JTM Vol. XVIII No. 2/2011
ANALISIS KEGAGALAN CASING SUMUR XXX-1 DI LAPANGAN PANAS BUMI 1
1
Bonar Tua Halomoan Halomoan Marbun , Roy Money Money Pakpahan Pakpahan
Sari Selama produksi produksi hampir 10 tahun untuk Unit Unit Alpha di lapangan panas bumi bumi X, dari 31 sumur yang pernah pernah di bor, 9 di antaranya mengalami kerusakan casing yang berat sehingga harus dilakukan tie back casing pada sumur-sumur tersebut. Satu dari sumur yang dilakukan tie back akhirnya harus ditutup permanen (plug abandoned) karena tetap mengalami kerusakan casing. Bahkan berdasarkan pengamatan dengan video kamera, sumur XXX-1 di unit Beta yang dibor pada tahun 2007 dan baru berproduksi pada awal 2009 sudah mengalami kerusakan casing yang berat. Metode penelitian dilakukan dengan menganalisis desain casing dan kemudian meneliti kemungkinan penyebab terjadinya kerusakan casing serta memberikan rekomendasi perbaikan desain casing. Desain casing untuk sumur panas bumi harus memperhitungkan efek aksial termal stress terhadap kekuatan casing.
Kata kunci: kegagalan kegagalan casing, casing, pemboran pemboran panas panas bumi, termal termal stress Abstract During production almost 10 years for Unit Alpha X geothermal geothermal field, from 31 wells have been drill ed, 9 of them suffered suffered severe damage to the casing so it must be done tie back casing in such wells. One from wells that do tie back finally to be closed permanently (plug abandoned) because remains damage of casing. Even under observation with a video camera, XXX-1 well in the Beta unit drilled in 2007 and production in early 2009 have suffered severe damage to the casing. Methods of research done by analyzing analyzing the design of the casing and then examine possible possible causes of the damage the casing and give casing design improvement recommendations. Design casing for geothermal wells should take into account the effect of axial thermal stress to the strength of the casing.
Key words: casing failure, drilling geothermal, thermal stress 1)
Program Studi Studi Teknik PerminyakanPerminyakan-Institut Institut Teknologi Teknologi Bandung Jl. Ganesa No. No. 10 Bandung Bandung 40132, 40132, telp.:+62 22-2504955 22-2504955,fax.: ,fax.: +62 22-2504955 22-2504955,, email : bonar.marbun@
[email protected] tm.itb.ac.id
I. PENDAHULUAN Casing adalah sebuah pipa berdiameter besar yang dirangkai dan dimasukkan ke dalam lubang bor dan umumnya disemen dan berfungsi untuk memindahkan fluida produksi dari bawah permukaan (reservoir ) sampai ke permukaan. Fungsi casing sangatlah penting sama seperti pembuluh darah dalam tubuh tubuh manusia. Berikut adalah beberapa fungsi casing: 1. Menjaga lubang dari formasi yang lemah sehingga tidak terjadi collapse atau collapse atau gua seperti lubang (caving (caving of the hole). hole). 2. Memberikan kekuatan untuk aliran fluida baik saat pemboran maupun saat fluida diproduksikan. 3. Mencegah masuknya fluida formasi yang dapat mengkontaminasi fluida saat pemboran maupun produksi. 4. Sebagai penyangga untuk peralatan kepala sumur dan pencegah sembur liar dalam pengaturan tekanan bawah bawah permukaan. 5. Menyediakan keadaan yang aman untuk melakukan atau menurunkan alat logging (wireline unit ). ).
Saat melakukan pemboran sumur panas bumi selalu menembus formasi lemah, fracture lemah, fracture,, dan temperatur yang tinggi sehingga sumur harus dicasing secara bertahap. Ada beberapa jenis casing yang digunakan yakni conductor pipe pipe (conductor
casing), surface casing, intermediate production casing dan liner.
casing,
1.1 Conductor pipe Conductor pipe merupakan casing atau selubung yang pertama kali diletakkan, fungsinya sebagai pelindung terhadap air tanah. Ukurannya besar, biasanya 30” dan selalu disemen sampai ke permukaan. 1.2 Surface casing Surface casing fungsinya untuk mencegah runtuhnya formasi lemah yang terjadi pada kedalaman dangkal. Untuk mencegah masalah buckling karena beban tekanan (compressive load ) maka biasanya juga selalu disemen sampai ke permukaan. Surface casing juga harus memberikan stabilitas lubang yang cukup dan melindungi sumur dari aquifer. Surface casing juga sebaiknya menggunakan casing yang cukup berat karena juga berfungsi menyangga berat semua rangkaian casing ketika di run dibawah surface casing. Umumnya berukuran 20” dan mempunyai mempunyai kedalaman antara 1000 – 2500 ft atau 300 – 760 m (Rechard, 1983). 1.3 Intermediate casing Intermediate casing atau sering disebut anchor casing berfungsi untuk mengisolasi zona garam atau zona yang dapat menyebabkan masalah di dalam lubang sumur seperti sloughing shales. shales. Casing ini di semen sampai ke permukaan. 87
Bonar Tua Halomoan Marbun, Marbun, Roy Money Pakpahan
1.4 Production casing Production casing merupakan casing yang digunakan untuk memproduksi fluida panas bumi. Production casing umumnya memiliki ukuran yang bervariasi. Untuk lapangan panas bumi Wayang Wayang Windu digunakan 9 5/8” s/d 13 3/8”, tergantung dari tipe sumur apakah standard apakah standard hole atau hole atau big hole. hole. 1.5 Liner Liner merupakan casing yang berlubang-lubang, tidak disemen dan berfungsi sebagai tempat masuknya fluida panas bumi. Liner berada tepat di
bawah production casing dan digantungkan pada production casing (tidak sampai sampai ke permukaan). 1.6 Tie Back Casing Tie back casing adalah casing yang dipasang dari permukaan sampai ke kedalaman tertentu, disemen dan umumnya dipasang karena terjadi kerusakan di production casing. Akibat tie back casing laju produksi menjadi menurun. Akan tetapi tie back casing juga dapat merubah fasa di kepala sumur menjadi lebih kering dari sebelumnya. Sketsa konfigurasi casing dalam industri panas bumi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Contoh desain casing sumur panas bumi
88
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
Pemboran sumur panas bumi di Lapangan X pertama kali dilakukan pada tahun 1993 yakni pemboran sumur slim hole oleh Pertamina. Sumur produksi pertama dibor tahun 1996, akan tetapi baru dapat memproduksikan listrik pada Juni 2000 dengan kapasitas pembangkitan 110 MW (Unit Alpha). Pada Maret 2009 pembangkit Unit Beta dengan kapasitas 117 MW mulai dioperasikan. Saat ini industri panas bumi sedang dalam perkembangan cukup baik. Beberapa perusahaan yang ada saat ini telah menambah kapasitas pembangkitan dan melakukan pemboran di lapangan baru guna memenuhi kebutuhan akan energi listrik yang semakin hari semakin meningkat.Pemboran sumur tersebut membutuhkan desain casing yang baik pula agar kelangsungan sumur tersebut lebih lama. Ada banyak kesamaan konstruksi dan operasi sumur antara sumur minyak, gas bumi dan panas bumi. Hanya saja pada panas bumi melibatkan temperatur tinggi yang dapat berpengaruh pada rangkaian drillstring, lumpur pemboran, casing dan performa semen. Keadaan geologi yang sulit, lingkungan yang korosif dan thermal stresses membutuhkan desain lumpur, casing dan semen yang sesuai agar mampu menangani keadaan-keadaan di atas. Selama produksi hampir 10 tahun untuk Unit Alpha dari 31 sumur yang pernah dibor di lapangan X, 9 diantaranya mengalami kerusakan casing yang berat dan harus dilakukan tie back casing pada sumursumur tersebut. Satu dari sumur yang dilakukan tie back ditutup permanen ( plug abandoned ) karena tetap mengalami kerusakan casing. Bahkan berdasarkan pengamatan dengan video kamera, sumur XXX-1 di unit Beta yang dibor pada tahun 2007 dan baru berproduksi pada awal 2009 sudah mengalami kerusakan casing yang berat. Daerah yang akan dibor untuk sumur make up well memiliki letak yang berdekatan dan keadaan geologi yang hampir sama dengan sumur-sumur unit Beta. 1.7 Casing Kerusakan casing dapat disebabkan oleh bermacammacam faktor baik itu faktor yang dapat dikontrol maupun faktor yang tidak dapat dikontrol. Faktor yang dapat dikontrol adalah desain dan cara/aplikasi pemasangan di lapangan. Sedangkan faktor yang tidak dapat dikontrol adalah faktor alam misalnya keadaan geologi yang asam dan faktor suhu yang tinggi. Secara umum faktor alam (keadaan geologi dapat ditangani dengan memberikan treatment atau material khusus) sehingga casing dapat bertahan pada keadaan tersebut. Untuk lebih jelasnya berikut penyebab kegagalan casing pada umumnya: 1. Kesalahan dalam desain, yakni desain lumpur pemboran, desain semen dan penentuan kedalaman casing (casing setting depth). 2. Kerusakan pabrik, proses transportasi dan penanganan di lapangan.
3. Kerusakan mekanik (mechanical damage): saat pemboran, workover atau saat memasang dan menarik casing. 4. Pemilihan material casing yang tidak sesuai dengan kondisi geologi, misalnya formasi yang asam dan tidak memperhitungkan temperatur tinggi yang muncul. 5. Korosi, baik di dalam maupun di luar casing yang diketahui dengan menipisnya ketebalan pipa. Mode kegagalan tersebut umumnya tidak berdiri sendiri tetapi dapat berkaitan ataupun ditimbulkan dari kegagalan sebelumnya, sebagai contoh kegagalan desain lumpur pemboran dapat menyebabkan kegagalan proses penyemenan. Hal ini terjadi karena lumpur pemboran membentuk mud cake yang cukup tebal di sekitar lubang bor sehingga saat penyemenan semen tidak akan merekat dengan baik ke formasi. Kesalahan desain dan aplikasi penyemenan di lapangan juga merupakan faktor utama dan sering terjadi. Tujuan utama dari penyemenan casing adalah mengisi kekosongan yang ada akibat proses pengeboran sehingga dapat mengikat formasi dengan casing. Casing tidak terkontaminasi dengan fluida formasi yang dapat menyebabkan korosi seperti brin e karena adanya semen. Saat pemboran jarak antara lubang dengan casing yang akan dipasang juga tidak boleh terlalu besar. Saat penyemenan sering terjadi terjebaknya fluida berupa air didalam semen, ketika sumur dalam keadaan panas fluida tersebut akan mendidih dan berubah fasa. Fluida tersebut akan berupaya menekan semen untuk mencari jalan keluar dan akan merusak semen ataupun menyebabkkan casing collapse. Untuk desain casing di industri minyak dan gas konsentrasi utama berada pada metal failure dari burst, collapse atau tension. Tetapi untuk industri panas bumi kehadiran thermal loads pada casing menyebabkan terjadinya ketidakstabilan di casing. Ketidakstabilan casing dapat diperbaiki dengan beberapa cara: 1. Melakukan penyemenan sampai string terakhir untuk memberikan penyanggaan (support) secara lateral atau, 2. Menambahkan tension load pada bagian yang tidak di semen. Penyemenan string secara menyeluruh dari atas kebawah merupakan pilihan terbaik. Formasi yang subnormal sering hadir dalam pemboran panas bumi. Reservoir umumnya berada pada tekanan di bawah tekanan hidrostatik sehingga sering terjadi hilang sirkulasi (loss circulation) saat melakukan pemboran dengan menggunakan lumpur ataupun saat melakukan pen yemenan.
89
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
Di Yunani kegagalan casing juga terjadi selama 15 tahun berproduksi. Kegagalan yang terjadi diantaranya naiknya wellhead sumur MA-1 dan MZ1 sampai 0,5 m selama test produksi karena ekspansi panas dan sementasi yang tidak baik. Kerusakan sambungan casing sumur M-1 (casing 9 5/8 pada kedalaman 69 m) karena thermal stress. Sumur N-1 mengalami kerusakan yang sangat berat selama tes produksi pertama karena buckling di suatu section dan harus dilakukan tie back casing. 1.8 Survei Integritas Casing (Casing Integrity Survey) Ada dua metode survei yang digunakan untuk mengetahui integritas casing yakni mechanical caliper dan electronic caliper atau sering disebut digital casing corrosion. Kedua metode survei ini sama-sama mengukur diameter dalam (internal diameter) casing. Perbedaan antara keduanya adalah mechnical caliper mengukur secara langsung diameter dalam casing dengan menggunakan beberapa lengannya (arms), sedangkan electronic caliper/digital casing corrosion selain mengukur internal diameter juga dapat mengukur kekasaran casing serta dapat memperhitungkan tebal casing karena juga dapat menentukan eksternal diameter. Perhitungan dilakukan secara elektronik yang dalam pengukurannya ada toleransi kesalahan dalam perhitungan. Metode survei ini merupakan pengembangan terbaru dalam mengetahui integritas casing. II. PARAMETER UTAMA, PRINSIP DASAR DAN METODE DESAIN CASING PANAS BUMI Perencanaan sumur adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam drilling engineering. Hal ini membutuhkan integrasi dalam prinsip keteknikan, filosofi dan faktor pengalaman. Pemboran suatu sumur memiliki tujuan yakni membuat lubang dengan aman, biaya yang minimum dan sesuai dengan keinginan reservoir engineer dalam memproduksi fluida formasi.
Dalam mendesain casing ada beberapa parameter yang harus dipertimbangkan yakni: tekanan pori atau tekanan fluida formasi, tekanan rekah atau fracture gradient, zona korosif, kestabilan lubang bor, pertimbangan lingkungan, kebijakan perusahaan dan regulasi pemerintah. 2.1 Tekanan Pori/Formasi, Tekanan Overburden dan Tekanan Rekah Tekanan formasi atau sering disebut tekanan pori adalah tekanan fluida yang mengisi pori didalam batuan. Tekanan pori dapat dibagi menjadi tekanan normal pori, tekanan abnormal pori dan tekanan subnormal pori. Tekanan normal pori umumnya atau hampir sama dengan tekanan hidrostatik air yakni memiliki gradien sekitar 1,01 bar/m. Tekanan yang lebih besar dari tekanan normal sering disebut 90
tekanan geopressured, superpressure atau lebih sering disebut tekanan abnormal. Tekanan abnormal dapat terjadi karena adanya suatu penyekat tekanan yang dapat terjadi karena keadaan geologi, misalnya terbentuknya kubah garam. Tekanan pori atau tekanan formasi merupakan faktor utama dan sangat penting dalam operasi pemboran. Dari Gambar 2 di bawah dapat dilihat tekanan formasi merupakan besaran pertama yang harus dihitung atau diperkirakan dalam suatu perencanaan sumur. AFE (Authority For Expenditure)
Pemilihan Rig
Desain Casing dan Liner
Casing S et ti n
Tekanan Rekah
Desain Lumpur
Desain Semen
Tekanan Pori/Formasi
Gambar 2. Pengaruh tekanan pori batuan terhadap perencanaan sumur Untuk memperkirakan tekanan pori ada beberapa metode yang digunakan yakni: 1. Analisis data seismik dari daerah prospek. 2. Korelasi dari sumur terdekat, seperti analisa log, evaluasi data pemboran dan data test atau produksi. 3. Evaluasi secara langsung baik secara kualitatif maupun kuantitaif yaitu dengan mengamati parameter pemboran dan data logging selama pemboran berlangsung. Tekanan overburden adalah tekanan akibat beban batuan dan fluida yang ada diatasnya atau penjumlahan perkalian antara densitas rata-rata dengan kedalaman. Besarnya gradien tekanan overburden normal biasanya dianggap sebesar 1 psi/ft atau 0,226 bar/m yang diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata sebesar 2,3 kali berat jenis air. Jika gradien tekanan air sama dengan 0,433 psi/ft maka gradien tekanan overburden sebesar 0,433 psi/ft x 2,3 = 1 psi/ft. Tekanan rekah atau fracture gradient adalah tekanan hidrostatik formasi maksimum yang dapat ditahan batuan sampai akhirnya pecah. Besarnya gradien tekanan rekah dipengaruhi oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi dan kondisi kekuatan batuan. Gradien tekanan rekah harus diketahui untuk menentukan kekuatan dasar
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
selubung atau casing. Penentuan tekanan rekah dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan perhitungan. Secara langsung dapat ditentukan dengan melakukan leak off test yakni dengan memberikan tekanan secara terus menerus sampai batuan tersebut akan pecah yaitu ditunjukkan dengan kenaikan tekanan secara terus menerus kemudian tiba-tiba turun. Penentuan gradien tekanan juga dapat ditentukan berdasarkan perhitungan antara lain: Hubbert and Willis (Byrom, 2007) menganggap bahwa tekanan overburden berpengaruh efektif terhadap tekanan rekah dengan persamaan: P f
D
2 P 3 D D f
(1)
1 P ob
dimana: Pf = tekanan rekah (psi) Pob = tekanan overburden (psi) P = tekanan formasi (psi) D = kedalaman (ft) Matthew and Kelly (Byrom, 2007) memberikan persamaan: F r
P P ob P K i D D
(2)
dimana: Fr = gradient tekanan rekah (psi/ft) K i = koefisien matrix stress
Pennebaker (Byrom, 2007) menuliskan persamaan 3 dengan K adalah perbandingan tekanan efektif yakni tekanan mendatar dibagi tekanan tegak: P P ob P D
D
K
(3)
Eaton menuliskan persamaan 4 dengan μ adalah poisson’s ratio: P r
P P ob P
D D
1
Rangkaian casing yang akan dipasang adalah rangkaian yang optimum artinya rangkaian tersebut mampu menahan beban-beban terburuk selama proses berlangsung dengan biaya yang seekonomis mungkin. Umumnya dalam mendesain kedalaman casing dimulai dari bawah kemudian ke atas (production casing, intermediate casing dan surface casing). Kriteria pertama dalam menentukan kedalaman casing adalah menentukan berat lumpur yang dapat mengontrol tekanan formasi tanpa terjadinya fracture pada kedalaman formasi yang rendah (prosedur ini dilakukan dari bawah ke atas). Pertimbangan differential pressure sticking juga harus dilakukan agar tidak terjadi terjepitnya casing saat dipasang (perhitungan ini harus dilakukan dari atas ke bawah). Beberapa metode mengenai penentuan kedalaman casing disetiap negara berbeda-beda karena asumsi yang berbeda dari n egara-negara tersebut: 1.
Kedua persamaan diatas menganggap gradien tekanan tekanan overburden sama pada setiap kedalaman sedangkan pada kenyataannya tidak demikian sehingga timbul persamaan lain yang memperhitungkan masalah tersebut yakni:
F r
akan disemen. Pertimbangan desain casing berkaitan erat dengan kondisi geologi yakni tekanan pori atau formasi dan tekanan rekah. Kesalahan desain kedalaman casing dapat menyebabkan kegagalan rangkaian casing, yang terjadi karena casing setting depth terlalu dangkal atau terlalu dalam. Masalah lain yang timbul adalah peningkatan biaya casing dan kemungkinan diameter akhir sumur tidak sesuai dengan keinginan.
(4)
2.2 Metode Penentuan Kedalaman Casing (Casing Setting Depth) Dalam mendesain casing langkah pertama yang dilakukan adalah memilih kedalaman casing yang
Metode New Zealand Metode ini berdasarkan tekanan pori yang diisi oleh air dan tekanan overburden seperti pada Gambar 3. Prosedur penentuan casing shoe berdasarkan New Zealand Standard-NZS 2403:1991 adalah sebagai berikut: Tentukan tekanan dasar sumur kemudian tarik garis lurus keatas (garis c) dengan memperhitungkan densitas uap terhadap kedalaman (diasumsikan sumur diisi uap). Perpotongan garis tersebut dengan garis tekanan overburden adalah letak production casing shoe. Tarik garis lurus kearah kiri sampai berpotongan dengan tekanan pori kemudian dengan cara yang sama tarik garis lurus keatas (garis b). Perpotongan garis tersebut dengan tekanan overburden adalah intermediate casing shoe. Selanjutnya cara yang sama dilakukan untuk menentukan (garis a) dan perpotongannya dengan tekanan overburden adalah surface casing shoe.
91
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
3.
Gambar 3. Casing setting depth berdasarkan metode New Zealand 2. Metode Filipina Berdasarkan pengalaman di Filipina kedalaman casing produksi ditentukan berdasarkan pengukuran temperatur aktual dari sumur. Casing produksi akan dipasang pada kedalaman o saat temperatur mencapai 220 C. Gambar 4 menunjukkan pengukuran temperatur pada berbagai waktu yang berbeda. Umumnya kurva temperatur yang dipilih adalah kurva heating up yang lebih lama karena biasanya temperaturnya telah stabil. Temperatur di atas diukur setelah sumur selesai di bor atau dengan kata lain data tersebut didapat dari sumur terdekat yang memiliki karakteristik reservoir yang hampir sama. Pada saat melakukan pemboran, suhu 220oC ditandai dengan kehadiran mineral epidot 3+ (Ca2Al2(Fe ;Al)(SiO4)(Si 2O7)O(OH)). Di atas kedalaman tersebut dipilih untuk meletakkan casing shoe karena pada kedalaman tersebut mendekati top of reservoir dan juga sebagai kedalaman untuk mengisolasi fluida dingin yang tidak diinginkan bercampur dengan fluida reservoir.
Gambar 4. Casing setting depth berdasarkan metode Filipina
92
Metode Iceland Metode ini menggunakan asumsi sumur dalam keadaan flowing (mengalir). Umumnya digunakan pada sumur-sumur dominasi air. Tekanan terukur, tekanan air murni (digunakan sebagai blowout preventer ) merupakan pembatas dalam penentuan kedalaman casing. Tekanan air murni dapat juga diganti menjadi tekanan mud sebagai blowout preventer . Penentuan kedalaman casing dibantu dengan software wellbore simulator karena membutuhkan kondisi sumur saat mengalir dari dasar sumur. Prosedur penentuan setting casing adalah sebagai berikut: Tentukan perkiraan profil tekanan sampai didasar sumur (seperti Gambar 5). Dengan menggunakan wellbore simulator tentukan profil keadaan dimulai dari dasar sumur (kedalaman 2.500 m) sampai sumur tersebut dapat mengalir kepermukaan dengan mengubah-ubah tekanan kepala sumur dan ketika berpotongan dengan tekanan air maka kedalaman tersebut adalah kedalaman casing production (1.050 m). Dengan cara yang sama tentukan kedalaman intermediate dan surface casing dengan mengubah-ubah tekanan kepala sumur sampai sumur flowing dan perpotongan dengan tekanan air murni merupakan kedalaman casing shoe ditempatkan (intermediate casing pada kedalaman 440 m, surface casing pada kedalaman 105 m).
Gambar 5. Casing setting depth berdasarkan metode Iceland
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
2.3 Metode Desain Casing Setelah menentukan kedalaman dan jumlah casing langkah selanjutnya adalah mendesain casing dengan memperkirakan tebal casing dan grade untuk mendukung berat saat: running casing, penyemenan casing, selama proses pemboran, selama uji sumur dan produksi atau perlakukan khusus terhadap sumur. Untuk sumur minyak dan gas perhitungan desain casing hanya melibatkan perhitungan burst, collapse, tension dan biaxial sedangkan untuk sumur panasbumi harus melibatkan suatu faktor yang sangat penting yakni temperatur. Sebelum mengetahui proses perhitungan desain casing sebaiknya mengenal terlebih dahulu sifat dari sebuah logam (metal ) seperti stress, strain (regangan), modulus young dll. 2.4 Stress, Strain dan Modulus Young Stress adalah internal resistance atau counterforce dari suatu material yang menyebabkan efek distorsi karena pengaruh gaya atau beban dari luar. Gaya (counterforce) ini menyebabkan atom kembali ke posisi semula. Total resistance yang terjadi sama dengan beban luar yang di berikan:
Stress = =
F A
(5)
dimana: = stress (psi) F = tekanan yang diberikan (psi) 2 A = luas area (in ) Ketika sebuah logam diberikan suatu beban maka akan terjadi distorsi atau deformasi tidak perduli berapa kuat logam tersebut atau ringannya beban. Jika beban yang diberikan kecil distorsi tersebut biasanya akan hilang ketika beban tersebut dilepaskan. Intensitas atau derajat distorsi dikenal sebagai strain (regangan). Jika distorsi hilang dan logam kembali kekeadaan semula dengan menghilangkan beban maka disebut sebagai regangan elastis (elastic strain), sedangkan jika distorsi hilang tetapi logam tetap terdistorsi disebut sebagai regangan plastic ( plastic strain): Strain = =
L
(6)
dimana: = strain (in/in)
= total elongation (in) L = panjang mula-mula (in) Thermal shock (stress) disebabkan oleh tidak seragamnya pemanasan atau pendinginan terhadap suatu material yang seragam. Ketika temperatur material meningkat, aktifitas molekul juga meningkat yang menyebabkan tekanan terhadap boundary yang menyebabkan terjadinya thermal stress. Thermal expansion coefficient () berhubungan dengan perubahan fraksi dalam
panjang
l
yang disebut dengan thermal strain
l
berubah persatuan derajat (T): l (7) l T l (8) T l Thermal stress dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Hooke: F atau l F (9) stress A E A l E l strain l
F A E F E T A T
(10) (11)
dimana: F = thermal stress (psi) A
l = panjang (in) l = perubahan panjang (in) E = modulus of elasticity (psi) o -1 = linear thermal expansion coefficient ( F ) o T = perubahan temperatur ( F) 2.5 Burst, Collapse, Tension dan Biaxial Konsep maximum load adalah konsep yang paling sering digunakan dalam mendesain casing karena metode ini mampu menangani masalah pemboran yang biasanya akan terjadi yakni beban burst maksimal terjadi saat sumur mengalami kick dan beban collapse maksimal terjadi saat sumur mengalami lost circulation. Desain casing strings biasanya meliputi kondisi burst, collapse, axial loads (tension, compression) dan efek dari temperatur. Prosedur perhitungan dan pemilihan casing adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan parameter-parameter sumur dihitung resultan burst dan collapse untuk panjang casing yang direncanakan. Kemudian dikalikan dengan safety faktor sehingga didapatkan hasil yang lebih besar dan digunakan untuk memilih casing. 2. Tebal dan grade casing dapat dilihat pada table casing. Pemilihan jenis casing dipilih jika harga burst dan collapse casing tersebut lebih besar dari perhitungan (desain burst dan collapse). 3. Menghitung harga axial load dan dikalikan dengan safety factor untuk mendapatkan garis desain tensile load. Casing dipilih jika harga tension dalam tabel lebih besar dari desain tensile load. 4. Pemilihan casing juga dilihat berdasarkan kurva elipse untuk biaxial yield stress dalam penentuan koreksi factor. Jika casing yang dipilih juga memiliki biaxial load yang lebih besar maka 93
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
casing tersebut akan di pilih. Tetapi jika tidak harus mengulangi prosedur pada point 2 yakni dengan menggunakan casing yang lebih kuat (grade yang lebih tinggi). 2.5.1 Surface casing a) Beban Burst Beban burst pada surface casing ditimbulkan oleh kolom gas yang mengisi seluruh panjang casing. Tekanan maksimum dipermukaan dapat diabaikan karena tekanan injeksi pada surface casing sangat rendah. Tekanan maksimum terdapat pada kaki casing sebesar tekanan injeksi.
Pada kaki casing IP = 0,052 (Gfr +SF) D
(12)
IP = 0,052 (Gfr +1) Ls
(13)
dimana: IP = tekanan injeksi (psi) Gfr = gradien tekanan rekah (ppg) SF = safety faktor (ppg) D = kedalaman (ft) Ls = panjang surface casing (ft)
Pressure (psi) 0
200
400
600
800
1000
200
400 ) t f (
600
B
h t p e 800 D
D
A
C
1000
1200
1400 Pi
Pe
Resultan
Desain
Gambar 6. Beban burst pada surface casing b) Beban Collapse Pada surface casing penyemenan dilakukan sampai kepermukaan. Tinggi kolom ini memberikan beban collapse sebesar densitas hidrostatik semen. Karena surface casing relatif tidak dalam terjadinya lost circulation memungkinkan kolom lumpur turun hingga dibawah kaki casing. Pe = 0,052 ρs Ls
Dengan mengganggap gradien hidrodtatik gas sebesar 0,115 psi/ft maka tekanan gas dipermukaan adalah tekanan injeksi dikurangi tekanan hidrostatik gas. Di permukaan: Ps = IP – 0,052 ρg Ls
(14)
Ps = [0,052 (Gfr+1) – 0,115] Ls
(15)
1200
0
(17)
dimana: Pe = tekanan luar casing (psi) ρs = densitas semen (ppg) Pada Gambar 7 garis a adalah resultan beban collapse karena didalam casing kosong sedangkan garis b adalah garis desain yakni garis a dikali desain faktor.
Pressure (psi) 0
200
400
600
800
1000
1200
0
dimana: ρg = densitas gas (psi/ft)
200
400
Casing juga mendapat tekanan dari luar yang sifatnya membantu casing dalam menahan beban burst. Tekanan di luar casing diasumsikan minimal sebesar tekanan hidrostatik air a sin.
) t f (
600
h t p e D 800
a
b
1000
1200
Pe = 0,465 Ls
(16)
Pe 1400 P i nt er na l
dimana: Pe = tekanan casing di luar casing (psi) Pada Gambar 6, garis B menggambarkan tekanan di luar casing. Maka resultan beban burst (garis C) sama dengan beban burst (garis A) dikurangi tekanan di luar casing (garis B). Garis D atau desain di dapat dengan mengalikan resultan (garis C) dengan desain faktor.
94
P e xt er na l
P r e su lt an
D es ai n
Gambar 7. Beban collapse pada surface casing c) Beban Tension Beban tension adalah beban dari berat rangkain casing yang digantung di dalam sumur. Dengan adanya lumpur didalam sumur akan memberikan gaya apung terhadap casing sehingga berat casing menjadi lebih ringan daripada berat diudara. Akibat lain dari gaya apung tersebut sebagaian rangkaian casing bagian bawah akan berada pada kondisi kompresi dan selebihnya dalam kondisi tension. Titik yang tidak berada pada kondisi kompresi atau tension disebut titik netral. Dalam perhitungan ditentukan berat casing didalam sumur.
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
BF 1
m 65.5
sehingga WM = L x wa x BF
(18) (19)
dimana : BF = gaya apung ρm = densitas lumpur saat casing dipasang (ppg) WM = berat casing (lbs) wa = unit berat casing di udara (lbs/ft) L = panjang seksi casing (ft)
d) Beban Biaxial Pengaruh beban biaxial terhadap casing ditunjukkan oleh kurva elips (Gambar 8). Misalnya terdapat suatu rangkain casing dengan burst dan collapse rating tertentu dan berada di dalam lumpur maka casing bagian atas akan mengalami tension yang menyebabkan kenaikan burst rating dan penurunan collapse rating. Sedangkan di bagian bawah akan mengalami kompresi yang menyebabkan penurunan burst rating dan kenaikan collapse rating. 2.5.2 Production Casing Perhitungan beban tension, collapse dan tension hampir sama dengan surface casing karena production casing juga disemen sampai kepermukaan. Dalam dunia panas bumi umumnya production casing hanya terdiri dari 1 jenis casing dengan ukuran dan grade yang sama dari atas sampai kebawah.
temperatur terhadap kedalaman ini sangat penting ketika mendesain casing dan sering juga digunakan sebagai data awal untuk perhitungan desain lainnya. 3. Perubahan maksimum temperatur dimana casing string diletakkan. Perbedaan temperatur ini merupakan perbedaan antara temperatur tertinggi ketika sumur dibuka dalam jangka waktu yang panjang dalam keadaan mengalir dan temperatur terendah ketika sumur ditutup dalam waktu yang lama. Batas temperatur ini pada dasarnya mempengaruhi kekuatan besi (steel) yang dibutuhkan dan desain stress saat casing lengket/menyatu dengan semen. Temperatur tinggi dapat menurunkan kekuatan casing oleh karena itu pengaruh temperatur sangat vital untuk perhitungan burst, collapse, tension dan biaxial. Netral temperatur adalah temperatur saat casing tidak mengalami stress (Tn) yang bergantung dengan dua faktor yakni temperatur sumur selama proses hidrasi semen menjadi solid (Tc) dan axial stress () pada casing karena berat dan mechanical tension yang ditambahkan pada kepala sumur (wellhead ). Peningkatan temperatur karena axial tension dirumuskan menjadi: (20) T
E
dimana:
T = peningkatan temperatur karena axial tension (oC) = axial stress (bar) o -1 = koefisien thermal expansion dari besi/steel ( C ) E = modulus elastisitas besi (bar)
T n T c T T c
E
(21)
dimana: Tn = Temperatur netral (oC) o Tc = Temperatur sumur ( C)
Gambar 8. Kurva elips beban biaxial 2.6 Pengaruh Temperatur Terhadap Desain Casing Ada 3 kriteria penting yang harus dipertimbangkan mengenai temperatur: 1. Maksimum temperatur disepanjang sumur mempengaruhi parameter lain seperti steel type, strength, laju korosi, scaling, pressure, threat lubricants, seal materials, desain semen dan mekanisme penyemenan. 2. Profil temperatur statik yang diibaratkan sebagai temperatur bumi sepanjang lubang sumur. Profil
Temperatur sumur (Tc) dapat didekati dengan menjumlahkan temperatur sumur (T) yakni saat diukur beberapa jam sebelum proses penyemenan ditambah dengan perubahan temperatur saat proses hidrasi semen menjadi solid (Tc), umumnya sekitar 38oC (100oF) (Shryock, 1982) sehingga: (22) T T T n
c
E
dimana: T = temperatur sumur saat diukur beberapa jam o sebelum proses penyemenan ( C) Persamaan temperatur stress pada pipe stress yang terjadi karena perubahan temperatur. Ketika proses penyemenan casing selesai, dan temperatur sumur akan naik (heat up). Compressive axial thermal 95
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
stress yang terjadi pada casing yang terpanaskan dari temperatur T1 ke T2 diberikan oleh persamaan 23. = E(T2-T1) = ET
Dengan cara yang hampir sama kondisi diluar plastic deformation maka nilai temperatur sumur harus lebih rendah dari Tmax (Tmax = Tn + Tmax) dengan:
(23)
T max dimana: σ = thermal stress 6
E = Modulus of Elasticity untuk besi = 2 x 10 bar = thermal expansion coefficient untuk besi = 1,24 x 10-5/oC o T1 = temperatur awal ( C) o T2 = temperatur akhir ( C) o T = perbedaan temperatur akhir dan awal ( C) Dengan memasukkan nilai E dan maka persamaan diatas menjadi: σ= 24,8T (bar)
(24)
Thermal stress menjadi compressive jika temperatur casing memasuki temperatur netral dan menjadi tensional jika temperatur casing lebih kecil. Jika dibandingkan dengan thermal stress sisa remaining ) axial stress seperti tension karena berat casing, buoyancy dan mechanical tension dapat diabaikan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa axial tension berkurang ke normal ( zero axial stress) collapse resistance Pc menjadi Pca. P ca P c
2 1 0 .75 ( / Y p ) 0 .5 / Y p (25)
dimana: Pca = pengurangan collapse resistence karena axial tension (psi) Pc = n ominal collapse resistance (psi) Yp = yield point (psi) Efek axial loading terhadap burst dan collapse dapat menjadi sangat signifikan sehingga perlu untuk diperhitungkan. Axial thermal stress juga dapat menyebabkan plastic deformation sehingga harus dicegah. Batas temperatur yang menyebabkan plastic deformation didefinisikan sebagai Tmin dan Tmax, diluar dari range tersebut akan mengalami deformasi. Saat casing didinginkan (proses injeksi) merupakan temperatur yang paling kecil atau dingin di dalam lubang sumur. Untuk masih dalam kondisi atau di luar plastic deformation maka harus memiliki nilai yang lebih besar dari Tmin (Tmin = Tn - Tmin), dimana Tmin dirumuskan: Y p (26) T min
E
Sedangkan kondisi terpanas adalah saat casing di shut in terutama untuk sumur uap sedangkan untuk sumur dua fasa kemungkinan di atas water level temperaturnya lebih kecil dibandingkan saat kondisi mengalir ( flowing ).
96
R1 R2Y p
(27)
E
dimana: R 1 = koefisien penambahan yield point karena compression (biasanya lebih besar dari 1). R 2 = koefisien pengurangan yield point karena meningkatnya temperatur (lebih kecil dari 1 ). 2.7 Cement Bond Logging (CBL) Cement Bond Log (CBL) adalah salah satu logging berguna bagi drilling engineer . CBL berguna untuk mengukur efektifitas perekatan antara casing dengan semen, semen dengan formasi, mengevaluasi efektifitas proses squeeze cementing yang dilakukan. CBL menggunakan prinsip amplitudo gelombang suara (sound wave) yang dipancarkan melalui dinding casing, semen dan formasi. III. DESAIN CASING LAPANGAN PANAS BUMI X Lapangan panas bumi X telah berproduksi selama kurang lebih 10 tahun dan banyak permasalahan yang terjadi terutama pada integritas casing. Survei integritas casing mulai dilakukan pada tahun 2001. Tercatat ada 1 sumur yang di plug & abandoned karena kerusakan casing pada Maret 2010 dimana saat itu sumur tersebut masih dapat berproduksi sebesar 5 MW.
Sumur unit Beta juga ada yang mengalami kerusakan casing padahal sumur tersebut dibor pada tahun 2007 dan mulai online ke sistem pembangkit (diproduksikan) pada awal 2009. Sumur make up well yang akan dibor memiliki letak yang berdekatan dengan sumur-sumur Unit Beta dan juga memiliki keadaan geologi yang hampir sama. Dalam penelitian ini akan dibahas secara rinci mengenai kerusakan casing di sumur XXX-1. 3.1 Kerusakan Casing Sumur XXX-1 Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya ada beberapa penyebab kerusakan casing seperti kesalahan desain lumpur pemboran, desain semen dan proses penyemenan, desain casing dan komposisi fluida produksi. Akan tetapi selain desain casing penyebab kerusakan casing tersebut hanya dipaparkan secara umum.
Dimulai pada tanggal 2 September 2009 sampai 22 Desember 2009, sumur XXX-1 mengalami penurunan yang sangat signifikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Laju produksi uap menurun dari 42,6 kg/s menjadi 15,6 kg/s. Dalam tiga setengah bulan terjadi penurunan produksi sebanyak 27 kg/s. Untuk mengetahui masalah yang
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
terjadi pada sumur tersebut dilakukan survei tekanan dan temperatur dengan menurunkan alat Kuster. Sesuai dengan prosedur sebelum memasukkan suatu alat survei terlebih dahulu melakukan run dummy yang berfungsi untuk memastikan lubang sumur tidak ada hambatan. Tetapi alat tersebut tidak dapat masuk melebihi kedalaman 382 m sehingga run PT. Kuster dibatalkan. Dari kejadian ini maka diputuskan running video camera untuk melihat secara langsung keadaan lubang sumur. Alat video camera memiliki keterbatasan suhu yakni sampai o o suhu 250 F atau 121 C karena itu sebaiknya di run dalam keadaan sumur yang dingin. Sumur terlebih dahulu diinjeksikan dengan air dingin (disebut dengan proses killing well ). Killing dilakukan dengan menginjeksikan air kondensat menggunakan High Pressure Pump. Rate injeksi digunakan secara bertahap yakni mulai dari 0,5 lt/s sampai 20 lt/s. Dilakukan bertahap agar casing tidak mengalami pendinginan secara mendadak. Untuk pekerjaan killing sumur biasanya dibutuhkan waktu 6 jam sampai 1 hari tergantung banyaknya gas didalam sumur. Setelah sumur kill (mati), HP Pump diganti dengan menggunakan centifugal pump untuk menjaga agar sumur tetap dalam kondisi mati (proses ini dinamakan quenching well ). Saat alat video camera diturunkan sumur masih dalam keadaan quench tetapi dijaga dengan laju injeksi terendah di mana temperatur sumur tidak build up. Saat video camera turun dan berada pada zona interest maka pompa akan dimatikan agar gambar yang dihasilkan lebih baik. Kondisi casing dalam keadaan baik ditunjukkan pada Gambar 10. Casing kelihatan masih berbentuk bulat dan dinding casing juga keliahatan baik. Tetapi perlu diperhatikan lamanya build up temperatur dari sumur tersebut. Video camera diturunkan sampai kedalaman 761,9 m tetapi gambar yang dihasilkan (Gambar 11) mulai dari kedalaman lebih 420 m sudah tidak jelas karena sumur build up dan harus diquench kembali. Kualitas gambar juga dipengaruhi oleh jernihnya air yang diinjeksikan kedalam lubang sumur.
Gambar 10. Casing saat kondisi dinding casing baik
Gambar 11. Penampakan didalam casing yang kurang jelas
60.00
50.00
) s / g k ( r 40.00 i l A u j a L30.00 & ) r a b ( 20.00 P H W 10.00
0.00 06/02/2009
28/03/2 009
17/05/2009
06/07/2009
25/0 8/2009
14/10/2009
03/12/2009
Tanggal WHP
22/01/2010
Gambar 12. Kerusakan casing p ada sumur XXX-1 (kedalaman 382 m)
Laju Alir Uap
Gambar 9. Laju produksi sumur XXX-1
97
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
1297 1336 1383 1481 1541 1595 1598 1672 1710
8.6 8.6 8.6 8.6 8.6 8.6 8.4 8.7 8.6
KCL Brine KCL Brine KCL Brine KCL Brine KCL Brine KCL Brine KCL Brine KCL Brine KCL Brine
1
12 /4" 12 /4" 12 /4" 1 12 /4" 1 12 /4" 1 12 /4" 8 /2" 8 /2" 81/2"
3.3 Desain Semen dan Proses Penyemenan 1. Surface Casing Untuk penyemenan surface casing (OD=20”) dengan kedalaman 412 mMD (406 mTVD) menggunakan komposisi semen seperti pada Tabel 2.
Gambar 13. Kerusakan casing pada sumur XXX-1 (thread damage dan scratch on casing wall ) Hasil video camera menunjukkan kerusakan casing pada sumur XXX-1 yakni termasuk kategori berat karena casing telah mengalami kebocoran (damage), goresan dan thread damage seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12 dan 13. 3.2 Desain Lumpur Pemboran Sumur XXX-1 Tabel 1 adalah desain lumpur yang digunakan pada saat pemboran XXX-1. Pada ukuran lubang 26” digunakan tipe lumpur gel polimer dengan densitas antara 8,9 – 9.1 ppg. Pada saat pemboran setiap 15 m dilakukan pembersihan lubang ( swept hole) dengan 40 bbl hi-vis mud.
Tabel 1. Desain lumpur pemboran sumur XXX-1 Depth (m) 95 188 250 352 412 412 501 590 670 752 811 842 842 1046 1178 1220 98
MW (ppg) 8.9 9 9 9.1 9.1 8.9 9 9.1 9 9 9 8.6 8.6 8.6 8.6 8.6
Mud Type Gel Polymer Gel Polymer Gel Polymer Gel Polymer Gel Polymer Gel Pol/KCL/PHPA Gel Pol/KCL/PHPA Gel Pol/KCL/PHPA Gel Pol/KCL/PHPA Gel Pol/KCL/PHPA Gel Pol/KCL/PHPA KCL Brine KCL Brine KCL Brine KCL Brine KCL Brine
Hole Section 26" 26" 26" 26" 26" 1 17 /2" 17 /2" 17 /2" 17 /2" 1 17 /2" 1 17 /2" 1 12 /4" 12 /4" 12 /4" 121/4" 121/4"
Tabel 2. Komposisi semen zona surface casing Saat melakukan run dan setting casing pada kedalaman 412 mMD dalam laporan penyemenan dinyatakan sukses dan tidak ada masalah karena mendapatkan cement return ke permukaan dengan densitas 14,2 ppg. 2. Production Casing Stage 1 Untuk penyemenan production casing stage 1 (OD=13 3/8”) dengan kedalaman top 412 mMD sampai kedalaman 821 mMD menggunakan komposisi semen seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi semen zona production casing 1
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
3. Production Casing Stage 2 Untuk penyemenan production casing stage 2 (OD=13 3/8”) dengan kedalaman top 0 mMD sampai kedalaman 389 mMD menggunakan komposisi semen seperti pada Tabel 4.
Perubahan pH air reservoir. Memonitor kandungan kimia air injeksi. Problem solving.
2. 3.
Setiap bulan sampel fuida produksi sumur XXX-1 diambil dan dianalisis, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa: 1.
Tabel 4. Komposisi semen zona production casing 2 3.4 Komposisi Fluida Produksi Data kimia fluida panas bumi berguna untuk memberikan perkiraan mengenai sistem panasbumi yang terdapat di bawah permukaan (misalnya: temperatur dan jenis reservoir, asal muasal air), serta untuk mengetahui sifat fluida khususnya tentang sifat korosinya dan kecenderungan untuk membentuk endapan padat ( scale) yang diperlukan untuk perencanaan sistim pemipaan dan sistim pembangkit listrik.
Kandungan kimia fluida panas bumi di suatu tempat dapat berbeda-beda, tidak hanya dari lapangan ke lapangan, tetapi juga dengan yang diperoleh dari suatu tempat dan tempat lainnya meskipun keduanya terdapat di lapangan yang sama. Ada beberapa kegunaan data kimia pada tahap produksi diantaranya: 1.
Memonitor kandungan kimia fluida sumur, untuk mendapatkan informasi mengenai: Reinjection returns (diindikasikan oleh adanya peningkatan kandungan klorida). Penurunan entalpi fluida (diindikasikan oleh adanya penurunan konsentrasi silika). Masuknya air hasil pemansasan uap kedalam reservoir (incursion steam heated water into the reservoir). Hal ini diindikasikan oleh adanya rasio peningkatan sulfat/klorida. Perubahan tingkat pendidihan air. Hal ini dapat diketahui dari perbandingan CO2/H2S. Perubahan zona produksi di dalam sumur. Perubahan potensi scaling.
Total gas content untuk sumur XXX-1 sepanjang tahun 2009 relatif stabil. Perbandingan CO2 dan H2S juga relatif stabil yaitu dibawah 10. 2. Dari sampel separated water terlihat adanya penambahan sulfat yang signifikan sampai 158.2 mg/kg pada bulan September. Hal ini mengindikasikan adanya air kondensat yang masuk kedalam sumur. Yang dapat menyebabkan terjadinya scaling (karbonat/anhidrit). Terbukti bahwa mulai bulan Maret 2009 terjadi penurunan uap yang sangat signifikan. 3. pH berada pada kisaran harga 5,6 sampai 8 yang menunjukkan fluida produksi bersifat netral. 4. Skala Indeks Silika (SSI) disumur XXX-1 sangat kecil dan nilai terbesar yang tercatat adalah 0,26. Jika nilai Skala Indeks Silika lebih kecil dari 1 maka kemungkinan terjadinya scaling (silika) sangat kecil. 3.5 Desain Awal dan Desain Aktual XXX-1 merupakan sumur yang memasok Unit Beta, sumur ini dibor/ spud pada tanggal 10 Mei 2007 dan mulai masuk kedalam sistem pada bulan januari 2009. Tujuan dari pemboran XXX-1 adalah menambah steam deliverability untuk Unit Beta, memperbaiki data geologi dan reservoir yang diperlukan untuk memperbaiki reservoir modelling . 3.6 Desain Awal 1. Perkiraan kondisi geologi, lubang sumur dan reservoir Dugaan geologi di XXX-1 berpatokan pada data geologi pemboran sumur sebelumnya. Litologi XXX-1 diharapkan menembus batuan argillized proximal facies andesitic pada kedalaman 0 - 400 m MD, menembus batuan altered proximal-medial facies yang terdiri atas batuan piroklastik dan lava pada kedalaman 400 – 800 m MD dan pada kedalaman yg lebih dalam yakni 800 – 1912 m MD menembus batuan yang umumnya terdiri dari batuan piroklastik dengan layer lava yang tipis. Alterasi terjadi dari permukaan sampai 680 m MD yakni sedang menuju tinggi argillezed (50 – 100%) teralterasi menjadi propylitic pada kedalaman 900 m. Kedalaman 680 sampai total depth, propylitic teralterasi dengan zona phyllic dan berasosiasi dengan struktur dalam intensitas tinggi (> 50% batuan teralterasi).
99
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
Rencana trajektori pada sumur XXX-1 dapat dilihat pada Gambar 17. Hampir sama dengan pemboran sumur sebelum sumur XXX-1, beberapa zona lost (diatas reservoir) kemungkinan ditemukan pada kedalaman 600 – 800 m MD (Gambar 18). Target
utama dari sumur ini adalah fault F5 dan perpotongan antara NS dan F12 sedangkan target lain yakni NE Bounding Faults ditemukan pada kedalaman yang lebih dalam (seperti ditunjukkan dalam Tabel 2).
Tabel 2. Perkiraan kedalaman fault yang akan ditembus Target F5 F9 F 12 & NS NE Bounding Fault
Range (m MD) 1000 – 1100 1100 – 1200 1300 – 1400 1500 – 1600 atau 1700 - 1800
Gambar 17. Rencana trajectori XXX-1
100
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
o
Temperatur 245 C diperkirakan sudah dicapai pada kedalaman antara 800 – 950 m MD. Temperatur tidak akan berubah secara signifikan sampai total depth karena umumnya pada zona steam tekanan juga hampir relatif sama (berubah sesuai dengan densitas steam yang relatif sangat kecil dibandingkan dengan densitas air). Perkiraan tekanan reservoir antara 40 – 45 bar. 2. Desain casing Dari perkiraan kondisi geologi, lubang sumur dan reservoir dapat diperkirakan casing setting depth, ukuran casing, berat casing dan kekuatannya untuk menahan beban burst, collapse, tension dan biaxial untuk XXX-1 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Catatan: 1) Asumsi untuk collapse loading: casing diisi penuh dengan gradient air asin yang mempunyai tekanan hidrostatik sebesar 0,465 psi/ft. 2) Asumsi untuk burst loading: leaking steam pressure pada casing produksi 13 3/8” yakni 588 psi. 3) Tekanan maksimum di lubang sumur untuk kondisi sumur uap adalah 588 psi.
4) FIT (Formation Integrity Test) yang dilakukan adalah 12,5 ppg (gradient = 0,65 psi/ft). 5) FIT = 12,5 ppg EMW setara dengan tekanan 850 psi pada casing shoe 20”. Dengan kondisi tekanan maksimum didalam lubang sumur adalah 588 psi artinya formasi memiliki safety factor sebesar (850/588) = 1,42. 6) Casing shoe 13 3/8” dipasang 50 m sebelum mencapai top reservoir. Top reservoir diperkirakan berada disekitar 900 m MD. Hasil dari analisis MeB akan mengkonfirmasi letak casing shoe dengan melihat penurunan kurva indeks MeB. 7) Buttress connection casing 13 3/8” (dengan torque rings) adalah torsi maksimum buttress 13 3/8” ditambah 2000 ft-lbs. 8) Sumur ini menggunakan dual stage collar dalam penyemenan. Liner hanger dan tie back system dipadukan untuk menghasilkan kesatuan casing 13 3/8”. Secara keseluruhan program sumur XXX-1 dirangkum pada Tabel 5 dan kondisi lubang sumur ditunjukkan pada Gambar 15 yang menunjukkan perkiraan batuan yang akan ditembus saat melakukan pemboran di XXX-1.
Tabel 5. Rangkuman desain casing XXX-1 No
1 2 3 4 5
Jenis Ukuran Kedalaman Berat Grade Casing Casing (inchi) Setting (m MD) (ppf) Konduktor 30 48 234 X-52 Surface 20 400 133 K-55 Production 13 3/8 900 68 L-80 Liner 10 3/4 1595 40,5 K-55 Liner 7 1710 26 K-55
ID Collapse Burst Tension (inchi) Rating (psi) Rating (psi) Rating (klbs) 28,5 n/a n/a n/a 18,73 1500 3060 3094 12,415 2270 5020 1557 10,05 1580 3130 630 6,276 4320 4980 415
Gambar 15. Perkiraan keadaan lubang sumur XXX-1 101
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
3.7 Desain Aktual
Sumur XXX-1 dibor dalam waktu 36 hari. Selama operasi pemboran ada sedikit perubahan yang terjadi misalnya dalam desain awal untuk mencapai target hanya menggunakan tiga konfigurasi casing yakni surface casing 20”, production casing 13 3/8”
dan liner 9 5/8” menjadi empat konfigurasi casing yakni surface casing 20”, production casing 13 3/8”, liner 10 3/4” dan liner 7” (Gambar 16). Rangkuman data-data pemboran ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rangkuman ukuran lubang, parameter pemboran dan data casing dari setiap casing yang dipasang pada sumur XXX-1 Ukuran Lubang Ukuran Ukuran Lubang Casing/Liner 30" 30" 26" 20" 1 1 17 /2" 13 /2" 121/4" 1
8 /2"
Kedalaman shoe (m) 48 410 821
101/4"
1595
7
1709
Parameter Pemboran Ukuran ROP (m/hr) Lubang 26" 0.5 - 98.6 Ave - 7.8 1 17 /2" 1.2 ∞ 56.8 Ave – 7.4 1 12 /4" 1.4 – 61.6 Ave - 17 1 8 /2" 3.1 – 58.1 Ave – 11
Fluida Pemboran
Bit yang digunakan
Interval Kedalaman Pemboran (m) 48 - 412 412 - 822
Gel Polymer mud 2 KCL PHPA 2 Polymer mud KCL Brine & 3 822 - 1595 Fresh Water Fresh Water 1 1595 - 1710 Seluruh kedalaman diukur dalam RKB Rig Kelly Bushing = 9, 8 m
WOB (klbs)
RPM String/Bit
Laju Alir (gpm)
4 - 43 Ave - 27 7 – 36 Ave – 22 1 – 31 Ave – 16 1 – 17 Ave – 14
0 – 77/55 – 197 Ave – 43/148 0.81/87 – 373 Ave – 35/141 0.102/91 – 210 Ave – 45/ 161 55 – 101 Ave - 88
726 – 980 Ave - 890 594 – 925 Ave – 835 450 – 790 Ave – 692 709 – 1149 Ave - 878
SPP (psi)
Torque (psi)
336 – 2274 Ave – 1656 754 – 2407 Ave – 1849 613 – 1886 1883 863 – 2003 Ave - 1169
320 – 1631 Ave - 986 372 – 1561 Ave – 879 367 – 2725 Ave - 1336 1744 – 2378 Ave - 2076
Data Casing Casing/Liner Conductor Surface Production Perforated Liner Perforated Liner
Jumlah Joint 33 70 69
Ukuran (Inches) 30 20 13.375 10¾
ID (Inches) 28.50 18.73 12.415 10.050
Keterangan X-52 ; 234 ggf, 0.75 WT K-55 ; 133 ggf, BTC L-30 , 68 ggf, BTC K-55 , 40.5 ggf, Butt
Panjang (m) 48.0 410.0 821.0 795.43
12
7
6.276
K-55, 26 ggf, BTC
136.77
Dalam penentuan production casing shoe digunakan Methylene Blue Analysis (MeB). Selain itu dapat juga digunakan untuk menentukan top of reservoir dan reaktif clay rich beds (tuffaceous siltstone) yang umumnya penyebab masalah dalam pemboran (stuck). Prinsipnya mengukur perubahan kapasitas ion didalam batuan (dalam hal ini diwakili oleh cutting) yang umumnya dikontrol dengan kandungan smectite. Umumnya MeB index
102
diatas 10 mengindikasikan smectite, interlayered illite-smectite atau interlayered chlorite-smectite sebagai clay, ketika respon MeB (dibawah 10) mengindikasikan illite atau kaolinite sebagai clay. Production casing shoe umumnya diletakkan jika kandungan smectite mengecil (MeB index sangat kecil). Untuk sumur XXX-1 MeB analisis diperlihatkan pada Gambar 16.
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
0
335.5 – 366 m
Andesite
XXX-1 MeB Index Variation with Depth VS Temp. MWD
366 – 435 m
Coarse Pyroclastic
MeB & ºC Index
435 – 450 m
Andesite
450 – 480 m
Lithic Tuff
480 – 495 m
Andesite
495 – 513 m
Coarse Pyroclastic
513 – 525 m
Andesite
525 – 543 m
Coarse Pyroclastic
543 – 576 m
Andesite
576 – 585 m
Coarse Pyroclastic
585 – 597 m
Andesite
597 – 626 m
Coarse Pyroclastic
626 – 648 m
Andesite
648 – 714 m
Coarse Pyroclastic
714 – 738 m
Lithic Tuff
738 – 756 m
Andesite
756 – 771 m
Lithic Tuff
771 – 783 m
Coarse Pyroclastic
783 – 806 m
Tuff
806 – 825.5 m
Coarse Pyroclastic
825.5 – 831 m
Lithic Tuff
831 – 946 m
Coarse Pyroclastic
946 - 979.5 m
Lithic Tuff
979.5 – 996.5 m
Coarse Pyroclastic
996.5 – 1098 m
Lithic Tuff
1098 – 1104 m
Lithic Tuff
1104 – 1108 m
No Cuttings Return
1108 – 1152 m
Lithic Tuff
1152 – 1179 m
Lithic Tuff
1179 – 1673
No Cuttings Return
1673 – 1674.5
Coarse Pyroclastic
1674.5 – 1679
No Cuttings Return
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
100
200
300
400
500
600
) 700 B K R r 800 e t e M ( h t 900 p e D 1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
MeB Index
MWD Temp (ºC)
Gambar 16. MeB analisis sumur XXX-1 Tabel 8. Jenis batuan pada pemboran sumur XXX-1
1679 – 1680
Coarse Pyroclastic
Kedalaman
Jenis Batuan
1680 – 1684
No Cuttings Return
54 – 84 m
Coarse Pyroclastic
1684 – 1685
Lithic Tuff
84 – 96 m
Christal Tuff
1685 – 1690
No Cuttings Return
96 – 128 m
Coarse Pyroclastic
1690 – 1691
Lithic Tuff
128 – 134 m
Andesite
1691 - 1710
No Cuttings Return
134 – 144 m
Coarse Pyroclastic
144 – 153 m
Andesite
153 – 183 m
Coarse Pyroclastic
153 – 183 m
Coarse Pyroclastic
183 – 227 m
Andesite
227 – 245 m
Coarse Pyroclastic
245 – 261 m
Andesite
261 – 335.5 m
Coarse Pyroclastic
Dari pemboran didapat data litologi sumur XXX-1 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. Tekanan formasi atau pori dihitung berdasarkan asumsi fluida didalam pori adalah air asin, tekanan rekah dihitung berdasarkan metode Hubbert and Willis dan tekanan overburden dihitung dari penjumlahan perkalian densitas batuan terhadap kedalamannya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17 dan 18.
103
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3 0
0 83.99
100
127.79 152.54
200
225.15 300
258.39 361.02
400 )
) 442.43 m ( n 485.95 a m515.16 a l a d 565.06 e K585.70
500 600
m ( n a m a l a d e K
700
636.06 724.72
800
756.78 790.27
900
813.81 938.56
1000
1069.52 0
50
100
150
200
250
300
Tekanan Overburden (bar) Densitas Batuan
Tekanan Overburden
Gambar 17. Grafik densitas batuan dan tekanan overburden vs kedalaman
Pressure (psi) 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
5500
6000
0
200 400
600 ) m ( h t 800 p e D 1000
1200 1400
1600 Overburden Pressure
Pore Pressure (drillin g)
Fracture Gradient
Mud
Gambar 18. Tekanan formasi, tekanan rekah dan overburden XXX-1 3.8 Penyelesaian Sumur (Well Completion) Setelah sumur XXX-1 selesai dibor, dilakukan tes untuk mengetahui kemampuan atau kapasitas sumur dalam menghasilkan steam. Serangkaian tes dilakukan mulai dari menginjeksikan air dingin selama 1 hari untuk mengetahui zona produksi ( feedzone), menutup sumur agar memanas (heating up) pada berbagai hari (Gambar 19 dan 20) dan 104
kemudian melakukan run caliper serta P-T Spinner untuk mengetahui zona produksi sumur tersebut (Gambar 21). Feedzone dapat dideteksi dari profil temperatur pada berbagai hari, dari data tersebut dapat terlihat bahwa feedzone terdapat pada kedalaman 1.175 mMD. Demikian juga pada kurva spinner yang menunjukkan penurunan frekuensi secara tiba-tiba (signifikan).
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
XXX-1
XXX-1
0
0
200
200 g n i s a c " 8 /
400
600
400
) 800 m ( n o i t 1000 a v e l E
r e n i l " 4 /
1200
1600
r e n i l " 4 / 3 0 1
1200
3 0 1
1400
3 3 1
600
3 3 1
800 ) m ( n o i t 1000 a v e l E
g n i s a c " 8 /
1400 1600
7" liner
7" liner
1800
1800
2000 2000
0 0
10
Tekanan saat Injeksi P_8 hari P_75 hari
20
30 40 Press (barg) P_1 hari P_12 hari P_090610
50
50
100 150 200 Temp (deg C)
60 Temperatur saat Injeksi T_8 hari T_75 hari
P_2 hari P_23 hari
T_1 hari T_12 hari T_090610
250
300
T_2 hari T_23 hari
Gambar 19. Profil tekanan sumur XXX-1 terhadap waktu
Gambar 20. Profil temperatur sumur XXX-1 terhadap waktu
3.9 Perhitungan Desain Casing Temperatur formasi dapat diukur saat pemboran yakni sebelum meletakkan casing produksi yang dikenal dengan SFTT (Static Formation Temperature Test ). SFTT dilakukan untuk menentukan Top of Reservoir (TOR) dan penempatan casing shoe agar reservoir jangan sampai tertutupi oleh casing. SFTT bersifat alternatif artinya dapat dilakukan atau tidak tergantung dari data yang didapat saat pemboran misalnya tidak ada cutting yang sampai dipermukaan sehingga geologist tidak dapat menentukan secara tepat letak TOR. Test ini juga mahal karena pemboran terhenti untuk beberapa jam sehingga jarang dilakukan. Test ini dilakukan dengan terlebih dahulu menghentikan sirkulasi, alat pengukur temperatur diturunkan sampai kedalaman yang dituju (log down) dan melakukan stationary (pengukuran saat alat diam) kemudian mencatat kenaikan temperatur terhadap waktu. Setelah beberapa waktu yang ditentukan untuk stationary alat pengukur temperatur diangkat kembali sambil melakukan pengukuran (log up). Data yang diamati adalah data saat stationary untuk menentukan temperatur formasi yang sebenarnya saat keadaan statik. Dengan memanfaatkan horner plot dapat ditentukan temperatur statik formasi yakni dengan melakukan plot antara build up temperatur dan logaritma dimensionless horner time (t p + ∆t)/ ∆t, dengan t p adalah waktu sirkulasi sebelum shut in
dan ∆t adalah waktu saat build up. Titik-titik yang didapat kemuadian diregresi secara linear dan diekstrapolasi sampai ∆t yang infinite untuk menghasilkan temperatur formasi yang sebenarnya pada keadaan statik (Gambar 22). XXX-1 RPS (hz) 0
50
10 0
1 50
200
250
0
200
400
) m ( n a m a l a d e K
600
800
1000
1200
1400
0
50
100
150
200
250
300
Tekanan (bar) & Te mperatur (deg C) Spinner
Pressure
Temperature
Gambar 21. PT Spinner XXX-1
105
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
digunakan dalam penentuan Tmin dan Tmax yang diperbolehkan didalam casing agar tidak terjadi deformasi dengan menggunakan persamaan 26 dan 27. Hal sama juga dilakukan untuk perhitungan burst tetapi menggunakan t emperatur saat produksi. Nilai Pca/Pc dicari yang paling kecil untuk diambil sebagai nilai safety factor dan untuk perhitungan burst didapat SF sebesar 1,68. Tabel 9. Properti casing terhadap efek temperatur
Gambar 22. Contoh grafik Horner Plot Tetapi dalam penelitian ini SFTT tidak dilakukan, pengukuran temperatur hanya dilakukan saat sumur selesai dibor (casing telah terpasang) atau disebut sebagai heating up temperature surveys. Dalam kasus ini temperatur formasi yang valid hanya pada bagian liner sedangkan di dalam casing menjadi tidak akurat. Dari profil temperatur yang diambil terhadap waktu akan ditentukan perkiraan temperatur formasi yakni dengan menggunakan persamaan 22 dengan mengasumsikan bahwa temperatur netral sama dengan temperatur formasi. Berikut contoh perhitungan collapse untuk casing produksi L-80 68 ppf pada lampiran B dalam penentuan safety factor. Pertama dicatat temperatur saat injeksi terhadap kedalaman karena efek kompresi selama pendinginan terhadap collapse sangat krusial dalam kasus produksi uap dan kemudian didinginkan dan juga temperatur formasi hasil perhitungan persamaan 22. Nilai modulus elastisitas berubah terhadap temperatur dalam hal ini temperatur injeksi (seperti ditunjukkan pada Tabel 9) dan juga pada yield strength. t (thermal stress) dihitung dengan persamaan 23. Kemudian dihitung YPcorr dengan rumus YPcorr = YP x YP factor temperatur. Dengan menggunakan persamaan 25 maka dapat ditentukan nilai Pca pada tiap-tiap segmen kedalaman dan kemudian menentukan nilai safety factor. Konsep SF adalah perbandingan nilai rating casing dengan Pca (karena tension reduction). Misalnya untuk casing L-80 68 ppf dan karena jenis casing sama untuk production casing (L-80) maka saat collapse nilai Pca/Pc yang paling kecil adalah dibagian bawah yakni sekitar 810m maka pengurangan collapse terbesar adalah didaerah tersebut yakni (0,59 x 80000 = 47.781,31). Jadi desain casing untuk L-80 harus dikalikan 1,67 agar reduction yang terjadi masih dapat diatasi (tidak terjadi failure). Temperatur formasi juga 106
Pada Gambar 23 dapat dilihat batas Tmin dan Tmax pada casing (casing production hanya terletak sampai kedalaman 822 mMD). Saat sumur didinginkan casing tidak mengalami plastic deformation karena lebih besar dari temperatur Tmin, begitu juga saat dipanaskan (kondisi tertinggi pada saat sumur di shut-in) masih lebih kecil dari temperatur Tmax sehingga tidak akan mengalami deformasi. Temperatur (deg C) 0.00
50.00
100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00
400.00 450.00 500.00
0 200 400 ) 600 m ( n 800 a m a 1000 l a d e K 1200
1400 1600 1800 Tmax
Tmin
Tn
T inj
T shut-in
Gambar 23. Profil temperatur sumur XXX-1 pada berbagai keadaan Saat sumur berproduksi adalah kondisi paling lama (sering) sehingga perhitungan penurunan kekuatan casing terhadap temperatur berdasarkan kondisi produksi. Sumur XXX-1 selalu dibuka dengan maksimum akan tetapi profil tekanan dan temperatur didalam sumur tidak pernah diukur dalam kondisi ini sebab laju alir sumur XXX-1
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
sangat besar dan alat pengukur P-T sulit dan berbahaya untuk dirun di dalam lubang sumur. Untuk hal tersebut dilakukan simulasi lubang sumur dengan menggunakan wellbore simulator . Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 24 dibawah ini. Tekanan (bar) & Temperatur (deg C) 0
50
100
150
200
250
Tension (lbf) 0 .00
50 000 0.0 0
10 000 00. 00
1 500 000 .0 0
2 00 000 0.0 0
2 50 000 0. 00
0 200 400 ) t f ( h t p e D
600 800
0 1000 200
1200
400
1400
600
Tension
) m (
n 800 a m a l a 1000 d e K
Desain
Tension Rating
Gambar 27. Beban tension pada surface casing Desain surface casing tidak memenuhi kriteria karena desain collapse lebih besar dari collapse rating casing tersebut yakni bersinggungan pada kedalaman 1.170 ft (356 m).
1200 1400 1600 1800 Profil Temperatur
Profil Tekanan
Gambar 24. Profil tekanan dan temperatur kondisi produksi maksimum Untuk perhitungan desain casing dilakukan dengan metode maximum load casing design. Pada metode ini penentuan jenis kondisi dilakukan berdasarkan kondisi terburuk yang dialami oleh rangkaian casing. Burst merupakan kriteria pertama dalam menentukan pilihan casing kemudian diikuti collpase, tension dan biaksial.
2. Production Casing Casing ini di setting sampai kedalaman 812 mMD dengan diameter luar casing sebesar 13 3/8”. Gambar 28 menunjukkan beban burst di mana desain yang dilakukan masih memenuhi kriteria. Desain faktor sebesar 1,69 setelah memperhitungkan efek temperatur. Pressure (psi) 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 500
) t f (
1000
h t 1500 p e D
1. Surface Casing
2000
Pressure (psi) 0
500
1000
1500
2500
2000
2500
3000
3500
0
3000
200
Pi
400
Pe
Result an
Desa in
L-80 6 8 pp f
Gambar 28. Beban burst pada production casing
) t f ( 600 h t p e 800 D
Pressure (psi) 0
1000
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0
1200 500 1400 Pi
Pe
R esul ta n
D es ai n
1000
K -55 13 3 ppf
) t f ( h1500 t p e D
Gambar 25. Beban burst pada surface casing
2000
Pressure (psi) 0
200
400
600
800
1000
1200
2500
1400
1600
1800
2000 3000
0
P i nt er na l
P e xt er na l
P r es ul ta n
D es ai n
L 80 6 8 p pf
B ia xia l
200
Gambar 29. Beban collapse pada production casing 400 ) t f (
h t p e D
Tension (lbf) 0. 00
600
5 00 000 .0 0
1 000 000 .0 0
1 500 00 0. 00
20 00 00 0. 00
25 000 00. 00
0
800 500
1000 1000 ) t f (
1200
h t 1500 p e D
1400
2000
P i nt er na l
P e xt er nal
P r es ul ta n
D es ai n
K 5 5 1 33 p pf
B ia xi al 2500
Gambar 26. Beban collapse pada surface casing
3000 Tension
Desain
Tension Rating
Gambar 30. Beban tension pada production casing 107
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa desain production casing yang dilakukan tidak memenuhi kriteria karena desain collapse lebih besar dari collapse rating casing tersebut (Gambar 28). 3.10 Desain Rekomendasi Desain rekomendasi harus diberikan karena desain casing aktual tidak memenuhi kriteria. Kemungkinan tidak memperhitungkan thermal stress yang dapat memberikan efek turunnya kemampuan atau kekuatan casing. Desain yang diberikan di mulai dari perhitungan casing setting depth. 3.11 Penentuan Casing Setting Depth Saat mendesain casing langkah pertama yang dilakukan adalah setting kedalaman casing yang akan di pasang berdasarkan parameter-parameter penting sepeerti tekanan formasi ( pore pressure), tekanan rekah ( fracture pressure) dan tekanan overburden. Gambar 31 sampai 33 menggambarkan penentuan casing setting depth untuk metode New Zealand, Filipina dan Iceland pada sumur XXX-1.
Gambar 32. Casing setting depth metode Filipina
Gambar 33. Casing setting depth metode Iceland
Gambar 31. Casing setting depth metode New Zealand Metode New Zealand menghasilkan casing setting depth seperti pada Gambar 31. Production casing shoe diletakkan pada kedalaman 625 m, intermediate casing shoe pada kedalaman 250 m dan surface casing pada kedalaman 100 m. o Sedangkan metode Filipina temperatur 220 C dicapai pada kedalaman 1.000 m, sehingga casing production diletakkan pada kedalaman tersebut (Gambar 32). Metode Iceland sangat berbeda dari kedua metode sebelumnya. Kedalaman production casing sangat dangkal karena sumur XXX-1 adalah sumur dominasi uap. Dari Gambar 33 didapat kedalaman production casing 325 m. Metode Iceland lebih cocok digunakan untuk sumur dominasi air.
108
Dari ketiga metode diatas casing setting depth yang paling minimum adalah metode Iceland karena casing yang digunakan hanya 325 m. Tetapi mengingat reservoir masih terlalu dalam metode ini tidak sesuai untuk dilakukan. Metode New Zealand harus menggunakan 3 tipe casing yakni surface, intermediate dan production yang akhirnya akan memperkecil diameter dari production casing. Tetapi metode ini aman untuk digunakan. Sedangkan metode Filipina menggunakan 2 tipe casing yakni surface dan production casing. Tetapi production casing menjadi lebih dalam dan jika dilihat dari hasil MeB analisis, metode ini dapat dimodifikasi setidaknya casing shoe diletakkan sebelum masuk zona reservoir agar casing kokoh letaknya. Casing setting depth untuk surface casing didasarkan atas kemampuan burst casing K-55 133 ppf sehingga harus diletakkan pada kedalaman 340 m dan production casing diletakkan pada kedalaman 810 m.
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
Tension (lbf)
0 .0 0
5 00 00 0. 00
1 00 00 00 .0 0
1 50 00 00 .0 0
2 00 00 00. 00
2 50 00 00 .0 0
0
200
400 ) t f ( h t p e D
600
800
1000
1200 T en si on
De sa in
T en si on Ra ti ng
Gambar 37. Desain rekomendasi tension surface casing Sumur XXX-1 Gambar 34. Rekomendasi casing setting depth 3.12 Casing Design Desain rekomendasi yang dilakukan pada sumur XXX-1 adalah mengganti grade casing agar sesuai dengan kriteria desain.
1. Surface Casing Proses perhitungan menghasilkan desain burst, collpase, tension dan biaxial yang dapat dilihat pada Gambar 35 sampai 37. Grade yang didesain tetap sama dengan desain aktual yakni K-55 133 ppf.
2. Production Casing Hampir sama dengan surface casing desain casing rekomendasi adalah dengan cara mengganti grade casing menjadi lebih besar. Aktual casing adalah grade casing L-80 dengan pounder 68 ppf. Dari hasil perhitungan di dapat bahwa grade casing yang sesuai adalah C-95 dengan pounder 72 ppf.. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar 38 sampai 40. Pressure (psi) 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 500
Pressure (psi) 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0
) t f (
1000
h t p e D
1500
200
2000 ) t f ( h t p e D
400
2500 600
3000
800
Pi
Pe
Re sultan
De sa in
C -9 5 7 2 pp f
1000 1200 Pi
Pe
Resultan
Desain
K-55 133 ppf
Gambar 38. Desain rekomendasi burst production casing Sumur XXX-1 Pressure (psi)
Gambar 35. Desain rekomendasi burst surface casing Sumur XXX-1
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
0 500
Pressure (psi) 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
0
) t f (
1000
h t p e D
1500
200
2000
400 ) t f ( h t p e D
2500 600
3000
800
P i nt er na l 1000
P r es ult an
D es ai n
C -9 0 6 8 p pf
B ia xi al
Gambar 39. Desain rekomendasi collapse dan biaxial production casing Sumur XXX-1
1200 P internal
P e xt er na l
P ex ternal
P resultan
Desain
K 55 133 ppf
Biaxial
Gambar 36. Desain rekomendasi collapse dan biaxial surface casing Sumur XXX-1
109
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
Tension (lbf) 0 .0 0
5 00 00 0. 00
1 00 000 0. 00
1 50 00 00 .0 0
2 00 00 00. 00
25 00 00 0. 00
0
500
1000 ) t f ( h t 1500 p e D
2000
2500
3000 Tens ion
Des ain
Tension Rating
Gambar 40. Desain rekomendasi tension production casing Sumur XXX-1 Untuk desain casing panas bumi berbeda dengan migas. Desain casing di migas yang dipertimbangkan adalah tekanan formasi, berat casing dan beban tensile sedangkan untuk panas bumi harus memperhitungkan satu kriteria lagi yaitu temperatur yang tinggi. Sayangnya semua tipe casing yang ada di manufaktur dibuat untuk migas o dengan T untuk satu section maksimal 150 C. Saat mendesain casing perhitungan kekuatan desain harus meliputi keadaan sebagai berikut: 1. Kekuatan casing sewaktu didesain. 2. Kekuatan casing setelah dipasang tetapi belum disemen. 3. Kekuatan casing setelah dipasang dan disementasi. 4. Kekuatan casing setelah dipasang, disementasi dan dilakukan pengujian (well testing ). 5. Kekuatan casing setelah dipasang, disementasi dan produksi. Dalam penelitian ini kekuatan casing sebelum dan sesudah sementasi dianggap sama karena tidak memiliki data tentang kualitas penyemenan seperti Cement Bond Logging (CBL). Kegagalan casing di sumur panas bumi disebabkan dua hal yakni: 1. Perubahan panjang dan kekuatan pipa casing selama dipasang tetapi belum disementasi dan setelah disementasi. 2. Dipasang dan mengalami pembebanan dengan arah longitudinal yang menyebabkan tambahan stress di rangkaian casing. Dari segi arah kerusakan dibagi menjadi dua yakni aksial dan radial. Aksial stress disebabkan 2 hal yakni berat casing dan efek temperatur sehingga mengalami ekspansi dan kontraksi serta tahanan yang dihasilkan semen pengikat casing dan koneksi ke kepala sumur. Dalam penelitian ini perhitungan kekuatan casing hanya arah aksial belum memperhitungkan arah radial yang seharusnya menyebabkan casing menjadi collapse. Karena ketika dipanaskan casing mengalami perubahan yakni menjadi lebih panjang sementara volume adalah sama maka secara radial casing menjadi 110
menyusut dan dalam keadaan tertekan dari sisi luar (collapse). Saat melakukan pemasangan casing (dynamic load ) kemungkinan besar dapat terjadi kerusakan misalnya karena inklinasi sumur yang tinggi. Juga saat melakukan pemboran casing yang lebih kecil diameternya misalnya production casing kemungkinan pipa rangkaian pemboran dapat merusak casing. Kerusakan ini menyebabkan yield strengh casing berkurang. Dalam penelitian ini diasumsikan pemasangan serta proses pemboran termasuk saat menarik rangkaian drill string dalam keadaan baik serta drag force dianggap nol (tidak dihitung) karena keterbatasan data. Beban setelah casing disemen maka beban aksial yang timbul disebabkan oleh: 1. Ekspansi pipa, yang dihitung dengan menggunakan koefisien ekspansi termal dan perbedaan temperatur. 2. Besarnya komulatif beban aksial yang sudah disemen bervariasi tergantung perbedaan temperatur casing dipasang terhadap waktu. Penyebab kerusakan casing Sumur XXX-1 adalah proses pengujian sumur yang terlalu cepat sehingga casing mengalami kontraksi dan timbul tensile force yang melebihi kekuatan casing. Pemasangan liner yang tidak disemen dengan menggunakan liner hanger menyebabkan liner mengalami kompresi aksial yang disebabkan berat liner sendiri. Besarnya kompresif liner tidak dikerjakan di dalam penelitian ini. Jika liner didudukkan di dasar sumur dengan top liner duduk bebas di production casing shoe IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Desain casing di migas memperhitungkan tekanan formasi, berat casing dan beban tensile sedangkan dalam panas bumi selain faktorfaktor dimigas juga harus memperhitungkan tingginya temperatur. 2. Semua tipe casing yang ada di manufaktur dibuat untuk migas, T untuk satu section o maksimal 150 C. 3. Perhitungan desain safety factor untuk desain casing pada lapangan panas bumi harus mempertimbangkan faktor stress karena temperatur formasi. 4. Stress karena temperatur formasi dipengaruhi oleh: spesifikasi material dasar casing ikatan antara casing dengan semen ikatan semen dengan formasi kualitas sambungan casing 5. Proses pengujian sumur (well testing) termasuk proses injeksi yang terlalu sering dan cepat menyebabkan kerusakan casing.
Analisis Kegagalan Casing Sumur XXX-1 di Lapangan Panas Bumi
4.2 Saran
1. Harus dilakukan analisis kekuatan casing sebelum dan sesudah proses sementasi agar diketahui apakah proses sementasi yang dilakukan sudah baik. Juga harus melakukan running CBL, caliper dan serangkaian tes pengujian sumur untuk tiap sumur yang selesai dibor agar memiliki baseline sementasi, keadaan casing saat selesai sementasi dan baseline yang berguna untuk reservoir engineer. 2. Perhitungan drag force karena inklinasi sumur belum diperhitungkan. Untuk studi selanjutnya agar memperhitungkan hal tersebut. 3. Dari segi arah kerusakan termal stress dibagi menjadi aksial dan radial stress. Dalam penelitian ini belum memperhitungkan stress ke arah radial, sehingga kedepannya dapat dilakukan perhitungan stress pada arah radial. DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson, E.R., 2010. Aluminium Alloy Drill Pipe in Geothermal Drilling, Proceedings World Geothermal Congress 2010, Bali, Indonesia. 2. Bixley, P.F., 1984. Determination of Casing Condition Using Mechanical and Electric Logs, Proc 6th NZ Geothermal Workshop, pp 51-53. 3. Bixley, P.F. and Wilson D.M., 1985. Rapid Casing Corrosion in High Temperature Liquid Dominated Geothermal Fields, Proc 10th Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, California. 4. Buñing, B.C., Sarmiento, Z.F., Aleman, E.T.,and Saw, V.S., 2005. Casing Inspection
Caliper Survey : Result and Implications to Operation in Leyte Geothermal Production Field, Proceedings World Geothermal Congress 2005. Makati City, Philippines 5. Byrom, T.G., 2007. Casing and Liner for Drilling and Completion, Gulf Publishing Company, Houston, Texas. 6. Chiotis, E. and Vrellis, G., 1995. Analysis of Casing Failure of Deep Geothermal Wells in Greece, Geothermics Vol. 24, Greece. 7. New Zealand Standard, 1991. Code of Practice for Deep Geothermal Wells, Standards Asociation of New Zealand. 8. NN, 2007. Report Pemboran Sumur XXX-1, Tidak dipublikasikan. 9. Pourazad, H., 2005. High Temperature Geothermal Well Design, The United Nations University-Geothermal Training Programme, Iceland. 10.Rechard, R.P. and Schuler, K.W., 1983. Euler Buckling of Geothermal Well Casing, Sandia Report. 11.Snyder R.E., 1979. Geothermal Well Completions : A Critical Review of Downhole Problem and Specialized Technology Needs, Report to Sandia National Laboratories by Completion Technology Company. 12.Steven, L., 2000. Monitoring of Casing Integrity in Geothermal Wells, Proceedings World Geothermal Congress 2000, Kyushu-Tohoku, Japan.
111
Bonar Tua Halomoan Marbun, Roy Money Pakpahan
112