MAKALAH ILMIAH
BAHAN PAKAN DAN PEMBERIAN RANSUM
Silase
Oleh :
Kelas D
Kelompok III (Tiga)
Lia Veronica Sihombing 20011012
Firda Liesdiana 20011012
Sri Sulastri 20011012
Gugun Ahmad Gunawan 20011012
Saeful Anwar 20011012
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2014
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam melakukan usaha khususnya di bidang peternakan, sangat memiliki banyak keuntungan. Tentunya, keuntungan yang di dapat juga berbanding lurus dengan pengeluaran yang dikorbankan peternak. Seekor ternak mempunyai selera makan yang berbeda-beda baik dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternalnya. Misalnya apabila seekor ternak diberikan yang bukan makanannya, ternak tersebut tidak akan menyukainya.
Saat ini, salah satu kendala pada peternakan ruminansia adalah ketersediaan pakan. Pada musim hujan, hijauan berproduksi tinggi sehingga melimpah. Sedangkan pada musim kemarau, hijauan merupakan pakan yang sulit didapat. Salah satu cara untuk mengawetkan hijauan adalah dengan membuat silase.
Silase dimaksudkan untuk mengurangi kendala dalam mencari bahan pakan apabila musim kering. Manfaat silase juga diperuntukkan bagi ternak karena tidak mengurangi kandungan baik yang ada di hijauan tersebut.
Berkaitan dengan betapa pentingnya hal ini, maka disusunlah makalah ilmiah mata kuliah bahan pakan dan pemberian ransum mengenai silase. Makalah ini diantaranya membahas deskripsi, potensi, nilai nutrisi, faktor pembatas, serta rekomendasi penggunaan silase sebagai bahan pakan ternak.
Identifikasi Masalah
Dari uraian sebelumnya, maka dapat di rumuskan permasalahan ialah sebagai berikut :
Apa yang dimaksud silase dan apa tujuan pembuatannya.
Bagaimana tahapan pembuatan silase.
Bagaimana cara mengetahui kualitas silase yang baik.
Bagaimana potensi produksi biomassa nya.
Bagaimana nilai nutrisi silase.
Apa faktor pembatas silase sebagai bahan pakan ternak.
Bagaimana rekomendasi penggunaan silase.
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ilmiah Bahan Pakan dan Pemberian Ransum mengenai Silase ini adalah diharapkan :
s
II
DESKRIPSI BAHAN PAKAN
2.1. Pengertian Silase
Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian atau bijian berkadar air tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan dalam tempat kedap udara selama kurang lebih tiga minggu. Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut menyebabkan terjadinya fermentasi pada bahan silase.
Tempat penyimpanannya disebut silo. Silo bisa berbentuk horisontal ataupun vertical. Pada peternakan skala besar, silo biasanya permanen. Bisa berbahan logam berbentuk silinder ataupun lubang dalam tanah (kolam beton). Tetapi silo juga bisa dibuat dari drum atau bahkan dari plastik . Prinsipnya, silo memungkinkan untuk memberikan kondisi anaerob pada bahan agar terjadi proses fermentasi.
Silo dari drumhttp://rendyimage.blogspot.comSilage in long plastic bags (http://janiceperson.com)Tower silo / Steel silowww.farmbuildingguide.org
Silo dari drum
http://rendyimage.blogspot.com
Silage in long plastic bags (http://janiceperson.com)
Tower silo / Steel silo
www.farmbuildingguide.org
Bahan untuk pembuatan silase bisa berupa hijauan atau bagian bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nenas dan lain-lain. Kadar air bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75%. Kadar air tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah juga meningkatkan suhu silo dan meningkatkan resiko kebakaran.
Jika dibandingkan dengan pembuatan hay, pembuatan silase memiliki kelebihan yaitu :
Hijauan tidak mudah rusak oleh hujan pada waktu dipanen
Tidak banyak daun yang terbuang
Silase umunya lebih mudah dicerna dibandingkan hay
Karoten dalam hijauan lebih terjaga dengan dibuat silase dibanding hay
Sedangkan kelemahan pembuatan silase adalah perlunya ongkos panen, perlunya mengisi silo dan biaya pembuatan silo sebagai tempat penyimpanan.
2.2. Tujuan dan Tahap Pembuatan Silase
Tujuan pembuatan silase adalah untuk mengawetkan hijauan atau bijian yang berlimpah untuk digunakan pada saat kesulitan untuk mendapatkan hijauan tersebut. Di negara yang memiliki 4 musim silase sangat popular bagi peternak ruminansia karena tanaman hanya berproduksi pada musim tertentu. Jadi silase bisa menjadi cadangan pakan untuk ternak.
Di Indonesia, hijauan melimpah pada musim hujan dan kurang pada musim kemarau. Tetapi pengawetan hijauan seperti dengan pembuatan silase belum banyak dilakukan oleh peternak skala kecil di Indonesia. Akibatnya peternak sering mengalami kesulitan penyediaan pakan bagi ternaknya.
Di Kalimantan Selatan, salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan dan bisa digunakan sebagai pakan tetapi belum banyak pemanfaatannya adalah kelapa sawit. Penggunaan daun dan pelepah kelapa sawit sudah banyak diteliti oleh para ahli, dan mungkin dibuat menjadi silase.
Agar berhasil membuat silase, maka harus memahami proses ensilase. Proses ensilase yaitu proses selama pembuatan silase. Proses ini memerlukan waktu 2-3 minggu.
Setelah suatu produk pertanian dipanen, misalnya rumput dipotong, proses respirasi akan tetap terjadi sampai sel sel tanaman mati. Respirasi merupakan pengubahan karbohidrat menjadi energi maka apabila berjalan lama akan menurunkan kandungan karbohidrat pakan. Proses respirasi memerlukan oksigen sehingga untuk menghentikan proses ini dapat dilakukan dengan menempatkan bahan pada kondisi anaerob. Oleh karena itu, harus memampatkan bahan silase dan menutup rapat silo agar proses respirasi tidak berlangsung lama.
Hijauan biasanya dipotong 3-5 cm sebelum dibuat silase. Tujuannya agar lebih mudah memampatkannya. Apabila pemampatan maksimal, maka oksigen dalam silo akan rendah sehingga respirasi cepat terhenti.
Setelah respirasi terhenti, proses yang terjadi selanjutnya adalah fermentasi. Proses ini menyebabkan turunnya pH (derajat keasaman) bahan baku silase hingga tidak ada lagi organisme yang bisa tumbuh. Proses fermentasi bisa terjadi karena adanya bakteri pembentuk asam laktat yang mengkonsumsi karbohidrat dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat akan terus diproduksi hingga tercapai pH yang rendah (<5) yang tidak memungkinkan bakteri beraktifitas lagi dan tidak ada lagi perubahan . Keadaan inilah yang disebut keadaan terfermentasi, dimana bahan dalam keadaan tetap atau awet. Pada kondisi anaerob silase dapat disimpan bertahun-tahun.
Contoh bakteri asam laktat diantaranya adalah Streptococcus thermophillus, Streptococcus lactis, Lactobacillus lactis, Leuconostoc mesenteroides. Selain bakteri pembentuk asam laktat, dalam bahan baku silase terdapat juga bakteri Clostridia. Bakteri ini mengkonsumsi karbohidrat, protein dan asam laktat sebagai sumber energi dan memproduksi asam butirat. Bakteri ini merugikan karena menguraikan asam amino (menurunkan kandungan protein dan menghasilkan ammonia) sehingga menyebabkan pembusukan silase. Keadaan yang mendukung pertumbuhan bakteri Clostridia adalah tingginya kadar air, terlalu lamanya proses respirasi, kurangnya bakteri asam laktat dan rendahnya karbohidrat. Inilah yang menyebabkan perlunya pelayuan bila kadar air bahan lebih dari 75% dan bahan tambahan dalam pembuatan silase hijauan.
Bahan tambahan untuk pembuatan silase dibedakan menjadi 2 jenis yaitu stimulant dan inhibitor. Bahan yang masuk kategori stimulant adalah bahan pakan sumber karbohidrat seperti molasses, onggok, dedak halus atau ampas sagu. Molasses dan onggok bisa ditambahkan sebanyak 2,5 % dari berat hijauan. Sedangkan kalau dedak halus sebanyak 5% dan kalau menggunakan ampas sagu diperlukan 7% dari berat hijauan. Urea juga bisa ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein silase berbahan baku jagung. Bahan stimulant lain yang juga bisa dipakai adalah enzim atau mikrobia yang biasa dijual di pasaran.
Sedangkan bahan yang masuk kategori inhibitor diantaranya asam format, asam klorida, antibiotik, asam sulfat dan formalin. Penambahan inhibitor bermanfaat untuk proses ensilase tetapi masih asing bagi petani kita. Bahan stimulant lebih mudah didapatkan, harganya juga lebih murah dan lebih ramah lingkungan. Jadi prinsip pembuatan silase yang utama adalah:
Menghentikan pernapasan dan penguapan sel sel tanaman.
Mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara.
Menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk.
Mencapai dan mempercepat keadaan hampa udara (anaerob).
2.3. Kualitas Silase
Silase yang baik biasanya berasal dari pemotongan hijauan tepat waktu (menjelang berbunga), pemasukan ke dalam silo dilakukan dengan cepat, pemotongan hijauan dengan ukuran yang memungkinkannya untuk dimampatkan, penutupan silo secara rapat (tercapainya kondisi anaerob secepatnya) dan tidak sering dibuka.
Silase yang baik beraroma dan berasa asam, tidak berbau busuk. Silase hijauan yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan. Apabila dipegang terasa lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir) . Silase yang baik juga tidak menggumpal dan tidak berjamur. Bila dilakukan analisa lebih lanjut, kadar keasamanya (pH) 3,2-4,5. Apabila terlihat adanya jamur, warna kehitaman, berair dan aroma tidak sedap berarti silase berkualitas rendah.
III
POTENSI PRODUKSI BIOMASSA
Penggunaan biomasa tanaman jagung sebagai pakan dalam bentuk segar adalah yang termudah dan termurah untuk stok pakan pada saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan hijauan. Pengolahan biomasa jagung merupakan hal yang diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin. Walaupun sebagian besar biomasa tersebut diberikan kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak langsung di areal penanaman setelah jagung dipanen, namun sebagian biomasa tersebut diproses atau disimpan dengan cara dibuat silase sebagai pakan cadangan (McCutcheon dan Samples, 2002).
Pembuatan silase Biomasa jagung yang dapat dibuat silase adalah seluruh tanaman termasuk buah mudanya atau buah yang hampir matang atau biomasa yang berupa tanaman jagung setelah buah dipanen dan kulit jagung. Tanaman jagung yang tersisa dari panen jagung masih cukup tinggi kadar airnya. Untuk pembuatan silase, dibutuhkan kadar air sekitar 60%. Biomasa dicacah menjadi potongan-potongan kecil kemudian dimasukkan sambil dipadatkan sepadat mungkin dalam silo-silo yang berbentuk bunker (Nusio, 2005).
Bila seluruh tanaman jagung termasuk buahnya dibuat menjadi silase maka karbohidrat terlarut yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri mencukupi namun perlu ditambahkan molases sebagai sumber karbohidrat terlarut atau dapat pula ditambahkan starter (bakteri atau campurannya) untuk mempercepat terjadinya ensilase. Mikroba yang ditambahkan biasanya bakteri penghasil asam laktat seperti Lactobacillus plantarum, Lactobacillus casei, Lactobacillus lactis, Lactobacillus bucheneri, Pediocococcus acidilactici, Enterococcus faecium, yang menyebabkan pH silase cepat turun (Nusio, 2005).
Pencampuran biomasa jagung dengan leguminosa pohon seperti lamtororo, gamal dan turi dalam pembuatan silase sebagai sumber protein untuk ternak. Produk silase jagung yang baik atau sudah jadi ditandai dengan bau yang agak asam karena pH silase biasanya rendah (sekitar 4) dan berwarna coklat muda karena warna hijau daun dari khlorofil akan hancur sehingga biomasa menjadi kecoklatan. Bila ditambah molases, silase yang dihasilkan agak berbau sedikit harum. Walaupun baunya agak asam, akan tetapi cukup palatabel bagi ternak. Banyak sekali penelitian yang telah dilaporkan untuk melihat pengaruh pemebrian silase jagung terhadap performans ternak namun sampai saat ini proses adopsi teknologi tetap saja rendah di tingkat peternak NTT terutama sering terjadi kemarau panjang yang mengakibatkan kekurangan pakan berkualitas. Kendala yang dihadapi kemungkinan adalah tidak adanya ruang penyimpanan yang memadai. Kendala lain adalah tidak adanya tambahan modal untuk menyediakan/membeli kantong plastik atau ember/drum plastik. Kurangnya waktu untuk membuat silase karena petani biasanya sibuk untuk mengeringkan hasil panen biji-biji jagung terlebih dahulu.
IV
NILAI NUTRISI BAHAN PAKAN
Bahan
PK%
SK%
BETN%
Lemak%
Abu%
BK %
Rumput gajah
10,2
34,2
42,311
1,6
11,7
19,9
Rumput mexico
9,16
47,33
2,43
Jerami padi
3,2
30,9
32,2
1,5
18,2
86
Centrosema
5,5
7,8
8,6
0,9
2,2
25
Rumput raja
13,5
3,5
18,6
sorgum
9,6
69,2
1,95
V
FAKTOR PEMBATAS
Di Indonesia, hijauan melimpah pada musim hujan dan kurang pada musim kemarau. Tetapi pengawetan hijauan seperti dengan pembuatan silase belum banyak dilakukan oleh peternak skala kecil di Indonesia. Akibatnya peternak sering mengalami kesulitan penyediaan pakan bagi ternaknya.
Faktor pembatas lain dari pemenuhan kebutuhan pakan ternak yaitu ketersediaan lahan yang kurang memadai untuk produksi hijauan pakan ternak sapi perah dan ruminansia lainnya. Lahan hijauan di Pulau Jawa khususnya di Ngantang sangat terbatas karena pemukiman penduduk dan kondisi topografi yang berbukit-bukit sehingga untuk lahan khusus hijauan makanan ternak menjadi hampir mustahil. Sebagai konsekeunsinya sumber pakan hijauan utama adalah berupa limbah pertanian dengan karakteristik umumnya memiliki kandungan serat kasar tinggi namun rendah kandungan proteinnya sehingga kecernaannya juga rendah. Selain itu berbagai jenis limbah pertanian juga mengandung senyawa antinutrisi yang mempengaruhi proses metabolism didalam jaringan tubuh ternak.
Pemanfaatan hijauan pakan ternak yang melimpah pada saat musim hujan dengan memanfaatkan teknologi sederhana yaitu membuat silase, memberikan solusi jitu bagi peternak sapi perah atau ruminansia lainnya guna menjamin ketersediaan pakan saat musim kemarau, disamping itu dengan pembuatan silase, pakan yang dihasilkan berupa silase telah mengalami perombakan komponen-komponen kompleks menjadi sederhana sehinga mudah dicerna oleh mikroba rumen dan meningkatkan daya cerna serta efisiensi pakan .
A Sofyan dan A Febrisiantosa mengatakan, ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya pakan ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan asupan nutrient. Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna. Masalah lainnya adalah ketersedian pakan yang tidak kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai terobosan telah dilakukan. Untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang umum dilakukan adalah dengan memebuat menjadi hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijauan (silase).
Pengolahan bahan pakan dengan pengeringan sangat tergantung dengan musim/panas matahari sedangkan pengolahan dengan amoniasi (penambahan urea) acapkali terjadi kausus toksikasi karena tingginya amonia. Teknologi yang sekarang berkembang adalah pembuatan pakan tidak hanya sekedar awet (silase) tapi juga kadar nutrient sesuai dengan kebutuhan gizi ternak.
Dikarenakan sebagian besar pakan sapi mengandung serat yang tinggi, pengolahan bentuk silase memiliki beberapa keunggulan. Silase merupakan hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam kondisi kadar air yang tinggi (40-80 persen).
Dalam praktek di lapangan, konsep silase ini cukup terkendala karena selain meminta tempat simpan (pemeraman) yang cukup vakum juga silase yang dihasilkan jika diberikan ke ternak hanya memenuhi 30-40 persen kebutuhan nutrisi ternak.
VI
REKOMENDASI PENGGUNAAN
Hijauan pakan ternak yang sangat baik untuk bahan baku pembuatan silase adalah golongan rumput potongan yaitu rumput yang memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu : produksi per satuan luas cukup tinggi, tumbuh tinggi secara vertikal dan banyak anakan dan responsif terhadap pemupukan. Rumput yang masuk golongan ini antara lain : Pennisetum purpureum, Pannicum maximum, Euchlaena mexicana, Setaria sphacelata, Panicum coloratum dan Sudan grass.
Silase bisa digunakan sebagai salah satu atau satu satunya pakan kasar dalam ransum sapi potong . Pemberian pada sapi perah sebaiknya dibatasi tidak lebih 2/3 dari jumlah pakan kasar. Silase juga merupakan pakan yang bagus bagi domba tetapi tidak bagus untuk kuda maupun babi. Silase merupakan pakan yang disukai ternak terutama bila cuaca panas.
Prinsip pembuatan silase adalah mengawetkan bahan dalam bentuk segar dengan membuat kondisi asam, sehingga pada kondisi tersebut jamur atau bakteri pembusuk tidak dapat aktif. Keasaman (pH) optimum agar tidak terjadi proses pembusukan adalah 3,5-4,5. Produksi asam yang diharapkan terbentuk pada proses pengawetan dengan cara fermentasi adalah asam laktat dari bakteri jenis Lactobacillus plantarum. Untuk dapat tumbuh dengan baik bakteri tersebut biasanya memerlukan kondisi anaerob dan sumber karbohidrat. Biasanya pembuatan silase ini dilakukan di dalam wadah yang dinamakan silo. Bahan aditif sumber karbohidrat sebagai pemacu tumbuh bakteri asam laktat yang sering digunakan adalah molases (tetes), onggok, dedak padi, menir atau jagung. Tetes merupakan bahan yang paling sering digunakan karena hasilnya cukup bagus. Adapun pemilihan bahan aditif ini disesuaikan dengan ketersediaannya.
Rekomendasi Penggunaan Bahan Aditif dari Total Berat Segar Bahan :
Bahan Aditif
Takaran (%)
Tetas/Molases
3
Dedak Padi Halus
5
Onggok
5
Menir
4
Jagung
4
Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2001)
Pembuatan silase dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaan nya tergantung dari bahan tambahan yang akan di pergunakan. Adapun penggunaan bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin di capai. Pemberian bahan tambahan pada silase di tujukan untuk mempercepat proses atau untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan baku silase. Bahan bahan yang ditambahkan adalah yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi, dan atau gula sederhana yang siap digunakan oleh mikroba, antara lain :
Molase (melas) : 1 -2 kg /100 kg hijauan. *
Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan.
Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.
Urea : 0,5 kg/100 kg hijauan *
TSP: 0,1 kg/100 kg hijauan.*
Garam: 10 sendok makan.*
Starter silase (biofeed / rumen sapi): 0,5kg/100 kg hijauan
* Keterangan: *) Minimal harus ada
Untuk pemberian silase pada ternak itu sendiri, Apabila ternak belum terbiasa makan silase, silase diberikan sedikit demi sedikit dengan cara dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa dapat seluruhnya diberikan silase sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, meskipun ternak sudah terbiasa dengan silase, tetap saja penggunaannya harus dibatasi. Karena silase bersifat asam, pemberiannya pada ternak tidak dapat 100 % menggantikan hijauan (rumput), tetapi maksimal 75 %.
DAFTAR PUSTAKA
Belasco, J.C. 1954. New nitrogen coumpound for ruminant A laboratory Evaluation. Journal Animal Science 13 : 601 – 610.
Honig, H., & Woolford, M K. 1980. Changes in silage on exposure to air. Occasional. Symposium of the British Grassland Society, No. 11, pp. 76-87
Siregar, S.B. 1995. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wilkinson, J.M., Wadephul, F., & Hill, J. 1996. Silage in Europe: a survey of 33 countries. Welton, UK: Chalcombe Publications.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian. (2012). Silase. Jakarta : Direktorat Pakan Ternak.
Cullison, A.E. & Lowrey, R. S. 1987. Feeds and Feeding. Fourth Edition. (Page 234-245) A Resto Book Prentice Hall. Englewood Cliffs.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminant. UI Press. Jakarta.