflektor-reflektor lebih jelas dan kontinu, seperti pada gambar diatas. Dengan demikian, hasil akhir dari pengolahan data akan lebih baik dari sebelumnya, dengan meningkatnya S/N ratio dari data tersebut.
63
IV. 12.
Hasil Akhir Pengolahan Data Seismik
Pada data diatas, terlihat bahwa hasil pengolahan data yang telah saya lakukan menampilkan reflektor yang lebih jelas dan kontinu dibanding rawdata record atau previous datanya, dan memiliki S/N ratio yang lebih tinggi dari data sebelumnya.
64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengolahan data seismik 2D-Land dengan software ProMAX 2D, Line “1304-87”, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Input parameter dalam kategori land merupakan kunci awal benar tidaknya kita dalam melakukan pengolahan data seismic
Proses editing dilakukan untuk mereduksi sebagian trace yang rusak (noise) sehingga akan menghasilkan penampang seismik yang lebih baik, terlihat dari S/N yang lebih tinggi.
Analisa kecepatan sangat berpengaruh pada kelurusan dan kemenerusan reflektor
Koreksi residual statik mampu menghilangkan deviasi statik pada data seismik yang timbul akibat proses NMO dan koreksi statik lapangan (field statics).
Selain itu, ada beberapa saran yang dapat saya berikan, diantaranya :
Pengisian geometri harus benar – benar sesuai dengan Observer report, Kesalahan pengisian geometri akan berdampak kepada tahap – tahap berikutnya
Dalam melakukan First Break Picking maupun Velocity Picking harus benar – benar teliti untuk mendapatkan hasil yang optimal
Jika hasil pengolahan data tidak menunjukkan hasil yang optimal atau bahkan hasilnya lebih buruk (reflektor menjadi tidak jelas, terlihat bentuk struktur yang aneh dan tidak memungkinkan secara geologis) sebaiknya data tersebut tidak dipakai
Konsep pengolahan data seismik harus benar-benar diketahui sebelum melakukan pengolahan dengan software, karena software hanya sebuah tool dan setiap software memiliki tahapan dan cara yang berbeda tetapi konsep dalam pengolahannya tetap sama
65
DAFTAR PUSTAKA Yilmaz, Oz., 2001, Seismic Data Analysis Volume I (Processing, Inversion, and Interpretaion of Seismic Data), SEG, Tulsa-UK. Adhiansyah, Efrandi. 2012. Laporan Kerja Praktek “Processing Seismik 2D Line Alpha Lapangan SapphireMenggunakan SeisSpace. Program Studi Geofisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jusri, Tomi. 2004, Panduan Pengolahan Data Seismik Menggunakan ProMax Program Studi Geofisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Sismanto, Prof. 1996, Modul I : Akuisisi Data Seismik, Laboratorium Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sispanto, Prof. 1996, Modul 2 : Pengolahan Data Seismik, Laboratorium Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Munadi, Suprajitno, Prof. DR. 2002, Pengolahan Data Seismik, Jurusan Fisika, Universitas Indonesia, Jakarta. Sagita Putra, Andy., 2009, Laporan Kerja Praktek Pengolahan Data Seismik, Jurusan Fisika, Universitas Indonesia, Jakarta.
66