CEPHALHEMATOMA 1. Definisi
Cephalhematoma merupakan pengumpulan darah di subperiosteal akibat ruptur pembuluh darah yang berada di antara tulang tengkorak dengan periosteum. Kelainan ini berbatas tegas pada tulang yang bersangkutan dan tidak melampaui sutura1. Tulang tengkorak yang sering terkena adalah tulang parietal,
tetapi
kadang-kadang
dapat
terjadi
pada
tulang
oksipital.
Cephalhematoma dapat ditemukan pada 0,5 – 0,5 – 2 2 % dari kelahiran hidup. Cephalhematoma dapat terjadi pada persalinan normal, tetapi lebih sering pada partus lama atau partus dengan menggunakan forsep atau vakum 2. Perdarahan yang terjadi dapat menyebabkan anemia dan hipotensi. Bila tidak terjadi komplikasi lanjut (fraktur dan sebagainya), tanpa pengobatan khusus akan sembuh dalam 2 – 12 12 minggu 3. Pemeriksaan x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai adanya fraktur (mendekati
hampir 5 % dari seluruh
cephalhematoma). Kelainan ini agak lama menghilang (1 – 3 bulan). Pada gangguan yang agak luas dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrit, dan bilirubin. Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu dilakukan 4. 2. Etiologi
Cephalhematoma dapat terjadi karena6 : a. Persalinan lama Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah. b. Tarikan vakum atau cunam Persalinan yang dibantu dengan vakum atau cunam yang kuat dapat menyebabkan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum. c. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi
1
3. Klasifikasi
Menurut letak jaringan yang terkena ada 2 jenis, yaitu 6 : a. Subgaleal Galeal merupakan lapisan aponeurotik yang melekat secara longgar pada sisi sebelah dalam periosteum. Pembuluh-pembuluh darah vena di daerah ini dapat tercabik sehingga mengakibatkan hematoma yang berisi sampai sebanyak 250 ml darah. Terjadi anemia dan bisa menjadi syok. Hematoma tidak terbatas pada suatu daerah. Penyebabnya adalah perdarahan yang letaknya antara aponeurosis epikranial dan periosteum. Dapat terjadi setelah tindakan ekstraksi vakum. Jarang terjadi karena komplikasi tindakan mengambil darah janin untuk pemeriksaan selama persalinan, risiko terjadinya terutama pada bayi dengan gangguan hemostasis darah. Kadang-kadang sukar didiagnosis, karena terdapat edema menyeluruh pada kulit kepala. Perdarahan biasanya lebih berat dibandingkan dengan perdarahan subperiosteal, bahaya ikterus lebih besar. b. Subperiosteal Karena periosteum melekat pada tulang tengkorak di garis-garis sutura, maka hematoma terbatas pada daerah yang dibatasi oleh suturasutura tersebut. Jumlah darah pada tipe subperiosteal ini lebih sedikit dibandingkan pada tipe subgaleal, fraktur tengkorak bisa menyertai. Pinggirnya biasanya mengalami klasifikasi. Bagian tengah tetap lunak dan sedikit darah akan diserap oleh tubuh. Mirip fraktur depresi pada tengkorak. Kadang-kadang menyebabkan ikterus neonatorum.
2
4. Patofisiologi
Cephalhematoma terjadi ketika pembuluh darah pecah selama persalinan atau kelahiran yang menyebabkan perdarahan ke dalam daerah antara tulang dan periosteum. Cedera ini paling sering terjadi pada wanita primipara dan sering berhubungan dengan persalinan forsep atau ekstraksi vakum. Tidak seperti caput succadenum, cephalhematoma berbatas tegas dan tidak melebar sampai batas tulang. Cephalhematoma dapat melibatkan salah satu atau kedua tulang parietal. Tulang oksipital lebih jarang terlibat, dan tulang frontal sangat jarang terkena. Pembengkakan biasanya minimal atau tidak ada saat kelahiran dan bertambah ukurannya pada hari kedua atau ketiga. Kehilangan
darah
biasanya
tidak
bermakna.
Cephalhematoma
tidak
menyebabkan daya ingat menurun. Cephalhematoma dapat terjadi karena 2 hal yaitu 6 : a. Persalinan lama (kala I lama, kala II lama), kelahiran janin dibantu dengan menggunakan vakum ekstraksi atau forceps yang sangat sulit. Sehingga moulage berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput tengkorak rupture. Sehingga menyebabkan perdarahan sub periosteum dan terjadi penumpukan darah sehingga terjadi Cephalhematoma. b. Pada kelahiran spontan (kepala bayi besar) terjadi penekanan pada tulang panggul ibu. Sehingga moulage terlalu keras atau berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput tengkorak rupture. Sehingga menyebabkan perdarahan sub periosteum dan terjadi penumpukan darah sehingga terjadi Cephalhematoma. Karena adanya tekanan yang berlebihan, maka akan menyerap dan terabsorbsi keluar sehingga terjadi edema. Cephalhematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada persalinan lama. Akibat robeknya pembuluh darah ini timbul timbunan darah di daerah sub periosteal yang dari luar terlihat benjolan. Bagian kepala yang hematoma biasanya berwarna merah akibat adanya penumpukan daerah yang perdarahan sub periosteum.
3
4
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala cephalhematoma6 : a. Adanya fluktuasi. b. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir. Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga, dan menghilang dalam beberapa minggu. c. Adanya cephalhematoma yang timbul di daerah tulang parietal. Berupa benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai umur 1-2 tahun. d. Kepala tampak bengkak dan berwarna merah, hal ini karena penumpukan darah pada daerah sub periosteum. e. Tampak benjolan dengan batas yang tegas, tanda peradangan, dan tidak melampaui tulang tengkorak. f. Pada perabaan terasa mula-mula keras kemudian menjadi lunak, tetapi tidak leyok pada tekanan. 6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada cephalhematoma : a. Ikterus b. Anemia c. Infeksi d. Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun Gejala yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Kadangkadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak dibawahnya atau perdarahan intrakranial. 7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai adanya fraktur (mendekati hampir 5 % dari seluruh cephalhematoma). Pemeriksaan CT scan kepala
juga
dapat
dilakukan
untuk
membantu
penegakan
diagnosis
cephalhematooma. Kelainan ini agak lama menghilang (1 – 3 bulan). Pada gangguan yang agak luas dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia.
5
Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrit, faktor pembekuan, dan bilirubin. Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu dilakukan 4.
8. Penatalaksanaan
Tidak diperlukan penanganan khusus untuk cephalhematoma tanpa komplikasi. Kebanyakan lesi diabsorbsi dalam 2 minggu sampai 3 bulan tergantung besar kecilnya benjolan. Lesi yang menyebabkan kehilangan darah hebat ke daerah tersebut atau yang melibatkan fraktur tulang di bawahnya perlu dievaluasi lebih lanjut. Hiperbilirubinemia dapat terjadi selama resolusi hematoma ini. Infeksi lokal dapat terjadi dan harus dicurigai bila terjadi pembengkakan mendadak yang bertambah besar. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan) dan dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain6 : a. Menjaga kebersihan luka b. Tidak boleh melakukan masase luka/benjolan cephalhematoma c. Pemberian vitamin K untuk mengurangi perdarahan d. Bayi dengan cephalhematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih e. Pemeriksaan X-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai adanya fraktur (mendekati hampir 5 % dari seluruh cephalhematoma) f. Pemeriksaan CT scan kepala juga dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
6
g. Pemantauan bilirubinemia, hematokrit, faktor pembekuan, dan hemoglobin h. Aspirasi darah dengan jarum suntik tidak perlu dilakukan i.
Dilakukan operasi jika benjolan semakin lama semakin membesar
7
DAFTAR PUSTAKA 1. Madan A, Hamrick SE, Ferriero DM. Central nervous system injury and neuroprotection. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA. Avery’s Diseases of the Newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005: 979-89 2. Laroia
N.
Birth
Trauma.
2006.
Diunduh
dari:
http://www.emedicine.com/htm 3. Mochtar R. 2013. Sinopsis Obstetri. Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: EGC 4.
Prawirohardjo, S. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo
5. WHO. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit . Jakarta: DepKes RI 6. Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 7. Departemen IKA FK UNDIP. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak . Semarang: Departemen IKA FK UNDIP 8. Bagian IKA FK UI. 1985. Buku Kuliah Anak . Jakarta: Bagian IKA FKUI
8