1. PENGENALAN FISIOGRAFI
Pulau Jawa bagian timur terbagi menjadi tujuh zona fisiografi (Van Bemmelen, 1949). Berturut-turut dari selatan ke utara yaitu: Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur, Zona Solo, Gunungapi Kuarter, Zona Zona Kendeng, Zona Randublatung, Randublatung, Zona Rembang, dan Dataran Aluvial Jawa Utara (Gambar 1).
Gambar 1. Fisiografi Jawa Timur Menurut Van Bemmelen (1949)
Daerah pemetaan geologi Blok Hitam Pertamina berada di sebelah selatan Jawa Timur. Secara administratif dari barat ke timur terletak di Kabupaten Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, dan Jember. Daerah penelitian secara fisiografis termasuk bagian dari Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur, Zona Solo, dan Gunungapi Kuarter. 1. Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km 2 (Lehmann, 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949).
2. Zona Solo Zona ini memiliki formasi yang berumur tersier ditutupi oleh beberapa gunungapi kuarter. Zona ini terbagi menjadi tiga subzona yaitu:
Subzona Blitar pada bagian selatan. Subzona ini merupakan jalur depresi yang sempit di antara pegunungan selatan dan gunungapi Kuarter, serta ditutupi oleh endapan alluvial. Subzona Solo pada bagian tengah. Subzona ini terbentuk oleh deretan gunungapi vulkanik muda dan dataran-dataran antar pegunungan. Gunungapi tersebut adalah Gunung Lawu, Gunung Wilis, Gunung Kelud, Pegunungan Tengger, dan Gunung Ijen. Sedangkan dataran-dataran gunungapinya yaitu Dataran Madiun, Dataran Ponorogo, dan Dataran Kediri. Dataran antar gunungapi ini umumnya terbentuk akibat endapan lahar. Subzona Ngawi pada bagian utara. Subzona ini merupakan depresi yang berbatasan dengan Subzona Solo di bagian selatan dan Zona Kendeng di bagian Utara. Subzona ini umumnya dibentuk oleh endapan alluvial dan endapan gunungapi yang kecil.
3. Gunungapi Kuarter Gunungapi kuarter merupakan deretan gunungapi yang berada di bagian tengah sepanjang Zona Solo.
STRATIGRAFI
Penamaan satuan batuan pada daerah penelitian mengacu pada peta geologi regional keluaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi lembar Tulungagung, Blitar, Turen, dan Lumajang.
Gambar 2. Stratigrafi Endapan Kuarter Zona Solo, kompilasi dari beberapa peneliti
Gambar 2. Stratigrafi batuan Tersier pada daerah penelitian menurut beberapa peneliti
Satuan Batuan Tersier Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur
1. Formasi Arjosari (Toma): terdiri dari konglomerat aneka bahan, batupasir, batulanau, batugamping, batulempung, napal pasiran, batupasir berbatuapung. Formasi Arjosari berumur Oligosen Akhir – Akhir – Miosen Miosen Awal. Diendapkan pada lingkungan laut dangkal. 2. Formasi Mandalika (Tomm): tersusun oleh perselingan breksi, batupasir, serta lava bantal diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Arjosari dan Formasi Mandalika sebelumnya oleh Sartono (1964) dinamakan Formasi Besole. Djohor, (1993) meneliti singkapan di K.Grindulu (Pacitan-Tegalombo) menyimpulkan urutan Formasi Besole yang tersingkap di daerah tersebut adalah sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari breksi volkanik (piroklastik), batupasir tufan (greywacke), sisipan crystal tuf, dan dibeberapa tempat dijumpai intrusi (korok dasit). Bagian tengah tersusun oleh lava dasitik, tuf dasitik, breksi vulkanik, batupasir vulkanik, dan sisipan lava basaltik dengan kekar-kekar kolom, dibeberapa tempat dijumpai intrusi korok berkomposisi basaltis, dan dasitik. Bagian atas didominasi oleh batuan olkanoklastik (perulangan konglomerat, konglomerat, batupasirtufan, tuf, dengan sisipan breksi dan batulempung. Didapat intrusi berupa volcanic neck berkomposisi andesitik. Juga dijumpai sisipan tipis batulempung gampingan yang mengandung foraminifera planktonik serta bongkah batugamping batugamping berukuran mencapai mencapai ±1 m di dalam tubuh tuf. 3. Formasi Campurdarat (Tmcl): Disusun oleh batu gamping kristalin / hablur yang bersisipan dengan batu lempung berkarbon. Berumur Miosen Awal. 4. Formasi Jaten (Tmj): dengan lokasi tipenya K.Jaten – Donorojo, Pacitan (Sartono 1964), tersusun oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung fosil Gastrophoda, Pelecypoda, Coral, Bryozoa, Foraminifera), Foraminifera ), dengan sisipan tipis lignit. Ketebalan satuan ini mencapai 20-150 m. Diendapkan pada lingkungan transisi – neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9 - N10). 5. Formasi Wuni (Tmw): Wilayah tipe formasi ini ada di Sungai Wuni, anak Sungai Baksoka. Penyusunannya terdiri dari breksi agglomerat berselingan dengan batupasir tufaan berbutir kasar dan batulanau, terdapat batugamping terumbu koral pada bagian atas. Umur berdasarkan fauna koral adalah Miosen Bawah. Menurut tim Lemigas
Formasi Wuni ini berumur N9-N12 (Miosen Tengah) didasarkan atas ditemukannya Globorotalia siakensis. Globigerinoides tribolus tribolus dan Globorotalia praebuloides. praebuloides . Ketebalan Formasi Wuni di daerah Punung berkisar 150-200 meter.Terletak selaras di atas Formasi Jaten dan selaras pula di bawah Formasi nampol. Kesebandingan umur Formasi Wuni ini adalah setara dengan Formasi Nglanggran. 6. Formasi Nampol (Tmn): Formasi ini mempunyai wilayah tipe di Sungai nampol, tersusun oleh agglomerat, konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung, tufa dan lignit. Terdapat fosil Elphidium craticulacum, Rotalia beccari dan Moluska yang secara keseluruhan merupakan penciri laut yang sangat dangkal. Berumur Miosen bagian atas. Di daerah Punung Formasi ini mempunyai ketebalan 58-60 meter. Terletak selaras di atas Formasi Wunu. Formasi Nampol ini mempunyai umur sepadan dengan Formasi Sambipitu. 7. Formasi Wonosari (Tmwl): Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah (bagian barat zona pegunungan selatan menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah, diantaranya Lepidocyclina sp. sp. dan Miogypsina sp., sp., ditentukan umur formasi ini adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992). 8. Formasi Puger (Tmp): Disusun oleh litologi berupa perselingan batugamping terumbu dengan breksi batugamping dan batugamping tufan. Memiliki ketebalan 400 m dengan umur geologi Miosen Tengah. Sebanding dengan Formasi Wonosari. Satuan Endapan Kuarter Zona Solo
1. Batuan Gunungapi Wilis (Qpwv): terdiri atas Lava andesit basal, breksi gunung api dan tuf. Memiliki ketebalan lebih dari 1000 m dengan penyebaran disebelah utara lembar peta Tulungagung. Tulungagung. Satuan ini berumur Plistosen Pli stosen dengan lingkungan pengendapan darat. 2. Endapan Gunung Api Butak (Qpkb): disusun oleh lava, breksi gunung api, tuf breksi, dan tuf pasiran. Penyebaran di sekitar Gunung Gunung Malang, Malang, Gunung Tunggurono, peta geologi lembar Blitar dan Turen. Berumur Plistosen dengan lingkungan pengendapan darat.
3. Lava Andesit Parasit (Qlk): litologi berupa lava andesit. Penyebaran di G. Rekso, G. Gogonite, peta geologi regional lembar Blitar. Berumur Plistosen dengan lingkungan pengendapan darat 4. Batuan Gunung Api Kelud Tua (Qpvk): terdiri atas lava, breksi gunung api, breksi tuf, tuf, dan lahar. Lokasi tipe terdapat di G. Kelud. Memiliki ketebalan 500 m dengan penyebaran di sekitar G. Kelud peta geologi regional lembar Blitar. Berumur Plistosen dengan lingkungan pengendapan darat. 5. Endapan tuf (Qptm): terdiri atas tuf lapili, tuf batuapung, dan lava. Penyebaran di peta geologi lembar Blitar dan Turen. 6. Endapan Gunungapi Kelud (Qvk): terdiri atas endapan lahar, breksi gunungapi, tuf, dan lava. Penyebaran di sebelah tenggara Gunung Kelud. Berumur Plistosen akhir – resen, dengan lingkungan pengendapan darat. 7. Endapan Lahar (Qvlh): terdiri atas kerakal-pasir gunungapi, tuf, lempung, dan sisa tumbuhan. Penyebaran di peta geologi lembar Blitar. 8. Endapan Gunungapi Jembangan (Qvj): terdiri dari lava basal olivin, tuf, tuf pasiran, dan pasir. Lokasi tipe berada di Gunung Jembangan. Penyebaran disebelah utara dan barat Gunung Mahameru, peta geologi lembar Turen. Berumur Holosen dengan lingkungan pengendapan subaerial vulkanik. 9. Endapan Gunungapi Tengger (Qvt): terdiri dari lava andesit piroksen, basal olivin, dan piroklastik jatuhan. 10. Endapan Gunungapi Kepolo (Qvk): Terdiri dari lava basal olivine piroksen. 11. Endapan Gunungapi Semeru (Qvs): terdiri dari lava andesit sampai basal, klastika gunungapi, dan lahar. 12. Endapan Gunungapi Buring (Qpvh): terdiri dari lava basal olivine piroksen, dan tuf pasiran. 13. Lava Kerucut Katu (Qlk): terdiri dari lava andesit piroksen. Lokasi tipe di Desa Katu, sebelah tenggara Gunung Tunggurono. Penyebaran di bagian barat peta geologi lembar Turen sebagai kerucut lava Gunung Butak. Secara stratigrafi menerobos batuan yang lebih tua. 14. Lava Parasit Semeru (Qls): terdiri dari lava andesit piroksen atau basal olivin. 15. Lava Parasit Kepolo-Semeru (Qlks): terdiri dari lava andesit hiperstein augit.
16. Endapan Ladu Dari Rempah Gunung Api (Qvl): Endapan lahar 17. Endapan Rawa dan Sungai (Qas): Kerikil, pasir, lempung, dan sisa tumbuhan. 18. Aluvium dan Endapan Pantai (Qal): Kerakal, kerikil, pasir, dan lumpur. 19. Gumuk Gunungapi Karangduren (Qvk): terdiri dari tuf abu, tuf lapili, dan lava andesit. 20. Tuf Argopuro (Qvat): terdiri dari tuf sela, breksi tuf, dan batupasir tufan. 21. Breksi Argopuro (Qvab): terdiri dari lava dan breksi gunungapi bersusun andesit. 22. Batuan Gunungapi Lamongan Lamongan (Qvl): terdiri dari breksi gunungapi, tuf, dan lava basal. 23. Batuan Gunungapi Tengger Tengger (Qvt): terdiri dari lava l ava andesit, tuf, dan breksi gunungapi. 24. Endapan Pantai (Qc): pasir lepas mengandung magnetit. 25. Satuan Aluvium (Qa) : Satuan ini dijumpai di bagian bagian selatan Kabupaten Trenggalek, menempati daerah dataran. Pelamparan relative luas terdapat di kecamatan Panggul dan Munjungan. Berupa endapan sungai yang terdiri dari lanau pasiran yang tersebar secara dominan di permukaan, dan di bawahnya berupa pasir, lempung pasir dan lempung pasiran.
Gambar 3. Stratigrafi pegunungan selatan bagian tengah-timur
2. ZONA BATIMETRI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Gambar 4. Pembagian zona batimetri
3. PERSENTASE BATIMETRI
FORAM
PLANKTONIK
PADA
Gambar 5. Persentase foram planktonik pada zona batimetri
ZONA
4. ZONA PENGENDAPAN TRANSISI SAMPAI MARINE
Gambar 6. Lingkungan pengendapan marine – marine – transisi transisi
5. IDENTIFIKASI LITOLOGI
Gambar 7. Skema seri reaksi Bowen, 1928
Tabel 1. Pembagian nama lapisan berdasarkan ketebalan (Mc Kee and Weir, 1953)
Tabel 2. Ukuran butir pada batuan sedimen (Wentworth, 1922)
Gambar 8. Fasies lingkungan vulkanik (Bogie and Mackenzie, 1998)
6. DIAGRAM ALIR DESKRIPSI LITOLOGI Deskripsi Batuan Beku
Menurut tempat terbentuknya,batuan beku dapat di bagi atas : 1.
,terdiri dari semua material yang di keluarkan ke permukaan bumi baik di Batuan Ekstrusi ,terdiri daratan ataupun di bawah permukaan air laut.Material ini membeku dengan cepat sehingga Kristal yang dihasilkan berukuran halus.
2.
Batuan Intrusi , sangat berbeda dengan batuan vulkanik. Hal ini disebabkan karena
perbedaan tempat terbentuknya dari kedua jenis batuan ini.Terdapat tiga prinsip dari tipe bentuk intrusi batuan beku,bentuk dasar dari geometri adalah : a.
Bentuk tidak beraturan, pada umumnya berbentuk diskordan dan biasanya memiliki bentuk yang jelas di permukaan bumi. Terdiri dari tiga bentuk yaitu : Pluton, : Pluton, Batholit, dan stock.
b.
Intrusi berbentuk tabular, memiliki dua bentuk yang berbeda yaitu Dike (retas) mempunyai bentuk diskordan dan sill mempunyai bentuk konkordan, Dike adalah intrusi yang memotong bidang perlapisan p erlapisan dari batuan induk. Sedangkan sill s ill adalah lempengan batuan beku yang di intrusikan diantara dan sepanjang lapisan batuan sedimen, dengan ketebalan dari beberapa mm sampai beberapa km. Variasi dari sill adalah lakolit, yaitu bentuk batuan beku yang
menyerupai sill akan tetapi perbandingan ketebalan jauh lebih besar di bandingkan dengan lebarnya dan bagian atasnya melengkung. Sedangkan lopolit adalah bentuk batuan beku yang luas, dengan bentuk seperti lensa dimana bagian tengahnya melengkug karena batuan dibawahnya lentur. c.
Tipe ketiga dari tubuh intrusi relatif memiliki tubuh kecil, hanya pluton-pluton diskordan. Bentuk yang khas dari group ini adalah intrusi-intrusi silinder atau pipa. Sebagian besar merupakan sisa dari korok suatu gunung api tua, buasa di sebut vulkannek (teras gunung api). Pendeskripsian
Dalam melakukan pendeskripsian batuan terhadap batuan beku, perlu diamati mengenai hal-hal sebagai berikut:
A.
Stuktur Struktur batuan beku adalah bentuk batuan dalam skala yang besar, seperti lava bantal yang terbentuk di lingkungan air ( laut ), seperti lava bongkah, struktur aliran dan lainlainnya. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya. Macammacam struktur batuan beku adalah: Masif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya. Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh masa berbentuk bantal dimana ukuran dari bentuk ini adalah umumnya 30-60 cm dan jaraknya berdekatan, khas pada vulkanik bawah laut. Join, struktur yang ditandai oleh kekar-kekar yang tertanam secara tegak lurus arah aliran. Struktur ini dapat berkembang menjadi columnar jointing. Vesikuler, merupakan struktur batuan ekstrusi yang ditandai dengan lubang-lubang sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan. Scoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang gasnya) Amigdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluar gas terisi oleh mineral-mineral sekunder seperti zeloid, karbonat dan bermacam silica. Xenoliths, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk atau tertanam kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat peleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping didalam magma yang menerobos. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari lava itu sendiri.
A. Tekstur
a.
Derajat kristalisasi (degree of crystallinity) Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara massa Kristal dan massa gelas dalam batuan. Dikenal ada tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu: 1. Holokristalin : Apabila batuan tersusun oleh seluruh massa Kristal. 2. Holohyalin : Apabila batuan tersusun oleh seluruh massa gelas.
3.
Hypokristalin
: Apabila batuan tersusun oleh massa Kristal dan gelas.
b.
Granularitas Glanularitas merupakan ukuran butir Kristal dalam batuan beku. Umumnya dikenal 2 kelompok ukuran butir, yaitu: 1. Afanitik Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu Kristal sangat halus, sehingga tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang. 2. Fanerik Kristal individu yang termasuk Kristal fanerik dibedakan menjadi: Halus, ukuran diameter rata-rata Kristal individu < 1 mm. Sedang, ukuran diameter Kristal 1 mm mm – – 5 5 mm. Kasar, ukuran diameter Kristal 5 mm mm – – 30 30 mm. Sangat kasar, ukuran diameter Kristal > 30 mm. B. Kemas
Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan Kristal dalam suatu batuan. 1. -
Bentuk butir Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam: Euhedral: Apabila bentuk Kristal dan butiran mineral mempunyai bidang Kristal yang sempurna. Subhedral: apabila bentuk Kristal Krist al dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang Kristal yang sempurna. Anhedral: Apabila bentuk Kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang bidan g Kristal yang tidak sempurna.
2. Relasi Relasi merupakan hubungan antara Kristal satu dengan yang lain dalam suatu batuan dari ukuran dikenal: 1. Granularitas atau equigranular, apabila mineral mempunya ukuran butir yang relatif seragam terdiri dari Panidioformik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran seragam dan euhedral Hipiodiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral nya berukuran relatif seragam dan anhedral Allotiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral nya berukuran relatif seragam dan anhedral 2. Inequigranular, apabila mineralnya mempunyai ukuran butir tidak sama, antara lain terdiri dari : Porfiritik, adalah tekstur batuan dimana Kristal besar(fenoriks) tertanam dalam massa dasar yang lebih halus Vitroverik, apabila fenoriks tertanam dalam massa dasar berupa gelas Tekstur khusus , adalah tekstur disamping menunjukkan hubungan antara bentuk dan ukuran butir juga ada yang menunjukkan arah serta menunjukkan pertumbuhan bersama antara mineral – mineral – mineral mineral yang berbeda, terdiri dari :
a)
Diabasik, tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama piroksen, disini piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier terhadap piroksen. b) Trakhitik, fenoriks sanidin dan piroksen tertanam dalam massa dasar Kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan isian butir-butir piroksen, oksida besi dan aksesori mineral. c) Intergranular, ruang antar Kristal-kristal plagioklas ditempati oleh Kristal-kristal piroksen , olivine atau biji besi.
D.
Komposisi mineral dan Penamaan batuan
Penamaan Lapangan (dirangkum dari william, 1954, 1983)
Gambar 9. Diagram alir deskripsi batuan beku
Gambar 10. Urut-urutan pendeskripsian batuan beku
Deskripsi Batuan Sedimen A. Tekstur Tekstur adalah kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk butir serta susunannya ( Pettijohn, 1975 ). ). 1. Ukuran Butir ( Gr ain Si ze ) Adalah suatu ukuran yang menyatakan besar atau kecilnya butiran pada batuan sedimen, yang mana pemerian ukuran butir didasarkan pada pembagian besar butir yang disampaikan oleh (Wentwor th, 1922) , seperti di bawah ini: 1922)
Gambar 11. Ilustrasi perbedaan ukuran butir menurut skala Wentworth
2. Kebundaran ( Rou ndn ess )
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran pada batuan sedimen klastik sedang sampai kasar. Kebundaran dibagi dibagi menjadi : (Wel l Rounded) Rounded) Hampir semua butiranpermukaan Sangat membundar-Sempurna (Wel nya cembung (Ekuidimensional.) Membundar (Rounded), Pada umumnya butiran memiliki permukaan bundar, ujungujung dan tepi butiran cekung. Agak Membundar (Subrounded), Permukaan butiran umumnya datar dengan ujungujung yang membundar. (Sub An gular), Permukaan butiran datar dengan ujung-ujung yang Agak Menyudut (Sub tajam. Menyudut (Angular ), ), Permukaan kasar dengan ujung-ujung butiran runcing dan tajam.
Gambar 12. Ilustrasi kenampakan derajat pembundaran dalam batuan sedimen
2. Pemilahan ( Sor Sor ting )
Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan sedimen. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan pengelompokan sebagai berikut : · Terpilah baik (well sort ed) . Kenampaka n ini diperlihatkan oleh ukuran besar butir yang seragam pada semua komponen batuan sedimen. · Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan sedimen yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung hingga kerikil atau bahkan bongkah. Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang agak seragam.
4. Kemas ( F abri abri c ) Kemas yaitu banyak sedikitnya rongga antar butir pada batuan sedimen. Batuan sedimen yang memiliki kemas tertutup memiliki sedikit ruang antar butir dan sebaliknya batuan sedimen yang berkemas ber kemas terbuka berarti bahwa banyak ruang atau rongga antar butir yang cenderung tertutup yang memilki ukuran butir pasir halus hingga lempung karena pada ukuran tersebut cenderung sekali memiliki ruang antar butiran.
Gambar 13. Derajat pemilahan dalam batuan sedimen
Gambar 14. Diagram alir pendeskripsian batuan sedimen
Gambar 15. Urut-urutan pendeskripsian batuan sedimen
Deskripsi Batuan Pyroklastik
Gambar 16. Diagram alir pendeskripsian batuan pyroklastik
Deskripsi Batuan Metamorf
Gambar 17. Diagram alir pendeskripsian batuan metamorf
7. ENDAPAN MINERAL
Gambar 18. Karakteristik tipe endapan bahan galian logam
Gambar Gambar 19. Tipe alterasi berdasarkan himppunan mineral (Guilbert dan Park,1986)
Gambar 20. Sistem hidrotermal magmatik (Corbett and Leach, 1996)
Gambar 21. Sistem volkanik hidrotermal (Hedenquist 1996, 2000)
Gambar 22. Hubungan antara aktivitas tektonik dan mineralisasi mineralisasi
8. STRUKTUR DAN SIMBOL-SIMBOL PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN
UMUM
DALAM
Gambar 23. Simbol-simbol umum dalam pemetaan geologi permukaan
KEKAR (JOINT)
Collecting Data
1. Koordinat GPS 2. Kedudukan Kekar (Strike dan Dip) 3. Foto Parameter (Close up) dan Foto Singkapan 4. Sketsa (Bila perlu) 5. Analisis lapangan
Gambar 24. Gambar diagram blok kekar
Shear Joint (Kekar Gerus), kekar yang diakibatkan oleh tegasan komresif (compressive stress) Tension Joint (Kekar Tarik), kekar yang diakibatkan oleh tegasan tarik (tension s tress) terbagi 2 yaitu: a. Extension Joint, kekar akibat peregangan atau tarikan b. Release Joint, kekar akibat hilangnya tegasan yang bekerja.
SESAR (FAULT)
Collecting Data
1. Koordinat GPS 2. Kedudukan Bidang Sesar (Strike dan Dip) 3. Kedudukan Gores Garis (Bearing, Plunge, dan Rake) / Kedudukan Kekar Gerus dan Kekar Tarik (Strike dan Dip) / Arah Umum Breksiasi (Bearing) 4. Foto Parameter (Close up) dan Foto Singkapan 5. Sketsa (Bila perlu) 6. Analisis lapangan
Gambar 25. Klasifikasi sesar menurut Rickard, 1972
Gambar 26. Hasil proyeksi stereografis st ereografis kedudukan kedudukan hasil pengukuran
LIPATAN (FOLD)
Collecting Data 1. Koordinat GPS 2. Kedudukan Bidang Perlapisan Batuan (Strike dan Dip) 3. Kedudukan Bidang Lipatan/Hinge Surface (Strike dan Dip) 4. Kedudukan Sumbu Lipatan/Hinge Line (Bearing, Plunge, dan Rake) 5. Kedudukan Kekar Gerus (Strike dan Dip) 6. Foto Parameter (Close up) dan Foto Singkapan 7. Sketsa (Bila perlu) 8. Analisis lapangan
KLASIFIKASI LIPATAN 1. Fluety,1964
a. Berdasarkan besarnya "interlimb angle"
Tabel 3. Klasifikasi lipatan berdasarkan interlimb angle (Fleuty, 1964)
b. Berdasarkan besarnya dip dari hinge surface dan plunge plunge dari hingeline, dibedakan atas : Tabel 4. Klasifikasi lipatan berdasarkan dip dari sumbu lipatan dan plunge dari hinge line (Fluety, 1964)
Contoh penamaan lipatan: Misalnya didapat besarnya dip of hinge surface 65° dan plung of hing line 15°, maka untuk penamaan lipatannya dikombinasikan sehingga menjadi “Steeply inclined gently plunging fold” (Fluety, 1964). 1964). 2. Rickard 1971 Cara penggunaannya: Misalnya, didapatkan dip dari hinge surface 70° dan plunge dari hinge line 45°. Plotkan kedua nilai tersebut pada diagram segitiga 1 (gambar a). Sehingga didaat nilai perpotogannya. Letakkan di atas diagram segitiga ke-2 (gambar b) maka titik tadi akan menunjukkan jenis lipatannya yaitu “Inclinded fold” (gambar c).
Gambar 27. Klasifikasi lipatan berdasarkan berdasarkan dip, sumbu lipatan, rake dan plunge dari hinge line (Rickard, 1971)
TEBAL LAPISAN
Gambar 28. Perhitungan tebal lapisan pada kemiringan lereng yang berbeda
HUKUM “V”
Gambar 29. Penarikan batas berdasarkan berdasarkan kemiringan lereng dan dip dari bidang yang diukur a. Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur b. Lapisan dengan dip berlawanan slope akan membentuk pola singkapan berbentuk huruf “V” yang memotong lembah c. Lapisan tegak akan membentuk garis lurus dan tidak dipengaruhi keadaan topografi d. Lapisa dip > slope, maka pola singkapan membentuk pola huruf “V” yang mengarah sama (searah) dengan arah slope e. Lapisan dip = slope, maka pola singkapan dipisah oleh lembah f. Lapisan dip< slope, maka pola singkapan membentuk huruf “V” ya ng berlawanan dengan arah slope
Gambar 30. Strain elipsoid