PENGOLAHAN CITRA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN ENVI 5.1 dan ENVI Lidar (TEORI DAN PRAKTEK)
OLEH : ARDIANSYAH
___________________________________ ___________________ ________________________________ ________________________ ________ 1
PENGOLAHAN CITRA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN MENGGUNAKAN ENVI 5.1 dan ENVI LiDAR
Penyusun Penerbit Alamat
Cetakan Pertama ISBN
: Ardiansyah : PT. LABSIG INDERAJA ISLIM : Epicentrum Walk South 529 A, Jl. HR. Rasuna Said Kuningan, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan : Februari 2015 : 978-602-71527-0-0
Copyright@2015 pada penerbit LABSIG INDERAJA Jakarta. Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT dan dengan memanjatkan rasa syukur yang sebesar-besarnya, akhirnya tercapailah sudah salah satu obsesi penulis. Tujuan buku ini disusun adalah penulis ingin berpartisipasi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan negeri khususnya dibidang penginderaan jauh melalui media buku. Penulis berkeinginan, bidang penginderaan jauh dalam negeri harus terus berkembang mengingat betapa luas negeri ini serta pentingnya suatu informasi spasial sebagai data dalam suatu analisis perencanaan. Saat ini, melakukan pengolahan data citra satelit tidak sesulit masa lalu. Kini teknologi semakin canggih dan murah, dimana dalam sisi hardware, laptop dan pc dengan spesifikasi standar pun dapat mengolah data citra satelit. Selain itu, beberapa citra satelit dapat diakses dengan mudah secara online dan gratis. Oleh karena itu, kini pengolahan data satelit, tidaklah perlu harus dilakukan didalam laboraturium komputer. Target buku ini adalah mereka yang masih awam di bidang penginderaan jauh dan berkeinginan untuk mendalaminya dalam sisi teknis. Buku ini dirancang dengan sedemikian detail, sehingga bagi para pembaca yang memang tidak bergerak dibidang penginderaan jauh, dapat memahami serta mengikuti langkah-langkahnya dengan sangat mudah. Buku ini lebih menjelaskan mengenai langkah-langkah pengolahan citra satelit secara teknis, sedangkan teori yang berada didalamnya tidak terlalu lengkap, oleh karena itu penulis menyarankan agar para pembaca juga menambah wawasan dan informasi melalui pustaka-pustaka lainnya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi buku ini masih jauh dari sempurna. oleh karena itu penulis mengharapkan saran perbaikan dari para pembaca. Akhir kata, penulis memiliki harapan agar semoga buku ini dapat bermanfaat bermanfaat bagi penulis dan juga para pembaca. pembaca.
Bogor, September 2014 Penulis
___________________________________ ___________________ ________________________________ ________________________ ________ i
DAFTAR ISI 1. DASAR REMOTE SENSING
2.
3.
4.
5.
1.1. Gelombang Elektromagnetik 1.2. Sensor dan Band pada Citra 1.3. Resolusi dalam Penginderaan Jauh INTERFACE ENVI 5.1 2.1. Memulai ENVI 2.2. Membuka Data 2.3. Tools Navigasi dalam ENVI 2.4. Layer Stacking 2.5. Edit ENVI Header PIXEL VALUE PADA CITRA 3.1. Identifikasi Nilai Piksel (Pixel Value) 3.2. Komposit RGB 3.3. Z Profile Citra Multiband 3.4. Statistik Citra 3.5. Mosaic Citra PREPROCESSING (LANDSAT) 4.1. Kalibrasi Radiometrik 4.1.1. Konversi DN OLI menjadi reflektan lapisan atas atmosfer (TOA Reflectance) Reflectance) 4.1.2. Konversi DN OLI menjadi radians lapisan atas atmosfer (TOA Radiance) 4.2. Koreksi Radiometrik 4.2.1. TOA reflektan terkoreksi sudut matahari (Sun angle correction) 4.2.2. Dark Piksel Correction 4.2.3. Koreksi Awan Tipis 4.3. Koreksi Gometrik MEMOTONG CITRA 5.1. Resize data dengan cara menggambar rectangle 5.2. Memotong menggunakan data raster 5.3. Memotong menggunakan ROI dari vektor polygon
1 2 6 8 10 10 11 15 16 20 25 26 33 39 42 47 59 59
61 68 78 78 83 89 96 114 114 117 120
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ ii
6. PENAJAMAN CITRA 6.1. Penajaman Spasial (Pansharpening) 6.2. Penajaman Spektral 7. KLASIFIKASI CITRA 7.1. Klasifikasi Supervised 7.2. Klasifikasi Unsupervised 7.2.1. Metode K-Means 7.2.2. Metode ISODATA 7.2.3. Reklasifikasi 7.3. Post Processing (Majority/Minority Analysis) 8. UJI AKURASI HASIL KLASIFIKASI 9. EXPORT RASTER (CLASS IMAGE) TO VEKTOR 10. APLIKASI BAND MATH 10.1. Aplikasi NDVI 10.2. Identifikasi Suhu Permukaan Darat 11. LIDAR 12. PENGOLAHAN DATA LIDAR 12.1. Membuka ENVI LiDAR 12.2. Membuat Project Baru 12.3. Pengenalan Tools Dasar ENVI LiDAR 12.4. Mendefinisikan DTM dan DSM 13. FEATURE EXTRACTION DATA LIDAR 13.1. Obyek Pohon 13.2. Obyek Bangunan 13.3. Obyek Line (Kabel) 13.4. Konversi Kedalam Data GIS DAFTAR PUSTAKA
127 127 132 138 140 160 168 172 175 182 187 198 202 202 208 218 225 226 228 231 237 244 246 250 254 256 260
___________________________________________________________ iii
BAB 1. DASAR REMOTE SENSING
Penginderaan jauh adalah ilmu dalam mendapatkan dan mengumpulkan informasi mengenai suatu obyek tanpa menyentuh atau berkontak fisik langsung dengan obyek tersebut. Selain itu, penginderaan jauh juga didefinisikan sebagai suatu seni dalam mengolah dan menafsirkan citra untuk mendapatkan suatu informasi. Informasi yang dimaksud dalam hal ini adalah informasi obyek, area atau gejala (fenomena) yang terdapat di muka bumi. Prinsip dasar pengambilan data dalam remote sensing adalah sensor yang dibawa oleh wahana (satelit, pesawat, pesawat tanpa awak) merekam interakasi antara gelombang elektromagnetik dengan obyek di muka bumi. Dalam Sistem Informasi Geografis (SIG), data penginderaan jauh sangat berperan penting dalam menyediakan informasi spasial. Pemetaan ekstraterestris dengan memanfaatkan data penginderaan jauh memiliki banyak kelebihan dibandingkan pemetaan terestrial dengan alat ukur seperti theodolith dan GPS Geodetik. Kelebihan tersebut diantaranya: 1. Waktu pengerjaan pemetaan untuk cakupan area yang luas lebih singkat. 2. Tenaga kerja yang dibutuhkan relatif sedikit. 3. Mampu mengidentfikasi area yang sulit untuk dijangkau. 4. Mampu menyajikan peta secara 3 dimensi. 5. Mampu menyajikan kenampakan visual muka bumi secara time series. 6. Biaya lebih murah. Sedangkan kelemahannya adalah dalam pemetaan skala detail, presisi atau akurasi tidak selalu baik, tergantung dari tingkat ketajaman citra (resolusi spasial) yang digunakan. Tak hanya digunakan untuk memetakan obyek-obyek muka bumi, penginderaan jauh dapat mengungkap fenomena-fenomena bumi yang tidak bisa ditangkap oleh mata manusia secara langsung. Seperti contoh, dengan menggunakan algoritma tertentu, citra satelit mampu menghasilkan sebaran nilai suhu permukaan secara spasial di suatu wilayah, membedakan tanaman yang terkena penyakit dan tanaman sehat dalam suatu kawasan pertanian, ___________________________________________________________ 1
mengidentifikasi sebaran nilai penurunan muka tanah di suatu area secara time series, dll. Saat ini, melakukan proses pengolahan citra satelit sudah semakin mudah. Komputer serta laptop yang tersedia kini telah memiliki spesifikasi yang cukup tinggi untuk mampu mengolah data citra satelit. Selain itu, beberapa citra satelit juga tersedia secara gratis, seperti Landsat, Modis, dan NOAA. Sedangkan apabila membutuhkan citra reslusi tinggi, kita dapat memaanfaatkan aplikasi google maps atau google earth yang menyediakan citra-citra resolusi tinggi secara time series. Dengan kata lain, mengolah citra satelit kini tidak sesulit dulu yang harus dilakukan didalam lab dengan peralatan komputer yang mahal. Kini anda dapat melakukannya di rumah dengan menggunakan laptop atau PC sebagai hardware dan koneksi internet untuk mendownload perangkat lunak serta untuk mengakses data satelit. Dalam buku ini, anda akan belajar bagaimana cara mengolah data citra penginderaan jauh, khususnya data Landsat 8. Sebelum melakukan proses pengolahannya, sebaiknya anda memahami terlebih dahulu mengenai dasardasar remote sensing yang diulas pada sub-bab berikut ini. 1.1. Gelombang Elektromagnetik Terdapat 2 mekanisme atau tipe penginderaan jauh berdasarkan sumber energi yang digunakan, yakni penginderaan jauh aktif dan penginderaan jauh pasif.
Aktif Pasif Gambar 1.1 Jenis sensor berdasarkan sumber energinya. (Canadian Center of Remote Sensing, 1986 )
Penginderaan Jauh Pasif memanfaatkan energi alami seperti matahari atau bulan sebagai sumber energinya. Matahari memancarkan gelombang elektromagnetik ke bumi, lalu gelombang eletromagnetik berinteraksi
____________________________________________________________ 2
dengan obyek. Kemudian hasil interaksi tersebut direkam oleh sensor penginderaan jauh dan menghasilkan gambar atau foto atau citra. Berbeda dengan sistem pasif, penginderaan jauh aktif menggunakan sensor buatan dalam memancarkan gelombang elektromagnetik, kemudian interaksi gelombang dari muka bumi direkam kembali oleh sensornya.
Energi elektromagnetik dapat dimodelkan sebagai gelombang, dimana memiliki 2 bidang, yakni bidang listrik atau Electric (E) dan bidang Magnetic (M) yang membentuk sudut saling tegak lurus. Kedua bidang tersebut (baik bidang E dan M) merambat melalui ruang hampa udara dengan kecepatan cahaya sebesar 299,790,000 m/s atau 3.10 8 m/s. Gelombang elektromagnetik memiliki panjang, atau biasa diistilahkan sebagai panjang gelombang (wavelength), dimana panjang gelombang ini didefinisikan sebagai jarak antara 2 puncak gelombang. Panjang gelombang ini diukur dalam satuan meter (m) dengan sistem pemangkatannya, misalkan nano dan mikro.
Gambar 1.2. Model gelombang energi elektromagnetik
Sedangkan jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satuan waktu diistilahkan sebagai frekuensi. Frekuensi ini memiliki satuan Hertz (Hz) yang ekuivalen dengan satu siklus per detik. Hubungan antara frekuensi dan panjang gelombang dapat terlihat pada rumus berikut. C=λ.v C = kecepatan cahaya (m/s), λ = panjang gelombang (m), v = frekuensi (Hz) frekuensi dipengaruhi oleh kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik adalah konstan yakni 3.10 8 m/s, maka panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang ___________________________________________________________ 3
gelombangnya, maka semakin rendah frekuensinya, sebaliknya semakin pendek suatu gelombang maka semakin tinggi frekuensinya. Berdasarkan Teori kuantum radiasi elektromagnetik menurut Niels Bohr (1885-1962) dan Max Planck, energi ditransfer dalam paket diksrit yang disebut kuanta atau photon. Hubungan antara frekuensi dan energi dinyatakan dalam teori gelombang dan kuantum adalah: Q =h.v = h . c / λ Q = energi photon (J), h = konstanta Planck’s (6.6262.10 -34 J sec), dan v = frekuensi (Hz)
Gambar 1.3. Panjang gelombang (Wavelength) berbanding terbalik dengan frekuensi
Bila gelombang elektromagnetik semakin panjang, maka semakin kecil energi yang dihasilkan, dan berlaku sebaliknya. Spektrum Gamma, merupakan spektrum yang memiliki energi yang paling besar, sedangkan spektrum mikro (radar) memiliki energi yang paling kecil. Dalam skema penginderaan jauh pasif, matahari sebagai sumber energi, memancarkan gelombang elektromagnetik dengan spektrum yang kontinyu mulai dari spektrum gamma hingga spektrum mikro.
____________________________________________________________ 4
Tabel 1. Jenis spektrum beserta panjang gelombangnya Spektrum
Panjang Gelombang
Sinar Gamma
< 0.3 Å
X ray
0.3 Å - 300 Å
Ultraviolet
300 Å – 0.4 µm
Visible
0.4 – 0.7 µm
Near Infrared (NIR)
0.7 – 1.1 µm 1.1 – 1.35 µm,
Short Wave Infrared (SWIR)
Mid Wave Infrared (MWIR)
1.4 – 1.8 µm, 2 – 2.5 µm 2 – 4 µm, 4.5 – 5 µm
Thermal Infrared (TIR)
8 – 9.5 µm
Mikro
1 mm – 1 m
10 – 14 µm
Sumber : Elachi & Zyl, 2006; Schowengerdt, 2007 Namun tidak seluruh spektrum tersebut dimanfaatkan dalam bidang penginderaan jauh.
Gambar 1.4. Spektrum beserta ukuran gelombangnya dalam gelombang elektromagnetik. ____________________________________________________________ 5
Hal ini disebabkan karena tidak seluruh gelombang elektromagnetik dapat mencapai permukaan bumi. Atmosfer yang menyelimuti bumi berfungsi sebagai filter (penyaring) dalam menahan radiasi sinar matahari. Saat gelombang elektromagnetik matahari mencapai permukaan bumi, terdapat 3 interaksi mendasar yang terjadi di atmosfer, yakni: -
Absorbsi, gelombang diserap. Transmisi, gelombang elektromagnetik diteruskan. Refleksi, gelombang dipantulkan.
Ketiga interaksi tersebut terjadi akibat keberadaan berbagai jenis gas yang terdapat di atmosfer seperti oksigen, karbondioksida, nitrogen, hidrogen dan helium. Molekul-molekul gas tersebut dapat menyerap (absorbsi), memantulkan (refleksi) serta meneruskan (transmisi) radiasi elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik yang mampu menembus bumi itulah yang dapat dimanfaatkan di dalam bidang penginderaan jauh, sehingga istilah tersebut dikenal sebagai jendela atmosfer. Jendela atmosfer didefinisikan sebagai bagian dari spektrum elektromagnetik yang dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi. Berikut adalah gambaran spektrum yang termasuk kedalam jendela atmosfer beserta gas-gas penghambatnya.
Gambar 1.5. Jendela Atmosfer beserta molekul penghambat di atmosfer 1.2. Sensor dan Band pada Citra
Setiap satelit penginderaan jauh membawa sensor, sensor tersebut berfungsi untuk merekam data permukaan bumi. Data yang direkam adalah pantulan gelombang elektromagnetik obyek di muka bumi, reflektan tersebut diterima/direkam oleh sensor kemudian dikonversi menjadi suatu gambar atau
____________________________________________________________ 6
image. Gambaran muka bumi hasil perekaman satelit inilah yang disebut sebagai data citra satelit. Band pada citra satelit merupakan saluran pada sensor yang menerima gelombang elektromagnetik balik pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang dimasing-masing saluran band tersebut ditentukan sesuai dengan aplikasi serta misi dari satelit yang membawa sensor tersebut. Selain itu, pemilihan interval panjang gelombang juga harus memperhitungkan jendela atmosfer sehingga gelombang elektromagnetik yang digunakan tidak terhambat oleh atmosfer. Tabel 2. Band-band pada Satelit Landsat 7 beserta panjang gelombang dan aplikasinya. Saluran/Band
Aplikasi - Tanggap peningkatan penetrasi air. Band 1 (0,45 - 0,45 µm) - Mendukung analisis sifat khas lahan, tanah, vegetasi. - Mengindera puncak pantulan vegetasi. Band 2 (0,53 - 0,61 µm) - Menekankan perbedaan vegetasi dan nilai kesuburan. - Memisahkan vegetasi Band 3 (0,63 – 0,69 µm) - Klorofil dan kontras vegetasi - Tanggap biomass vegetasi Band 4 (0,78 – 0,90 µm) - Identifikasi dan kontras tanaman, tanah, air - Menentukan jenis vegetasi dan kandungan Band 5 (1,55 – 1,75 µm) airnya - Kelembapan tanah - Deteksi suhu obyek Band 6 (10,4 – 12,5 µm) - Analisis gangguan vegetasi - Kelembapan tanah - Pemisahan formasi batuan Band 7 (2,09 – 2,35 µm) - Analisis bentuk lahan - Pemetaan planimetrik - Identifikasi permukiman Band 8 (0,50 – 0,90 µm) - Bentang alam dan budaya - Identifikasi geologi (Sumber: Landsat Handbook, 1986 dan Program Landsat 7, 1989)
___________________________________________________________ 7
1.3. Resolusi dalam Penginderaan Jauh
Dalam penginderaan jauh, ada 4 macam resolusi yang menjadi spesifikasi suatu citra satelit. Keempat resolusi ini haruslah dipahami oleh sang interpreter untuk bisa memutuskan citra apa yang harusnya efektif digunakan.
Resolusi spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat diidentifikasi pada citra. Setiap sensor pada satelit memiliki spesifikasi resolusi spasial yang beragam yang menghasilkan tingkat kedetailan foto citra yang berbeda-beda. Foto satelit merupakan data raster atau data gambar yang tersusun dari banyak piksel. Ukuran piksel inilah yang memberikan kedetailan visual dari suatu citra. Suatu obyek dapat teridentifikasi bila ukurannya lebih besar dari ukuran piksel citra satelit. Contoh, sebuah mobil yang ukurannya 2 x 3 meter, maka mobil tersebut tidak dapat teridentifikasi bila menggunakan Satelit Landsat yang ukuran pikselnya adalah 30 x 30 meter. Namun apabila menggunakan satelit Pleaides yang memiliki ukuran piksel 0,5 x 0,5 m, maka mobil tersebut dapat teridentifikasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Citra Landsat memiliki resolusi spasial 30 meter dimana lebih rendah bila dibandingkan satelit Pleaides yang memiliki resolusi 0,5 meter.
Gambar 1.6. Contoh visualisasi obyek pada beberapa macam tingkat resolusi spasial
____________________________________________________________ 8
Resolusi Temporal yakni periode waktu ulang satelit kembali merekam di area yang sama. Contoh citra satelit yang tergolong memiliki reosolusi temporal tinggi, yakni NOAA (4 kali dalam sehari), Modis (1 hari), TRMM (1 hari), dll. Sedangkan citra satelit yang tergolong memiliki resolusi temporal rendah antara lain ALOS (46 hari), Landsat 8 (31 hari), SPOT (26 hari), dll. Biasanya citra satelit yang memiliki resolusi temporal tinggi tersebut adalah satelit yang digunakan untuk mengidentifikasi kondisi atmosfer dan cuaca. Hal tersebut tentu dimaksudkan karena kondisi atmosfer dan cuaca sangat dinamis perubahannya. Satelit yang memiliki resolusi temporal tinggi umumnya memiliki resolusi spasial yang sangat rendah. Resolusi Radiometrik adalah ukuran sensitivitas sensor dalam membedakan spektral maupun radiasi suatu obyek. Contoh, citra Landsat 7 memiliki sensor dengan resolusi radiometrik 8 bit, artinya sensor tersebut dapat membedakan suatu obyek sebanyak 2 8 = 256 variasi. Sehingga nilai piksel pada Landsat 7 memiliki interval 0-255. Sedangkan generasi Landsat selanjutnya yakni Landsat 8 memiliki resolusi radiometrik 16 bit, artinya sensor Landsat 8 lebih sensitif dalam membedakan obyek sebanyak 2 16 = 65536 variasi dibandingkan Landsat 7. Resolusi Spektral yakni banyaknya jumlah saluran/band spektral yang digunakan pada citra. dalam resolusi spektral ini, citra satelit digolongkan menjadi 2 jenis, yakni citra multispektral dan citra hyperspektral. Citra multispektral adalah citra satelit yang memiliki jumlah saluran/band kurang dari 30. Contoh citra multispektral seperti Landsat 8 (11 band), SPOT 4 dan 5 (4 band), ALOS AVNIR (4 band), dll. Sedangkan citra hyperspektral adalah satelit yang memiliki jumlah band > 30 pada sensornya, contohnya adalah citra Modis dan citra Hyperion.
___________________________________________________________ 9
BAB 2. INTERFACE ENVI 5.1
ENVI (The ENVIronment For Visualizing Images) adalah perangkat lunak pengolah data raster (image) yang dimiliki oleh perusahaan ITT Exelis. Perangkat lunak ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2005 dan hingga saat ini ENVI telah meluncurkan berbagai generasi dan versi. ENVI sangat mudah untuk dipergunakan karena tampilannya yang tidak terlalu rumit atau kompleks. Pada ENVI versi 5.1 yang merupakan versi terbaru, ENVI memiliki tampilan full dekstop yang merupakan bentuk pengembangan dari ENVI sebelumnya (ENVI Classic). Dengan tampilan terbaru ini, anda akan mudah melakukan navigasi pada citra serta mampu mengintegrasikan data citra dengan data vektor GIS. Sebagai suatu software pengolah data citra, ENVI memiliki tools lengkap yang mampu memenuhi kebutuhan dalam setiap proses pengolahan data citra penginderaan jauh. Perangkat lunak ini telah didesain dengan sedemikian rupa, menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang penginderaan jauh, dimana fungsi-fungsi serta algoritma yang digunakan mengikuti perkembangan metode-metode terbaru. ENVI telah mendukung berbagai macam format data satelit. Pada software ENVI versi 5.1 atau yang saat ini adalah versi terbaru, ENVI menyediakan aplikasi khusus untuk pengolahan data lidar dan data radar. Software ENVI ini merupakan software berlisensi, dan dapat didownload pada link berikut (belum terdapat lisensinya): http://www.exelisvis.com/login.aspx?ReturnUrl=%2fMyAccount%2fDownl oads.aspx 2.1. Memulai ENVI Anda dapat memulai perangkat lunak ENVI dengan cara klik icon ENVI yang terdapat pada dekstop komputer anda seperti gambar di bawah ini.
Atau anda dapat membukanya melalui Start
All
Program ENVI
____________________________________________________________ 10
Setelah itu, akan muncul tampilan awal ENVI seperti gambar dibawah ini.
2.2. Membuka Data
Untuk membuka data didalam software ENVI, langkahnya yakni klik menu File, lalu pilih open, atau pada iconbar , anda dapat secara langsung mengklik ikon open
seperti di bawah ini.
Selanjutnya, carilah file citra satelitnya. Pada praktikum ini, sampel data yang digunakan adalah data Landsat 8 yang didownload dari situs USGS Glovis. Berikut adalah tampilan file data Landsat 8. Umumnya, data Landsat berformat tiff dengan disertai file metadatanya (*_MTL.txt).
___________________________________________________________ 11
Landsat 8 memiliki 2 sensor, yakni sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah 11 band. Sensor OLI merekam efek pantulan obyek muka bumi dengan menggunakan gelombang tampak (visible), inframerah dekat (NIR), dan inframerah jauh (SWIR). Adapun band-band pada Landsat 8 yang termasuk TIRS beserta spesifikasinya adalah sebagai berikut:
Sedangkan sensor TIRS merekam efek radiasi yang dipancarkan obyek di bumi. Sensor ini menggunakan gelombang inframerah thermal. Adapun band band pada Landsat 8 yang termasuk TIRS beserta spesifikasinya adalah sebagai berikut:
____________________________________________________________ 12
Terlihat dari penamaanya, file tiff (image) yang penamaannya diakhiri dengan “_B1”, adalah image band 1, sedangkan file yang diakhiri dengan “_B2”, adalah image band 2, dan seterusnya hingga band 11 (“_B11”). Sedangkan file metadata (.txt) berisi tentang deskripsi dan spesifikasi sebuah data dalam suatu scene image. Informasi yang terdapat didalamnya meliputi tanggal perekaman, kondisi perekaman seperti tutupan awan, sudut matahari dll; serta konstanta kalibrasi radiometrik untuk seluruh band. Select/klik-lah Band 1 terlebih dahulu, seperti gambar dibawah ini untuk menginput satu demi satu band ke dalam software ENVI.
___________________________________________________________ 13
Atau anda juga dapat men- select lebih dari satu layer, dengan menahan tombol CTRL.
Pilihlah band 1 hingga band 7, lalu klik Open Maka akan muncul layer band 1, hingga band 7 pada kotak Layer Manager (kotak sebelah kiri).
Cara ini dapat anda lakukan apabila citra satelit yang akan diinput adalah berformat tiff atau HDR. Format HDR adalah format data raster dari software ENVI, sedangkan format tiff merupakan format data raster yang sifatnya generik/umum. Beberapa data satelit, tidak selalu berformat tiff. Cara untuk membuka format data yang tidak umum/non- generic adalah dengan cara: ____________________________________________________________ 14
Klik menu File Pilih Open As kemudian pilih jenis sensor satelitnya.
2.3. Tools Navigasi Dalam ENVI Seperti umumnya perangkat lunak GIS, ENVI selalu memiliki tombol Navigasi yang digunakan untuk menggeser, memperbesar dan memperkecil tampilan citra satelit. Berikut ini adalah tombol-tombol navigasi beserta fungsinya yang terdapat didalam sofware ENVI.
Select : Untuk memilih ( select ) piksel, biasanya digunakan untuk mengidentifikasi nilai piksel yang terpilih (ter- selected ) ___________________________________________________________ 15
Pan
:
Untuk menggeser citra satelit. Anda juga bisa menerapkannya di mouse anda tanpa harus menggunakan ikon ini, yakni dengan menekan tombol scroll pada mouse.
Fly
:
Sama halnya dengan fungsi pan, namun teknisnya anda cukup menekan mouse saja untuk
Rotate :
Berfungsi untuk memutar rotasi citra.
Zoom
Digunakan untuk memperbesar tampilan citra dengan cara mengklik tampilan citra/display-nya.
:
Fixed Zoom in : Untuk memperbesar tampilan citra satelit tanpa harus klik display-nya Fixed Zoom out : Untuk memperkecil tampilan citra satelit tanpa harus klik display-nya. Zoom to full extent : Untuk menampilkan keseluruhan scenes citra satelit.
2.4. Layer Stacking Layer stacking ini adalah proses pembuatan multi-band pada citra, yakni dengan cara menggabungkan image dari band-band yang terpisah (band 1, band 2, band 3, dst) menjadi satu file. Output dari proses ini adalah file citra (format HDR) yang sudah memiliki lebih dari satu band (multi band ) dan bukan lagi dalam single band . Proses ini sangat penting dilakukan untuk melakukan proses pengolahan citra lebih lanjut semisal proses klasifikasi digital yang membutuhkan citra multi band .
____________________________________________________________ 16
Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan proses layer stacking.
___________________________________________________________ 17
Maka akan muncul kotak Layer Stacking Parameters
Untuk menyimpan outputnya, klik Choose.
____________________________________________________________ 18
*Setiap kali anda melihat tombol choose , artinya anda diminta untuk menyimpan file output dari suatu proses. Tombol choose ini berfungsi untuk menyimpan output. Kemudian, anda bisa menyeting sistem koordinat dari output citranya, misalkan pilih Geographic untuk koordinat geografis (derajat/menit/detik), atau tetap menggunakan UTM untuk sistem koordinat terproyeksi (meter). Jika anda memilih sistem UTM, maka anda harus menyesuaikan zona-nya. Data yang digunakan adalah wilayah Jabodetabek yang berada di selatan khatulistiwa, maka zonanya adalah 48 - South (bukan North).
___________________________________________________________ 19
Maka hasil proses layer stacking ini muncul didalam kotak Layer Manager dengan nama layer ALL_BAND
2.5. Edit ENVI Header Pada langkah ini, kita akan melakukan pengaturan data header dari file citra. Langkah ini sebenarnya optional , tidak terlalu penting, namun bila dilakukan, akan mempermudah kita dalam hal proses kedepannya nanti. Langkah yang akan dilakukan adalah memberikan nama (rename) pada masing-masing band dan mendefinisikan panjang gelombang dimasing-masing band. Langkah pertama adalah klik Edit ENVI Header yang terdapat didalam Toolbox. Kemudian, pilih file citra yang akan diedit, yakni ALL_BAND.
____________________________________________________________ 20
Maka, akan muncul kotak seperti di bawah ini. Langkah awal adalah mengubah nama/rename dari masing-masing band. Langkahnya adalah sebagai berikut:
Kemudian, ubahlah nama-nama band tersebut.
Jika selesai, klik OK
___________________________________________________________ 21
Selanjutnya adalah mendefinisikan batas panjang gelombang dari masingmasing band. Langkahnya adalah sebagai berikut:
Selanjutnya isilah batas panjang gelombang di masing-masing band sesuai spesifikasinya. Sebagai contoh, karena sampel data menggunakan Landsat 8, maka isilah/definisikanlah panjang gelombang dimasing-masing band sesuai spesifikasi berikut ini.
Sumber : http://landsat.usgs.gov/band_designations_landsat_satellites.php Tabel diatas ini adalah spesifikasi sensor pada Landsat 8 yang diambil dari situs USGS. Tabel ini menunjukkan panjang gelombang yang diakomodir dari ____________________________________________________________ 22
setiap band-nya. Dengan acuan tabel ini, isilah panjang gelombang (wavelenght) pada kotak Edit Wavelenght Values, misalkan band 1 diisi dengan 0,45 (0,43-0,45), kemudian band 2 diisi dengan nilai 0,51 (0,45 — 0,51), dst. Perlu diingat, pengisiannya harus sesuai dengan spesifikasi citranya, sebagai contoh jika kita menggunakan Landsat 7, maka nilai panjang gelombang di setiap band-nya tentu akan berbeda dengan Landsat 8. Carilah spesifikasi panjang gelombang tiap band dari sensor yang anda gunakan di berbagai macam literatur.
___________________________________________________________ 23
Setelah semua selesai, maka klik OK .
Setelah selesai melakukan kegiatan ini, tutuplah software ENVI lalu bukalah kembali software ENVI.
____________________________________________________________ 24
BAB 3. PIXEL VALUE PADA CITRA
Nilai piksel ( Digital number) pada citra satelit optis, merupakan representatif dari tingkat reflektan/radiasi suatu obyek di permukaan bumi. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 1, mengenai skema reflektan/radiasi proses pengambilan data dalam remote sensing , dimana satelit merekam tingkat reflektan/radiasi dari obyek di permukaan bumi, kemudian diterjemahkan sebagai angka-angka. Angka-angka tersebutlah yang dimaksudkan sebagai nilai piksel ( Pixel value) atau digital number . Pixel Value ini kemudian divisualisasikan menjadi tingkat kecerahan/ derajat keabuan sehingga terlihat menjadi suatu gambar berona. Rentang nilai piksel bergantung dari resolusi radiometrik sensor yang terpasang di setiap citra satelit. Sebagai contoh, Citra Landsat 7, memiliki resolusi radiometrik 8 bit, dimana rentangnya 28= 256, sehingga nilai pikselnya adalah dari 0 hingga 255. Sedangkan Landsat 8, memiliki resolusi radiometrik 16 bit, artinya mampu membedakan obyek sebanyak 2 16, yakni 65.536 tingkat perbedaan. Hal inilah yang menyebabkan nilai piksel/digital number pada Landsat 8 memiliki nilai dalam rentang 0 hingga 65.535.
Gambar 3.1.
Hubungan nilai digital number dengan derajat keabuan.
___________________________________________________________ 25
Untuk dapat memahami lebih jauh mengenai nilai piksel, anda dapat melakukan percobaan berikut ini. 3.1. Identifikasi Nilai Piksel (Pixel Value) Dalam kegiatan ini, anda akan berlatih mengidentifikasi nilai piksel di setiap obyek pada citra satelit. Langkah awal adalah, bukalah citra yang telah di-layer stacking (ALL_Band). Berikut adalah langkahnya:
1.Klik icon Open
2.Carilah file ALL_BAND, pilihlah file yang berformat HDR
3.Klik Open
Maka layer ALL_BAND akan muncul, biasanya muncul dalam komposit RGB true color. (karena langkah sebelumnya telah mendefinisikan panjang gelombang dimasing-masing band)
____________________________________________________________ 26
Kita akan mengidentifikasi nilai piksel citra namun dalam single band terlebih dahulu. Langkah-langkah untuk menampilkan single band dalam mode greyscale pada citra yang telah ter-layer stacking adalah sebagai berikut.
4.klik icon data manager
___________________________________________________________ 27
Tampilkan band 6 dalam mode Greyscale.
5.klik band 6
6.Klik Load Greyscale
Maka akan tampil layer baru (band 6) pada kotak Layer Manager
____________________________________________________________ 28
Zoom citra dan carilah obyek laut, lahan terbangun dan awan seperti tampilan di bawah ini. Kemudian aktifkan cursor value , tool ini berfungsi untuk mengidentifikasi nilai piksel pada piksel yang kita tunjuk dengan cursor. Sebaiknya non-aktifkan layer ALL_band terlebih dahulu dengan cara menghilangkan centang pada layer tersebut agar nilai piksel yang teridentifikasi hanya di layer band 6 saja.
7. Un-check layer ALL_Band 8. Klik cursor value 9.Arahkan kursor ke obyek air(laut), pemukiman, dan awan
10.Kemudian, catatlah nilai pixel yang terdapat di kolom, Data : .......
___________________________________________________________ 29
Nilai piksel pada obyek air umumnya rendah, hal ini dikarenakan sifat air yang mampu menyerap sebagian besar gelombang elektromagnetik dari matahari dan hanya sedikit yang memantulkannya. Sehingga dapat dikatakan tingkat reflektan air sangatlah rendah. Hal berbeda dengan pemukiman yang memiliki tingkat reflektan yang lebih tinggi dibandingkan air. Sehingga, nilai piksel permukiman lebih tinggi, dan rona piksel permukiman juga lebih terang dibandingkan rona piksel air yang gelap. Tingkat reflektan pada air pun sebenarnya dapat berbeda tergantung material yang terkandung di dalamnya. Kemudian, bila dilihat berdasarkan panjang gelombang yang merekamnya, nilai spektral air pun berbeda. Misalkan pada band 6 Landsat 8 (gelombang NIR), air akan terlihat gelap, daratan akan terlihat terang. Hal ini dikarenakan tingkat reflektan pada panjang gelombang ini sangat rendah, berbeda bila kita menggunakan band hijau (band 3 pada Landsat 8) maka obyek air akan tersegmentasi ronanya. Rona yang lebih cerah adalah air yang mengandung sedimen. Oleh karena itu, dengan menggunakan algoritma tertentu, kita dapat mengetahui dan mengukur tingkat sedimen dalam air.
Daratan
L S a u e d t t i m a n e n p a s e d i m e n
Gambar 3.2.
L a u S t t e d a n im p a e s e n d i m e n
Laut
Visualisasi Laut pada spektrum Hijau, Merah, dan Inframerah Dekat
____________________________________________________________ 30
Kurva di bawah ini menunjukkan pergeseran puncak reflektan berdasarkan kandungan sedimen dalam air. Semakin tinggi kandungan sedimen, semakin tinggi pula reflektan pada gelombang hijau (500 – 600 nm) dan merah (600 – 700 nm).
Gambar 3.3.
Kurva reflektan air berdasarkan kandungan sedimennya
Terapkan langkah yang sama untuk menampilkan band 2 dalam mode greyscale sehingga telah terdapat 3 layer yang terdapat didalam kotak Layer Manager. Gunakan view swipe untuk membandingkan layer band 2 dengan layer band 6
Klik View Swipe
___________________________________________________________ 31
Didalam ENVI, terdapat 3 tool yang berfungsi untuk menvisualisasikan perbandingan antar layer . Ketiga tools tersebut adalah View Blend , View Flicker , dan View Swipe.
View Blend
View Swipe View Flicker
Cobalah ketiga tool tersebut dan bandingkan visualisasi obyek-obyek pada layer band 2 dan layer band 6. Bila kita ingin menarik garis pantai, band apa sebaiknya yang digunakan? Sebaiknya gunakan band yang berada pada panjang gelombang inframerah dekat (NIR). Pada Landsat 8, panjang gelombang inframerah dekat masuk dalam range band 6 (0,85 – 0,88 µm). Perhatikanlah perbedaan kenampakan band 2 dan band 6 pada Landsat 8.
Band 2 Gambar 3.4. Visualisasi
Band 6 citra band 2 dan band 6
Kita dapat dengan mudah mengidentifikasi batas danau pada band 6 dibandingkan band 2 yang terlihat gelap secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena obyek dimuka bumi memiliki karakteristik reflektan yang berbeda. Contoh di bawah ini adalah kurva yang menunjukkan pola reflektan antara vegetasi dan air. ____________________________________________________________ 32
Gambar 3.5. Kurva
Reflektan Air dan Vegetasi
Sumber : Richards & Jia, 1999 Pada gelombang Hijau (0,4 -0,5 µm), obyek air (water ) dan vegetasi memiliki reflektan yang sama-sama rendah, oleh karena itu, pada band 2 (0,45-0,51 µm) yang masuk kategori gelombang hijau, baik air maupun daratan akan terlihat sama-sama gelap. Sedangkan pada gelombang inframerah dekat (0,7 – 1 µm), terjadi perbedaan reflektan yang besar, di mana air memiliki reflektan sangat rendah, sedangkan vegetasi memiliki reflektan yang tinggi. Itulah mengapa pada band 6, rona vegetasi/daratan terlihat lebih terang, kontras dengan rona air yang sangat gelap. 3.2. Komposit RGB Untuk menampilkan citra berwarna atau citra komposit, maka dibutuhkan minimal 3 layer sekaligus yang digunakan untuk mengisi kanal Red, Green, dan Blue. Dalam menampilkan citra satelit didalam bidang Remote Sensing , terdapat 2 jenis komposit, yakni: 1. True Color Composite (Warna sebenarnya) True Color ini menampilkan kenampakan citra satelit yang sesuai dengan warna sebenarnya. Dalam membuat komposit warna sebenarnya ini, kita harus memasukkan band-band sesuai dengan panjang gelombangnya, misalkan kita tempatkan band merah pada ___________________________________________________________ 33
kanal Red , band hijau pada kanal Green, dan band biru pada kanal Blue. 2. False Color Composite (Warna semu) False Color merupakan kombinasi RGB yang memberikan kenampakan warna obyek yang bukan sebenarnya. Biasanya komposit ini digunakan untuk penajaman visual, dengan menggunakan komposit yang tepat, maka obyek dapat terlihat lebih jelas dan kontras. Berikut adalah cara mengubah tampilan RGB dari layer yang telah ter-layer stacking.
Klik kanan pada layer All_Band, kemudian pilih change RGB Bands
Maka akan muncul kotak Change Bands seperti gambar di bawah ini. Klik masing-masing berurutan dari mulai Band 5 ( Red ), lalu diikuti band 4 (Green), lalu terakhir band 3 ( Blue). Lalu klik OK Klik secara berurutan: 1. Band 5 (Red) 2. Band 4 (Green) 3. Band 3 (Blue)
Klik OK
____________________________________________________________ 34
Maka, tampilan citra akan berubah yang semula adalah true color menjadi false color composite RGB 543.
Mata manusia sama halnya dengan sensor dalam satelit. Bedanya, mata manusia didesain hanya untuk menangkap gelombang tampak (visible), yakni dalam rentang 0,4 - 0,7 µm. Itulah sebabnya, kenampakan yang dilihat oleh mata kita sama seperti kenampakan True Color Composite pada citra satelit. False color composite biasanya digunakan untuk mempertajam visualisasi citra. Misalkan dalam membedakan obyek air (sungai, danau, dan laut) dengan daratan. False Color RGB 653 sangat baik dalam membedakan antara obyek air dengan obyek daratan dibandingkan True Color RGB 432. Hal ini disebabkan karena penggunaan band 6, band 5 dan band 3 pada False Color merupakan band yang memiliki perbedaan (GAP) reflektan yang besar antara obyek vegetasi (darat) dan laut. Berikut ini adalah grafik reflektan vegetasi dan air berdasarkan panjang gelombang serta band-band yang terdapat di Landsat 8.
___________________________________________________________ 35
Gambar 3.6. Kurva
Reflektan air dan vegetasi beserta panjang gelombang di band Landsat 8 (Richards & Jia, 1999)
Oleh karena itu, warna air dengan darat akan terlihat kontras seperti gambar di bawah ini.
True Color (RGB 432)
False Color (RGB 653)
Kemudian visualisasi efek topografi sangat baik ditampilkan pada komposit RGB 563 (Landsat 8).
True Color (RGB 432) False Color (RGB 563) ____________________________________________________________ 36
Selain itu, anda juga dapat membuat layer komposit baru tanpa harus mengganti layer komposit yang sudah ada. Berikut adalah langkahlangkahnya.
1.Klik Data
manager
2. Buatlah komposit RGB 432 (true color composite ), dengan cara klik secara berurutan mulai dari Band 4, band 3 dan band 2
3. Lalu klik Load Data
___________________________________________________________ 37
Maka akan muncul layer baru, sebenarnya dengan data yang sama “ALL_BAND”, namun dalam layer yang berbeda kompositnya.
Maka akan muncul layer baru dengan komposit yang berbeda, namun sebenarnya adalah data yang sama, yakni data ALL_BAND
____________________________________________________________ 38
3.3. Z Profile Citra Multiband
Anda dapat melihat karakteristik reflektan objek pada citra satelit berdasarkan panjang gelombang menggunakan tools z profile. Berikut adalah langkahnya.
1.klik/select layer ALL_Band dalam komposit RGB
2.Klik icon Spectral 3.Lalu aktifkan
Profile
tools Select
4.Klik-lah salah satu pixel dari berbagai macam obyek untuk mengidentifikasi spectral-nya. Maka akan muncul pola reflektan dari obyek tersebut. ___________________________________________________________ 39
Gambar disamping adalah contoh pola reflektan vegetasi, hasil identifikasi menggunakan tools z profile. X axis, adalah panjang gelombang, dimana nilainya diwakili oleh sejumlah band yang digunakan (Band 1-7), sedangkan Y axis, adalah pixel value dari pixel yang dipilih/ter-selected yang mana merepresentasikan tingkat reflektan. Terlihat pada grafik tersebut, obyek vegetasi memiliki reflektan tertinggi pada gelombang inframerah dekat (0,7-1 µm). Kemudian reflektan terendah berada pada kisaran gelombang merah (0,6 – 0,7 µm).
Cobalah, catat pola spektral dari obyek lainnya, seperti lahan basah, lahan kering, awan, laut dalam, sedimen laut, dll. Kemudian pada obyek yang sama, bandingkan grafik tersebut dengan kedua grafik reflektan seperti gambar di bawah ini. Apakah ada kemiripan?
____________________________________________________________ 40
Pola reflektan object sebenarnya dapat diukur menggunakan suatu alat yang bernama spektrometer/spectroradiometers. Alat ini dapat mengukur reflektan objek pada panjang gelombang tertentu dari sumber energi matahari. Waktu pengukuran paling optimal adalah sekitar jam 11 pagi hingga jam 2 siang, karena pada selang waktu tersebut, intensitas gelombang elektromagnetik matahari sangat tinggi, dengan syarat cuaca tidak mendung. Obyek diletakkan tepat di depan sensor, lalu sensor diarahkan tepat mengenai obyek agar pantulannya dapat terekam. Kemudian, alat tersebut tersambung dengan PC/laptop yang kemudian digunakan untuk menyimpan spectra library hasil pengukurannya.
Sensor optis
Obyek yang akan diukur Gambar 3.7. Spektrometer
Berikut adalah contoh hasil rekaman reflektan vegetasi menggunakan alat spektometer (kiri), kemudian bandingkan dengan hasil pola reflektan vegetasi yang diambil pada citra Landsat 8 (kanan) dengan menggunkan z profil.
Pola reflektan vegetasi (spektrometer)
pola reflektan vegetasi (satelit)
___________________________________________________________ 41
Secara umum, pola reflektan terlihat sama, perbedaannya adalah kurva reflektan citra satelit (kanan) terlalu kaku, hal ini dikarenakan kurva reflektan tersebut terbentuk dari 7 band, sehingga penarikan kurva didasari atas nilai piksel vegetasi dari ketujuh band tersebut. Hal ini tentunya berbeda bila kita menggunakan satelit hyperspektral yang memiliki 200-an band. Tentu kurva yang terbentuk akan terlihat mirip layaknya hasil pengukuran menggunakan spektrometer. 3.4. Statistik Citra Perhitungan statistik dari citra satelit adalah sangat penting dilakukan terutama bila kita ingin melihat sebaran distribusi piksel dalam citra satelit, misalkan bila kita ingin mengetahui nilai piksel minimum dan maximum di masingmasing band, atau nilai piksel berapa yang memiliki jumlah yang besar di masing-masing band.
Untuk mendapatkan informasi tersebut, maka kita bisa memanfaatkan tool Compute statistik yang terdapat di dalam toolbox. Berikut adalah langkahlangkahnya: 1.Dalam toolbox, klik folder Statistic
2.Pilih Compute Statistik 3.Klik citranya, misalkan ALL_BAND
4.Klik OK ____________________________________________________________ 42
Maka akan muncul kotak Compute Statistik Parameters seperti gambar dibawah ini. Kita dapat memunculkan beberapa informasi seperti nilai Covariance, dengan cara mencentang kolomnya.
5. Ceklis kolom Basic Stats, Histogram, Covariance dan covariance images
Jika anda ingin menyimpan hasil kalkulasi statistik, anda bisa menceklis kolom ini dan menyimpannya apda direktori anda.
6. Klik OK
Maka proses akan berjalan.
___________________________________________________________ 43
Lalu akan muncul kotak Statistic Results seperti gambar di bawah ini.
Dalam kolom Basic Stats, anda akan mendapatkan nilai min, max, mean dan standard deviasi nilai piksel dimasing-masing band. Terlihat bahwa nilai minimum untuk seluruh band adalah 0. Sebenarnya, Nilai 0 tersebut
bukanlah nilai minimum asli dari masing-masing band, nilai tersebut adalah nilai piksel region luar scenes yang biasanya berwarna hitam.
Pada gambar di samping, Pixel berwarna hitam yang berada diluar garis adalah bukan merupakan bagian dari scene citra, namun dalam perhitungan statistik, pixel-pixel bernilai 0 tersebut dilibatkan sehingga menjadi nilai minimum.
____________________________________________________________ 44
Oleh karena itu, untuk mencari nilai minimum sebenarnya dari scene citra, maka anda harus mencari didalam histogram pada masing-masing band. Berikut adalah langkahnya: Klik Select Start Histogram Band 1 Nilai Pixel atau DN (Digital Number )
Jumlah pixel atau Npts (Number of points)
Misalkan anda pilih histogram band 1, kemudian ceklah nilai minimum piksel (DN) dengan melihat dalam kolom jumlah piksel (Npts). DN yang memiliki npts = 0, maka sebenarnya piksel dengan nilai DN tersebut tidak terdapat di dalam scenes citra, atau jumlahnya sama dengan 0. Untuk mengetahui nilai minimum, maka anda harus mencari DN paling rendah hingga tinggi yang pertama kali memiliki npts lebih dari sama dengan 1 (≥1).
___________________________________________________________ 45
Untuk lebih memahaminya, anda dapat melihat penjelasan berikut ini. Gambar disamping menunjukkan DN = 8988 merupakan DN minimum band 1.
DN
Npts
Hal ini terlihat karena DN yang nilainya lebih rendah dari 8988 memilliki npts 0 semua, dan pada DN 8988, nilai npts = 53, Artinya, pixel yang memiliki nilai 8988 terdapat sebanyak 53 pixel yang tersebar didalam scenes citra band 1. DN 8988 adalah DN minimum band 1.
Anda dapat juga melihat distribusi sebaran data melalui kurva. Langkahnya adalah seperti berikut. Klik Select Plot Pilih histogram Band yang diinginkan, misalka band 1
____________________________________________________________ 46
Grafik ini menunjukkan distribusi pixel citra pada band 1. X Axix : Nilai Pixel Y Axix : jumlah Pixel . Dari grafik disamping terlihat, nilai pixel yang mendominasi terdapat pada rentang 10.000 – 12.500 .
3.5. Mosaic Citra Mosaic adalah proses menggabungkan 2 atau lebih scenes citra. Proses ini sangat penting dilakukan apabila wilayah kajian kita terliput 2 atau bahkan 3 scenes citra. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan proses mosaik : Scene citra telah mengalami proses registrasi artinya citra-citra tersebut sudah memiliki koordinat dan posisi yang benar serta memiliki sistem koordinat yang sama. ___________________________________________________________ 47
Pastikan scene- scene citra yang akan dimosaic memiliki posisi yang berdampingan. Sebaiknya, tanggal perekaman antar scenes yang akan diproses tidak terlampau jauh lamanya.
Berikut ini akan dicontoh cara melakukan proses mosaik menggunakan data Landsat 8. Terlihat file di bawah ini adalah 2 scenes yang memiliki path-row berdampingan, yakni Path 122 Row 64 (LC8122064...), dan Path 122 Row 65 (LC8122065..).
Untuk posisi kedua scene tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini
____________________________________________________________ 48
Data Landsat 8 yang diunduh dari situs USGS sudah terigestrasi dan telah memiliki sistem koordinat. Gambar dibawah ini menunjukkan citra scenes Landsat 8 (band 8 pankromatik-15 meter) memiliki posisi yang sama dengan data jaringan jalan dari Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000.
Karena telah memiliki koordinat, maka scenes Citra Landsat dapat secara langsung diproses mosaik secara otomatis. Langkah awal, pastikan Citra Landsat untuk kedua scenes tersebut telah terlayer-stacking, sehingga satu file scene memiliki 7 band (band 1 hingga 7). Inputlah 2 scenes citra tersebut ke dalam ENVI.
___________________________________________________________ 49
Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan proses mosaik:
1.Buka Menu Mosaicking
2.Klik Seamless Mosaic
____________________________________________________________ 50
3. Klik tombol add +
4.Pilih/Select kedua scenes
5.Klik OK
Kemudian, hilangkan piksel terluar yang dapat menutupi scenes lainnya. Untuk dapat menghilangkan (masking ) piksel terluar tersebut, kita harus mengidentifikasi nilai piksel tersebut.
___________________________________________________________ 51
Gunakan tombol cursor value untuk mengidentifikasi piksel terluar di masing-masing scenes. Bila anda belum melakukan transformasi apapun pada citra, maka biasanya nilai piksel terluar ini bernilai 0. Contoh di bawah ini, cara untuk masking atau menghilangkan piksel terluar.
6.Klik kanan, pilih change Selected Parameters
____________________________________________________________ 52
7. Isikan nilai pixel terluar, misakan = 0. Lakukan hal yang sama pada scenes lainnya.
Terlihat dipreview pada display citra, piksel terluar dari kedua scenes akan hilang dan tidak lagi saling menutup.
___________________________________________________________ 53
Dalam struktur Path-Row scenes Landsat, antar scenes yang saling bersebelahan, pasti memiliki area yang saling tumpang tindih (overlaping). Contoh gambar di samping menunjukkan area overlap (lingkaran merah) antara scenes path/row 122/64 dengan scenes path/row 122/65. Setiap scene citra Landsat direkam pada waktu yang berbeda, tentu ini akan menghasilkan kondisi cuaca yang berbeda. Kita dapat memilih scenes yang memiliki kualitas lebih baik di zona overlap tersebut. Lihatlah dari persentase tutupan awan paling rendah di zona overlap tersebut. Kemudian, letakkan scenes yang memiliki kualitas lebih baik di posisi paling atas.
Dalam kasus berikut, scene path 122 row 64 memiliki kuantitas awan lebih rendah di zona overlap, maka naikkan posisinya ke layer paling atas ( bring to front).
____________________________________________________________ 54
8.Pilih/Select layer path 122 row 64
9.Klik Order, Pilih Bring to Front
Contoh perbandingan gambar di bawah ini, dimana posisi scene path 122 row r ow 64 berada di atas (gambar kiri) dengan posisinya apabila diletakkan diletakkan di bawah (gambar kanan).
___________________________________ __________________ _________________________________ ________________________ ________ 55
Kemudian untuk proses penyetaraan warna antara scene antara scene yang yang akan di mosaic, dapat diaktifkan di tab C olor lor C or r ecti cti on. Penyetaraan histogram dapat dipilih beradasarkan area yang teroverlap saja, saja, atau seluruh scenes seluruh scenes..
10.Klik Tab Color Correction
11.Centang Histogram Matching, lalu pilih tipenya.
Kemudian, pilihlah scene pilihlah scene acuan acuan ingin digunakan sebagai dasar penyetaraan penyetaraan warna dan histogram.
12.Klik Tab Main 13.Pilihlah scenes yang digunakan sebagai acuan (Reference) dengan cara klik kanan pada scenes tersebut
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 56
Langkah terakhir adalah menyimpan output mosaic.
14.Klik Tab Export 15.Klik Browse
16.Simpan dan berinama output file, misalkan “MOSAIC”
17.Klik Open
18.Klik Finish
___________________________________ __________________ _________________________________ ________________________ ________ 57
Berikut adalah hasil proses mosaik.
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 58
BAB 4. PREPROCESING (LANDSAT) (LANDSAT)
Sebelum citra dianalisis, tahap awal yang harus dilakukan adalah proses Tahap preprocessing yang yang dibahas pada bab ini yakni adalah preprocessing . Tahap preprocessing kalibrasi dan koreksi. Proses kalibrasi lebih kepada transformasi nilai piksel untuk mendapatkan nilai spektral radian dan reflektan. Citra hasil perekaman satelit yang masih original atau bersifat data mentah (Raw Data), dimana piksel-pikselnya masih memiliki nilai digital number (DN) atau nilai piksel (Pixel Value). Digital number (DN) dalam piksel dapat dikatakan indeks angka yang merepresentasikan tingkat pantulan gelombang Elektromagnetik dari obyek dimuka bumi bu mi yang diterima/direkam oleh sensor. Sedangkan dalam visualisasinya, Digital Number merepresentasikan tingkat kecerahan pada citra. Untuk mendapatkan nilai spektral radian obyek sebenarnya, maka citra satelit haruslah dikalibrasi. Tahap selanjutnya adalah koreksi. Proses ini sangat penting dilakukan karena saat satelit merekam bumi, terjadi distorsi sehingga menurunkan kualitas citra. Distorsi yang terjadi kecenderungan diakibatkan karena jarak antara satelit yang berada di ruang angkasa dengan permukaan bumi yang sangat jauh, sehingga distorsi yang muncul biasanya mempengaruhi radiometrik citra (kemampuan sensor merekam reflektan obyek muka bumi) bu mi) yang salah satunya adalah akibat gangguan atmosfer. Selain itu, dinamika posisi satelit dan juga pergerakan satelit pada orbitnya mampu memunculkan distorsi yang mengakibatkan posisi geometris citra yang tidak sesuai dengan posisi yang sebenarnya. Oleh karena itu, proses preprocessing preprocessing ini bertujuan untuk perbaikan/koreksi citra baik baik secara radiometrik radiometrik dan juga geometrik. geometrik. Selain itu, proses lainnya dalam d alam konteks preprocessing konteks preprocessing yang yang dibahas pada bab ini adalah mosaic mosaic dan juga penajaman citra. Kedua proses ini sebenarnya bukan bertujuan untuk memperbaiki memperbaiki citra akibat distorsi, namun namun lebih kepada persiapan awal citra citra sebelum proses pengolahan digital dilakukan. dilakukan. 4.1. Kalibrasi Radiometrik
Proses kalibrasi ini bersifat optional , artinya tidak selalu harus dilakukan. Proses kalibrasi ini sangat penting apabila user menginginkan transformasi ___________________________________ __________________ _________________________________ ________________________ ________ 59
nilai piksel dalam bentuk nilai spektral radians dan nilai reflektan sebenarnya. Aplikasi dari penerapan kalibrasi ini misalkan kebutuhan suatu algoritma dimana input citra harus memiliki nilai piksel dalam satuan nilai spektral radians, contohnya adalah algoritma yang dikembangkan oleh Budiman (2005) untuk menghitung kandungan sedimen dalam air: TSS = A * exp (S * R(0-) kanal merah) dimana: TSS = total suspended solid (mg/l) R(0-) = Nilai spektral reflektan pada band merah A dan S = variabel persamaan
Perlu dipahami bahwa terdapat perbedaan makna antara spektral radian dengan reflektan. Spektral radian adalah jumlah energi/ flux yang diradiasikan oleh obyek dimuka bumi per unit luasan pada sudut tertentu. Nilai dari spektral radian ini memiliki satuan Watts/m2*srad*µm. Berikut adalah ilustrasinya.
Sumber: Walter-Shea and Biehl 1990 Sedangkan reflektan adalah persentase energi yang dipantulkan obyek dari total energi yang diterima obyek per satuan luas. Nilai reflektan ini tidak memiliki satuan dan biasanya diukur berdasarkan persentase (%). Gambar di bawah ini adalah contoh pola reflektan beberapa macam obyek.
____________________________________________________________ 60
Dalam pengolahan data Landsat 8, kedua nilai ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Reflektan ρλ' = Mρ*Qcal + Aρ Dimana : M p = faktor skala sedangkan A p = faktor penambah Dalam menghitung reflektan, tidak semua band dapat digunakan. Band yang memiliki gelombang thermal (TIRS) tidak dapat dikonversi ke satuan reflektan, karena band ini hanya merekam radiasi saja. Spektral Radian (Radiance) Lλ = ML*Qcal + AL Dimana : M p = faktor skala sedangkan AL = faktor penambah Band reflektan (OLI) maupun thermal (TIRS) dapat dikonversi kedalam satuan nilai reflektan radian ini.
4.1.1.
Konversi DN OLI Menjadi Reflektan Lapisan Atas Atmosfer (TOA Reflectance)
Untuk melakukan kalibrasi Landsat 8, anda dapat membaca penggunaan produk Landsat pada situs resmi USGS. http://landsat.usgs.gov/Landsat8_Using_Product.php Dalam situs tersebut, dijelaskan bagaimana melakukan proses kalibrasi radiometrik untuk data OLI dan data TIRS. Rumus untuk konversi DN kedalam nilai reflaktan Top Of Atmosfer (TOA) untuk data OLI adalah sebagai berikut: ρλ' = M ρQcal + A ρ ___________________________________________________________ 61
Dimana: ρλ' Mρ Aρ Qcal
= Reflektan TOA yang belum terkoreksi sudut matahari. = faktor skala (Band-specific multiplicative rescaling factor ) = faktor penambah (Band-specific additive rescaling factor) = Nilai piksel (DN)
Untuk nilai faktor M ρ dan A ρ, dapat dilihat pada metadata citra. Dalam file citra Landsat, selalu tersedia file metadata-nya, dimana metadata ini biasanya berformat Text (*.txt). Dalam Landsat 8, penamaan file metadata ini selalu diakhiri dengan “_MTL”. Berikut adalah contoh tampilan metadata dalam folder hasil unduhan Citra Landsat dari situs GLOVIS USGS.
Bukalah file metadata tersebut, sebaiknya menggunakan Wordpad, agar susunan format tulisannya memanjang kebawah. Kemudian, carilah kedua faktor skala tersebut yakni multiplicative rescaling factor (M ρ ) dan additive rescaling factor (A ρ ). ____________________________________________________________ 62
Berikut adalah contohnya:
Terlihat, untuk seluruh Band (band 1 hingga band 9), memiliki nilai faktor M ρ (0,00002) dan A ρ (-0,1) yang sama, sehingga ini memudahkan dalam hal penulisan rumus, karena rumus yang digunakan adalah sama untuk seluruh band (band 1 hingga band 9). Band 10 dan 11 tidak memiliki nilai faktor M ρ dan A ρ, karena kedua band tersebut adalah band thermal. Band thermal tidak merekam reflektan obyek melainkan radiasi obyek, oleh karena itu kedua band tersebut tidak dapat dikonversi menjadi nilai Reflektan TOA. Selanjutnya, untuk mengkonversi seluruh nilai piksel menggunakan suatu rumus, kita dapat memanfaatkan tool bandmath dalam ENVI. Tools ini ___________________________________________________________ 63
berfungsi untuk meng-kalkulasi suatu nilai piksel sesuai rumus/algoritma yang telah ditentukan. Tools bandmath ini dapat anda temukan di toolbox, didalam folder Band ratio. Selanjutnya, catatlah rumus/algoritma yang akan digunakan. ρλ' = ( M ρ*Qcal) + A ρ = (0.0002*DN band 1-7) + (-0.1) Dalam bandmath, nilai DN disimbolkan dengan huruf B dan diikuti oleh angka, contoh penulisan yakni B1, B2, B3, ... dst. Sehingga, penulisan dalam bandmath adalah seperti berikut ini: (0.0002*B1)-0.1
Untuk penulisan variabel tidak terpengaruhi oleh besar kecilnya huruf B, baik penulisan “B1” maupun “ b1” tetap bisa diinputkan ke dalam bandmath. Bukalah software ENVI, kemudian input layer ALL_band. Lalu, dalam kolom Toolbox, pilih folder band ratio, kemudian double click Band Math.
1.Klik Band Math
____________________________________________________________ 64
Kemudian, masukkan rumus berikut ke dalam kolom Enter an Expression. Band math : (0.00002*b1)-0.1
2.Ketik-lah rumus-nya
3. Klik Add to List
Karena semua rumus dapat diterapkan di seluruh band, maka anda cukup klik “Map Variabel to Input File ”, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
4.Klik variabel B1 5.Klik Map Variable to input File
6.Pilih input file adalah layer All_band. 7.Klik OK ___________________________________________________________ 65
Maka, seluruh band akan ter- selected biru seperti gambar di bawah ini.
8.Klik Choose
9.Simpan dalam folder yang diinginkan, berinama output “TOA_SPEKTRAL”
11.Klik OK
10.Klik Open
Maka akan muncul layer TOA_SPEKTRAL di dalam kotak Layer Manager .
____________________________________________________________ 66
Secara visual, tampilan citra terlihat lebih cerah. Namun yang paling penting adalah nilai piksel telah berubah menjadi nilai reflektan. Ceklah nilai piksel dari layer “TOA_SPEKTRAL” dengan tools cursor value bandingkan nilai pikselnya dengan layer “ALL_BAND”.
, kemudian
Terlihat pada gambar di atas, nilai piksel pada layer “ALL_BAND” masih dalam nilai digital mumber , dengan angka ribuan, sedangkan pada layer TOA_SPEKTRAL, nilai piksel RGB, sudah berubah menjadi reflektan. 4.1.2.
Konversi DN OLI Menjadi Radians Lapisan Atas Atmosfer (TOA Radiance) Rumus untuk merubah DN menjadi spektral radian (Watts/m2*srad*µm) adalah sebagai berikut:
Lλ = ML*Qcal + A L Dimana : M p = faktor skala AL = faktor penambah Keduan faktor tersebut dapat dilihat pada file metadata citra, di mana dalam format tulisan metadata tersebut, M p adalah “RADIANCE_MULT_BAND_...”, sedangkan AL adalah “RADIANCE_ADD_BAND_...”. ___________________________________________________________ 67
Berikut adalah tampilan metadatanya.
Nilai faktor M p dan AL tidak memiliki nilai yang sama antar setiap band-nya, hal ini berbeda dengan faktor skala spektral radian. Oleh karena itu, penulisan rumus antar band akan berbeda: Rumus untuk band 1 =(0.0126*b1)-63.02 Rumus untuk band 2 =(0.0129*b2)-64.53 Rumus untuk band 3 = (0.01003*b3)-59.47 Rumus untuk band 4 = (0.01003*b4)-50.15 Rumus untuk band 5 = (0.00613*b5)-30.689 Rumus untuk band 6 = (0.00152*b6)-7.632 Rumus untuk band 7 = (0.0000514*b7)-2.57 Setelah mendapatkan rumusnya, lalu ketik-lah di band math. Dalam penamaan variabel band, sebaiknya penulisan disesuaikan dengan bandnya, misalkan “b1” untuk band 1, “b2” untuk band 2, dst agar saat menginput file band, tidak menyulitkan.
____________________________________________________________ 68
1.Klik Band Math
Kemudian, ketiklah rumus untuk setiap band, lalu klik Add to list hingga seluruh rumus masuk dalam kolom Previous Band Math Expressions. 2.Ketik rumus band 1, lalu klik Add to list, hingga rumus tersebut tersimpan dalam kolom Previoues Band Math Expressions Kemudian, lanjutkan dengan rumus band 2, hingga band 7.
Dalam proses konversi ini, data input adalah layer ALL_Band. Nilai piksel dalam layer inilah yang diubah dari DN menjadi nilai radian (Watts/m2*srad*µm). Untuk melakukan proses konversi, tidak bisa secara sekaligus, karena rumus yang diproses berbeda setiap bandnya, oleh karena proses kalkulasi atau konversi nilai piksel harus dilakukan satu-persatu. ___________________________________________________________ 69
Mulailah dengan band 1 terlebih dahulu, caranya adalah sebagai berikut:
3.Select rumus untuk band 1
4.Klik ok
5.Pada layer ALL_BAND, selectlah b1 (band 1) sebagai variabel inputnya.
6.Klik Choose
8.Klik Open
7.Simpan dengan nama “RADIAN_BAND_1”
9.Klik ok ____________________________________________________________ 70
Maka layer RADIAN_BAND_1 akan muncul, tentunya dalam kondisi single layer atau band tunggal. Ceklah nilai piksel pada layer tersebut dengan menggunakan tools cursor value
,
Lanjutkan-lah dengan melakukan proses untuk band 2.
10.klik kembali bandmath
11.Klik /Select untuk rumus band 2
12.Klik OK ___________________________________________________________ 71
13.Klik b2 (band2) di layer ALL_BAND
14.Klik Choose
15. Simpan file, misalkan dengan nama “RADIAN_BAND_2”
16.Klik Open 17.Klik OK
Lakukanlah hal tersebut hingga band 7, sehingga menghasilkan 7 image dalam bentuk single layer . Setelah band 1 hingga band 7 berhasil dikonversi kedalam nilai radian, lalu gabungkanlah kembali dengan menggunakan tool layer stacking, sehingga menjadi satu file multilayer atau multiband,
____________________________________________________________ 72
18.Dalam toolbox , buka folder Raster management Layer Stacking
19.Klik Import File, kemudian inputlah Radian_band_1 hingga Radian_band_7
___________________________________ __________________ _________________________________ ________________________ ________ 73
20.Klik Reorder Files
21. Urut Urutkan kan posisi band dengan cara drag and drop, kemudian klik OK
22.Klik Choose
23.Simpan, dan berinama output, misalkan “ALL_RADIAN_BAND” Kemudian, klik Open 24.Klik OK
Maka, anda telah mendapatkan layer baru bernama ALL_RADIAN_BAND, dimana piksel dari seluruh band pada layer tersebut memiliki nilai radian dalam satuan (Watts/m2*srad*µm).
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 74
Tampilkan layer pertama kali muncul masih dalam greyscale, greyscale, maka tampilkanlah layer tersebut tersebut dalam mode RGB.
Klik Data
manager
Carilah layer ALL_RADIAN_BAND. Kemudian buatlah komposit, dengan cara memilih band-nya.
Klik Load Data
Sehingga tampilan citra akan berubah menjadi berwarna seperti gambar di bawah ini.
___________________________________ __________________ _________________________________ ________________________ ________ 75
Nilai spektral radian dapat dikonversi menjadi nilai suhu permukaan menggunakan rumus berikut:
Dimana: T = Suhu (Kelvin) CVR = Nilai radiance pada radiance pada band thermal K1 dan K2 = Tetapan Namun, untuk mengukur suhu suatu obyek, harus menggunakan panjang gelombang yang tepat. Hal ini sesuai dengan hukum hukum pergeseran Wein, dimana terdapat hubungan antara panjang gelombang dengan suhu.
max
k
T
k = konstanta yang besarnya besarnya 2989 mm*K, T = suhu dengan dengan satuan satuan Kelvin, Kelvin, = panjang gelombang dalam satuan µm. Band thermal inframerah inframerah (TIRS) yang berada di kisaran ± 10 µm sangat tepat digunakan untuk mengukur suhu permukaan bumi yang suhunya berkisar antara ± 300 K atau 27,5 Celcius. Celcius. = 2989 mm*K / 300 K = 9,963 µm atau dapat dibulatkan menjadi 10 µm Sedangkan untuk mengukur suhu yang lebih tinggi, seperti yang dilakukan Flynn, et al. (2001) al. (2001) yang mendeteksi lava (± 868 Kelvin atau 596 Celcius), dapat dideteksi dideteksi dengan menggunakan menggunakan band inframerah inframerah (kisaran ± 1 µm). Berikut adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara suhu, panjang gelombang, dan energi (radians spektral) yang dipancarkan.
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 76
4.2. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik merupakan proses memperbaiki nilai piksel pada citra satelit akibat kesalahan radiometrik serta untuk meningkatkan visualisasi citra. Beberapa kesalahan radiometrik yang dapat menggeser nilai piksel/radiometrik citra citra antara lain: 1. Kesalahan Kesalahan pada sistem sistem optik kesalaha kesalahan n karena karena perubahan perubahan kekuatan kekuatan sinyal. 2. Kesa Kesala laha han n kare karena na gan gangg ggua uan n atmosf atmosfer erik ik.. 3. Kesal Kesalaha ahan n karen karenan an peng pengaru aruh h sudut sudut elev elevasi asi mata matahar hari. i. 4.2.1.
TOA reflektan terkoreksi sudut matahari ( Sun angle correction)
Sun angle correction, correction, merupakan koreksi yang dilakukan untuk un tuk memperbaiki nilai reflektan yang error akibat akibat posisi matahari. Citra yang diakuisisi pada musim yang berbeda, akan tampak salah satu kekurangannya yakni iluminasi matahari.
Oleh karenanya, nilai reflektan pada citra harus dikoreksi dengan sudut elevasi matahari yang dihitung berdasarkan waktu/musim perekaman data citra. Adapun rumus dari koreksi sudut matahari ini adalah sebagai berikut: ρλ ' ρλ ' ρλ = = Atau cos(θSZ) sin(θSE) ___________________________________ __________________ _________________________________ ________________________ ________ 77
Dimana : ρλ = Reflektan TOA terkoreksi sudut matahari ρλ ' = Reflektan TOA tanpa korekasi sudut matahari θ SE = Sudut elevasi matahari ( Local sun elevation angle). θ SZ = Local solar zenith angle; θ SZ = 90° - θ SE Seperti halnya melakukan kalibrasi, proses koreksi ini juga membutuhkan parameter seperti sudut elevasi matahari dan local solar zenith angle. Nilai tersebut telah ada dalam file metadata, seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Bila menggunakan kedua rumus tersebut pun akan menghasilkan hasil yang sama. Menggunakan Sudut Matahari
θ SE Sun Elevation = 66,193° Sin (66,193°)= 0,9149 Maka, rumus di bandmath adalah B1/0.9149
Menggunakan Sudut Zenith Matahari θ SE Sun Elevation = 66,193° θ SZ = 90° - θ SE = 90°- 66,193 = 23,807° Cos (23.807°)= 0,9149 Maka, rumus di bandmath adalah B1/0.9149
____________________________________________________________ 78
Rumus ini berlaku untuk seluruh band, dimana band yang digunakan haruslah piksel yang telah dikonversi kedalam nilai reflektan TOA. Bukalah data TOA_SPEKTRAL dan data ALL_BAND kedalam ENVI.
Masukkan rumus kedalam Band Math
1.Klik Bandmath
2.Masukkan rumus, lalu klik Add to list
3.klik OK
___________________________________________________________ 79
Karena rumus tersebut bisa diterapkan sekaligus untuk seluruh band yang ada di layer TOA_SPEKTRAL, maka kita bisa gunakan Map Variable to Input File. 4.Klik Map Variable to Input File
5.Pilih layer TOA_SPEKTRAL
6.Klik OK
____________________________________________________________ 80
Simpan output file dengan cara klik tombol Choose.
7.Klik Choose
8.Simpan output, dan berinama, misalkan “TOA_SPECTRAL_SUN _ANGEL”
9.Klik Open 10.Klik OK ___________________________________________________________ 81
Maka, perbedaan apakah yang muncul antara citra yang belum terkoreksi sudut matahari dengan citra yang telah terkoreksi? Secara visual, tidak ada perbedaan antara data yang belum dikoreksi dengan data yang telah dikoreksi. Namun, perbedaan yang nyata terletak pada perbedaan nilai piksel antara keduannya. Gunakan tool cursor value , lalu bandingkan nilai piksel antara kedua data tersebut (sebelum dan sesudah terkoreksi)
____________________________________________________________ 82
4.2.2.
Dark Piksel Correction
Pada sub-bab ini, metode yang digunakan untuk melakukan koreksi radiometrik adalah metode dark piksel correction. Prinsip metode ini adalah memperbaiki nilai radiometrik ( Pixel Value) pada citra akibat gangguan atmosferik. Jika tidak ada atmosfer, obyek berwarna gelap atau biasanya berupa air dan bayangan awan seharusnya memiliki nilai piksel 0. Apabila pada obyek-obyek tersebut tidak bernilai 0, maka nilai tersebut adalah bias.
Gambar di atas menunjukkan ilustrasi efek atmosfer yang memantulkan sinar datang/gelombang elektromagnetik matahari. Air memiliki karakteristik menyerap gelombang elektromagnetik matahari dengan sangat kuat, sehingga sensor satelit menerima pantulan air dengan intensitas kecil, sehingga efek rona piksel air dalam citra akan menjadi gelap dengan nilai piksel 0. Namun karena obyek air terhalang atmosfer yang terdapat di atas permukaan bumi, gelombang elektromagnetik dipantulkan kembali oleh atmosfer dan ditangkap oleh sensor sehingga warna rona akan lebih terang karena pengaruh pantulan atmosfer (bias atmosfer) atau nilai piksel air bergeser menjadi lebih tinggi (bukan bernilai 0). Pergeseran nilai inilah yang disebut sebagai bias akibat efek atmosfer. Nilai bias ini kemudian digunakan sebagai angka pengurang untuk seluruh piksel yang terdapat dalam scenes citra di masing-masing band sehingga nilai piksel akhir yang didapat adalah nilai piksel tanpa efek atmosfer.
___________________________________________________________ 83
Rumus dark piksel correction adalah sebagai berikut: DN terkoreksi = DN – bias (nilai minimum) Nilai bias didapat dari nilai minimum dimasing-masing band. Nilai minimum tersebut dapat dilihat pada proses perhitungan statistik citra yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Layer yang digunakan adalah layer yang masih berupa nilai digital number (layer ALL_BAND). Kemudian hitunglah nilai minimum (bias) di masingmasing band. Hasil perhitungan kemudian dicatat seperti contoh di bawah ini: Band 1 = 9636 Band 2 = 8664 Band 3 = 7392 Band 4 = 6344 Band 5 = 5911 Band 6 = 4883 Band 7 = 4960
____________________________________________________________ 84
*kenapa bias pada gelombang tampak lebih besar dibandingkan gelombang inframerah? Hal ini disebabkan karena efek pantulan Reyleigh.
Pantulan Ralyleigh terjadi dimana gelombang elektromagnetik berinteraksi dengan partikel udara yang ukurannya lebih kecil daripada panjang gelombang yang datang. Contoh partikel yang ada di atmosfer tersebut antara lain berupa partikel halus debu, molekul nitrogen (NO2) dan oksigen (O2). Efek dari pantulan Raylegh adalah berbanding terbalik secara proporsional dengan panjang gelombang: semakin kecil panjang gelombang, semakin dipantulkan lebih jauh. Hal sebaliknya terjadi bila ukuran gelombang besar, maka atmosfer akan menyerapnya (absorbsi). Hal tersebutlah yang mengakibatkan bias pada gelombang nampak cenderung lebih tinggi sehingga rona lebih cerah, dibandingkan dengan gelombang inframerah yang memiliki rona lebih gelap.
___________________________________________________________ 85
Proses koreksi dengan metode dark piksel correction ini dapat diterapkan di software ENVI secara otomatis, yakni dengan cara sebagai berikut. Bukalah citra yang akan dikoreksi, yakni layer ALL_BAND.
1.Klik folder Radiometric Correction
2.Pilih Dark Substraction
3.Pilih citra yang akan dikoreksi,yakni ALL_band
____________________________________________________________ 86
Kemudian, isi nilai minimum (bias) pada masing-masing band didalam kolom Current Subtraction Values.
Maka akan muncul layer baru “RADIOMETRIK” yang merupakan hasil dari proses koreksi radiometrik. Secara visual memang tidak ada perubahan rona dengan layer sebelumnya “ALL_BAND”, namun nilai piksel (digital number) lah yang sebenarnya telah berubah. Gunakan cursor value untuk mengecek perbandingan nilai piksel dari layer yang belum dikoreksi (ALL_BAND) dengan layer yang telah dikoreksi (RADIOMETRIK).
___________________________________________________________ 87
Mengapa langit berwarna biru?
Pada siang hari, perjalanan sinar matahari ke bumi melalui atmosfir lebih dekat. Dalam situasi ini, pantulan Rayleigh menyebabkan scattering langit lebih terang untuk dilihat dan berwarna biru, ini disebabkan karena panjang gelombang terpendek yang dapat ditangkap oleh mata manusia adalah gelombang biru. Pada saat terbit matahari dan terbenam matahari, cahaya matahari mengalami perjalanan lebih panjang untuk mencapai permukaan bumi melalui atmosfir. Sehingga semua panjang gelombang terpendek dipantulkan, dan hanya panjang gelombang yang lebih panjang yang mencapai permukaan bumi, sebagai hasilnya langit akan terlihat berwarna oranye atau merah. Sedangkan pada malam hari, langit terlihat gelap, hal ini karena ketidak hadiran partikel dan pantulan pada atmosfer
____________________________________________________________ 88
4.2.3.
Koreksi Awan Tipis
Sensor optis memiliki sensitifitas tinggi terhadap hambatan atmosfer, salah satunya adalah awan tipis/kabut (cirrus). Keberadaan awan tipis ini tentu menjadi kendala, misalkan antara 2 obyek yang sama dapat memiliki nilai piksel yang berbeda karena faktor keberadaan cirrus ini. Nilai piksel pada obyek yang terliput awan cirrus akan lebih tinggi dibandingkan obyek yang sama yang tidak diliputi oleh awan cirrus. Namun, hal tersebut dapat diminimalisir tentunya dengan keberadaan band Cirrus di Landsat 8, yakni band 9. Band 9 yang tidak terdapat pada generasi landsat sebelumnya ini sangat sensitif terhadap awan tipis/kabut. Didalam scenes band 9, awan cirrus akan terlihat berwarna putih, artinya nilai piksel tersebut tinggi, sedangkan wilayah yang tidak diliputi oleh awan Cirrus ini akan berwarna gelap, atau nilai pikselnya rendah.
Tentu dengan melakukan manipulasi nilai piksel, kita dapat meminimalisir awan cirrus. Berikut adalah rumus matematis yang dikembangkan oleh penulis untuk meminimalisir efek awan tipis. DNtekoreksi = DN – a*(DNcirrus – DN min cirrus) A = faktor skala (1 atau 1,5) Penjelasan dari rumus tersebut adalah sebagai berikut:
Langkah awal adalah melakukan manipulasi pada nilai piksel band cirrus (band 9), dimana asumsi bahwa obyek yang tidak diliputi oleh
___________________________________________________________ 89
awan cirrus haruslah memiliki nilai piksel 0. Nilai piksel terendah kecenderungan berada diatas 1000, oleh karena itu, nilai piksel harus dikurangi DN terendah-nya, sehingga nilai terendah menjadi bernilai 0. Kemudian, DN piksel pada band 1 hingga 7 dikurangi dengan DN piksel band 9 yang nilai pikselnya telah termodifikasi. Hasilnya, nilai piksel band 1-7 yang terliput cirrus akan berkurang, sedangkan nilai piksel yang tidak terliput awan cirrus tentu akan tetap nilai-nya, atau berkurang sedikit tergantung faktor skala yang digunakan.
Beberapa metode lain yang bisa anda terapkan adalah melakukan modelling regresi linear. Namun untuk praktikum kali ini, rumus yang digunakan adalah rumus matematis sederhana yang sebelumnya telah dijelaskan. Bukalah citra layer RADIOMETRIK dan layer band 9.
. ____________________________________________________________ 90
Langkah selanjutnya adalah mendapatkan nilai minimum dari layer band 9 1.Klik folder Statistic pilih Compute Statistic
2.Pilih Band 9
3.Klik OK
4.Scrool kebawah untuk dapatkan DN minimum
5.Catat-lah DN minimum-nya
6.Tutup tabel statistik
___________________________________________________________ 91
Langkah selanjutnya adalah mendapatkan nilai minimum dari layer band 9. Masukkan rumus ke dalam bandmath: Rumus bandmath : b1-1.5*(b9-4940)
dimana
a = 1.5
7.Klik Band math
8.Ketik rumusnya, kemudian klik Add to list
9.Klik OK
Dalam rumus tersebut, b1 adalah piksel-piksel dari band 1 hingga band 7, sehingga definisikan variabel b1 terlebih dahulu sebagai layer RADIOMETRIK.
____________________________________________________________ 92
Langkahnya adalah sebagai berikut: 10.Definisikan variabel b1 terlebih dahulu dengan cara klik/select b1 11.Klik Map Variabel to input Files
12.Klik RADIOMETRIK
13.Klik OK
___________________________________________________________ 93
Kemudian, definisikan variabel b9, yakni layer band 9.
14.Klik/select B9
15.Klik Band 1 pada layer band 9
16.Klik Choose
17.Simpan output, dan berinama, misalkan “KOREKSI_CIRRUS”
18.Klik Open 19.Klik OK Maka, hasilnya akan muncul sebagai layer baru. ____________________________________________________________ 94
Perhatikan perbedaan antara layer yang belum terkoreksi, terkoreksi dengan nilai a=1 dan dengan nilai a=1,5.
Belum terkoreksi
terkoreksi, faktor a=1
Terkoreksi, faktor a=1,5 Pada scenes landsat di atas, terlihat bahwa nilai faktor a=1,5 lebih baik dalam meminimalisir awan cirrus dibandingkan faktor lainnya. Nilai faktor ___________________________________________________________ 95
tersebut belum selalu baik dan digunakan untuk seluruh kondisi. Sebagai contoh apabila awan cirrus berada di wilayah laut, hasil dari algoritma tersebut terkadang memberikan efek menggelapkan piksel laut yang tertutup awan cirrus, sehinga ronanya lebih gelap dibandingkan obyek laut sekitarnya yang tidak tertutup awan cirrus. Sehingga sebaiknya nilai faktor yang digunakan pada kondisi tersebut adalah nilai faktor yang lebih rendah. Penggunaan faktor ini tentu akan berbeda bila anda menggunakan scenes lainnya, karena kualitas hasil ditentukan juga dengan kondisi ketebalan awan cirrus. Oleh karena itu sangat disarankan untuk mencoba mempergunakan beberapa nilai faktor, kemudian bandingkan hasilnya, dan pilihlah yang memberikan kualitas visual paling baik. 4.3. Koreksi Gometrik
Citra satelit merekam obyek muka bumi dan menyajikannya dalam suatu gambar/foto. Foto tersebut tidak hanya menampilkan gambaran (visual) obyek, namun juga posisi sebenarnya obyek tersebut di muka bumi. Posisi yang direkam oleh satelit, tidak selalu akurat. Ketidakakuratan ini terlihat dari adanya distorsi atau pergeseran lokasi suatu obyek pada citra dari lokasi sebenarnya dimuka bumi. Sebagai contoh, daerah yang bergunung akan terlihat datar, atau puncak gunung yang bergeser (terdistorsi) karena faktor sudut pengambilan gambar pada obyek yang memiliki ketinggian.
Sumber :http://www.geog.ucsb.edu/~jeff/115a/lectures/geometry_of_aerial_ photographs_notes.html
____________________________________________________________ 96
(NASA Earth Observatory images by Robert Simmon, based on the USGS National Elevation Dataset.) Oleh karena itu, suatu citra satelit sebelum diproses lebih lanjut harus melewati tahap koreksi geometrik. Koreksi geometrik ini bertujuan untuk memperbaiki posisi obyek dalam citra akibat distorsi ke posisi yang sebenarnya di muka bumi. Berdasarkan jenisnya, Kesalahan geometri ini terbagi dalam 2 jenis, yakni:
Kesalahan Sistematis (S ystematic Geometric Errors), disebabkan oleh kesalahan pada sensor. Untuk memperbaikinya diperlukan informasi sensor dan data ephemeris (metadata) saat pemotretan. Contoh perubahan bentuk citra akibat kesalahan sistematis adalah sebagai berikut (Purwadhi, 2001):
___________________________________________________________ 97
Kesalahan Acak (non-systematic geometric errors), disebabkan oleh orbit,perilaku satelit, efek rotasi bumi, dan efek bentuk muka bumi. Untuk mengoreksinya diperlukan sebuah proses yang dikenal dengan istilah image to map rectification. Proses ini memerlukan Titik Kontrol Tanah (Ground Control Points, GCP) untuk menyesuaikan koordinat piksel pada citra dengan koordinat objek yang sama di bidang datar peta (bumi). Contoh perubahan bentuk citra akibat kesalahan acak adalah sebagai berikut (Purwadhi, 2001):
Apakah Landsat 8 yang didownload dari situs USGS perlu dilakukan proses koreksi geometrik? Berdasarkan publikasi yang diambil dari situs USGS, data landsat yang tersedia untuk diunduh, merupakan produk Standard Terrain Correction (L1 T) yang telah terkoreksi dan terbebas dari kesalahan akibat sensor, satelit dan bumi. Proses yang telah diterapkan pada produk ini adalah koreksi geometrik dengan menggunakan Titik Kontrol Tanah (GCP). Selain itu, koreksi terhadap efek topografi juga telah dilakukan dengan memanfaatkan data digital elevation model (DEM). Akurasi/presisi citra dari produk ini ____________________________________________________________ 98
tergantung dari akurasi ground control point serta resolusi dem yang digunakan. Sumber : http://landsat.usgs.gov/Landsat_Processing_Details.php Berdasarkan informasi tersebut, penulis beranggapan bahwa penerapan koreksi geometrik untuk data landsat ini tidak terlalu diwajibkan. Hal ini didasari dari hasil pengecekan terhadap data acuan nasional yakni peta Rupa Bumi (RBI) Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Hasil pengamatan penulis, secara geometrik citra landsat 8 tidak memiliki distorsi yang berarti terhadap data RBI. Distorsi yang muncul pun terlalu kecil, hal tersebut diakibatkan resolusi landsat 8 yang lebih rendah, namun hal tersebut sebenarnya tidak terlalu berarti Dalam praktek ini, akan dibahas mengenai langkah koreksi geometrik menggunakan ENVI Classic. ENVI Classic merupakan aplikasi tambahan dari software ENVI dimana memiliki tampilan ENVI versi terdahulu. Software ENVI generasi sebelum versi 5, memiliki tampilan seperti ENVI Classic, dimana ciri khasnya yakni tampilannya hanya terdiri dari kotak yang berisi deretan menubar tanpa memenuhi seluruh dekstop. Secara umum, fungsi ENVI dengan ENVI Classic tidak jauh berbeda, memiliki fungsi dan menu yang sama, hanya saja berbeda dalam segi tampilan. Menurut penulis, melakukan koreksi geometrik akan terasa lebih mudah dilakukan di ENVI Classic dibandingkan di ENVI, hal ini dikarenakan dalam pelaksaan koreksi geometrik, citra satelit didalam ENVI Classic dapat ditampilkan dalam bentuk komposit warna, serta dapat ditampilkan dalam multi window. Berikut adalah langkah-langkah melakukan koreksi geometrik di dalam ENVI Classic. Bukalah ENVI Classic.
___________________________________________________________ 99
Gambar di bawah ini adalah tampilan awal ENVI classic yang berupa kotak berisi deretan menu
Dalam latihan koreksi geometrik ini, data yang akan dikoreksi adalah data yang didownload dari google ( google imagery). Data tersebut akan dikoreksi terhadap citra landsat 8, artinya dalam hal ini, landsat 8 digunakan sebagai referensi karena landsat 8 dianggap sudah memiliki posisi geometrik yang baik. Bukalah Citra Landsat 8, dengan cara sebagai berikut.
1.Buka menu File Pilih Open Imge File
2.Input Citra Landsat 8 yang telah terlayer stacking.
3.Klik Open
Maka akan muncul kotak Available Bands List. Kotak ini berfungsi untuk menunjukkan data/layer apa saja yang telah diinputkan. Kemudian, tampilkan-lah citra tersebut dalam komposit RGB berwarna agar memudahkan dalam proses interpretsi.
____________________________________________________________ 100
Maka akan muncul 1 Display dengan 3 jendela ( Image, Scrool, dan Zoom) yang berisi tampilan citra. Inilah karakteristik tampilan ENVI Classic yang dapat menampilkan dengan banyak jendela (multi windows). Langkah selanjutnya adalah menginputkan Citra Google dengan cara yang sama.
___________________________________________________________ 101
Maka akan muncul layer google_imagery yang berformat TIFF. Citra ini hanya terdiri dari 3 komponen Band, yakni band Red, Green, dan Blue. Langkah selanjutnya, tampilkan citra tersebut dalam display yang baru.
11.Buatlah kombinasi sesuai dengan bandnya.
12.Klik Load RGB
Maka, citra google akan muncul didalam display 2
____________________________________________________________ 102
Koordinat sistem dari citra yang akan di koreksi harus sama dengan koordinat sistem dari citra referensinya. Untuk mengecek koordinat sistem dari suatu layer , bukalah Map info seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Klik (+) pada Map info di masing-masing layer
Terlihat, bahwa koordinat sistem dari layer google_imagery
adalah Mercator, berbeda dengan layer All_BAND yang memiliki sistem UTM. Oleh karena itu, sistem koordinat layer google_imagery
harus diubah menjadi UTM
Berikut adalah langkah-langkah untuk mengubah sistem koordinat.
13.Klik menu Map 14.Pilih Convert 15.Pilih/select citra
Map Projection
yang akan diubah koodinatnya, yakni google_imagery
________ 16.Klik OK ________________ ___________________________________ 103
Kemudian lakukan pengaturan sistem koordinat pada citra google imagery tersebut agar sesuai dengan sistem koordinat dari layer ALL_BAND.
____________________________________________________________ 104
Maka. Display 1 (#1) berisi layer ALL_BAND yang digunakan sebagai referensi (base), sedangkan Display 2 (#2) berisi layer google_48s yang akan dikoreksi (warp).
Berikut langkah-langkah untuk melakukan proses koreksi geometrik.
29.Klik menu Map
Registration Select GCPs: image to image
___________________________________________________________ 105
30.Base image berisi citra yang
31.Warp
digunakan sebagai
image berisi
referensi, maka
citra yang
pilih Display 1
akan dikoreksi,
32.Klik OK
Maka akan muncuk kotak Ground Control Point Selection. Tahap ini adalah proses pengumpulan titik GCP, dimana titik-titik yang diambil harus merupakan obyek yang sama pada kedua citra tersebut.
31.Carilah obyek yang sama di kedua display/layers 32.Kemudian simpan GCP tersebut dengan cara klik Add Point
____________________________________________________________ 106
33.Ambilah GCP minimal 5 titik dengan
34.RMS error akan
distribusi menyebar di seluruh scenes
muncul secara
layer yang dikoreksi.
otomatis bila GCP telah terkumpul lebih dari 4 titik. Nilai RMS ini tidak boleh lebih dari 1. Apabila nilai RMS >1, maka hasil koreksi menjadi kurang presisi.
35.Klik Show list untuk menampilkan daftar GCP yang telah dibuat.
___________________________________________________________ 107
Setelah GCP terkumpul dengan catatan RMS <1, selanjutnya simpan lah GCP tersebut dengan cara sebagai berikut.
36.Klik menu
FilePilih Save GCPs
37.Klik Choose
38.Simpan output GCP dan berinama, misalkan “GCP”
39.Klik Open
40.Klik OK ____________________________________________________________ 108
41.Klik menu Options, pilih Warp File
42.Pilih citra yang akan dikoreksi
43.Klik OK
___________________________________________________________ 109
44.Pilih metodenya, misalkan Polynomial 45.Pilih resampling, misalkan
Nearest Neighbor
46.Klik Choose untuk menyimpan image hasil koreksi
47.Simpan output citra hasil koreksi, dan berinama misalkan “GOOGLE_KOREKSI_GEOMETRIK”
48.Klik Open 49.Klik OK
____________________________________________________________ 110
Maka didalam kotak Available Bands List muncul layer GOOGLE_KOREKSI_GEOMETRIK. Kemudian, tutuplah ENVI Classik, kemudian bukalah ENVI. Inputkanlah layer GOOGLE_KOREKSI_GEOMETRIK, dan bandingkanlah dengan layer ALL_BAND untuk melihat presisi geomterik secara visual.
Koreksi Geometrik Dalam penentuan titik GCP, obyek yang diambil sebaiknya adalah obyek yang tidak berubah bentuknya dalam kurun waktu perbedaan perekaman antara citra yang dijadikan sebagai referensi dengan citra yang akan dikoreksi. Contoh obyek yang baik diambil sebagai GCP yakni perpotongan jalan, bangunan besar, dan obyek lainnya selama tidak berubah bentuk maupun berpindah lokasinya. Pengambilan GCP juga harus memperhatikan kondisi topografi wilayah yang diliput. Jumlah GCP pada wilayah yang bergelombang sebaiknya diambil lebih banyak dibandingkan wilayah yang datar. Hal tersebut dikarenakan pada wilayah yang memiliki topografi yang tinggi dan berbukit, kemungkinan distorsi terjadi cukup besar. Rumus untuk mengestimasi nilai distorsi maksimum yang disebabkan oleh ketinggian dijabarkan pada rumus berikut: ___________________________________________________________ 111
Dimana Lmax Hmax ξ
= Nilai distorsi maksimum = ketinggian maksimum obyek = Sudut terhadap nadir. (derajat)
Contoh maksimum distorsi yang terjadi pada obyek yang memiliki ketinggian 639 m dengan menggunakan data hasil perekaman Alos Palsar (ξ = 34,3°) adalah sebesar 436 m. Berikut contoh ilustrsinya (Hoan, 2010).
Apabila minimal GCP telah ter-input sebanyak 4 titik, maka secara otomatis nilai RMS akan muncul. Root Mean Square (RMS) error merupakan metode yang digunakan untuk menguji ketelitian hasil koreksi dari titik-titik GCP yang telah diambil. Formulanya adalah sebagai berikut: x = lintang pada peta y = bujur pada peta u = raw pada citra v = adalah colom pada citra Idealnya nilai RMS adalah 0 yang berarti tidak ada kesalahan posisi, tetapi peluang nilai RMS = 0 adalah sangat sulit, dan biasanya nilai minimum RMS tidak boleh lebih dari 1. Nilai RMS 1 berarti masih terdapat kesalahan distorsi sebesar 1 piksel, artinya jika citra Landsat yang dikoreksi berarti kesalahannya 30 meter (ukuran pikselnya). Jika RMS = 0.5, maka kesalahan posisi 0.5 x 30 meter = 15 meter. ____________________________________________________________ 112
Terdapat metode persamaan geocode yang digunakan untuk proses koreksi geometrik (Purwadhi, 2009), yakni a. Tryangulation, digunakan untuk koreksi geometrik data yang mengalami banyak pergeseran skew dan yaw atau data yang tidak sama ukuran pikselnya pada satu set data. b. Polynomial, digunakan untuk koreksi geometrik data citra yang mengalami pergeseran linear, ukuran piksel sama dalam satu set data resolusi spatial tinggi dan rendah. c. Orthorectify, digunakan untuk mengkoreksi citra secara geometris, berdasarkan ketinggian geografisnya Koreksi geometrik jika tidak menggunakan Orthorectify, maka puncak gunung akan bergeser letaknya dari posisi sebenarnya, walaupun sudah dikoreksi secara geometerik. d. Rotation untuk koreksi geometrik citra karena terjadi pergeseran citra yang terputar, baik searah jarum jam maupun sebaliknya. Resampling adalah proses penentuan nilai digital piksel citra setelah mengalami perubahan posisi hasil koreksi. Nilai piksel ini akan ditentukan dengan metode matematis yang dihitung dari nilai piksel yang ada disekitarnya. Ada tiga macam teknik resampling, yaitu nearest neighbour (tetangga terdekat), bilinear dan cubic convolution. Ketiga teknik tersebut memiliki metode perhitungan yang berbeda-beda. Teknik resampling nearest neighbor adalah teknik yang paling sederhana dimana perhitungannya hanya menggunakan 1 piksel terdekat disekitarnya, tanpa memperhatikan pergeseran kecil. Teknik bilinear memerlukan 4 piksel terdekat disekitarnya dan nilai piksel baru ditentukan oleh hasil rata-rata 4 buah piksel lama yang mengelilinginya. Sedangkan teknik cubic convolution memerlukan 16 titik di sekitarnya dan nilai piksel baru ditentukan oleh hasil rata-rata 16 buah piksel lama yang mengelilinginya. Akurasi citra output hasil koreksi geometrik tergantung pada: 1) Jumlah titik kontrol yang digunakan, 2) Akurasi koordinat titik kontrol, 3) Letak sebaran titik-titik kontrol pada citra, 4) Jenis persamaan polinomial yang digunakan dan 5) Model resampling yang digunakan.
___________________________________________________________ 113
BAB 5. MEMOTONG CITRA
5.1. Resize data dengan cara menggambar rectangle Berikut ini akan dijelaskan bagaimana cara memotong citra dengan menggambar rectangle (kotak) sebagai batas pemotongnya. Bukalah file citra yang akan dipotong, misalkan data yang telah mengalami koreksi, yakni data KOREKSI_CIRRUS. 1.Klik folder Raster Management 2.Pilih Resize Data
3.Klik/Select citranya
4.Pilih Spatial Subset
____________________________________________________________ 114
Maka akan muncul kotak Select Spatial Subset seperti gambar di bawah ini.
6.Tentukan batasnya, Drag diujung kotak untuk memperbesar/memperkecil, Drag di tengah kotak untuk menggeser
5.Klik menu Image, untuk menggambar batasnya
7.Klik OK
8.Klik OK
9.Klik OK
___________________________________________________________ 115
10.Klik Choose untuk menyimpan 11.Simpan output dan berinama, misalkan “CROP_RECTANGLE_JA KARTA”
12.Klik Open 13.Klik OK
Maka hasilnya akan muncul layer baru, yakni layer CROP_RECTANGLE_JAKARTA dengan cakupan area yang telah ditentukan.
____________________________________________________________ 116
5.2. Memotong Menggunakan Data Raster
Apabila terdapat 2 citra yang kita ingin potong dengan cara menggambar kotak (rectangle), seperti langkah yang sebelumnya, maka hasil potongan antara kedua citra tersebut belum tentu sama cakupan areanya (penggambaran batasnya). Cara yang mudah dilakukan, yakni memotong 1 citra terlebih dahulu dengan menggambar rectangle. Lalu hasil potongannya digunakan sebagai referensi untuk memotong citra berikutnya. Hal ini dapat menghasilkan 2 potongan citra dengan luas/cakupan yang sama. Dalam sub-bab ini, Layer citra yang akan dipotong adalah band 8, namun luas potongannya harus sama persis dengan hasil potongan dari layer “CROP_RECTANGLE_JAKARTA”. Teknik yang akan digunakan adalah resize data berdasarkan file citra, atau dalam hal ini layer “CROP_RECTANGLE_JAKARTA” akan digunakan sebagai referensi pemotong untuk band 8, sehingga luas/cakupan area hasil cropping akan sama. Oleh karena itu, inputlah band 8 dan kedalam ENVI.
CROP_RECTANGLE_JAKARTA
Perlu diketetahui bahwa Band 8 pada Landsat 8 merupakan band pankromatik dengan resolusi spasial lebih tinggi, yakni 15 meter. Biasanya, band ini digunakan untuk analisis visual, karena tingkat kedetailan dan ___________________________________________________________ 117
ketajaman gambarnya lebih tinggi dibandingkan band 1 hingga band 7 yang memiliki resolusi 30 meter. Berikut contoh perbandingan antara band 1 -7 dengan band 8.
’ Band 1 hingga band 7
Band 8
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk melakukan proses pemotongan menggunakan file citra sebagai referensinya. 1.Buka folder Raster Management, yang terdapat dalam Toolbox
3.Pilih/select citra yang akan dipotong, akni band 8
2.Pilih Resize Data
4.Pilih Spatial Subset
____________________________________________________________ 118
5.Pilih File
6.Pilih layer CROP_RECTANGLE_JAKARTA sebagai referensi pemotongnya 7.Klik OK
8.Klik OK
9.Klik Choose 10.Simpan output dan berinama, misalkan “CROP_PANKROMATIK _JAKARTA”
11.Klik Open
12.Klik OK
___________________________________________________________ 119
Maka hasil potongan band 8 (pankromatik) akan memiliki cakupan area yang sama dengan layer yang digunakan sebagai referensinya.
5.3. Memotong Menggunakan ROI dari Vektor Polygon Dalam sub-bab ini, kita akan mempelajari bagaimana cara memotong citra Landsat berdasarkan suatu batas area/boundary, misalkan batas administrasi provinsi, kabupaten, kecamatan, atau batas kawasan hutan yang telah ditetapkan pemerintah, dll. Pada umumnya, batas administras, atau suatu kawasan memiliki bentuk yang tidak beraturan. Biasanya, data-data administrasi ini berupada data vektor hasil deliniasi atau digitasi dari software GIS khusus pengolah data vektor. Untuk latihan kali ini, data vektor poligon shapefile DKI Jakarta telah disiapkan sebagai sampel:
____________________________________________________________ 120
Potonglah citra Landsat yang telah di-layer stacking dan terkoreksi radiometrik dengan vektor poligon administrasi Jakarta, sehingga area data Landsat yang dimiliki nanti, hanya meliput wilayah DKI Jakarta saja. Data poligon yang telah disiapkan berformat shapefile ESRI. Poligon ini dihasilkan dari proses digitasi yang bereferensi dari citra satelit atau peta batas administrasi yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
1.Klik Open
2.Carilah lokasi data vektor shapefilenya.
3.Klik tipe filenya,shapefile
___________________________________________________________ 121
5.Select datanya
6.Klik Open
Maka akan muncul batas administrasi vektor pada map display di ENVI
____________________________________________________________ 122
Langkah selanjutnya adalah melakukan konversi data vektor kedalam ROI
7.Klik folder Region of Interest
8.Klik Vektor to ROI 9.Select/Klik data vektor jakarta
10.Klik OK
11.Pilih All record in a single ROI
12.Klik OK
___________________________________________________________ 123
Maka, ROI akan muncul sebagai poligon, seperti gambar di bawah ini.
13.Klik Vektor to ROI
14.Pilih file citra yang akan dipotong
15.Klik OK
____________________________________________________________ 124
16.Klik Vektor ROI-nya
17.Klik untuk memilih Yes
18.Klik Choose
21.Klik OK
19.Simpan dan berinama output, misalkan “CROP_VEKTOR_JAKARTA”
20.Klik Open
___________________________________________________________ 125
Maka hasinya adalah citra akan terpotong seluas wilayah DKI jakarta, seperti gambar dibawah ini.
____________________________________________________________ 126
BAB 6. PENAJAMAN CITRA
Penajaman citra bertujuan untuk meningkatkan kualitas visual citra sehingga mempermudah user dalam proses interpretasi . Peningkatan kualitas visual citra dapat dilihat dari aspek spasial dan aspek spektral. Dalam aspek spasial, suatu citra dapat ditingkatkan resolusi spasialnya dengan melakukan proses pansharpen. Pansharpening adalah suatu metode menggabungkan (fusi) antara citra monochrome/panchromatic (hitam-putih) yang memiliki resolusi lebih tinggi dengan multispectral (berwarna) yang memiliki resolusi lebih rendah sehingga menghasilkan citra multispectral berwarna dengan resolusi yang lebih tinggi. Sedangkan penajaman spektral atau biasa diistilahkan sebagai spectral enhancement , didefinisikan sebagai suatu proses memanipulasi kontras pada citra untuk meningkatkan kualitas visual sehingga informasi yang terdapat pada citra menjadi lebih mudah teridentifikasi. Didalam software ENVI, anda dapat dengan mudah melakukan kedua proses penajaman tersebut, baik spasial maupun spektral. Seluruh tools dengan berbagai macam metode algoritmanya telah tersedia didalam ENVI. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut serta langkah-langkah untuk melakukan proses penajaman tersebut. 6.1. Penajaman Spasial (Pansharpening)
Faktor resolusi atau kedetailan citra adalah kunci dalam proses interpretasi visual. Tentu, usaha interpretasi atau mengenali dan mengidentifikasi suatu obyek akan menjadi lebih mudah bila citra yang tersedia memiliki resolusi yang lebih tinggi. Saat ini, beberapa satelit telah menyediakan citra resolusi tinggi namun tidak selalu dalam mode multispectral atau berwarna. Beberapa satelit memiliki band monochrome dan multispektral , contohnya antara lain: - ALOS dimana sensor PRISM menyediakan citra resolusi 2,5 meter dengan mode pankromatik (hitam-putih). Sedangkan sensor AVNIR memiliki citra resolusi 10 m dengan mode multispektral 4 band (berwarna). ___________________________________________________________ 127
- SPOT 6 dimana memiliki 1 band pankromatik (hitam-putih) resolusi 1,5 meter dan 4 band multispektral (berwarna) resolusi 6 meter. - Geo-eye 1 dimana memiliki 1 band pankromatik (hitam-putih) resolusi 0,41 meter dan 4 band multispektral (berwarna) resolusi 1,65 meter. - Dan lain-lain.
Data Landsat pun termasuk pada jenis satelit yang menyediakan data pankromatik dan multispektral. Pada Landsat 8, band pankromatik terdapat pada band 8 memiliki resolusi 15 meter, lebih tinggi dibandingkan band multispektral lainnya yang memiliki resolusi 30 m. Berikut perbedaan tingkat kedetailan antara citra multispektrak (resolusi 30 meter) yang telah dikompositkan menjadi citra berwarna dengan band 8 (resolusi 15 meter).
Band 1 hingga band 7
Band 8
Agar mendapatkan citra multispektral (berwarna) dengan resolusi yang lebih tinggi, maka perlu melakukan proses pansharpening. Proses ini yakni menggabungkan citra resolusi rendah berwarna dengan citra pankromatik resolusi tinggi. Metode fusi ini dikembangkan oleh Dr. Yun Zang dari Departemen Geodesi dan Geomatika Universitas New Brunswick. Proses fusi ini dapat juga diterapkan pada citra beda sensor, misalkan antara SPOT 6 dengan Geo-eye, namun ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yakni: 1. Kedua citra yang akan di fuzi (multispektral dan pankromatik) harus memiliki rasio resolusi sebesar 5:1. Maksudnya adalah bila ingin melakukan panshapening Landsat multispektral dengan resolusi 30 meter, maka resolusi citra pankromatik yang masih diperbolehkan tidak boleh lebih kecil dari 6 meter. ____________________________________________________________ 128
2. Kedua citra yang akan di fuzi (multispektral dan pankromatik) harus memiliki geometri yang sama. Oleh karena itu, biasanya kedua citra beda sensor yang akan difusi harus melalui tahap koreksi geometrik terlebih dahulu. 3. Tanggal perekaman kedua citra yang akan d fuzi haruslah dalam tempo yang berdekatan. Hal ini dimaksudkan agar potensi perubahan obyek yang terdapat didalam scenes citra tidak terlampau besar. Pada sub-bab ini akan menjelaskan bagaimana cara melakukan proses pansharpening dimana data yang digunakan adalah : -
-
Citra multispektral yang telah dipotong(cropping) menggunakan rectangle dengan wilayah cakupan Jakarta. (nama file = CROP_RECTANGLE_JAKARTA) Citra band 8 yang telah dipotong (cropping) menggunakan file lain (CROP_RECTANGLE_JAKARTA) sebagai acuan, sehingga cakupannya menjadi sama. (nama file = CROP_PANKROMATIK_JAKARTA)
Bukalah layer CROP_PANKROMATIK_JAKARTA dan CROP_RECTANGLE_JAKARTA .
1.klik Open
___________________________________________________________ 129
Bila anda ingin melakukan perbandingan secara visual antara layer pankromatik dan multispektral, anda dapat lakukan proses swipe seperti contoh di bawah ini.
Swipe
Berikut adalah langkah-langkah melakukan proses pansharpening didalam software ENVI.
2.Pilih folder Image Sharpening 3.Pilih metodenya, misalkan Gram Schmit
5.Klik OK
4.Pilih citra sebagai resolusi rendah, yakni CROP_RECTANGLE_JAKART
____________________________________________________________ 130
6.Kemudian pilih citra sebagai resolusi tingginya, yakni CROP_PANKROMATIK_JAKARTA
7.Klik ok
8.Klik icon (...) untuk menyimpan output dari proses penajaman ini
9.Simpan output, kemudian berinama, misalkan “PANSHARPEN_GRAM_SCHMIT”
10.Klik OPEN ___________________________________________________________ 131
Berikut perbandingan antara citra multispektral dengan citra hasil pansharpening :
Sebelum di pansharpening (30 m)
Sesudah di pansharpening (15 m)
6.2. Penajaman Spektral
Penajaman spektral merupakan proses memanipulasi kontras pada citra untuk meningkatkan kualitas visual sehingga informasi yang terdapat pada citra menjadi lebih mudah teridentifikasi. Terdapat 4 hal bentuk penajaman yang dapat anda lakukan didalam software ENVI, yakni: 1. 2. 3.
Pengaturan Tingkat Kecerahan ( Brightness). Pengaturan pelebaran kontras histogram (Color Stretch). Pengaturan Ketajaman texture (Sharpen).
Bukalah citra yang akan digunakan untuk penajaman, misalkan citra yang merupakan hasil penajaman spasial yakni PANSHARPEN_GRAM_SCHMIT.
____________________________________________________________ 132
Di dalam ENVI, fungsi penajaman telah tersedia di bagian menubar . Anda dapat memilih beberapa tipe penajaman, kemudian secara otomatis, tampilan citra akan berubah sesuai dengan jenis penajaman yang digunakan. Jenis penajaman yang telah tersedia di ENVI meliputi penajaman Linear, Equalization, Gaussian, Square Root, Logarithmic, dan Optimized Linear . Jenis-jenis penajaman tersebut memiliki metode perentangan histogram yang telah disetting secara baku. Namun, anda juga dapat mengatur histogram secara manual dengan menggeser kurva pada masing-masing kanal Red , Green, dan Blue sehingga menghasilkan kenampakan visual yang anda inginkan. Anda dapat mengatur tingkat kecerahan dan kekontrasan pada citra dengan langkah sebagai berikut.
Geser, untuk pengaturan
Geser, untuk pengaturan
Kecerahan
kekontrasan
___________________________________________________________ 133
Tipe pelebaran kontras (Stretch) yang terdapat didalam menubar ENVI ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
1.Select Layer yang akan d iproses 2.Pilih jenis penajaman.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, anda dapat melakukan proses perentangan histogram secara manual. Berikut adalah contohnya:
3.Pilih Costum 4.Pilih Kanal-nya. Misalkan Kanal Merah terlebih dahulu
____________________________________________________________ 134
Maka anda akan melihat distribusi histogram kanal merah, dimana kanal merah ini diisi dengan band 4 ( RGB 432). Maka, histogram yang muncul adalah histogram band 4. X Asis, adalah DN number Y Asis adalah jumlah pixel. Jika anda merentangkannya, misalkan pada puncak kedua seperti gambar disamping, maka tampilan citra akan berubah.
Pada pixel-pixel yang memiliki nilai DN pada rentang tersebut yang rata-rata adalah obyek lahan terbangun, akan berubah menjadi lebih berwarna merah. Hal ini karena pada rentang DN tersebut, kontras histogram merah (RED) di mampatkan sehingga warna merah menjadi lebih menonjol. Lanjutkanlah dengan mengatur histogram kanal hijau dan biru. Kemudian lakukan proses perenggangan dan pemampatan kontras.
___________________________________________________________ 135
Dalam melakukan proses penajaman spektal untuk meningkatkan kualitas visual citra, ada baiknya dimulailah dengan penentuan komposit RGB terlebih dahulu. Dengan menggunakan Komposit RGB yang tepat, dapat memberikan visualisasi yang lebih baik. Contoh dalam mendeteksi mangrove, tampilan RGB 564 ( False Color ) memberikan visualisasi yang lebih baik dibandingkan dengan tampilan RGB 432 (True ( True Color ) dimana mangrove lebih kontras berwarna coklat dibandingkan obyek vegetasi lain di sekitarnya.
RGB 432 (True (True Color )
GB 564 ( False False C olor) olor)
Kemudian, dengan mengunakan filter penajaman seperti Optimized Linear , warna mangrove lebih kontras lagi dengan d engan berubah menjadi warna merah.
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 136
Selain itu, anda juga dapat mengatur tingkat ketajaman ( sharpen ( sharpen)) image sehingga tekstur citra akan berubah.
Geser, untuk pengaturan kekontrasan
___________________________________ __________________ _______________________________ ________________________ __________ 137
BAB 7. KLASIFIKASI CITRA
Klasifikasi adalah teknik pengolahan pada citra dengan cara mengelompokkan piksel-piksel kedalam sejumlah kelas, sehingga setiap kelas memiliki pola-pola atau distribusi spasial yang unik dan spesifik yang mencerminkan suatu obyek atau informasi yang bermanfaat sesuai dengan keperluan (Chein-I Chang dan H.Ren, 2000). Setiap piksel pada citra memiliki nilai atau yang disebut sebagai Digital Number (DN) atau nilai piksel (Pixel Value), dimana nilai tersebut merepresentasikan tingkat reflektan atau radiasi obyek di permukaan bumi. Setiap obyek di permukaan bumi tentu memiliki karakteristik pantulan maupun pancaran yang spesifik dan berbeda-beda. Dengan memahami karakteristik nilai piksel pada suatu obyek maka kita akan mendapatkan sebaran seluruh obyek tersebut di seluruh scenes citra. Piksel-piksel yang memiliki kriteria yang sama, akan tergabung dan membentuk satu kelas yang mencerminkan obyek tersebut. Bila yang diidentifikasi adalah beberapa kelas obyek, maka seluruh piksel pada citra akan terbagi habis kedalam beberapa kelas-kelas obyek yang kita inginkan, katakanlah kelas-kelas tutupan lahan semisal kelas lahan terbangun, kelas badan air, kelas vegetasi, kelas awan, dll. Klasifikasi ini bertujuan untuk men-generalkan tampilan citra mentah (Tampilan RGB) yang terkesan rumit sehingga menghasilkan informasi spasial dengan tampilan yang mudah untuk diinterpretasi dan dipahami. Contoh dari kalimat diatas dapat anda pahami dengan membedakan kedua gambar di bawah ini.
Gambar A
Gambar B
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 138
Dari kedua gambar tersebut, sama-sama memberikan visualisasi kenampakan tutupan lahan DKI Jakarta. Namun, bila dibandingkan dengan gambar A, gambar B memberikan tampilan/visualisasi yang lebih mudah diinterpretasi dan dipahami dalam memberikan informasi tutupan lahan. Sedangkan pada gambar A, untuk mendapatkan informasi tutupan lahan maka perlu ada usaha interpretasi terlebih dahulu, tentu ini menjadi lebih sulit. Perbedaan dari kedua data tersebut, Gambar B merupakan data hasil klasifikasi dimana seluruh pikselnya telah terklasifikasi menjadi 5 kelas/obyek tutupan lahan. Sedangkan gambar A merupakan data mentah dimana piksel-piksel belum memiliki atribut apapun. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), klasifikasi dibagi ke dalam dua jenis teknik yaitu a. Klasifikasi Supervised (Terbimbing) (Terbimbing) Teknik ini dilakukan dengan prosedur pengambilan sampel beberapa piksel untuk masing-masing kelas/obyek. Sampel atau Region Of Interest ini digunakan untuk mendapatkan karakteristik nilai piksel di masing-masing obyek/kelas. Kemudian seluruh piksel yang bukan sebagai sampel akan dikelompokkan dengan mengacu pada karakteristik nilai piksel sampel yang telah diambil dengan menerapkan perhitungan statistik. b. Klasifikasi Unsupervised (Tidak (Tidak Terbimbing) Pada klasifikasi tidak terbimbing, pengklasifikasian dimulai dengan pemeriksaan statistik seluruh piksel dan membaginya kedalam kelas-kelas yang jumlahnya telah ditentukan. Dalam teknik ini, piksel dikelompokkan dikelompokkan bukan atas atas dasar dasar pengambilan sampel, namun atas dasar perhitungan statistik citra menggunakan algoritma klusterisasi. Dalam metode ini diawali dengan penentuan jumlah kelas (cluster) yang akan dibuat. Kemudian setelah kelas-kelas tersebut dihasilkan, lalu didefinsikan sesuau dengan obyek yang ingin diidentifikasi. Pada bab ini, akan dijelaskan bagaimana langkah-langkah melakukan klasifikasi dengan menggunakan kedua teknik t eknik tersebut. Sistem penentuan kelas tutupan lahan sebaiknya berpedoman pada standar nasional nomor 8 tahun 2007. Dalam pedoman SNI tersebut, kelas-kelas tutupan lahan dibedakan berdasarkan skala data citra yang digunakan. Standar tersebut berisi klasifkasi penutup lahan pada skala 1: 1.000.000, 1:250.000, 1:50.000, dan 1:25.000. ___________________________________ __________________ _______________________________ ________________________ __________ 139
Semakin detail skala peta yang dihasilkan, maka semakin rinci dan kompleks kelas-kelas tutupan lahannya. Contohnya adalah klasifikasi obyek sawah yang ditampilkan pada kempat skala berikut: 1:1.000.000 Sawah
1.250.000 Sawah
1:50.000 1:25.000 Sawah Sawah Irigsi Irigsi Sawah Sawah Tadah Tadah Hujan Hujan Sawah Sawah Sawah Pasang Lebak Lebak Surut Sawah Sawah Pasang Pasang Surut Surut Penentuan skala pada data citra dapat menggunakan rumus/aturan Aturan Tobler. Aturan ini menekankan pada ukuran obyek obyek terkecil yang mampu ditampilkan dalam peta. Skala peta = Resolusi spasial citra (dalam meter) * 2 * 1000 Bila kita menggunakan citra Landsat, resolusi 30 meter, maka sepadan dengan skala 1:60.000 7.1. Klasifikasi Supervised Bukalah data CROP_RECTANGLE_JAKARTA. CROP_RECTANGLE_JAKARTA.
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 140
Kemudian gunakan tools Data Manager untuk menampilkan data tersebut dalam layer komposit yang berbeda, misalkan komposit False Color RGB 654.
1.Klik Data Manager
2.Pilih komposit False, misalkan RGB 654
3.Klik Load Data
Sehingga, kini terdapat data CROP_RECTANGLE_JAKARTA yang ditampilkan dalam 2 layer komposit yang berbeda, satu layer dalam true color (RGB 432), layer lainnya dalam komposit false color (RGB 654).
___________________________________________________________ 141
Rename kedua layer tersebut, agar mempermudah dalam mengenali dan membedakan antar layer . 4.Klik Kanan Rename
Item
6.Klik Kanan Rename Item
5.Rename, sebagai
FALSE COLOR
7.Rename, sebagai
TRUE COLOR
Maka, kedua layer tersebut telah berganti nama sesuai dengan kompositnya.
Kemudian mulai-lah untuk membuat sampel, dengan cara menggambar poligon pada obyek-obyek kelas tutupan lahan yang telah ditentukan. Sampel di dalam software ENVI diistilahkan sebagai Region of Interest tools ini terdapat di deretan iconbar . ____________________________________________________________ 142
,
Sebelum mengaktifkan tools ini, anda harus menentukan terlebih dahulu layer yang akan dijadikan dasar penggambarannya, apakah di layer True Color atau di layer False Color . Sebagai contoh, misalkan anda ingin menggambarkan ROI diatas dasar dari layer False Color , maka anda select /pilih terlebih dahulu layer False Color tersebut hingga ter-blok warna biru seperti gambar di bawah ini, lalu aktifkan icon ROI.
8.Klik/Select, hingga terblok warna biru pada layer tersebut
9.Klik Icon ROI
Maka akan muncul kotak Region of Interest . Dalam hal ini, ROI yang akan dibuat telah terintegrasi dengan layer False Color . Sedangkan layer True Color dapat anda gunakan sebagai referensi pembanding untuk mengenali obyek. Langkah selanjutnya, buatlah kelas-kelas penutupan lahan terlebih dahulu didalam kotak ROI dengan cara meng-klik New ROI
.
___________________________________________________________ 143
10.Klik New ROI 11.Rename kelas pertama, misalkan “lahan terbangun” 12.Kemudian pilih warnanya
Maka kelas pertama tadi muncul dalam direktori layer FALSE COLOR. Langkah selanjutnya, buatlah kelas tutupan lahan lainnya.
13.Klik New ROI lagi
14.Rename Kelas berikutnya kemudian pilih warnanya.
____________________________________________________________ 144
15.Klik New ROI
16.Rename Kelas selanjutnya, kemudian pilih 18.Rename
warnanya.
Kelasnya, 17.Klik kembali
New ROI
kemudian pilih warnanya.
Berikut contoh beberapa kelas ROI yang telah selesai dibuat.
___________________________________________________________ 145
Kemudian, mulailah menggambar sampel poligon di masing-masing ROI. Misalkan dimulai dari kelas lahan terbangun. Carilah obyek lahan terbangun, semisal pemukiman, industri, perkantoran,dll.
Tampilan Lahan terbangun di True Color (kiri) dan False Color (kanan). Setelah menemukan target obyek, selanjutnya aktifkan ROI untuk kelas Lahan Terbangun, lalu gambarlah poligon di area yang akan dijadikan sampel. 19.Double-Click Kelas 20.Klik icon Polygon.
Lahan Terbangun.
21.Gambarlah sampel poligon dengan cara menekan klik kiri pada mouse.
____________________________________________________________ 146
22.Deliniasi line polygon hingga menuju titik awal, sehingga membentuk garis yang menyambung, lalu sambungkan hingga kursor berbentuk lingkaran
23.Double click, pada pertemuan garis hingga menjadi poligon utuh
Carilah obyek permukiman lainnya untuk menambah ROI pada kelas Lahan terbangun, sehingga semua jenis kriteria lahan terbangun terwakili.
Record Count : menunjukkan jumlah poligon yang telah dibuat dalam suatu kelas ROI
Bila ingin menghapus poligon yang telah di buat, Gunakan icon atau untuk mencari sampel poligon yang telah dibuat tersebut, kemudian klik ___________________________________________________________ 147
Setelah selesai mengambil ROI untuk kelas lahan terbangun, Lanjutkan lah dengan membuat poligon-poligon sampel ROI di masing-masing kelas tutupan lahan lainnya.
Setelah selesai mengumpulkan sampel poligon di seluruh kelas ROI, anda juga bisa mengecek statistik dari sampel-sampel yang telah anda buat. Bila Kotak ROI tertutup (close), anda bisa memunculkan kembali dengan cara klik icon ROI atau double click pada kelas ROI yang telah anda buat
24. Pilih menu Options, kemudian klik Compute Statistics from ROIs ____________________________________________________________ 148
25.Aktifkan seluruh kelas ROI, dengan cara klik Select All items
26.Klik OK
Muncul pertama kali adalah grafik nilai mean DN di masing-masing sampel. Warna grafik merepresentasikan kelas poligon, X axis adalah panjang gelombang, Y axis adalah nilai mean DN
___________________________________________________________ 149
Anda juga dapat melihat distribusi pixel per masingmasing kelas ROI. Pertama tentukan kelas ROI terlebih dahulu.
Lalu nilai statistic dari sampel kelas ROI terpilih akan muncul.
Tutup-lah (close) kotak ROI statistik di atas. Kemudian simpan-lah ROI yang telah dibuat.
____________________________________________________________ 150
27.Klik menu File
28.Pilih Save As
29.Klik Select
All Item 30.Klik icon (...)
Simpan dan berinama output, misalkan “ROI_SUPERVISED”
31.Klik Open 32.Klik OK
___________________________________________________________ 151
Setelah ROI tersimpan, kemudian mulai-lah untuk melakukan proses klasifikasi. Caranya adalah sebagai berikut.
33.Bukalah folder
Classification
34.Kemudian pilihlah metode klasifikasinya, misalkan
36.Klik OK 35.Select/Pilih
Maximum Likelihood
input citra-nya
____________________________________________________________ 152
37.Klik Select All Items
38.Klik Choose
39.Simpan output dan berinama, misalkan “CLASS_SUPERVISED” 40.Klik Open
41.Klik OK
Maka akan muncul layer baru hasil proses klasifikasi dengan metode supervised . Warna dari kelas tersebut me-representasi-kan dari obyek tutupan lahan. Hasil ini muncul dari proses perhitungan statistik dari sampelsampel ROI yang telah dibuat. Sampel-sampel ROI dianalsis secara statistik kemudian diinterpolasi ke seluruh area. Baik-buruknya hasil klasifikasi, tentu tergantung dari kualitas sampel ROI yang diambil. Apabila sampel ___________________________________________________________ 153
tidak representatif, maka kesalahan hasil klasifikasi dapat terjadi. Hal ini dicontohkan seperti gambar di bawah ini.
Area yang dilingkari warna merah, harusnya merupakan laut (biru). Namun dari hasil klasifikasi ini terlihat obyek tersebut adalah lahan basah (warna ungu). Hal ini terjadi karena tidak ada sampel ROI badan air yang dibuat di area tersebut. Karena ketidak-adaan ROI yang digunakan sebagai acuan, maka piksel-piksel di area tersebut mengambil kriteria sampel yang lebih mendekati, yakni sampel lahan basah. Oleh karena itulah, piksel-piksel tersebut terklasifikasikan menjadi lahan basah. Untuk dapat memperbaiki hasil klasifikasi, tidak perlu anda lakukan dengan membuat ROI dari awal. Anda dapat menambahkan atau mengurangi sampel ROI yang telah anda buat dan simpan. Hasil pembaharuan ROI tersebut, dapat anda proses kembali sehingga menghasilkan layer klasifikasi yang baru.
____________________________________________________________ 154
Double click pada kelas ROI yang ingin diedit .
Kemudian editlah sampel ROI, misalkan menambahka n sampel lebih banyak lagi.
___________________________________________________________ 155
Hasil editing, bisa anda simpan dengan file yang sama (Save), atau membuat file yang baru (Save As)
Setelah ROI diperbaharui dan disimpan, maka lakukan proses klasifikasi kembali dengan cara yang sama.
Pilih metodenya, misalkan
Maximum Likelihood
Select/Pilih input citra-nya Klik OK
____________________________________________________________ 156
Select kelas ROI
Klik Choose, kemudian simpan output hasil klasifikasi yang baru, dengan nama misalkan “CLASS_SUPERVISED_EDIT”
Klik Open Klik OK
Setelah hasil dari proses klasifikasi selesai, anda dapat membandingkan hasil klasifikasi sebelumnya, dengan hasil klasifikasi yang telah mengalami proses editing pada sampel ROI.
___________________________________________________________ 157
Contoh di bawah ini, dengan hanya menambahkan sampel ROI badan air pada area yang salah, hasilnya terlihat berubah.
Obyek lahan basah di laut telah hilang
Sebelum di editing
Sesudah di editing
Bila anda telah terlanjur menutup ENVI, anda dapat menginputkan kembali ROI yang telah anda simpan, yakni dengan cara sebagai berikut Bukalah software ENVI, kemudian input-lah citra yang ingin diklasifikasikan
Klik icon ROI
, untuk
memunculkan kotak ROI
____________________________________________________________ 158
Kemudian, carilah file ROI (xml) yang telah disimpan sebelumnya.
Pada kotak ROI, pilih menu File, lalu pilih Open
Maka, seluruh ROI yang telah tersimpan akan muncul kembali. Lalu anda bisa mengeditnya kembali kemudian melakukan proses klasifikasi lagi.
___________________________________________________________ 159
7.2. Klasifikasi Unsupervised Sama seperti pada proses klasifikasi sebelumnya (Supervised), anda harus input datanya terlebih dahulu. Kemudian, buatlah 2 layer dengan komposit berbeda dari data tersebut. Bukalah data CROP_RECTANGLE_JAKARTA.
Kemudian gunakan tools Data Manager untuk menampilkan data tersebut dalam 2 layer komposit yang berbeda, misalkan komposit false color RGB 654.
1.Klik Data Manager
2.Pilih komposit False, misalkan RGB 654
3.Klik Load Data ____________________________________________________________ 160
Sehingga, kini terdapat data CROP_RECTANGLE_JAKARTA, ditampilkan dalam 2 layer komposit yang berbeda, satu layer dalam True color (RGB 432), layer lainnya dalam komposit False color (RGB 654).
Rename kedua layer tersebut, agar mempermudah dalam mengenali dan membedakan antar layer .
4.Klik Kanan Rename Item 5.Rename, sebagai
FALSE COLOR
6.Klik Kanan Rename Item 7.Rename, sebagai
TRUE COLOR ___________________________________________________________ 161
Maka, kedua layer tersebut telah berganti nama sesuai dengan kompositnya.
Prinsip dasar dari klasifikasi unsupervised adalah mengelompokkan (clustering) piksel-piksel yang memiliki kemiripan spektral kedalam beberapa kelas. Teknik clustering yang digunakan terdiri dari 2 yakni metode K-means dan metode ISODATA. Sebelum melakukan proses clusterring, ada baiknya anda mencoba sedikit percobaan sebagai berikut. 1.Carilah suatu wilayah yang hanya terdapat obyek lahan terbangun dan badan air. Kemudian zoom-lah, hingga display di ENVI hanya menampilkan kedua obyek tersebut. Pastikan tidak ada obyek lain selain lahan terbangun dan badan air (laut).
____________________________________________________________ 162
2.Pilih Menu Display pilih 2D Scatter Plot
3.Maka akan muncul kotak 2D scatter. Kotak tersebut berisi sebaran pixel secara 2 dimensi, karena scater pixel diambil untuk 2 band saja.
4.pilih lah X band = band 6 (1,65 µm) Y band = band 5 (0,88 µm)
5.Kemudian digitasi-lah pada batas yang ditunjukkan. Kemudian akhiri dengan klik kanan, agar scatter yang terdapat di area digitasi menjad terblok warna merah.
6.Maka secara otomatis, pixel-pixel yang memiliki nilai yang ter-representasikan pada scatters yang terdigit, akan ikut terblok menjadi warna merah.
___________________________________________________________ 163
7.Agar warna dibedakkan, pilihlah warna lain untuk pemilihan scatter selanjutnya.
8.Kemudian digit-lah scatter pada area yang ditunjukkan pada lingkaran di bawah ini. Lalu akhiri dengan klik kanan.
9.Maka pixel-pixel sisanya akan ter-blok
Dari percobaan di atas, maka kita dapat mengetahui pola scatter lahan terbangun dan badan air pada band 5 dan band 6 dan mampu mengklusterkan atau mengelompokkannya. Band 5
Kluster dari scater pixel lahan terbangun, memiliki karakteristik nilai pixel tinggi pada band 5 maupun band 6
Kluster dari scatter pixel badan air, memiliki karakteristik nilai pixel rendah pada band 5 maupun band 6
Band 6
Pada proses usupervised , proses kluster terjadi secara otomatis menggunakan algoritma k-means atau isodata. Tahap awal, algoritma akan menentukan pusat dari masing-masing kelas. Lalu algoritma akan men ____________________________________________________________ 164
segmentasi/memisahkan sehingga terbentuk 2 kluster yang berbeda. Klasifikasi yang dihasilkan pada proses awal ini masih belum baik, sehingga perlu proses pengulangan (iterasi ).
Pusat kluster badan air
Pusat kluster lahan terbangun
ITERASI 1
Pada tahap iterasi selanjutnya, pusat kedua kluster ditentukan kembali. Sehingga proses klusterisasi akan berbeda dengan hasil iterasi sebelumnya ___________________________________________________________ 165
ITERASI 2
____________________________________________________________ 166
ITERASI 3
Semakin banyak proses iterasi yang dilakukan, proses segmentasi akan semakin baik dalam memisahkan piksel-piksel yang memiliki karakteristik berbeda dan menggabungkan (klusterisasi) piksel-piksel yang memiliki kriteria yang sama.
___________________________________________________________ 167
Dalam penerapannya nanti, band yang digunakan tidak hanya berjumlah 2 band, namun dapat dilakukan untuk seluruh band multispektral Landsat 8 (band 1-7). Sehingga karakteristik scatter akan semakin variatif. 7.2.1.
Metode K-Means
Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan proses unsupervised menggunakan algoritma K-Means.
1.Buka folder
Classification Unsupervised 2.Pilih metodE K-
means
3.Select/Pilih citranya 4.Klik OK ____________________________________________________________ 168
5.Tentukan banyaknya kelas, misalkan 30 kelas. Semakin banyak kelas, semakin banyak objek yang mampu diidentfikasi,
6.Tentukan jumlah proses iterasi, misalkan 5. Semakin banyak maksimum iterasi, semakin baik hasil klasifikasi, namun akan semakin lama proses loading-nya 7.Klik Choose untuk menyimpan 8.Simpan output dan berinama, misalkan “UNSUPERVISED_JAKART”
9.Klik Open
10.Klik OK
Kemudian tunggulah hingga proses klusterisasi selesai. Dalam klasifikasi unsupervised ini, semakin besar nilai iterasi yang anda gunakan, maka proses klasterisasi akan semakin lama.
___________________________________________________________ 169
Bila proses telah selesai, maka akan muncul layer class image (UNSUPERVISED_JAKARTA) yang merupakan hasil dari proses klasifikasi Unsupervised dengan parameter yang telah ditentukan. Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan obyek dari seluruh (30) kelas yang terdapat dalam class image tersebut.
Muncul 30 kelas, sesuai paramater yang telah di tentukan. Kelas-kelas tersebut, harus didefinsikan sesuai obyek tutupan lahan, misalkan lahan terbangun, badan air, awan, bayangan awan, dll
____________________________________________________________ 170
Mulailah mengidentifikasi setiap kelas tersebut dengan membandingkannya dengan layer True Color dan False Color . Karena kelas yang dihasilkan banyak, maka beberapa kelas akan memiliki kesamaan warna, oleh karena itu, untuk membedakan kelas-kelas tersebut, gunakan tombol cursor
Sebaiknya catatlah didalam note untuk kelas-kelas yang telah diidentifikasi. Karena kelas yang dihasilkan cukup banyak, maka satu tutupan lahan, kemungkinan akan memiliki beberapa kelas yang sama. Pada langkah selanjutnya, akan dijelaskan cara untuk menggabungkan kelas-kelas yang sama.
___________________________________________________________ 171
7.2.2. Metode ISODATA Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan proses unsupervised menggunakan algoritma ISODATA.
1.Buka folder
Classification Unsupervised
2.Pilih metode
ISODATA
3.Select/Pilih citranya 4.Klik OK
____________________________________________________________ 172
5.Tentukan jumlah kelas minimal dan maksimal,misalkan min=5 dan max=30 kelas. Semakin banyak kelas, semakin banyak objek yang mampu diidentfikasi
6.Tentukan jumlah proses iterasi, misalkan 5. Semakin banyak maksimum iterasi, semakin baik hasil klasifikasi, namun akan semakin lama proses loading-nya
7.Klik Choose untuk menyimpan
8.Simpan output dan berinama, misalkan “UNSUPERVISED_JAKART”A”
9.Klik Open 10.Klik OK
___________________________________________________________ 173
Mulailah mengidentifikasi setiap kelas tersebut dengan membandingkannya dengan layer True Color dan False Color .
Sebaiknya catatlah didalam note untuk kelas-kelas yang telah diidentifikasi. Karena kelas yang dihasilkan cukup banyak, maka satu tutupan lahan, kemungkinan akan memiliki beberapa kelas yang sama. Pada langkah ____________________________________________________________ 174
selanjutnya, akan dijelaskan cara untuk menggabungkan kelas-kelas yang sama. 7.2.3.
Reklasifikasi
Hasil klasifikasi dengan menggunakan jumlah kelas yang banyak, kemungkinan terdapat beberapa kelas yang merupakan obyek yang sama. Misalkan dari 30 kelas dari hasil klasifikasi ISODATA maupun K-Means; kelas 28, 29, dan 30 terdefinisi sebagai awan. Maka diakhiri proses nanti, kelas-kelas yang sama tersebut harus digabung menjadi satu kelas, misalkan kelas 28 menjadi referensinya, maka kelas 29 dan kelas 30 digabung (Combine class) kedalam kelas 28. Begitupun juga kelas-kelas yang sama lainnya harus digabung atau direklasifikasi. Sehingga dari 30 kelas tersebut, jumlahnya akan berkurang sesuai jumlah kelas tutupan lahan yang ada di wilayah tersebut. Langkah ini dilakukan setelah seluruh kelas terdefinisi. Lalu ceklah kelaskelas yang sama, kemudian tentukan kelas referensinya.
Misalkan pada contoh diatas, kelas 1 sebagai referensi badan air dengan anggotanya kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 25 dan kelas 26. ___________________________________________________________ 175
Kemudian kelas 4 sebagai referensi kelas lahan basah, dengan anggotanya kelas 4, kelas 5, kelas 6, kelas 7 dan kelas 8. Kemudian lakukan hal yang serupa dengan kelas lainya (lahan terbangun, Vegetasi, Rumput, Lahan Terbuka, Lahan Pertanian Kering, Awan, Bayangan Awan). Untuk mempermudah proses penggabungan, rename-lah kelas-kelas tersebut sesuai dengan jenis obyek tutupan lahannya dengan cara sebagai berikut. 1.Buka folder Raster Management Pilih Edit ENVI Header
2.Pilih/select citra hasil klasfikasi yang ingin direname, misalkan “UNSUPERVISED_ISODATA_JAKARTA” Cara ini bisa diterapkan juga untuk hasil klasifikasi menggunakan metode K-Means
3.Klik OK
____________________________________________________________ 176
4.Klik Edit Attributes
Pilih
Classification Info
5.Klik OK
6.Klik OK
___________________________________________________________ 177
7.Rename masing-masing kelas sesuai dengan tutupan obyek. Anda juga dapat mengatur warna-nya.
8.Bila seluruh kelas telah di-rename , Klik OK
9.Klik OK
Setelah selesai untuk proses edit header untuk me-rename kelas, maka secara otomatis layer akan hilang. Oleh karena itu, input-kan kembali layer tersebut.
____________________________________________________________ 178
10.Klik Open
11.Pilih/Select file citran a
12.Klik Open
Maka layer tersebut akan muncul dengan penamaan kelas yang telah berubah sesuai dengan obyek tutupan lahan. Apabila saat proses rename juga melibatkan pengaturan warna kelas, maka hasil dari layer klasifikasi akan memiliki warna sesuai dengan pengaturannya seperti contoh di bawah ini.
___________________________________________________________ 179
Sedangkan untuk proses penggabungannya (merge), dapat dilihat pada langkah-langkah berikut ini. 1.Buka Folder ClassificationFolder
Post Classification
Kemudian pilih
Combine Classes
2.Select/Pilih Citra yang akan di reklasifikasi, yakni UNSUPERVISED_ISODATA_JAKARTA 3.Klik OK
Kemudian, akan muncul kotak Combine Classes Parameters. Pada kotak ini, anda harus menggabungkan kelas-kelas yang sama dengan cara: - Output Class = pilih salah satu dari kelas yang sama sebagai Reference/Ketua Grup. - Input Class = pilihlah seluruh member/anggota kelas yang sama. Seluruh kelas pada kolom ini nantinya akan habis terinput. Untuk mempermudah pemahaman, berikut adalah ilustrasinya:
____________________________________________________________ 180
Berikut adalah langkah-langkah untuk menggabungkan kelas, sebagai contoh awal yakni menggabungkan kelas-kelas badan air.
___________________________________________________________ 181
Maka akan muncul layer baru, dimana layer tersebut adalah hasil proses reklasifikasi yang hanya memiliki sejumlah kelas sesuai jumlah jenis tutupan lahan yang terdapat di wilayah tersebut.
7.3. Post Processing (Majority/Minority Analysis) Proses ini adalah untuk memperbaiki visualisasi dari hasil klasifikasi. Hasil klasifikasi dibuat general atau di smooth-kan dengan cara piksel yang berupa kelas minoritas akan diminimalisir dan digabung kedalam kelas mayoritas. ____________________________________________________________ 182
Bukalah citra yang merupakan hasil klasifikasi.
1.Buka folder Classification
Post Classification Pilih Majority/Minority/Analysis
2.Input data, pilihlah citra hasil klasifkasi yang akan diproses 3.Klik OK
___________________________________________________________ 183
4.Pilih kleas yang akan di smooth-kan 5.Pilih ukuran kernel pixel yang digunakan untuk proses smoothing, misalkan 5 x 5
6.Klik Choose
7.Simpan output, dan berinama sesuai ukuran kernelnya, misalkan “POST_CLASS_SUPERVISED_3_3M”
8.Klik O en
9.Klik OK
Anda dapat mencoba proses tersebut dengan ukuran kernel yang berbeda dan bandingkan hasilnya. Terkadang proses ini hanya untuk memperbaiki tampilan, namun tidak selalu memperbaiki presisi atau akurasinya. Nilai piksel yang sebenarnya akan ____________________________________________________________ 184
diubah sesuai dengan piksel-piksel disekitarnya dalam radius ukuran kernel yang digunakan. Misalkan ukuran 3 x 3 seperti contoh berikut:
Misalkan terdapat 1 piksel Awan (A) yang berada di tengah-tengah pemukiman (radius 3 x 3 piksel), maka piksel tersebut akan berubah sesuai dengan nilai piksel mayoritas di sekitarnya, yakni pemukiman (P). Namun, apabila piksel tersebut memang benar adanya adalah sebuah awan, maka dalam konteks ini, proses majority/minority dapat majority/minority dapat memperkecil akurasi dari suatu model klasifkasi. Berikut ini adalah contohperbandingan secara visual antara citra komposit RGB, citra hasil klasifikasi, dan citra hasil proses mayority/minority dengan mayority/minority dengan ukuran 3x3 dan 5x5.
___________________________________ __________________ _______________________________ ________________________ __________ 185
___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 186
BAB 8. UJI AKURASI HASIL KLASIFIKASI
Pada bab sebelumnya, telah dibahas mengenai bagaimana melakukan proses klasifikasi Citra Landsat untuk menghasilkan informasi spasial tutupan lahan. Informasi spasial tutupan lahan tersebut tentu berguna sebagai data spasial untuk melakukan analisis lebih lanjut misalkan untuk perencanaan wilayah, analisis perubahan lahan secara time series, modelling prediksi, dll. Dalam melakukan suatu analisis, tentu kita sering mendengar istilah “ garbage in garbage out ”, ”, yang memiliki arti masuk sampah keluar sampah. Istilah tersebut bermakna bahwa dalam melakukan proses analisis, apabila data yang digunakan memiliki kualitas buruk (sampah), walau analisisnya menggunakan metode secanggih apapun, maka hasilnya tetap saja tidak berkualitas (sampah). Untuk menghindari ini, suatu data spasial yang digunakan sebagai input data analisis harus memiliki presisi yang baik dan validitas yang tinggi. Hasil klasifikasi citra dapat dikatakan masih bersifat tentatif apabila belum melakukan tahap proses uji akurasi. Terkadang dalam suatu proses klasifikasi, baik atau buruknya hasil klasifikasi tergantung dari ketepatan teknik interpretasi yang digunakan oleh sang interpreter. Uji akurasi dalam suatu alur proses klasifikasi citra bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran dari model klasifikasi yang telah dibuat. Data hasil klasifikasi yang diolah di lab komputer dibandingkan dengan data di lapangan untuk melihat sejauh mana tingkat kebenaran model klasifikasi tersebut. Apabila akurasi tinggi maka model klasifikasi dapat dikatakan valid dan berkualitas sehingga dapat digunakan sebagai data spasial untuk keperluan analisis lebih lanjut. Sedangkan apabila akurasi model klasifikasi adalah rendah, maka hasil klasifikasi tersebut tidak layak digunakan sebagai data spasial untuk keperluan analisis, yang artinya bahwa perlu dilakukan proses klasifikasi ulang. ulang. Dalam melakukan uji akurasi, maka data lapangan sangat dibutuhkan sebagai data pembanding. Data lapangan ini didapat dengan cara survei lapangan ( ground check ) dengan mendatangi obyek-obyek yang digunakan sebagai sampel. Pengambilan data sampel tentu harus memiliki metode tersendiri agar sampel data lapangan dapat merepresentasikan seluruh obyek ___________________________________ __________________ _______________________________ ________________________ __________ 187
yang terekam didalam scenes satelit. Alat yang perlu dibawa dalam melakukan pengambilan sampel adalah GPS dan foto. GPS digunakan sebagai penentu koordinat, sedangkan foto digunakan untuk pembuktian secara visual. Hal yang perlu diperhatikan adalah waktu pengambilan sampel di lapangan harus sama dengan data satelit yang diklasifikasikan. Pertanyaan-nya adalah, bagaimana bila data satelit yang diklasifikasi adalah perekaman terdahulu dan kita ingin menguji akurasinya? Bukankah kita tidak bisa kembali ke masa lampau untuk melakukan survei lapang? Ada 2 solusi untuk menjawab permasalahan tersebut. Pertama, survei di lapang dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang memiliki pengetahuan, ingatan serta mental map mengenai kondisi obyek yang dijadikan sampel pada masa lampau. Kedua, kita dapat mengambil sampel dengan memanfaatkan citra resolusi tinggi dengan perekaman terdahulu (archieve). Saat ini, satelit-satelit penginderaan jauh telah banyak yang menyajikan kenampakan visual dengan kedetailan atau tingkat resolusi yang tinggi. Citra resolusi tinggi ini tentu sangat membantu kita dalam upaya interpretasi obyek dengan sangat mudah. Beberapa citra resolusi tinggi bahkan sampai menyajikan tingkat kedetailan yang sangat tinggi, misalkan saja satelit Plaides yang mampu menyajikan citra dengan resolusi 50 cm.
Citra resolusi tinggi
Citra resolusi tinggi dapat dimaanfaatkan sebagai media untuk menggantikan survei dilapang. Tanpa perlu ke-lapang, tentu anda akan sangat jelas mengetahui berbagai macam obyek dengan menginterpretasi citra resolusi tinggi. Perekaman-perekaman terdahulu dari citra satelit resolusi tinggi tentu ___________________________________ __________________ _________________________________ _________________________ _________ 188
dapat digunakan untuk mengukur validitas dari model klasifikasi citra pada tahun yang sama. Selain itu, obyek-obyek yang memiliki medan yang berat dan sulit dijangkau bila dilakukan survei lapang, dapat diatasi dengan memanfaatkan citra satelit resolusi tinggi ini. Software ENVI Software ENVI memiliki tools yang berfungsi untuk melakukan proses uji validasi. Data yang diinputkan berupa data raster maupun vektor poligon. Bab ini akan menjelaskan cara melakukan uji akurasi dimana sampel data sebagai data lapangan adalah data vektor poligon. Data vektor ini didapat dari survei serta dari interpretasi citra resolusi tinggi. Didalam lampiran buku ini, anda dapat mempelajari bagaimana cara membuat vektor poligon memanfaatkan software memanfaatkan software G oog le E ar th. Software G oog le E ar th merupakan software software GIS opensource opensource yang mampu menampilkan citra-citra resolusi tinggi dengan waktu perekaman time series. Dengan memanfaatkan Google Earth, anda dapat mendeliniasi poligon sampel. Deliniasi poligon lahan terbangu (merah), badan air (biru) dan rumput (hijau) yang dijadikan sampel untuk proses uji validasi.
___________________________________ __________________ _______________________________ ________________________ __________ 189
Langkah pertama adalah bukalah citra hasil klasifikasi yang ingin diuji akurasinya.
Dalam ENVI, format data vektor yang dapat digunakan sebagai data input adalah shapefile (*.shp). Oleh karena itu, bila anda melakukan digitasi didalam Google earth dimana output vektornya berformat kml, maka anda harus konversi data tersebut kedalam format shapefile. Proses konversi data vektor dapat dilakukan di software GIS seperti Arc Gis maupun Quantum GIS. Inputlah data vektor poligon yang dijadikan sampel untuk melakukan uji validasi. 1.Klik menu File Pilih Open
2.Pada kolom tipe format data, pilihlah Shapefile
3.Carilah file-nya, kemudian select file tersebut.
4.Klik Open ____________________________________________________________ 190
5.Klik file yang ingin dijadikan ROI. 6.Klik OK
Data vektor poligon yang digunakan sebagai sampel memiliki attribute. Attribute tersebut berisi informasi kelas tutupan lahan dimasing-masing poligon. Gambar di bawah ini menunjukkan tabel attribute, apabila data vektor shapefile tersebut dibuka didalam software ArcGis.
___________________________________________________________ 191
Oleh karena itu, untuk mempertahankan informasi kelas tutupanlahan terebut, pada langkah di bawah ini pilihlah Unique
records of an attributes to separate ROIs. 7.Ceklis, kemudian pada kolom Attribute, pilihlah
Field Keterangan. Maka akan muncul ROI pada kotak Layer Manager, seperti gambar di bawah ini.
8.Klik OK
____________________________________________________________ 192
Setelah proses konversi vektor poligon menjadi ROI selesai, langkah selanjutnya adalah melakukan proses pembuatan Confussion Matrix. Langkahnya adalah sebagai berikut. 9.Buka folder
ClassificationPost Clasification Pilih Confussion Matrix Using Ground Truth ROI
10.Pilih input file citra hasil klasifikasi
11.Klik OK
___________________________________________________________ 193
Selanjutnya akan muncul kotak Match Classes Parameters. Pada kotak ini, anda harus mencocokkan kelas yang ada didalam Ground Truth ROI dengan kelas yang terdapat di citra klasifikasi. 12.Pilih kelas yang sama
13.Klik Add
Combination
Lakukan langkah yang sama untuk
14.Klik OK
seluruh kelas yang terdapat di kolom Ground Truth ROI hingga seluruh
kelas yang terdapat didalam kolom tersebut habis terpilih.
15.Ceklis pada kolom Pixels dan Percent
16.Klik OK
____________________________________________________________ 194
Maka akan muncul informasi seperti pada gambar di bawah ini.
Dalam satuan pixel
Dalam satuan persen
___________________________________________________________ 195
Perhitungan akurasi secara manual adalah sebagai berikut:
1 480 1 0 2 0 3 Class 0 Image 4 0 5 0 6 Total 480 = Piksel error
2 0 52 0 16 0 0 68
Sampel 3 4 5 5 0 0 0 20 0 313 40 0 0 126 0 0 38 342 38 24 60 336 248 402 = Piksel benar
Total 6 0 0 0 0 79 359 438
485 72 353 142 459 481 1992
Akurasi total menggambarkan nilai kebenaran keseluruhan kenampakan objek yang benar di peta klasifikasi dengan data lapangan. Pada tabel matriks di atas, nilai akurasi keseluruhan dihitung dengan rumus sebagai berikut: = Total piksel benar/Total keseluruhan piksel = 1672/1992 = 0,84 atau 84% Belum ada standar internasional yang menjelaskan mengenai batas akurasi yang dapat menentukan kevalidan suatu hasil klasifikasi. Berdasarkan Anderson (1976), dalam proses pemetaan tutupan lahan, akurasi total yang dapat diterima atau dikatakan valid adalah harus melebihi 85%. Sedangkan berdasarkan Purwadhi (2001), secara umum, akurasi dari suatu hasil klasifkasi dikatakan baik apabila memiliki akurasi keseluruhan lebih dari 70%. Parameter lain untuk menilai tingkat kebenaran hasil klasifikasi adalah menggunakan metode koefisien Kappa. Nilai koefisien Kappa memiliki rentang 0 hingga 1, Nilai indeks kappa mempertimbangkan faktor kesalahan proses klasifikasi, sehingga nilai indeks kappa lebih rendah dari nilai akurasi total dimana hanya mempertimbangkan data yang benar antara hasil klasifikasi dan kondisi dilapangan.
____________________________________________________________ 196
Kategorian tingkat akurasi berdasarkan nilai Kappa Menurut Landis dan Koch (1977, dalam Congalton dan Green, 2008), adalah sebagai berikut: 0 – 0,4 = rendah 0,4 – 0,8 = sedang 0,8 – 1 = tinggi Koeffisien nilai kappa ini mempertimbangkan semua aspek yaitu producer’s accuracy dan user’s accyracy. Nilai akurasi produser berfungsi sebagai penilaian secara tematik, yaitu menunjukkan tingkat kebenaran hasil klasifikasi terhadap kondisi di lapangan. Akurasi user menjelaskan mengenai ketelitian hasil klasifikasi terhadap seluruh obyek yang dapat diidentifikasi. Kedua jenis akurasi tersebut memberikaninformasi tingkat akurasi di masing-masing kelas. Perhitungan akurasi produser dan user pada tabel di atas adalah sebagai berikut: Producer’s Accuracy : 1 = 480/480 = 100% 2 = 52/68 = 76% 3 = 313/356 =88% 4 = 126/248 = 51% 5 = 342/402 = 85% 6 = 359/438 = 82% User’s Accuracy: 1 = 480/485 = 99% 2 = 52/72 = 72% 3 = 313/353 =87% 4 = 126/142 = 89% 5 = 342/459 = 74% 6 = 359/481 = 75%
___________________________________________________________ 197
BAB 9. EXPORT RASTER (CLASS IMAGE) TO VEKTOR
Software ENVI memiliki tool yang dapat melakukan proses konversi data raster menjadi data vektor. Input data raster yang dapat dikonversi haruslah merupakan citra hasil klasifikasi (class image). Tahapan prosesnya adalah: Raster (Class image)
Data vektor (evf)
Data vektor (shapefile)
Tahap awal adalah melakukan konversi data Raster menjadi data vektor dengan format ENVI Vektor Format (evf). EVF ini adalah format data vektor milik ENVI dan tentu format ini tidak terlalu generik atau umum. Agar data vektor bisa dibuka di berbagai macam software GIS yang umum digunakan, maka anda harus meng-konversinya menjadi format shapefile. Berikut adalah langkah-langkah melakukan proses export raster menjadi vektor dengan output akhir berformat shapefile.
1.Buka folder vektor Pilih
Raster to Vektor
____________________________________________________________ 198
2.Pilih/klik citra hasil klasifikasi yang ingin di konversi kedalam format vektor
3.Klik OK
4.Pilih/Select kelas-kelas yang ingin dieksport kedalam format vektor 5.Klik Choose
6.Simpan output evf, dan berinama misalkan “vektor_class”
7.Klik Open
8.Klik OK
___________________________________________________________ 199
Tunggulah hingga proses selesai.
Anda dapat mengeksport format evf ini kedalam format shapefile agar data vektor ini dapat dibuka di software GIS seperti Arcgis atau Quantum GIS.
9.Buka folder
Vector, pilih Classic EVF to Shapefile
10.Select/Pilih data vektor evf yang ingin dieksport menjadi shapefile
11.Klik Open
____________________________________________________________ 200
12.Klik Choose
13.Simpan output shapefile, dan berinama misalkan “vektor_class_shapefile”
14.Klik Open
15.Klik Ok
Maka anda dapat membuka output tersebut didalam software Arc Gis seperti contoh di bawah ini.
___________________________________________________________ 201
BAB 10. APLIKASI BAND MATH
Bab ini akan menjelaskan mengenai cara melakukan transformasi citra atau aplikasi band ratio. Tahap ini anda akan banyak bermain dengan rumusrumus algoritma yang nanti digunakan untuk memanipulasi/transformasi nilai piksel. Pada contoh di bawah ini, anda akan berlatih menggunakan beberapa rumus algoritma untuk melakukan transformasi nilai piksel pada citra sehingga nilai piksel tersebut menghasilkan informasi seperti angka indeks vegetasi dan nilai suhu permukaan darat. 10.1.
Aplikasi NDVI
Indeks vegetasi merupakan suatu nilai yang memiliki interval tertentu dimana nilai tersebut merepresentasikan tingkat kehijauan vegetasi. Tingkat kehijauan suatu vegetasi dipengaruhi oleh kondisi klorofil yang terkandung didalam tumbuhan. Indeks vegetasi ini sering digunakan untuk mengindetifikasi umur tanaman, tanaman yang sakit, biomassa, serta kerapatan vegetasi. Secara umum, aplikasi penginderaan jauh untuk vegetasi memanfaatkan gelombang Inframerah dekat dan gelombang merah dalam mengukur tingkat kehijauan vegetasi. Salah satu ukuran yang sering digunakan adalah metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).
Mengapa vegetasi terlihat berwarna hijau? Mata manusia hanya mampu menangkap gelombang visible (gelombang biru, hijau, merah). Vegetasi memiliki karakteristik memantulkan gelombang hijau lebih kuat dibandingkan gelombang biru dan merah. Namun, sebenarnya vegetasi memiliki pantulan tertinggi pada gelombang inframerah dekat (NIR). Vegetasi mampu memantulkan gelombang NIR dengan tingkat pantulan 60%, lebih tinggi dibandingkan gelombang hijau yang hanya dipantulkan sebesar 20% (Jensen, 2000). Namun mata manusia hanya peka pada gelombang visible, sehingga hanya gelombang hijau saja ____________________________________________________________ 202
yang mampu ditangkap oleh mata manusia. Itulah mengapa vegetasi memiliki warna hijau. Interaksi gelombang elektromagnetik terhadap vegetasi dipengaruhi oleh struktur daun, khususnya oleh jaringan mesofil gabus. Keberadaan jaringan mesofil gabus ini yang mempengaruhi ketebalan daun. Semakin tebal jaringan daun, maka semakin besar gelombang NIR yang dipantulkan, hal ini karena terdapat Epiticular lilin didalam jaringan tersebut yang mampu meningkatkan pantulan NIR sebanyak 5-20% (Mulroy, 1979).
Secara umum, vegetasi memantulkan 2 jenis Gelombang yakni gelombang NIR dan Hijau. Sedangkan gelombang merah dan biru diserap karena adanya faktor keberadaan klorofil. NDVI merupakan salah satu metode untuk mengukur tingkat kehijauan vegetasi dengan cara membandingkan spektral antara gelombang NIR dengan gelombang Merah. Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat (NIR) oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kedua band tersebut akan berbeda. Rumus NDVI yakni: (NIR - Red) / (NIR + Red) Dimana: NIR = Band yang memiliki panjang gelombang Inframerah Dekat. Red = Band yang memiliki panjang gelombang merah. ___________________________________________________________ 203
Dalam sensor OLI pada Landsat 8, NIR adalah band 5 sedangkan Red adalah Band 4. Hal berbeda bila menggunakan Landsat 7, dimana NIR adalah band 4 dan Red adalah Band 3. Nilai NDVI ini berkisar antara -1 hingga 1. Apabila nilai NDVI mendekati nilai 1, maka obyek tersebut memiliki indeks kehijauan yang tinggi. Sebaliknya, bilai NDVI mendekati nilai -1, maka obyek tersebut memiliki indeks kehijauan yang rendah atau bukan merupakan obyek vegetasi. Bab ini akan menjelaskan bagaimana cara melakukan pengolahan data Landsat 8 untuk menghasilkan peta NDVI. Langkah pertama adalah, membuka Citra Landsat yang telah dikoreksi dalam hal ini adalah data hasil koreksi Cirrus.
____________________________________________________________ 204
Kemudian aktifkan tools Band math dan masukkan rumus NDVI kedalamnya.
1.Buka folder Band
Ratio Pilih Band Math
2.Masukkan rumusnya, yakni : (B5-B4)/(B5+B4) Namun, untuk mempertahankan nilai decimal, maka penulisan pada bandmath harus menggunakan format floating. Sehingga penulisan pada bandmath adalah:
(float(b4)-float(b3)) / 3.Klik OK
(float(b4)+float(b3)) Kemudian klik Add to list
___________________________________________________________ 205
Kemudian, definsikan variabel B5 dan B4 pada rumus tersebut.
4.Klik B4
5.Klik Band 4
6.Klik B5
7.Klik Band 5
____________________________________________________________ 206
9.Simpan output, dab berinama misalkan “NDVI” 10.Klik Open
11.Klik OK
___________________________________________________________ 207
Maka hasilnya adalah sebagai berikut.
Gunakankan cursor value untuk mengidentifikasi nilai NDVI di setiap piksel. Piksel berwarna cerah merupakan piksel yang memiliki nilai NDVI tinggi, sedangkan Piksel berwarna gelap merupakan piksel yang memiliki nilai NDVI rendah. Piksel yang memiliki NDVI rendah (gelap) umumnya merupakan obyek yang bukan vegetasi, seperti badan air, lahan terbangun, awan, dll. NDVI ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk membedakan obyek vegetasi dan yang bukan vegetasi. Tidak ada batasan (threshold) nilai NDVI yang jelas dan konsisten, hal ini dikarenakan nilai NDVI selalu berubah mengikuti musim. 10.2.
Identifikasi Suhu Permukaan Darat
Dalam mengindentifikasi suhu permukaan, gelombang yang digunakan adalah gelombang thermal. Dalam Landsat 8, band thermal terdapat pada band 10 dan 11, dimana panjang gelombang yang digunakan adalah : Band 10 = 10,60 – 11,19 µm Band 11 = 11,50 – 12,51 µm ____________________________________________________________ 208
Secara teknis, band 10 merupakan band yang biasa digunakan dalam proses pengolahan suhu permukaan darat. Sedangkan band 11, berdasarkan beberapa publikasi jurnal yang ada, band ini kurang memiliki akurasi yang tinggi dalam mengestimasi nilau suhu permukaan dibandingkan band 10. Resolusi spasial dari kedua band ini adalah 30 meter, hal ini merupakan suatu perbaikan pada band thermal pada versi Landsat generasi sebelumnya yang hanya memiliki resolusi 60 meter saja. Inputlah band 10 pada ENVI, kemudian potonglah seluas wilayah Jakarta dengan memaanfaatkan data vektor poligon dki_jakarta_utm.shp. Sehingga hasil subset dengan data vektor dki terlihat seperti gambar di bawah ni.
Proses dalam pengolahan data thermal untuk menghasilkan informasi spasial suhu permukaan harus melalui tahap sebagai berikut: DN Spektral Radian ( )
Suhu
(Kelvin) Suhu (Celcius)
___________________________________________________________ 209
a.
DN to Spektral Radian
Tahap awal adalah melakukan kalibrasi radiometrik pada citra band 10. Nilai suhu permukaan dihitung dari nilai spektra radian citra, oleh karena itu citra band 10 yang pikselnya masih berupa DN harus dikalibrasi kedalam nilai spektra radian. Rumusnya adalah sebagai berikut: Lλ = ML*Qcal + AL Dimana : M p = faktor skala AL = faktor penambah Qcal = Digital Number (DN) Keduan faktor tersebut dapat dilihat pada file metadata citra, dimana dalam format tulisan metadata tersebut, M p adalah “RADIANCE_MULT_BAND_...”, Sedangkan AL adalah “RADIANCE_ADD_BAND_...”. Berikut adalah tampilan metadatanya.
= ((0.0003342)*B1)+0.1
Pada metadata tersebut nilai M p = 0.0003342 dan nilai A L = 0.1. ____________________________________________________________ 210
Kemudian tuliskan rumus dalam band, seperti contoh di bawah ini. 1.Klik Band Math
2.Ketik rumus algoritmannya
3.Klik Add to List
4.klik OK
5.Definisikan variabel B1, dengan cara klik B1 6.Lalu klik Layer Band_10_Jakarta sebagai layer inputnya
7.Klik Choose 8.Simpan output, dan berinama misalkan “RADIANS_BAND10” 9.Klik Open
10.Klik OK ___________________________________________________________ 211
Maka layer “RADIANS_BAND10” akan muncul pada kotak Layer Manager .
b. Spektral Radian to Kelvin Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai suhu dalam satuan Kelvin. Hubungan antara suhu dengan spektral radian dapat dijelaskan pada rumus berikut ini.
Dimana: T = Suhu (Kelvin) CVR = Nilai radiance pada band thermal K1 dan K2 = Tetapan
____________________________________________________________ 212
Nilai K1 dan K2 dapat dilihat pada metadata seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini.
Nilai K1 pada band 10 = 774.89 sedangkan nilai K2 =1321.08. Maka penulisan rumus pada bandmath adalah sebagai berikut T = K2 / ln ((K1/CV) +1) = 1321.08 /alog((774.89/B1)+1) Kemudian, tulislah rumus tersebut didalam bandmath. 1.Klik Bandmath
2.Masukkan
3.Klik Add to List
4.Pilih/Select rumus nya
5.Klik OK ___________________________________________________________ 213
6.Klik Variabel B1 7.Klik layer Radians_BAND10 sebagai data input
8Klik Choose
9.Simpan output dan berinama misalkan “KELVIN_BAND10”
10.Klik Open
11.Klik OK
____________________________________________________________ 214
Maka layer “KELVIN_BAND10” akan muncul pada kotak Layer Manager .
c. Kelvin to Celcius Langkah selanjutnya adalah mengkonversi nilai suhu yang masih dalam satuan Kelvin kedalam satuan Celcius. Rumusnya adalah sebagai berikut: CELCIUS = KELVIN - 272.15 Rumus dalam band math = B1 – 272.15 1.Klik Bandmath
2.Masukkan rumusnya
3.Klik Add to List
4.Pilih/Select rumus nya 5.Klik OK ___________________________________________________________ 215
6.Klik Variabel B1
7.Klik layer KELVIN_BAND10 sebagai data input
8.Klik Choose
9.Simpan output dan berinama misalkan “CELCIUS”
10.Klik Open
11.Klik OK
____________________________________________________________ 216
Maka layer “CELCIUS” akan muncul pada kotak Layer Manager .
___________________________________________________________ 217
BAB 11. LIDAR
Light Detection and Ranging (LiDAR) merupakan teknologi dalam penginderaan jauh, dimana sensor yang digunakan memancarkan cahaya dalam bentuk laser sebagai sumber energinya untuk mengukur jarak ke obyek. Sensor LiDAR tergolong penginderaan jauh aktif, dimana sensornya memancarkan gelombang sendiri, sehingga keuntungannya dapat dioperasionalkan pada malam hari. Sensor LiDAR biasa disematkan dipesawat kemudian digunakan untuk mengindera obyek permukaan bumi. Teknologi LiDAR digunakan untuk pemetaan topografi detail dengan presisi yang tinggi. Output dari sistem ini adalah kumpulan titik-titik atau biasa diistilahkan sebagai Point Cloud , yang memiliki informasi X, Y, dan Z. Nilai X, Y dan Z dari point cloud ini mampu memberikan gambaran obyek permukaan bumi secara 3 dimensi. Secara umum, prinsip dari sistem LiDAR adalah menembakkan gelombang ke permukaan bumi, kemudian setelahnya sensor lidar merekam pantulan balik gelombang tersebut. Waktu antara menembakan cahaya hingga diterima kembali pantulannya diukur lalu dikonversikan menjadi jarak.
____________________________________________________________ 218
Jarak yang dimaksud dalam hal ini adalah jarak antara pesawat terhadap obyek. Setelah itu, GPS yang terpasang didalam pesawat juga merekam nilai altitude dan posisi geografis pesawat terhadap permukaan bumi. Nilai altitude inilah yang digunakan untuk meng-kalibrasi jarak obyek menjadi nilai ketinggian. Contoh: Jarak (distance) = 1200 m Altitude = 2000 mdpl Maka ketinggin obyek = Altitude – Jarak = 800 m dpl. Informasi ketinggian obyek tersebut juga dilengkapi dengan informasi posisi koordinat obyek yang diperoleh dari GPS.
Komponen-komponen yang terdapat pada sistem LIDAR adalah sebagai berikut: 1. Laser
Laser ( Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) merupakan teknik pemancaran radiasi gelombang elektromagnetik dalam bentuk cahaya tunggal dan koheren sehingga pancarannya memiliki sudut pancaran yang kecil namun memiliki intensitas yang tinggi untuk dapat mencapai jarak yang jauh dan terarah (Kelley, 2010). ___________________________________________________________ 219
Laser ini memanfaatkan gelombang pada spektrum inframerah dekat dengan kisaran panjang gelombang 0,7 - 1 um.
Karakteristik spektrum inframerah adalah sangat peka terhadap vegetasi, sehingga apabila berinteraksi dengan vegetasi, maka gelombang ini akan ter-refleksikan. Namun sebaliknya, bila berinteraksi dengan obyek berupa air, maka gelombang ini akan terserap. Kurva dibawah ini menunjukkan tingkat reflektan vegetasi dan air pada keseluruhan panjang gelombang Terlihat bahwa tingkat reflektan vegetasi paling kuat pada spektrum inframerah dekat (0,7 – 1 um)
Sebaliknya obyek air sangat rendah reflektannya. Inilah yang akan menjadi kelemahan dari sistem lidar apabila sinar lasernya berinteraksi dengan obyek yang lembab atau mengandung air, maka gelombangnya sulit terpantulkan kembali menuju sensor. ____________________________________________________________ 220
2. Inertial Measurement Unit (IMU)
Inertial Mesurement Unit (IMU) adalah alat perekam kesalahan posisi maupun rotasi pesawat saat proses penginderaan berlangsung. Komponen ini merupakan sistem navigasi yang mampu mendeteksi perubahan geografis, perubahan kecepatan dan orientasi sudut pesawat akibat faktor eksternal seperti angin yang menyebabkan posisi pesawat tidak dalam kondisi yang sebenarnya dan mengakibatkan adanya kesalahan posisi seperti pitch, roll, and heading . Pitch merupakan kesalahan posisi terhadap sumbu Y (sayap pesawat), roll merupakan kesalahan posisi terhadap sumbu X (badan pesawat), dan heading merupakan kesalahan posisi terhadap sumbu Z (kepala pesawat).
IMU bertugas untuk mencatat seluruh kesalahan atau perubahan tersebut secara realtime setiap 1/200 detik dalam bentuk raw data IMU. Selanjutnya, data IMU ini dijadikan faktor koreksi terhadap data scanning ketinggian LiDAR. 3. Diferential GPS
GPS digunakan untuk merekam posisi 3 Dimensi suatu obyek terhadap sistem referensi tertentu. GPS yang digunakan dalam pemetaan lidar adalah Airbone GPS yang menghasilkan ketelitian horisontal 5 cm dan vertikal 10 cm. Dalam GPS tersebut, terdapat 2 alat yang digunakan yaitu GPS yang ditempatkan di tanah atau diistilahkan sebagai Base Station, dan GPS yang terpasang di pesawat atau diistilahkan sebagai Rover.
___________________________________________________________ 221
Pemetaan LiDAR ini akan sangat optimal dan presisi bila Jarak maksimum pesawat dari base station GPS tidak boleh lebih dari 10 km. (Cramer, 1997; Behan dkk., 2000; Kozmus dan Stopar, 2003; Turton, 2006).
Komponen-komponen yang terdapat pada sistem LiDAR. (Sumber: http://tnlandforms.us/) Pada pemetaan di area berhutan, Sistem lidar mampu melewati celah-celah sempit dari tajuk-tajuk pohon sehingga pola titik-titiknya dapat mENVIsualisasikan bentuk tajuk atau kerapatan dari suatu pepohonan. Selain itu, beberapa point cloud merepresentasikan dasar permukaan (ground) dan titik-titik yang terindetifikasi sebagai ground inilah yang dimanfaaatkan untuk mendapatkan model terrain. Secara teknis, sensor lidar menembakkan gelombang laser dan setiap 1 kali penembakan, beberapa spot terpantulkan karena terhalang seresah tajuk, namun beberapa spot diteruskan hingga mengenai beberapa objek dibawahnya, hingga mengenai ground. Sehingga setiap dalam 1 tembakkan, sistem lidar mampu menangkap beberapa gelombang balik (pantulan) atau multiple wave. ____________________________________________________________ 222
Multiple wave pada LiDAR Kelebihan Lidar:
1. Lidar merupakan sistem gelombang aktif, dimana sensor menembakkan pulse laser sebagai sumber gelombang elektromagnetiknya, sehingga tidak bergantung dengan matahari, artinya dapat dilakukan di malam hari. 2. Proses pendataan obyek untuk mendapatkan nilai x,y,z menjadi lebih cepat dan lebih luas area cakupannya bila dibandingkan dengan survei terestris. 3. Titik yang dihasilkan lebih banyak, yakni kisaran per 1 meter2 minimal 1 point hingga 9 tergantung dari permukaan obyek dan tinggi terbang serta FoV. 4. Biaya lebih efisien (jika area > 1.000 ha), bila dibandingkan dengan Survei Terestrial.
Kekurangan Lidar:
1. Dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Hasil pengukuran pada area yang terhalang awan atau kabut menjadi tidak presisi. Begitu juga dengan obyek di permukaan bumi yang mengandung air, obyek air maupun obyek yang basah. Seperti diketahui bahwa lidar memanfatkan gelombang inframerah, dimana memiliki karakteristik diserap bila berinteraksi dengan obyek yang mengandung air. 2. Pada kondisi vegetasi yang rapat tanpa celah sedikitpun, tentu akan menjadi sulit untuk mengukur hingga ke dasar permukaannya (ground).
___________________________________________________________ 223
Pemanfaatan data LiDAR antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pertambangan Perencanaan Sistem Drainase (Mikro Hidrologi) Perencanaan Infrastruktur (Jalan tol, sutet, jalan kereta api, dll) Perencanaan Kota Monitoring Hutan Perkebunan Militer
____________________________________________________________ 224
BAB 12. PENGOLAHAN DATA LIDAR
Dalam proses pengolahan data lidar, user dapat menggunakan berbagai macam software khusus pengolah data LiDAR, salah satunya adalah ENVI Lidar. ENVI LiDAR adalah ekstensi tambahan dalam software ENVI yang berfungsi khusus untuk mengolah data lidar. ENVI LiDAR ini muncul hanya pada ENVI versi 5.0 ke atas, sedangkan pada ENVI versi sebelumnya, tidak dilengkapi oleh ekstensi tambahan ini. ENVI LiDAR memiliki kemampuan yang optimal yakni mampu melakukan proses feature extraction dari point cloud data lidar. Feature extraction ini merupakan proses pendefinisian obyek menggunakan algoritma tertentu, dimana obyek akan secara otomatis dikenali lewat pola sebaran pointnya. Obyek yang mampu dikenali hanya berupa obyek pohon, bangunan dan kabel listrik. Selain itu, terdapat berbagai macam tools-tools yang sangat berguna lainnya, misalkan tool 3D Viewer yang berfungsi menampilkan model 3 dimensi dari obyek-obyek yang telah berhasil dikenali; serta tool isometric view yang berguna untuk membaca geometris suatu obyek tanpa perlu melakukan pengukuran. Data LiDAR ini berupa sebaran titik-titik yang sangat rapat bahkan kerapatannya hingga 9 titik per meter persegi; artinya ukuran datanya berbanding lurus dengan luas area yang diolah. Semakin luas area yang diproses maka semakin besar ukuran datanya. Oleh karenanya, untuk mengolah data LiDAR yang men-cakup area luas membutuhkan spesifikasi komputer/PC yang tinggi. Spesifikasi yang dimaksud berupa prosesor dan RAM serta didukung kapasitas hardisk yang besar untuk menyimpan output hasil pengolahan. Dalam bab ini, user akan ditunjukkan langkah-langkah mengolah data LiDAR, baik dari mulai menginput data, melakukan pengukuran hingga meng-ekstrak suatu informasi dari data LiDAR. ___________________________________________________________ 225
12.1. Membuka ENVI LIDAR
Bukalah Software ENVI Lidar, klik Start All Program ENVI LiDAR
Maka akan muncul tampilan Awal ENVI LiDAR seperti pada gambar dibawah ini.
Berikut adalah tampilan dekstop dari ENVI LiDAR beserta penjelesannya. e ____________________________________________________________ 226
c a b
d
f
a.
Layer s Windows, berfungsi untuk menampilkan layer -
layer input maupun output dari suatu proses pengolahan. b. Data Display, berfungsi untuk menampilkan gambar 3 dimensi c. Toolbar, berisi beberapa icon tools d. Toolbox, berisi beberapa fungsi untuk pengolahan e. Menubar, berisi menu-menu f. Notification Window, menginformasikan detail proses serta progress dari suatu proses
___________________________________________________________ 227
12.2. Membuat Project Baru Dalam proses pengolahan data menggunakan software ini, user harus membuat suatu file project baru. Untuk membuat sebuah project baru, klik menu File New Project .
Kemudian simpanlah project baru tersebut didalam direktori folder yang diinginkan. Beri nama file project tersebut, kemudian klik Save.
____________________________________________________________ 228
Maka akan muncuk kotak notifikasi seperti pada gambar di bawah ini dimana user harus menginputkan suatu data Lidar; Klik saja OK .
Kemudian, inputkan lah data lidar yang akan diproses. Format umum data lidar adalah berupa Laz, namun anda dapat menginputkan format data lainnya. Sebagai contoh, bukalah sampel data lidar yang terdapat pada direktori instalasi software ENVI, yang berlokasi di: C:\Program Files\Exelis\ENVILiDAR51\DataSample Ambillah salah satu file Laz , misalkan Avon. Select file tersebut, kemudian klik Open.
___________________________________________________________ 229
Kemudian akan muncul notifikasi sebagai berikut: Bila tidak ada lagi data yang ingin diinputkan, maka klik-lah No, pada notifikasi tersebut.
Selanjutnya, akan muncul notifikasi sistem koordinat yang akan digunakan. Pilihlah sistem UTM agar unit/satuan ukuran dalam meter. Klik saja Yes, apabila muncul notifikasi seperti di bawah ini.
Maka ENVI LiDAR akan melakukan proses inputting data, termasuk mengcopy data kedalam direktori data dimana tempat kita menyimpan project.
____________________________________________________________ 230
Bila selesai, maka didalam kotak layer , akan muncul data lidar yang telah diinput, serta gambar 3 dimensi dari point cloud data tersebut didalam Data Display.
Cek lah Direktori folder tempat anda menyimpan output project. Didalam direktori tempat file project disimpan, akan muncul folder Product dan Folder Raw Data. Folder Product berisi data-data hasil proses pengolahan, baik data vektor maupun raster.
12.3. Pengenalan Tools Dasar ENVI Lidar Proses selanjutnya adalah mengenai cara merubah gradasi warna, menghitung jarak antar titik, serta membuat penampang melintang dari suatu data lidar. ___________________________________________________________ 231
12.3.1.
Merubah Warna
Untuk meningkatkan keinformatifan suatu data peta, maka terkadang perlu melakukan pengaturan pada simbologi warna. Oleh karena itu, user dapat mengganti simbologi gradasi warna dari cloud point dengan cara sebagai berikut: Klik Height Palette Editor pada toolbar, hingga muncul kotak Height Palette Editor seperti gambar di bawah ini.
Kemudian, di kolom bawah terdapat tombol pull down “ Load Palette”. Klik lah tombol tersebut lalu pilihlah gradasi warna sesuai keinginan anda.
____________________________________________________________ 232
Berikut adalah contoh penggunaan warna palette “Earthstones”.
12.3.2. Menghitung jarak dan beda tinggi. Sebagaimana layaknya suatu software penggindran jauh dan GIS, software ENVI lidar ini dilengkapi juga tools untuk melakukan pengukuran, dalam hal ini pengukuran yang dimaksud adalah pengukuran jarak dari satu titik ke titik lain.
Klik isometric view untuk menampilkan skala X dan Y serta menampilkan data dari sisi atas layaknya tampilan 2 dimensi.
___________________________________________________________ 233
Kemudian untuk melakukan proses pengukuran, gunakan Measurement Tools. Kemudian klik titik awal dan titik akhir untuk menghitung kedua jarak titik tersebut. Hasilnya akan muncul anotasi didalam Data Display seperti gambar di bawah ini.
Dalam Anotasi tersebut, muncul 3 nilai, yakni nilai XY dimana merupakan jarak horizontal (datar) kedua titik tersebut, kemudian, nilai Z, yakni beda tinggi dari kedua titik tersebut, serta nilai Slant , yakni jarak bidang miring dari kedua titik tersebut. Bidang miring tersebut terjadi karena kedua titik (titik awal dan titik akhir) tersebut memiliki perbedaan elevasi,
____________________________________________________________ 234
Berikut adalah contoh ilustrasi gambarnya:
Untuk menghilangkan anotasi tersebut, klik kanan-lah pada anotasi tersebut, kemudian pilih Delete Annotation.
12.3.3. Penampang melintang (Cross Section) Sebagaimana suatu software 3 Dimensi pada umumnya, software ENVI LiDAR ini juga dilengkapi dengan tools untuk membuat penampang melintang, atau biasa disebut sebagai Cross Section. Tools Cross Section tersebut dapat anda temui di deretan Toolbar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. ___________________________________________________________ 235
Kemudian, tariklah garis di koridor yang ingin dilihat profil ketinggiannya. Sehingga akan muncul jendela Cross Section yang menampilkan profil ketinggian dari transek tersebut.
Kemudian, saat penarikan, geserlah kursor anda, sehingga bentuk transek berubah dari line/garis menjadi area, sehingga Cross Section Window akan memunculkan profil ketinggian tertinggi dari seluruh koridor area tersebut.
____________________________________________________________ 236
12.4. Mendefinisikan DTM and DSM
Data LiDAR adalah data yang hanya memiliki informasi X,Y, dan Z, dimana X dan Y adalah koordinat geografis, sedangkan Z adalah ketinggian. Sehingga data LiDAR ini tak lebih adalah data yang menginformasikan ketinggian yang berupa point cloud, sehingga dalam suatu proses lebih lanjut, point cloud data Lidar ini diinterpolasi menjadi suatu data raster Digital Elevation Model DEM. DEM dikategorikan menjadi 2 jenis, yakni DSM dan DTM. DSM merupakan data raster yang memiliki informasi ketinggian yang dihitung dari permukaan atas suatu obyek. Sedangkan DTM merupakan data raster yang memiliki informasi ketinggian yang dihitung berdasarkan permukaan dasarnya suatu obyek.
___________________________________________________________ 237
Sebagai ilustrasi, berikut adalah penggambarannya.
Hal terpenting dalam proses pengolahan data Lidar adalah bahwa user harus mampu memisahkan point cloud DTM dan DSM. Software ENVI LiDAR memiliki kemampuan dalam memisahkan point cloud DSM dan DTM serta mampu menginterpolasikannya menjadi sebuah data raster/vektor. Inti dari proses yang dilakukan oleh softwre tersebut adalah dengan algoritma-nya, ENVI mampu mengklasfikasi setiap point cloud . Berikut adalah langkah-langkahnya.
Klik icon Process Data pada toolbar, atau pada menubar pilih Process Process Data.
____________________________________________________________ 238
Maka akan muncul kotak dialog seperti gambar di bawah ini. Centang-lah kolom pada Produce Ortho, Produce DSM dan Produce DEM . Kita juga dapat mengatur format dari output proses tersebut.
Kemudian klik-lah Tab Area Definition. Pada kotak ini, user diminta untuk mendefinisikan area dari keseluruhan data yang akan diproses. User cukup membuat kotak dengan melakukan drag (klik-tahan dan geser) pada mouse untuk membuat poligon kotak areanya. Selain itu user juga dapat me-load boundary dari data suatu data vektor, dengan cara klik Load New Layer . Atau user dapat memilih mengolah keseluruhan area pada data dengan memilih Entire Area.
___________________________________________________________ 239
Kemudian klik-lah Pada Tab Production Parameters. Pada tab ini, user dapat melakukan pengaturan misalkan mengatur resolusi piksel dari output raster dem, interval kontur, metode filter, dll.
\ ____________________________________________________________ 240
Bila pengaturan telah selesai, maka lanjutkan untuk memilih Start Processing. Tunggulah hingga proses pengolahan selesai.
Hingga muncul notifikasi yang menyatakan bahwa proses telah selesai, seperti gambar di bawah ini. Kemudian klik OK .
Maka didalam kotak layer , akan muncul beberapa layer , diantaranya, layer Terrain, DSM, dan DEM Countours yang berada pada Grup Layer Vektor , Sedangkan dibawahnya adalah Grup Point yang terdiri dari layer Terrain dan Unclassified .
___________________________________________________________ 241
Gambar di bawah ini adalah merupakan DEM DSM dimana titik tertinggi dihitung dari puncak/tajuk pohon.
Sedangkan gambar berikut adalah DEM DTM yang memperlihatkan permukaan dasar/terrain area tersebut.
____________________________________________________________ 242
Output dari data-data tersebut, tersimpan dalam direktori folder project , yakni berada di dalam folder Products.
___________________________________________________________ 243
BAB 13. FEATURE EXTRACTION DATA LIDAR
ENVI LiDAR memiliki keunggulana dalam proses pengolahan data lidar dimana kemampuan yang dimaksud adalah mampu melakukan proses klasifikasi kedalam beberapa obyek. Algoritma dari fungsi-fungsi yang ada didalam software ini mampu mengklasifikasikan point cloud kedalam beberapa kelas, yakni pohon, bangunan, dan obyek bergaris. Secara umum, algoritma tersebut dapat mengenali point cloud dilihat dari polanya Ciri point cloud vegetasi memiliki pola acak tidak bersimetri, tidak seperti buatan manusia. Aloritma akan secara otomatis mengenali pola ini menjadi suatu pepohonan.
Hal berbeda dengan point cloud bangunan, dimana titik-titiknya memiliki pola simetri linear membentuk suatu obyek yang memiliki volume. ____________________________________________________________ 244
Sedangkan garis atau line, titik-titiknya membentuk suatu garis linear. Obyek line ini semisal kabel listrik, telepon, maupun kabel yang terpasang dan tersangga di udara, bukan di dasar tanah.
Hasil akhir dari proses ini adalah point cloud yang telah terklasifikasi, beserta fitur-fitur dari ketiga obyek tersebut dalam format data vektor. Adapun langkah prosesnya adalah sebagai berikut:
___________________________________________________________ 245
13.1. Obyek Pohon
Klik icon Process Data pada toolbar, atau pada menubar pilih Process Process Data. Ceklis pada kolom Produce Trees (Sebaiknya diikuti dengan Produce DSM, DEM, dan DEM Countours).
Kemudian masuk tab Production Parameters. User dapat melakukan pengaturan dalam proses pendifinisian obyek pohon, misalkan dilihat dari parameter tinggi (min-max) serta Radius (min-max). Parameter tersebut nanti yang dijadikan acuan untuk melakukan proses klustering pemisahan setiap pohon.
____________________________________________________________ 246
Langkah selanjutnya adalah Klik Start Processing, untuk menjalankan proses. Tunggulah hingga proses selesai hingga muncul notifikasi sebagai berikut.
Klik saja OK. Maka didalam kotak layer s, akan muncul beberapa Group layer s beserta layer -layer nya. ___________________________________________________________ 247
Didalam Group Vectors, terdapat beberapa layer , salah satunya adalah layer Tree, bila diceklis tersendiri, tampilannya seperti kerucut terbalik berwarna hijau. Layer tersebut menggambarkan pohon-pohon yang berhasil terdefinisi dari proses klasifikasi sebelumnya.
ENVI lidar memiliki kemampuan dalam mendefisikan setiap batang pohon. Selain itu, lebar kerucut tersebut me-representasi-kan lebar tajuk. Bila anda ingin melihat kerapatan tajuk dalam keseluruhan area dari data
____________________________________________________________ 248
yang diproses, Gunakan Isometric View untuk menampilkan perspektif kenampakan dari atas. Terlihat setiap pohon memiliki lingkaran berbeda-beda. Lingkaran tersebut adalah diameter tajuk pohom yang nilainya diekstrak dari proses clustering berdasarkan parameter yang telah ditentukan.
Selain diameter, data vektor dari layer Trees ini memiliki tinggi disetiap batangnya dan ketinggian tersebut adalah merepresentasikan tinggi pohon sebenarnya. ENVI LiDAR juga menyediakan visualisasi model 3Dimensi, dimana setiap obyek yang berhasil didefinisikan akan disimbolkan dengan suatu model 3 dimensi. Gunakan tools 3D Viewer untuk menampilkan model 3 dimensinya.
___________________________________________________________ 249
Berikut tampilan 3 Dimensi Viewernya.
13.2. Obyek Bangunan
Proses berikutnya adalah mendefinsikan bangunan, dimana langkahnya sama seperti mendefinisikan pohon. Langkah awal pastikan cloud point ada yang berupa obyek bangunan.
Klik icon Process Data pada toolbar , atau pada menubar pilih Process Process Data. Centang pada kolom Produce Buildings. ____________________________________________________________ 250
Sertakan juga data DEM dan DSM, dan bila terdapat obyek pohon, masukkan juga sebagai data input.
Definisikan area, terutama area yang terdapat obyek bangunannya.
___________________________________________________________ 251
Kemudian lakukan proses pengaturan parameter.
Selanjutnya klik Start Processing, hingga proses selesai dan muncul notifikasi sebagai berikut.
____________________________________________________________ 252
Berikut adalah tampilan hasil proses.
Berikut adalah tampilan 3 Dimensi Viewer .
___________________________________________________________ 253
13.3. Obyek Line (Kabel)
Proses berikutnya adalah mendefinsikan obyek berupa garis (line) dimana obyek tersebut biasanya berupa kabel listrik atau kabel telepon.
Langkahnya adalah sebagai berikut. Klik icon Process Data pada toolbar, atau pada menubar pilih Process Process Data. Ceklis pada kolom Produce Power Lines, sertakan juga data DEM dan DSM, dan bila terdapat obyek pohon, masukkan juga sebagai data input.
____________________________________________________________ 254
Definisikan area, terutama area yang terdapat obyek bangunannya.
Kemudian lakukan proses pengaturan parameter.
Selanjutnya klik Start Processing, untuk menjalankan proses.
___________________________________________________________ 255
Berikut adalah tampilan hasil proses.
Berikut adalah tampilan 3 Dimensi Viewer .
13.4. Konversi kedalam Data GIS
Hasil dari proses pengolahan data didalam software ENVI dapat anda buka didalam software GIS, misalkan Quantum GIS atau Arc GIS. Hasil output dari pengolahan ENVI LiDAR dapat anda lihat didalam folder Product , dimana lokasinya berada bersamaan dengan lokasi file tempat anda menyimpan project. ____________________________________________________________ 256
Berikut contoh input data hasil pengolahan ENVI LiDAR yang dibuka di Software Arc GIS.
Data vektor titik disimbolkan sebagai titik, dimana didalam attribute-nya berisi informasi tinggi (k olom “Height”) dan diameter tajuk pohon (kolom “Radius”) setiap batang pohon. Titik-titik tersebut adalah titik tengah (center point ) dari setiap batang pohon.
___________________________________________________________ 257
Dengan melakukan proses analisis GIS, misalkan analisis buffer, maka kita akan mendapatkan area tajuk-tajuk setiap pohonnya. Langkahnya di Arc Gis adalah: Buka Toolbox Analysis Tools Proximity Buffer
Kemudian pada kotak Buffer, Input Feature = isikan dengan layer Trees Output Feature Class = simpan output di folder yang diinginkan, berinama output misalkan buffer_trees Kolom Distance, pilih kolom Field, kemudian isikan “ Radius”.
Kemudian klik OK . ____________________________________________________________ 258
Maka anda akan mendapatkan layer tajuk pohon dalam bentuk lingkaran, dimana diameter lingkarannya sesuai dengan nilai radius setiap titik trees.
Adapun layer bangunan disimbolkan dalam bentuk polygon, sedangkan kabel listrik disimbolkan dalam bentuk garis (line). Feature – feature tersebut dapat anda analisis lebih lanjut semisal menghitung jumlah pohon, menghitung luas tiap tajuk pohon, bangunan maupun mengukur panjang suatu kabel menggunakan software GIS.
___________________________________________________________ 259
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. H., E., Roach J.T., & R. Wittmer,. (1976). A Land Use And Land Cover Classification System For Use With Remote Sensor Data.Geological Survey Professional Paper 964. Washington : United States Government Printing Office. Budiman, S., 2005. “ Pemetaan Sebaran Total Suspended Matter (TSM) Menggunakan Data ASTER dengan Pendekatan Bio-Optical Model ”. Prosiding PIT MAPIN XIV ’ Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa’. Jilid III, Teknologi Informasi Spasial, Surabaya. Hal 1 – 6. Canberra. Richards, J.A. and Jia, X. (1999). ‘ Remote Sensing Digital Image Analysis’, Third edition, 363 pp. (Springer -Verlag). Chein-I Chang dan H.Ren. 2000. An Experiment-Based Quantitative and Comparative Analysis of Target Detection and Image Classification Algorithms for Hyperspectral Imagery. IEEE Trans. on Geoscience and Remote Sensing Congalton, R.G. dan Green, Kaas, 2008. Assessing The Accuracy of Remotely Sensed Data: Principles and Practices (2nd Edition), Boca Raton: CRC Press, Taylor and Francis Group. Elachi, C., Jakob van Zyl. 2006. Introduction to the Physics and Techniques of Remote Sensing, John Wiley & Sons, New Jersey. Hoan, N.T,2010.Combination of Optical and Microwave Data of Alos For Tropical Forest Mapping. PhD thesis. Chibs University, Japan. Jensen, J. R. (2000) Remote Sensing of the ENVIronment: An Earth Resource Perspective, 2000, Prentice Hall, New Jersey. Lillesand and Kiefer, 1998. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra Penginderaan Jauh.Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Purwadhi Sri Hardiyanti, 2001. Interpretasi Citra Digital. Grasindo Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta.
____________________________________________________________ 260