Cara Menghitung Kuat Dukung Pondasi Tiang Pancang
Perhitungan daya dukung tiang pancang tunggal yang akan Kita bahas kali ini ditinjau berdasarkan nilai N-SPT dan CPT. Daya Dukung Berdasarkan Hasil Bor Log (N-SPT) Uji bor atau Soil Penetration Test (SPT) dilakukan untuk mendapatkan nilai daya dukung ijin pondasi berdasarkan data nilai N-SPT dengan menggunakan metode Meyerhoff dan faktor keamanan atau safety factor (SF) sebesar 2. Data N-SPT untuk tanah yang ditinjau ditunjukkan pada Gambar berikut.
Gambar 1. Data N-SPT Perhitungan nilai N-SPT dilakukam pada kedalaman 4D dan 8D berikut. N1 = nilai rata- rata Nspt pada kedalaman 4D di bawah tiang = (49 + 46 + 45 + 36) / 4 = 44 N2 = nilai rata- rata Nspt pada kedalaman 8D di atas tiang = (21 + 39 + 26 + 12 + 30 + 49) / 6 = 29,5
Harga N rata-rata =
Daya dukung ultimit pondasi tiang pancang : Q ult = 380 Nb Ap (kN) Dimana : Nb = nilai rata- rata N-SPT pada dasar tiang,
Ab = luas penampan penampang g dasar tiang tiang (m2), N
= nilai N-SPT rata- rata,
Ap = luas selimut selimut tiang untuk untuk diameter diameter tiang tiang 0,6 m. m.
Maka Q ult = 380 x 36,57 x 0,2826 = 3927,17 kN = 392,71 ton. Daya dukung yang diizinkan (Q allowable) : Q all = Q ult / SF = 392,71 ton / 2 = 261,8 ton
perencanaan jembatan
1.
Latar Belakang
Jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan air atau jalan lalulintas biasa). Dengan adanya jembatan transportasi darat yang terputus oleh sungai, jurang, alur banjir ( floodway floodway ) dapat teratasi.
Untuk memperlancar transportasi darat tidak lepas dari pengaruh topografi dari masing
– masing daerah, dimana akan mempengaruhi terwujudnya sarana transportasi. Usaha pengadaan jalur – jalur lalu lintas yang menghubungkan antar daerah belum tentu dapat dibuat jalur jalan secara secara menerus, menerus, mungkin mungkin harus menyilang menyilang diatas diatas jalur jalan yang yang lain atau harus melintasi sungai. Untuk mengatasi problema lalu lintas tersebut diatas perlu dibuat konstruksi jembatan guna guna menghubung menghubungkan kan antar antar jalur jalan. Dengan adanya adanya konstruksi konstruksi jembatan, jembatan, maka maka rintangan akibat pengaruh topografi / geografi dapat diatasi
2.
Jembatan Secara Umum
Jembatan merupakan kesatuan dari struktur atas (super (super struktur ) dan struktur bawah (sub ( sub struktur ), ), yang termasuk bagian suatu sistem transportasi untuk tiga hal: 1. Merupakan pengontrol kapasitas dari system. 2. Mempunyai biaya tertinggi dari system. 3. Jika jembatan runtuh, system akan lumpuh. Jika jembatan kurang lebar untuk menampung jumlah jalur yang diperlukan oleh lalu lintas, maka jembatan akan menghambat lalu lintas. Dalam hal ini, jembatan akan menjadi pengontrol volume
dan berat lalu lintas yang dapat dilayani oleh system transportasi. Oleh karena itu, jembatan dapat mempunyai fungsi keseimbangan (balancing ( balancing)) dari sistem transportasi darat. Jembatan terdiri dari beberapa jenis diantaranya: jembatan plat beton (slab ( slab), ), jembatan gelagar/ rangka baja, jembatan pratekan/prategang, jembatan cable, jembatan kayu dan jembatan bambu. Fungsi jembatan adalah untuk meneruskan jalan (lalu lintas kendaraan) yang mengalami jalan terputus akibat permukaan yang lebih rendah dan curam tanpa menutupnya, atau dengan kata lain sebagai alat penyeberangan antara dua tempat yang terpisah. 3
Bagian-Bagian Bagian-Bagi an Dari Kontruksi Jembatan
Bagain-bagian dari suatu jembatan terbagi dalam tiga bagian, yaitu: 3.1 Bangunan Atas ( super struktur ), ), yang terdiri atas:
Gelagar-gelagar utama (rangka utama (rangka utama), yang terbentang dari titik tumpu ke titik tumpu lain. Gelagargelagar ini terdiri dari batang diagonal, horizontal dan vertical yang membentuk rangka utama dan terletak pada kedua sisi jembatan.
Gelagar melintang, melintang, berupa baja profil yang terletak di bawah lantai kendaraan, gunanya sebagai pemikul lantai kendaraan.
Lantai kendaraan, terletak kendaraan, terletak di atas gelagar melintang, biasanya terbuat dari kayu atau pasangan beton bertulang dan seluruh lebar bagiannya digunakan untuk lalulintas kendaraan.
Lantai trotoar, terletak di pinggir sepanjang lantai kendaraan dan digunakan sebagai tempat pejalan kaki..
Pipa sandaran, terbuat dari baja yang dipasang diantara tiang-tiang sandaran di pinggir sepanjang jembatan atau tepi lantai trotoar dan merupakan pembatas dari kedua sisi samping samping jembatan.
Tinang sandaran, sandaran, terbuat dari beton bertulang atau baja profil dan ada juga yang langsung dipasang pada rangka utama, gunanya untuk menahan pipa sandaran.
3.2 Bangunan bawah (sub structure), yang terdiri dari:
Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas pada pondasi.
Pangkal (abutment), pangkal menyalurkan gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan jalan pendekat ke bangunan atas jembatan. Ada beberapa tipe dan jenis abutment , yaitu:
a. Tipe gravitasi, kontruksi terbuat dari pasangan batu kali. Digunakan bila tanah keras dekat dengan permukaan. b. Tipe T terbalik (kantilever), kontruksi terbuat dari beton bertulang, bentuknya langsing sehingga dalam proses pembuatannya sangat mudah dari pada tipe-tipe yang lain. c. Tipe dengan penopang, bentuknya kontruksinya sama dengan tipekantilever tetapi ditambahkan penopang dibelakangnya, yang berguna untuk melawan pengaruh tekanan tanah dan gaya angkat (bouyvancy). 4
Pembebanan pada Jembatan .
Dalam perencanaan struktur jemabatan secara umum, khususnya jembatan komposit, hal yang perlu sekali diperhatikan adalah masalah pembebanan yang akan bekerja pada struktur jembatan yang dibuat. Menurut pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR No 378/1987) dan PMJJR No 12/1970 membagi pembebanan jembatan dalam dua kelas, yaitu: Kelas
Berat Beton
A B
10 8
Table 2.1 Kelas tekan as gandar (PMJJR No.12/1970) Ada beberapa macam pembebanan yang bekerja pada struktur j embatan, yaitu: 4.1 Beban Primer
Beban primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan, yang terdiri dari: beban mati, beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah. a. Beban mati Beban mati adalah beban yang berasal dari berat jembatan itu sendiri yang ditinjau dan termaksud segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu kesatuan dengan jembatan. Untuk menemukan besar seluruhnya ditentukan berdasarkan berat volume beban. b. Beban hidup Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan yang bergerak dan pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Penggunaan beban hidup di atas jembatan yang harus ditinjau dalam dua macam beban yaitu beban “T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar. Gambar 2.1 beban “D” Untuk perhitungan gelagar harus dipergunakan beban “ D” atau beban jalur. Beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalulintas yang terdiri dari beban yang terbagi beban rata sebes ar “q” ton/m panjang perjalur dan beban garis “p” ton perjalur lalulintas. Untuk menentukan beban “D” digunakan lebar jalan 5,5 m, maka jumlah jalur lalulintas sebagai berikut: Gambar 2.2 ketentuan penggunaan beban “D” Table 2.2 jumlah jalur lalulintas Lebar lantai kendaraan (m)
Jumlah jalur lalulintas
5,50 – 8,25 m
2
8,25 – 11,25 m
3
11,25 – 15,00 m
4
15,00 – 18,75 m
5
18,75 – 32,50 m
6
(PPPJJR No. 378/KPTS/1987) Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,50 m makan beban “D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada seluruh lebar jembatan dan kelebihan lebar jembatan dari 5,5 m mendapat separuh beban “D” (50%). Jalur lalulintas ini mempunyai lebar minimum 2,75 m dan lebar maksimum 3,75 m. Beban “T” adalah beban kendaraan Truck yang mempunyai beban roda 10 ton (10.000 Kg) dengan ukuran-ukuran serta kedudukan dalam meter, seperti tertera pada gambar 2.3 untuk perhitungan pada lantai kendaraan jembatan digunakan beban “T” yaitu merupakan beban pusat dari kendaraan truck dengan beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton
Gambar 2.3 beban “T” bekerja pada lantai kendaraan Dimana beban garis P= 12 ton sedangkan beban q ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut: Q= 2,2 t/m
untuk L<30 m
Q= 2,2t/m – (11/60)x(L-30) t/m Q= 1,1x(1+(30/L))t/m
untuk 30>L< …..[2-1] untuk L>60m
Dimana L adalah panjang bentangan gelagar utama (m) untuk menentukan beban hidup, beban terbagi rata (t/m/jalur) dan beban garis (t/jalur) dan per lu diperhatikan ketentuan bawah. Beban terbagi merata
= Q ton/meter………................[2-2] 2,75 m
Beban garis
= Q ton ......................................[2-3] 2,75 m
Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalulintas. Dalam perhitungan beban hidup tidak penuh, maka digunakan:
Jembatan permanen= 100% beban “D” dan “T”.
Jembatan semi permanen= 70% beban “D” dan “T”.
Jembatan sementara= 50% “D” dan “T”. Dengan menggunakan beban “D” untuk suatu jembatan berlaku ketentuan ini.
c. Beban kejutan/Sentuh Beban kejut merupakan factor untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya. Koefesien kejut ditentukan de ngan rumus: K= 1+ ……………………………………………….[2-4] Dimana:
K= koefesien kejut L= panjang/ bentang jembatan
4.2 Beban Sekunder
Beban sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam penghitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. a. Beban Angin
Dalam perencanaan jembatan rangka batang, beban angin lateral diasumsikan terjadi pada dua bidang yaitu:
Beban angin pada rangka utama. Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin atas dan ikatan angin bawah.
Beban angin pada bidang kendaraan Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin bawah saja. Dalam perencanaan untuk jembatan terbuka, beban angin yang terjadi dipikul semua oleh ikatan angin bawah.
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat yaitu dengan perbedaan suhu.
Bangunan Baja
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum= 30 0C 2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan= 150C
Bangunan Beton
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum= 15 0C 2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan=10 0C Dan juga tergantung pada koefisien muai panjang bahan yang dipakai misalnya:
Baja ε =12x10-6/0C
Beton ε =10x10-6/0C
Kayu ε =5x10-6/0C
c. Gaya Rangkak dan Susut
Diambil senilai dengan gaya akibat turunnya suhu sebesar 150C d. Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh ini diperhitungkan dengan gaya rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut. Gaya re mini bekerja horizontal dalam arah jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 m dari permukaan lantai jembatan. e. Gaya Akibat Gempa Bumi
Bekerja kea rah horizontal pada titik berat kontruksi. KS = E x G ……………………………………………[1-5] Dimana:
E
KS
= koenfisien gaya horizontal (%)
G
= beban mati (berat sendiri) dari kontruksi yang ditinjau.
= koefisien gempa bumi ditentukan berdasarkan peta zona gempa
dan biasanya
diambil 100% dari berat
kontruksi. f. Gaya Gesekan Pada Tumpuan Bergerak
Ditinjau hanya beban mati (ton). Koefisien gesek karet dengan baja atau beton= 0,10 sampai dengan 0,15. 4.3 Beban Khusus
Beban khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja atau berpengaruh terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan, gaya akibat tumbukan benda-benda yang hanyut dibawa oleh aliran sungai. a. Gaya sentrifugal
Konstruksi yang ada pada tikungan harus diperhitungkan gaya horizontal radial yang dianggap bekerja horizontal setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan dan dinyatakan dalam % terhadap beban “D” dengan rumus sebagai berikut:
……………………………………[2-6]
Dimana: S= gaya sentrifugal (%) terhadap beban “D” tanpa factor kejut. V= kecepatan rencana (km/jam). R= jari-jari tikungan (m). b. Gaya Gesekan pada Tumpuan
Gaya gesekkan ditinjau hanya timbul akibat beban mati (ton). Sedangkan besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada tumpuan yang bersangkutan dengan nilai:
Tumpuan rol
o
Dengan 1 atau 2 rol
:0,01
o
Dengan 3 atau lebih
:0,05
Tumpuan gesekan
o
Antara tembaga dengan campuran tembaga keras
o
Antara baja dengan baja atau baja tuang
=0,15 =0,25
c. Gaya Tumbukkan pada Jembatan Layang
Untuk memperhitungkan gaya akibat antara pier (bangunan penunjang jembatan diantara kedua kepala jembatan) dan kendaraan, dapat dipikul salah satu dan kedau gaya-gaya tumbukkan horizontal:
Pada jurusan arah lalulintas sebesar………………..100 ton
Pada jurusan tegak lurus arah lalulintas……………50 ton
d. Beban dan Gaya selama pelaksanaan
Gaya yang bekerja selama pelaksanaan harus ditinjau berdasarkan syarat-syarat pelaksanaan. e. Gaya Akibat Aliran Air dan Benda-benda Hanyut
Tekanan aliran pada suatu pilar dapat dihitung dengan rumus: P=KxV2………………………………………………....[2-7] Dimana: P= tekanan aliran air (t/m 2 ) V= Kecepatan aliran air (m/det) K= koefisien yang bergantung pada bentuk pier
4.5 Kombinasi Pembebanan
Kontruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau dari kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan dalam kekuatan pemeriksaan kontruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang diizinkan sesuai dengan elastis. Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam proses terhadap tegangan yang diizinkan sesuai kobinasi pembebanan dan gaya pada table 2.3 berikut ini: Tegangan yang digunakan dlm proses terhadap tegangan izin keadaan elastis Kombinasi Pembebanan dan Gaya
M+(11+k)+Ta+Tu M+Ta+Ah+Gg+A+SR+Tm
100%
Kombinasi(1)+Rm+Gg+A+SR+Tm+S
125%
M+Gh+Tag+Gg+Ahg+Tu
140%
M+PI
150%
M+(H+K)+Ta+S+Tb
130% 150%
(PPPJJR No 378/KPTS/1987) Dimana: A
: beban angin
Ah
: gaya akibat aliran dan hanyutan
Ahg
: gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Gg
: gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh
: gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) : beban hidup dengan kejut M P1
: beban mati : gaya-gaya pada waktu pelaksanaan
Rm
: gaya rem
S
: gaya sentrifugal
SR
: gaya akibat perubahan suhu(selain susut dan rangkak)
T a
2.4
: gaya tekanan tanah
T ag
: gaya tekanan tanah akibat gempa
T b
: gaya tumbukkan
T u
: gaya angkat (buoyancy)
Konsep Dasar Jembatan Komposit
Struktur jembatan komposit merupakan gabungan antara dua bahan, yaitu struktur beton (beton bertulang) dan struktur baja. Kedua bahan ini digabungkan menjadi satu kesatuan yang utuh. 5.1 Struktur Beton Bertulang
Beton bertulang adalah gabungan logis dari dua jenis bahan beton polos, yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tariknya rendah dan batangan-batangan baja yang di tanamkan di dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Baja dan beton dapat bekerjasama atas dasar beberapa alasan: 1. Lekantan (bond ) yang mencegah selip (slip) dari baja relativ tehadap beton. 2. Campuran beton yang memadai memberi anti resap yang cukup untuk mencegah k arat baja. 3. Angka kecepatan mulai yang hampir serupa. sistem struktur yang di bangun dengan beton bertulang seperti bangunan gedung, terowongan, jembatan, dinding penahan tanah dll. Di rencanakan dengan prinsip dasar desain elemen beton bertulang yang menerima gaya aksial, momen, gaya geser, momen puntir atau kombinasi dari gaya-gaya tersebut. 5.2 Kuat Beton terhadap Gaya Tekan
Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air dan berbagai jenis campuran. Perbandingan dari air dan semen merupakan factor utama
dalam menentukan kekuatan beton. Nilai kuat beton yang normal ditentukan pada saat beton mencapai kekuatan maksimumnya pada umur 28 hari. 5.3 Kuat Beton terhadap Gaya Tarik
Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikkan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya. Kekuatan tarik beton sering kali diukur berdasarkan modulus tarik, yaitu tegangan tarik lentur dari beton silinder 150 mm dan panjangnya 300 mm, nilai tarik ini lebih besar dari nilai kuat tarik sesungguhnya. Tetapi saat ini lebih sering ditentukan oleh kekuatan belah silinder, SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 menetapkan modulus tarik beton Fr yang berlaku. Fr =0,7 untuk beton normal. Dengan fr dan f’c dalam Mpa. Harga fr ini harus dikalikan factor 0,75 untuk beton ringan total dan 0,85 untuk beton ringan berpasir. 5.6 Rangkak dan Susut
Rangkak adalah sifat beton yang mengalami perubahan bentuk ( deformasi ) permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Tangkak timbul dengan intesitas yang semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah beberapa tahun berjalan. Pada umumnya beton dengan mutu tinggi mempunyai nilai rangkak yang lebih kecil disbanding dengan beton yang mutunya rendah. Besarnya deformasi rangkak sebanding dengan besarnya beban yang ditahan dan juga jangka waktu pembebanan. Pada umumnya rangkak tidak berdampak langsung terhadap kekuatan struktur tetapi akan mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada beban kerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan (defleksi ). 5.7 Modulus Elastis Beton
Selama bertahun-tahun modulus elastisitas didekati dengan harga 1000 f’c oleh peraturan ACI, akan tetapi dengan semakin berkembangnya penggunaan beton normal/ringan yang maju pesat maka dipandang perlu untuk menyertakan kerapatan (denciti ) SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.1.5 dengan menggunakan rumus modulus elastisitas beton sebagi berikut:
Ec = 0,043 Wc Dimana: Ec
: modulus elastisitas beton (Mpa)
Wc F’c
: berisi beton tekan (Mpa) : kuat tekan beton (Mpa) Untuk beton normal dengan berat isi ±23 kN/m2Ec boleh diambil sebesar 4700* . Karena
mengingat nilai banding elastisitas (n) disamping sifat-sifat penampang merupakan nilai-nilai yang berpengaruh terhadap posisi atau letak garis netral maka dalam menghitung tegangan-tegangan kerja, perlu diketahui nilai rasio modulus elastisitas lebih penting, sesuai SK SNI T-15-1991. Pasal 3.15.5, yaitu dengan rumus sbb: n= …………………………...................................................[2 -8] dimana: N= rasio Es= modulus elastisitas baja Ec= modulus elastisitas beton Dapat dikatakan sebagai angka pembulatan terdekat tetapi tidak boleh kurang dari 6 kecuali untuk perhitungan lendutan nilai “n” untuk beton ringan diambil sama dengan beton normal bagi kelas kuat beton yang sama. 6
Struktur Baja
6.1 Konsep Dasar Struktur Baja
Dalam perencanaan pada umumnya diharapkan bahwa struktur dan batang-batang struktur harus memiliki kekuatan yang cukup, seperti kekakuan dan ketahanan yang cukup sehingga dapat
berfungsi selama umur layanan dari struktru tersebut. Desain harus menyediakan cadangan kekuatan di atas yang diperlukan untuk menanggung beban layanan, yakni struktur harus memiliki sediaan terhadap kemungkinan kelebihan beban. Hal ini dapat terjadi akibat perubahan fungsi struktur. Disamping itu, harus ada sediaan terhadap kemungkinan kekuatan material yang lebih rendah. Penyimpanan dalam dimensi penampang, meskipun dalam batas toleransi yang masih dapat diterima, dapat mengakibatkan suatu penampang memiliki kekuatan yang lebih rendah ketimbang dari yang telah diperhitungkan. Material (baja untuk elemen batang, baut dan las) mungkin saja memiliki kekuatan yang lebih kecil daripada yang digunakan dalam perhitungan desain. Suatu profil baja mungkin saja memiliki tegangan leleh di bawah harga minimum yang dispesifikasikan, namun masih berada dalam batas-batas yang secara stastik masih dapat diterima. Secara singkat, desain struktural harus memberikan keamanan yang cukup baik terhadap kemungkinan kelebihan beban (over load ) atau kurang kekuatan (understrenght ). 7.1 Plat Lantai Satu Arah
Plat satu arah adalah plat yang mempunyai perbandingan ly/lx≥ 2.Di dalam desain ataupun analisis, satu satuan lajur plat yang membentang diantara kedua tumpuan dapat dianggap sebagai suatu balok dengan lebar satu satuan dan tinggi “h” sesuai dengan tebal plat. Analisisnya sepe rti analisis pada balok. Pembebanan disesuaikan menjadi beban per satuan panjang dari jalur plat dan dengan demikian gaya momen yang timbul merupakan gaya perlebar satuan plat. Pada SNI 03-2847-2002 pasal 10.3 ayat 3, mengizinkan untuk menggunakan distribusi gaya dengan syarat sebagai berikut:
Jumlah minimum bentang yang ada haruslah dua
Memiliki panjang-panjang bentang yang tidak terlalu berbeda dengan rasio panjang bentang terbesar terhadap panjang terpendek dari dua bentang yang bersebelahan tidak lebih dari 1 ,2.
Beban yang bekerja merupakan beban yang terbagi rata
Beban hidup persatuan panjang tidak melebihi tiga kali beban mati persatuan panjang
Komponen struktur adalah prismatis.
7.2 Plat Lantai Dua Arah
Plat dua arah adalah sistim lantai yang memiliki perbandingan ly/lx ≤ 2. Ada empat metode dasar untuk menganalisis pelat dua arah ini, yang termuat di dalam peraturan-peraturan standar yaitu metode koefisien momen, metode desain langsung (direct design method), metode portal ekuivalen (equivalent frame method) dan metode garis leleh (yield line method). Yang digunakan metode koefisien momen
Contoh cara perhitungan struktur perencanaan jembatan prategang / cable stayed (STRUKTUR ATAS) PERENCANAAN JEMBATAN PRATEGANG
Data Teknis Perencanaan Jembatan a. Jembatan Kelas jalan Jumlah jalur Panjang jembatan Lebar jembatan Lebar lantai kendaraan Tipe gelagar Tebal Perkerasan
: kelas 1 : 2 jalur : 40 meter : 9 meter : 7 meter : balok I : 5 cm
Gambar Bentang Jembatan
b. Trotoir Jenis konstruksi Pipa sandaran Dimensi tiang sandaran Jarak antar tiang Mutu beton, f’c Mutu baja tulangan, fy Mutu baja pipa sandaran Lebar trotoir Tebal trotoir
: beton bertulang : Circular Hollow Sections D 60.5 mm : 20/15 cm :2m : 30 Mpa : 240 Mpa (polos) : 1600 Mpa : 100 cm : 25 cm
Balok kerb Jenis plat trotoir
: 20/25 cm : beton tumbuk
c. Plat lantai kendaraan Tebal plat Mutu beton, f’c Mutu baja tulangan, fy
: 20 cm : 30 Mpa : 350 Mpa (ulir)
d. Gelagar Jenis konstruksi Mutu beton, f’c Mutu baja tulangan, fy Tipe tendon & angkur
: beton prategang tipe balok I : 50 Mpa : 350 Mpa (ulir) : Angker hidup VSL tipe Sc
e. Abutment Tinggi Abutment Lebar Abutment Tipe Abutment Mutu beton, f’c Mutu baja tulangan, fy Mutu baja tulangan, fy
: 6 meter : 11.6 meter : Type Kantilever : 30 Mpa : 240 Mpa (polos) : 350 Mpa (ulir)
Gambar Abutment
Tegangan Yang Diijinkan (SNI 03 – 2847 – 2002) Tegangan Ijin Beton Prategang Mutu beton prategang (f’c) 50 Mpa. Tegangan ijin sesuai dengan kondisi gaya pratekan dan tegangan beton pada tahap beban kerja, tidak boleh melampaui nilai berikut: 1. Keadaan awal, sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum terjadinya kehilangan tegangan) (pasal 20.4.1) 2.
Tegangan serat tekan terluar
Untuk Gelagar f’b = 0.6 f’c f’b’ = 0.6 f’c’ = 0.6 x 50 = 30 Mpa ~Untuk Gelagar ~Untuk Plat
~Untuk Plat = 0.6 x 30 = 18 Mpa
1.
f t = ¼
f t’ = ¼
=
¼ x =
¼ x
= 1.768 Mpa 2.
= 1.369 Mpa
Keadaan akhir, setelah kehilangan gaya prategang (pasal 20.4.2) 1.
Tegangan serat tekan terluar
~Untuk Gelagar ~Untuk Plat f’b = 0.45 f’c f’b’ = 0.45 f’c’ = 0.45 x 50 = 0.45 x 30 = 22.5 Mpa = 13.5 Mpa 2. Tegangan serat tarik terluar ~Untuk Gelagar f t = ½ =
~Untuk Plat
f t’ = ½ ½ x
=
½ x
= 3.536 Mpa = 2.739 Mpa 3. Mutu beton pada saat penegangan f’ci = 0.8 f’c = 0.8 x 50 = 40 Mpa Modulus elastisitas beton 1.
Beton prategang f’c = 50 Mpa
Ec = 4700 =
4700 x
= 33234.02 Mpa 2.
Beton konvensional f’c’ = 30 Mpa
Ec’ = 4700 =
= 25742.96 Mpa Dimana: Ec = modulus elastisitas beton prategang (Mpa) Ec’ = modulus elastisitas beton konvensional (Mpa) f’c = mutu beton prategang (Mpa) f’c’ = mutu beton konvensional (Mpa)
4700 x
Tegangan Ijin Tendon Prategang Digunakan tendon VSL dengan sifat-sifat: Diameter nominal = 12.5 mm 1.
Luas tampang nominal
= 98.7 mm2
Beban putus minimum
= 18.75 ton
= 18750 kg = (18750 x 9.81) N = 183937.5 N Beban leleh (20%)
= 18750 x 0.8
= 15000 kg = (15000 x 9.81) N = 147150 N
Tegangan putus minimum (f pu) = 1863.6 Mpa
=
Tegangan leleh (f py) = = 1490.88 Mpa Modulus elastisitas (Es) = 200000 Mpa Tegangan tarik pada tendon prategang tidak boleh melampaui: 1. Akibat gaya pengangkuran tendon f p = 0.94 f py = 0.94 x 1490.88 = 1401.43 Mpa Tetapi tidak lebih dari f p = 0.80 f pu = 0.80 x 1863.6 = 1490.88 Mpa 2. Sesaat setelah penyaluran gaya prategang f p = 0.82 f py = 0.82 x 1490.88 = 1222.52 Mpa Tetapi tidak lebih dari f p = 0.74 f pu = 0.74 x 1863.6 = 1379.06 Mpa 3. Tendon pasca tarik, pada daerah angkur dan sambungan, segera setelah penyaluran gaya f p = 0.70 f pu = 0.70 x 1863.6 = 1304.52 Mpa Perencanaan Trotoir dan Plat Lantai
Perencanaan Trotoir
Gambar Rencana Trotoir Pendimensian Sandaran Sandaran direncanakan menumpu pada tiang sandaran dengan bentang 2 m, yang di rencanakan menahan beban merata vertikal sebesar 0.75 kN/m. Direncanakan Sandaran dengan penampang pipa bulat, data sebagai berikut: D (diameter) = 60.5 mm
t (tebal)
= 3.2 mm
G (berat)
W (momen tahanan)
σ
= 4.52 kg/m
(tegangan ijin)
= 7.84 cm3
= 1600 kg/cm2
Pembebanan: ~ beban mati (qd) = 4.52 kg/m beban ultimate qdu = 4.52 x 1.1 = 5 kg/m ~ beban hidup (ql) = 0.75 kN/m = 75 kg/m beban ultimate qlu = 75 x 2 = 150 kg/m ~ beban ultimate (qu) = qdu + qlu = 5 + 150 Qu = 155 kg/m
Gambar Pembebanan & Statika Pada sandaran Dari hasi analisa statika dengan mengunakan program STAAD PRO, diperoleh momen maksimum , yaitu sebesar 0.642 kNm. Mmax = 0.642 kNm = 6420 kgcm
σ
=
= = 818.878 kg/cm 2 <
σ=
1600 kg/cm2
Jadi, dipakai pipa baja diameter 60.5 mm sebagai sandaran. Perencanaan Tiang Sandaran Tiang sandaran direncanakan menerima beban terpusat dari sandaran sebesar w x L, yang bekerja horisontal pada ketinggian 0.9 m dari permukaan trotoir. Direncanakan dimensi tiang sandaran dengan lebar 15 cm, dan tinggi 20 cm, dengan asumsi tiang sandaran sebagai balok kantilever.
Gaya Yang Bekerja Pada Tiang Sandaran Pembebanan ~ beban mati (pd) berat sendiri tiang (atas/pd1) = 0.15 x 0.2 x 0.65 x 24 = 0.468 kN beban ultimate pd1u = 46.8 x 1.3 = 0.6084 kN berat sendiri tiang (bawah/pd2) = 0.15 x 0.2 x 0.38 x 24 = 0.274 kN beban ultimate pd2u = 27.4 x 1.3 = 0.3562 kN berat 1 pipa sandaran (pd3) = 0.0452 x 2 = 0.0904 kN beban ultimate pd3u = 0.0904 x 1.1 = 0.0995 kN ~ beban hidup (pl) = 0.75 kN beban ultimate plu = 0.75 x 2 = 1.5 kN Momen yang terjadi Mmax = x X2 – x X1 + x X2 + x 90 + x 45 = – + + 1.5 x 90 + 1.5 x 45 = 205.255 kNcm Vu = 2 x plu = 2 x 1.5 kN = 3000 N Perhitungan penulangan Data perencanaan: b = 150 mm
pd1u pd2u pd3u plu plu 0.6084 x 5 0.3562 x 3.6 (2 x 0.0995) x 5
h = 200 mm f’c = 30 Mpa fy = 240 Mpa Direncanakan tulangan pokok Ø 10, sengkang Ø 6 d = h – selimut beton – Ø sengkang – (½ x Ø Tul. Tarik) = 200 – 20 – 6 – (½ x 10) = 169 mm A. Penulangan lentur Mu = 205.255 kNcm = 205.255 x 104 Nmm
Mn
=
Rn
=
m
= 256.569 x 104 Nmm
= 0.59888 Mpa
=
= 9.412
Rasio penulangan keseimbangan (ρb);
ρb =
= = 0.0645 ρ max = 0.75 x ρb
= 0.75 x 0.0645 = 0.048375
ρ min =
=
= 0.005834
Rasio penulangan perlu
ρ
=
= = 0.002525 ρ < ρ min 0.002525 < 0.005834 (digunakan ρ min) As perlu = ρ min x b x d
= 0.005834 x 150 x 150 = 131.265 mm2 Digunakan tulangan tarik 2 Ø 10 As ada = 2 x ( ¼ x π x Ø 2 )
= 2 x ( ¼ x π x 102 ) = 157.08 mm2 > As perlu = 131.265 mm 2 ………….( O.K ) b min = 2 x selimut beton + 2 x Ø sengkang + n x D Tul. Tarik + (n – 1) x 25
= 2 x 40 + 2 x 6 + 2 x 10 + ( 2 – 1 ) x 25
= 137 mm < b = 150 mm ………….( O.K ) As’ tekan = 20 % x As perlu
= 0.2 x 131.265 = 26.253 mm 2 Dipakai tulangan 2 Ø 10 mm As’ ada = 2 x ( ¼ x π x Ø 2 )
= 2 x ( ¼ x π x 102 ) = 157.08 mm2 > As’ tekan = 26.253 mm 2 ………….( O.K ) B. Penulangan geser Vc = 1/6 x
x b x d = 1/6 x
x 150 x 149 = 20402.67 N
½ ø Vc
= ½ x 0.6 x 20402.67
= 6120.8 N > Vu = 1500 N (tidak diperlukan tulangan geser) Cukup dipasang sengkang praktis. Digunakan Ø 6 – 150 mm yang dipasang disepanjang tiang.
Gambar Penulangan Tiang Sandaran Perencanaan Kerb Kerb direncanakan untuk menahan beban tumbukan arah menyilang sebesar 100 kN, yang bekerja sebagai beban titik. Direncanakan kerb terbuat dari beton bertulang, dengan dimensi lebar 20 cm dan tinggi 25 cm, menggunakan beton dengan mutu f’c 30 Mpa, tulangan baja mutu fy 240 Mpa, yang dipasang 2 Ø 10 pada masing-masing sisinya, dan sengkang Ø 6 – 200 mm sepanjang kerb.
Gambar Penulangan Kerb Perencanaan Plat Lantai Plat lantai direncanakan dengan tebal 20 cm yang menumpu pada 5 tumpuan yang menerima beban mati dan terpusat. Pembebanan Beban mati
1.
Beban pada plat trotoir
Beban merata ~ berat plat lantai = 0.20 x 1 x 24 = 4.8 kN/m beban ultimate = 4.8 x 1.3 = 6.24 kN/m ~ berat plat lantai trotoir = 0.25 x 1 x 23 = 5.75 kN/m beban ultimate = 5.75 x 1.3 = 7.475 kN/m ~ berat air hujan = 0.05 x 1 x 10 = 0.5 kN/m Beban ultimate = 0.5 x 1.2 = 0.6 kN/m + qd1u = 14.315 kN/m Beban terpusat pdu = pd1u + pd2u + 2.pd3u = 0.6084 + (2 x 0.0995) = 1.1636 kN 1. Beban pada plat lantai kendaraan
+
0.3562
~ berat plat lantai = 0.20 x 1 x 24 = 4.8 kN/m beban ultimate = 4.8 x 1.3 = 6.24 kN/m ~ berat aspal = 0.05 x 1 x 22 = 1.1 kN/m beban ultimate = 1.1 x 1.2 = 1.32 kN/m ~ berat air hujan = 0.1 x 1 x 10 = 1 kN/m beban ultimate = 1 x 1.2 = 1 kN/m + qd2u = 8.56 kN/m 1. Beban mati tambahan Beban mati tambahan berupa pelapisan ulang lapisan aspal dengan tebal 50 mm ~ berat aspal = 0.05 x 1 x 22 = 1.1 kN/m beban ultimate qd3u = 1.1 x 2 = 2.2 kN/m Beban hidup
Beban pada plat trotoir
Beban merata ~ beban pejalan kaki = 5 kPa x 1 m = 5 kN/m beban ultimate ql1u = 5 x 2 = 10 kN/m Beban terpusat plu = 1.5 kN Beban pada plat lantai kendaraan
# Faktor beban dinamis (DLA) K = 1 + DLA , Faktor beban dinamis untuk truk adalah 0.3 (BMS ’92, hal 2-20) maka K = 1 + 0.3 = 1.3 # Beban truk “T” Beban truk “T” sebesar 200 kN, maka tekanan untuk satu roda: Pu =
=
= 260 kN Skema pembebanan
Kondisi I
Gambar Skema Pembebanan Kondisi I Kondisi II
Gambar Skema Pembebanan Kondisi II
Kondisi III
Gambar Skema Pembebanan Kondisi III
Kondisi IV
Gambar Skema Pembebanan Kondisi IV
Kondisi V
Gambar Skema Pembebanan Kondisi V
Kondisi VI
Gambar Skema Pembebanan Kondisi VI Penulangan Plat Lantai Kendaraan Dari hasi analisa statika dengan mengunakan program STAAD PRO, diperoleh momen maksimum pada kondisi II, yaitu: Mmax tumpuan = 77.976 kNm o Mmax lapangan = 71.471 kNm o Data perencanaan: f’c = 30 Mpa fy = 350 Mpa Tebal plat (h) = 200 mm Direncanakan tulangan pokok D 16 dan tulangan bagi Ø 10 Selimut beton = 20 mm dx = h – selimut beton – (1/2 Ø) = 200 – 20 – (1/2 x 16) = 172 mm
Untuk perhitungan penulangan, diambil momen termaksimum Mu = 77.976 kNm = 77.976 x 106 Nmm
Mn
=
Rn
=
m
= 97.47 x 106 Nmm
= 3.2945 Mpa
=
= 13.7255
Rasio penulangan keseimbangan (ρb);
ρb =
= = 0.0391128
ρ max = 0.75 x ρb
= 0.75 x 0.0391128 = 0.02933459
ρ min =
=
= 0.004
Rasio penulangan perlu
ρ
=
= = 0.010115 ρ > ρ min 0.010115 > 0.004 (digunakan ρ)
As perlu = ρ x b x d
= 0.010115 x 1000 x 172 = 1739.78 mm2 Digunakan tulangan pokok D 16 mm Perhitungan jarak (S) dan As ada As
o
= ¼ x π x D2
= ¼ x π x 162 = 201.06 mm2
S
=
As ada =
= 115.5 mm ≈ 100 mm
= 2010.6 mm2
Diperoleh As ada > As perlu , maka dipakai tulangan pokok D 16 – 100
As tulangan bagi = 20 % x As perlu
= 0.2 x 1902.89 = 380.578 mm2 Dipakai tulangan Ø 10 mm
As bagi = ¼ x π x Ø 2
= ¼ x π x 102 = 78.54 mm2
S
=
= 206.37 mm ≈ 200 mm
o
As ada =
= 392.7 mm2
Diperoleh As ada > As perlu , maka dipakai tulangan bagi Ø 10 – 200
Gambar Penulangan Plat Lantai Kendaraan Perencanaan Struktur Gelagar
Gambar Bagian-bagian Penampang Jembatan Desain Penampang Balok Perencanaan awal dari dimensi penampang balok dengan suatu rumus pendekatan, yaitu tinggi balok (h) = , dimana L adalah panjang balok = 40 m, maka h = 1.6 – 2.35 m. Direncanakan balok dengan tinggi 1.65 m. Penampang balok seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar Penampang Balok Prategang Perhitungan Section Properties Penampang Balok Tengah o
Sebelum komposit
Tabel Perhitungan Section Properties Balok Tengah Sebelum Komposit Bag.
A (cm2)
y (cm)
A x y (cm3)
I
30 x 80 = 2400
150
360000
II
105 x 40 = 4200
82.5
346500
III
30 x 80 = 2400
15
36000
IV
2(½ x 20 x 5) = 100
133.3
13333.33
V
2(½ x 20 x 5) = 100
31.7
3166.67
∑
AP = 9200
759000
=
o
Momen Inersia ‘I’ (cm4) (1/12 x 80 x 303 + 2400 x 67.52) = 11115000 1/12 x 40 x 1053 = 3858750 (1/12 x 80 x 303 + 2400 x 67.52) = 11115000 (1/36 x 20 x 53 + 50 x 50.82) x 2 = 258541.67 (1/36 x 20 x 53 + 50 x 50.82) x 2 = 258541.67 IP = 26605833.33
= 82.5 cm
= 165 – 82.5
o
=
o
= 82.5 cm
= 2891.94 cm2
o
=
= 35.05 cm
o
=
= 35.05 cm
Setelah komposit Jarak efektif antar gelagar sebesar 175 cm. Karena mutu beton plat dan balok berbeda, maka lebar efektif plat komposit dengan balok prategang adalah: o
beff x n (n adalah rasio perbandingan antara mutu beton, n = 0.77) 175 x 0.77 = 134.75 cm
Tabel Perhitungan Section Properties Balok Tengah Setelah Komposit Bag.
A (cm2)
y (cm)
A x y (cm3)
I
30 x 80 = 2400
150
360000
II
105 x 40 = 4200
82.5
346500
III
30 x 80 = 2400
15
36000
IV
2(½ x 20 x 5) = 100
133.3
13333.33
V
2(½ x 20 x 5) = 100
31.7
3166.67
VI
20 x 134.75 = 2695
175
471625
∑
Ac = 11895
1230625
=
o
Momen Inersia ‘I’ (cm4) (1/12 x 80 x 303 + 2400 x 46.542) = 5378927.19 (1/12 x 40 x 1053 + 4200 x20.962) = 5703431.54 (1/12 x 80 x 303 + 2400 x 88.462) = 18959280.28 (1/36 x 20 x 53 + 50 x 29.882) x 2 = 89396.42 (1/36 x 20 x 53 + 50 x 71.792) x 2 = 515528.9 (1/12 x 134.75 x 203 + 2695 x71.54 2) = 13883794.43 Ic = 44530358.76
= 103.46 cm
= 165 – 103.46
o
=
o
= 81.54 cm
= 3743.62 cm2
o
=
= 36.19 cm
o
=
= 45.91 cm
Penampang Balok Ujung 1. Sebelum komposit
= 13200 cm2
Ap = b x h
= 80 x 165
Ip = 1/12 x b x h3 = 1/12 x 80 x 1653 = 29947500 cm 4
=
= 82.5 cm
= 165 – 82.5
= 82.5 cm
Setelah komposit
1.
Tabel Perhitungan Section Properties Balok Ujung Setelah Komposit Bag.
A (cm2)
y (cm)
A x y (cm3)
I
165 x 80 = 13200
82.5
1089000
II
20 x 134.75 = 2695
175
471625
∑
Ac = 22415
1560625
=
Momen Inersia ‘I’ (cm4) (1/12 x 80 x 1653 + 13200 x 15.682) = 33194287.54 (1/12 x 134.75 x 203 + 2695 x 76.822) = 15992466.2 Ic = 49186753.75
= 98.18 cm
= 165 – 98.18
= 86.82 cm
Pembebanan Beban Tetap Akibat berat sendiri balok Bj beton = 25 kN/m3 Luas penampang (Ap) = 9200 cm 2 = 0.92 m2 qd1 = Bj x Ap = 25 x 0.92 = 23 kN/m Akibat beban mati (plat lantai, lapisan aspal & air hujan) Bj beton = 24 kN/m3
Bj aspal = 22 kN/m3 Bj air = 10 kN/m3 Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m Tebal plat = 20 cm = 0.2 m Tebal aspal = 5 cm = 0.05 m Tebal air = 10 cm = 0.1 m Luas penampang plat (A1) = 1.75 x 0.2 = 0.35 m 2 Luas penampang aspal (A2) = 1.75 x 0.05 = 0.0875 m2 Luas penampang air (A3) = 1.75 x 0.1 = 0.175 m 2 qd2 = Bj beton x A3 + Bj aspal x A2 + Bj air x A3 = 24 x 0.35 + 22 x 0.0875 + 10 x 0.175 = 12.075 kN/m Akibat diafragma
Bj beton = 25 kN/m3 Tebal diafragma (t) = 15 cm = 0.15 m
Gambar Penampang Diafragma Luas penampang (A) = (135 x 105) – (2 x (AIV + AV)) = 13975 cm2 = 1.3975 m 2 Pd = Bj x A x t = 25 x 1.3975 x 0.15 = 5.24 kN Beban Lalu Lintas 1. Beban lajur “D” 2.
Gambar Penyebaran Beban Lajur Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (UDL/Uniformly Distributed Load ) yang digabung dengan beban garis (KEL/Knife Edge Load ).
Gambar Beban Yang Bekerja Pada Arah Melintang Jembatan a. Besarnya beban terbagi rata (UDL) tergantung pada panjang total yang dibebani (L). L = 40 m > 30 m, maka:
q
=
= = 7 kPa Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m, maka beban merata yang beke rja di sepanjang gelagar adalah: ql1 = 1.75 x q = 1.75 x 7 = 12.25 kNm b. Beban terpusat P yang ditempatkan tegak lurus arah lalu lintas pada jembatan adalah sebesarnya 44.0 kN/m. Faktor Beban Dinamik untuk “KEL” lajur “D”, untuk bentang (LE) = 40 m, nilai DLA = 0.4. Maka: K = 1 + DLA K = 1 + 0.4 = 1.4 Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m, maka beban terpusat ya ng bekerja pada gelagar adalah: pl1 = 1.75 x P x K = 1.75 x 44 x 1.4 = 107.8 kN 1. Beban Rem Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya rem tersebut tergantung dari panjang struktur (L), yaitu untuk L = 40 m ≤ 80 m, gaya rem = 250 kN.
Gambar Beban Rem Yang Bekerja Pada Arah Memanjang Jembatan Aksi Lingkungan
Beban angin
Kendaraan yang sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal diterapkan pada permukaan lantai sebesar: TEW = 0.0012CW(VW)2 kN/m Dimana: Vw = kecepatan angin rencana = 30 m/det Cw = koefisien Seret = 1.2 TEW = 0.0012 x 1.2 x 302 = 1.296 kN/m Analisa Statika
Beban Tetap
Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Berat Sendiri 1. Akibat berat sendiri Reaksi tumpuan: RA = RB = ½ x q x L = ½ x 23 x 40 = 460 kN Momen & Gaya Lintang pada setiap titik: Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Mx = x X) – (½ x q x X2)
(RA
Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Vx = RA – (q x X) Maka: Titik A, X = 0 m VA = 460
V1 = 414
M1 = 874
kNm
kN
Titik 2, X = 4 m
M2 = 1656
kNm
M3 = 2346
kNm
M4 = 2944
kNm
kN
Titik 3, X = 6 m V3 = 322
kN
Titik 4, X = 8 m V4 = 276
kN
Titik 5, X = 10 m V5 = 230
kNm
kN
Titik 1, X = 2 m
V2 = 368
MA = 0
M5 = 3450
kNm
M6 = 2864
kNm
kN
Titik 6, X = 12 m
V6 = 184
kN
Titik 7, X = 14 m V7 = 138
kNm
M8 = 4416
kNm
M9 = 4554
kNm
kN
Titik 8, X = 16 m V8 = 92
kN
Titik 9, X = 18 m V9 = 46
M7 = 4186
kN
Titik 10, X = 20 m V10 = 0 2.
M10 = 4600
kNm
kN Akibat beban mati
VA =241,5 kN VB = 241,5 kN Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban M ati Reaksi tumpuan: RA = RB = ½ x q x L = ½ x 12.075 x 40 = 241.5 kN Momen & Gaya Lintang pada setiap titik: Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Mx = x X) – (½ x q x X2) Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Vx = RA – (q x X) Maka: Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm VA = 241.5 kN Titik 1, X = 2 m M1 = 458.85 kNm V1 = 217.35 kN Titik 2, X = 4 m M2 = 869.4 kNm V2 = 193.2 kN Titik 3, X = 6 m M3 = 1231.65 kNm V3 = 169.05 kN Titik 4, X = 8 m M4 = 1545.6 kNm V4 = 144.9 kN Titik 5, X = 10 m M5 = 1811.25 kNm V5 = 120.75 kN Titik 6, X = 12 m M6 = 2028.6 kNm V6 = 96.6 kN Titik 7, X = 14 m M7 = 2197.65 kNm V7 = 72.45 kN Titik 8, X = 16 m M8 = 2318.4 kNm V8 = 48.3 kN
(RA
Titik 9, X = 18 m M9 = 2390.85 kNm V9 = 24.15 kN Titik 10, X = 20 m M10 = 2415 kNm V10 = 0 kN
Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Diafragma 1. Akibat diafragma Reaksi tumpuan: RA = RB = ½ x ∑ P = ½ x 5.24 x 11 = 28.823 kN Momen & Gaya Lintang pada setiap titik: Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Mx = x X) – (p x X) Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Vx = VA – p Maka: Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm VA = RA = 28.823 kN Titik 1, X = 2 m M1 = (28.823 x 2) – (5.24 x 2) = 47.166 kNm V1 = VA = 28.823 kN Titik 2, X = 4 m M2 = (28. 823 x 4) – (5.24 x 4) = 94.331 kNm V2 = 28.823 – 5.24 = 23.583 kN Titik 3, X = 6 m M3 = (28. 823 x 6) – (5.24 x 6) – (5.24 x 2) = 131.016 kNm V3 = V2 = 23.583 kN Titik 4, X = 8 m M4 = (28. 823 x 8) – (5.24 x 8) – (5.24 x 4) = 167.7 kNm V4 = 23.583 – 5.24 = 18.342 kN Titik 5, X = 10 m M5 = (28. 823 x 10) – (5.24 x 10) – (5.24 x 6) – (5.24 x 2) = 193.903 kNm V5 = V4 = 18.342 kN
(RA
Titik 6, X = 12 m M6 = (28. 823 x 12) – (5.24 x 12) – (5.24 x 8) – (5.24 x 4) = 220.106 kNm V6 = 18.342 – 5.24 = 13.102 kN Titik 7, X = 14 m M7 = (28. 823 x 14) – (5.24 x 14) – (5.24 x 10) – (5.24 x 6) – (5.24 x 2) = 235.828 kNm V7 = V6 = 13.102 kN Titik 8, X = 16 m M8 = (28. 823 x 16) – (5.24 x 16) – (5.24 x 12) – (5.24 x 8) – (5.24 x 4) = 251.55 kNm V8 = 13.102– 5.24 = 7.861 kN Titik 9, X = 18 m M9 = (28. 823 x 18) – (5.24 x 18) – (5.24 x 14) – (5.24 x 10) – (5.24 x 6) – (5.21 x 2) = 256.791 kNm V9 = V8 = 7.861 kN Titik 10, X = 20 m M10 = (28. 823 x 20) – (5.24 x 20) – (5.24 x 16) – (5.24 x 12) – (5.24 x 8) – (5.21 x 4) = 262.031 kNm V10 = 7.861 – 5.24 = 2.62 kN Beban Lalu Lintas Akibat beban lajur
Gambar Diagram Garis Pengaruh Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban Lajur Reaksi tumpuan: Reaksi tumpuan terbesar terjadi pada saat beban p berada di atas tumpuan. RA = RB = (½ x q x L) + P = (½ x 12.25 x 40) + 107.8 = 352.8 kN Mencari ordinat max (Y) & luas garis pengaruh (A): Titik A, X = 0 m YA = 0 m AA = 0 m2
Titik 1, X = 2 m Y1 = A1 = ½ x 1.9 x 40 = 38 m2 Titik 2, X = 4 m Y2 = A2 = ½ x 3.6 x 40 = 72
= 3.6
m
m
= 5.1
Titik 4, X = 8 m Y4 = A4 = ½ x 6.4 x 40 = 128 m2
= 6.4
m
m
= 7.5
m
Titik 6, X = 12 m Y6 = A6 = ½ x 8.4 x 40 = 168 m2
= 8.4
m
Titik 7, X = 14 m Y7 = A7 = ½ x 9.1 x 40 = 182 m2
= 9.1
m
Titik 8, X = 16 m A8 = ½ x 9.6 x 40
Y5 = = 150
m
2
Titik 3, X = 6 m Y3 = A3 = ½ x 5.1 x 40 = 102 m2
Titik 5, X = 10 m A5 = ½ x 7.5 x 40
= 1.9
Y8 = = 192
Titik 9, X = 18 m Y9 = A9 = ½ x 9.9 x 40 = 198 m2
2
m
= 9.6
m
= 9.9
m
m2
Titik 10, X = 20 m Y10 = = 10 m A10 = ½ x 10 x 40 = 200 m2 Momen & Gaya Lintang pada setiap titik: Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Mx = x P) + x q) Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Vx = RA – (q x X) Maka: Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm VA = 352.8 kN Titik 1, X = 2 m M1 = 670.32 kNm V1 = 328.3 kN Titik 2, X = 4 m M2 = 1270.08 kNm V2 = 303.8 kN Titik 3, X = 6 m M3 = 1799.28 kNm V3 = 279.3 kN
(Yx (Ax
Titik 4, X = 8 m M4 = 2257.92 kNm V4 = 254.8 kN Titik 5, X = 10 m M5 = 2646 kNm V5 = 230.3 kN Titik 6, X = 12 m M6 = 2963.52 kNm V6 = 205.8 kN Titik 7, X = 14 m M7 = 3210.48 kNm V7 = 181.3 kN Titik 8, X = 16 m M8 = 3386.88 kNm V8 = 156.8 kN Titik 9, X = 18 m M9 = 3492.72 kNm V9 = 132.3 kN Titik 10, X = 20 m M10 = 3528 kNm V10 = 107.8 kN Beban Rem
Gambar Diagram Momen Akibat Beban Rem Titik tangkap gaya rem dari permukaan lantai adalah 1.8 m. Reaksi tumpuan: Reaksi (gaya lintang) pada semua titik adalah sama sepanjang jalur
RA = RB = = = 16.5 kN Momen pada setiap titik: Momen pada semua titik adalah sama sepanjang jalur Mr = Gaya Rem x (titik tangkap + ya‘) = 250 x (1.8 + 0.8154) = 653.857 kNm Aksi Lingkungan
1.
Beban Angin
Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban Angin Reaksi tumpuan: RA = RB = ½ x q x L = ½ x 1.296 x 40 = 25.92 kN Momen & Gaya Lintang pada setiap titik: Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Mx = x X) – (½ x q x X2) Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m; Vx = RA – (q x X) Maka: Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm VA = 25.92 kN Titik 1, X = 2 m M1 = 49.248 kNm V1 = 23.328 kN Titik 2, X = 4 m M2 = 93.312 kNm V2 = 20.736 kN Titik 3, X = 6 m M3 = 132.192 kNm V3 = 18.144 kN Titik 4, X = 8 m M4 = 165.888 kNm V4 = 15.552 kN Titik 5, X = 10 m M5 = 194.4 kNm V5 = 12.96 kN Titik 6, X = 12 m M6 = 217.728 kNm V6 = 10.368 kN Titik 7, X = 14 m M7 = 235.872 kNm V7 = 7.776 kN Titik 8, X = 16 m M8 = 248.832 kNm V8 = 5.184 kN Titik 9, X = 18 m M9 = 256.608 kNm V9 = 2.592 kN Titik 10, X = 20 m M10 = 259.2 kNm V10 = 0 kN
(RA
Tabel Daftar Kombinasi Gaya Lintang
Beb an
Berat Beban Sendir i Mati
Beban Diafragm a
Beban
Beban
Beban
Lajur
Rem
Angin (kN) 25.92 0 23.32 8 20.73 6 18.14 4 15.55 2
(kN)
(kN)
(kN)
(kN)
(kN)
VA
460
241.50
28.823
352.8
16.5
V1
414
217.35
28.823
328.3
16.5
V2
368
193.20
23.583
303.8
16.5
V3
322
169.05
23.583
279.3
16.5
V4
276
144.90
18.342
254.8
16.5
12.96 0 10.36 8
V5
230
120.75
18.342
230.3
16.5
V6
184
96.60
13.102
205.8
16.5
V7
138
72.45
13.102
181.3
16.5
7.776
V8
92
48.30
7.861
156.8
16.5
5.184
V9
46
24.15
7.861
132.3
16.5
2.592
V10
0
0
2.620
107.8
16.5
0
Momen
1
MA M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10
Berat
Beban
Sendiri
Mati
Tabel Daftar Kombinasi Momen Beb Beban Beban Beban an Diafrag Ang ma Lajur Rem in
Kombinasi Momen Seblm komp. komposit Mo
MG
MT
2
3
4
5
6
7
8
9 (2+3+ 4)
10 (5+6+7 +9)
(kNm)
(kNm)
(kNm)
(kNm)
(kNm)
(kN m)
(kNm)
(kNm)
(kNm)
0
0
0
0
653.857
0
0
0
653.857
874.00 0 1656.0 00 2346.0 00 2944.0 00 3450.0 00 3864.0 00 4186.0 00 4416.0 00 4554.0 00 4600.0 00
458.85 0 869.40 0 1231.6 50 1545.6 00 1811.2 50 2028.6 00 2197.6 50 2318.4 00 2390.8 50 2415.0 00
49.2 48 93.3 12 132. 192 165. 888 194. 400 217. 728 235. 872 248. 832 256. 608 259. 200
874.00 0 1656.0 00 2346.0 00 2944.0 00 3450.0 00 3864.0 00 4186.0 00 4416.0 00 4554.0 00 4600.0 00
1380.0 16 2619.7 31 3708.6 66 4657.3 00 5455.1 53 6112.7 06 6619.4 78 6985.9 50 7201.6 41 7277.0 31
2753.44 0 4636.98 0 6293.99 4 7734.96 5 8949.41 0 9947.81 1 10719.6 87 11275.5 19 11604.8 25 11718.0 88
47.166 94.331 131.016 167.700 193.903 220.106 235.828 251.550 256.791 262.031
670.32 0 1270.0 80 1799.2 80 2257.9 20 2646.0 00 2963.5 20 3210.4 80 3386.8 80 3492.7 20 3528.0 00
653.857 653.857 653.857 653.857 653.857 653.857 653.857 653.857 653.857 653.857
Perencanaan Perletakan Elastomer Dengan menggunakan tabel perkiraan berdasarkan pengalaman, yang tertera pada BMS 1992 bagian 7, direncanakan perletakan elestomer dengan bentuk persegi dan ukuran denah 810 x 810 mm, karena lebar gelagar (b) = 800 mm. Karakteristik dari Elastomer adalah sebagai berikut:
Gambar Bentuk Denah Perletakan
Ukuran denah 810 mm
Tebal selimut atas dan bawah = 9 mm
Tebal pelat baja = 5 mm
Tebal karet dalam = 18 mm
Tinggi keseluruhan = 92 mm
Beban ternilai pada perputaran nol, pada geser maksimum = 7353 kN
Beban ternilai pada perputaran maksimum, pada geser maksimum = 3377 kN
Gaya lintang maksimum yang terjadi pada satu gelagar VU = 1718.824 kN < V perletakan = 3377 kN …………………(O.K) Perencanaan Abutment
Gambar Tampak Melintang Jembatan
Perhitungan Pembebanan Perhitungan Gaya-gaya Akibat Struktur Atas Beban mati 1. Beban sandaran Panjang bentang jembatan = 40 m Berat pipa sandaran = 4.52 kg/m
Berat 1 tiang sandaran ~
= 0.8242 kN
berat pipa sandaran = 4 x (40 x 4.52) = 723.2 kg
= 7.232
kN
~ Pd1 = 41.8484 1.
berat tiang sandaran = 42 x (0.8242)
= 34.6164
kN +
kN Beban trotoir
Panjang bentang jembatan Bj beton
= 40 m
= 24 kN/m3
Bj beton tumbuk = 23 kN/m3 Tebal plat trotoir = 0.25 m Lebar plat trotoir = 0.8 m Ukuran balok kerb = 20/25 cm
Pd2 = 464
~
berat plat trotoir = 2 x (40 x 0.25 x 0.8 x 23)
= 368
~
berat kerb = 2 x (40 x 0.25 x 0.2 x 24)
kN +
= 96
kN
kN 1. Beban plat kendaraan
Panjang bentang jembatan Bj beton = 24 kN/m3 Bj Aspal = 22 kN/m3 Tebal plat kendaraan Lebar plat kendaraan Tebal lapisan aspal = ~ ~ Pd3 = 1652 kN
= 40 m
= 20 cm = 0.2 m =7m 5 cm = 0.05 m berat lapisan aspal = 40 x 7 x 0.05 x 22 = 308 kN berat plat kendaraan = 40 x 7 x 0.2 x 24 = 1344 kN +
2. Beban gelagar Panjang bentang jembatan = 40 m Bj beton prategang = 25 kN/m3 Ap = 9200 cm 2 = 0.92 m 2 ~
berat gelagar = 5 x (40 x 0.92 x 25) Pd4 = 4600
kN 3. Beban diafragma
Panjang bentang jembatan = 40 m Jarak antar diafragma = 4 m Bj beton prategang = 25 kN/m3 A = 1.3975 m2 t = 0.15 m ~
berat diafragma = 44 x (1.3975 x 0.15 x 25) Pd5 = 230.5875kN 4. Beban mati tambahan
Beban mati tambahan berupa pelapisan ulang lapisan aspal dengan tebal 50 mm ~ berat lapisan aspal = 40 x 7 x 0.05 x 22 Pd6 = 308 kN Beban mati total yang bekerja pada abutment
Rd
=
= = 3648.218 kN Beban hidup
Beban sandaran
Panjang bentang jembatan Beban hidup ~
= 0.75 kN/m
beban hidup pipa sandaran = 2 x (40 x 0.75) Pl1 = 60
kN
Beban trotoir
Panjang bentang jembatan Lebar trotoir Beban hidup ~
= 40 m
= 40 m
=1m = 5 kPa
beban hidup trotoir = 2 x (40 x 1 x 5) Pl2 = 400
kN
Beban plat kendaraan (beban lalu lintas)
Panjang bentang jembatan
= 40 m
Lebar plat kendaraan
=7m
Gambar 4.62 Penyebaran Beban Lajur
Gambar Beban Yang Bekerja Pada Arah Melintang Jembatan a. Besarnya beban terbagi rata (UDL) tergantung pada panjang total yang dibebani (L). L = 40 m > 30 m, maka:
q
=
= = 7 kPa ~ beban hidup (UDL) = (40 x 5.5 x 7) x 100% + (40 x 1.5 x 7) x 50% Pl3 = 1750 kN b. Beban terpusat P yang ditempatkan tegak lurus arah lalu lintas pada jembatan adalah sebesarnya 44.0 kN/m. Faktor Beban Dinamik untuk “KEL” lajur “D”, untuk bentang (LE) = 40 m, nilai DLA = 0.4. Maka: K = 1 + DLA K = 1 + 0.4 = 1.4 ~ beban hidup (KEL) = 7 x 44 x 1.4 Pl4 = 431.2 kN Beban air hujan
Panjang bentang jembatan
= 40 m
= 10 kN/m3
Bj air
Lebar plat kendaraan = 7 m Lebar plat trotoir = 2 x 1 m Tebal air pada plat kendaraan = 10 cm = 0.1 m Tebal air pada trotoir = 5 cm = 0.05 m ~
berat air hujan = (40 x 7 x 0.1 x 10) + (40 x 2 x 0.05 x 10)
Pl5 = 320
kN
Beban angin
Panjang bentang jembatan
= 40 m
Kendaraan yang sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal diterapkan pada permukaan lantai sebesar: TEW = 0.0012CW(VW)2 kN/m Dimana: Cw
Vw
= kecepatan angin rencana = 30 m/det
= koefisien Seret = 1.2
TEW = 0.0012 x 1.2 x 302 = 1.296 kN/m ~
berat angin = 40 x 1.296 Pl6 = 51.84
kN
Beban rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang. Besarnya gaya rem tersebut tergantung dari panjang struktur (L), yaitu untuk L = 40 m ≤ 80 m, gaya rem (Hr = 250 kN).
Gambar Beban Rem Yang Bekerja Pada Arah Memanjang Jembatan
Beban gesekan
Gaya gesekan antara beton dengan karet elastomer ( f = 0.15 ; PPPJJR 1987) Hg
= f x Rd