Untuk majalah Dia
SEJARAH PERKEMBANGAN BIDAT Pengertian Bidat Apa yang dimaksud dengan bidat? Bidat (Bhs Inggris: Heresy, Yunani: hairesis) muncul 9 kali dalam Perjanjian Baru. Menurut kamus Yunani karya monumental W.F Arndt dan F.W. Gingrich yg diterjemahkan oleh W. Bawer’s, semula kata ini bersifat netral, tanpa konotasi negatif, yaitu dimengerti sebagai kelompok/sekte, opini, dogma (BAG 23-24).. Dengan demikian, dalam Perjanjian Baru (PB) dikenal sekte orang Saduki (Kis. 5:17) dan sekte orang Farisi (Kis. 15: 5; 26:5) yang dibentuk dari kelompok Judaisme. Sekte orang Saduki adalah kelompok yang menolak hal-hal yang bersifat supernatural, seperti ajaran tentang kebangkitan, hidup kekal, juga adanya malaikat. Sedangkan sekte orang Farisi adalah mereka yang percaya kepada hal-hal tersebut di atas, dan digambarkan di dalam PB sebagai kelompok yang sangat memegang tradisi nenek moyang, mengerti dan memelihara Kitab Taurat secara kaku. Karena itu, kelompok ini sering bertentangan dengan Tuhan Yesus, serta memusuhiNya. Perlu diperhatikan bahwa kata yang sama (sekte) juga digunakan oleh non Kristen terhadap kekristenan. Sebagai contoh, kita dapat membaca tuduhan yang diberikan kepada R. Paulus: “Telah nyata kepada kami bahwa orang ini adalah penyakit sampar, seorang yang menimbulkan kekacauan di antara semua orang Yahudi di seluruh dunia yang beradab, dan bahwa ia adalah seorang tokoh dari sekte orang Nasrani (Kis. 24: 5, lihat juga 14; 28: 22). Jadi jika pada mulanya pengertian “hairesis” adalah aliran, opini atau dogma, kemudian aliran atau sekte ini diindikasi sebagai aliran yang menyesatkan( I Eph 6:2; I Tr 6:1; Epil Mosq 1, hal ini bisa juga dibaca dalam tulisan Justin). Dalam tulisan rasul Paulus, aliran ini disebut menimbulkan perpecahan yang perlu diwaspadai. Karena itu, bidat dapat juga dimengerti sebagai kelompok dalam gereja yang memecahkan diri karena alasanalasan tertentu (band. 1Kor.11: 19; Gal.5: 20). Dalam Tit.3: 10 kata ini digunakan untuk orang tertentu. Rasul Paulus menulis: “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kau nasehati, hendaklah engkau jauhi. Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya menghukum dirinya sendiri” (Tit.3: 10-11). Bidat dalam PB dan sesudah zaman PB Dalam tulisan ini, kita mendefenisikan bidat sebagai sekte, kelompok atau gerakan dengan ajaran yang menyimpang dari ajaran utama, sebagaimana diajarkan oleh Alkitab dan tradisi Gereja mula-mula. Yang kita maksud dengan ajaran utama di sini adalah seperti ajaran tentang Allah, Kristus, Roh Kudus serta Keselamatan.Tentu saja, dengan defenisi ini, sebelum kita membahas terlalu jauh, kita perlu mengingat penegasan ahli sejarah Gereja, Williston Walker: “Not every deviation from tradition, however, could be called heretical… practically speaking, therefore, the identification of what counted as heresy was a matter of papal decree”. (Walker hal. 300). Dalam PB, penggunaan kata bidat dalam arti penyimpangan terhadap ajaran sebagaimana kita sebut di atas, pertama kali dapat ditemukan dalam 2Pet.2: 1, di mana di sini rasul Petrus menegaskan adanya guru-guru palsu. Petrus menulis: “Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, 1
bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka sendiri” (2Pet.2: 1). Sebernarnya, kita melihat bahwa ada dua kelompok bidat yang paling menonjol dalam PB. Pertama, kelompok Gnostik Yahudi (Kol.2: 8-23) dan Dosetisme (1Yoh.4: 2,3 dan 2 Yoh.7). Kita sebut Gnostik Yahudi, karena sekalipun faham Gnostik baru muncul pada abad kedua, namun benih ajaran tersebut telah ditemukan pada masa PB. Ajaran Gnostik sulit dirumuskan secara tepat. Hal ini disebabkan adanya berbagai variasi dan keragaman pengajaran mereka. Yang jelas, mereka tidak menerima otoritas Alkitab Perjanjian Lama (PL), tidak mengakui bahwa keselamatan adalah melalui Kristus. Umumnya mereka menolak ajaran tentang Kristus yang datang menjadi manusia serta menderita di kayu salib. Bagi kelompok ini, keselamatan adalah melalui kemampuan untuk mencapai satu tingkat pengetahuan tertentu yang disebut the secret gnosis. Sedangkan ajaran dosetisme adalah pengajaran yang menolak kesejatian tubuh Kristus. Bagi kelompok ini, tubuh Kristus hanya bersifat maya. Kata “dokew” dalam bahasa Yunani berarti kelihatannya (it seems), jadi kelihatannya Kristus memiliki tubuh manusia, padahal sebenarnya tidak demikian. Pengajaran ini tentu dipengaruhi oleh pemahaman bahwa semua yang bersifat materi (termasuk tubuh) adalah hina serta penyebab dosa. Tubuh dianggap penjara jiwa. Karena itu, manusia harus melepaskan diri dari tubuh jasmaninya. Alkitab menegaskan bahwa pemahaman tersebut tidak benar. Karena itulah, rasul-rasul, khususnya Paulus dan Yohanes banyak melawan ajaran tersebut dalam surat-suratnya. Lalu apa yang terjadi sesudah zaman rasul-rasul? Kita juga melihat munculnya bidat-bidat baru. Itulah sebabnya, sebenarnya dapat dikatakan bahwa sejarah Gereja adalah juga sejarah bidat-bidat. Karena itu, judul artikel ini sesungguhnya merupakan judul yang sangat sulit untuk dibahas, karena itu sering dihindari. Kita dapat maklum, karena kalau kita membaca kitab Sejarah Gereja yg begitu tebal yang ditulis oleh Williston Walker, atau yang ditulis berjilid-jilid serta tebal-tebal (hampir selusin) oleh Philip Schaff, kita akan melihat bahwa kehadiran bidat dalam sejarah Gereja begitu rumit. Kita tidak mungkin mendiskusikan apa yang terjadi pada Montanisme dan Gnostiksisme di abad kedua serta the Cathars,Waldensians, Skolastiksisme di abad pertengahan hingga liberalisme di abad 19. Karena itu, hanya beberapa dari bidat tsb kita sebutkan di bawah ini. Pertama, bidat di sekitar ajaran Kristus (Kristologi). Kita memassukkan ke dalam kelompok ini aliran Apollinarisme yang mengajarkan bahwa Kristus tidak memiliki roh manusia, tetapi Logos menggantikannya. Selanjutnya Eutychianisme yang mengajarkan bahwa Yesus tidak memiliki tubuh manusia, karena kemanusiaan Yesus hilang ditelan Logos. Sedangkan Monothelistime mengajarkan bahwa Kristus tidak memiliki kemauan insani, tetapi hanya kemauan Allah. Jadi ketiga kelompok di atas menyangkali kemanusiaan Kristus yang sejati. Kedua, kita juga melihat adanya bidat di sekitar ajaran Tritunggal. Salah satu bidat yang cukup banyak mempengaruhi ajaran Tritunggal jemaat di Indonesia adalah Sabellianisme atau Modalisme. Kelompok ini menerima ajaran Tritunggal tetapi tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab. Kelompok ini mengajarkan bahwa yang
2
dimaksud dengan ajaran Tritunggal adalah Allah yang menyatakan diri dalam tiga cara, yaitu Allah Bapa yang berubah menjadi Allah Anak, serta Allah Anak yang berubah menjadi Allah Roh. Pengertian seperti inilah yang biasa digambarkan de gan air-es-uap. Jadi, ajaran ini menyangkali adanya tiga oknum yang berbeda dalam Allah Tritunggal, yang dapat dibedakan sekalipun tidak dapat dipisahkan. Aliran lain yang juga termasuk di sini adalah Monarchianisme atau adoptianisme, Arianisme serta Macedonianisme. Monarchianisme menolak Tritunggal karena mereka ini mengajarkan bahwa Yesus bukanlah Allah sejati, tetapi Yesus menjadi Kristus pada saat Yesus dibaptis oleh Yohanes, dan kemudian Allah mengadopsi Yesus setelah kematianNya. Demikian juga dengan Arianisme, menolak ajaran Tritunggal karena kelompok ini berpendapat bahwa Yesus bukan Allah melainkan ciptaan Allah yang pertama. Sedangkan Macedonianisme menolak ajaranAllah Tritunggal dengan alasan bahwa Roh Kudus merupakan ciptaan Allah juga. Selanjutnya kita juga mengenal bidat di sekitar kanon Alkitab. Hal ini telah dimulai oleh Marcion di mana dia menolak seluruh kitab yang berbau Yahudi, seperti Injil Matius. Sebenarnya kita dapat menyaksikan bahwa dalam sepanjang sejarah Gereja, baik di abad permulaan hingga saat ini, kita terus melihat adanya kelompok yang menolak otoritas Alkitab, termasuk di sini adalah Neo Protestanisme serta liberalisme yang menolak pengilahaman Alkitab. Barangkali kita dapat memasukkan ke dalam kelompok ini James Barr, salah satu penulis yang sangat briliant di mana beberapa tulisannya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sikap Terhadap Bidat Seringkali anggota jemaat bingung dan ragu dalam menyikapi hadirnya bidat atau aliran yang mengarah kepada bidat di Indonesia. Bahkan ada semacam pengertian bahwa setiap kelompok adalah benar, karena itu adalah salah dan berdosa bila meragukan atau menentang aliran tersebut. Padahal, kita dapat menyaksikan bahwa rasul-rasul seperti Paulus dan Yohanes memberikan sikap yang sangat jelas dan tegas terhadap segala penyelewengan dan penyimpangan ajaran yang benar. Itulah sebabnya kita dapat membaca tulisan mereka serta tulisan dari Bapak2 Gereja cukup banyak berisi peringatan terhadap ajaran2 bidat ini. Sebagai contoh adalah Ignatius yang menganggap pengajar2 sesat ini sebagai pemabuk (Trall.6: 1-2) dan beruang ganas (Eph.7:1). Sedangkan Ireneus menulis “Against Heresies” untuk melawan berbagai pengajaran Gnostik di abad kedua. Karena itu, Ireneus memperingatkan orang2 Kristen untuk menghindari setiap pengajaran yang tidak murni dan menyesatkan. Selanjutnya, Clement dari Alexandria melihat adanya sifat kedagingan yang berdosa sebagai penyebab munculnya bidat. Dia menegaskan bahwa ajaran bidat memancar dari keserakahan pribadi, keinginan yang sia-sia serta kesalahan menafsir Alkitab (Strom. VII. 15). Cyprian bahkan memberikan pandangan yang lebih tajam dan keras dengan mengatakan bahwa Setan menanamkan ajaran sesat dan perpecahan dalam Gereja untuk menghancurkan iman orang percaya, mencemarkan kebenaran serta memecah kesatuan (Unity of the Church 3). Bagaimanakah Gereja mencegah dirinya dari ajaran sesat tersebut? Berbagai upaya dilakukan oleh Gereja mula-mula untuk menangkal pengajaran-pengajaran sesat. Pertama, semua jemaat didorong untuk mengikuti pemimpin masing2. Maka di sini
3
terlihat peran pemimpin Gereja, seperti Penilik untuk memelihara jemaat masingmasing. Hal ini sebenarnya sudah terlihat dari tulisan rasul Paulus di mana Paulus misalnya mengirim Timotius untuk menggembalakan jemaat di Efesus. Dengan demikian slogan: “Follow your pastors/leaders” menjadi sangat terkenal pada Gereja mula-mula. Tetapi bagaimana kalau ada kelompok atau jemaat yang belum memiliki Penilik atau semacam pendeta jemaat? Karena itu sangat dirasakan pentingnya kehadiran Kitab Suci sebagai buku pegangan umat. Inilah cara kedua untuk menangkal bidat: mengupayakan proses kanonisasi Alkitab. Sekalipun proses kanonisasi ini berlangsung sangat sulit dan memakan waktu yang sangat lama, namun usaha itu tetap dilakukan. Kita tahu bahwa seluruh kitab-kitab dalam Perjanjian Baru sebenarnya telah selesai ditulis pada abad pertama. Meskipun demikian, barulah abad keempat proses pengkanonan dianggap selesai, di mana Gereja mula-mula akhirnya menerima Alkitab PL sebanyak 39 kitab, dan PB sebanyak 27 kitab. Sejak saat itu, sekalipun masih ada upaya-upaya untuk untuk merekanonisasi Alkitab, usaha tersebut tidak pernah diterima oleh seluruh Gereja Tuhan. Hal ini terbukti hingga saat ini kita tetap menerima kanon tersebut di atas. Jadi, dari sini kita dapat melihat bahwa sesungguhnya Alkitab yang terdiri dari 66 kitab merupakan harta Gereja yang sangat berharga. Kita dapat meyakini bahwa itu sesungguhnya merupakan karya besar Roh Kudus melalui GerejaNya. Karena itu, adalah merupakan suatu keharusan yang wajar bagi setiap anak-anak Tuhan untuk sungguh-sungguh menghargai serta mempelajari harta yang sangat indah dan berharga tersebut. Selanjutnya, sekalipun Kanon Alkitab tersebut telah diterima, namun masih dianggap kurang untuk menangkal bidat-bidat yang muncul. Mengapa? Karena Alkitab yang terdiri dari 66 buku tersebut dianggap terlalu luas dan tidak mengajarkan inti sari iman yang cukup jelas. Karena itu, muncullah cara ketiga yaitu merumuskan “the rule of faith” di mana di sini ditegaskan ajaran-ajaran yang dianggap sangat penting. Gereja mula-mula mempertahankan dirinya dengan berpegang kepada pengakuan-pengakuan iman. Karena itu Ireneus menyerukan bahwa bidat-bidat tidak mengikuti baik Kitab Suci, maupun pengajaran Gereja mula-mula yang bersumber dari pengajaran rasul-rasul, yang dipelihara dalam Gereja secara turun temurun (Against Heresies III.2). Demikian juga, Tertullian menegaskan bahwa tidak mengetahui apapun dari ajaran bidat yang bertentangan dengan pengakuan iman sebenarnya sama dengan mengetahui semuanya (Prescription of Heretics 7). Pengajaran yang ketat dari “the rule of faith” mengakibatkan semakin mudahnya menolak ajaran bidat, dan mendefenisikan iman, seperti pengakuan iman rasuli, pengakuan Nicea, Pengakuan Kalsedon, Pengakuan Atanasius.Selanjutnya, dari masa Reformasi aliran protestan telah membedakan ajaran yang benar dari bidat dengan munculnya pengakuan2 dan pernyataan2 seperti Formula of Concord, the Thirty nine Articles, and the Westminster Confession. Ciri-ciri bidat atau ajaran yang mengarah kepada bidat Setelah membahas hal tersebut di atas, maka kita perlu menyimpulkan beberapa hal penting dan praktis tentang ciri-ciri bidat, atau ajaran yang mengarah kepada bidat.
4
Dengan demikian diharapkan bahwa kita dan persekutuan kita dapat mencegah diri dari bidat, atau kemungkinan menjadi bidat. 1. Memiliki Injil atau ‘kabar baik’ yang berbeda. Dalam Galatia 1: 8-9 ditulis mereka mengikuti Injil lain (heteron euanggelion) yang sebenarnya bukan Injil ouk allo). Jadi menarik sekali memperhatikan ayat tersebut di atas, di mana rasul Paulus tetap menggunakan istilah kabar baik (Injil lain) terhadap pengajaran sesat tersebut. Dengan demikian kita melihat bahwa ajaran sesat pun tetap memiliki sesuatu ‘kabar baik’. Sebenarnya hal itulah yang membuat jemaat tetap tertarik, bahkan karena ‘kabar baik’ itu begitu diiklankan serta dipromosikan, maka jemaat biasa atau awam pun datang berbondong-bondong. Tidak heran, Tuhan Yesus juga menegaskan bahwa penyesat itu akan datang seperti serigala berbulu domba. Kelihatannya tulus, lugu serta tidak menakutkan; tetapi begitu kita menyerahkan diri, kita habis ditelannya. 2. Injil plus; artinya, memiliki Kitab Suci yang sama, tetapi ditambah dengan kitabkitab lain yang memiliki kuasa atau otoritas yang sama dengan Alkitab Bandingkan dengan kitab Mormon dengan ajaran Joseph Smith, demikian juga dengan aliran saksi Jehova dengan Watch Towernya. Pengajar-pengajar saksi Jehovah tersebut memang membawa Alkitab juga ke rumah-rumah yang didatanginya. Namun, kemudian, mereka akan mempengaruhi jemaat dengan segala tipuan licik mereka yang mereka tuliskan pada majalah tersebut di atas. 3. Injil minus, artinya ,memiliki Kitab Suci yang sama tetapi sebagian dari Alkitab tersebut dikeluarkan karena tidak sesuai dengan ajaran yang mereka anut Bandingkan Marcionisme yang mengeluarkan kitab2 yang berbau Yahudi seperti Injil Matius. Saat ini cukup banyak mahasiswa dan persekutuan jemaat yang dibingungkan oleh ajaran P.Stmrg yang menyerang adat istiadat serta menganggapnya berhala. Ketika saya berdialog dengan orang ini, saya menantangnya dengan menunjukkan sikap Paulus. Tetapi dengan tegas dia mengatakan: “Saya tidak menerima Paulus, saya adalah pengikut Tuhan Yesus”. Kemudian dia menjelaskan tulisan-tulisan rasul Paulus yang menurut dia menyesatkan. Ada lagi issu belakangan ini yang dimunculkan, yaitu masalah nama Yesus yang tidak boleh disebut Allah, karena menurut dia Allah berasal dari ilah. Karena itu, kelompok ini mengusulkan menyebut Allah sebagai Jehova saja. Aneh memang. 4. Penekanan pada formalitas ibadah, seperti menciptakan aturan2 baru yang bersifat kaku, membuat larangan2 baru, di mana ini dianggap sebagai Injil (Bandingkan Kol.2: 16, 21-23). Saya teringat adanya kelompok yang mewajibakan jemaat mereka memakai kerudung, tidak boleh pakai cincin. Ada juga jemaat yang memberi nama-nama baru kepada anggotanya, ada lagi yang memberi pangkat-pangkat baru yang sebenarnya tidak ada dalam Alkitab. Sehingga tepatlah apa yang dikatakan oleh rasul Paulus bahwa mereka ini mengejar bayangan Kristus, tetapi bukan Kristusnya. Paulus menulis: “Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi” (Kol.2: 23) Mengapa? Karena mereka ini sesungguhnya tidak berpegang teguh kepada Kepala, yaitu Kristus” (ayat 19).
5
Jadi, penekanan dan kecenderungan kelompok ini adalah pada kulit, bukan kepada isi. Sedangkan ajaran yang benar akan memusatkan diri kepada Kristus dan ajaranNya (Kol.2: 17,19).. Jika hal ini terjadi, maka marilah kita lihat tahapan kejatuhan mereka sebagaimana dikatakan Paulus kepada jemaat di Roma: “Sebab oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah. 5. Kecenderungan kepada ibadah yang bersifat supranatural. Rasul Paulus menulis ciri mereka ini: beribadah kepada malaikat, berkanjang kepada penglihatan2, dll. Bandingkan dengan Mat.24: 24 Di sini Tuhan Yesus menjelaskan kesesatan yang disertai dengan tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat. Rasul Paulus menulis dalam 2Tes.2: 2 adanya ilham roh (lihat juga ayat 9). Mungkin sebagian dari kita mengetahui dan mengingat apa yang dituliskan oleh sebuah koran beberapa tahun lalu, yaitu adanya kelompok di salah satu wilayah Jakarta Selatan. Mereka ini katanya beribadah kepada malaikat dan dalam ibadah penyembahan, mereka memadamkan semua lampu. Dalam ibadah ini akan diberikan nubuatan-nubuatan baru, serta penglihatan-penglihatan baru. Mereka ini tetap tinggal di sebuah rumah, mengisolasi diri dari masyarakat sambil menanti kedatangan Kristus. Tetapi apa yang terjadi? Bukan Kristus yang datang, yang datang adalah polisi dan membubarkan kelompok tersebut! 6. Pelayanan yang membesarkan diri sendiri (Kol.2: 18b). Kita harus sungguhsungguh mewaspadai type pengkhotah yang cenderung berfokus pada diri sendiri: banyak menceritakan diri sendiri seperti adanya penglihatan, pengangkatan ke sorga. Kita juga harus mewaspadai gaya berkhotbah yang banyak menggunakan kalimat “Tetapi saya berkata kepada saudara…tetapi saya berkata kepada saudara… tetapi saya berkata kepada saudara”. Pengkhotbah seperti ini sadar atau tidak telah menciptakan kultus individu, telah membuat otoritas khotbah berada pada “sang aku”, bukan pada Allah dan firmanNya. Padahal, nabi-nabi dalam PL sekalipun –yang sebenarnya sedemikian dipimpin Roh dan sedemikian berkuasa dalam khotbah mereka- tidak menggunakan gaya seotoritatif itu. Sebagai contoh kita membaca dalam kitab Yeremia, “Beginilah firman Tuhan…” (Yer. 17: 5). Sebenarnya, bila kita memperhatikan khotbah Penginjil Billy Graham yang sangat terkenal itu, kita akan menemukan model yang sama mengikuti nabi Yeremia tersebut. Kita dapat mendengar khotbahnya, atau membaca tulisannya dengan kalimat “The Bible says… the Bible says…the Bible says”. Sebenarnya, khotbah yang berpusat kepada Tuhan dan FirmanNya tersebut di atas bukan hanya pola PL, tetapi juga pola PB. Itulah sebabnya pengkultusan individu tersebut di atas sangat kontras dengan pernyataan Yohanes, “Dia harus semakin besar, tetapi aku harus semakin kecil”(Yoh 3: 30,). Demikian juga Tuhan Yesus menegaskan bahwa “Roh Kudus pun tidak berkatakata tentang diriNya sendiri… Ia akan memuliakan Aku” (Yoh.16: 13c-14a).
6
Kasus Pdt. Drs. Prj. Dengan bercermin pada pengajaran tersebut di atas, kita juga perlu mewaspadai seorang pengkhotbah seperti Pdt. Drs Prj, yang telah membingungkan banyak orang (termasuk anak-anak PMK) dengan minyak urapannya serta pengalamanpengalamanya yang dia kisahkan, yang mirip dengan pengalaman rasul rasul. Maka untuk menjawab pertanyaan banyak jemaat serta PMK, khususnya sdri Grace dari Pontianak, saya ingin memberikan tanggapan saya secukupnya tentang pengkhotbah tersebut serta ajarannya. Pertama, tentang minyak urapan, kita harus dengan tegas mengatakan bahwa Perjamuan Kudus tidak boleh diiklankan dan dipromosikan menjadi semacam jimat ampuh untuk menyembuhkan. Hal itu sungguh menyimpang dari ajaran Alkitab. Sebagaimana telah ditulis di atas, kita harus kembali kepada Alkitab. Rasul Paulus telah membahas hal ini secara khusus dalam 1Kor.11:17-34. Hal ini Paulus lakukan karena telah melihat penyimpangan makna perjamuan kudus sebagaimana ditetapkan Tuhan Yesus. Dalam seluruh ayat tersebut di atas, juga dalam seluruh Alkitab PB kita tidak menemukan satupun upacara perjamuan kudus dilakukan untuk tujuan penyembuhan. Lalu apa makna sesungguhnya dari perjamuan kudus? Makna perjamuan yang ditegaskan oleh rasul Paulus di sini adalah peringatan akan penderitaan dan kematian Tuhan Yesus. Paulus mengutip ucapan Tuhan Yesus: “Inilah TubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (ayat 24b). Selanjutnya Paulus menjelaskan tentang cawan berisi anggur: “… perbuatlah ini setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (25). Perjamuan Kudus juga bermakna pemberitaan. Demikianlah kita membaca dalam ayat 26: “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang”. Menjadi pertanyaan penting buat jemaat GBI T, apakah jemaat sungguh menghayati makna tersebut? Kalau tidak, Firman Tuhan memberi peringatan yang sangat keras yang patut kita camkan: “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan” (ayat 27). Itulah sebabnya, kita sedih mendengarkan serta melihat dalam foto yang dimuat dalam majalah mereka bagaimana jemaat berebut menerima roti dan minyak urapan tersebut. Kita juga sedih karena minyak itu telah dibawa kemana-mana, seperti ke Pontianak, ke Medan, ke Cinere (tetangga saya). Kita juga semakin sedih membaca bagaimana perjamuan itu dimaknakan dalam bulletin mereka. Kita akan mengutip beberapa bagian saja: “Dengan apa Iwan Chandra dibebaskan dari operasi otak? Pertama, karena dia percaya dibalik Perjamuan Kudus. Walaupun dia bukan orang Kristen, datang untuk menerima Perjamuan Kudus” (Bulletin No. 617, 8/10-2000).
Dalam bulletin ini juga disebutkan nama Christina. Menarik sekali nama-nama tersebut diulang lagi dalam brosur KKR Natal mereka yang diadakan di Stadion Utama Senayan pada tgl 9-12-2000 yang lalu. Kita dapat menemukan dalam brosur tersebut kalimat berikut: “Iwan Chandra bebas dari operasi otak, karena percaya kuasa di balik Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan…”, selanjutnya: “Christina bebas dari operasi otak dan pendarahan, sehari menjelang dioperasi Pdt Drs Prj memberikan 3 set Perjamuan Kudus.. Dan dengan Kuasa Minyak Urapan Christina
7
disembuhkan”. Demikian juga dengan seorang lain bernama Elvina: “ Organis GBI T bersaksi: dahulu tinggal di Medan. Putus asa karena menderita sakit ginjal yang gawat. Pada suatu malam dalam keadaan terkapar, tiba-tiba kakaknya datang membawa minyak urapan dari Jakarta. Elvina bersaksi sudah disembuhkan”.
Saya tidak tahu bagaimana respon Anda membaca kutipan di atas, khususnya bagian kalimat yang saya tebalkan. Tetapi yang jelas hal itu disadari atau tidak telah menyimpangkan iman dan pengharapan orang dari Kristus yang hidup dan berkuasa kepada “kuasa Minyak Urapan”. Mungkin ada yang berkata: “Tetapi kenyataannya kan ada juga yang sembuh”. Soal sembuh atau tidak bukan itu yang terutama, tapi kebenaran Firman Tuhan harus diberitakan, iman jemaat dibangunkan. Soal penyembuhan, dukun pun dapat menyembuhkan. Saya datang dari daerah yang sangat kuat kuasa gelapnya, dan saya menyaksikan sendiri penyembuhan2 yang dilakukan oleh dukun. Bahkan menyedihkan sekali, karena dukun tersebut memakai ayat-ayat Firman Tuhan juga, memegang salib juga serta mengangkat-angkatnya dalam proses penyembuhan tersebut. Dan lagi, kalau iman jemaat diserongkan, dari pribadi Kristus kepada kesembuhan, bukankah Setan dan kuasa kegelapan pun akan senang membantunya? Itulah sebabnya saya bersyukur mendengar kesaksian seorang ibu yang sudah divonis dokter mengidap penyakit kanker, tetapi tetap menolak untuk pergi ke kebaktian tersebut untuk disembuhkan. Alasannya menarik untuk disimak: “Saya tidak sejahtera dengan pengajarannya, juga dengan cara mengadakan Perjamuan Kudus yang direndahkan dari maknanya”. Selanjutnya, kita juga sedih membaca artikel yang bersifat pengajaran, baik yang ditulis dalam bulletin, maupun dalam majalah mereka.Ketika membaca kolomkolom pengajaran tersebut sangat terlihat pemahaman teologia Pdt Prj serta gerejanya yang sangat minim, karena itu tidak seharusnya menggembalakan sebuah jemaat. Baiklah saya kutip sebuah contoh lain, yang juga bersifat mempromosikan perjamuan kudus untuk penyembuhan penyakit. “Dalam Kel. 12: 13, 23 dikatakan demikian: ‘Dan darah itu menjadi tanda bagimu pada rumahmu di mana kamu tinggal: Apabila Aku melihat darah itu, maka Aku akan lewat… apabila ia melihat darah pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu itu, maka Tuhan akan melewati pintu itu dan tidak membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumahmu untuk menulahi’.
Mari kita perhatikan bagaimana mereka ini mengerti ayat tersebut: Kembali saya mengutip lanjutan kutipan di atas: “Itulah lambang Perjamuan Kudus yang mempunyai kuasa, membebaskan…”. Selanjutnya kita juga dapat menemukan kutipan ayat-ayat yang dipaksakan untuk mengacu kepada penyembuhan jasmani. Sebagai contoh kita akan mengutip langsung. Setelah mengutip Mat. 8:16-17, selanjutnya ditulis: “Di dalam 1Pet.2: 24 dikatakan demikian: ‘Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati bagi dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh. Kedua pasal tersebut memacu kepada Nubuat Nubuat kuasa kuasa di balik Perjamuan Kudus. Dengan bilur-bilurnya yaitu dengan tetes-tetes korban darah Yesus Krsitus, segala penderitaan dan penyakit disembuhkan”.
Kembali kita melihat dari penafsiran ayat-ayat tersebut yang terlalu berani dan menyesatkan.
8
Mari kita lihat kembali 1Pet.2: 24 tersebut. Saya memberi kalimat tebal di atas sebagaimana kutipan aslinya. Menurut tafsiran Alkitab yang bertanggung jawab, apakah kalimat yang ditebalkan di atas bicara mengenai kesembuhan jasmani? Jelas tidak! Jika kita perhatikan kalimat sebelumnya baik baik, maka jelas dosa lah yang menjadi ide utama, yaitu penyakit rohani, bukan penyakit jasmani. Maksudnya, setiap orang yang percaya kepada Kristus, dosanya akan diampuni, disembuhkan secara rohani, karena memang untuk itulah Dia mati. Harus ditegaskan di sini bahwa kebiasaan sekelompok orang, termasuk kelompok di atas mengutip ayat tsb. untuk kesembuhan jasmani adalah salah, karena bukanlah maksud ayat tersebut. Karena pada kenyataannya cukup sering orang mendoakan orang sakit -dan tidak lupa mengutip kalimat “Oleh bilur-bilur Yesus orang ini disembuhkan”- tetapi tetap tidak sembuh. Puji Tuhan, kalau ada yang Tuhan perkenankan untuk disembuhkan. Tetapi apakah itu berarti bahwa bilur-bilur Yesus hanya berlaku dan berkuasa menyembuhkan penyakit orang tertentu dan tidak berkuasa untuk orang percaya lainnya? Kalau demikian, firman tersebut tidak bersifat pasti, ya dan amin. Untuk hal apakah firman tersebut pasti berlaku? Yaitu untuk kesembuhan rohani: pengampunan dosa. Memang bisa juga terjadi setelah dosanya disembuhkan, Allah juga menyembuhkan penyakitnya. Lalu perhatikan betapa beraninya mereka ini menafsirkan bahwa kedua pasal tersebut di atas (maksudnya Mat.8: 16-17 serta 1Pet.2: 24) memacu kepada Perjamuan Kudus! Ada orang yang bertanya: “Bagaimana dengan kenyataan adanya orang-orang tertentu yang sembuh?”. Andaikata benar, bahwa Pdt Prj dikaruniai Tuhan karunia untuk menyembuhkan, puji Tuhan. Tetapi apakah ini cukup menjadi dasar untuk mendirikan sebuah jemaat? Di sinilah terletak kesalahan besar dan fatal dari mereka yang setelah mengalami mujizat, lalu bertobat, lantas menjadi pengkhotbah, pengajar, dan mendirikan jemaat. Metode seperti ini, sungguh bukan metode Alkitab. Kita dapat melihat dalam PB, khususnya dalam kitab Kisah para Rasul mobilisasi jemaat, tetapi bukan untuk menjadi pengajar dan gembala. Itulah sebabnya, ketika sekitar 10 tahun lalu saya melayani bersama Bapak Junaidi Salat di Palembang, saya mendorong beliau untuk tetap bersaksi saja. Jangan berubah menjadi pengkhotbah dan pengajar jemaat. Kecuali tentunya kalau beliau telah menjalani proses belajar teologia yang cukup memadai. Sesungguhnya seruan ini, bukanlah seruan saya, tetapi seruan Firman Tuhan sendiri. Kita membaca bagaimana rasul Paulus memperingatkan Timotius, anak rohaninya: “Awasilah dirimu, dan awasilah ajaranmu”. (I Tim.4: 16). Adanya keminiman pemahaman teologia Pdt Prj serta penyimpangan makna ayat2 sebagaimana disebutkan di atas, ditambah dengan praktek-praktek aneh dalam perjamuan kudus (seperti berebut roti, minyak urapan yang disebar luaskan) juga adanya pergeseran makna dari Kristus yang berkuasa kepada kuasa minyak urapan sebagaimana saya kutip dari brosur dan bulletin mereka membuat saya semakin tertarik mempelajari setumpuk majalah yang diberikan oleh satu keluarga kepada saya. Majalah tersebut diberi nama “Majalah mujizat kuasa Allah T ministry”. Secara jujur saya mengaku, semakin membaca halaman demi halaman majalah tersebut semakin saya curiga membaca kesaksian kesaksian dari bapak Prj
9
tsb, sekalipun di sana dimuat juga pengalaman-pengalamannya yang spektakuler. Sadar atau tidak dia atau tim nya telah mensejajarkan dia dengan nabi dan rasulrasul. Baiklah kita ambil sebagai contoh majalah edisi II/2000. Jika kita menyimak halaman 10 di sana ada judul yang secara teologis sungguh mengganjal, dan tidak etis dilakukan oleh Allah yang kudus dan mulia. Judul itu adalah: “ Meski menolak… Saya dipaksa Tuhan”. Yang tidak kalah menarik adalah foto bapak ini dengan posisi berdiri membelakangi lensa (nampak setengah badan dari pinggang ke atas) serta menghadap kepada Tuhan Yesus yang datang di awan-awan (terlihat jelas) didampingi oleh dua orang di sebelah kiri dan kananNya (terlihat samarsamar). Melihat foto ini saya langsung teringat pengalaman rasul Petrus yang melihat Tuhan Yesus didampingi Musa dan Elia di bukit kemuliaan. Hanya saja tidak ada fotonya. Lalu mari kita simak kesaksian yang dikisahkannya. “… Di dalam keadaan sakit dan mengalami penderitaan itulah yang tidak tertahankan itulah saya berseru dan berteriak kepada Allah yang menciptakan saya…Roh saya diangkat dengan kuasa Roh Allah, saya bisa melihat tubuh saya pada saat memasuki tangga Roh Kudus, dipertemukan dengan rasul Petrus. Dengan dihantar oleh rasul Petrus menghadap ke tahta Allah… dengan perintah: ‘Prj, kamu belum saatnya mati “.(hal. 12).
Selanjutnya kita dapat membaca doanya bapak Prj tsb: “Tuhan Yesus, Engkau yang memberi perintah kepada hamba, langsung dari sorga, untuk menjadi pengkhotbah, dengan disaksikan Rasul Petrus…” (hal.13).
Kita tidak tahu apa sesungguhnya motivasi bapak tersebut menulis judul “Penolakan Musa” langsung setelah kutipan doa tersebut di atas. Ingin menyamakan diri dengan Musa? Hanya dia dan Allah yang tahu. Bagi kita, pengalaman diangkat oleh kuasa Roh Allah tersebut di atas tentu menarik, apalagi didampingi oleh Rasul Petrus menghadap ke tahta Allah. Namun, yang mengganjal adalah adanya kalimat “memasuki tangga Roh Kudus”. Rupanya Roh Kudus adalah bersifat daging yang memerlukan tangga untuk naik turun! Padahal Tuhan Yesus sudah menegaskan: “Allah itu Roh…” (Yoh.4: 24), jadi tidak boleh diturunkan levelNya menjadi sama seperti kita. Dan lagi, dengan melihat pengalaman yang begitu mulia dan kudus tersebut di atas, kita hampir pasti bereaksi membaca kalimat dia berikut ini: “Karena bukanlah cita-cita hamba menjadi Pendeta… hamba terpikirkan menjadi pendeta setelah Engkau menjanjikan hamba diberikan kuasa-kuasa Allah untuk meyembuhkan puluhan ribu orang…” (hal. 11).
Bukankah itu berarti bahwa tanpa kuasa-kuasa Allah yang bersifat spektakuler, seperti “untuk menyembuhkan puluhan ribu orang”, bapak tersebut tidak akan menjadi pendeta? Apakah sudah sedemikian rendah pehaman dan penyerahan hidup seorang pendeta, apalagi sudah pernah memasuki tangga Roh Kudus menghadap takhta Allah?” Terus terang, roh semacam ini pasti lain dengan Roh yang mendorong rasul Paulus menulis kalimat berikut: “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan” (1Kor.1: 22-23). Demikian juga dengan Tuhan Yesus. Ketika rasul-rasul selesai melakukan pelayanan yang disertai dengan kuasa-kuasa yang dahsyat, termasuk kuasa mengusir Setan, Tuhan Yesus memberikan suatu peringatan dan pernyataan yang sangat baik dicamkan oleh setiap anak-anak Tuhan, khususnya
10
mereka yang dikaruniai Tuhan kuasa-kuasa dalam pelayanan. Tuhan Yesus menegaskan: “…Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian, janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga”. (Luk. 10: 19-20).
Mungkinkah persekutuan atau PMK berubah menjadi bidat? Judul tersebut di atas sudah pernah saya lontarkan pada sebuah seminar yang diadakan oleh PMK-PMK se Jakarta. Ketika itu kita menjawab dengan tegas: mungkin. Jika demikian, bagaimana mencegah agar PMK tidak berubah menjadi bidat? Pertama, setia kepada Alkitab (Kis.17: 11). Itulah sebabnya dalam persekutuan, penting penekanan diberikan kepada exposisi Alkitab dan PA kelompok. Tentu metode ini tidak sepenuhnya menjamin bahwa persekutuan tidak berubah menjadi bidat. Tetapi dengan metode ini, jika dilakukan dengan hati dan pikiran terbuka serta sungguh-sungguh, diharapkan akan semakin menjauh dari kemungkinan menjadi bidat. Sebagai contoh masalah penginjilan kepada roh orang mati, sebenarnya sudah dapat diselesaikan dan dihentikan dengan berpegang kepada ajaran Alkitab bahwa umat dilarang untuk berkomunikasi dengan media roh atau roh orang mati. Baca penegasan firman Tuhan pada Kitab Ulangan 18: 9-22. Jadi, masalah utama bukanlah adanya kemungkinan berkomunikasi dengan roh orang mati melalui media roh, dan dengan demikian dapat menobatkannya. Tetapi masalah utama adalah Tuhan melarang umatNya untuk melakukan hal itu. Sehingga sekalipun mungkin, hal itu tidak boleh dilakukan. Firman Tuhan memberi peringatan keras: “Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi Tuhan” (Ul.18: 12a). Kedua, Hati2 mengundang pembicara untuk melayani di persekutuan saudara. Kita sungguh berharap agar mimbar PMK jangan dijadikan mimbar untuk hal-hal lain seperti menjalin persahabatan dengan pengkhotbah tertentu, atau memberi kesempatan kepada orang tertentu yang kita kagumi. Akan tetapi, seharusnya disadari bahwa mimbar PMK adalah milik Allah, yang dipercayakan kepada orang yang memiliki hidup dan ajaran yang benar. Sekalipun barangkali orang seperti ini kurang kita sukai karena satu dan lain hal, karena mimbar itu adalah milik Allah untuk mewartakan Firman Tuhan yang benar, kita harus berani mempercayakan mimbar tersebut kepadanya. Itulah sebabnya, sekalipun dia saudara kandung kita, atau sealiran dengan kita, jika orang tersebut tidak memiliki kemampuan teologia yang memadai, kita harus sungguh-sungguh berhati-hati serta berani menolaknya. Kita sungguh berharap agar pengurus PMK tidak mengambil jalan pintas untuk halhal penting seperti ini. Kiranya mereka sungguh-sungguh menggumuli setiap materi acara persekutuan yang bukan bersifat sekedar ‘entertainment’, melainkan bertujuan untuk membangun iman jemaat di atas pengajaran Firman yang benar, dan bukan di atas pengalaman mujizat! (Bandingkan dengan 2Pet.3; 17-18). Ketiga, PMK tersebut harus dibimbing dan dijaga oleh guru-guru atau senior senior yang memiliki pemahaman Alkitab yang baik. Itulah sebabnya sangat baik bila pengurus2 PMK tetap memelihara dan membangun relasi dengan senior-seniornya sekalipun mereka telah lulus dan bekerja. Melibatkan alumni -yang sebelumnya
11
telah dibina dengan baik- untuk melayani sungguh adalah tindakan yang bijaksana. Jika memungkinkan, juga meminta bantuan dengan hamba Tuhan tertentu yang memiliki latar belakang teologia formal serta bermutu. Sangat menyedihkan menyaksikan adanya PMK yang sebelumnya bertumbuh dengan baik, tetapi setelah ditinggal oleh seniornya, kemudian mengarah kepada bidat! Penutup. Bagaimanakah kita secara praktis dapat melihat Gereja atau pengajar tertentu baik atau tidak? Marilah kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri. Batu ujian pertama adalah jika kita melalui pelayanan Gereja atau pelayan tertentu makin insyaf akan dosa (Yoh.16: 8). Kedua, kita semakin mencintai kebenaran dan kerohanian (Yoh. 16: 13). Jadi, bukan sekedar mencari pengalaman2 rohani seperti mujizat dan karunia2 tertentu. Ketiga, kita semakin mengenal dan mengasihi Kristus (Yoh. 16: 14) serta berambisi mentaati kehendakNya seumur hidup kita. Akhirnya, kita harus menggenapi apa yang dituliskan oleh rasul Paulus, yaitu hidup kita berubah dan bertumbuh serta semakin menampakkan buah-buah Roh (Gal.5: 2223).-
12