Seorang pasien perempuan berusia 33 tahun datang ke klinik gigi dan mulut dengan keluhan hampir seluruh gusinya membengkak. Dari anamnesis diketahui pasien menderita epilepsi sejak berumur 6 tahun. Sejak 18 bulan yang lalu pasien mengonsumsi obat fenobarbital 60 mg per or al 3x sehari dan fenitoin (dilantin) per oral 100 mg 3x sehari se cara terus-menerus sehingga jarang mengalami serangan. Pemeriksaan ekstra oral tidak terdapat kelainan sedangkan pada pemeriksaan intra oral ditemukan hiperplasia gingiva pada bagian anterior dan posterior. OHIS pasien sedang. DIAGNOSA DAN FAKTOR PENYEBAB Berdasarkan kasus di atas, diagnosa pada rongga mulut adalah berupa hiperplasia gingiva yang dimodifikasi obat-obatan.4 Terdapat 3 kelompok obat yang dapat menginduksi terjadinya pembesaran gingiva yaitu :
Obat dengan efek antikonvulsan -> Fenitoin Fenitoin yang digunakan untuk pengobatan epilepsy epilepsy Obat dengan efek imnosupresif -> Siklosporin yang digunakan untuk mencegah reaksi penolakan terhadap organ yang ditranplantasikan dan untuk pengobatan berbagai penyakit autoimmune Obat dengan efek penghambat kalsium (c alcium blocker) -> Nifedipin yang digunakan untuk mendilatasikan arteri dan arteriol jantung, memperbaiki pasok oksigen ke otot -otot jantung,dan untuk menurunkan hipertensi dengan jalan me ndilatasikan vaskulatur perifer.
Pada kasus ini pembesaran gingiva yang terjadi adalah diakibatkan oleh pemakaian antikonvulsan yaitu Fenitoin. Lesi yang ditimbulkan dapat berupa pembesaran berbentuk manik-manik pada tepi gingival dan papilla interdental pada sisi vestibular dan oral. Bila lesi berkembang bertambah besar,pembesaran pada sisi vestibular dan oral bisa menyatu. Bisa juga lesinya berkembang membentuk massa jaringan yang menyelubungi sebagian besar mahkota gigi bahkan dapat menghalangi me nghalangi oklusi. Apabila belum terkomplikasi inflamasi, lesi berbentuk seperti buah murbei, padat, warna merah jambu pucat, lenting, permukaannya berlobul-lobul halus, dan t idak ada kecenderungan pendarahan gingiva. Pembesarannya terlihat menjulur dari bawah tepi gingival dan dipisahkan dari tepi gingival oleh suatu alur. 4 Hiperplasia yang diinduksi obat-obatan ini bisa terjadi pada mulut yang bebas iritan lokal dan bisa tidak terjadi pada m ulut dimana iritan lokal banyak menumpuk. Distribusinya biasanya generalisata pada seluruh mulut, tetapi yang lebih parah adalah pada regio anterior maksila dan mandibula. Lesi ini terjadi pada daerah bergigi bukan pada ruang e dentoulus, serta lesi yang ada akan hilang apabila giginya dicabut. Hiperplasia ini berkembang secara lambat. Bila disingkirkan secara bedah, lesi akan kambuh
selama obat yang menginduksinya masih digunakan. Lesi bisa hilang sec ara spontan dalam beberapa bulan setelah pemakaian obat dihentikan. Pembesaran yang terjadi menyebabkan pelaksanaan control plak menjadi sukar dengan akibat timbulnya proses inflamasi sekunder sebagai komplikasi dari over growth yang diinduksi obat-obatan. Dalam hal ini penting untuk dapat membedakan antara pertambahan besar gingival yang diinduksi obatobatan dengan komplikasi inflamasi yang disebabkan oleh bakteri. Perubahan inflamasi sekunder menambah besar lesi yang dinduksi obat-obatan sehingga menimbulkan perubahan warna menjadi merah atau merah kebiruan, menghilangkan batas lobus-lobus lesi, dan meningkatnya kecenderungan pendarahan gingiva. DAFTAR PUSTAKA
Benvie. Epilepsi. < http://doctorology.net/?p=17> (12 April 2011). Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Gaya Baru, 2007. Kholilah. Referat Neurologi-Epilepsi. Daliemunthe SH. Terapi Periodontal. 2nd ed. Medan, 2006. Little JW, Falace DA, Miller CS. Dental Management of the Medically Compromised Patient. 7th ed. Pensylvania: Mosby-Elsevier, 2007. Deskianditya RB. Epilepsi. < http://www.scribd.com/doc/29705045/EPILEPSI> (12 April 2011)