Fisika Statistik
I Wayan Sudiarta
Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Universit as Mataram Agustus 21, 2012
ii
Buat anakku Arvin dan Istriku Tami
Daftar Isi Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Ucapan Terima Kasih . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v vii
1 Pendahuluan
1
2 Ringkasan Termodinamika 2.1 Turunan Parsial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2 Persamaan Termodinamika . . . . . . . . . . . . . . . . .
5 5 6
3 Probabilitas 3.1 Fungsi distribusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2 Nilai Ekspektasi atau Rata-Rata . . . . . . . . . . . . . . 3.3 Ke Kettidakpastian atau uncertainty . . . . . . . . . . . . . .
9 17 22 24
4 Gerak Acak 4.1 Gerak Acak Dimensi Satu . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29 30
5 Energi 5.1 Monoatom atau Satu Partikel . . . . . . . . . . . . . . . . 5.2 Diatomik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.3 Energi dalam Kuantum . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
39 39 41 42
6 Jenis Sistem Equilibrium
43
7 Sistem Kanonik Kecil
45
8 Sistem Kanonik
53
9 Sistem Kanonik Besar
65
10 Fluktuasi 10.1 Sistem Tertutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10.2 Sistem Terbuka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
73 73 75
11 Aplikasi 11.1 Ga Gas pada medan gravitasi . 11.2 Distribusi Maxwell . . . . . 11.3 Prinsip Ekuipartisi . . . . . 11.4 Teorema Virial . . . . . . . . 11.5 Osilator Harmonik . . . . . 11.6 Ka Kapasitas Panas Untuk Gas
79 79 80 83 85 85 86
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
Daftar Isi
iv
11.6.1 G Ga as Monoatomik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11.6.2 Ga Gas diatomik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 Statistik Sistem Kuantum 12.1 Distinguishable Partikel . 12.2 In Ind distinguishable Partikel 12.3 degenerasi . . . . . . . . . 12.4 Fermion . . . . . . . . . . . 12.5 Boson . . . . . . . . . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
87 87 91 92 92 99 100 101
13 Zat Padat 107 13.1 Teori Einstein . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 107 13.2 Teori Debye . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 108 14 Sistem Dielektrik Sederhana
111
15 Sistem Paramagnetik
115
16 Pengenalan Mekanika Kuantum 16.1 Aplikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16.1.1 16. 1.1 Part Partike ikell Pada Pada Sum Sumur ur Pote otensi nsial al Kot Kotak ak 1D . . . 16.1 16 .1.2 .2 Part Partik ikel el di Su Sumu murr Pot oten ensi sial al Kot Kotak ak 3D . . . . . 16.2 Osilator Harmonik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16.3 Rigid Rotator . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
121 125 125 127 12 7 129 130
. . . . . . . . . .
17 Statistika Kuantum 133 17.1 Buku Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 137 A Konstanta dan Konversi Penting
139
B Integral Gaussian
141
Kata Pengantar Penulisan kebanyakan buku-buku yang dipakai untuk kuliah biasa dimulai dari dari sebuah catatan catatan kuliah. Begi Begitu tu pula buku ini, diawali diawali dengan catatan-catatan yang pendek mengenai apa saja yang akan dia jarkan pada saat kuliah dan kemudian diperluas setelah satu semester berakhir.. Banyak buku-buku tentang fisika dasar berakhir dasar,, mekanika statistik dan termodinamika telah membantu memperjelas konsep yang penting untuk fisika statistik. Khususnya, sebuah buku yang menjadi dasar awal catatan kuliah tersebut adalah buku ”Equilibrium Statistical Mechanic Mech anics” s” (dipersingk (dipersingkat at deng dengan an ESM) oleh E. Atlee Jackson. Jackson. Buku ESM ini, walaupun tipis, mengandung konsep-konsep dasar fisika statistik tis tik.. Buk Buku u ESM ini mem memili iliki ki kek kekura uranga ngan n di mana kon konsep sep sistem sistem kanonik kecil (microcanonical) (microcanonical) tidak dijelaskan. Walaupun demikian buku ESM telah memberikan memberikan motivasi motivasi untuk menulis buku ini. Oleh karena itu, banyak bagian dari buku ini agak mirip dengan buku ESM tersebut. Fisika statistik merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari suatu sistem makroskopik dengan menggunakan model-model mikroskopik.. Fis kopik Fisika ika statistik statistik bera berawal wal dari pengetahuan pengetahuan tentang dinamika dinamika inti atom, atom atau molekul yang menjadi pembentuk suatu sistem, dan kemudian kemudian menggunakan informasi tentang probabilitas energi pada atom atau molekul. molekul. Walaup alaupun un kita tidak mengetahui mengetahui secara detil tentang bagaimana molekul-molekul itu bergerak, yang terlihat seperti gerak acak, tetapi secara rata-rata memiliki suatu keteraturan. Ada keteraturan pada suatu yang tidak teratur. teratur. Inilah yang menarik dari fisika statistik. Penulis dalam menulis buku ini berusaha menjelaskan secara rinci tentang konsep-konsep fisika statistik, yang dimulai dari konsep dasar atau asumsi dasar dan kemudian dilanjutkan dengan penurunan persamaanpersa maan-persa persamaan. maan. Penuli Penuliss berus berusaha aha membe memberika rikan n car cara a penur penurunanunanpenurunan persamaan-per persamaan-persamaan samaan agar agar pembaca dapat langsung mengerti bahwa dari asumsi yang sederhana kita dapat menjelaskan banyak fenomema fisika. Buku ini secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian: bagian (Bab I-VII) merupakan penjelasan konsep-konsep penting dalam fisika statistik, bagian II (Bab VII-XI) adalah bagian penerapan konsepkosep fisika fisika statistik statistik dan bagian III (Bab XII-XIII) XII-XIII) adal adalah ah pembahasan pembahasan tentang statistika kuantum. Secara singkat materi yang akan dibahas setiap babnya adalah sebagai berikut sebagai berikut:
Daftar Isi
vi
• Bab II Probabilitas - teori kemungkinan sangat diperlukan da-
lam mempelajari fisika statistik, karena semua hal yang akan digunaka digu nakan n berb berbasis asis stat statisti istik k atau peluang. peluang. Denga Dengan n menge mengetahui tahui peluang, sifat-sifat statistik dapat diperoleh.
• Bab III tentang gerak acak atau random walks • Bab IV Ener Energi, gi, disini kita akan memba membahas has tentag konsep energi yang akan menjadi konsep dasar dalam menentukan sifat-sifat statistik dari suatu sistem.
• Bab V tentang konsep fisika statistik unutk sistem yang ekuilibrium.
• Bab VI Sistem mikrocanonical - kanonik kecil • Bab VII Sistem canonical - kanonik • Bab VIII Sistem grant canonical - kanonik besa Pada setiap bab, contoh-contoh contoh-contoh permasalahan dan soal-soal soal-soal diberikdiberikan yang mendukung pemahaman pemahaman konsep konsep pada bab tersebut. tersebut. Disam Disam-ping itu pula, beberapa soal diselesaikan dengan menggunakan program komputer yang bertujuan agar dapat lebih memperjelas konsep yang diajarkan. Selain itu, diakhir setiap bab, kecuali bab I, diberikan ringkasan rumus atau konsep-konsep penting sehingga memperkuat pemahaman dan dapat dijadikan referensi sehingga konsep atau persamaan dapat cepat ditemukan jika diperlukan.
Ucapan Terima Kasih Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas energi dan peluang yang diberikan diberikan sehingga sehingga buku ini dapa dapatt dise diselesai lesaikan. kan. Terim erima a kasih Tuhan atas kelimpahan semangat beserta keberuntungan yang tiada ternilai. Penulisan buku ini tentunya tidak bisa dilakukan tanpa bantuan banyak pihak. Penulis berterima kasih kepada mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti kuliah fisika statistik yang telah memberikan banyak pertanyaan, komentar dan saran yang membantu penyempurnaan buku ini. Terut erutama, ama, saya terimakasi terimakasih h untuk Azmi Azmi yang telah mencatat sebagian sebagian materi diajarkan diajarkan.. Pe Penulis nulis mengucapk mengucapkan an terima kasih kasih sebesarr-besa sebesa -besarnya rnya kepada kepada reka rekan-re n-rekan kan dosen Fisi Fisika ka Fakult Fakultas as MIP MIPA A Universitas Mataram yang meluangkan waktu untuk membanca buku ini dan juga memberikan masukan. Penulis berhutang budi kepada editor yang dengan sabar membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami selama penulisan buku sehingga buku ini bisa rampung. Penuliss berterima kasih kepada istri Penuli istri yang selalu memberi dorongan beserta kasih sayang sehingga penulis selalu semangat mengerjakan buku ini meskipun hal ini merupakan sebuah proses yang panjang. Penulis tidak kunjung puas dengan tawa dan ajakan bermain anak yang menjadi selingan waktu penghapus kejenuhan dalam penulisan buku ini.
Terima Kasih Semua. Penulis
1
Pendahuluan A journey of a thousand miles begins with a single step. (Lao-tzu)
Mengapa kita belajar fisika statisti Mengapa statistik? k? Karen Karena...? a...? Jika kita perhaperhatikan di alam semesta ini, materi atau benda makroskopik terdiri dari benda-benda mikroskopik seperti molekul, atom dan yang lebih kecil lagi, lag i, ele elektr ktron. on. Seb Sebag agai ai con contoh toh,, sat satu u mol air (a (atau tau sekitar sekitar 18 gr gram) am),, 23 terkandung sekitar 10 molekul. Jumlah molekul ini sangatlah besar! Tidaklah mungkin mempelajari 18 gram air ini dengan mempelajari dinamika dan interaksi semua molekul dengan persamaan fisika, baik itu dengan persamaan Newton maupun persamaan Schr¨ Schrodinger. o¨ dinger. Meskipun kita mempunyai superkomputer, ini tidak akan mampu memproses informasi yang begitu banyaknya. Di samping itu pula kita tidak mengetahui kondisi awal molekul yaitu nilai awal posisi dan kecepatan. Jadi kita tidak bisa menyelesaikan persamaan dinamika molekulmolekul molek ul air. air. Selai Selain n itu, mengetahui mengetahui seluruh dinamika dinamika molekul tersebut tidaklah tidaklah begitu menarik menarik untuk dipelajari. dipelajari. Kita lebih tertarik tertarik mengkaji mengk aji nilai rata rata-rat -rata a dari sifat sistem atau secar secara a stat statisti istik. k. Pada tingkat mikroskopik, setiap atom atau molekul terlihat bergerak dan berinteraksi dengan atom atau molekul lainnya secara acak atau random, tetapi pada tingkat makroskopik, jika kita melihat dengan cara rata-rata sistem mempunyai sifat-sifat yang tidak acak. Dengan melihat nama ”Fisika Statistik”, kita dapat menyimpulkan bahwa ada dua komponen yang penting yaitu ”fisika” yang berkaitan dengan dinamika atom atau molekul, pada khususnya dengan energi dan ”statistik” yang berhubungan dengan konsep peluang atau probabilitas. Kita tidak mungkin bisa mengetahui dinamika atau energi satu molekul tertentu, yang kita bisa lakukan adalah mengetahui peluang atau probabilitas suatu molekul memiliki energi tertentu. Konsep penentuan probabilitas dari energi molekul-molekul yang mendasari
2
Pendahuluan
Gambar 1.1: Konsep fisika statistik
fisika stat fisika statisti istik. k. Setel Setelah ah menge mengetahui tahui probabili probabilitasny tasnya, a, nilai rata-rata rata-rata sistem merupakan nilai variabel-variabel termodinamika. Aliran konsep penting dalam fisika statistik ditunjukkan pada Gambar 1.1 Sebelum kita memulai, kita perlu mengingat kembali apa yang sudah kita pelajari tentang termodinamika. termodinamika. Sistem-sistem yang dipeladipela jari dalam termodinamika adalah sistem yang berukuran besar atau makroskopik, dengan jumlah partikel lebih dari 10 20 atom or molekul. Kita telah mengetahui bahwa sifat-sifat makro suatu sistem, seperti temperatur, dan tekanan, mempunyai hubungan satu dengan lainnya. Sebagai contoh untuk gas ideal, hubungan antara tekanan dan temperatur adalah P = nRT/V untuk volume kontainer V , jumlah mol gas ermodinami inamika ka mengh menghubung ubungkan kan sifa sifattn dan konstanta gas ideal R. Termod sifat makro suatu sistem dengan mempelajari sistem melalui experiment. Termod ermodinami inamika ka tida tidak k dapa dapatt menjel menjelaska askan n menga mengapa pa hubun hubungan gan atau persamaan penomenologi sifat-sifat sistem seperti demikian. Termodinamika tidak memberikan interpretasi dengan mengetahui dinamika molekul. Jadi termodinamika tidak dapat menjelaskan mengapa hubungan sifat-sifat termodinamika seperti demikian dan apa yang menyebabkan demikian.
3 Penjelasan tentang ”mengapa” ada hubungan antara sifat-sifat termodinamika suatu sistem akan dijelaskan dan diinterpretasikan oleh fisika statistik statistik yang menyediakan menyediakan teori atom atau molekul. molekul. Denga Dengan n kata lain, persamaan-persamaan termodinamika bisa diturunkan dari fisika statistik dengan mempertimbangkan dinamika mikroskopik. Pertanyaan yang akan dijawab dalam fisika statistik adalah apakah bisa dengan mempertimbangkan molekul/atom diperoleh hubungan atar atara a sifa sifat-si t-sifat fat fisis atau termodinamik termodinamika?. a?. Apak Apakah ah kita bisa men jelaskan fenomena yang dipelajari pada termodinamika? Dengan kata lain apakah kita bisa menghubungkan fenomena mikroskopik (dinamikanya) dengan fenomena makroskopik? Buku ini hanya membahas membahas tentang sistem sistem yang ekuilibrium. ekuilibrium. Fisika statistik untuk sistem yang non-ekuilibrium masih dalam tahap perkembangan dan penulis belum menemukan formulasi yang meyakinkan. Mempelajari fisika statistik memerlukan pengetahuan tentang banyak konsep dasar di bidang mekanika klasik dan kuantum, bidang fisika komputasi komputasi dan termo termodina dinamika mika.. Keterk Keterkaita aitan n bida bidang ng ilmu fisika statistik dengan bidang fisika lainnya ditunjukkan pada Gambar 1.2. Pemahaman tentang bidang ilmu mekanika, baik itu untuk keadaan makro (klasik) maupun untuk keadaan mikro (kuantum) sangat menunjang nunjan g dalam memahami fisika statistik statistik secara secara mendalam. Fisi Fisika ka komputasi berguna untuk pemahaman konsep-konsep fisika statistik melalui pengamatan atau experimen menggunakan simulasi-simulasi komputer. Untuk memperdalam pemahaman konsep fisika statistik, diberikan pula simulasi-si simulasi-simulas mulasii yang mendukung mendukung penjel penjelasan asan yang ada di buku ini. Disamping Disamping itu dibe diberika rikan n progra program m dengan dengan bahas bahasa a pemrogr pemrograman aman C++ dan Java sehingga dapat dimodifikasi untuk simulasi yang berbeda.
4
Pendahuluan
Gambar 1.2: Keterkaitan fisika statistik dengan bidang fisika lainnya
2
Ringkasan Termodinamika Sebelum kita mempe Sebelum mempelajar lajarii konse konsep-ko p-konsep nsep fisik fisika a stati statistik stik,, kita perl perlu u membaca kembali konsep dan persamaan termodinamika. Hal ini berguna untuk mempermudah pemahaman buku ini. Bab ini merupakan ringkasan hal-hal penting yang perlu diketahui untuk mempelajari fisika statistik.
2.1 Turun urunan an Pa Parsia rsiall Turunan parsial dari suatu variabel termodinamika terhadap variabel yang lain merupakan sebuah konsep matematis yang paling sering ditemukan di dalam termodinamika. Hal ini dimengerti karena termodinamika menghubungkan variabel termodinamika yang satu dengan yang lainnya. Aturan turunan parsial yang sering digunakan adalah
− ∂x ∂y
∂ ∂y ∂z ∂x ∂x ∂y
∂x ∂y
z
=
w
= 1/
z
∂y ∂x
z
x
∂ ∂x
∂y ∂z
x
∂y ∂z
∂z ∂x
=
1
y
∂z ∂y
=
z
∂x ∂y
x
+
z
∂x ∂z
(2.1)
(2.2)
z
(2.3)
y
(2.4) w
di mana variabel x, y dan z adalah variabel-variabel yang saling berhubungan.
Ringkasan Termodin ermodinamika amika
6
2.2 Persam Persamaan aan Termodi ermodinamik namika a Definisi energi
+ P V H = U + P F = U T S = H G = H T S
−− −
(2.5)
(2.6)
(2.7)
Sifat-sifat materi
− − ∂U ∂T
C v =
∂T ∂P
µ = α = κT = κS = Persamaan Dasar
V
∂H ∂T
C p =
1 V
(2.8) (2.9)
P
(2.10)
H
∂V ∂T
(2.11)
P
1 V
∂V ∂P
T
1 V
∂V ∂P
S
(2.12) (2.13)
− − − −
dU = T dS P dV dF = SdT P dV + V dV dH = T dS + V = SdT + V dP dG = dG
(2.14)
(2.15)
−
(2.16)
(2.17)
Persamaan
−
dU = C v dT + T dS =
C v dT + T
∂P ∂T
∂P ∂T
P dV
(2.18)
V
dV
V
(2.19)
Persamaan Per samaan Termodinamika
7
− − − −
dH = C v dT + V dS =
T
C p dT T
∂V ∂T
∂V ∂T
dP
(2.20)
P
dP
(2.21)
P
Hubungan yang diturunkan
C v = T C p = T
∂G ∂T
∂F ∂T
∂G ∂P
∂F ∂V
∂S ∂T
V
∂S ∂T
P
(2.22) (2.23)
=
−S
(2.24)
=
−S
(2.25)
P
V
= V
(2.26)
T
T
=
−P
(2.27)
3
Probabilitas Anyone who has never made a mistake has never tried anything new. (Albert Einstein) Sebagian bab ini mengikuti buku E. Atlee Jackson. Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa salah satu bagian penting penti ng dalam fisika stati statistik stik adalah konsep ”statistik ”statistik”. ”. Istil Istilah ah statistik tisti k berk berkaita aitan n deng dengan an topi topik k prob probabil abilitas itas.. Pe Pemaham mahaman an tenta tentang ng probabilitas sangatlah penting sebelum memahami fisika statistik secara menyeluruh menye luruh,, yang dimulai dar darii asums asumsi-as i-asumsi umsi dasa dasarr yang sederhana dan kemudian dikembangkan menjadi penjelasan atau interpretasi dan pred prediksi iksi/per /perumusa umusan. n. Oleh karena itu bab ini akan membahas membahas secara singkat konsep-konsep probabilitas yang diperlukan dalam formulasi fisika statistik. Konsep probabilitas berhubungan erat dengan kemungkinan terjadinya suatu kejadian dalam suatu eksperimen (atau juga pengamatan). Kita biasanya biasanya melakukan melakukan eksperimen eksperimen tidak satu kali saja, melainkan banyak eksperimen sehingga tingkat kepercayaan kita terhadap hasil eksperimen eksperimen menca mencapai pai tingkat tingkat yang diinginka diinginkan n /cuk /cukup. up. Banyak eksperimen diperlukan karena pada suatu eksperimen, walaupun kondisi setiap eksperimen dijaga atau dibuat hampir sama, kita akan memperoleh memperoleh hasil dengan dengan kejadian kejadian yang berbeda-b berbeda-beda. eda. Ini disebabkan karena ada faktor-faktor yang mempengaruhi eksperimen tersebut terse but yang tidak bisa sepenu sepenuhnya hnya dikontrol. dikontrol. Sebag Sebagai ai contoh pada eksperimen pelemparan koin, dadu dan pengambilan kartu. Tidaklah mungkin dengan cara sederhana kita dapat memastikan hasil yang kita dapatkan dapatkan untuk eksperimen eksperimen pelemparan pelemparan koin selal selalu u sama sama.. Ter er-kecuali kita melakukan latihan khusus sehingga kita trampil dalam melemparkan koin. Bagaimana kita melakukan eksperimen tidak merupakan rupa kan hal yang penti penting, ng, asal asalkan kan kond kondisi isi seti setiap ap ekper ekperimen imen sama. Dari setiap ekperimen, hal yang paling penting adalah kita mendapatkan (atau melihat) hasilnya.
10
Probabilitas
Supaya singkat, jelas dan kosisten, kita akan menyebut hasil-hasil eksperimen yang berbeda dan mutually ekslusif dengan ”kejadian seevents) atau ”kejadian” saja. Hasil setiap eksperimen derhana” ( simple events) selalu selal u satu dan hany hanya a satu kejadian. kejadian. Tida Tidak k bisa dua atau lebih kejadian. Sebag Sebagai ai cont contoh oh pada eksperimen eksperimen pelemparan pelemparan dadu dengan ang6, kita akan memperoleh hanya satu angka dari 1 6. Tid ka 1 Tidak ak mungkin kita mendapatkan dua angka atau lebih dalam satu eksperimen. Untuk mempermudah penjelasan, kita akan memberi indeks untuk setiap kejadian, pada khususnya kita akan menggunakan simbol Sebaga agaii con contoh toh untuk untuk eks eksper perime imen n mel melemp empar ar koin, ki kita ta men mengg gguui. Seb nakan i = muka (m), belakang (b) (ada dua kejadian) dan untuk dadu kejadian). Kita bisa mengartikan mengartikan indeks i i = 1, 2, 3, , 6 (ada enam kejadian). adalah jenis kejadian. Jika kita melakukan eksperimen sebanyak N kali dan hasil untuk kejadian i adalah sebanyak ni kejadian, kita bisa berharap kejadian i akan muncul secara secara gar garis is besar dengan dengan frek frekuensi uensi yang sama. Untu Untuk k setiap kejadian i kita bisa mempertimbangkan sebuah ratio antara n i dan N yaitu
···
···
···
F i =
ni N
(3.1)
Ratio F i adalah seberapa bagian (atau fraksi) dari sejumlah N eksperimen yang menghasilkan kejadian i atau yang biasanya disebut dengan frekuensi dari kejadian i. Ump Umpama ama kita kita melakuka melakukan n dua kumkumpulan N eksperi eksperimen men yang sama. Apak Apakan an dua kump kumpulan ulan eksperimen eksperimen akan menghasilkan nilai F i yang yang sama? Tid Tidak! ak! Kit Kita a harus harus menyaamenyaadari bahwa jika N eksperimen diulang kembali, kita tidak bisa berharap bahwa jumlah kejadian i yaitu ni , yang sama akan dijumpai. Kemungkinan akan didapatkan jumlah kejadian yang berbeda yaitu adii mi = ni . Sebag Sebagai ai contoh jika kita kita melempar koin koin sebanyak mi . Jad 20 kali dan kita memperoleh bagian muka ( m) sebanyak 12 kali maka 12//20 = 0. 0.6. Jika kita kita laku lakukan kan sebanyak sebanyak 100 kali kita menda mendapatk patk-F m = 12 47//100 = 0. 0.47. Da an bagian muka sebanyak 47 kali maka F m = 47 Dan n seseterusnya. Jadi frekuensi kejadian tergantung dari sekumpulan eksperimen yang kita lakukan. Karena setiap kumpulan eksperimen menghasilkan hal yang berbeda, kita sangat menginginkan mendapatkan sebuah nilai yang tidak bergantung pada kumpulan eksperimen ber jumlah N . Jika jumlah jumlah eksperimen eksperimen cukup besar atau N , untuk eksperimen lempar koin kita memperoleh F m = 0.5. Kit Kita a menye menyebut but harga limit untuk N besar ini dengan istilah ”probabilitas” atau ”peluang” untuk kejadian koin bagian muka.
→ ∞ →
11 Jadi secara formal, definisi probabilitas P i dari sebuah kejadian i adalah ni (3.2) P i = lim F i = lim N →∞ N →∞
N →∞ →∞
N
Jika kita perhatikan ada dua interpretasi dari definisi probabilitas ini yaitu 1. Ada satu sistem sistem fisis (sebagai (sebagai conto contoh h ada 1 koin yang identik, 1 kartu, atau 1 tabung gas) di mana kita melakukan eksperimen yang sama berulang berkali-kali sebanyak N eksperimen (lihat Gambar 3.1. ni adalah banyaknya kejadian i muncul pada sederetan eksperimen yang dilakukan. 2. Ada N sistem yang identik (sebagai contoh ada sebanyak N koin, N kartu, atau N tabung gas yang identik). N sistem ini identik dalam artian kita tidak dapat membedakan di antara sistem ini dengan denga n sega segala la car cara a mikr mikroskop oskopik. ik. Kumpu Kumpulan lan dari siste sistem-si m-sistem stem ensemble”” atau ensembel. identik ini biasanya di sebut dengan ” ensemble Setelah kita mempunyai N sistem identik, kita melakukan eksperimen yang sama pada setiap sistem dan mendapatkan ada sebanyak ni sistem ini yang menghasilkan kejadian i. Ha Hasi sill dari dari eksperimen sistem yang satu tidak mempengaruhi hasil dari sistem yang lain. Kita perhatikan bahwa pada interpretasi pertama, hasil satu eksperimen dapat dipengaruhi oleh hasil dari ekperimen sebelumnya karena kita menggunakan satu sistem saja. Sehingga ada pengaruh variabel waktu karena untuk melakukan eksperimen kedua harus menunggu eksperimen pertama selesai terlebih dahulu atau kita melakukan eksperimen silih berganti. Sedangkan pada interpretasi kedua, seluruh eksperimen bisa dilakukan sekaligus secara bersamaan atau variabel waktu tidak mempengaruhi hasil eksperimen. Dalam fisika statistik, kita berasumsi bahwa dua interpretasi atau dua cara melakukan eksperimen ini menghasilkan hasil yang sama. Asumsi ini disebut dengan ”Hipotesis Ergodik” ( Ergodic Hypothesis Hypothesis). ). Pada keny kenyataa ataannya, nnya, jumla jumlah h sist sistem em N tidak mungkin mendekati tak terhingga. terhingga. Kita hanya bisa melak melakukan ukan atau mengg menggunaka unakan n N sistem fisis yang terbatas, sehingga kita hanya bisa mendapatkan nilai pendekatan/aproksimasi dari probabilitas kejadian. Sebagai contoh pada eksperimen melempar koin, jika kita lakukan atau gunakan N yang besar, nilai ratio yang kita peroleh untuk koin
12
Probabilitas
Gambar 3.1: Dua cara melakukan Gambar melakukan sekumpulan sekumpulan N eksperimen yang identik: ident ik: (a) eksperimen eksperimen pada satu sistem dilakukan dilakukan berul berulangang-ulang ulang sebanyak N , dan (b) N sistem dilakukan satu kali eksperimen setiap sistem. bagian muka akan mendekati nilai 1/2. Kit Kita a bisa mengata mengatakan kan bahbahwa probabilitas/peluang untuk mendapatkan koin bagian muka ada 1//2. Kita juga dapat memperoleh nilai probabilitas ini dengan berlah 1 asumsi bahwa probabilitas kejadian koin bagian muka dan belakang adalah ada lah sama. sama. Kar Karena ena ada dua jenis kejadia kejadian n mak maka a set setiap iap kejadia kejadian n mendapatkan probabilitas yang sama yaitu P m = P b = 1/2 = 0.5. Dua cara penentuan probabilitas ini disebut dengan pendekatan empiris (atau dengan melakukan eksperimen) dan pendekatan teoritik. Untuk mendapatkan probabilitas suatu kejadian dengan pendekatan teoritik, kita akan menggunakan sifat-sifat probabilitas. Dari definisi probabilitas Pers. (3.2), kita dapat memperoleh sifat-sifat sebagai berikut: 1. Probabil Probabilitas itas selalu bernilai bernilai positif atau nol dan lebih kecil kecil sama dengan satu.
0
≤ P ≤ 1 i
untuk semua kejadian i
(3.3)
Sifat ini berasal dari keharusan bahwa nilai ni dan N harus harus lebih besar atau sama dengan nol dan nilai maksimum ni adalah N , 0 selalu lebih besar atau sama ni N dan N > 0. P i = ni /N selalu dengan nol dan lebih kecil sma dengan satu.
≤ ≤
13 2. Jumlah total semua probabilitas probabilitas sama dengan satu.
kejadian i P i = 1 Jumlah untuk semua kejadian
(3.4)
i
Sifat Sif at ini dit dituru urunka nkan n dar darii jum jumlah lah sem semua ua kej kejadi adian an ada adalah lah N = i ni . Jadi ratio atau probabilitas untuk menemukan semua ke1 = N/N jadian adalah satu atau i P i = i nN i = N N/N = 1. i ni =
Dengan menggunakan dua sifat ini, kita akan mendapatkan probabilitas bili tas suatu kejadian. kejadian. Sebag Sebagai ai contoh eksperimen eksperimen lempar dadu. dadu. Ada enam probabilitas kejadian yaitu P 1 , , P 6 . Dari sifat-s sifat-sifat ifat probabi probabi-litas dan dengan asumsi bahwa setiap kejadian memiliki probabilitas yang sama, kita mendapatkan,
···
= P P 1 = P 2 = + P P 1 + P 2 +
= P = P · · · = P = P = P , · · · + P + + P P = 1, 5
5
6P 0 = 1 atau P 0 = = P P 1 = P 2 =
6
0
6
1 , 6
1 = P P = · · · = P = 6 5
6
(3.5)
Untuk eksperimen dengan kartu, kita mempunyai 52 kartu dan semua mem memili iliki ki pro probab babili ilitas tas yang yang sam sama. a. Kar Karena ena ada 52 kejadian, P 1 , P 2 , maka kita mendapatkan,
· · · , P
· · · = P = P , + P = 1, P + P + · · · + P = = P P 1 = P 2 =
52 52
0
52
1
2
52 52
i=1
52
52P P 0 = 52 P 0 = 1,
i=1
= P P 1 = P 2 =
· · · = P
52 52
P 0 =
1 52
= P 0 =
1 52
(3.6)
Dua contoh di atas menunjukkan bahwa kita menggunakan asumsi probabili proba bilitas tas semua keja kejadian dian adalah sama. Asums Asumsii ini menja menjadi di salah satu syarat awal untuk mendapatkan probabilitas. Tanpa asumsi awal ini kita tidak akan mungkin menentukan probabilitas dengan metode seperti di atas. Aturan umum probabilitas yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
52 , 52
14
Probabilitas
Jika kit Jika kita a tid tidak ak menge mengetah tahui ui kejad kejadian ian mana mana yan yang g leb lebih ih ser sering ing terjadi, maka asumsi yang kita dapat gunakan adalah probabilitas kejadian-kejadian bernilai sama. sama. Probabilitas yang diambil dari aturan ini disebut dengan sebuah ”priori probability” atau sebuah probabilitas yang ditentukan menggunakan nilai asumsi atau sebelum eksperimen. Sedangkan probabilitas yang didapat dengan P i = limN N →∞ →∞ ni (N )/N disebut dengan ”posteori probabil prob ability” ity” atau ”empi ”empirica ricall proba probabili bility”. ty”. setel setelah ah eksp eksperime erimen. n. Untu Untuk k teori fisis, biasanya menggunakan dasar ”a priori probabilities”. Justifikasi teori adalah pencocokan hasil dengan eksperimen. Agar lebih mudah mempelajari (atau juga memperhitungkan) kejadiankejadian, kita dapat menggambarkan kejadian-kejadian tersebut dengan menggunakan simbol-simbol atau juga dapat berupa titik-titik pada sebuah bidang/r bidang/ruang uang sampel. Perlu diingat diingat bahw bahwa a di sini kita tidak memperhatikan jarak atau pengaturan simbol-simbol atau titiktitik tetapi kita hanya memperhatikan hanya simbol-simbol atau titiktitik itu sendiri. Sebagai contoh yang ditunjuk pada Gambar 3.2 sebuah rua ruang ng sam sampel pel unt untuk uk eks eksper perime imen n lem lempar par dad dadu. u. Karena Karena ada ena enam m (6 (6)) kejadian yang direpresentasikan dengan enam titik yang diberi angka yang sesuai. sesuai. Tampi ampilan lan enam angk angka a seben sebenarny arnya a tida tidak k dipe diperluk rlukan, an, tetapi ditampilkan pada gambar untuk memperjelas pembagian ruang sampel yang akan digunakan nanti. Pada ruang sampel, kejadian-kejadian dapat dikelompokkan yang disesuika dises uikan n denga dengan n perm permasal asalahan ahan yang dihad dihadapi. api. Conto Contohnya hnya pada Gambar 3.2, kejad kejadian ian dikel dikelompok ompokkan kan menja menjadi di kelom kelompok pok bila bilangan ngan ganj ganjil il (A), bilangan genap (B ) dan bilangan prima (C ). ). Prob Probabili abilitas tas untuk untuk suatu kelompok, sebut saja kelompok A diperoleh dengan menjumlahkan semua probabilitas kejadian yang termasuk di kelompok A. Jadi,
P (A) = P (
P i
(3.7)
i⊂A
atau jumlah semua probabilitas kejadian yang termasuk di kelompok A. Sebagai contoh, untuk kejadian pada eksperimen lempar dadu dan dengan asumsi setiap kejadian mempunyai probabilitas yang sama, kita menda mendapatk patkan an prob probabil abilitas itas untuk kelom kelompok pok A (berangka (berangka ganjil) (1//6 ) = 1/ 1/2. Be adalah P Begi gitu tu pula pula untu untuk k P ((A) = P 1 + P 3 + P 5 = 3 (1 kelompok B dan C diperoleh probabilitas P B = 1/2 dan P C C = 1/2. Dua kelompok kejadian dapat pula memiliki kejadian yang sama. Seperti eksperimen dadu, kelompok bilangan genap dan bilangan prima memiliki memiliki kejadian yang sama yaitu yaitu kejadian angka 2. Bagi Bagian an kelompok lom pok ya yang ng menjadi menjadi bag bagian ian yang sama dar darii dua kel kelomp ompok ok din dinama amakan kan
×
15
Gambar 3.2: Sebua Gambar Sebuah h conto contoh h peng penggamb gambar ar kejad kejadianian-kejad kejadian ian pada sebuah bidang/ruan bidang/ruang g samp sampel el untuk eksperime eksperimen n pelem pelempara paran n dadu. Ke jadian dikelompokkan menjadi kelompok bilangan ganjil (A), bilangan genap (B ) dan bilangan prima (C )
∩
irisan (lihat Gambar 3.3 (b)). Simbol dan kata ”dan” mengindikasikan sebuah irisan. Untuk Gambar 3.2, probabilitas bilangan ganjil dan prima adalah P P ((A C ) = P 3 + P 5 = 1/3. Notasi lain untuk irisan sering dijumpai tanpa simbol seperti P P ((AC ) = P P ((A C ). Dari dua kelompok kejadian, kita dapat membentuk satu kelompok ga gabun bungan gan ant antara ara dua kel kelomp ompok ok ini ya yang ng dis disebu ebutt kel kelomp ompok ok gabungan (union (union)) (lihat Gambar Gambar 3.3 (a)) (a)).. Gabun Gabungan gan biasanya biasanya ditandai ditandai dengan tanda dan dan dengan kata penghubun penghubung g ”atau”. Seper Seperti ti pada eksperime ekspe rimen n lempa lemparr dadu (lih (lihat at kembali Gambar 3.2), kelompok kelompok bila bilangngan ganjil atau prima adalah 1, 2, 3, 5, sehingga probabilitasnya adalah (1//6) = 2/ 2/3. P ((A C ) = 4 (1 P Probabilitas untuk gabungan dua kelompok yang memiliki anggota yang sama (mempunyai irisan) (atau tidak terpisah atau tersambung) yaitu + P ((B ) P (3.8) P ((A B ) = P P P ((A) + P P ((A B )
∩
∩
∩
∪
∪
×
∪
−
∩
Seperti contoh eksperimen lempar dadu, probailitas kelompok bilangan ganjil P probaili ailitas tas kelom kelompok pok bila bilangan ngan prim prima a P ((A) = 1/2 dan prob P ((C ) = 1/2) dan P P P ((A C ) = 1/3, kita memperoleh P P ((A C ) = P P ((A) + P ((C ) P P P ((A C ) = 1/2 + 1/2 1/3 = 2/3 sesuai dengan nilai hasil sebelumnya. Dua kelompok (umpama A dan B ) yang terpisah (lihat Gambar 3.3
−
∩
∩
−
∪
16
Probabilitas
∪
Gambar 3.3: Kelomp Gambar Kelompok ok terbentuk terbentuk dari (a) gabu gabungan ngan (A B ) dan (b) irisan dua kelompok (A B ). Dua kelomp kelompok ok yang (c) tidak tidak ter terpi pisah sah (A B = ) dan (d) terpisah ( A B = )
∩
∩ ∅
∩
∅
(d)) berarti bahwa tidak ada kejadian yang masuk kedua kelompok tersebut atau A B = . Prob Probabil abilitas itas untuk kejadian kejadian yang termasuk termasuk kedua kelompok sama dengan nol, P Jadi di untuk untuk dua keP ((A B ) = 0. Ja lompok yang terpisah, probabilitas gabungan dua kelompok ini adalah jumlah probabilitas dua kelompok ini.
∩
P (A P (
∅
∩
∪ B) = P + P ((B ) Jika A dan B yang terpisah P ((A) + P
(3.9)
Selain menggabungkan kelompok-kelompok kejadian, kita juga dapat men mengk gkaji aji apa apakah kah kejadia kejadian n yan yang g sat satu u mem mempen penga garuh ruhii kej kejadi adian an yan yang g lain. Untu Untuk k mempelajari mempelajari ini, kita mendefinisik mendefinisikan an sebuah probabiliprobabilitas kondisional atau bersyarat yaitu probabilitas yang menjadi ukuran efek (jika ada) munculnya kejadian A jika sudah diketahui kejadian B sudah terjadi. Sebagai contoh, berapakah probabilitas kita ambil kartu bernomer 5 jika kita sudah tahu kartu yang kita ambil itu adalah kartu jantung? Karena ada 13 jenis kartu jantung maka probabilitas 1//13. nya menjadi 1
Fungsi distribusi
17
Persamaan untuk menghitung probabilitas untuk kondisi bersyarat adalah
|
P (A B ) = P (
∩
P (A B ) P ( P ((B ) P
(3.10)
|
Notasi P P ((A B ) menyatakan probabilitas kejadian untuk kelompok A jika kita sudah mengetahui bahwa terjadi kejadian dari kelompok Jadii untuk eksperime eksperimen n ambil kartu, kartu, prob probabili abilitas tas kart kartu u berno bernomer mer B . Jad 5 jika kita sudah tahu bahwa kartu jantung adalah P P ((A B ) = P P ((A 1/52) 52)//(1 (1//4 ) = 1/ 1/13 dimana A adalah kelompok dengan B )/P /P ((B ) = ( 1/ kartu bernomer 5 dan B adalah kelompok kartu jantung. Secara umum, probabilitas dengan kondisi bersyarat tidak memenuhi sifat komutatif, (3.11) P ((A B ) = P P P ((B A)
|
|
∩
|
Jika,
| |
= P ((A) P (A B ) = P P ( = P ((B ) P ((B A) = P P sehingga
P (AB P ( AB)) = P P ((A)P P ((B )
(3.12)
Ini berarti kita memiliki dua kejad kejadian ian yang indep independen enden,, atau tidak P ((A B ) = P P ((A) menunjukkan bahwa kejadisaling mempengaruhi. P an untuk kelompok A tidak dipengaruhi oleh kondisi B . Beg Begitu itu pula pula sebaliknya, P P ((B A) = P P ((B ) menyatakan terjadinya kejadian B tidak dipengaruhi oleh kejadian A . Probabilitass untuk kondisi bersyarat Probabilita bersyarat akan berguna nantinya nantinya dalam menurunkan probabilitas suatu sistem memiliki energi tertentu.
|
|
3.1 Fun Fungsi gsi dis distrib tribusi usi Berkaitan dengan nilai probabilitas untuk satu kejadian pada suatu eksperimen, kita dapat menggunakan sebuah fungsi distribusi probabilitas bili tas yang mendi mendiskri skripsik psikan an selur seluruh uh sebar sebaran an prob probabili abilitas tas pada semua kejadian pada ruang sampel. Untu Untuk k mempe mempelaja lajari ri fungsi-fung fungsi-fungsi si distribu dist ribusi si probab probabilit ilitas, as, mari kita melih melihat at conto contoh h proba probablit blitas as untuk untuk eksperimen peri men lempar dadu. Jika kita menggunaka menggunakan n satu dadu, kita mendapatkan distribusi probabilitas yang diskrit yaitu P P ((i) = 1/6 untuk Untuk k eksprimen eksprimen menggunaka menggunakan n dua dadu distribu distribusi si i = 1, 2, , 6. Untu probabilitas jumlah hasil dua dadu tersebut bisa dilihat pada Tabel
···
18
Probabilitas
Tabel 3.1: Jum Jumlah lah angka untuk eksperim eksperimen en lempar dadu a Ruang Sampel Jumlah Pr Probabilitas (i,j) x = i+j Probabilitas Pr 1 (1,1) 2 36 2 (1,2) (2,1) 3 36 3 (1,3) (2,2) (3,1) 4 36 4 (1,4) (3,2) (2,3) (4,1) 5 36 5 (1,5) (4,2) (3,3) (2,4) (5,1) 6 36 6 (1,6 (1 ,6)) (5 (5,2 ,2)) (4,3 ,3)) (3,4 ,4)) (2, 2,5) 5) (6, 6,1) 1) 7 36 5 (6,2) (5,3) (4,4) (3,5) (2,6) 8 36 4 (6,3) (5,4) (4,5) (3,6) 9 36 3 (6,4) (5,5) (4,6) 10 36 2 (6,5) (5,6) 11 36 1 (6,6) 12 36 a
Note: The minipage environment also places footnotes correctly.
3.1 dan Gambar 3.4 yang berupa sebuah histogram. Di sini kita tidak tertarik pada setiap kejadian, melainkan kita hanya memperhatikan jumlah dari hasilnya. Sehingga distribusi probabilitas hanya tergantung pada jumlah hasil dua dadu tersebut. Untuk eksperimen dengan jumlah dadu yang lebih banyak, ambil saja 24 dadu, distribusi probabilitas ditunjukkan pada Gambar 3.5. Dari contoh-contoh ini kita bisa simpulkan bahwa probabilitas untuk jumlah dadu ini adalah sebuah P ((x) menentukan bagaimana fungsi dari x (juml (jumlah ah dadu dadu). ). Dist Distribu ribusi si P P ((x) adalah sebuah probabilitas tersebar pada semua jumlah x atau P fungsi dari x . Untuk eksperimen eksperimen lempar dadu, kita menggunakan menggunakan variabel x atau + j hasil jumlah jumlah dari kejadian kejadian dua dadu dadu.. Atau x = i + j di mana i dan j adalah ada lah nilai dua kej kejadi adian an unt untuk uk dadu per pertam tama a dan kedua. kedua. Ja Jadi di dengan kata lain, x = X (x) merupakan sebuah fungsi dari i dan j . Dengan kata lain, fungsi X (x) memberik memberikan an nila nilaii untuk keja kejadiandian-kejad kejadian ian sederhana i dan j . Varia ariabel bel atau fungsi X seri sering ng dikenal dengan dengan nama variabel ma variabel acak atau random. random. Fungsi P P ((x) merupakan distribusi probabilitas untuk variabel acak X . Contoh dadu di atas, merupakan sebuah contoh probabilitas untuk hasil yang disk diskrit rit.. Umpa Umpamany manya a kita mempunyai mempunyai sebuah detec detector tor
Fungsi distribusi
19
0.2
0.15
) s ( 0.1 P
0.05
0 0
2
4
6
s
8
10
12
14
Gambar 3.4: Dist Gambar Distribu ribusi si prob probabil abilitas itas untuk jumlah hasil lempar dua dadu. cahaya yang mempunyai lebar ∆ dan kita ingin mengamati proses difraksi frak si caha cahaya ya melal melalui ui sebua sebuah h cela celah. h. Pengam engamatan atan kita mengh menghasil asilkan kan distribu dist ribusi si caha cahaya ya yang tergantung tergantung pada posis posisii x dan lebar detektor yaitu sebuah fungsi P Fungsi si ini dapa dapatt diartikan diartikan probabilitas probabilitas P ((x, ∆). Fung cahaya diterima oleh detektor pada posisi x. Jik Jika a lebar lebar detekt detektor or ∆ ∆)/Delta diperkecil, akan terlihat nilai P P ((x, ∆) /Delta akan menjadi lebih halus dan mendekati sebuah fungsi f f ((x) atau
P (x, ∆) P P ( P ((x) = ∆→0 ∆ dx
f (x) = lim f (
(3.13)
atau
= P f (x)dx f ( dx = P ((x)
(3.14)
f (x) disebut dengan nama fungsi distribusi kerapatan (atau densif ( tas) probabilitas. Perlu diingat bahwa f f ((x) bukanlah sebuah probabilitas pada posisi x , tetapi merupakan kerapatan probabilitas. Sedangk + dx an P P ((x) = f f ((x)dx adalah probabilitas pada daerah antar x dan x x + dx. Jadi perlu kita perhatikan bahwa untuk sistem yang kontinu, kita memiliki kerapatan probabilitas f f ((x) dan probabilitasnya tergantung pada luas daerah dibawah kurva seperti diperlihatkan pada Gambar 3.6.
20
Probabilitas
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0 20
40
60
80
100
120
140
160
Gambar 3.5: Distribusi probabilitas untuk jumlah hasil lempar 24 dadu. Seperti sebel Seperti sebelumnya umnya,, total probabilita probabilitass selal selalu u sama dengan satu, maka kita memperoleh ∞
∞
P (x, ∆) = P (
x=−∞
→
∞
f (x)dx f (
= 1 f (x)dx f ( dx =
(3.15)
−∞
x=−∞
Jika ki Jika kita ta ing ingin in men menget getahu ahuii pr proba obabil bilita itass pad pada a int interv erval al ant antara ara (x1 , x2 ) adalah
x2
P (x) P (
x1 ≤x≤x2
→
f (x)dx f (
(3.16)
x=x1
Untuk ruang dua maupun tiga dimensi kita menggunakan propabilitas yaitu
= f ((x, y )dxdy dan P P (x, y ) = f P ( P ((x,y,z ) = f f ((x,y,z )dxdydz
(3.17)
Mengubah probabilitas dari dua dimensi ke satu dimensi dengan cara mengintegrasikan salah satu variabel, sebagai contoh
∞
= dx f (x)dx f ( dx = dx
−∞
f (x, y )dy f (
(3.18)
Fungsi distribusi
21
Gambar 3.6: Sebua Gambar Sebuah h ampl amplitud itudo o prob probabil abilitas itas dan ilust ilustrasi rasi nilai prob probaabilitas. Untuk koordinat polar, kita mempunyai distribusi probabilitas,
P (r, θ) = F P ( F ((r, θ)drdθ
(3.19)
Hubungan probabilitas untuk sistem koordinat Kartisius dan Polar adalah sebagai berikut.
P (x, y ) = f P ( f ((x, y )dxdy = r = r x = r cos θ dan y = r sin θ = rdrdθ dxdy = dxdy rdrdθ = P P ((x, y ) = f P f ((r cos θ, r sin θ)rdrdθ rdrdθ = P ((r,θ,dr,dθ r,θ,dr,dθ)) F ((r, θ) = rf F rf ((r cos θ, r sin θ)
(3.20)
Dengan cara yang sama sama dapat dilakukan dilakukan untuk ruang tiga dimensi, dimensi, 2 kita memperoleh F F ((r,θ,φ r,θ,φ)) = [r sin θ]f f ((r sin θ cos φ, r sin θ sin φ, r cos θ). Sebagai contoh, distribusi distribusi probabilitas probabilitas untuk gas dengan kecepatan kecepatan vx , vy dan vz adalah
P (vx , vy , vz ) = f P ( f ((vx , vy , vz )dvx dvy dvz distribusi berbentuk fungsi Gauss yaitu f f ((v) = 2 2 2 2 + v + v vy + vz . mana v = vx +
3
(3.21)
α/π exp( αv 2 ), di
−
22
Probabilitas
3.2 Nila Nilaii Ekspek Ekspektasi tasi atau Rata-R Rata-Rata ata Setelah prob Setelah probabili abilitas tas P ditentuka tukan, n, kita kita dapa dapatt meng P ((x) atau P P ((i) sudah diten hitung nilai ekspektasi (atau rata-rata) suatu variabel atau kuantitas. Nilai ekspektasi untuk sebuah variabel x dengan probabilitas P P ((x) didefinisikan sebagai berikut, N
x =
xi P P ((xi )
(3.22)
i
= x 1 P + x2 P P ((x1 ) + x P ((x2 ) +
· · · + x
P ((xN ) N P
(3.23)
Nilai rata-rata untuk variabel x 2 didefinisikan dengan, 2
x =
x2i P P ((xi )
(3.24)
i
Secara umum nilai rata-rata suatu kuantitas g adalah
g =
gi P P ((xi )
(3.25)
i
Jika g merupakan sebuah fungsi yang kontinu, g (x), maka simbol diganti dengan integrasi dan P P ((x) f ((x)dx. f
→
∞
g(x) = Sebagai contoh:
f (x) = f (
g (x)f f ((x)dx
(3.26)
−∞
β exp( βx 2 ) π
−
(3.27)
kita mendapatkan nilai rata-rata,
∞
x =
x
−∞ ∞
2
x
x2
=
−∞
β exp( βx 2 )dx = 0 dx = π
−
1 β exp( βx 2 )dx = dx = 2β π
−
(3.28)
(3.29)
Sebuah kuantitas yang sering diperlukan dalam eksperimen adalah kuantitas yang menyatakan seberapa besar hasil eksperimen ber-
Nilai Ekspektasi atau Rata-Rata
23
beda dengan nilai rata-rata. Umpamanya kita mencoba mendefinisikan sebuah beda x x , nilai ekspektasi beda ini adalah
−
x − x = =
i
(xi
− x)P P ((x ) i
xi P P ((xi )
i
− x
i
− x = 0
P (xi ) = x P (
i
(3.30)
Karena nilai beda adalah nol, maka kita tidak bisa menggunakan deviasi devi asi dengan car cara a di atas atas.. Metod Metode e lain yang sering sering digunakan digunakan adalah adalah 2 (x kuadrat beda, ( x x ) . Ekspektasi kuadrat beda yaitu
− (x − x) = x − 2xx + x = x − x = v var ar((x) 2
2
2
2
2
(3.31)
atau yang disebut variansi (x) atau disebut juga dispersi. Untuk fungsi kontinu,
x2
var((x) = var
(x
x1
2
− x) f f ((x)dx
(3.32)
Nilai deviasi diperoleh dari nilai variansi dengan persamaan,
σ =
var((x) var
(3.33)
Kuantitas x dan var var((x) tidaklah sepenuhnya menentukan sifatsifat sistem yang kita pelajari, tetapi dua kuantitas ini menentukan sifat-si sifa t-sifat fat penting penting siste sistem m tersebut. tersebut. Nant Nantii kita akan akan mengg menggunak unakan an konsep ini pada Bab ?. Selain nilai ekspektasi dan deviasi, kita akan menggunakan konsep nil nilai ai yan yang g ser sering ing mun muncul cul atau ”mo ”most st pr proba obable ble eve event” nt” ata atau u nil nilai ai yang memiliki probabilitas tertinggi atau modus. Nilai modus diperoleh dengan menggunakan kondisi bahwa nilai kemiringan atau turunan pada titik puncak adalah nol atau
df f ((x) dx
=0
(3.34)
xm
Jadi untuk menyelesaikan persamaan (3.34) untuk mendapatkan nilai modus.
24
Probabilitas
3.3 Ketida etidakpast kpastian ian atau uncertain uncertainty ty Konsep statistik yang sangat erat kaitannya dengan fisika statistik adalah konsep ketidak pastian (atau uncertainty (atau uncertainty). ). Konsep ketidakpastian dalam teori informasi disa diartikan sebagai ketidaktahuan. Konsep ini penting karena dalam fisika statistik, kita tidak mengetahui informasi infor masi yang lengkap tentan sistem sistem fisis fisis.. Apa itu keti ketidakp dakpasti astian? an? Apakah ketidakpast ketidakpastian ian bisa diukur? Agar lebih jelas, mari kita pela jari contoh-contoh berikut ini. Umpamanya kita melakukan eksperimen dengan koin-koin yang berbeda, kita menemukan bahwa: 1. Koin I: probabi probabilita litass P m = 1/2 dan P b = 1/2. [Paling tidak pasti] 2. Koin II: probabi probabilita litass P m = 4/5 dan P b = 1/5. 3. Koin II: probabi probabilita litass P m = 1/5 dan P b = 4/5.
199/200 dan P b = 1/200. 4. Koin III: probabi probabilita litass P m = 199/ 5. Koin IV: IV: probabilitas probabilitas P m = 1 dan P b = 0. [Paling pasti] Dari kelima hasil ini kita dapat menyimpulkan bahwa eksperimen dengan koin I memiliki ketidakpastian yang paling tinggi, kemudian diikuti oleh eksperimen dengan koin II,III dan IV. Ketidakpastian yang paling rendah adalah untuk koin V. Ini menunjukkan bahwa nilai ketidakpas tida kpastian tian dipengaruhi dipengaruhi oleh nila nilaii proba probabili bilitas tas setia setiap p kejad kejadian. ian. Ketidakpastian yang paling tinggi terjadi jika semua kejadian memiliki probabilitas yang sama dan ketidakpastian yang terendah bernilai nol jika salah satu kejadian (anggap itu kejadian j ) mempunyai probabilitas sama dengan satu (P j = 1). Ket Ketida idakp kpast astian ian untuk koin koin II dan III haruslah sama karena kita tidak membedakan antara urutan ke jadian. Ini menunjukkan pula bahwa ketidakpastia ketidakpastian n harus bersifat simetrik. Sekarang kita pertimbangkan ekperimen dengan probabilitas setiap kejadian adalah sama tetapi memiliki jumlah kejadian yang berbeda seperti berikut ini: 1. Koin : probabili probabilitas tas P m = 1/2 dan P b = 1/2. [Paling pasti] 2. Dadu : probabil probabilitas itas P 1 = 1/6,
· · · , dan P = 1/6. 3. Kart Kartu u : prob probabil abilitas itas P = 1/52, · · · , dan P = 1/52. [Paling tidak 1
pasti]
6
52 52
Ketidakpastian atau uncertainty
25
Tiga eksperimen dengan koin, dadu dan kartu, kita dapat menyimpulkan pulk an bahw bahwa a eksp eksperime erimen n denga dengan n kart kartu u I memil memiliki iki ketid ketidakpa akpastia stian n yang paling tinggi, kemudian diikuti oleh eksperimen dengan dadu. Ketidakpastian yang paling tinggi adalah untuk kartu. Ketidakpastian yang tertinggi terjadi pada eksperimen yang memiliki jumlah kejadian yang terbanyak. Sekarang Seka rang bagaimana bagaimana jika kita melak melakukan ukan dua ekspe eksperime rimen n yang berbeda (umpamanya dengan koin dan dadu) secara bersamaan? Jika kita sudah tahu hasil kejadian untuk koin, ketidakpastian yang tersisa adalah ketidakpast ketidakpastian ian untuk dadu saja. Begi Begitu tu pula sebal sebalikny iknya, a, jika kita tahu pasti hasil kejadian untuk dadu, berarti ketidakpastian hanya han ya pad pada a koi koin n saj saja. a. Ja Jadi di dar darii arg argume umenta ntasi si ini kita menyimpu menyimpulklkan bahwa ketidakpastian untuk dua eksperimen, bernilai lebih besar dibanding diban dingkan kan keti ketidakp dakpasti astian an masin masing-m g-masing asing.. Secar Secara a intui intuisi si kita bisa menganggap bahwa ketidakpastian dua eksperimen yang berbeda merupkan jumlah dari ketidakpastian masing-masing eksperimen. Dari dua contoh kasus diatas, kita ingin menentukan ukuran ketidakpasti dakp astian an suatu ekspe eksperime rimen n yang konsisten konsisten denga dengan n kesimpulan kesimpulan yang kita peroleh dengan mempertimba mempertimbangka ngkan n dua kasus ters tersebut. ebut. Kare Karena na ketidakpastian hanya dipengaruhi oleh probabilitas, maka ukuran ketidakpastian akan diberi notasi H ( p1 , p2 , , pN ) yang merupakan sebuah fungsi probabilitas masing-masing kejadian j = 1, 2, , N . Dari penjelasan di atas, kita memperoleh sifat-sifat yang dimiliki ketidakpastian yaitu:
···
···
1. Ketidakpas Ketidakpastian tian dari suat suatu u ekspe eksperime rimen n hany hanya a terg tergantun antung g pada probabilitas semua kejadian P i . 2. Ketidakpastian dari dari suatu eksperimen bernilai bernilai maksimum terjadi jika semua probabilitas bernilai sama. 3. Jika salah satu kejad kejadian ian mempunyai mempunyai prob probabil abilitas itas sama deng dengan an satu, maka ini berarti ketidakpastian sama dengan nol. 4. Ketidak Ketidakpas pastia tian n tid tidak ak ter tergan gantun tung g pad pada a uru urutan tan pro probab babili ilitas tas P i atau bersifat simetrik. 5. Ketidakpas Ketidakpastian tian dari dua eksperimen eksperimen yang berbeda (atau independen) pende n) adal adalah ah merup merupakan akan jumla jumlah h dari keti ketidakp dakpasti astian an dari masi masingngmasing eksperimen.
26
Probabilitas
Kita bisa membuktikan (berikan di Lampiran), bahwa fungsi yang memenuhi semua sifat-sifat ketidakpastian di atas adalah n
H (P 1 , P 2 ,
· · · , P ) = n
−
ln(P P i ln( P i )
(3.35)
i=1
Perlu diingat ada tanda negatif di depan simbol jumlah. Fungsi H pertama dikemukan oleh Ludwig Boltzmann pada tahun 1874 187 4 unt untuk uk mem membuk buktik tikan an has hasil il pad pada a teo teori ri gas kin kineti etik. k. Teta etapi pi Bol Bol-tzmann menggunakan bentuk integral yaitu,
H =
−
−ln( ln(f f ((x))
)ln(f ))dx = f (x)ln( f ( f ((x)) dx =
(3.36)
Untuk probabilitas pada ruang dua dimensi, kita memperoleh
H =
−
)ln(f ))dxdy = f (x, y )ln( f ( f ((x, y )) dxdy =
−ln( ln(f f ((x, y ))
(3.37)
Jika f f ((x, y ) = g (x)h(y ), di mana g (x) dan h(y ) merupakan dua hal yang berbeda (atau independen), maka
H =
−
))dx g (x)ln ln((g (x)) dx
−
))dy h(y )ln ln((h(y )) dy
(3.38)
Untuk mempelajari bagaimana menhitung ketidakpastian, sebagai contoh sebuah partikel ada pada ruang satu dimensi dan bergerak pa3. Jika kita berasumsi da interval 0 berasumsi bahwa bahwa kerapatan kerapatan probax bilitas sama untuk semua lokasi, maka kerapatan probabilitas adalah 3 3 = f 0 0 dx = f ((x) = 1/3. Ini karena f f f ((x) = konstan = f 0 dan 0 f f ((x)dx dx = dx = 3f 0 = 1 sehingga f 0 = 1/3. Jadi ketidakpastian untuk partikel ini adalah
≤ ≤
− −
x2
H =
x1 3
=
0
)ln(f ))dx f (x)ln( f ( f ((x)) dx 1 1 ( )ln( )dx 3 3
1 = ln(3) 3 = ln(3)
3
dx
0
(3.39)
≤ ≤
6, maka Jika ruang gerak partikel ini diperlebar menjadi 0 x dengan cara yang sama kita mendapatkan f f ((x) = 1/6 dan ketidakpastian,
Ketidakpastian atau uncertainty
− −
27
x2
H =
x1 6
=
0
)ln(f ))dx f (x)ln( f ( f ((x)) dx 1 1 ( )ln( )dx 6 6
1 = ln(6) 6 = ln(6)
6
dx
0
(3.40)
Jadi dapat di simpulkan bahwa dengan memperlebar ruang gerak partikel part ikel ini, keti ketidakp dakpasti astian an lokasi partikel partikel ini meningkat. meningkat. Atau dengan kata lain kita kehilangan kehilangan informasi informasi letak lokasi lokasi partikel. partikel. Dari nilai-nilai ini kita bisa menghitung kehilangan informasi sebanyak ln(6) ln(3) = ln(6/ ln(6/3) = ln(2). Ini merupakan sebuah contoh ketidakpastian berubah karena kita mengubah sifat fisis lingkungann lingkungannya. ya. Selai Selain n itu pula, umpamanya umpamanya pada awalnya dalam pengamatan mengatakan bahwa lokasi partikel adalah 0 x 10, tetapi setelah pengamatan lagi lokasinya 0 x 4. Jadi ketidakpastian lokasi partikel menurun. Jadi kita bisa simpulkan bahwa ketidakpastian dipengaruhi oleh informasi yang kita miliki.
−
≤ ≤
≤ ≤
Ringkasan Konsep-konsep penting yang perlu diingat untuk bab ini adalah:
• Definisi secara empiris probabilitas P dari sebuah kejadian i adai
lah
ni N →∞ N →∞ N
P i = lim
• Sifat-sifat nilai probabilitas untuk suatu eksperimen yaitu 1.
0 2.
i
≤ P ≤ 1 i
untuk semua kejadian i
P i = 1 Jumlah untuk semua kejadian i
28
Probabilitas
= P P ((x ), • Pada suatu eksperimen dengan dengan nilai-nilai nilai-nilai probabilitas probabilitas P = i
i
nilai ekspektasi atau rata-rata suatu kuantitas g dihitun menggunakan
g =
gi P P ((xi )
i
Jika g dan P P ((x) merupakan fungsi yang kontinu, maka nilai ekspektasinya adalah
∞
g(x) =
g (x)f f ((x)dx
−∞
• Fungsi ketidakpastian H dari dari suatu eksperimen didefinisikan dengan
n
H (P 1 , P 2 ,
· · · , P ) = n
−
ln(P P i ln( P i )
i=1
atau
H =
−
)ln(f ))dx = f (x)ln( f ( f ((x)) dx =
−ln( ln(f f ((x))
4
Gerak Acak walks atau Bab ini akan membahas tentang gerak acak atau random atau random walks atau walks. Met juga dikenal dengan dengan drunkards walks. Metode ode gerak gerak acak acak dapat digunakan untuk mempelajari banyak fenomena seperti gerak Brown, perambatan cahaya melalui suatu medium, pelemparan koin, polimer, pergerakan harga saham dan sebagainnya. Sebagaii sal Sebaga salah ah sat satu u con contoh toh,, ger gerak ak Br Brown own mer merupa upakan kan ger gerak ak ac acak ak yang disebabkan oleh tumbukan antara molekul-molekul di dalam gas atau suatu larutan. Sebagai contoh pergerakan molekul gas oksigen di udara, lintasan gerak setiap molekul berupa garis lurus (jika tidak ada tumbukan) dan berbelok (arah dan kecepatan berbeda jika bertumbukan dengan molekul lain) sehingga lintasan molekul seperti garis bergerig berg erigi. i. Lint Lintasan asan yang acak ini dipe diperlih rlihatka atkan n pula pada pera perambatmbatan cahaya melalui medium seperti cairan susu dan pada pergerakan harga saham. Bentuk polimer juga menyerupai bentuk gerakan acak, tetapi pada polimer ada tambahan ketentuan bahwa molekul tidak dapat overlap. Walaupun gerak acak pada hal yang berbeda terlihat berbeda, tetapi secara statistik semua gerak acak memiliki sifat yang hampir sama. Secara universal mempunyai mekanisme/proses yang sama. Pada eksperimen dengan sejumlah N koin, koin, jumlah dari angka-angka (bernilai 1 jika kejadian kepala atau bagian depan dan 1 jika kejadian ekor atau bagian belakang) mempunyai distribusi yang sama dengan gerak acak langkah. N langkah.
−
Simulasi pergerakan secara acak dapat digunakan pula untuk menyelesaikan persamaan difusi.
dρ(r, t) dρ( = D dt
2
∇ ρ(r, t)
(4.1)
Gerak Acak
30
4.1 Ger Gerak ak Aca Acak k Dimen Dimensi si Satu Sekarang kita akan mempelajari gerak acak dari sebuah partikel pada ruang satu dimensi untuk mempermudah mempermudah analisis. analisis. Di sini sini,, perg pergerak erak-an partikel dalam satu garis dan untuk mempermudah kita menggunakan perpindahan pada grid dengan jarak antara titik grid adalah L seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.
= 0 berpindah secara acak x = Gambar 4.1: Partikel mulai dari titik x Umpama partikel mempunyai peluang berpindah ke kanan yaitu p = 1 p. Karen = 1. dan ke kiri q = Karena a tota totall peluang harus satu maka p + q = Setelah berpindah sebanyak N kali, kali, pertanyaan yang kita ingin ketahui adalah berapakah probabilitas partikel berada pada posisi x = adalah bilangan bilangan bulat? Kita tahu bahwa perpindah perpindah-mL, di mana m adalah an maksimum dari partikel tersebut adalah N langkah dan m bernilai antara ( N, N ) atau N m N . Kita ingin mendapatkan probalitas partikel pada posisi x = mL setelah N perpindah perpindahan an (lan (langkah gkah). ). Umpama dala dalam m N langkah langkah terdapat n1 langkah ke kanan dan n2 langkah langkah ke kiri. Dari informas informasii ini kita mendapatkan bahwa + n (4.2) N = n 1 + n2
−
−
− ≤ ≤ ≤
Dan posisi partikel adalah
− − − − −
= n m = n1 n2 atau = n1 (N n1 ) atau = 2n1 N
(4.3)
Dari rumus di atas bisa kita simpulkan bahwa nilai m juga genap jika N bernilai genap dan m bernilai ganjil jika N ganjil. Seperti bab sebelumnya, kita berasumsi setiap langkah dilakukan secara independen atau tidak tergantung pada langkah sebelumnya. Jadi setiap langkah kita dapat memberikan peluang p p untuk langkah ke kanan dan q = 1 p untuk untuk langkah langkah ke kiri. Karen Karena a ada N langkah yang independen, maka peluang mendapatkan satu kejadian n1
−
Gerak Acak Dimensi Satu
31
ke kanan dan n2 ke kiri adalah perkalian dari p sebanyak n1 dan q sebanyak n 2 .
· · · · · p × q · q · q · · · q = p
p p p
sebanyak n 1
n1 n2
N − −n1 q = p n1 q N
(4.4)
sebanyak n2
Mendapatkan n1 langkah ke kanan dan n2 ke kiri bisa diperoleh dengan beberapa cara. Ini berhubungan dengan pengaturan langkahlangkah yang ke kanan dan ke kiri atau permutasi. Jika ada N langkah, maka perm permutasi utasi (banyaknya (banyaknya penga pengatura turan n N hal yang berbeda) berbeda) adalah N !. Kar Karena ena ada ada n1 dan n2 langkah-langkah yang sama, maka kita harus membagi N ! dengan banyaknya permutasi n1 dan n2 atau langkah sehingn1 !n2 !. Jadi banyaknya kemungkinan mendapatkan N langkah ga ada n1 ke kanan dan n 2 ke kiri adalah
M =
N ! N ! = !(N n1 !n2 ! n1 !( N n1 )!
− −
(4.5)
Sebagai contoh untuk N = 2 dan N = 3 ditunjukkan pada Gambar 4.2 dan Tabel Tabel 4.1. Pada Gambar Gambar 4.2 terliha terlihatt jel jelas as bah bahwa wa untuk mendapatkan m = 2 dengan N = 3 ada tiga cara atau jalur yang bisa dilalui atau digunakan. Dengan cara yang sama kita bisa memperoleh banyaknya cara atau jalur untuk m yang berbeda (lihat Tabel 4.1). Pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.1 ditunjukkan pula bahwa jika N ganjil, m juga bernilai ganjil dan jika N genap, m juga genap. Tabel 4.1: Jum Jumlah lah cara untuk mendapatka mendapatkan n per per-pindahan n 1 langkah ke kanan dan n2 langkah ke kiri. n1 n2 m cara
N = 2 2 1 0
0 1 2
2 0 -2
1 2 1
0 1 2 3
3 1 -1 -3
1 3 3 1
N = 3 3 2 1 0
Gerak Acak
32
Gambar 4.2: Pa Gambar Parti rtikel kel mulai dari titik x = 0 berpindah secara acak ke kanan dan ke kiri dengan probabilitas p dan q dan setiap langkah = 1. L = berjarak L
Jadi, prob Jadi, probabil abilitas itas untuk langkah n1 ke kan kanan an dip dipero eroleh leh den dengan gan mengalika menga likan n prob probabil abilitas itas untuk satu kejadian (Pers. (Pers. (4.4) (4.4))) denga dengan n banyaknya cara mendapatkan hal yang sama (Pers. (4.5)) adalah
N ! !(N n1 !( N n1 )!
W N N (n1 ) =
− −
n1 N N − −n1
× p
q
(4.6)
Probabil Proba bilita itass ini ber berhub hubung ungan an den denga gan n eks ekspan pansi si Bin Binomi omial al yan yang g mem mem-punyai bentuk sebagai berikut: N
N
( p + q ) =
N ! !(N n !( N n1 )! =0 1
n1
− −
× p
n1 N N − −n1
q
(4.7)
Oleh karena itu probabilitas yang dihasilkan oleh gerak acak ini adalah probabilitas Binomial. Kita mengetahui bahwa nilai m berhubungan langsung dengan nilai n1 atau m = 2n1 N . Ja Jadi di jika kita kita tah tahu u terdapat terdapat n1 langkah ke kanan, maka kita juga tahu nilai m. Den Dengan gan kata kata lain, mengetah mengetahui ui probabilitas n 1 , ini berarti juga kita mengetahui probabilitas untuk m. Jadi probabilitas untuk partikel pada posisi m adalah sama dengan probabilitas untuk n1 yaitu
−
P N N (m)
≡ W (n ) N N
1
(4.8)
Gerak Acak Dimensi Satu
33
(1//2)( 2)(N + m) dan n2 = (1 (1//2)( 2)(N N + N m), maka, probabilitas Karena n1 = (1 untuk posisi m adalah
−
N +m N m N ! (4.9) p 2 q 2 [(N [( + m))/2]![( 2]![(N N + m N m)/2]! Jika probabilitas p dan q sama, persamaan di atas menjadi lebih
P N N (m) =
−
×
− −
sederhana yaitu
1 ( )N (4.10) m)/2]! 2 = q = Contoh distribusi probabilitas gerak acak untuk N = 10 dan p p = q = P N N (m) =
N ! [(N [( + m))/2]![( 2]![(N N + m N
− −
0.5 ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambarr 4.3: Distr Gamba Distribus ibusii prob probabili abilitas tas gera gerak k acak dengan N = 10 dan = q = 0.5. p = p q = Dari probabilitas Pers. (4.9), kita dapat memperoleh nilai rata-rata yaitu
m = n − n n = pN N n = q qN m = ( p − q )N var((m) = m − m var 1
2
(4.11)
1
(4.12)
2
(4.13)
2
σ(m) = 2
N pq
2
= 4N pq
(4.14)
(4.15) (4.16)
Gerak Acak
34
Ketika N bernilai cukup besar, distribusi probabilitas terlihat akan lebih halus halus.. Jika N , nilai probabilitas W N N (n1 ) dapat diaproksimasikan dengan
→∞
W (n1 ) = W (
−
(n1 N p)2 2N pq
(4.17)
1 exp πσ 2 /2
(n1
n1 )2 σ 2 /2
(4.18)
√
atau
W (n1 ) = W (
− −
1 exp 2πNpq
−
Fungsi prob Fungsi probabil abilitas itas pers persamaa amaan n 4.9 memenu memenuhi hi sifa sifatt normal normalisas isasi. i. Untuk membuktikan hal itu kita menggunakan rumus Binomial (persamaan 4.7).
N
P N N (m) =
W N N (n1 )
n1 =0 N
=
n1
N ! pn1 q N −n1 !(N n !( N n1 )! =0 1
− −
= ( p + q )N = 1N = 1
(4.19)
Nilai rata-rata n1 adalah
n = 1
N
− − − − − − n1 W N N (n1 )
n1 =0 N
=
n1
n1 =0
N ! N − − n1 pn1 q N !(N n1 !( N n1 )!
N
=
n1
N ! N − − n1 [n1 pn1 ]q N !(N n !( N n1 )! =0 1
N
=
n1
N ! ∂p n1 N − n1 p q N − !(N n !( N n1 )! ∂p =0 1
∂ = p ∂p
N
n1
N ! N − − n1 pn1 q N !(N n !( N n1 )! =0 1
∂ ( p + q )N ∂p N − −1 = pN + q pN (( p p + q )N = pN
− −
= p
(4.20)
Gerak Acak Dimensi Satu
35 n1
= 1. di sini kita menggunakan n 1 pN = p ∂p∂p dan p + q = Dari hasil di atas maka dapat diperoleh nilai rata-rata n2 yaitu
n = N − − n = N − − n = N − − pN = qN sehingga m = ( p − q )N . 2
1
1
(4.21)
untuk menentukan variansi dari n1 , kita harus menentukan n21 ,
N
n = 1
− − − − − − − − n21 W N N (n1 )
n1 =0 N
=
n21
n1 =0
N ! N − − n1 pn1 q N !(N n1 !( N n1 )!
N
=
n1
N ! N − − n1 [n21 pn1 ]q N !(N n !( N n1 )! =0 1
N
=
n1
2
N ! ∂ p !(N n !( N n1 )! ∂p =0 1
∂ = p ∂p
2
N − −n1 pn1 q N
N
n1
N ! ∂ p !(N n !( N n1 )! ∂p =0 1
2 N − − n1 pn1 q N
2
∂ = p ( p + q p + q )N ∂p N − −1 = p + pN 1)( p p[[N ( p + q )N pN ((N 1)( p + q )N −2 ] = p + pN ((N 1)] = p = p[[ pN p[[N + pN pN 2 + (1 p p))N ] = ( pN pN ))2 + pqN = n1 2 + pqN
− −
− −
−
(4.22)
jadi,
var((n1 ) = n21 var
2
− n 1
= pqN
(4.23)
Standar deviasi yang diperoleh adalah
σn1 =
Standar deviasi relatif menjadi,
pqN
(4.24)
Gerak Acak
36
√
σn1 pqN = = n1 pN 1 N
√
q/p N
(4.25)
∝ √
(4.26)
Untuk menda Untuk mendapatk patkan an vari variansi ansi untuk m, kita menggunakan menggunakan hasil untuk variansi n 1 ,
var((m) = m2 var m2 = (2 (2n [( p [( n1 N )2 p q )N ]2 = 4n21 4n1 N + N + N 2 [(2 p 1) 1)N N ]2 = 4 n21 4N n1 + N 2 [(2 p 1) 1)N N ]2 = 4( pN )2 + 4 pqN 4 pqN 4 pN 2 + N 2 [4( pN )2 = 4 pqN
− − − − − − − − − − − − −
2
2
− 4 pN + N ]
(4.27)
deviasi standar, σ σ((m).
σ (m) = 2 pqN
(4.28)
Sekarang kita ingi Sekarang ingin n mempe mempelajar lajarii dist distribu ribusi si probabi probabilita litass untuk W N N (n1 ) 1, fungsi W N untuk nilai N yang besar. Untuk N N (n1 ) mempunyai ni = pN lai yang variasi besar di sekitar titik maksimumnya pada n1 = pN , maka kita tidak melakukan pendekatan secara langsung menggunakan Melainkan nkan kita menggunakan menggunakan logarithma logarithma dari W N W N N (n1 ). Melai N (n1 ) yang variasinya kecil. = n1 = pN , Menggunakan pendekatan Taylor di sekitar a a =
≫ ≫
ln[W N ln[W N (n1 )]
ln[W d ln[ W N N (n1 )] a) dn1
≈ ln[ ln[W )]+(n W (a)]+( n− N N
1
2 1 ln[W W N N (n1 )] 2 d ln[ + (n1 a) dn21 n1 = a 2
−
(4.29) = a ln[W Karena posisi n1 = a mempunyai nilai ln[ W N N (n1 )] maksimum, maka d ln[ ln[W W N N (n1 )] dn1
n1 = a
= 0.
Untuk mempermudah penurunan rumus, kita akan menggunakan,
= W = a A = W N a)) da dan N (n1 =
B =
−
ln[W d2 ln[ W N N (n1 )] dn21
ln[W W N Pendekatan untuk ln[ N (n1 )] menjadi,
(4.30) n1 =a
n1 =a
Gerak Acak Dimensi Satu
37
ln(W ln( W N N (n1 ))
≈ ln A − 12 B(n − a) 1
2
(4.31)
atau − 12 B(n1 −a)2
≈ Ae
W N N (n1 )
(4.32)
Menggunaan Rumus Stirling untuk factorial,
ln(x ln( x!)
≈ x ln x − x
ln(x d ln( x!) = ln x untuk x > 1 dx ln(W N ln(W ln(N !) !) N (n1 )) = ln(N
(4.33)
(4.34)
− ln( ln(n ln(N ln p n !) − ln( N − n )! + n ln p + (N − n ) ln q (4.35) 1
−
1
− −
1
1
−
−
ln(W ln( ln( N ) n1 ln( ln(n )ln(N )+n ln p +(N W N n1 ) (N n1 )ln( N n1 )+ n1 ln p+( N n1 ) ln q N (n1 )) = N ln(N (4.36)
Turunan pertama untuk persamaan di atas terhadap n 1 ,
ln(W d ln( W N N (n1 )) = dn1
− ln( − n ) + ln p ln(n ln(N − ln p − ln q n ) + ln(N 1
1
(4.37)
ln[W Untuk titik maksimum dari distribusi ln[ W N N (n1 )] terletak pada posisi ln[W d2 ln[ W N N (n1 )] dn21
=
n1 = a
− ln( − a) + ln p ln(a ln(N − ln p − ln q = = 0 a) + ln(N − a = q −
N
a
p
= pN a = pN = n1
(4.38)
(4.39)
(4.40)
Hasil ini sesuai dengan hasil sebelumnya. Turunan kedua adalah
ln[W d2 ln[ W N N (n1 )] = dn21 sehingga, koefisien B menjadi
− n1 − N −−1 n 1
(4.41) 1
Gerak Acak
38
ln[W 1 N d2 ln[ W N N (n1 )] = + B = dn21 a n1 = a 1 1 1 1 = + = + pN N pN pN qN + p 1 q + p = = pqN pqN 1 = 2 σ
−
− −
− a −
(4.42)
Koefisien A dengan melakukan proses normalisasi diperoleh,
A =
1 1 √ 2πNpq = √ 2πσ
(4.43)
2
Jadi dihasilkan sebuah distribusi Gauss,
W (n1 ) = W (
√
1
2πσ 2
exp
−
(n1
2
− n ) 1
2σ2
(4.44)
5
Energi Seperti yang dijelaskan pada Bab 1, dua konsep yang penting dalam fisika statistik adalah konsep probabilitas yang sudah dijelaskan pada Bab 2 dan konsep dinamika atau mekanika yang berhubungan dengan konsep energi. energi. Pa Pada da bab-bab berikutnya berikutnya konsep energi akan menjadi dasar untuk menentukan probabilitas sistem pada suatu keadaaan tertentu dan kemudian dari probabilitas tersebut sifat-sifat termodinamika dapat diperoleh. Dengan kata lain, kita dapat menentukan sifat makroskopik atau termodinamika dengan mengetahui energi yang terkandung dalam sistem, Bab ini akan membahas secara garis besar mengenai rumus-rumus energi ener gi ya yang ng pen pentin ting g dal dalam am for formul mulasi asi fisi fisika ka sta statis tistik tik.. Sua Suatu tu sis sistem tem makroskopik terdiri dari elemen-elemen kecil seperti elektron, atom, dan molekul. molekul. Set Setiap iap elemen elemen mem memili iliki ki ene energ rgii ya yang ng ter tergan gantun tung g dar darii sifat-sifat fisis elemen, sebagai contohnya adalah massa, muatan, momen dipol listrik, momen dipol magnet, dan spin. Energi untuk bendabenda mikroskopik dibagi menjadi (a) energi yang terkandung pada setiap benda, (b) interaksi dengan lingkungan atau potensial eksternal dan (c) interaksi interaksi antar benda. benda. Buku ini tidak tidak membahas sistem sistem dengan interaksi antar benda atau kita hanya membahas tentang sistem noninteracting (atau tidak saling berinteraksi). Perhat erhatikan ikan bahwa bahwa energi dala dalam m bentuk mekan mekanika ika klasik klasik selal selalu u ber ber-nilai kontinyu. Sedangkan, energi dalam teori kuantum biasanya bernilai diskrit. diskrit. Di sini kita akan membahas mengenai mengenai energ energii berb berbentuk entuk klasik terlebih dahulu sebelum kita meninjau energi dalam kuantum.
5.1 Mon Monoato oatom m atau atau Satu Satu Parti Partik kel Sebuah partikel atau atom dapat dimodelkan, karena ukurannya yang kecil, kec il, sebag sebagai ai sebuah sebuah ti titik tik pad pada a ru ruang ang dan dan ti tidak dak mem memili iliki ki uku ukuran ran.. Ja Jadi di
40
Energi
partikel atau atom ini hanya memiliki dua jenis energi yaitu energi gerak (kinetik) dan energi energi potensial. Untuk sebuah partikel bergerak bergerak mempunyai energi kinetik E K (nonrelativistik), ik), K (nonrelativist
1 2 1 1 2 + v + v E K vy2 + vz2 ] K = mv = mv v = m[vx + 2 2 2
·
(5.1)
Kita perhatikan energinya kontinu (sistem klasik) yang ditunjukkan dari nilai vx yang bisa bernilai bernilai berapa saja. Walaup alaupun un rumus ini untuk sistem klasik, rumus ini akan berguna untuk beberapa sistem yang kita akan pelajari. Energi potensial berhubungan dengan konsep gaya, contohnya gaya gravitasi, gaya listrik dan magnet, dan gaya elastisitas. Dari hukum Newton kedua menyatakan: F = = m = m m a = m
dv dt
(5.2)
Gaya yang menebabkan perubahan gerak benda biasanya tergantung tun g pad pada a pos posisi isi dan kec kecepa epatan tan.. Jik Jika a ga gaya ya han hanya ya tergantu tergantung ng pad pada a posisi r maka gaya tersebut adalah gaya konservatif dan dapat dihubungkan dengan sebuah gradien dari energi potensial φ φ((r). F(r) =
−∇ ≡ − φ
∂φ ∂φ ∂φ i + j +k ∂x ∂y ∂z
(5.3)
Untuk gaya konservatif, perubahan energi persatuan waktu atau daya adalah
dE K d K = [r F] dt dt = v F = v φ dφ = dt
·
·
− ·∇ −
(5.4)
atau
+ φ d(E K φ)) K + =0 dt
(5.5)
Ini berar berarti ti jumlah energi energi kinetik dan potensial potensial adalah adalah konstan atau dengan kata lain konservasi atau kekekalan energi mekanik.
Diatomik
41
N
E =
ǫi
(5.6)
i
di mana
ǫi =
1 2 + E elektronik mv + φ φ((ri ) + E elektronik 2 i
(5.7)
Energi elektronik E elektronik biasanya diang dianggap gap konst konstan, an, sehin sehingga gga elektronik biasanya bisa diabaikan. Jika partikel atom atau molekul berada di sebuah medan listrik E dan magnet B , Energi untuk momen dipol listrik adalah
E = Momen dipol magnet adalah
E =
−p · E
(5.8)
−µ · B
(5.9)
m
[Gambar interaksi antara medan listrik dan momen dipol permanen ataupun ataupun induksi. induksi. inga ingatt pinduksi = αE ] [Gambar interaksi momen dipol magnet dengan medan magnet.] Energi kinetik untuk banyak partikel untuk sistem dalam sebuah volume diberikan oleh N
E =
1
1 mi vi2 2
(5.10)
5.2 5. 2 Di Diato atomi mik k Untuk energi molekul yang berotasi,
h2 + 1) E rot J (J + rot = 8π2 I
(5.11)
Untuk partikel pada potensial harmonik atau model pegas atau vibrasi
1 E vib vib = (n + )hν 2
(5.12)
Energi total untuk satu molekul diatomik adalah
= E + E + E + E ǫi = E trans E rot E vib E pot trans + rot + vib +
(5.13)
42
Energi
5.3 Ener Energi gi dala dalam m Ku Kuant antum um Untuk sistem mikroskopik, energi tidak kontinu melainkan terkuantisasi atau diskrit. Untuk contoh yang sederhana adalah partikel dalam sumur potensial potensial yang berbentuk berbentuk kotak kotak.. Bany Banyangk angkan an part partikel ikel berada pada sebuah kotak tertutup tertutup tanpa potensial potensial di dala dalamnya mnya.. Po Potensi tensial al bernilai batas kotak sehingga partikel terkekang dalam kotak tersebut.. Ump sebut Umpama ama partikel partikel berada pada sebuah kotak dengan dengan panjang Energ rgii par partik tikel el dal dalam am kot kotak ak yang dip dipero eroleh leh dengan dengan Lx , Ly dan Lz . Ene menyelesaikan persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger yaitu
∞
n2y h2 n2x n2z + + E trans trans = 8m L2x L2y L2z
(5.14)
6
Jenis Sistem Equilibrium
Sebelum kita membahas sifat-sifat mikro maupun makro suatu sistem, kita akan memba membahas has secara sing singkat kat tentang jenis-jenis jenis-jenis sist sistem em dalam keadaan keadaan ekulibrium. ekulibrium. Secar Secara a umum ada tiga situasi yang kita akan pelajari yaitu: sistem tertutup dan terisolasi diberi nama sistem kanonik kecil kecil ( (microcanonical microcanonical), ), sistem tertutup atau kanonik kanonik ( (canonicanonical)) dan sistem terbuka atau kanonik cal atau kanonik besar ( besar ( grand grand canonical canonical). ). Pemb embag agian ian tig tiga a jen jenis is sis sistem tem den dengan gan ilu ilustr strasi asi ditunjuk ditunjukkan kan pad pada a Gam Gam-bar 6.1.
Gambar 6.1: Tiga jenis sistem yang dipelajari: (a) sistem tertutup dan terisolasi, (b) sistem tertutup dan (c) sistem terbuka Dengan Denga n men menget getahu ahuii jen jenis is ini ini,, kit kita a aka akan n men menent entuka ukan n sif sifatat-sif sifat at mikro dan makro. makro. Kar Karena ena setiap setiap jen jenis is sis sistem tem menghasi menghasilka lkan n for formul mulasi asi yang berbeda dan persamaan yang menghubungkan sifat mikro dan makro juga berbeda. Sistem tertutup dan terisolasi (kanonik kecil) merupakan sistem yang tidak ada kontak dengan sumber panas dan sumber partikel atau terisolasi dari lingkungan. Secara fisis, dinding kontainer memiliki sifat insulating dan impermeable. Pada Gambar 6.1(a) sistem dikelilingi oleh dinding dua rangkap (dinding insulating dan dinding impermeable). Denga Dengan n kata lain, sistem tertutup tertutup dan teri terisolas solasii tida tidak k bisa ber-
44
Jenis Sistem Equilibrium
tukar energi atau maupun partikel dengan lingkungan atau sumber panas.. Pa panas Pada da kead keadaan aan ini berar berarti ti energi sistem E dan jumlah partikel selalu konstan. Tida Tidak k ada fluktuasi energi energi maupun jumlah jumlah N akan selalu partikel. Jika dinding kontainer memiliki sifat impermeable saja , maka sistem hanya dapat bertukar panas/energi saja dan jumlah partikel konstan. Pada situasi ini kita memiliki sistem tertutup (kanonik). Karena sistem memiliki kontak dengan sumber panas (atau lingkungan) maka energi sistem akan mengalami fluktuasi. Tetapi pada keadaan ekuilibrium ilib rium temperatur temperatur sistem sistem dan lingkungan lingkungan akan sama. Jad Jadii siste sistem m memiliki N dan T konstan. Sistem Siste m terbuka adal adalah ah sistem yang bisa bertukar bertukar partikel partikel dan ener ener-gi atau pan panas as den denga gan n lin lingk gkung ungan an (su (sumbe mberr pan panas as dan partik partikel) el).. Jika ada pertukaran partikel dan panas, maka terjadi fluktuasi energi dan jumalah partikel. Tetapi secara rata-rata, temperatur dan jumlah rata-rata partikel akan tetap konstan.
7
Sistem Kanonik Kecil
Pada bab ini kita akan membahas tentang sistem yang tertutup dan terisolasi atau kanonik kecil (microcanonical (microcanonical). ). Ini berar berarti ti tidak tidak ada pertukaran energi (atau panas) ataupun partikel antara lingkungan dan sistem. Sistem ini dikarakterisasi secara makroskopik dengan nilai N (jumlah partikel), V (volume sistem) dan E (energi sistem) yang konstan. Dengan kata lain secara termodinamika sistem ini dalam keadaan ekuilibrium dan tidak ada perubahan energi E terhadap terhadap waktu.
Gambar 7.1: Sistem tertutup dan terisolasi Umpama sistem yang kita pelajari ini terdiri dari N partikel partikel dan tidak saling berinteraksi (non-interacting (non-interacting particle) particle) maka energi totalnya adalah
E =
ni ǫi
(7.1)
i
di mana ni merupakan merupakan juml jumlah ah par partikel tikel yang memil memiliki iki energ energii ǫi . Jumlah partikel seluruhnya harus sama dengan N = i ni .
Sistem Kanonik Kecil
46
Energi setiap partikel bernilai diskrit (secara kuantum), tetapi karena tingkatan energi setiap partikel cukup rapat, energi totalnya bisa dianggap kontinyu. Secara makroskopik, makroskopik, kita tidak melihat energi dalam dala m yang diskrit. diskrit. Begi Begitu tu pula untuk sistem sistem dengan sistem yang saling berinteraksi, walaupun total energi bukan merupakan Persamaan (7.1), energi total dapat dikatakan kontinyu. Secara Secar a mikr mikroskop oskopik, ik, kare karena na kita memiliki memiliki bany banyak ak sekal sekalii jumla jumlah h partikel, ada banyak sekali cara sistem untuk membentuk keadaan dengan energi total yang sama E atau nilai energi yang tidak bisa dibedakan dibed akan secara makroskop makroskopik. ik. Atau dengan dengan kata lain banyak cara mendistribusikan energi total ke semua partikel. Setiap cara distribusi atau keadaan yang membentuk energi E disebut dengan keadaan dengan keadaan mikro atau mikro atau status mikro atau konfigurasi (microstate (microstate). ). Sistem dengan partikel part ikel yang sali saling ng beri berintera nteraksi, ksi, juga terdapat terdapat bany banyak ak cara untuk mendapatkan energi yang sama. Setelah mengetahui semua keadaan mikro, pertanyaan yang ingin kita jawab adalah berapa probabilitas setiap keadaan mikro? Ω(N Jumlah keadaan mikro , Ω( N , V , E ) , merupakan fungsi N , V dan E . Nantinya dari jumlah inilah kita akan gunakan untuk menghubungkan dengan sifat termodinamika. Jika kita tahu semua konfigurasi atau keadaan mikro suatu sistem, maka secara statistik kita dapat mempelajari sistem tersebut. Kemungkinan besar, kita hanya bisa mengetahui keadaan mikro sistem dan kita tidak mengetahui keadaan mikro yang mana yang lebih dominan. domin an. Seper Seperti ti yang sudah dijelaska dijelaskan n pada bab II, bahwa jika bahwa jika kita tidak memiliki informasi tentang probabilitas kejadian maka kita anggap setiap kejadian memiliki probabilitas yang sama. sama . Jadi asumsi dasar yang digunakan untuk sistem terisolasi adalah ”Semua ” Semua keadaan mikro (microstate) atau konfigurasi yang bisa diakses diasumsik sum sikan an mem mempun punyai yai pro probab babili ilitas tas yan yang g sam sama a.” Sekarang dengan asumsi ini, umpama jumlah keadaan mikro / konfigurasi yang bisa diakses adalah Ω, maka probabilitas menemukan sistem pada keadaan mikro tertentu (microstate) adalah
P s =
1/Ω 0
jika s bisa diakses jika s tidak tidak bisa bisa diakses diakses
(7.2)
di mana s adalah indeks untuk keadaan mikro. Normalisasi probabilitas tentunya menghasilkan s P s = 1. Keadaan yang bisa diakses sistem tentunya adalah keadaan yang memiliki energi E . Setelah mengetahui probabilitas, pertanyaan yang harus dijawab
47 adalah bagaimana menghubungkan keadaan mikro dengan sifat-sifat termodinamika. Penurunan hubungan entropi dengan Ω berikut ini mengikuti Phatria. Umpama ada dua sistem yang ekuilibrium dengan energi E A dan Jumlah ah keadaan mikro/konfigu mikro/konfigurasi rasi sisE B (sistem A dan sistem B ). Juml tem A dan B adalah ΩA (N A , V A , E A ) dan ΩA (N B , V B , E B ). Du Dua a sist sistem em ini kemudian didekatkan dan saling berkontak sehingga terjadi pertukaran kara n pana panass seper seperti ti ditunjukkan ditunjukkan pada Gambar 7.2. Ener Energi gi total dua sistem ini adalah
+ E E A+B = E A + E B
(7.3)
Gambar 7.2: Dua sistem tertutup Gambar tertutup dan terisolas terisolasi, i, A dan B yang didekatkan dan terjadi pertukaran panas.
Banyaknya keadaan mikro kedua sistem ini, karena kedua sistem yang independen maka
ΩA+B = ΩA (E A )ΩB (E B ) = ΩA (E A )Ω( )Ω(E E A+B
− E ) A
(7.4)
Terlihat bahwa ΩA+B tergantung pada E A . Sekar Sekarang ang pertanya pertanyaanannya berapa nilai E A sehingga kedua sistem dalam keadaan ekuilibrium?
Sistem Kanonik Kecil
48
Ini terjadi jika nilai E A memaksimumkan jumlah keadaaan mikro ΩA+B . Seperti halnya entropi yang selalu menuju ke entropi yang lebih tinggi dan mencapai nilai maksimum. Pada keadaan ekuilibrium, energi sistem E A diperoleh dengan kondisi turunanya sama dengan nol yaitu
∂ ΩA ∂ ΩB ∂E B ΩB + ΩA =0 ∂E A ∂E A ∂E A Karena E B = E A+B
− E maka A
∂E B ∂E A
=
(7.5)
−1,
∂ ΩA ∂ ΩB ΩB = ΩA ∂E A ∂E A
(7.6)
1 ∂ ΩA 1 ∂ ΩB = ΩA ∂E A ΩB ∂E A
(7.7)
ln ΩA ln ΩB ∂ ln ∂ ln = ∂E A ∂E A
(7.8)
atau
atau
Karena kedua sisi persamaan ini merupakan fungsi dari variabel yang berbeda, maka supaya keduanya memiliki nilai yang sama, maka keduanya harus bernilai konstan. Kita memberi simbol konstantanya adalah β , Jadi
1 ∂ ΩA = β ΩA ∂E A
(7.9)
Secara Seca ra um umum um in inii be berl rlak aku u ju juga ga un untu tuk k se semu mua a si sist stem em,, kita kita ak akan an me meng ng-hilangkan subscript A . Nilai β ini tergantung pada suhu T . Unt Untuk uk mendapa mendapatka tkan n hub hubuungannya kita lihat persamaan termodinamika,
∂S ∂E
= N,V
1 T
(7.10)
49
S adalah adalah entropi sistem. ∆S 1 = = Konstan ∆ l n Ω βT
(7.11)
Sekarang denga Sekarang dengan n meng mengetahu etahuii prob probabil abilitas itas ini, baga bagaimana imana menghubungkan hubung kan dengan sifat-sifat sifat-sifat makronya? makronya? jaw jawabann abannya ya terl terletak etak pada definisi entropy yang menyatakan bahwa
S = k ln Ω
(7.12)
di mana k adalah konstanta konstanta universal, universal, Boltz Boltzmann. mann. Jad Jadii nilai β = Konstanta Konsta nta ini akan sering digunaka digunakan n untuk mendapatkan mendapatkan sifat sifat termodinamika suatu sistem. Persamaan di atas berhubungan dengan definisi entropi. Substitusi probabilitas (Persamaan (7.2) pada definisi ketidakpastian, menghasilkan 1 kT .
Ω
H =
− i=1
1 ln Ω
1 = k = Ω kΩ Ω
= ln ln Ω = S/k
× Ω1 ln Ω
(7.13)
(7.14)
atau
S = k kH H
(7.15)
Dengan hubung Dengan hubungan an ini, kita bisa mengg menggunaka unakannya nnya untuk menentukan sifat-sifa sifat-sifatt makr makro o lain lainnya. nya. Untu Untuk k menur menurunka unkan n sifa sifat-si t-sifat fat lainnya, kita memulai dengan menulis diferensial untuk entropi yaitu,
dS = k
ln Ω ln Ω ln Ω ∂ ln ∂ ln ∂ ln + k dE + k dV + k dN ∂E ∂V ∂N
(7.16)
Dengan membandingkan definisi diferensial untuk termodinamika yaitu
= dS =
dE pdV + T T
− µdN T
(7.17)
Sistem Kanonik Kecil
50
, kita mendapatkan hubungan sebagai berikut.
T =
− − ∂S k ∂E
∂S ∂V
P = T µ =
T
−1
=
V,N
E,N
=
kT
E,V
(7.18)
V,N
ln Ω ∂ ln ∂V
= k kT T
∂S ∂N
−1
∂ ln Ω ∂ ln k ∂E
(7.19)
E,N
ln Ω ∂ ln ∂N
(7.20)
E,V
Untuk turunan parsial untuk S terhadap N, kita dapat menggu∂S = S (N + + 1) S (N ). nakan definisi ∂N Sebuah Sebua h cont contoh, oh, untuk untuk gas Max Maxwellwell-Boltz Boltzmaan, maan, jumlah jumlah keada keadaan an mikmikro yang bisa diakses adalah
−
N/2 2 N Ω(E , V , N ) = C E 3N/ Ω(E V
(7.21)
Logaritma persamaan ini menghasilkan,
lnΩ(E lnΩ( (3N/2)ln 2)ln E + N + N ln ln V + ln(C ln(C ∆V ) ) E , V , N ) = (3N/ V +
(7.22)
Dengan menggunakan Persamaan (7.18) dan (7.19), kita kemudian mendapatkan termperatur sistem
T =
2E 3N k
(7.23)
atau
U = E =
3N kT 2
(7.24)
dan tekanan
N P = k kT T V
(7.25)
atau
P V = N kT
(7.26)
Rumus-rumus ini yang kita telah pelajari di termondinamika.
51
Ringkasan Bab ini telah menjel menjelaska askan n prosed prosedur ur untuk menda mendapatk patkan an sifa sifat-si t-sifat fat ter ter-modinamik modin amika a dari keadaan mikr mikroskop oskopik ik untuk sistem kanon kanonik ik keci kecill (tertutup dan terisolasi).
• Jumlah keadaan mikro yang dapat diakses adalah Ω( Ω(N N , V , E ) • Nilai Ω( Ω(N N , V , E ) berhubungan dengan sifat termodinamika melalui entropi di mana S = k ln Ω.
• Dengan mengetahui entropi, kita memperoleh sifat-sifat termodinamika yang lain menggunakan
T =
− ln Ω ∂ ln k ∂E
P = k kT T µ =
kT
−1
V,N
∂ ln Ω ∂ ln ∂V
ln Ω ∂ ln ∂N
E,N
(7.27) E,V
Hubungan jumlah keadaan mikro dengan sifat-sifat termodinamika ditunjukan pada Gambar 7.
52
Sistem Kanonik Kecil
Gambar 7.3: Hubun Gambar Hubungan gan jumlah keadaan mikro/konfigu mikro/konfigurasi rasi dengan sifat-sifat termodinamika.
8
Sistem Kanonik
Bab sebelumnya kita telah membahas sistem tertutup dan terisolasi. Kita telah menghubungkan sifat atau keadaan mikro dengan sifat termodina termo dinamika mika melalui definisi entropi. entropi. Jika kita perhatikan perhatikan seca secara ra menyeluruh, kita mengerti bahwa dengan menggunakan satu asumsi dasar tentang probabilitas keadaan mikro dan jumlahnya, kita kemudian dapat menurunkan sifat-sifat makroskopik. Dengan asumsi sederhana dan cara yang hampir sama kita pada bab ini akan mempelajari sistem tertutup atau sistem kanonik yang mempunyai mempu nyai kontak kontak dengan sumber panas atau lingkunga lingkungan. n. Sist Sistem em tertutup tertu tup ini memil memiliki iki jumlah part partikel ikel,, volu volume me dan temp temperatu eraturr yang konstan. konst an. Karen Karena a sistem dalam keadaan ekuilibrium ekuilibrium dengan sumber panas, hukum termodinamika ke nol menyatakan temperatur sistem harus sama dengan sumber panas. panas. Walaup alaupun un temperatur temperatur konstan, konstan, energi sistem akan berfluktuasi karena aliran energi keluar dan masuk sistem. Karena Kar ena ener energi gi ti tidak dak kon konsta stan, n, maka maka sec secar ara a sta statis tistik tik kit kita a dap dapat at mengmengatakan atak an bahw bahwa a setia setiap p energ energii tert tertentu entu memil memiliki iki prob probabil abilitas itas tert tertentu entu Dengan n kata lain, probabilita probabilitass merup merupakan akan fungsi fungsi dari energi P ((E ). Denga P sistem siste m atau kead keadaan aan mikro. Untu Untuk k mempermudah mempermudah penjelasan, penjelasan, kita akan membahas terlebih dahulu sistem yang berenergi diskrit. Seperti bab sebelumnya, kita menggunakan asumsi bahwa semua keadaan mikro yang mempunyai energi yang sama diasumsikan mempunyai probabilitas yang sama. Asumsi merefleksikan ketidakpeduliketidakpedulian atau ketidaktahuan tentang apa yang terjadi pada sistem. Dengan cara yang hampir mirip dengan cara di bab sebelumnya, fungsi P P ((E ) yang memenuhi keadaan sistem ekuilibrium dengan sumber panas ditentukan dengan memperhatikan dua sistem yang identik tetapi dalam dalam keadaan mikro yang berbeda. berbeda. Kita perhatika perhatikan n dua sistem yang identik yang berhubungan atau kontak dengan sumber panas yang sama (lihat Gambar 8.2. Karena dua sistem ini merupak-
Sistem Kanonik
54
Gambar 8.1: Sist Gambar Sistem em tertutup tertutup dan pert pertukar ukaran an panas deng dengan an sumber panas atau lingkungan.
an sistem yang identik maka kedua sistem ini memiliki karakteristik temperatur yang sama. Untuk Untu k mempe memperjel rjelas as penur penurunan unan rumu rumus, s, kita akan mengg menggunaka unakan n notasii yait notas yaitu u prob probabil abilitas itas untuk sist sistem em A deng dengan an energ energii E A adalah P A (E A ) dan probabilitas untuk sistem B dengan energi E B adalah P B (E B ). Jika kita mempe mempertim rtimbang bangkan kan siste sistem m gabu gabungan ngan atau kompo komposit sit kedua sistem A + B , maka probabilitas sistem komposit ini adalah P A+B (E A+B ). Kita menganggap energi interaksi antara partikel di sistem A dengan partikel di sistem B sangat kecil dibandingkan dengan energi sistem E A dan E B . Jadi kita bisa menggunakan energi total sistem komposit adalah jumlah energi kedua sistem atau
+ E E A+B = E A + E B
(8.1)
Jadi probabilitas sistem komposit merupakan fungsi E A dan E B yaitu
+ E P A+B (E A+B ) = P A+B (E A + E B )
(8.2)
Ini berarti probabilitas sistem komposit adalah probabilitas sistem dan sistem sistem B dengan energi E B . Ka Kata ta ”dan ”dan”” di A dengan energi E A dan kalimat sebelumnya menunjukkan bahwa ini merupakan irisan dari dua kejadian A dan B atau P Karena a kejadian kejadian sistem P ((A(E A)B (E B )). Karen A berenergi E A dan sistem B berenergi E B merupakan kejadian yang
55
Gambar 8.2: Dua sistem tertutup Gambar tertutup dengan pertukaran pertukaran panas dengan sumber panas atau lingkungan.
terpisah atau independent atau kedua sistem itu tidak saling mempengaruhi, maka probabilitas kejadian keduanya adalah
P (AB P ( AB)) = P P ((A)P P ((B )
(8.3)
atau
+ E P A+B (E A + E B ) = P A (E A )P B (E B )
(8.4)
P ((E ), mari kita lihat Sebelum kita melanjutkan penurunan fungsi P terlebih dahulu sebuah fungsi g g((x + y ) di mana x dan y merupakan dua + y variabel vari abel yang indep independent endent.. Turu Turunan nan parsial untuk g g((x + y)) terhadap (x + + y y)) adalah sebagai berikut: + y + y dg (x + y dg( y)) dg dg((x + y y)) ∂ (x + y)) ∂g( ∂g (x + y)) = = + y d(x + y y)) d(x + y)) ∂x ∂x
(8.5)
Dengan cara yang sama, tetapi untuk variabel y , kita juga memperoleh
+ y + y dg (x + y dg( y)) dg dg((x + y y)) ∂ (x + y)) ∂g( ∂g (x + y)) = = + y d(x + y y)) d(x + y)) ∂y ∂y
(8.6)
Jadi jika kita turunkan P A+B (E A + E B ) terhadap (E A + E B ) dan menggunakan hasil sebelumnya, kita mendapatkan
Sistem Kanonik
56
+ E dP A+B (E A + E B ) dP A(E A ) = P B (E B ) = P A′ (E A )P B (E B ) + E d(E A + E B ) dE A
·
(8.7)
(8.8)
dan juga
+ E dP A+B (E A + E B ) dP B (E B ) = P A (E A ) = P A (E A )P B′ (E B ) + E d(E A + E B ) dE B
·
dari kedua persamaan adalah sama maka
P A′ (E A ) P B′ (E B ) = P A (E A ) P B (E B )
(8.9)
Kita perhatikan bahwa sisi kiri persamaan di atas hanya tergantung pada sistem A saja dan sisi sebelah kanan hanya tergantung pada sistem B saja. saja. Kar Karena ena nilai nilai energi energi E A dan E B bisa bernilai apa saja dan supaya kedua sisi selalu sama, maka kedua sisi tidak boleh tergantung pada energi E A ataupun E B . Ini berar berarti ti satu satuny satunya a ca ca-ra agar kedua sisi bisa sama adalah dengan menyamakan persamaan dengan denga n sebua sebuah h konst konstanta. anta. Kita akan menyebut konstanta konstanta β , untuk lebih jelasnya mengapa dipilih nilai negatif akan terungkap pada pen jelasan berikutnya. Jadi,
−
P A′ (E A ) P B′ (E B ) = = P A (E A ) P B (E B )
−β
(8.10)
atau
P A′ (E A ) =
−βP (E ) A
A
(8.11)
atau solusi persamaan diferensial ini adalah sebuah fungsi exponensial yaitu
−
P A (E A ) = C A exp( βE A )
(8.12)
Faktor C A dan β akan diten ditentuka tukan n kemud kemudian. ian. Sebag Sebagai ai cata catatan tan faktor C A tergantung pada komposisi dari sistem A. Tetapi nilai nilai β tidak tergantung pada komposisi sistem. merupakan kan suatu yang ”ide ”identik ntik”” untuk dua sistem. Jad Jadii pert pertaaβ merupa nyaannya? nyaa nnya? apa yang sama? sama? jika kita kita perhatikan perhatikan keduanya keduanya mempumempunyaii hal yang sama yaitu nya yaitu sum sumber ber panas panas yan yang g sam sama. a. Den Denga gan n ar artia tian n bahwa nilai beta berhubungan dengan sumber panas. Karena sumber
57 panas dalam keadaan ekuilibrium dengan sistem dan bersuhu T maka berhubungan dengan suhu T . β berhubungan Karena sistem A dan B adalah sembarang, kita mengubah notasi tanpa subscript subscript agar untuk lebih umum. Jad Jadii prob probabil abilitas itas sistem menjadi
= C exp( exp( βE P (E ) = C P ( βE ))
−
(8.13)
Nilai C disini kita tentukan dengan ketentuan bahwa total probabilitas semua kejadian adalah satu, seperti sudah dijelaskan pada Bab II. Jadi dengan syarat ini, nilai C ditentukan dengan,
P (E k ) = C P (
k
−
exp( βE k ) = 1
k
maka nilai C adalah
C =
exp( βE βE ))
−
−1
(8.14)
= Z −1
(8.15)
di mana Z merupakan suatu kuantitas yang dikenal dengan fungsi partisi yaitu partisi yaitu
Z =
−
exp( βE k )
k
(8.16)
Sistem klasik dengan nilai energi sistem yang kontinu, probabilitasnya diperoleh dengan mengganti pemjumlahan ( ) dengan integral dan probabilitas P Kerapatan atan probabilit probabilitas as P ((E ) dengan f f ((E )dE . Kerap untuk energi kontinyu yaitu
f (E ) = f (
1 exp( βE βE )) Z
−
(8.17)
di mana fungsi partisi diberikan oleh
· · · ∞
Z =
−∞
V
exp( βE βE ))d3 r1
−
3
···d v
N
(8.18)
Perlu diingat bahwa energi sistem klasik tergantung pada kecepatan dan posisi setiap partikel (vk danrk ) . Setelah mengetahui fungsi probabilitas P P ((E ) untuk energi sistem makroskopik. Seperti yang diE , bagaimana mendapatkan sifat-sifat makroskopik. jelaskan sebelumnya bahwa apa yang kita lihat secara makro adalah nilai rata-rata. Jadi untuk mendapatkan sifat fisis, kita menggunakan definisi rata-rata.
Sistem Kanonik
58
Kuantitas yang sering Kuantitas sering digu digunaka nakan n dala dalam m termodina termodinamika mika adal adalah ah enerenergi dalam yang didefinisikan didefinisikan sebagai sebagai energ energii rata rata-rat -rata a sist sistem. em. Ener Energi gi dalam dihitung dengan,
U = E =
− −
E k P P ((E k )
k
=
1 E k exp( βE k ) Z
k
= = = =
1 Z
−
−
E k exp( βE k )
k
1 Z
∂ exp( βE k ) ∂β
k
1 ∂ Z ∂β
−
−
exp( βE k )
k
− Z 1 ∂Z ∂β
(8.19)
atau
U =
ln Z − ∂ ln ∂β
(8.20)
Sekarang kita gunakan rumus energi dalam untuk menentukan nilai parameter β . Untu Untuk k ini kita gunakan contoh sederhana sederhana yaitu yaitu sistem gas monoatomik yang terdiri dari N atom yang tidak saling berN N (1//2) 2)mv interaksi. Energi sistem ini adalah E = i E i = i (1 mvi2 . Proba1 bilitas sistem ini dengan energi E adalah f f ((E ) = Z exp(( βE exp βE )) dengan fungsi partisi,
· · · ∞
Z =
d3 r1
V
−∞
3
−
N exp(
···d v
β [
−
E i ])
(8.21)
i
Substitusi energi total, fungsi partisi menjadi
· · ·
Z =
−∞
V
N
∞
3
d r1
3
(1/2) 2)mv β (1/ mv12 )
· · · d v exp(− 1
(8.22)
Kita perhatikan bahwa fungsi probabilitas tidak tergantung pada posisi dan kita dapat mengintegralkan semua variabel ruang. Dengan menggunakan sifat eksponensial,
59
exp(v12 + exp(v
· · · + v
2 N )
= exp(v exp(v12 )
2 N )
· · · exp( exp(vv
(8.23)
Fungsi partisi dapat disederhanakan menjadi, N
Z = V
∞
3
2
−
(1/2) 2)mv d v exp( β (1/ mv )
−∞
N
(8.24)
Kemudian dengan menggunakan v 2 = v x2 + vy2 + vz2, kita memperoleh N
Z = V
N
∞
3
d v exp(
−∞
(1/2) 2)m + v + v β (1/ m[vx2 + vy2 + vz2 ])
−
(8.25)
Karena variabel v x , vy dan vz adalah variabel yang independen, maka integral di atas dapat disederhanakan menjadi perkalian integral yaitu
Z = V
N
∞
dvx exp(
−∞
= V
N
2 π 2π βm
−
(1/2) 2)mv β (1/ mvx2 )
3N
3N
(8.26) (8.27)
Dari fungsi partisi ini dan dengan persaman untuk energi dalam, kita mendapatkan
ln V N ∂ ln U =
−
2π βm
3N/ N/2 2
∂β ln V + (3N/ (3N/2) 2) ln ln(2 (2π/m ∂ [N ln π/m)) = ∂β 3N = 2β
−
− (3(3N/ 2)ln β ] N/2)ln (8.28)
Jika kita bandingkan energi dalam untuk gas monoatomik dengan volume V adalah U = 32 N kT , maka kita mendapatkan
U =
3N 3 = N kT 2β 2
Sehingga β berhubungan dengan T melalui,
(8.29)
Sistem Kanonik
60
β =
1 kT
(8.30)
Jadi seper Jadi seperti ti yang dike dikemukak mukakan an sebel sebelumnya umnya bahw bahwa a para parameter meter β berkaitan dengan temperatur sistem dan sumber panas. Di atas telah ditentukan persamaan untuk energi dalam dengan fungsi partisi. Sekarang kita akan mencari kuantitas yang bisa diukur secara makro atau termodinamika. Kita memulai dengan pernyataan bahwa fungsi partisi hanya tergantung pada variabel independen β dan volume V , jadi fungsi partisi merupakan fungsi dari β dan V atau Z (β, V V )). ln(Z Dari teorema kalkulus, diferensial dari ln( Z ) adalah
ln Z ln Z ∂ ln ∂ ln ∂ + dβ + dV ∂β ∂V ln Z ∂ ln ∂ = U dβ + + dV ∂V
d ln Z =
−
+ βdU Dan menggunakan d(U β ) = U dβ + β dU atau kita memperoleh, d ln Z =
(8.31)
(8.32)
−U dβ = −d(U β ) + β βdU dU ,
ln Z ∂ ln ∂ −d(U β ) + β + βdU + dU + dV ∂V
+ U β ) = β + d(ln Z + U βdU dU +
ln Z ∂ ln dV ∂V
(8.33) (8.34)
= 1/kT , β = dengan menggunakan β ln Z ∂ ln + U β ) = dU + kT kT d(ln Z + U dU + kT dV ∂V
(8.35)
Dari hubungan ini dan hukum pertama termodinamika yang menyatakan
+ P dV T dS = dU + P
(8.36)
dan dengan menyamakan bagian perbagian dari persamaan ini, kita mendapatkan hubungan kuantitas-kuantitas termodinamika yaitu
+ βU )) dS = k kd d(ln Z + βU ln Z ∂ ln P = k kT T ∂V
(8.37) (8.38)
61 Jadi
= k ln Z + kβ + kβU + C S = k U + C
(8.39)
Di mana C adalah adalah sebuah konstanta konstanta integrasi. integrasi. Dari hukum tertermodinamika ketiga menyatakan bahwa entropi sama dengan nol jika temperature nol, atau dengan kata lain konstanta integrasi juga sama dengan nol, C = 0 Definisi energi bebas Helmholz yaitu
−− − − − − −
F = U T S = U T + kβU T [[k ln Z + kβ U ] = U T + k(1 (1/kT T [[k ln Z + k /kT ))U ] = kT ln ln Z atau
(8.40)
(8.41)
(8.42) (8.43)
−βF = ln Z , atau dengan kata lain = exp(−βF Z = βF ))
(8.44)
Ini menyatakan fungsi partisi berhubungan erat dengan energi bebas Helmholtz. Helmholtz. Ini dapat dig digunaka unakan n sebag sebagai ai defini definisi si alternatif alternatif untuk formulasi fisika statistik. Ketidakpastian atau uncertainty kita lihat bagaimana hubunganya dengan kuantitas fisis.
H =
− −
P (E k ) ln P P ( P ((E k )
(8.45)
k
=
k
=
1 exp( βE k )[ ln Z Z
1 ln Z Z
−
k
−
− βE ]
1 exp( βE k ) + β + β Z
−
= ln Z + βU + βU = S/k
k
−
E k exp( βE k )
k
(8.46)
(8.47) (8.48)
(8.49)
atau
S = k kH H
(8.50)
Sistem Kanonik
62
Persamaan ini menyatakan bahwa entropi merupakan tidak lain dari ketidakpastian tentang sistem itu atau dalam arti fisisnya adalah ukuran ketidakteraturan sistem. Jika kita bisa mengingat kembali apa yang kita telah lakukan kita bisa simpulkan, simpulkan, dengan defini definisi si dan asums asumsi-as i-asumsi umsi sederhana sederhana tentang sistem fisis (dengan menggunakan prinsip ketidaktahuan) kita dapat menurunkan persamaan-persaman yang menghubungkan antara sistem mikroskopik dengan sistem makroskopik, dengan kata lain kita telah menurunkan hubungan antara fisika statistik dan termodinamika.
Ringkasan Probabilitas suatu sistem dengan energi E adalah
1 exp( βE βE )) (diskrit) Z
−
P (E ) = P (
atau
1 exp( βE βE )) (kontinyu) Z
−
f (E ) = f (
di mana fungsi partisi diberikan oleh
Z =
− · · ·
exp( βE k )
k
atau
∞
Z =
−∞
exp( βE βE ))d3 r1
V
−
3
···d v
N
Jadi secara ringkas, persamaan yang menghubungkan fungsi partisi dengan sifat makro adalah
U =
ln Z − ∂ ln ∂β
S = k kH H + kβ U S = k ln Z + kβ ln Z F = kT ln = exp( βF Z = βF )) ln Z ∂ ln P = k kT T ∂V
−
−
63
Gambar 8.3: Ringkasan .
9
Sistem Kanonik Besar
Bab ini seperti sebelumnya penentukan probabilitas keadaan mikro suatu sistem yang ekuilibrium dengan kontak dengan lingkungan. Di bab ini selain sistem berkontak dengan sumber panas, sistem juga berkontak dengan sumber partikel seperti diilustrasikan pada Gambar 9.1.. Ini berarti 9.1 berarti sistem sistem tid tidak ak han hanya ya dap dapat at ber bertuk tukar ar pan panas as,, tap tapii jug juga a bertuk ber tukar ar par partik tikel. el. Sis Sistem tem ini dis disebu ebutt den dengan gan sistem sistem ka kanon nonik ik bes besar ar grand canonical). canonical). Karena terjadi pertukaran panas dan partikel (atau grand (atau antara sistem dan lingkungan (sumber panas dan partikel) maka akan terjadi fluktuasi panas (atau temperatur) dan jumlah partikel pada sistem. Tetapi sistem dalam keadaan ekuilibrium sehingga total ratarata panas (atau rata-rata temperatur) dan jumlah rata-rata partikel akan aka n kon konsta stan. n. Den Dengan gan kata kata lai lain n sis sistem tem kanonik kanonik besar besar ini dapat dapat dikarakterisasi dengan volume V , , temperature T dan jumlah rata-rata (V,T, partikel N . Sistem ( V,T, N ). Seperti bab sebelumnya untuk sistem kanonik kecil dan kanonik, kita memulai dengan suatu prinsip dasar yang sederhana dan kemudian probabilitas sistem dalam keadaaan mikro tertentuk dapat ditentukan. Pengembangan asumsi sebelumnya adalah sebagai berikut: ”Semu Semua a kead keadaan aan mikro (mic (microstat rostate) e) yang mempu mempunyai nyai ener energi gi dan jumlah partikel yang sama diasumsikan mempunyai probabilitas yang sama.” sama.” Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, kita akan menurunkan fungsi probabilitas yang sesuai untuk sistem terbuka. Kita perhatikan dua sistem yang identik (sistem A dan B) yang berkontak dengan sumber panas dan sumber partikel yang sama. Karena sistem ini identik maka kedua sistem ini memiliki karakteristik temperatur dan jumlah rata-rata partikel yang sama. [Tambahkan gambar dua sistem A dan B kontak dengan sumber panas dan sumber partikel] Seperti Seper ti sebel sebelumny umnya, a, untuk memperjelas memperjelas penur penurunan unan rumu rumus, s, kita
Sistem Kanonik Besar
66
Gambar 9.1: Sistem terbuka yang mana terjadi pertukaran panas dan partikel dengan sumber panas dan partikel atau lingkungan.
akan menggunakan notasi sebagai sebagai berikut. Probabilita Probabilitass sistem A pada energi E A dan jumlah partikel N A adalah P A(E A , N A). P B (E B , N B ) adalah probabilitas sistem B dengan energi E B dan jumlah partikel N B . Sekarang perhatikan sistem yang terdiri dari gabungan sistem A dan B atau sistem komposit. Proba Pr obabil bilita itass ked keduan uanya ya ata atau u sis sistem tem kom kompos posit it ini ada adalah lah P A+B (E A+B , N A+B ). Karena kedua sistem merupakan sistem makroskopik, energi interaksi antara partikel di sistem A dengan partikel di sistem B sangat kecil dibandingkan dengan energi total sistem E A dan E B . Jad adii kita kita bisa bisa approxima appr oximasika sikan n bahw bahwa a energ energii total totalnya nya adal adalah ah jumla jumlah h energ energii kedua sistem ini atau diberikan oleh
+ E E A+B = E A + E B
(9.1)
(9.2)
dan juga jumlah partikelnya adalah
+ N N A+B = N A + N B Jadi probabilitas sistem A + B diberikan oleh
+ E + N P A+B (E A+B , N A+B ) = P A+B (E A + E B , N A + N B )
(9.3)
Dengan kata lain, proba Dengan probabili bilitas tas sist sistem em A + B adalah probabilitas menemukan sistem A mempunyai energi E A dan sistem B mempunyai energi E B . [perlu dijelaskan lagi]
67
+ B A + B adalah perkalian dua Dengan kata lain, probabilitas sistem A probabilitas kejadian kejadian masing-masing masing-masing sistem atau P A (E A , N A )P B (E B , N B ). Karena kedua kejadian A dan B merupakan kejadian yang terpisah atau independen, maka probabilitasnya diberikan oleh P (A + B P ( B)) = P P ((A)P P ((B )
(9.4)
+ E + N P A+B (E A + E B , N A + N B ) = P A (E A , N A )P B (E B , N B )
(9.5)
(E E A + E B ) Jadi jika kita turunkan P A+B (E A + E B , N A + N B ) terhadap ( (N dan ( N A + N B ) dan menggunakan hasil sebelumnya, kita mendapatkan + E + N dP A+B (E A + E B , N A + N B ) ∂P A (E A , N B ) = P B (E B , N B ) + E d(E A + E B ) ∂E A
·
(9.6)
dan juga
+ E + N dP A+B (E A + E B , N A + N B ) ∂P ∂ P B (E B , N B ) = P A (E A , N A ) + E d(E A + E B ) ∂E B
·
(9.7)
untuk turunan jumlah partikel,
+ E dP A+B (E A + E B ) ∂P A (E A , N A ) = P B (E B , N B ) + N d(N A + N B ) ∂N A
·
(9.8)
dan juga
+ E dP A+B (E A + E B ) ∂ P B (E B , N B ) = P A (E A , N A ) + N d(N A + N B ) ∂N B
·
(9.9)
dari keempat persamaan di atas kita sederhanakan dan diperoleh
[ dan
[
∂P A (E A , N A ) ∂P B (E B , N B ) ] [ ] ∂E A ∂E B = P A (E A , N A ) P B (E B , N B ) ∂P A (E A , N A ) ∂P B (E B , N B ) ] [ ] ∂N A ∂N B = P A (E A , N A ) P B (E B , N B )
(9.10)
(9.11)
Kita perhatikan bahwa sisi kiri hanya tergantung pada sistem A saja dan sisi sebelah kanan hanya tergantung pada sistem B saja dan nilai energi E A dan E B bisa bernilai bernilai apa saja. saja. Denga Dengan n kata lain dua
Sistem Kanonik Besar
68
sisi tidak boleh tergantung pada energi E A ataupun E B dan N A ataupun N B , ini berarti satu satunya cara agar kedua sisi bisa sama adalah dengan menyamakan dengan sebuah konstanta. Di sini kita akan menyebut konstanta β , untuk lebih jelasnya mengapa dipilih nilai negatif akan terungkap pada penjelasan berikutnya. dan untuk persamaan yang kedua kita menggunakan C = β βµ µ. Jadi
−
[
dan
[
∂P A (E A , N A ) ∂P B (E B , N B ) ] [ ] ∂E A ∂E B = = P A (E A , N A ) P B (E B , N B )
−β
∂P A (E A , N A ) ∂P B (E B , N B ) ] [ ] ∂N A ∂N B = = C = β βµ µ P A (E A , N A ) P B (E B , N B )
(9.12)
(9.13)
Dari kedua persamaan di atas seperti sebelumnya, kita memperoleh
= C exp( p(βµN P A (E A , N ) = C A exp( βE A ) ex βµN A )
−
(9.14)
Faktor C A dan β dan dan µ akan ditentukan kemudian. Sebagai catatan faktor C A tergantung pada komposisi dari sistem A. Tet etap apii nila nilaii β tidak tergantung pada komposisi sistem. merupakan suatu yang sama ”common” untuk dua sistem. Jad Jadii β merupakan pertanyaannya? apa yang sama? jika kita perhatikan keduanya mempunyai hal yang sama yaitu sumber termal/panas yang sama. Dengan artian arti an bahwa nilai beta berhubungan berhubungan dengan sumber panas. panas. Karen Karena a sumber panas dalam keadaan equilibrium dengan sistem dan bertemperature T maka β ada hubungannya dengan temperature T . Karena sistem A dan B adalah sembarang, kita mengubah notasi tanpa subscript subscript agar untuk lebih umum. Jad Jadii probabilitas probabilitas sistem adalah
−
exp( β (E f (E ) = C exp( f (
− µN ))))
(9.15)
(9.16)
untuk sistem dengan energi kontinyu dan
P (E ) = C ′ exp( β (E P (
−
− µN ))))
untuk sistem sistem dengan energi diskrit. diskrit. Sekar Sekarang ang kita akan menen′ tukan nilai C dan C .
69 Nilai C disini kita tentukan dengan ketentuan bahwa total probabilitas semua kejadian adalah satu, seperti sudah dijelaskan pada Bab II. Jadi dengan ketentuan itu kita tentukan dengan, ∞
· · · ∞
V
N =1 N =1
f (E )d3 r1 . . . d vN f (
−∞
∞
∞
= C
N =1 N =1
V
−
exp( β (E
...
−∞
3
− µN ))d ))d r
1
. . . d vN = 1
(9.17)
dan ∞
N =1 =1
∞
P (E k ) = C ′ P (
−
exp( β (E k
n=1
k
− µN )))) = 1
(9.18)
Untuk mempermudah kita mendefinisikan suatu kuantitas yang dikenal dengan fungsi partisi besar (grand partition fungsi) yaitu ∞
Q =
· · ·
N =1 =1
dan
∞
V
exp( β (E
−
−∞
3
))d r · · · dv − µN ))d 1
N
(9.19)
∞
′
Q =
N =1 =1
Jadi C dan C ′ adalah
k
−
exp( β (E k
− µN ))))
(9.20)
C = Q−1 ′−1 1 C ′ = Q′−
(9.21)
Kita perhatikan bahwa fungsi partisi besar merupakan jumlah dari exp(βµN perkalian fungsi partisi untuk nilai N tetap dengan exp( βµN )). ∞
Q =
N =0 N =0
k
∞
−
exp( β (E k
− µN ) =
exp(βµN Z N βµN )) N exp(
(9.22)
N =0 =0
Hubungan fungsi partisi besar dengan sifat-sifat termodinamika.
Sistem Kanonik Besar
70
Nilai rata-rata jumlah partikel di dalam sistem adalah ∞
N =
N =0 =0 ∞
=
exp( β (E k N exp(
−
k
N =0 =0
k
1 ∂ exp( β (E k β ∂µ
−
1 ∂Q β ∂µ
=
− µN )
− µN )
(9.23)
(9.24)
(9.25)
Selanjutnya kita akan menentukan sifat termodinamika yang lain. Kita ketahui bahwa fungsi partisi hanya tergantung pada variabel independen β , volume V dan N . Jad Jadii fungsi partisi partisi besar merupakan merupakan fungsi dari β , V dan N atau Q Q((β,V, N ). Seperti sebelumnya pada sistem kanonik, dari teorema kalkulus, ln(Q Q) adalah diferensial dari ln(
ln Q ln Q ln Q ∂ ln ∂ ln ∂ ln + dβ + dV + dµ ∂β ∂V ∂µ ln Z ∂ ln ∂ = [µ N + E ]dβ + dV + β N dµ ∂V
d ln Q =
−
(9.26)
(9.27)
di bagian pertama di sisi kanan, kita menggunakan ∞
ln Q ∂ ln = ∂β N =0 =0
k
∂ exp( β (E k ∂β
−
− µN )
(9.28)
∞
−− E ] ex exp( p(−β (E − µN ) = µ N − E =
[µN
N =0 =0
k
k
(9.29)
k
(9.30)
Dan menggunakan
d[β (µ N
(µN − E )dβ − E )] = β N dµ + (µ
(9.31)
kita memperoleh,
ln Q ∂ ln − E )] + β + βd d(−µN + E ) + dV ∂V + β βd d(µN ) − βµ βµd dN
=d d ln Q = d[β (µ N
(9.32)
71
1 d[ln Q + β ( E β
ln Q − µN )] = dE + β 1 ∂ ∂ ln − µdN dV − ∂V
(9.33)
Dari hubungan ini dan hukum pertama termodinamika yang menyatakan
− (U + T − + T S + pV + pV )d )dN
+ P dV T dS = dU + P
(9.34)
dan dengan menyamakan bagian perbagian dari persamaan ini, kita mendapatkan hubungan kuantitas kuantitas termodinamika, yaitu
U = E = k(ln (ln Q + + β S = k β E βµ N ln Q ∂ ln P = kT ∂V ∂Q N = kT ∂µ ln Q ln Q ∂ ln ∂ ln + µkT E = ∂β ∂µ
−
(9.35)
−
(9.36) (9.37) (9.38)
(9.39)
10
Fluktuasi 10.1 10. 1 Sis Sistem tem Tertu ertutup tup Sistem kanonik, mempunyai sumber panas (heat reservoir) yang selalu menyuplai energy atau sink energi sehingga temperature tetap stabill (dil stabi (dilihat ihat secara makroskopik makroskopik). ). Kalo kita liha lihatt seca secara ra mikr mikroskooskopik, energi secara berkesinambungan keluar dan masuk dari sumber atau ke sumber panas. Dengan demikian energi sistem akan mengalami fluktuasi karena perpindahan energi dari/ke sistem ke/dari sumber panas.. Terus pertanyaan panas pertanyaannya nya adalah meng mengapa apa yang kita ukur secara makro, hanyalah energi dalam dan tergantung pada temperature dan tidak berfluktuasi. Ini dikarenakan kuantitas yang yang diukur pada tingkat makroskopik makroskopik adalah nilai rata rata-rat -rata a dari sistem tersebut. tersebut. Denga Dengan n kata lain kita mengabaikan flutuasinya hanya mementingkan tingkat keseimbangan. Sebelumnya dijelaskan bahwa energi dalam U adalah nilai ratarata energi atau E . Flutuasi biasanya diukur dengan melihat variance nya. var var((E ) Untuk menghitung varansinya
var((E ) = (E var
2
2
− E ) = E − E
2
(10.1)
sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa:
E = − Z 1 ∂Z ∂β 1 E = Z 2
Jadi
k
E k2 exp(
1 ∂ 2 βE k ) = Z ∂ 2 β
−
k
exp( βE k )
−
(10.2)
1 ∂ 2 Z = (10.3) Z ∂ 2 β
74
Fluktuasi
−
1 ∂ 2 Z 1 ∂Z var((E ) = var Z ∂ 2 β Z 2 ∂β ∂ 1 ∂Z = ∂β Z ∂β ∂U = ∂β
−
2
(10.4)
(10.5)
(10.6)
= 1/kT , dengan menggunakan β β =
var((E ) = k var kT T 2
∂U ∂T
(10.7)
Tanpa kerja Tanpa kerja artinya perubahan U terhadap T pada W = 0 atau pada kondisi konstan volum. Dari definisi kuantitas termodinamika disebutkan bahwa kapasitas panas pada kondisi konstan volum merupakan perubahan energi dalam terhadap temperature atau
C v =
∂U ∂T
(10.8)
Maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa var var((E ) mempunyai hubungan sebanding berbanding lurus dengan kapasitas panas dari sistem tersebut.
var (E ) = kT 2 C v var(
(10.9)
dan deviasinya adalah
σ(E ) = kT 2 C v
1/2
(10.10)
(3//2) 2)N Sebagai contoh, untuk gas ideal, C v = (3 N k,
(3//2) 2)N σ(E ) = (3 N ]1/2 kT
(10.11)
Dari hubungan ini, deviasi sebanding dengan suhu sistem, jadi semakin besar suhu sistem fluktuasi semakin besar. Jika perhatikan fluktuasi per satuan energi rata-rata σ σ// E , maka fluktuasinya adalah
Sistem Terbuka
75
[3N/ [3 2]1/2 kT 1 σ N/2] = = (3/2) (3/ 2)N [(3/2) [(3/ 2)N E N kT N ]1/2
(10.12)
√
Jadi fluktuasi berbanding terbalik dengan N . De Deng ngan an kata kata lalain flutuasi semakin kecil jika jumlah partikel/molekul bertambah. Ini berarti berar ti bahwa sistem akan akan seri sering ng berada pada energi energi rata-rata. rata-rata. sebaliknya jika jumlah partikel sedikit/kecil maka fluktuasinya menjadi besar,, yang artinya besar artinya sist sistem em akan sering berada jauh dari nilai rata rata-rata.. Ini juga menunjukkan rata menunjukkan bahwa sistem bisa dianggap dianggap sebag sebagai ai sistem makroskopik jika fluktuasinya sangat kecil atau jumlah partikel sangat besar. Disamping itu pula jika jumlah partike kecil, maka kita tidak bisa menggunakan energi rata-rata untuk menjadi karakteristik sistem tersebut. tersebut. Oleh karena itu dalam meninjau kegunaan kegunaan suatu teori perlu diperhatikan keadaan yang sesuai.
10.2 10. 2 Sis Sistem tem Terb erbuka uka Sistem terbuka atau sistem kanonik besar, selain mempunyai sumber panas (heat reservoir) reservoir),, juga memiliki memiliki sumber partikel. partikel. Jika kita lihat secara secar a mikr mikroskop oskopik, ik, energ energii dan jumla jumlah h part partikel ikel seca secara ra berk berkesina esinammbungan keluar dan masuk dari sumber atau ke sumber panas. Dengan demikian energi sistem akan mengalami fluktuasi karena perpindahan energi dari/ke sistem ke/dari sumber panas. Ter Terus us pertanyaannya adalah mengapa yang kita ukur secara makro, hanyalah energi dalam dan tergantung tergantung pada tempe temperatu rature re dan tida tidak k berflu berfluktua ktuasi. si. Ini dikarenakan kuantitas yang diukur pada tingkat makroskopik adalah nilai rata-rat rata -rata a dari sistem sistem tersebut. Denga Dengan n kata lain kita mengabaika mengabaikan n flutuasinya hanya mementingkan tingkat keseimbangan. Sebelumnya dijelaskan bahwa energi dalam U adalah nilai ratarata energi atau E . Flutuasi biasanya diukur dengan melihat variance nya. var var((N ) Untuk menghitung varansinya
var((N ) = (N var
2
2
− − N ) = N − N
2
(10.13)
(10.14)
sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa:
1 ∂Q N = − βQ ∂µ
76
N = Q1 2
N
Fluktuasi
2
− E ) = β 1Q ∂ ∂ µ −
exp(β N 2 exp( β (µN
k
k
2
2
N
− E )) −
exp(β (µN exp(β
k
k
(10.15)
Jadi
−
1 ∂ 2 Q var((E ) = var βQ ∂ 2 µ ∂ 1 = ∂µ βQ ∂U = ∂µ
1 β 2 Q ∂Q ∂µ
∂Q ∂µ
−
2
(10.16)
(10.17)
(10.18)
= 1/kT , dengan menggunakan β β = var((E ) = k var kT T 2
∂U ∂T
(10.19)
Tanpa kerja Tanpa kerja artinya perubahan U terhadap T pada W = 0 atau pada kondisi konstan volum. Dari definisi kuantitas termodinamika disebutkan bahwa kapasitas panas pada kondisi konstan volum merupakan perubahan energi dalam terhadap temperature atau
C v =
∂U ∂T
(10.20)
var((E ) mempunyai huMaka bisa kita ambil kesimpulan bahwa var bungan sebanding berbanding lurus dengan kapasitas panas dari sistem tersebut. var((E ) = kT 2 C v var
(10.21)
dan deviasinya adalah
σ(E ) = kT 2 C v
1/2
(10.22)
(3//2) 2)N Sebagai contoh, untuk gas ideal, C v = (3 N k,
(3//2) 2)N σ(E ) = (3 N ]1/2 kT
(10.23)
=
1 ∂ 2 Q β 2 Q ∂ 2 µ
Sistem Terbuka
77
Dari hubungan ini, deviasi sebanding dengan suhu sistem, jadi semakin besar suhu sistem fluktuasi semakin besar. Jika perhatikan fluktuasi per satuan energi rata-rata σ σ// E , maka fluktuasinya adalah
[3N/ [3 2]1/2 kT 1 σ N/2] = = (3/2) (3/ 2)N [(3/2) [(3/ 2)N E N kT N ]1/2
√
(10.24)
Jadi fluktuasi berbanding terbalik dengan N . De Deng ngan an kata kata lalain flutuasi semakin kecil jika jumlah partikel/molekul bertambah. Ini berarti berar ti bahwa sistem akan akan seri sering ng berada pada energi energi rata-rata. rata-rata. sebaliknya jika jumlah partikel sedikit/kecil maka fluktuasinya menjadi besar,, yang artinya besar artinya sist sistem em akan sering berada jauh dari nilai rata rata-rata.. Ini juga menunjukkan rata menunjukkan bahwa sistem bisa dianggap dianggap sebag sebagai ai sistem makroskopik jika fluktuasinya sangat kecil atau jumlah partikel sangat besar. Disamping itu pula jika jumlah partike kecil, maka kita tidak bisa menggunakan energi rata-rata untuk menjadi karakteristik sistem tersebut. tersebut. Oleh karena itu dalam meninjau kegunaan kegunaan suatu teori perlu diperhatikan keadaan yang sesuai.
11
Aplikasi
Pada bab ini, kita akan mempelajari penggunaan prinsip/konsep yang sudah kita pelajari pelajari beberapa bab sebelumnya untuk mempelajari sifatsifat sistem fisis.
11.1 11. 1 Gas pad pada a medan medan gra gravit vitasi asi Pertimbangka Pertimba ngkan/pi n/pikirk kirkan an atau bany banyangk angkan an ada gas yang menga mengalami lami gaya gay a gravitasi gravitasi.. Seper Seperti ti gas di atas permukaan permukaan bumi. Kit asumsikan asumsikan bahwa medan gravitasi adalah linier atau potensial gravitasi sebanding dengan ketinggian atom dari gas tersebut. Energi untuk atom ini adalah
1 E (v, z ) = mv 2 + mgz 2
(11.1)
Probabilitas untuk partikel ini adalah
P (E ) = exp( βE P ( βE ))d3 rd3 v
−
(11.2)
Fungsi partisinya adalah
Z =
− − − − − 3
dr
V
=
∞
d
A
a
−∞ z =L
z =0 z =L
= A
)) d3 v exp( βE ( βE (v, z )) ∞
)) d3 v exp( βE ( βE (v, z ))
−∞
∞
d3 v exp( βmv 2 /2)
exp( βmgz )dz
z =0
1 = A (1 βmg 1 = A (1 βmg
−
−∞ ∞
−βmgL
e
)
−
exp(
−∞
−βmgL
e
)
2 π 2π mβ
3
2)dv βmv x2 /2) dvx
3/2
(11.3)
80
Aplikasi
Kerapatan atau densitas jumlah partikel
3
∞
3
= d n(r )d r = d r
d3 v exp( βE )/Z
−
−∞
= Jika L
Nβmg (1 A
− exp(−βmgL βmgL))
−1
exp( βmgz )d3 r
−
(11.4)
→ ∞, kita mendapatkan P V = nRT
11.2 11. 2 Dis Distrib tribusi usi Max Maxwe well ll Sistem gas monoatomik. energi atom
E (v ) = Energi Kinetik 1 = mv 2 2 1 = m(vx2 + + v + v vy2 + vz2 ) 2
(11.5)
Fungsi partisiya adalah
− ∞
Z =
3
2)(vvx2 + + v + v d3 v exp( β (m/ m/2)( vy2 + vz2 )
dr
V
∞
∞
= V
exp(
∞
2 π 2π = V βm
−
2)vvx2 )dvx β (m/ m/2)
3/2
2πkT = V m
3
(11.6)
3/2
(11.7) (11.8)
Fungsi probabilitas nya,
f (vx , vy , vz ) = f (
m 2πk πkT T
3/2
exp( β (m/ 2)(vvx2 + + v + v m/2)( vy2 + vz2 )
−
Densitah jumlah partikel adalah
(11.9)
Distribusi Maxwell
81
η (vx , vy , vz ) = N f f ((vx , vy , vz ) = N
m 2πkT
3/2
exp( β (m/ 2)(vvx2 + + v + v m/2)( vy2 + vz2 )
−
(11.10)
Sekarang bagaimana probailitas untuk satu arah saja, misalkan v x saja, dengan mengabaikan a variabel v y dan v z .
− ∞
m 3/2 exp( β (m/ 2)(vvx2 + + v + v η (vx ) = N m/2)( vy2 + vz2 )dvy dvz 2πk πkT T −∞ m 1/2 = N exp( β (m/ 2)vvx2 (11.11) m/2) 2πk πkT T
−
Normalisasi
∞
N
−∞
m 2πk πkT T
1/2
exp( β (m/ 2)vvx2 dvx = = N m/2) N
−
(11.12)
Gambar plot eta terhadap v x di sini. Nilai rata rata kecepatan ke arah vx adalah
∞
v = x
vx η (vx )dvx
−∞
∞
= N
vx
−∞
m 2πkT
1/2
exp( β (m/ 2)vvx2 dvx m/2)
−
(11.13)
Jika kita ingin mengetahui distribusi laju partikel tanpa memper (vv , θ , φ) hatikan arah, mengubah ke bentuk polar ( φ).
− − − 2π
η (v ) =
0
π
sin(θθ)dθdφ η (v , θ , φ) φ)v 2 sin(
0
m 3/2 2π π = N exp( β (m/ 2)vv 2 )v 2 sin( sin(θθ)dθdθdφ m/2) 2πk πkT T 0 0 2π π m 3/2 2 2 = N v exp( β (m/ 2)vv ) m/2) dφ dθ 2πk πkT T 0 0 m 3/2 = N exp( β (m/ 2)vv 2 ) (11.14) N 44πv 2 m/2) 2πkT η((v ). Gambar distribusi kecepatan disini η
82
Aplikasi
laju maksimum untuk partikel didapatkan dengan teknik mendife = m/ rensialkan η η((v ), menggunakan α α = m/22kT
∂η (v ) ∂η( =0 ∂v 2 ∂ [v 2 e−αv ] = ∂v 2 2 = v 2 ( 2αv 2v e−αv = 0 αv))e−αv + 2v
·−
·
(11.15)
Solusi persamaan dia atas, menghasilkan posisi probabilitas maksimum yaitu,
vm
√ = 1/ α =
2kT m
nilai laju rata-rata.
(11.16)
∞
v =
vη((v )dv vη
0
= isidisini = =
8kT πm
√ 2π v
m
(11.17)
kuantitas yang sering digunakan adalah jumlah partikel yang menumbuk dinding. Kita ingin mengetahui seberapa banyak partikel/molekul yang me ∆tt. numbuk sebuah dinding dengan luas A dalam waktu ∆ Gambar dinding dan volume Ω .
η (v )d3 rd3 v =
Ω
∞
∞
dvx
0
∞
dvy
−∞
Ω n(v )d3 v V
(11.18)
A N kT ∆tt = dvz vx n(v ) ∆ A∆t 2 V V πm −∞ 1 N n = A∆t v 4 V 1 = nv 4
·
(11.19)
Prinsip Ekuipartisi
83
sekarang kita ingin ingin menentukan tekanan yang ditimbulkan ditimbulkan karena tumbukan oleh molekul pada dinding. Perubahan Peru bahan momentum, merupakan impuls yang dilakukan oleh ga ∆tt. ya dalam waktu ∆
· ·
∆P = F ∆t
(11.20)
Gambar tumbukan Perubahan momentum karena adanya tumbukan dengan dinding adalah
∞
∆P x =
∞
dvx
0
∞
dvy
infty
infty
−
)(A/V )∆tt dvz ( 2mvx )vx n(v )( A/V )∆
= N kT )∆tt kT ((A/T A/T )∆
F =
(11.21)
∆P = N kT ) = P A kT ((A/V ) ∆t
· ·
P V = N kT
(11.22)
(11.23)
Buktikan dengan menggunakan fungsi partisi (ingat definisi tekanan). tulis disini.
11.3 11. 3 Prin Prinsi sip p Eku Ekuipa ipartis rtisii Ekuipartisi dapat diartikan diartikan mempunyai pembagian pembagian yang sama. prinsip ini hanya berlaku untuk sistem klasik. Jadi tidak dapat digunakan untuk sistem kuantum. harus hati-hati penggunaannya. Fungsi Fung si part partisi isi untuk sistem klasik (ingat bab ??) adala adalah h diber diberikan ikan oleh ∞
Z =
· · · V
−∞
βE ((r1 ,r2 ,··· ,v1 ,··· ,vN ) 3 e−βE d r1
3
···d v
N
(11.24)
Kita umpamakan energi sistem ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu E = cs2 + E ′ di mana s adalah salah satu variabel integrasi yang dapat berupa ri atau v j dan c adalah konstanta (positif) dan energi E ′ adalah energi yang tidak tergantung pada s . sebagai contoh + E E = 12 mvx2 + E ′ dan E = 12 kx2 + E ′ .
84
Aplikasi
Fungsi partisi ini dapat diintegrasikan menjadi
× · · · · ∞
Z =
−βcs 2
e
∞
ds
−∞
Z =
′
−βE
e
3
d r1
−∞
3
···d v
N
π Z ′ βc
(11.25)
atau
1 ln Z = (ln π 2
′
− ln β − ln c) + ln Z
(11.26)
Dari hasil ini kita mendapatkan energi dalam
U =
−
ln Z 1 ∂ ln ∂ ln ∂ ln Z ′ = 2β ∂β ∂β
−
1 = kT + U ′ 2
(11.27)
Jadi setiap bagian energi yang berbentuk kuadrat variabelnya atau cs menghasilkan tambahan energi dalam sebesar, 2
U s =
1 kT 2
(11.28)
Jadi kita bisa simpulkan ”setiap bagian yang berbentuk kuadrat variabel menghasilkan tamabahan energi sebesar 12 kT ” atau dengan kata lain energi dalam sistem terbagi sama rata dengan setiap bagian bernilai 12 kT . Inilah yang disebut ekuipartisi. Sebagai contoh untuk sistem gas ideal monoatomik, energi untuk satu atom berbentuk,
= E =
1 2 1 + v + v mv = m(vx2 + vy2 + vz2 ) 2 2
(11.29)
dengan prinsip ekuipartisi, energi dalam yang terkandung/terbagi 1 = 32 kT . Ja untuk satu atom adalah 3 Jadi di jika jika di dalam dalam siste sistem m 2 kT terdapat N atom maka, energi dalam untuk sistem adalah U = N 3 kT = 32 N kT . 2
×
× ×
Teorema Virial
85
11.4 11. 4 Teor eorema ema Vi Virial rial 11.5 11. 5 Osi Osilat lator or Harm Harmoni onik k Dalam mekanika klasik, energi osilator harmonik untuk satu dimensi adalah
1 1 E = mvx2 + kx2 2 2
(11.30)
Dengan menggunakan prinsip ekuipartisi, kita memperoleh energi dalamnya adalah U = 2( 12 kT kT )) = k kT T .
ˆ = Dalam mekanika kuantum Hamiltonian adalah H persamaan Schr¨ Schrodingernya o¨ dingernya yaitu ˆ ψ(x) = H
−
dan
2
−
∂ 2 ψ (x) 1 2 + kx ψ (x) = E Eψ ψ 2m ∂x 2 2
2 ∂ 2 2m ∂x 2
(11.31)
Solusi persaman ini menghasilkan tingkatan energi yaitu
1 E n = (n + ) ω0 2
(11.32)
Fungsi partisi untuk osilator harmonik menjadi ∞
Z =
1 exp( β (n + ) ω0 ) 2 n=0
−
∞
= exp( β ω0 /2)
−
exp( βn ω0 )
−
n=0
(11.33)
Dengan menggunakan penjumlahan deret geometri, ∞
xn =
n=0
1 1
−x
(11.34)
||
berlaku untuk x < 1 , kita kemudian dapat memperoleh fungsi partisi,
−
= exp( β ω0 /2) Z =
1
−
1 exp( β ω0 )
−
(11.35)
86
Aplikasi
Energi rata-rata osilator atau energi dalamnya adalah
ln Z − ∂ ln ∂β ln[1 − e ] ∂ ln[1 =
U = E =
−β ω0
∂β
−β ω0
ω0 e
=
1
ω0
=
eβ ω0
−1
(11.36)
ω 0 = [ ω0 /kT Jika β melakukan ukan aproksimasi aproksimasi /kT ]] << 1, kita dapat melak 1 + β + β ω0 . Energi dalam U pada kondisi ini menjadi,
β ω0
e
−β ω0
−e
≈
ω ≈ [1 + β ≈ + β ω ] − 1 0
U
0
=
1
1 = k kT T β
(11.37)
Hasil ini sama dengan energi dalam untuk sistem klasik. Untuk temperature rendah, kita menggunakan aproksimasi e β ω0 e−β ω0 , kita mendapatkan
≈
−β ω0
≈ ω e ≈
U
0
−
(11.38)
Di kasus ini energi yang dominan adalah energi rendah. Untuk sistem klasik berlaku jika beda tingkatan energi lebih kecil dari k kT T .
11.6 11. 6 Kapa Kapasit sitas as Pana Panass Untuk Untuk Gas Gas Jika energi dalam sudah diketahui sebagai fungsi temperature (T ), kita dapat memperoleh kapasitas panas dari definisinya yaitu kapasitas panas konstan volume adalah
cv =
∂U ∂T
(11.39) V
Kapasitas Panas Untuk Gas
87
11.6.1 11. 6.1 Gas Mo Monoa noatom tomik ik Untuk gas ideal monoatomik, energi untuk atom gas ini yaitu
1 1 + v + v E = mv2 = m(vx2 + vy2 + vz2 ) 2 2
(11.40)
3N Dengan menggunakan prinsip ekuipartisi, terdapat 3 N bagian karena setiap atom memiliki tiga bagian, Jadi energi dalamnya adalah U =
3N kT 2
(11.41)
Kemudian kapasitas panasnya untuk konstan volume diperoleh,
cV =
3N 3n k = R 2 2
(11.42)
di mana n adalah jumlah mol, dan R adalah konstanta gas universal. Kapasitas panas untuk konstan tekanan P , adalah
= cP = c V + nR nR =
3n 5n + nR = R + nR = R 2 2
(11.43)
Ratio c P dan c V adalah nilai gamma γ , kita mendapatkan
γ =
(5/2) (5/ 2)nR nR 5 = = 1.667 (3//2) (3 2)nR nR 3
(11.44)
Ini sesuai dengan nilai yang dihasilkan pada eksperimen sebagai contohnya, untuk helium γ = 1.66, untuk Neon γ = 1.64 dan untuk Argon γ = 1.67.
11.6. 11. 6.2 2
Gas Ga s di diat atom omik ik
Ada dua model untuk gas diatomik, model dumbell (rigid) dan model harmonik (fleksibel). Untuk Un tuk gas ide ideal al dia diatom tomik ik den dengan gan mod model el dum dumbel bell, l, ener energi gi unt untuk uk ato atom m gas ini yaitu
1 1 1 + v + v + ω E = M v 2 + E rot M (vx2 + vy2 + vz2 ) + I (ω12 + ω22 ) rot = 2 2 2
(11.45)
88
Aplikasi
5N N bagian kaDengan menggunakan prinsip ekuipartisi, terdapat 5 rena setiap atom memiliki tiga bagian, Jadi energi dalamnya adalah U =
5N kT 2
(11.46)
Kemudian kapasitas panasnya untuk konstan volume diperoleh,
cV =
5N 5n k = R 2 2
(11.47)
Kapasitas panas untuk konstan tekanan P , adalah
= cP = c V + nR nR =
5n 7n + nR = R + nR = R 2 2
(11.48)
Ratio c P dan c V adalah nilai gamma γ , kita mendapatkan
γ =
(7/2) (7/ 2)nR nR 7 = = 1.40 (5//2) (5 2)nR nR 5
(11.49)
Untuk ga Untuk gass ide ideal al dia diatom tomik ik den denga gan n mod model el peg pegas/ as/har harmon monik ik,, ener energi gi untuk atom gas ini yaitu
= E =
1 1 1 1 + E + v + v + ω M v 2 + E rot E vib M (vx2 + vy2 + vz2 ) + I (ω12 + ω22 ) + k (r12 rot + vib = 2 2 2 2
−r ) 0
2
(11.50)
7N Dengan menggunakan prinsip ekuipartisi, terdapat 7 N bagian karena setiap atom memiliki tiga bagian, Jadi energi dalamnya adalah U =
7N kT 2
(11.51)
Kemudian kapasitas panasnya untuk konstan volume diperoleh,
cV =
7N 7n k = R 2 2
(11.52)
Kapasitas panas untuk konstan tekanan P , adalah
= cP = c V + nR nR =
7n 9n + nR = R + nR = R 2 2
(11.53)
Kapasitas Panas Untuk Gas
89
Ratio c P dan c V adalah nilai gamma γ , kita mendapatkan
γ =
(9/2) (9/ 2)nR nR 9 = = 1.286 (7//2) (7 2)nR nR 7
(11.54)
Berdasarkan eksperimen untuk beberapa gas diatomik pada suhu 15 dan 1 atm, untuk molekul helium γ = 1.408, untuk molekul klorida γ = 1.34 dan untuk molekul oksigen γ = 1.400. Dari hasil eksperimen ini kit kita a bis bisa a men menyi yimpu mpulka lkan n bah bahwa wa mod model el ya yang ng tep tepat at ada adalah lah mod model el dumbell dumbe ll atau rigid. Ini dapat dimengerti dimengerti karena karena nilai kT yang digunakan masih lebih rendah dibandingkan dengan beda tingkat energi untuk vibrasi. vibrasi. Denga Dengan n kata lain molekul masih tetap pada tingkatan tingkatan energii teren energ terendah dah atau grou ground nd stat state. e. Jad Jadii masi masih h froz frozen en pada ting tingkata katan n vibrasi ini. o
12
Statistik Sistem Kuantum
Pada bab ini kita akan mempelajari penggunaan prosedur fisika statistik yang dijelaskan pada Bab III untuk sistem kuantum yang mempunyai tingkatan energi diskrit. diskrit. Seperti dijelaskan sebelumnya, pada sistem kuantum (energi diskrit) prinsip ekuipartisi energi tidak dapat digunakan digunakan.. Efek kuantum kuantum seperti seperti sifat tak sifat tak bisa dibedakan atau indistinguishable,, degenerasi tingkatan energi (degenerate indistinguishable (degenerate)) dan jenis statistika atau simetri dari partikel harus diperhatikan dalam penentuan probabilitas dan fungsi partisi. Kita akan membata membatasi si pemba pembahasan hasan hanya hanya untuk sist sistem em partikel partikel kuantum yang tidak saling berinteraksi (atau non-interacting non-interacting.. Bat Batasa asan n ini tidak mempersempit ilmu yang kita pelajari. Dengan menggunakan sistem partikel yang tidak saling berinteraksi, kita mampu mempelajari banyak sistem fisis. Dari segi aproksimasi, hal pertama yang biasa kita lakukan adalah dengan aproksimasi tidak saling berinteraksi, atau dengan kata lain dengan menggunakan aproksimasi orde ke satu. Setel Setelah ah apro aproksim ksimasi asi ini kita dapat mengkoreks mengkoreksii efek interaksi interaksi antar partikel dengan metode perturbasi. [ ini mungkin akan dijelsakan diakhir kuliah jika waktu mengijinkan] Partikel-partikel dalam suatu sistem kuantum dapat dibagi menjadi dua kasus yaitu (a) kasus partikel yang bisa dibedakan (atau disti(atau distinguishable)) dan (b) partikel yang tidak bisa dibedakan (atau indistinguishable nguishable). nguishable ). Pa Parti rtikel kel yang bisa dibedakan dibedakan bera berarti rti kita mampu secara fisis membe membedaka dakan n antar antara a partikel partikel yang satu deng dengan an partikel partikel yang lain. lain. Mungkin kita bisa membedakan dari segi ukuran, massa, dan muatan, atau komposisi partike partikel. l. Atau dengan dengan kata lain kita mampu mampu melakukana sebuah eksperimen untuk dapat membedakan jenis partikel tersebut. terse but. dari segi mekanika mekanika klasik, walaupun walaupun bendanya sama kita mampu membedakan partikel dengan melihat lokasi dan kecepatan partikel tersebut. Dalam mekanika kuantum ini tidaklah mungkin. Karena sifat partikel yang Untuk
Statistik Sistem Kuantum
92
12.1 Dist Distingui inguishabl shable e Parti Partik kel Untuk sistem distinguishable, dengan energi diskrit, fungsi partisinya berbentuk,
Z =
−
exp( βE βE ))
ms
(12.1)
ms adalah semua konfigurasi sistem (microstate) keadaan mikro. N
E =
ǫi
(12.2)
i=1
Fungsi partisinya menjadi N
Z =
− − ··· − · − − · − exp( β
ms
=
ǫi )
i=1
exp( β [ǫ1 + + ǫ ǫ2 +
+ ǫN ])
ms
=
exp( βǫ 1 ) exp( βǫ 2 )
ms
=
exp( βǫ 1 )
ǫ1
· · · exp(−βǫ
···
exp( βǫ 2 )
ǫ2
−
ǫN
N
=
exp( βǫ i )
i=1
N )
exp( βǫ N )
−
(12.3)
ǫi
12.2 Indis Indistingu tinguishabl ishable e Parti Partik kel Karena partikel tidak bisa dibedakan, maka kita tidak bisa memberi label pada partikel, tetapi kita bisa memberikan tingkatan energi. kita dapat menentukan jumlah partikel pada tingkatan energi tertentu. simbol yang kita akan gunakan adalah ns yang artinya jumlah partikel pada tingkatan energi s . dan jumlah partikel adalah N . sekarang keadaan mikro (microstate) dapat dideskrisikan dengan (n n1 , n2 , n3 , ). nilai-nilai n s . sebagai contoh (
···
Indistinguishable Partikel
93
Energi setiap keadaan mikro adalah ∞
E ms ms =
ns E s
(12.4)
s=1
dan jumlah partikel
∞
N =
ns
(12.5)
s=1
Fungsi Part Partisi, isi,
Z =
−
exp( βE )
ms
=
(n1 ,n2 ,n3 ,··· )
−
exp[ β (n1 ǫ1 + + n + n n2 ǫ2 + n3 ǫ3 +
· · · )]
(12.6)
Aproksimasi dengan menggunakan anggapan bahwa sistem nondegenerat degen erate. e. Denga Dengan n keten ketentuan tuan bahwa jumlah tingkat tingkat energ energii deng dengan an ǫs < kT lebih besar dari jumlah partikel N , sehingga kemungkinan dua partikel partikel berada pada tingkat energi energi yang sama sang sangat at kecil. Dengan kata lain setiap tingkatan energi cenderung diisi oleh satu partikel. Untuk mengerti konsep ini lebih jelas, umpama ada empat orang mahasiswa memasuki ruangan yang berisi dua puluh kursi duduk, kemungkinan besar mahasiswa tidak perlu memakai kursi yang sama karena tersedia banyak kursi. Lain halnya jika di dalam ruangan tersebut ata tiga kursi duduk, maka ada kemungkinan sedikinya satu kursi kur si did didudu uduki ki oleh dua orang. orang. Di ump umpama ama ini, kit kita a bis bisa a iba ibarat ratkan kan mahasiswa sebagai partikel dan kursi sebagai tingkatan energi. Dengan asumsi ini, kita memperoleh nilai ns mempunyai dua kemungkinan yaitu n s = 0 atau n s = 1. Untuk mempermudah mempermudah pemahaman kita akan akan memulai menghitung menghitung fungsi partisi dengan contoh denga nilai N yang kecil terlebih dahulu. (1,, 0, 0, 0, ), (0 (0,, 1, 0, 0, ), Jika N = 1, keadaan mikronya yaitu (1 (0,, 0, 1, 0, ), (0 (0 (0,, 0, 0, 1, ) dan seterusnya. Gambar pengisian tingkatan energi.
···
···
···
···
Statistik Sistem Kuantum
94 Maka fungsi partisinya menjadi
Z =
− −
−
exp[ β (n1 ǫ1 + + n + n n2 ǫ2 + n3 ǫ3 +
(n1 ,n2 ,n3 ,··· )
−
−
= exp( βǫ 1 ) + exp( βǫ 2 ) + exp( βǫ 3 ) + =
exp( βǫ s )
· · · )] ···
(12.7)
s
dengan denga n ca cara ra yan yang g sam sama, a, unt untuk uk N = 2 dan melak melakukan ukan peng pengisiisian seperti untuk N = 1, kita memperoleh keadaan mikronya yaitu (1,, 1, 0, 0, ), (1 (1 (1,, 0, 1, )
···
Z =
···
exp[ β (n1 ǫ1 + + n + n n2 ǫ2 + n3 ǫ3 +
· · · )]
−
−
−
(n1 ,n2 ,n3 ,··· )
− ≈
= exp( β (ǫ1 + + ǫ + ǫ + ǫ ǫ2 ) + exp( βǫ 1 + ǫ3 ) + exp( βǫ 2 + ǫ3 ) + 2
−
exp( βǫ s )]
s
=
1 [Z (N = = 1)]2 2!
··· (12.8)
Langkahnya kurang disini = 1)]3 , dan Begitu pula untuk N = 3, kita mendapatkan Z = 3!1 [z (N = seterusnya. Jadi secara umum untuk N partikel kita memperoleh,
Z (N )
≈ N 1 ! [Z (N = = 1)]
N
(12.9)
Sebagai perb Sebagai perbandi andingan ngan untuk part partikel ikel yang bisa dibedakan, dibedakan, kita mempunyai
= 1)]N Z (N ) = [Z (N =
(12.10)
1/N Jadi ada factor 1 /N !, karena kita tidak bisa membedakan partikel. Dengan kata lain, jika kita melihat fungsi partisi untuk sistem partikel yang bisa dibedakan, untuk mengubah ke bentuk fungsi partisi untuk partikel yang tidak bisa dibedakan kita harus membagi fungsi partisinya dengan N N !! karena ada N N !! keadaan mikro yang sama. Contoh sistem. Untuk gas kuantum ideal, tanpa interaksi antar partikel.
Indistinguishable Partikel
95
≈ N 1 ! z
N
Z (N )
(12.11)
dengan,
= z =
−
exp( βǫ s )
s
(12.12)
Untuk molekul, energi ǫ dapat dibagi menjadi beberapa bagian seperti energi translasi (ǫtrans , energi rotasi (ǫrot ), dan energi vibrasi (ǫvib ).
= ǫ + ǫ + ǫ ǫ = ǫ trans + ǫrot + ǫvib
(12.13)
fungsi partisinya
= z =
−
exp( β [ǫi,trans + + ǫ + ǫ ǫ j,rot + ǫk,vib ])
ijk
=
−
·
−
·
−
exp( βǫ i,trans ) exp( βǫ j,rot ) exp( βǫ k,vib )
ijk
(12.14)
Indeks i, j j dan k adalah indeks untuk tingkatan energi translasi, rotasii dan vibrasi. rotas vibrasi. Karen Karena a penjumlahan penjumlahan indeks i, j j dan k dapat dilakukan secara independen, maka
= z =
i
= z trans trans
− · z · z
exp( βǫ i,trans ) rot rot
·
−
exp( βǫ j,rot )
j
vib vib
·
−
exp( βǫ k,vib )
k
(12.15)
Kita tentukan logaritma dari fungsi partisi,
≈ N ln ≈ ln z − lnN lnN !!
ln Z
= N ln ln z trans + N ln z rot + N ln z vib N ln N ln trans + rot + vib
− ln N !
(12.16)
Energi dalamnya menjadi,
ln Z − ∂ ln ∂β ln z ln z ln z ∂ ln ∂ ln ∂ ln ∂ − − = −N N N ∂β ∂β ∂β
U =
trans trans
= U trans + U + U U rot U vib trans + rot + vib
rot rot
vib vib
(12.17)
Statistik Sistem Kuantum
96
Fungsi partisi untuk energi translasi, Untuk partikel dalam kotak/kubus dengan panjang sisi a = L, dengan menyelesaikan persamaan Schro¨ Schroodinger o¨ dinger untuk partikel bebas, kita memperoleh tingkatan energi sebagai berikut.
h2 (n2x + + n + n ǫtrans = n2y + n2z ) 2 8mL di mana n x , ny dan n z adalah bilangan bulat positif.
(12.18)
Fungsi partisi untuk energi translasi ini, adalah
= z =
nx ny nz
=
nx ny nz
=
nx
=
n
h2 exp( β (n2x + + n + n n2y + n2z )) 2 8mL
−
h2 2 h2 2 h2 2 exp( β n ) exp( β n ) exp( β n )) 8mL2 x 8mL2 y 8mL2 z
−
·
2
−
·
h exp( β n2x ) 2 8mL
−
h2 2 exp( β n) 8mL2
−
ny
·
−
·
2
h exp( β n2y ) 2 8mL
−
3
nz
2
h exp( β n2z )) 2 8mL
−
(12.19)
Jika kita menggunakan asumsi bahwa tingkatan energinya rapat atau beda dua tingkatan energi yang bersampingan adalah kecil atau h2 1 8mL2 << maka kita dapat mengubah penjumlahan menjadi sebuah integrasi,
≈ ≈ − ∞
z
0
1 = 2
h2 2 exp( β n )dn 8mL2
8πmL2 βh 2
2πmL2 = βh 2
3/2
2πm = V βh 2
3/2
3
Kita menggunakan V = L3 . Energi dalam untuk translasi adalah
3
(12.20)
Indistinguishable Partikel
U trans trans =
97
ln z −N ∂ ln ∂β
trans trans
=
3N 3 = N kT 2β 2
(12.21)
Fungsi partisi untuk Energi rotasi. Tingkatan energinya adalah
h2 + 1) ǫrot = J (J + 8πI
(12.22)
···
(2J + 1) energi degenedi mana J = 0, 1, 2, dan setiap J terdapat (2 J + ret. langkah missing here. z rot rot =
(2J (2 + 1) ex exp( p( βh 2 J (J + + 1) 1)//8π2 I ) J +
−
J
(12.23)
Untuk menyederhanakan, kita gunakan sebuah temperatur karakterisitik yang diberikan oleh
h2 Θrot = 8kπ 2 I
(12.24)
dengan asumsi Θ rot /T << 1, kita ubah penjumlahan menjadi integrasi,
∞
z rot rot =
−
(2J + + 1) ex exp( p( J (J + + 1)Θrot /T dJ (2J /T ))
0
(12.25)
= J +1)) dan dx = (2 (2J +1)dJ x = J ((J J +1 dx = J +1) dJ , integral menjadi Dengan substitusi x
∞
z rot rot =
−
exp( xΘrot /T = T /T ))dx dx = T /Θrot
0
(12.26)
atau Jadi fungsi partisi,
8π2 I z rot rot = βh 2
(12.27)
dengan fungsi partisi ini, kita kemudian dapat memperoleh, energi dalam
= N U = N/β N/β = N kT
(12.28)
Statistik Sistem Kuantum
98
Fungsi partisi untuk energi vibrasi. ini sudah dijelaskan di aplikasi bab 7. tetapi kita akan ulang kembali Energi untuk sistem harmonik adalah
1 E n = (n + ) ω0 2
(12.29)
Fungsi partisi untuk osilator harmonik menjadi ∞
Z =
1 exp( β (n + ) ω0 ) 2 n=0
−
∞
−
= exp( β ω0 /2)
−
exp( βn ω0 )
n=0
(12.30)
Dengan menggunakan penjumlahan deret geometri, ∞
xn =
n=0
||
1 1
−x
(12.31)
berlaku untuk x < 1 , kita kemudian dapat memperoleh fungsi partisi,
−
= exp( β ω0 /2) Z =
−
1 exp( β ω0 )
−
1 1 = exp(β exp( ω 0 /2 exp( β ω0 /2) β 1 = 2 si sinh( nh(β ω/2) β ω/ 2)
−
−
(12.32)
Temperatur Temp eratur karakteris karakteristik tik untuk vibrasi didefinisikan dengan Θvib = ω0 /k
Energi dalamnya adalah
1 ∂ U = N ln 2 si sinh nh((β ω0 /2) ∂β ln[22 sin sinh( h(β ω0 /2)] ∂ ln[ ∂ β = N ∂β cosh(β ω0 /2)( ω0 /2) N cosh(β = sinh(β sinh( ω0 /2) β 1 = ω0 N coth(β coth(β ω0 /2) 2
−
(12.33)
degenerasi
99
kapasitas panas,
cV =
∂U ∂T
V
ω 2 [β 20 ] = N k ω0 /2) sinh(β sinh( β
(12.34)
RECHECK !
12.3 12 .3 deg degen ener eras asii Pada bagian ini kita akan mempelajari sistem kuantum untuk partikel yang tidak bisa dibedakan dibedakan dengan energi yang degenerate degenerate.. Kita akan menggunakan konsep occupation number n s yang merupakan jumlah partikel pada tingkat energi tertents s . Setiap keadaan mikro (n di tandain/label dengan ( n1 , n2 , n3 , ). Untuk sistem degenerate, satu tingkatan energi dapat menampung 2 atau lebih partikel. Sistem dengan tingkatan energi yang degenerate terjadi pada temperature rendah di mana ǫ s > kT . (2,, 1, 0, 0, 0) untuk tiga partikel mempucontoh satu keadaan mikro (2 = 2 ǫ1 + + ǫ nyai energi ǫ ǫ = ǫ2 . Gambar pengisian tingkatan energi. Seperti Seper ti sebel sebelumny umnya, a, jumla jumlah h part partikel ikel pada sist sistem em adal adalah ah N = s ns . Karena setiap tingkatan dapat diisi berapa saja, bagaimana mendapatkan n s . Di alam terdapat tiga tipe partikel sesuai dengan jenis statistiknya:
···
·
1. Fermi ermion on adal adalah ah part partikel ikel yang memenu memenuhi hi stat statisti istik k Fermi ermi-Dir -Dirac, ac, sebagai contohnya Elektron dan Proton. nilai n s hanya berisi satu atau kosong, n s = 0, 1. Jadi satu tingkatan energi berisi maksimum hanya satu partikel. 2. Boson adalah part partikel ikel yang memenu memenuhi hi stat statisti istik k BoseBose-Einst Einstein, ein, sebagai contohnya atom hidrogen, helium. Pada statisitik ini setiap tingkatan dapat berisi partikel berapa saja. 3. Anyon ...bac ...baca a lagi. Jenis partikel ini, sesuai dengan simetri dari fungsi gelombangnya. dan apakah mengikuti larangan Pauli. sebagai sebag ai conoth untuk dua partikel partikel simetri simetri partikel. partikel. simet simetri ri jika dua partikel ditukar
Statistik Sistem Kuantum
100
Jika partikel ditukar, karena partikel tidak bisa dibedakan berarti, distribusi/probbilitas partikel haruslah sama, jadi 2
|ψ(x , x | = |ψ(x , x )| 1
2
2
1
2
(12.35)
Jadi perbedaanya hanya pada fasenya saja.
= e ψ (x1 , x2 = e iφ ψ(x2 , x1 )
(12.36)
ψ(x1 , x2 ) =
(12.37)
untuk Fer Fermion mion
−1ψ(x , x ) 2
1
untuk Boson
ψ(x1 , x2 ) = ψ ψ((x2 , x1 )
(12.38)
untuk Anyon, nilainya fasenya bisa berapa saja.
exp(iφ))ψ(x2 , x1 ) ψ(x1 , x2 ) = exp(iφ
(12.39)
Tapi pada buku ini kita hanya membahas dua jenis partikel, Fermion dan Boson. Jenis partikel anyon tidak akan dibahas, karena ini merupakan perkembangan teori fisika yang terbaru dan belum menjadi hal yang perlu diajarkan pada tingkat Sarjana.
12.4 12 .4 Ferm ermio ion n ns = 0, 1
(12.40)
Untuk mempe Untuk mempermud rmudah ah dalam penur penurunan unan pers persamaan amaan,, kita akan menggunakan sistem terbuka karena penjumlahan lebih mudah dilakukan pada sistem terbuka daripada sistem tertutup. Fungsi partisi untuk sistem terbuka untuk fermion adalah ∞
Q =
N =0 ms N =0 ∞
=
− βE − βE ))
exp(βµN exp(βµN
N =0 N =0 (n1 ,n2 ,n3 ,··· )
− −
exp(βµN exp( βµN
β
s
ns ǫs )
(12.41)
Boson
101
= N N . dengan syarat konstrain s ns = Untuk Untu k memper memperjela jelass baga bagaimana imana melak melakukan ukan penju penjumlaha mlahan n untuk mendapatkan fungsi partisi Q, kita menggunakan contoh sebuah sistem yang terdiri terdiri dari dua ting tingkata katan n energ energi. i. juml jumlah ah part partikel ikel yang memenuhi syarat untuk fermion adalah N = 0, 1, 2. Unt ntuk uk N = 0, satu (0,, 0), untuk N = 1, keadaan mikronya adalah keadaan mikro yaitu (0 (1,, 0) dan (0 (1 (0,, 1). da dan n untuk untuk N = 2 keadaan mikro yang sesuai adalah (1,, 1) sepert (1 sepertii terl terlihat ihat pada Gamba Gambarr. Jad Jadii untuk sistem dua ting tingkata katan n ini, mempunyai fungsi partisi, βµ(0) (0)− −β (0) βµ(2) (2) −β (ǫ1 +ǫ2 ) = e + eβµ [e−βǫ1 + e−βǫ 2 ] + e + eβµ [e ] Q = eβµ
= 1 + e + eβµ [e−βǫ1 + e−βǫ 2 ] + e + e2βµ [e−β (ǫ1 +ǫ2) ] βµ− −βǫ 1 βµ− −βǫ 2 = [1 + e + eβµ ][1 + e + eβµ ] 2
=
βµ− −βǫ s [1 + e + eβµ ]
(12.42)
s=1
Sekarang jika ada tiga tingkatan energi, jumlah partikel yang sesu(0,, 0, 0), ai yaitu N = 0, 1, 2, 3, keadaan mikro untuk sistem ini adalah (0 (1,, 0, 0), (0 (1 (0,, 1, 0), (0 (0,, 0, 1), (1 (1,, 1, 0), (1 (1,, 0, 1), (0 (0,, 1, 1), dan (1 (1,, 1, 1). Fu Fung ngsi si partisinya yaitu, −β (0) βµ(0) (0)− βµ(2) (2) −β (ǫ1 +ǫ2 ) βµ(3) (3) −β (ǫ1 +ǫ2 +ǫ3 = e + eβµ [e−βǫ 1 + e−βǫ 2 + e−βǫ 3 ] + e + eβµ [e + e−β (ǫ1 +ǫ3) + e−β (ǫ2 +ǫ3) ] + e + eβµ Q = e βµ e
= 1 + e + eβµ [e−βǫ1 + e−βǫ 2 + e−βǫ 3 ] + e + e2βµ [e−β (ǫ1 +ǫ2) + e−β (ǫ1+ǫ3 ) + e−β (ǫ2 +ǫ3) ] + e + e3βµ e−β (ǫ1+ǫ2+ǫ3) βµ− −βǫ 1 βµ− −βǫ 2 βµ− −βǫ 3 = [1 + e + eβµ ][1 + e + eβµ ][1 + e + eβµ ] 3
=
βµ− −βǫ s [1 + e + eβµ ]
(12.43)
s=1
Dengan melihat dua kasus ini, kita dapat melihat pola yang jelas, untuk N s = jumlah tingkatan energi, fungsi partisinya yaitu
∞
∞
Q =
βµ− −βǫ s [1 + e + eβµ ]
(12.44)
s=1
12.5 12 .5 Bo Boso son n ns = 0, 1, 2, 3,
···
(12.45)
Statistik Sistem Kuantum
102
Seperti halnya untuk fermion, sistem boson juga menggunakan sistem terbuka dalam penyederhanaan fungsi partisinya. Fungsi partisi untuk sistem terbuka untuk boson adalah ∞
Q =
− βE − βE ))
exp(βµN exp(βµN
N =0 ms N =0 ∞
=
− −
exp(βµN exp( βµN
β
ns ǫs )
(12.46)
s
N =0 N =0 (n1 ,n2 ,n3 ,··· )
= N dengan syarat konstrain s ns = N . Untuk Untu k mempe memperjel rjelas as baga bagaimana imana melak melakukan ukan penju penjumlaha mlahan n untuk mendapatkan fungsi partisi Q, kita menggunakan contoh sebuah sistem yang terdiri dari dua tingkatan energi ( ǫ1 dan ǫ 2 . Keadaan mikro yang memenuhi kriteria untuk boson berjumlah tak terhingga, karena jumlah partikel yang menempati tingkat energi yang sama bisa berapa saja. Beber Beberapa apa keadaan mikro mikro yang memil memiliki iki energi terendah terendah yaitu (0,, 0), (1 (0 (1,, 0, (0 (0,, 1), (2 (2,, 0), (1 (1,, 1), (0 (0,, 2), (3 (3,, 0), (2 (2,, 1), (1 (1,, 2), (0 (0,, 3) dan seterusnya. seper seperti ti terlihat terlihat pada Gamba Gambarr. Jad Jadii untuk sistem dua ting tingkata katan n ini, mempunyai fungsi partisi, βµ(0) (0)− −β (0) βµ(2) (2) −β 2ǫ1 = e + eβµ [e−βǫ 1 + e−βǫ 2 ] + e + eβµ [e + e−β (ǫ1 +ǫ2) + e−β 2ǫ2 ] + Q = e βµ βµ(2) (2) −β 2ǫ1 = 1 + e + eβµ [e−βǫ 1 + e−βǫ 2 ] + e + eβµ [e + e−β (ǫ1 +ǫ2) + e−β 2ǫ2 ] +
= [1 + e + eβ (µ−ǫ1 ) + e2β (µ−ǫ1 ) + 2
=
−
· · · ] × [1 + e + e
[1 + e + eβ (µ−ǫs ) + e2β (µ−ǫs ) + +e +e3β (µ−ǫs ) +
s=1 2
=
β (µ−ǫ2 )
[1
+ e2β (µ−ǫ2 )
··· + ···]
···
···]
βµ− −βǫ s −1 ] eβµ
(12.47)
s=1
Dengan cara yang sama, kita dapat melihat pola yang jelas, untuk N s = jumlah tingkatan energi, fungsi partisinya yaitu
∞
∞
Q =
− [1
βµ− −βǫ s −1 ] eβµ
(12.48)
s=1
Kedua rumus untuk fungsi partisi fermion dan boson, ∞
Q =
± [1
s=1
βµ− −βǫ s ±1 ] eβµ
(12.49)
Boson
103
tanda + untuk fermion dan untuk boson. logaritma fungsi partisinya adalah,
−
∞
ln Q =
±
βµ− βµ −βǫ s
±e
ln[1
s=1
]
(12.50)
Sekarang berapa Sekarang berapa jumla jumlah h rata rata-rat -rata a partikel partikel menem menempati pati ting tingkat kat enerener = q gi s s = q ? ∞
n = q
=
− − − − − − − nq P P ((E, N )
N =0 ms N =0 ∞
N =0 N =0 ms ∞
1 = Q N N =0 =0 1 = Q =
1 exp(βµN nq exp(βµN Q
βE ) βE )
∞
exp(βµN nq exp( βµN
ns ǫs )
β
ms
s
1 ∂ β ∂ǫ q
∞
∞
exp(βµN exp(βµ N
β
N =0 N =0 ms
ns ǫs )
s
1 ∂Q − βQ ∂ǫ q
=
ln Q − β 1 ∂ ∂ ln ∂ǫ
(12.51)
q
n = − q
=
1 ∂ [ β ∂ǫ q e
∞
±
ln(1
s=1
βµ− βµ −βǫ s
±e
)]
βµ− βµ −βǫ q
βµ− −βǫ q ) (1 eβµ = (e−β (µ−ǫq ) 1)−1
±
±
(12.52)
−
Perlu ingat bahwa tanda + untuk fermion dan untuk boson. Gambar plot nq disini. ¯ q tergantung pada nilai µ. KuKita perhatikan bahwa distribusi n antitas ini yang harus kita tentukan dengan melihat kondisi keadaan sebelumnya sebelu mnya.. Syar Syarat at yang kita gunakan gunakan untuk menentukan menentukan µ adalah ¯ . Jadi kondisi dimana jumlah rata-rata partikel dalam sistem harus N
Statistik Sistem Kuantum
104
¯= N
[1 + e + e−β (µ−ǫq ) ]−1
¯q = n
q
(12.53)
q
1 ǫq = 2m
h 2L
2
q2
(12.54)
+ q + q Ingat bahwa q 2 = q x2 + q y2 + q z2 dan q x , q y , q z = 0, 1, 2, . Disamping itu partikel dapat juga mempunyai spin σ , proyeksi pa+1,, (2σ da su sumb mbu u z adalah adalah σz = σ, σ +1 , σ . Ada (2 σ +1) jumlah tingkatan energi dan semua energi mempunyai nilai yang sama, atau degenerate. Penjumlahan pada persamaan di atas di gantikan dengan,
− −
···
···
σ
∞
∞
∞
≡ q
(12.55)
σz =−σ qx =0 qx =0 qx =0
Dan karena tingkat energi ǫq rapat, kita dapat mengaproksimasi penjumlahan dengan integral seperti sebelumnya yang sudah kita lakukan di bab? σ
≡ q
∞
d3 q
(12.56)
q2 )]−1
(12.57)
0
σz =−σ
Jadi jumlah rata-rata partikel adalah σ
¯= N
∞
σz =−σ
3
−
[1 + exp( β (µ d q [1
0
−
1 2m
h 2L
2
Karena Karen a bagi bagian an integ integrasi rasi tida tidak k terg tergantun antung g pada σz maka jumlah representasi menjadi menjadi koor koordinat dinat momenσz = 2σ + 1 = g . Kita ubah representasi tum dimana p = h2Lq , Jumlah rata-rata menjadi
¯ = g N
2L h
3
∞
0
[1 + exp( β (µ p2 /2m)]−1 d3 p p[1
−
−
(12.58)
Karena fungsi pada integral atau integran adalah fungsi simetrik atau genap, maka kita dapat mengubah integral di atas menjadi
¯= N
gV h3
∞
0
[1 + exp( β (µ p2 /2m)]−1 d3 p p[1
−
−
(12.59)
Kita telah menggunakan L3 = V . . Pe Persam rsamaan aan ini menent menentukan ukan hu¯ bungan antara µ dengan N , V dan T .
Boson
105
¯ (p) adalah Jadi distribusi n ¯ (p) = n
gV h3
[1 + exp( β (µ p2 /2m)]−1
−
−
(12.60)
Pertan ertanyaan yaan kita adal adalah ah bagaimana bagaimana hubungan deng dengan an dist distribu ribusi si Maxwell. Kita mendapatkan sebelumnya untuk distribusi Maxwell yaitu
(2πmkT η (p) = N N (2 πmkT )−3/2 e−βp
2
/2m
(12.61)
1 maka kita akan memperoJika kita ambil situasi dimana e βµ << << 1 leh
≈ gV h3 gV h3 gV h3
¯ (p) = n
=
exp(β exp(β (µ p2 /2m) exp(β exp( β (µ p2 /2m) + 1
−
− exp(β exp( β (µ − p /2m) 2
eβ (µ e−βp
2
/2m
(12.62)
Persamaan ini hampir sama dengan persamaan distribusi Maxwell dengan perbedaan koefisien. Di sini kita belum menentukan nilai µ . ¯ maka Jika kita substitusi persamaan di atas ke integral untuk N maka
≈ ≈
¯ N
gV h3
∞
β (µ −βp 2 /2m
3
d pe
e
−∞
=
2mπ β
gV h3
3/2
eβµ
(12.63)
Jadi kita memperoleh βµ
e
=
h3 gV
¯ N (2mπkT (2 mπkT )3/2
(12.64)
Substitusi hasil ini kita memperoleh 2 ¯ (2πmkT ¯ (p) = N n N (2 πmkT )−3/2 e−βp /2m
(12.65)
Perbedaan dengan persamaan distribusi Maxwell adalah nilai rata¯ . Ini dikarenakan kita menggunakan sistem kanonik besar atau rata N sistem terbuka untuk mempelajari sistem ini. 1 atau kondisi Sekarang apa maksud dari kondisi e βµ << << 1
eβµ =
h3 gV
¯ N 1 << 1 << (2mπkT (2 mπkT )3/2
(12.66)
Statistik Sistem Kuantum
106
Jika kita bandingkan dengan hasil sebelumnya untuk sistem nondegenerate, kondisi ini hampir sama dengan sistem non-degenerate. Ini juga menunjukkan sistem dalam keadaan klasik. Sekarang bagaimana jika sistem yang degenerate atau eβµ >> 1. Ini berarti juga bahwa βµ >> 1 >> 1 . Ini menunjukkan pula nilai β harusnya bernilai besar atau temperature T rendah. Untu Untuk k β yang mende0, faktor kati atau suhu T
∞
→ →
[1 + exp( β (µ p2 /2m)] = 1dan
−
−
{
∞
(12.67)
Jika kita definisikan sebuah energi limit ǫ F (energi Fermi) yaitu
¯ , V ) ¯ , V , T ) ) = limµ ǫF (N limµ((N
(12.68)
Maka
¯ (p) = n
gV jika p2 /2m < ǫ F 3 h
(12.69)
13
Zat Padat Pada bab ini, kita menggunakan /menerapkan sistematika fisika statistik untuk mempelajari sifat-sifat statistik dan termodinamika untuk zat padat terutama tentang kapasitas panasnya. Materi yang kita akan bahas yaitu tentang zat padat yang berupa kristal yang terdiri dari atom atau ion seperti (materi besi dan kristal garam) di mana atom atau ion berada pada lattice. Kapasitas panas untuk suhu tinggi sesuai dengan hukum Dulong 3nR dan Petit adalah 3 nR. Untuk mempelajari sistem kristal, karena atom terikat oleh sebuah potensial yang kita akan kita dekati dengan pendekatan potensial harmonik. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, nilai rata-rata energinya adalah
ǫ = exp( ω ω/kT − − 1 0
(13.1)
0
13.1 13. 1 Teori Ein Einste stein in Untuk pende Untuk pendekata katan n pert pertama, ama, seper seperti ti yang dikemukan dikemukan oleh Einst Einstein, ein, menganggap bahwa setiap atom pada kristal zat padat terikat dan bergerak independen secara harmonik pada tiga sumbu axisnya. Jadi ada 3 N osilator osilator harmonik dengan energi seperti sebelumnya. Jadi energi dalam dengan pendekatan Einstein adalah
×
ǫ = 3N exp( ω ω/kT − − 1 0
0
Kapasitas panasnya menjadi
(13.2)
Zat Padat
108
cv =
∂U ∂T
ω0 = 3N exp( ω0 /kT
ceklagi)) − 1 (ceklagi −
V
(13.3)
Karakteristik frekuensi Einstein adalah
θE =
hν E E k
(13.4)
Teori Einstein ini kurang akurat untuk temperatur rendah tetapi mendekati sebenarnya untuk temperature tinggi.
13.2 13. 2 Teori Deb Deby ye Teori Einstein menggunakan pendekatan bahwa setiap atom dianggap bergerak secara independen. Tetapi kenyataannya ini tidak demikian, setiap atom bergerak akan mempengaruhi gerakan atom di latice yang berdekatan atau dengan kata lain semua atom bergerak/bergetar secara bersamaan dan saling mempengaruhi. Teori Debye menjelaskan dengan menggunakan semua atom pada lattice latt ice secara keseluruhan. keseluruhan. Jad Jadii di sini kita mengasumsik mengasumsikan an sebuah distribusi frekuensi, tidak hanya satu frakuensi seperti teori Einstein. Distribusi frekuensinya adalah
= g (ν )dν =
9N 2 ν dν 3 ν m
(13.5)
Jadi distribusi energi menjadi
dE = ǫ(ν ) g (ν )dν = ǫ(ν ) g (ν ) 9N h ν 2 = 3 hν/kT ν m e
− 1 dν
9N 2 ν dν 3 ν m
(13.6)
karateristik temperatur Debye,
θD = hν m /k
(13.7)
Energi totalnya didapat dengan menjumlahkan (mengintegralkan) untuk semua frekuensi dibawah frekuensi ν m = θD /T .
Teori Debye
109
T 3 U = 9RT RT (( θD
θD /T
0
u3 eu
− 1 du
(13.8)
Integral ini harus dihitung secara numerik. Untuk mendapatkan kapasitas panasnya kita menghitung terlebih ∂ ǫ dahulu kapasitas panas per vibrasi atau c v = ∂T . kemudian kapasitas panasnya dapat dilakukan dengan,
ν m
cv =
(d ǫ /dT /dT ))g (ν )dν
0
(13.9)
dan kemudian menghasilkan,
cvD = 3RD RD((θD /T /T ))
(13.10)
D() adalah untuk temperatur rendah T << θD ,
9RT 4 ∞ u U ((low U low)) = du 3 θD eu 1 0 9RT 4 π4 = 3 θD 15
−
(13.11)
14
Sistem Dielektrik Sederhana
Pada bagian ini kita akan membahas sifat-sifat sistem dielektrik yang terdiri terdi ri dari molekul-molek molekul-molekul ul dengan momen dipol listrik. listrik. Jika suatu medan listrik diberikan pada sebuah dipol listrik, energi potensial antara dipol dan medan listrik adalah
Φ=
−E · p − (1(1//2)( 2)(α αE) · E
(14.1)
Dengan kuantitas p adalah momen dipol permanen molekul, α adalah polarisabil polarisabilitas itas molekul. Pe Perlu rlu diingat diingat kemba kembali li bahwa αE adalah momen dipol induksi. Jika kita asumsikan bahwa interaksi antar molekul tidak ada atau dengan kata lain dielektrik dalam keadaan gas atau solusi yang dilut sehingga molekul-molekul tidak tidak terlalu berdekatan. berdekatan. Energi potensial total dari sistem ini adalah
E = E 0
−
1 N αE 2 2
N
− i=1
·
E pi
(14.2)
di mana E 0 merupak merupakan an energi total ketika ketika medan listrik listrik nol. Pe Perurumusan untuk E 0 tidak perlu diperhatikan karena kita hanya meninjau pengaruh yang diakibatkan oleh sifat dielektrik atau dipol listrik. Karena orientasi dari dipol listrik tidak terkuantisasi, maka nilai arah dipol dapat sembarangan sembarangan.. Seper Seperti ti yang dila dilakuka kukan n sebel sebelumny umnya a (bab ?) fungsi partisi sistem dielektrik adalah perkalian fungsi partisi ) karena energi E 0 dan fungsi partisi Z p karena bagian energi Z 0 (T , V ) momen dipolnya.
Sistem Dielektrik Sederhana
112
Z = Z 0 (T , V V ))Z p
· · · · 2π
Z = Z 0 (T , V V ))
π
sin(θθ1 ) dθ1 sin(
dφ1
0
1 exp β N αE 2 + β 2
2π
π
dφN
0
0
sin(θθN ) dθN sin(
0
E pi
(14.3)
) merupakan fungsi partisi ketika medan listrik nol. Z 0 (T , V ) Karena energi tidak tergantung pada variabel φ maka integral di atas dapat disederhanakan menjadi
1 )(2π) exp( exp(β Z = Z 0 (T , V )(2π β N αE 2 ) 2 N
π
···
π
sin(θθ1 ) dθ1 sin(
0
·
sin(θθN )exp β dθN sin(
0
E pi
(14.4)
Seperti sebelumnya, kita dapat memperoleh,
1 )(2π)N exp( exp(β Z = Z 0 (T , V )(2π β N αE 2 ) 2
· · ·
π
π
·
0
1 )(2π exp(β Z = Z 0 (T , V V )(2 π)N exp( β N αE 2 ) 2
·
sin(θθ1 ) ex exp( p(β dθ1 sin( β E p1 )
sin(θθN ) ex exp( p(β dθN sin( β E p
0
(14.5)
π
·
N
sin(θθ)exp( )exp(β dθ sin( β E p)
0
(14.6)
·
= E cos(θθ) Substitusi E 1 = Epp cos( 1 )(2π)N exp( exp(β Z = Z 0 (T , V )(2π β N αE 2 ) 2
π
sin(θθ) ex exp( p(βE cos(θθ)) dθ sin( βE p cos(
0
N
(14.7)
= cos dengan substitusi variable y y = cos((θ), 1 )(2π exp(β Z = Z 0 (T , V V )(2 π )N exp( β N αE 2 ) 2
N
1
exp(βEpy))dy exp(βEpy
−1
1 1 )(2π exp(β (exp(βEpy (exp( Z = Z 0 (T , V V )(2 π )N exp( β N αE 2 ) βEpy)) 2 βE p
(14.8)
N
− exp(−βEpy βEpy))
(14.9)
113
4π exp( exp(β sinh( nh(βEpy β 12 αE 2 ) si βEpy)) Z = Z 0 (T , V )) βE p
N
(14.10)
Setelah kita mengetahui fungsi partisi ini, kita akan mempelajari sifat termodinamika sistem ini. Kita perhatikan dengan melihat fungsi partisi Z Zpp tidak tergantung pada variabel V dan T maka sifat-sifat termodinamika tida berubah ketika medan listrik diberikan.
∂lnZ ∂lnZ 0 = kT ∂V ∂V
= k Tekanan = kT T
(14.11)
Energi dala Energi dalam m dipe dipengar ngaruhi uhi oleh medan list listrik rik sehing sehingga ga rata rata-rat -rata a energi ener gi dal dalam am ber bergan gantun tung g pad pada a int intera eraksi ksi ana anatar tara a mom momen en dip dipol ol dan medan. Sifat termodinamika yang baru dari sistem dielektrik adalah ratarata total momen dipol molekul () N
−1
= Z
pi ) e −E
( N + +
ms
i=1
Menghubungkan sebagai total polarisasi polarisasi sistem, dengan dengan menggunakan notasi
∂ ∂ ∂ ∂ = i + j + k j + ∂ ∂ x ∂ y ∂ z
∂E = ∂
− N
+ N +
pi
i=1
Sehingga Sehing ga persamaan persamaan dapa dapatt ditulis −1 ∂
= Z
∂
ms
=−1 1 ln Z = ln Z o (T , V ) ) + N 2 2
e−E = Z −1
∂Z ∂
ln Z ∂ ln ∂
− N ln( p ln( p)) + N ln[sinh( p + N ln ln 4 N ln[sinh( p)) ] + N
Dengan mensubstitusi persaam ln Z ke persamaan diperoleh
− −
= N
N
cosh sh ( p N pco p)) + sinh si nh ( p p))
Sistem Dielektrik Sederhana
114 Atau
= N + N + Npp [c [cot oth h ( p p))
−
1 ] p
mewakilii tot total al ind induks uksii pol polari arisas sasi. i. Gro Group up ked kedua ua mew mewaki akili li ra rata ta – N mewakil rata yang dimiliki momen dipol permanen yang bergantung pada suhu. Persamaan ini akan mengecil seiiring peningkatan suhu. Fungsi Langevin 1 coth(x) Definisi L (x) = coth(x x L(x) = x3 , X besar L (x) = 1. Sehingga persamaan total polarisasi dapat ditulis
− ∼
∼
= N + N + NpL pL(( p p))
∼
Pada gambar L L(( p p)) = p/ p/33, maka
∼= N + +
Atau datap ditulis = a + T b Grafik antara 1/T terhadap / ǫ Energi dalam
U =
N p2 3kT
− ∂ lnln∂ Z
Atau bisa ditulis dengan hukum kedua termodinamika
dU ′ = T dS p dV + d
−
ln Z ln Z ln Z ∂ ln ∂ ln ∂ ln d + dV + d ∂ ∂V ∂ + p dln Z = U d + p dV + d
dln Z =
−
Dimana: d (U ) = U d + dU
+ d d () = d d +
ln Z = k Dan p = kT T ∂ ln ∂ Sehingga diperoleh
+ ) = k d (U + kT T d (ln Z + U )
− p dV + d
Atau
+ d = = dU dU + d dU ′ Maka energi dalam dapat diberikan oleh ′
U =
−
ln Z o ( (T ∂ ln T , V V )) N 2 + 2 ∂
15
Sistem Paramagnetik
Pada bagian ini, kita akan membahas tentang sistem paramagnetik yang terdiri dari molekul-molekul dengan dipol magnet µ m dipengaruhi oleh medan magnet B. Suda Sudah h dijelaskan dijelaskan sebelumnya sebelumnya karena karena ada dipol magnet molekul dan medan magnet, energi potensial dipol adalah Jika kita menggunakan asumsi tidak ada interaksi antara dipol molekul yang satu dengan yang lainnya, maka maka energi total sistem magnetik adalah N
E = E 0
−
·
µm B
i=1
(15.1)
di sini E 0 adalah energi total sistem pada saat B = 0 Bentuk energi total ini hampir sama dengan energi untuk sistem dielektrik dengan polarizabilitas nol yang sudah dijelaskan sebelumnya yaitu N
E = E 0
−
·
pm E
i=1
(15.2)
Hasil yang kita peroleh untuk sistem dielektrik dapat digunakan dengan melakukan penggantian variabel,
→B p→µ E
m
(15.3)
Magnetisasi total sistem atau rata-rata total momen magnet dengan nga n men mengan gangg ggap ap bah bahwa wa var variab iabel el µm merupa merupakan kan vari varibel bel kontinyu kontinyu (ata (atau u merupakan sistem klasik) adalah
Sistem Para Paramagnetik magnetik
116
M
= N µm coth(βµmB coth(βµmB))
−
= N µm L(βµ mB )
1 βµ mB
(15.4)
di mana L(x) adalah adalah fungsi fungsi Langenvin. Langenvin. Untu Untuk k nilai x yang kecil atau βµ m B << 1, kita dapat menggunakan aproksimasi L(x) x/33 x/ sehingga kita memperoleh
≈
M
≈
βN µ2m B 3
(15.5)
Kita perhatikan bahwa magnetisasi total berbanding lurus dengan βB atau B B/T /T (Hukum Curie). Jadi M
= C
B T
(15.6)
di mana C adalah adalah proportional konstan atau yang disebut konstanta Curie yang bernilai (dari teori klasik),
N µ2m C = 3k
(15.7)
Jika kita tinjau dengan kuantum teori, energi sistem paramagnetik tidaklah tida klah kontinyu, kontinyu, melai melainkan nkan diskrit. diskrit. Seper Seperti ti yang sudah dije dijelask laskan an pada pad a bab ?? bag bagian ian ?? bah bahwa wa kompon komponen en µ m sepanjang arah B hanya bisa bernilai tertentu dan diskrit atau terkuantisasi dan harus merupakan kelipatan magneton Bohr. Energi potensial menjadi
−µ
mB
=
−2µ
BMB
(15.8)
(4πm di mana µB = eh/ eh/(4 πme ) dan M merupakan bilangan bulat yang bernilai antara J dan J . mB =
−2
−
Untuk mem Untuk mempel pelaja ajari ri sis sistem tem par parama amagne gnetik tik ini ki kita ta men mengg gguna unakan kan sis sis-tem kanonik dengan jumlan molekul N dan molekul dapat dibedakan, sehingga kita kita memperoleh fungsi partisi partisi sistem sistem adalah adalah perkalian perkalian fungsi partisi partisi untuk energ energii kinetik kinetik dan potens potensial ial selain selain energi dipo dipoll magnet )) dan fungsi-fungsi partisi untuk masing-masing dipol mole(Z 0 (T , V ) kul,
117
J
Z = Z 0 (T , V V ))
J
eβZµmβ
M 1 =−J
N B eβ 2µM N
M N N = −J
N
J
= Z 0 (T , V V ))
···
eβZµmβ
M = M =−J
(15.9)
Kita telah menggunakan menggunakan fakta bahwa fungsi fungsi partisi partisi masing-masing dipol adalah sama sehingga perkalian menjadi pangkat. Sekarang kita akan menghitung deret fungsi partisi untuk masingmasing masin g dipol dipol.. Untu Untuk k mempermudah mempermudah perhitungan perhitungan kita gunakan x = β 2µB B , Fungsi partisi untuk satu dipol dalah J
+ ex + e2x + eM x = e −J 1 + e
M = M =−J
2Jx
· · · , e
(15.10)
Agar lebih sederhana, kita substitusi ex = a, persamaan di atas menjadi J
+ a + + a eM x = e−J 1 + a a2 +
M = M =−J
2J
· · · , a
(15.11)
Dengan menggunakan rumus jumlah deret geometri yaitu
2
1 + a + a + + a a +
2J
· · · , a
+1 1 a2J +1 = a 1
Substitusi kembali nilai a , fungsi partisi J
M = M =−J
Mx
e
−
−
(15.12)
(2J J +1)x +1)x (ee(2 −J ( = e ex 1
− −e −e
−1
+1/2) 2)x x −(J +1/ +1/2) 2)x x e(J +1/ = x/2 2 −x/ x/2 2 ex/ sinh[(J sinh[( + 1/2) 2)x J + x] = sinh[x/ sinh[ 2] x/2]
(15.13)
Sehingga fungsi partisi keseluruhan menjadi
sinh[(J + sinh[(J + 1/2) 2)x x] Z = Z 0 (T , V V )) sinh[x/ sinh[ 2] x/2]
N
(15.14)
Sistem Para Paramagnetik magnetik
118 Logaritma fungsi partisi,
sinh[(J + sinh[(J + (1 (1//2)) 2))x x] ln Z = ln Z 0 (T , V ) ) + N + N ln ln sinh(x/ sinh( 2) x/2) = ln Z 0 (T , V ) ) + N + N ln[sinh[(J ln[sinh[(J + + (1 (1//2)) 2))x ln[sinh(x/2)] 2)] (15.15) x]] N ln[sinh(x/
−
x = 2βµ B B Magnetisasi total M dap dapat at dip dipero eroleh leh dar darii fun fungsi gsi par partis tisii den denga gan n men mengggunakan persamaan, M
=
1 ∂ ln ln Z β ∂B
(15.16)
Turunkan persamaan ini! Dalam melakukan penurunan persamaan untuk nakan aturan rantai turunan yaitu,
ln Z ∂x ∂ ln Z ln Z ∂ ln ∂ ln ∂ ln ∂ = = 2βµ B ∂B ∂B ∂x ∂x
M
kita menggu-
M
(15.17)
1 ∂ ln ln Z β ∂B ln Z ∂ ln ∂ = 2µB ∂x ∂ ∂ = 2N µB ln[sinh((J ln[sinh(( + (1 (1//2)) 2))x ln[sinh(x/ ln[sinh( 2)]] J + x)] x/2)]] ∂x ∂x cosh[(J cosh[( + (1 (1//2)) 2))x cosh(x/ cosh( 2) J + x] x/2) = 2N µB (J + + (1 (1//2)) (1//2) (1 sinh[(J sinh[( + (1 (1//2)) 2))x sinh(x/ sinh( 2) J + x] x/2) = N µB (2 (2J + 1) cot coth[( h[(J + (1 (1//2)) 2))x coth(x/ 2) (15.18) J + J + x] coth( x/2) =
{
−
−
−
}
interpretasi di sini. Untuk kasus medan magnet B yang rendah atau pada suhu T yang tinggi sehingga x = 2µB B/k B/kT T << 1, maka kita dapat menggunakan aproksimasi,
coth(x) coth(x
≈ x1 + x3
(15.19)
Magnetisasi total menjadi, M
≈ Nµ
B
1 (2J (2 + 1)2 x J + 6
−
1 x 6
(15.20)
119 Bentuk hukum Curie menjadi : M
4 = βN J (J + + 1) 1)µ µ2B B 3 4βN J (J + + 1) 1)µ µ2B = 3k
B T
(15.21)
16
Pengenalan Mekanika Kuantum
Energi yang diperlukan Energi diperlukan dala dalam m mempe mempelaja lajari ri suatu sistem dapat diperoleh perol eh dengan meny menyelesai elesaikan kan persamaan persamaan mekan mekanika ika kuantum. kuantum. Untuk partikel dengan kecepatan lebih kecil dari kecepatan cahaya, kita menggunakan persamaan Schr¨ Schrodinger. o¨ dinger. Di bab ini kita akan membahas tentang bagaimana memformulasikan atau mendapatkan persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger untuk sistem yang kita kit a per perluk lukan. an. Bab ini hanya mengenal mengenalkan kan sec secara ara singkat singkat ten tentan tang g konsep apa yang diperlukan diperlukan untuk memperoleh memperoleh energi sistem. sistem. Oleh karena itukita hanya membahas secara garis besar tentang formulasi Kuantum. Untuk penjelasan yang lebih rinci dan akurat secara matematik dapat dibaca pada buku-buku mekanika kuantum seperti ??. Sebelum meninjau lebih jauh tentang mekanika kuantum, kita terlebih dahulu mempelajari secara singkat bagaimana sejarah perkembangan mekanika kuantum. Sebelum abad ke 19an, sudah dimengerti bahwa gelombang elektromagnetik merupakan sebuah gelombang yang terjadi karena perubahan medan listrik dan medan magnet. magnet. Gelomb Gelombang ang dalam pengertipengertian bahwa sifatnya sifatnya kont kontinu inu dan tida tidak k mempunyai massa. massa. Walaup alaupun un demikian gelombang bisa membawa momentum. Kemudian ditemukan fenomena/permasalahan untuk radiasi benda hitam, yang mana radiasinya tidak sesuai dengan teori elektromagnetik (EM). Bahwa spec spectrum trum teori klas klasik ik menya menyataka takan n bahw bahwa a spektrum akan semakin meningkat jika frekuensinya semaking tinggi. Ini tidak sesuai dengan pengamatan di mana pada frekuensi tinggi akan mendekati mendek ati nilai nol. Disam Disamping ping itu pula, dike diketahui tahui adanya adanya fenom fenomena ena fotolistrik yang merupakan proses penyerapan energi EM dan emisi elektr ele ktron on pad pada a log logam. am. Ked Kedua ua fen fenome omena na ini dapat dapat dij dijela elaska skan n jik jika a gelombang elektromagenetik tidak merupakan sebuah gelombang, melainkan cahaya merupakan kumpulan paket gelombang (wavepacket (wavepacket)) yang memiliki memiliki energi yang sebanding sebanding dengan frekuensiny frekuensinya. a. Plan Planck ck
Pengenalan Peng enalan Mekanika Kuantum
122
menyatakan bahwa gelombang EM atau cahaya dapat bersifat seperti partikel dengan momentum,
= p = p
h λ
(16.1)
di mana λ dan h adalah panjang gelombang cahaya dan konstanta Planck. Bahas efek Compton di sini. Di samping gelombang, partikel pada abad itu, sebagai contohnya adalah elektron dan proton, merupakan suatu kuantitas yang bisa dianggap diskrit (atau menempati ruang yang terbatas). Partikel mempunyai massa dan momentum. Atas usulan de Broglie, melihat analogi bahwa jika cahaya dapat bersifat bersi fat part partikel, ikel, maka ada kemun kemungki gkinan nan bahw bahwa a part partikel ikel juga bisa bersifat bersi fat gelo gelombang mbang deng dengan an panja panjang ng gelo gelombang mbang de Brog Broglie lie λde Broglie adalah
λde Broglie =
h h = p mv
(16.2)
= mv di mana p p = mv adalah momentum partikel tersebut. Kita bisa perhatikan bahwa persamaan (16.1) dan (16.2) merupakan persamaan yang sama tetapi untuk hal yang berbeda. Davidson Germer eksperimen, difraksi elektron. Jadi pergerakan partikel pada ruang harus juga berupa fungsi gelombang dan harus menyelesaikan persamaan gelombang. Persamaan gelombang disini adalah persamaan Schr¨ Schrodinger. o¨ dinger. Untuk memformulasikan persamaan gelombang, kita perlu mengenal energi sistem klasik terlebih dahulu yang tertuang pada Hamiltonian sistem tersebut. Hamiltonian merupakan cara formulasi formulasi dinamika sistem yang menggunakan konsep energi sebagai basis formulasinya. lasi nya. Ini berbeda dari mekanika Newton yang menggunakan menggunakan konsep gaya. gaya. Jika Hamiltonia Hamiltonian n tida tidak k tergantung tergantung pada waktu dan tidak ada gesekan atau gaya nonkonservatif maka Hamiltonian merupakan = T + V . . penjumlahan energi kinetik dan energi potensial atau H H (( p, q ) = T Perlu diingat bahwa Hamiltonian merupakan fungsi dari posisi (q ) dan momentum ( p). Jad Jadii dala dalam m form formulasi ulasinya, nya, semua variabel variabel haru haruss diubah menjadi fungsi fungsi ruang dan momentum. Formu ormulasi lasi Hamilton Hamilton ini masih merupakan merupakan form formulasi ulasi klasik, belum mempunyai mempunyai sifa sifatt gelom gelom-bang.. Baga bang Bagaimana imana mengubah Hamiltonian Hamiltonian menjadi persamaan persamaan kuan kuan-tum? Satu yang menjembatani antara mekanika klasisk dan kuantum
123 adalah operator. Semua variabel dan operasi pada mekanika kuantum harus berupa operator. Jika kita sudah mengetahui Hamiltonian sebagai fungsi posisi dan momentum, kita dapat mengubah Hamiltonian menjadi operator Hamiltonian dengan melakukan substitusi/penggantian sebagai berikut (untuk representasi posisi/ruang)
→ Operator q → q qˆ ˆ ≡ −i ∇ p→p
Variabel V ariabel klasik
(16.3)
Kita perhatikan penggunaan tanda topi ˆ pada setiap operator untuk membedakan dengan variabel lain seperti contohnya operator poˆ dan momentum p ˆ . adalah 2π sisi q adalah konstanta Planck dibagi dengan 2 π, = h/ = h/22π. Sebagai contoh sebuah partikel bebas memiliki Hamiltonian
1 2 p2 H ( p p)) = mv = 2 2m
(16.4)
→ pˆ = −i ∇ kita mendapatkan
Setelah melakukan substitusi p
ˆ ( p ˆ) = H p)
2
2
− 2m ∇
(16.5)
ˆ p ˆ , jadi dua operator p ˆ dioperasikan Perlu diingat bahwa pˆ2 = p secara berurutan. Operator-operator yang digunakan untuk formulasi , kuantum harus memiliki sifat linier sifat linier dan dan hermitian hermitian.. Sifat linier yaitu memenuhi operasi berikut ini.
·
ˆ (c1 Ψ + c + c2 Φ) = c 1 ˆ + c2 ˆ G GΨ + c GΦ
(16.6)
Ψ dan Φ dan konstanta c 1 dan c 2 . untuk sembarang fungsi gelombang Ψ Sedangkan operator sifat hermitian berarti,
Ψ∗ (q, t) ˆ Φ(q, GΦ( q, t)dτ =
Φ(q, t)( ˆ Φ(q, Ψ(q, GΨ( q, t))∗ dτ
(16.7)
Sekarang kita sudah megetahui dinamika partikel yang direpresentasikan oleh sebuah operator Hamiltonian yang linear dan hermitian.
Pengenalan Peng enalan Mekanika Kuantum
124
Seperti disebutknya sebelumnya bahwa partikel direpresentasi pada ruang dengan sebuah fungsi gelombang, yang kita akan beri notasi Ψ(q, Ψ( Ψ(q, Bagaimana imana fungsi fungsi gelombang gelombang ini Ψ( q, t). Baga q, t) merambat atau berevolusi. volus i. Disi Disinila nilah h pers persamaan amaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger diperlukan yang dituliskan sebagai berikut.
Ψ(q, t) ∂ Ψ(q, ˆ Ψ(q, = H Ψ(q, t) i ∂t
(16.8)
Di sebelah kanan Persamaan (16.8) merupakan operator energi karena berasal dari Hamiltonian (??) dan di sebelah kiri juga merupakan operator energi yaitu i ∂ ∂t . Dengan menyelesaikan persamaan Schr¨ Schrodinger, o¨ dinger, kita akan mendapatkan energi dari partikel itu dan fungsi gelombangnya. Di samping fungsi fung si gelom gelombang bang haru haruss merup merupakan akan solus solusii Pe Persam rsamaan aan (16. (16.8), 8), fung fungsi si differentiable dan square square integelombang P bersifat twice differentiable dan P si juga harus bersifat twice ∗ grable yaitu grable yaitu integral Ψ Ψdτ harus finite harus finite.. Semua fungsi-fungsi gelombang yang merupakan solusi persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger menjadi satu set fungsi yang orthogonal ...need to be completed. ˆ tidak Jika operator Hamiltonian H tidak tergantung pada (atau independen terhadap) waktu, maka fungsi gelombangnya bersifat stationer sehingga kita dapat memisahkan persamaan untuk variabel ruang dan Ψ(q, exp( p( iEt/ ), kita kemudiwaktu. Dengan menggunakan Ψ( q, t) = ψ ψ((q ) ex an dapat memperoleh persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger yang independen terhadap waktu yaitu,
−
ˆ Ψ(q, Ψ(q, t) = H Ψ(q, t) E Ψ(q,
(16.9)
Ini merupakan persamaan eigen. Dengan menyelesaikan persamaan ini kita memperoleh nilai eigen atau tingkatan energi atau energi karakteristik dari sistem tersebut. Sekarang Sekar ang pert pertanya anyaannya annya,, setel setelah ah kita meng mengetahui etahui fungsi gelom gelom-bang dan nilai energinya, bagaimana dengan posisi partikel, bagaimana mendapatkannya? Salah satu postulat mekanika kuantum adalah (Teorema ?), kita tidak dapat menentukan secara pasti posisi partikel, tetapi kita dapat mengetahui probabilitas partikel berada pada volume element tertentu. Probabilitas partikel adalah
)Ψ(q, Ψ(q, P (q, t) = Ψ∗ (q, t)Ψ( P ( q, t)dτ = Ψ( q, t) 2 dτ
|
|
(16.10)
Ψ(q, Kuantitas Ψ( dengan kerapatan probabilitas ( probabi probabiq, t) 2 disebut dengan lity density). density). Untuk kasus fungsi gelombang yang stationer, kerapatan
|
|
Aplikasi
125
Ψ(q, q, t) 2. probabilitas ψ(q ) 2 sama dengan Ψ( Selain probabilitas menemukan partikel, kita juga dapat menghitung nilai rata-rata atau nilai ekspektasi ( expectation ( expectation value) value) untuk suˆ dengan menghitung, atu variabel dinamik (contohnya operator G
|
|
|
ˆ Ψ( Ψ∗ (q, t)G Ψ(q, q, t)dτ Ψ∗ (q, t)Ψ( )Ψ(q, q, t)dτ ΨGΨ = ΨΨ
ˆ = G
|
| | |
(16.11)
Kita menggunakan notasi Dirac atau bracket atau bracket yaitu yaitu
| | | ΨGΦ = ΨΦ =
ˆ Φ( Ψ∗ (q, t)G Φ(q, q, t)dτ
Ψ∗ (q, t)Ψ( )Ψ(q, q, t)dτ
(16.12) (16.13)
Untuk operator hermitian, nilai ekspektasi selalu bernilai riil atau nyata. nyat a. Ini yang menda mendasari sari bahwa bahwa opera operator tor untuk variabel variabel fisis harus berupa operator hermitian. Bagian pembagi pada Persamaan (16.11), Ψ Ψ merupakan pembagi untuk normalisasi karena probabilitas selalu satu untuk menemukan partikel untuk seluruh ruang.
|
16.1 16 .1 Ap Apli lika kasi si Pada bagian ini kita akan menyelesaikan persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger untuk beberapa sistem yang sering ditemukan di buku ini.
16.1.1 16.1. 1
Partike artikell Pada Pada Sumu Sumur r Potens Potensial ial Kotak Kotak 1D 1D
Untuk kasus pertama kita mempelajari sebuah partikel pada ruang satu dimensi pada sumur potensial potensial kota kotak. k. Po Potensi tensial al untuk sistem ini adalah V = 0 untuk 0 < x < L dan V = untuk x < 0 dan x > L. Pada daerah yang memiliki potensial tinggi , fungsi gelombangnya = 0 atau partikel tidak berada di tempat ini. adalah nol, ψ ψ = Pada daerah 0 < x < L, part partikel ikel bebas bergerak. bergerak. Hamil Hamiltonia tonian n untuk partikel bebas adalah
∞ ∞
Pengenalan Peng enalan Mekanika Kuantum
126
2
ˆ = pˆx = H 2m
2
−
d2 2m dx2
(16.14)
Persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger yang kita akan selesaikan untuk mendapatkan nilai eigen atau tingkat energi menjadi,
−
ˆ ψ(x) = E H Eψ ψ(x) 2 2 d ψ (x) = E Eψ ψ(x) 2m dx2
(16.15)
(16.16)
atau
d2 ψ (x) + k 2 ψ (x) = 0 2 dx
= 2mE/ 2 . di mana k 2 = 2mE/hbar 2 atau k k = Solusi persamaan diferensial ini berbentuk,
±
sin(kx + B cos( cos(kx ψ(x) = A sin( kx)) + B kx))
(16.17)
dengan konstanta A dan B yang ditentukan sesuai dengan kondisi batas pada sistem. Pada sistem dengan sumur potensial kotak, mempunyai kondisi ba ψ((x = 0) = 0 dan ψ ψ((x = L) = 0. Denga tas yaitu ψ Dengan n menggunakan menggunakan dua kondisi batas ini, kita memperoleh,
→
= A sin(0) + B + B cos(0) = 0 ψ (0) = A B = 0 sin(kL + B cos( cos(kL sin(kL ψ(L) = A sin( kL)) + B kL)) = 0 A sin( kL)) = 0
→
(16.18)
(16.19)
Kita perhatikan bahwa kondisi kedua, persamaan (16.19) menyasin(kL)) = 0. Jad takan supaya solusinya tidak trivial A = 0 maka sin(kL adii kita harus mendapatkan mendapatkan solusi persamaan persamaan ini. Ini menyatakan menyatakan tidak sin(kL semua k bisa menjadi solusi sin( kL)) = 0. Atau dengan kata lain solusi persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger tidak dengan energi yang kontinu tetapi diskrit. ri t. Ni Nilai lai k yang memenuhi syarat jika kL adalah kelipatan π . Jad adii = nπ kL = kL nπ . Energi yang menjadi solusinya adalah 2
k =
2mE 2
n2 π2 2 n2 h2 = n π /L E n = = 2mL2 8mL2 2 2
2
(16.20)
Aplikasi
127
Nilai koefisien A diperoleh dengan ketentuan bahwa total probabilitas seluruh ruang adalah 1, kita dapat memperoleh,
∞
∗
= A ψ (x)ψ(x)dx dx = A
L
2
sin2 (nπx/L nπx/L))dx
0
−∞
= A A =
2nπx
2
− L sin(2 sin(2nπx/L nπx/L)) 4nπ
2 L
L
= A 2 0
L =1 2
(16.21)
Persamaan gelombang yang dihasikan setelah normalisasi adalah
ψn (x) =
2 nπx sin L L
(16.22)
Fungsi-fungsi gelombang ψn merupakan kumpulan fungsi gelombang yang ortogonal, dengan kata lain
∞
2 ∗ (x)ψn (x)dx = ψm dx = L −∞
L
sin(mπx/L sin( sin( n(nπx/L = 0 mπx/L)) si nπx/L))dx dx =
0
(16.23)
= πx/L = (π/L atau menggunakan variabel baru θ θ = πx/L dan dθ dθ = π/L))dx, 2 L
L
0
16.1.2 16.1. 2
2L π sin(mπx/L sin( )sin(nπx/L = sin(mθ sin( sin( n(nθ mπx/L)sin( nπx/L))dx dx = mθ)) si nθ))dθ Lπ 0 π 2 sin( sin(n sin(n n m)θ sin( n + m m))θ = 2(n 2( 2(n 2( π n m) n + m m)) 0 = 0 jika m = n (16.24)
− −
−
Partike artikell di Sum Sumur ur Potens Potensial ial Kota Kotak k 3D
Untuk kasus kedua ini, partikel berada pada ruang tiga dimensi sumur potensial kotak. Potensial untuk sistem ini adalah
V = 0 jika
0 < x < Lx 0 < x < Ly 0 < x < L z
(16.25)
Pengenalan Peng enalan Mekanika Kuantum
128
dan V = untuk daerah lainnya. Seperti sebelumnya, fungsi gelombangnya adalah nol pada daerah yang memiliki potensial tinggi . Hamiltonian untuk sistem ini adalah
∞
∞
pˆ2 ˆ = H = 2m
2
2
2
− 2m ∇ = −
∂ 2 ∂ 2 ∂ 2 + + 2m ∂x 2 ∂y 2 ∂z 2
(16.26)
Persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger yang kita akan selesaikan untuk mendapatkan nilai eigen, tingkat energi menjadi, 2
−
∂ 2 ∂ 2 ∂ 2 + + ψ (x , y , z) = E Eψ ψ(x , y , z) 2m ∂x 2 ∂y 2 ∂z 2
(16.27)
Dengan mengg Dengan menggunak unakan an tekni teknik k sepa separasi rasi vari variabel, abel, kita mengu mengumpampa ψ((x,y,z ) = ψ x (x)ψy (y )ψz (z ). makan solusi persamaan diatas adalah ψ Setelah substitusi dan melakukan manipulasi kita dapat memperoleh, 2
−
1 d2 ψx 1 d2 ψy 1 d2 ψz + + = E = E 2m ψx dx2 ψy dy 2 ψz dz 2
(16.28)
Kita perhatikan bahwa setiap bagian pada sisi kiri persamaan di atas,, mempu atas mempunyai nyai variabel variabel ruang yang berbeda. berbeda. Jad Jadii perubahan perubahan pada variabel independen tidak mempengaruhi nilainya jadi kita dapat simpulkan setiap bagian haruslah sama dengan sebuah konstanta.
−
2
1 d2 ψx = E = E x 2m ψx dx2
(16.29)
Begitu pula untuk ψ y dan ψ z . Jadi energi sistem menjadi E = E x + + E E y + E z . Solusi persamaan diferensial ( ) merupakan solusi untuk satu dimensi, Energi yang menjadi solusinya adalah
E x,n x,nx
n2x π2 2 n2x h2 = = 2mL2x 8mL2x
(16.30)
Osilator Harmonik
129
Persamaan gelombang yang dihasikan setelah normalisasi adalah
ψxi (x) =
2 nx πx sin Lx Lx
(16.31)
dengan cara yang sama, kita memperoleh solusi untuk ψ y dan ψ z . Jadi solusi untuk tiga dimensinya adalah
+ E + E E nx ny nz = E x,n E y,n E z,n x,nx + y,ny + z,n z n2y h2 n2x n2z = + + 8m L2x L2y L2z
(16.32)
dan fungsi gelombangnya
ψ(x,y,z ) =
8 nx πx sin Lx Ly Lz Lx
sin
ny πy Ly
sin
nz πz Lz
(16.33)
= L = L jika Lx = Ly = L z = L, energinya menjadi
E nx ny nz
h2 = [n2x + + n + n n2y + n2z ] 2 8mL
(16.34)
Jika kita perhatikan, persamaan di atas, nilai tingkat energi dapat bernilai berni lai sama untuk beberapa beberapa tingkat energi. energi. Sebag Sebagai ai contoh, ting (2,, 1, 0), (2 (2,, 0, 1), (1 (1,, 0, 2),(0 (0,, 1, 2), (0 (0,, 2, 1), dan (1 (1,, 2, 0) memiliki kat energi (2 2 2 (8mL energi E = 6h /(8 Keadaan n tingkat energi yang yang energinya energinya sama mL . Keadaa dinamakan degenerasi.
16.2 16. 2 Osi Osilat lator or Harm Harmoni onik k Sistem osilator harmonik banyak digunakan diberbagai situasi, terutama untuk sistem yang berkaitan dengan vibrasi molekul atau atom. Karena sumur potensial, pada posisit sekitar titik minimum dapat didekati dengan sebuah fungsi kuadrat. Sebuah partikel yang bermassa m berada pada sumur potensial satu dimensi yang berbentuk,
1 V ((x) = kx2 V 2
(16.35)
Pengenalan Peng enalan Mekanika Kuantum
130 Energi sistem ini adalah
p2x 1 2 + kx E = 2m 2
(16.36)
Untuk sistem kuantumnya, Hamiltoniannya berbentuk,
ˆ = H
2
d2 1 2 + kx 2m dx2 2
−
(16.37)
Persamaan Schr¨ Schrodingernya o¨ dingernya adalah 2
2
− d ψ(x) + 1 kx ψ(x) = E Eψ ψ (x) 2m
2
dx2
2
(16.38)
atau
−
d2 ψ(x) k km m 2 + x ψ(x) 2 dx2
− E 2 m ψ(x) = 0
2
(16.39)
Ini adalah persamaan diferensial Hermite. dan solusinya adalah
= A exp( p( y 2 /2) ψn = A n H n(y ) ex
−
(16.40)
dan tingkat energinya adalah
1 E n = (n + ) ω0 2 di mana ω 0 =
(16.41)
k . m
16.3 16 .3 Ri Rigid gid Ro Rotat tator or Untuk molecul dengan dua atom, energi yang terkandung dapat berupa energi energi rot rotasi asi.. Di bagian bagian ini kita akan mempelaj mempelajari ari,, sis sistem tem dua atom/ molekul yang rigid (kaku), atau dengan artian jarak antara kedua atom tidak berubah. Gambar dua molekul.
Rigid Rotator
131
Jika kita ambil pusat massa sebagai titik referensi untuk koordinat, maka energi rotasinya untuk kecepatan angular ω adalah
1 1 T = m1 ω 2 r12 + m2 ω 2 r22 2 2 1 = (m1 r12 + + m m2 r22 ) 2 1 2 = Iω 2
(16.42)
Momentum angular untuk sistem ini adalah L = = I I ω
(16.43)
Jadi kita memperoleh,
T =
1 1 (I ω )2 = L2 2I 2I
(16.44)
Untuk mengubah ke bentuk operator Hamiltonian, kita menggunakan operator momentum,
ˆ L
≡ ˆr × pˆ
(16.45)
Untuk potensial eksternal yang konstan dna diabaikan, persamaan Schr¨odingernya Schr o¨ dingernya menjadi,
ˆ ψ = = E H Eψ ψ 1 ˆ2 = E L ψ = Eψ ψ 2I
(16.46)
Jika kita mengubah variabel dan sistem koordinat ke koordinat bola, persamaan Schr¨ Schrodinger o¨ dinger menjadi, 2
− Lˆ ψ(θ, φ) = E Eψ ψ(θ, φ) 2
2I
(16.47)
menjadi persamaan diferensial,
1 ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ ∂ψ + cot θ + + l l((l + 1)ψ 1) ψ = 0 ∂θ 2 ∂θ sin2 θ ∂φ 2
(16.48)
Pengenalan Peng enalan Mekanika Kuantum
132
Solusi persamaan ini adalah berupa fungsi ”spherical harmonics”, |m| )exp(imφ ψl,m (θ, φ) = Y l,m imφ)) l,m (θ, φ) = AP l (θ )exp(
(16.49)
|m|
yang mana A adalah factor normalisasi, P l (θ) adalah ”associated Legendre polynomial”. Energi rotasinya adalah
+ 1) 2 J (J + E J J = 2I 0,, 1, 2, ada 0
(16.50)
+ 1) dengan tingkat energi yang sama. J ((J + ± ± · · · , ±J , J
17
Statistika Kuantum
Bab ini, kita akan mempelajari fisika statistik dengan menggunakan mekanika mekan ika kuantum. kuantum. kita membahas membahas tenta tentang ng proba probabili bilitas tas dari awal dengan menggunakan penjelasan tentang kuantum yang diberikan pada bab sebelumnya. Pada saat ini, teori yang dapat menjelaskan hampir semua fenomena alam adalah mekanika kuantum. Jadi semua sistem harus mematuhi mekanika kuantum. Begitu pula dalam formulasi fisika statistik, kita harus memulai dengan mekanika kuantum. Jelaskan untuk Pure state terlebih dahulu. Setiap keadaan mikro suatu sistem dengan energi tertentu diberikan oleh fungsi gelombang seperti dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada setiap keadaan pada waktu instantaneous, untuk sistem yang Ψ( r, t) terisolasi atau pure, kita dapat menguraikan fungsi gelombang Ψ(r, menjadi sebuah kombinasi linier fungsi-fungsi ortogonal (lihat bab sebelumnya).
Ψ(r, t) = Ψ(r,
cn (t)ψ(r)
(17.1)
n
Di sini kita menganggap bahwa ψ ψ((r ) tidak tergantung pada waktu atau merupakan fungsi gelombang gelombang stationer. stationer. Indeks n adalah bilangan kuantum. Perlu diingat bahwa kuadrat modulus koefiesien cn 2 = c n c∗n merupakan probabilitas probabilitas menemukan sistem berada pada pada tingkat enerenergi n , bilangan kuantum n. Agar mempermudah penjelasan dan penulisan, kita akan membahas terlebih dahulu sistem yang terdiri dari satu partikel dan memiliki dua tingkatan energi. Fungsi gelombang untuk tingkat energi diberikan oleh, dengan menggunakan notasi dirac, 1 dan 2 . Gambar. Sebuah keadaan dapat merupakan superposisi dari kedua tingkatan energi ini atau merupakan kombinasi linier,
| |
|
|
Statistika Kuantum
134
|
|
Ψ(t) = c 1 (t) 1 c2 (t) 2 Ψ(t
(17.2)
dan inga ingatt kemba kembali li bahw bahwa, a, prob probabili abilitas tas pada keadaan 1 dan 2 2 2 adalah c1 dan c2 . Fungsi gelombang Ψ dapat dituliskan dalam bentuk bra dan ket yaitu,
| |
|
| |
Ψ| = |Ψ =
c∗1 c∗2
c1 c2
|
(17.3)
(17.4)
Perlu diingat bahwa
| |
ci = Ψ i c∗i = i Ψ
(17.5)
(17.6)
ˆ adalah Nilai ekspektasi untuk sebuah observabel O
O = Ψ|Oˆ |Ψ =
c∗1
c∗2
O11 O12 O21 O22
ˆ j di mana matriks elemen O i,j = i O j . dan bisa dijabarkan menjadi
c1 c2
(17.7)
(17.8)
| |
∗ 1 1
+ c + c + c c1 c∗2 O12 + c2 c∗1 O21 + c2 c∗2 O22 11 +
O = c c O
Bagian ci c j∗ dapat dibentuk dengan mengalikan secara outer matriks Ψ dengan Ψ yaitu yaitu matr matriks iks densi densitas tas atau oper operator ator densi densitas tas Ψ Ψ.
| | |
|
c c∗ c c∗ Ψ Ψ = 1 1∗ 1 2∗ c2 c1 c2 c2
| |
(17.9)
perkalian matriks densitas dan matriks O, menghasilkan
c1 c∗1 c1 c∗2 ˆ Ψ Ψ O = c2 c∗1 c2 c∗2
| |
O11 O12 O21 O22
+ c + c c1 c∗1 O11 + c1 c∗2 O21 c1 c∗1 O11 + c1 c∗2 O21 = + c + c c1 c∗1 O11 + c1 c∗2 O21 c1 c∗1 O11 + c1 c∗2 O21
(17.10)
135 Jika kita perh perhatik atikan an bagi bagian an diag diagonal, onal, kita dapat meny menyimpul impulkan kan bahwa jumlah diagonalnya atau T r merupakan nilai ekspektasi.
{} O = T r{ρØ} (17.11) ˆ Dengan menggunakan matriks |ΨΨ|, nilai ekspektasi operator O
adalah
∗ 1 1
O = T r{c c O
+ c + c + c c1 c∗2 O12 + c2 c∗1 O21 + c2 c∗2 O22 11 +
(17.12)
Kita mengikuti penurunan rumus dari Buku Kuantum Bransden ˆ untuk suatu keadaan m adalah Nilai ekspektasi suatu operator O
|
m|Oˆ |m (17.13) Dengan menggunakan ekspansi | m ke ortonormal basis | n, kita O
m =
memperoleh
O
m =
(m)
n
n
(m)∗ (m) cn
cn
′
′
n |Oˆ |n ′
(17.14)
di mana c n = n m adalah koefisien ekspansi. Sebelumnya sudah disebut kan bahwa nilai rata-rata ekspektasi merupakan nilai yang dihasilkan dalam eksperimen merupakan jumlah dari probabilitas sistem dalam keadaan tertentu dikalikan dengan nilai ekspektasi keadaan tersebut atau merupakan nilai rata-rata ensemble. tentunya nilai probabilitas memenuhi syarat-syarat syarat-syarat probabilitas yang sudah dijelaskan pada bab II.
|
N
| | | | | | ˆm W m m O
O =
(17.15)
m=1
N
O =
ˆn n m W m m n n′ O
m=1
n
n
(17.16)
′
Seperti sebelumnya kita definisikan operator densitas N
ρˆ =
|
|
m W m m
m=1
(17.17)
Statistika Kuantum
136 Dalam bentuk matrik dengan basis n adalah
|
ρnn = n′ ρˆ n ′
|| n |mW m|n = N
′
m
m=1 N
=
(m)∗ (m) cn
W mcn
′
(17.18)
m=1
Nilai ekspektasi dapat diluliskan jika operator ρˆ sudah diketahui. N
O =
| | | | | | ˆn n ρˆ n′ n′ O
m=1
n
n
′
N
=
ˆn n ρˆO
m=1
n
ˆ = T r ρˆO
{ }
(17.19)
Dengan mengetahui matriks densitas ρˆ, kita dapat menghitung nilai rata-rata ensembel. Sifat-sifat matriks densitas: 1. Jik Jika a 2. Nil Nilai ai diagonal diagonal ρ nn = n ρˆ n =, ρnn
|| 3. Herm Hermitia itian n n |ρˆ|n = n|ρˆ|n ′
≥ 0 positif semidefinit
′ ∗
Sistem dalam kesetimbangan termal kanonik kanonik kecil dan kanonik besar
Daftar Pustaka 17.1 17. 1 Buk Buku u Ref Refere erensi nsi Buku-buku tambahan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman konsep-konsep fisika statistik adalah sebagai berikut
• E. A. Jackson, (1968), Equilibrium statistical mechanics, Dover, New York. Buku ini telah menjadi awal penulisan buku ini.
• Harvey Gould and Jan Tobochnik, (2010), Thermal and Statisti-
cal Physics, dapat diunduh di http://stp.clarku.edu/notes atau http://www.compadre.org/ portal/index.cfm. Buku ini sangat bagus untuk tingkat sarjana tentang termodinamika dan fisika statistik. Banyak pula menampilkan hasil simulasi.
• W. Greiner, Greiner, L. Neise, dan H. St St¨oker, o¨ ker, (1995), Thermodynamics and
Statistical Mechanics, Mechanics, Springer Springer,, New York. York. Buku ini menjelaskan secara lengkap dan detil tentang termodinamika dan mekanika statistik.
• J.H. Noggle, Noggle, (199 (1996), 6), Phys Physical ical Chemistry Chemistry, Ed.
ketiga, Har ketiga, Harper per collins, llin s, New York. Buku Kimia Fisika Fisika ini memberikan memberikan penjelasan penjelasan sederhana tentang termodinamika dan fisika statistik.
• F. Rief, (1965), Fundamentals of statistical and thermal physics,
McGraw-H McGra w-Hill ill,, New York York.. Buk Buku u ini sudah tergolon tergolong g cu cukup kup tua tetapi masih sering digunakan untuk mengajar fisika statistik.
• T. L. Hill, (1986), an introduction to statistical thermodynamics, Dover, New York.
• Setna, Order Pa Parame rameters ters.. Buku ini sang sangat at menar menarik ik untuk diba dibaca, ca,
yang memberik memberikan an fisik fisika a statistik statistik yang terbaru terbaru,, tetapi untuk ting ting-kat sarjana (S1) buku ini cukup demanding untuk untuk dibac dibaca. a. Buhttp:// p://www www.la .lassp ssp. . cor cornel nell.e l.edu/ du/ ku ini dapat diunduh di htt sethna/orderparameters/intro.html.
Daftar Pustaka 1. E. A. Jac Jackson, kson, (1968), Equil Equilibri ibrium um stat statisti istical cal mech mechanic anics, s, Dover Dover,, New York.
138
Statistika Kuantum
2. E.F. E.F. Haeussler, Haeussler, Jr Jr., ., R.S. Paul, dan R.J R.J.. Wood (2005),Introductory matematic matem atical al analy analysis sis for busin business, ess, economics, economics, and the life and social sciences,11th, Prentice-Hall, New Jersey. 3. R.A. Barnett, M.R. Ziegler Ziegler,, dan K.E. Byleen,(2005), Finite mathematics for business, economics, life sciences, and social sciences, 10th, Prentice Hall, New Jersey. 4. D.S. D.S. Betts dan R.E. Turner, Turner, (199 (1992), 2), Intr Introduct oductory ory statistical statistical mechanics, Addison-Wesley, Wokingham. 5. A. Katz, (1967), Principles Principles of stat statisti istical cal mechanics: mechanics: the informainformation theory approach, W.H. Freeman and Co, san Francisco. 6. W. Greiner, Greiner, L. Neise, dan H. St oker, o¨ ker, (1995), Thermodynamic Thermodynamicss and Statistical Mechanics, Springer, New York.
A
Konstanta dan Konversi Penting
B
Integral Gaussian Integral yang berbentuk,
∞
xm exp( αx2 )dx
−
−∞
(B.1)
sering dijumpai dalam kuliah ini, terutama untuk mendapatkan sifatsifat sistem gas ideal. Jika pangkat genap (m = 2n),
∞
2n
−
= 2 x exp( αx )dx dx =
−∞
∞
∞
0
−
× [Lihat dibawah ini]
1 exp( αx2 )dx = dx = 2
−
0
x2n exp( αx2 )dx
0
=2
∞
2
π α
−
(B.2)
(B.3)
(2n (2 )!π n)! π 1/2 = 2n+1 x exp( αx )dx dx = +1/ /2 2 n!αn+1 2n
2
(B.4)
Jika pangkat ganjil (m = 2n + 1)
∞
= 0 x2n+1 exp( αx2 )dx dx =
−
−∞ ∞
0
= x exp( αx2 )dx dx =
−
∞
= x2n+1 exp( αx2 )dx dx =
0
−
1 2α n! 2αn+1
(B.5)
(B.6)
(B.7)