BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Beton Beton merupakan bahan komposit yang terdiri dari tiga jenis bahan utama
pembentuknya yaitu semen, agregat, dan air. Selain ketiga jenis bahan tersebut juga terdapat bahan ke-empat yang biasanya juga sering digunakan dalam pembuatan beton berupa admixture. Dalam stuktur sebuah bangunan, beton memiliki peranan yang paling penting, dimana beton berfungsi sebagai penahan beban. Dikarenakan beton memang memiliki fungsi utama untuk menahan beban maka aplikasi beton kurang baik jika digunakan untuk menahan gaya tarik. Sehingga biasanya digunakan tulangan-tulangan baja untuk membantu dalam mengatasi hal tersebut, dikarenakan baja memiliki ketahanan gaya tarik yang baik. Beton dengan kualitas yang baik haruslah kedap terhadap air, tahan terhadap cuaca, tahan lama dan tidak retak. Admixture atau zat tambahan biasanya diberikan pada beton untuk memberikan karakteristik khusus yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas beton, mulai dari proses pengerjaan seperti kemudahan pengerjaan (workability), waktu pengerasan sampai dengan meningkatkan nilai kuat tekan beton dan durabilitasnya. Nilai kuat tekan beton sendiri sangatlah dipengaruhi oleh interaksi antar komponen-komponen penyusunnya, dimana semen, agregat halus dan air yang membentuk pasta cair berupa mortar mengikat agregat kasar satu sama lain, kemudian partikel-partikel dari agregat halus yang mengisi rongga-rongga pada beton.
7
8 2.2
Beton Berpori Beton berpori yang juga dikenal sebagai pervious concrete atau porous concrete
merupakan jenis beton yang memiliki pori-pori atau rongga pada strukturnya, sehingga memungkinkan cairan mengalir melalui rongga-ronnga yang terdapat pada beton. Menurut ACI 522R-10 Report on Pervious Concrete beton berpori dapat di deskripsikan sebagai beton yang memiliki nilai slump mendekati nol, yang terbentuk dari semen portland, agregat kasar, sedikit agregat halus atau tidak sama sekali, campuran tambahan (admixture), dan air. Beton berpori bukanlah suatu jenis beton yang umum dipakai dalam suatu konstruksi dikarenakan oleh sifatnya yang berongga. Menjadikan aplikasi penggunaan beton berpori masih terbatas, bahkan di Indonesia sendiri masih kurang dirasakan. Dikarenakan jenis konstruksi yang biasanya diandalkan untuk penyerapan air pada jalan adalah berbentuk paving block. Sifat berongga yang dimiliki oleh beton berpori membuat beton jenis ini memiliki kuat tekan lebih rendah dari pada jenis beton padat yang biasanya digunakan, sehingga membuat beton berpori lebih cocok untuk bila digunakan untuk aplikasi yang tidak membutuhkan nilai kuat tekan yang tinggi. Jenis stuktur yang dapat menggunakan beton berpori adalah lapangan parkir, lantai rumah kaca, perkerasan lapisan atas untuk taman, lapangan tenis, tempat pejalan kaki, dan juga sebagai perkerasan kaku untuk jalan lokal dengan intensitas lalulintas yang rendah. Sehingga secara garis besar beton berpori dapat diaplikasikan untuk jenis struktur yang tidak membutuhkan tulangan beton, karena dengan adanya tulangan pada beton berpori akan memberikan resiko karat pada tulangan yang disebabkan oleh cairan yang dapat menembus rongga beton.
9
Gambar 2.1
Beton Berpori Dituangkan Air
Jika dilihat dari bentuknya beton berpori memiliki tekstur yang lebih kasar dari pada beton normal yang padat, dimana tekstur kasar ini dihasilkan oleh rongga yang ada pada beton. Jika digunakan untuk perkerasan, tekstur kasar dan berongga ini membuat perkerasan beton berpori memiliki suhu permukaan yang lebih rendah daripada perkerasan lentur dan juga perkerasan kaku normal dikarenakan luas permukaan penguapan yang ada lebih sedikit. Selain itu tekstur kasar juga membuat permukaan beton berpori menjadi lebih kesat dibandingkan dengan perkerasan normal.
Gambar 2.2
Perbedaan Tekstur Permukaan Beton Berpori Dengan Beton Normal (Sumber: Florida Concrete & Product Assosiation)
10 2.3
Beton Berpori Sebagai Perkerasan Keuntungan yang diapatkan dengan menggunakan beton berpori sebagai
perkerasan adalah: •
Pengolahan air hujan lebih baik, beton berpori sebagai material konstruksi yang multifungsi selain berfungsi sebagai komponen struktural juga berfungsi sebagai saluran drainase air masuk ke dalam tanah sehingga mampu mengurangi limpasan permukaan.
•
Membantu menambah cadangan penyimpanan air tanah, dengan air hujan yang langsung mengalir ke dalam tanah maka akan membantu tanah dalam menambah cadangan air yang biasanya tidak terjadi pada perkerasan yang tidak tembus air.
•
Mengurangi potensi banjir, penanganan air hujan membantu peresapan air lebih baik dimana lahan permukaan peresapan air ke dalam tanah menjadi lebih luas.
•
Mengurangi penggunaan lahan untuk drainase, pemanfaatan lahan yang lebih efisien dengan mengurangi kebutuhan penyediaan kolam penyimpanan air hujan, selokan, dan sarana pengelolaan air hujan lainnya.
•
Mengurangi kelicinan pada jalan terutama pada saat hujan, permukaan yang lebih kasar dari perkerasan normal sangat membantu pada saat terjadinya hujan.
•
Membantu peresapan air lebih baik ke tanah sehingga dapat mencapai akar pepohonan walau perkerasan menutupi pohon.
•
Dapat didaur ulang, tidak seperti pada beton konvensional, setelah mencapai umur rencana beton berpori dapat didaur ulang menjadi material beton berpori yang baru sehingga tidak menimbulkan limbah buangan.
11
Gambar 2.3
Perkerasan Tembus Air Menutupi Penyerapan Pohon (Sumber: Ferguson 2005)
•
Instalasi yang lebih cepat, dimana proses pemasangan beton berpori akan lebih cepat selesai jika dibandingkan dengan pemasangan perkerasan bata beton.
•
Rongga pada beton berpori dapat meredam kebisingan suara yang ditimbulkan oleh roda kendaraan, hal ini disebabkan karena pori-pori pada beton terbentuk secara tidak teratur dan memiliki permukaan yang tidak rata, sehingga gelombang suara yang dipantulkan secara baur oleh pori-pori pada beton menjadi saling bertumbukan dan saling meredam.
Gambar 2.4 •
Pantulan Gelombang Suara
Mengurangi tingkat pencemaran terhadap air tanah, fungsi utama beton berpori adalah mengalirkan air yang ada di permukaan sehingga dapat diserap oleh tanah. Karena tidak menggunakan bahan kimia berbahaya di dalam campuran beton, maka potensi tercemarnya air tanah menjadi semakin kecil.
12 •
Dibandingkan dengan beton aspal dan perkerasan bata beton, perkerasan dengan menggunakan beton berpori memiliki keuntungan berjangka panjang. Walaupun biaya awal pada beton berpori lebih mahal dibandingkan dengan beton aspal, tetapi karena kekuatan dan daya tahan beton berpori yang lebih besar dibandingkan dengan aspal ataupun bata beton, maka menyebabkan biaya pemeliharaan yang diperlukan pada beton berpori selama umur rencana beton menjadi lebih kecil.
Kekurangan potensial yang dimiliki adalah: •
Kurang baik digunakan untuk perkerasan yang membutuhkan kuat tekan besar atau lalulintas yang padat, hal ini dikarenakan oleh nilai kuat tekan beton berpori yang relatif kecil membuat aplikasi beton berpori sebagai perkerasan jalan sangat terbatas.
•
Dibutuhkan waktu proses curing yang lebih lama, dimana proses curing beton berpori harus dilakukan sesegera mungkin dari saat pengecoran dan baru selesai kurang lebih sekitar 7 hari.
•
Sensitif terhadap faktor air semen sehingga dibutuhkan kontrol air yang cermat karena untuk mengontrol kadar air beton berpori di lapangan sangatlah sulit, terlebih pada keadaan cuaca yang panas atau terlalu dingin.
•
Kurangnya standarisasi mengenai beton berpori dalam bidang pengujian, metode serta perencanaan di Indonesia.
•
Memiliki spesifikasi khusus dan cara instalasi khusus, sehingga dibutuhkannya tenaga yang sudah ahli dalam melakukannya menjadikan pengeluaran awal lebih mahal dari pada beton normal.
13 •
Perkerasan beton berpori membutuhkan kedalaman yang lebih besar saat pemasangan, sebagai tempat untuk menampung air hujan dan juga meningkatkan ketebalan perkerasan beton berpori untuk alasan kekuatan Tabel 2.1 Aplikasi Awal Beton Berpori di Florida, Amerika Serikat Nama Tanggal instalasi Lokasi Royal Building
1976
Cape Coral
1492 Colonial
1978
Fort Meyers
Palm Frond
1980
North Fort Meyers
Witch's Brew Restaurant
1982
Naples
Hampton Inn
1984
North Fort Meyers
(Sumber : Ferguson 2005)
2.4
Komposisi Beton Berpori Seperti halnya beton normal komposisi yang digunakan untuk beton berpori
tidak jauh berbeda, dimana material umum yang digunakan tetaplah semen, agregat, admixture dan air. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan beton berpori adalah: 2.4.1
Agregat Agregat adalah butir-butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lain, berasal
dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil. Agregat sendiri merupakan komponen utama dari berbagai macam konstruksi, mulai dari konstruksi struktural yang menggunakan beton sampai dengan infrastruktur perkerasan jalan. Sebagai perkerasan, agregat sendiri berkisar 90 – 95% berdasarkan persentase berat keseluruhan dan 75 – 85% dari persentase volume perkerasan. Sehingga kualitas dari pekerjaan struktur dan infrastruktur seperti beton dan perkerasan jalan ditentukan dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Pada
14 campuran beton agregat digunakan sebagai bahan pengisi, untuk mengurangi penyusutan pada waktu beton mengeras (stabilitas volume), serta meningkatkan kekuatan dan keawetan dari beton. Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur permukaan agregat memegang peranan yang sangat penting, terutama pada campuran beton. Dimana batuan yang berbentuk kaku memiliki permukaan yang rata dan kasar, sehingga tiap permukaan batuan akan saling mengikat satu sama lain. Dengan permukaan yang kaku agregat akan saling mengunci posisi, membuat agregat menolak pergerakan memutar serta pergeseran antar agregat. Sedangkan untuk agregat yang berbentuk bulat akan mudah untuk saling berputar dan bergeser, dimana permukaan agregat yang licin dapat mengurangi ikatan antara pasta beton dengan agregat itu sendiri. Sehingga biasanya agregat yang digunakan dihancurkan terlebih dahulu untuk mendapatkan agregat yang tidak berbentuk bulat.
Gambar 2.5
Batuan Kaku Dengan Sudut (a) Batuan Bulat (b) (Sumber: Fergunson 2005)
Berdasarkan jenis pengolahannya agregat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu agregat alam dan agregat olahan hasil pengolahan.
15 •
Agregat alam adalah agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan proses pembentukannya. Dimensi agregat menjadi kecil biasanya dikarenakan oleh pelapukan batuan, contohnya adalah seperti kerikil dan pasir.
•
Digunung-gunung atau dibukit-bukit, dan sungai-sungai sering ditemui agregat yang masih berbentuk batu gunung, dan dalam ukuran yang besar sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi. Sehingga biasanya agregat-agregat dengan dimensi besar sepeti ini dihancurkan terlebih dahulu menjadi lebih kecil, biasanya agregat jenis ini disebut dengan batu pecah. Agregat yang baik untuk digunakan memiliki butiran keras tidak berpori serta
bersifat kekal (tidak pecah terhadap pengaruh cuaca), selain itu juga tidak mengandung zat yang dapat merusak batuan. Agregat juga harus bersih dari debu atau tanah yang biasanya melekat pada agregat. Sehingga dibutuhkannya pemeriksaan terhadap agregat kasar yang akan digunakan sangatlah penting, karena kualitas dari agregat akan mempengaruhi kualitas beton. Berdasarkan ukurannya agregat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu agregat halus dan agregat kasar. Berdasarkan ASTM (American Society for Testing and Materials) C-33, agregat halus mempunyai batas ukuran butiran atas sebesar 4,7 mm berdasarkan saringan nomor 4, dan memiliki batas bawah sebesar 0,075 mm berdasarkan saringan nomor 200. Bahan yang digunakan sebagai agregat halus bisanya berupa pasir. Untuk agregat kasar memiliki ukuran 5 – 70 mm, dengan batas bawah sebesar 4,75 mm
16 berdasarkan saringan nomor 4. Kemudian bahan yang digunakan secara umum sebagai agregat kasar adalah kerikil dari batuan alam ataupun batuan pecah. Menurut Bina Marga (2002), terdapat agregat berupa bahan pengisi (filler) yang merupakan bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan no. 200 (0,075 mm). Klasifikasi gradasi dimensi agregat dilakukan dengan ayakan berdasarkan standard dari ASTM. Agregat kasar yang digunakan pada beton normal haruslah memenuhi komposisi persyaratan gradasi, dengan menggunakan analisa saringan dengan nomor: Tabel 2.2 Ukuran saringan (mm)
Tabel Analisa Saringan Agregat Kasar Persentase Lolos (%) Gradasi Agregat 40 mm
20 mm
10 mm
76
100
–
–
38
95 – 100
100
–
19
35 – 70
95 – 100
100
9,6
10 – 40
30 – 60
50 – 85
4,8
0–5
0 – 10
a) – 10
Sehingga berdasarkan pembagian agregat berdasarkan saringan tersebut, terbentuklah gradasi agregat berdasarkan campuran ukurannya. Dimana gradasi agregat adalah susunan dari beberapa ukuran butiran agregat yang membentuk suatu campuran agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat. Kemudian berdasarkan gradasi penyebaran ukurannya, agregat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu agregat dengan gradasi baik dan agregat dengan gradasi buruk.
17 a) Agregat dengan gradasi baik adalah campuran agregat dengan ukuran butiran yang terdistribusi merata dalam rentang ukuran butiran, agregat dengan gradasi baik sering juga disebut dengan agregat bergradasi rapat. Agregat dengan gradasi baik dapat didominasi oleh agregat dengan ukuran butiran kasar maupun halus. Dimana gradasi agregat yang didominasi oleh butiran kasar disebut agregat bergradasi kasar, dan agregat bergradasi halus bila gradasi agregat didominasi oleh agregat dengan butiran halus. b) Agregat dengan gradasi buruk adalah distrubusi ukuran agregat yang tidak memenuhi persyaratan agregat bergradasi baik. Dimana agregat dengan gradasi buruk dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: • Gradasi Seragam, adalah campuran agregat yang tersusun dari agregat dengan ukuran butirannya sama atau hampir sama. • Gradasi Terbuka, adalah campuran agregat dengan distribusi ukuran butiran sedemikian rupa sehingga pori-pori antar agregat tidak terisi dengan baik. • Gradasi Senjang, adalah campuran agregat yang ukuran butirannya terdistribusi tidak menerus, atau ada bagian yang hilang.
Pada beton berpori sendiri jenis gradasi agregat yang digunakan biasanya adalah agregat dengan gradasi yang buruk, dimana agregat dengan gradasi buruk memiliki rongga-rongga antar tiap susunan agregatnya. Biasanya agregat kasar yang digunakan memiliki dimensi yang seragam (uniform) atau dapat juga dikombinasikan dengan agregat berdimensi lain dengan minimal dimensi 9 mm – 5 mm. Sedangkan untuk agregat halus pada beton berpori hanya digunakan sedikit atau tidak dipakai sama sekali.
18 Untuk kualitas agregat sebaiknya digunakan yang baik, dimana agregat sebaiknya tidak berbentuk serpihan atau batuan yg pipih memanjang ataupun juga batuan yang berbentuk terlalu bulat. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan pemilihan gradasi buruk sebagai acuan komposisinya, dimana: •
Komposisi I yang digunakan pada penelitian ini termasuk dalam gradasi buruk senjang, karena terdapat bagian ukuran gradasi yang tidak digunakan (2 – 1 cm).
•
Komposisi II mengacu pada gradasi seragam, dimana gradasi yang digunakan 70% adalah gradasi yang sama, dengan sisanya adalah ukuran butiran lebih kecil.
•
Komposisi III adalah gradasi terbuka campuran dari 3 jenis ukuran agregat yang tidak menggunakan agregat halus sama sekali.
2.4.2
Semen Semen yang biasa digunakan adalah semen Portland yaitu semen hidrolik yang
dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik dan bahan tambahan berbentuk kalsium sulfat. Fungsi semen adalah untuk mempersatukan agregat kasar dan agregat halus menjadi satu kesatuan yang kuat setelah semen bereaksi dengan air. Semen yang dibutuhkan dalam pembuatan beton berpori sebaiknya dalam kondisi yang baik serta memenuhi standard SNI 15-2049-2004 mengenai semen Portland. Jenis semen yang digunakan adalah Portland Composite Cement (terlampir hasil uji semen).
19 2.4.3
Air Kualitas air yang digunakan dalam campuran beton berpori tidak berbeda dengan
beton normal, dimana air yang digunakan memiliki kualitas yang baik juga. Sesuai dengan persyaratan SNI 03-6817-2002, air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut: a. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahanbahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan. b. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi: •
Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama
•
Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.
Pada pembuatan beton, air diperlukan dalam proses pengadukan untuk melarutkan semen supaya membentuk pasta semen yang kemudian mengikat semua agregat dari yang paling besar sampai yang paling halus dan menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dalam proses pengadukan,
20 penuangan, maupun pemadatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa air berperan sebagai penyatu dari keseluruhan komponen beton. Air memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembuatan beton berpori, dimana kontrol serta ketelitian dalam penggunaan air pada campuran sangat berpengaruh pada pasta yang dihasilkan. Pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara air dan semen, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen atau yang biasa disebut faktor air semen (FAS). Faktor air semen berpengaruh sangat besar, dimana terlalu banyak air pada campuran akan mengakibatkan rongga-rongga pada beton berpori akan tertutup oleh pasta semen yang cair (bleeding). Sedangkan terlalu sedikit air akan membuat beton menjadi rapuh karena daya lekat semen dan antar agregat tidak sempurna, sehingga membuat ketahanan serta kuat tekan beton berpori menurun. Pengaruh kurangnya air pada campuran beton berpori sangat dirasaan ketika proses pelepasan benda uji dari cetakan dilakukan, dimana beton berpori yang rapuh sangat mudah hancur ketika dilepas dari cetakannya. Sehingga air tidak dapat ditambahkan sembarangan saat pengadukan pasta beton, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan dalam kemudahan pengerjaan serta mutu beton yang diinginkan.
Gambar 2.6
Campuran Beton Kelebihan Air
(sumber: Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)
21
Gambar 2.7
Campuran Beton Kekurangan Air
(sumber: Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)
Menurut ACI 522R-10 persentase faktor air semen yang paling baik dicapai oleh beton berpori pada 0,26 sampai dengan 0,45, dimana memberikan kondisi pasta yang stabil dan lapisan yang cukup merata pada agregat.
Gambar 2.8
Campuran Beton Deangan Jumlah Air yang Tepat
(sumber: Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)
2.4.4
Admixture Pencampuran beton dapat menggunakan bahan tambahan (admixture) yang
menggunakan bahan kimia ataupun bahan mineral. Bahan-bahan admixture yang dapat larut dalam air digolongkan sebagai chemical admixture dan biasanya berbentuk zat kimia yang memiliki fungsi-fungsi khusus. Sedangkan bahan-bahan yang tidak dapat
22 larut dalam air digolongkan sebagai mineral admixture sehingga dicampurkan bersamaan dengan semen. Dalam penerapannya zat tambahan yang sering digunakan untuk aplikasi beton berpori adalah admixture dengan jenis viscosity modifying admixtures (VMA) yang berfungsi untuk meningkatkan workability. Hal ini paling dirasakan pada saat pengerjaan di kondisi yang panas, menjadikan pasta tidak mudah mengering. Admixture untuk memperlambat waktu pengerasan juga dapet digunakan pada keadaan yang panas. Sedangkan untuk keadaan yang dingin dapat digunakan admixture untuk mempercepat waktu pengeringan beton dikarenakan suhu udara yang lembab akan membuat waktu pengeringan beton menjadi lebih lama. Selain itu juga digunakan admixture jenis air-entraining, admixture ini akan memberikan ketahanan terhadap beku dan cair pada beton, memberikan workability yang lebih baik serta menambahkan butiran-butiran udara pada beton. Layaknya penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap beton normal, dengan menggunakan admixture berupa bahan-bahan yang sekiranya mungkin berguna untuk meningkatkan kualitas, kemudahan kerja, ketahanan, serta mutu beton dibutuhkan penelitian lanjut dengan admixture yang beragam terhadap kecocokan admixture dengan beton berpori. Admixture yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 2.5
Abu Terbang (Fly Ash) Abu terbang atau fly ash merupakan produk sisa hasil pembakaran batu bara
yang berupa bubuk yang sangat halus dan memiliki gradasi seragam. Abu terbang memiliki sifat yang pozolanic sehingga sering digunakan sebagai bahan pengganti
23 sebagian semen. Dimana abu terbang sendiri sudah sangat sering sekali digunakan untuk baha tambahan beton normal, tetapi belum pada beton berpori
Gambar 2.9
Abu Terbang (Fly Ash)
Abu terbang sendiri merupakan salah satu emisi limbah industri yang cukup besar, dimana penangannan yang baik dibutuhkan dalam pengolahan limbah ini. Kualitas dari abu terbang sendiri dipengaruhi oleh proses pembakaran (suhu) dan juga jenis batu bara yang digunakan. Emisi pembakaran batu bara yang berupa abu terbang sendiri dapat mencemari atmosfer. Selain itu pembuangan abu terbang dalam sistem air dapat membahayakan ekosistem, kandungan bahan kimia yang terdapat pada abu terbang bersifat racun berbahaya bagi tubuh manusia serta kehidupan. Sehingga dibutuhkannya cara pengolahan serta pemanfaatan abu terbang merupakan hal yang penting. Membantu terealisasinya ”Green Engineering”, dimana pemanfaatan abu terbang sebagai bahan campuran dalam semen, mortar, pengisi, pembuatan batu bata dan lainnya merupakan salah satu cara terbaik dalam pengolahan limbah ini. Dimana menurut penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, penggunaan abu terbang dalam campuran beton memberikan efek yang positif terhadap hasil akhir campuran beton.
24 Kelebihan dari penggunaan abu terbang pada beton berpori adalah: •
Menurunkan panas hidrasi yang terjadi, sehingga dapat mencegah terjadinya retakan dan mengurangi polusi karbon dioksida hasil dari hidrasi
•
Meningkatkan ketahanan dan keawetan terhadap ion sulfat
•
Lapisan beton akan lebih kedap air, sehingga air akan mengalir dengan baik pada pori-pori beton.
•
Mempermudah pengerjaan, karena membuat campuran beton lebih plastis
•
Mengurangi biaya pengerjaan dimana abu terbang befungsi sebagai penganti sebagian semen, sehingga penggunaan semen lebih sedikit
• 2.6
Meningkatkan kuat tekan beton. Kuat Tekan Beton Berpori Persyaratan standard mengenai mutu beton berpori belum terdapat pada SNI,
sehingga nilai kuat tekan beton penelitian yang dilakukan berpacu pada nilai mutu yang tercantum pada SNI 03-0691-2002 tentang Bata Beton (Paving Block). Dimana klasifikasi bata beton dibagi menjadi 4 jenis menurut kelas penggunaannya, yaitu : a. Bata beton mutu A : digunakan untuk jalan b. Bata beton mutu B : digunakan untuk pelataran parkir c. Bata beton mutu C : digunakan untuk pejalan kaki (sidewalk) d. Bata beton mutu D : digunakan untuk taman dan penggunaan lain Mutu bata beton memiliki kuat tekan minimum sebagai berikut :
25 Tabel 2.3 Mutu Bata Beton (Paving Block)
Mutu
Kuat Tekan (MPa)
Ketahanan aus (mm/menit)
Penyerapan Air rata-rata maks.
Rata-rata
Minimum
Rata-rata
Maksimum
%
A
40
35
0,090
0,103
3
B
20
17
0,130
0,149
6
C
15
12,5
0,160
0,184
8
D
10
8,5
0,219
0,251
10
Keterangan pada tabel : • MPa = Mega Pascal, 1 MPa = 10,2 kg/cm2 Terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi nilai kuat tekan beton berpori, dari perencanaan proporsi pembuatan, proses pemadatan sewatu penempatan, serta proses curing di lapangan. Yang dimaksutkan dengan perencanaan proporsi pembuatan adalah proporsi dari material-material penyusun beton berpori, yaitu dari segi agregat yang digunakan (kualitas dan ukuran dimensi), jenis admixture yang akan digunakan, dan khususnya adalah parameter dari jumlah air yang digunakan. Menambah dimensi agregat pada campuran beton akan mengurangi kuat tekan dari beton berpori, dikarenakan kandungan udara dalam beton semakin besar juga (Jing dan Guoliang 2003). Dikarenakan rongga-rongga yang ada pada beton berpori maka kuat tekan dari beton berpori relatif rendah. Akan tetapi sebenarnya beton berpori dapat mencapai kuat tekan yang relatif besar dengan mengorbankan kapasitas porositasnya. Sehingga semakin tinggi kuat tekan beton maka kemampuan porositas beton tersebut terhadap cairan akan semakin kecil, jadi apabila semakin kecil kuat tekan beton maka porositas beton terhadap cairan akan semakin tinggi (Meiniger 1988). Dimana porositas beton dipengaruhi oleh kandungan udara dalam beton berpori.
26
(a)
(b)
Gambar 2.10 Ilustrasi 2 Dimensi Rongga Agregat Besar (kiri) Kecil (kanan)
Faktor air semen mempengaruhi seberapa baik lapisan semen membungkus serta merekatkan antar agregat. Pada beberapa kasus tertentu penggunaan air yang berlebih sebenarnya dapat menambah kuat tekan dari beton dikarenakan pasta semen yang cair menutupi pori-pori beton. Membuat sifat beton berpori seperti beton normal dimana rongga-rongga pada beton tertutup oleh semen. Tetapi penggunaan air yang terlalu banyak juga mengakibatkan pasta yang terlalu encer dapat melemahkan fungsi semen yang mengikat antar agregat. Dan kurang nya air membuat semen tidak bereaksi dengan baik, menjadikan pasta semen terlalu kering menjadikan semen tidak menyatu dengan baik dengan agregat penyusunnya. Menurut ACI (American Concrete Institute) 522R-10 mengenai Pervious Concrete dimana biasanya beton berpori memiliki kuat tekan sebesar 400 sampai 4000 psi (2,8 Mpa sampai dengan 28 Mpa). Sehingga beton berpori sendiri memiliki kuat tekan yang relatif kecil dibandingkan beton normal, menjadikan beton berpori memiliki aplikasi yang terbatas jika dibandingkan dengan beton normal. Dimana aplikasi yang sering digunakan adalah sebagai perkerasan, untuk tempat parkir ataupun sidewalk.
27 Menurut PBI ’71 pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7, 14, 21, dan 28 hari. Pengujian pada umur 7,14 dan 21 hari ini dimaksutkan agar hasil uji kuat tekan beton dapat di pantau tingkat perkembangan kenaikan kuat tekan beton secara betahap. Dimana kuat tekan beton paling tinggi biasanya dicapai pada umur ke 28 hari. Sehingga menggunakan faktor pembagi sebesar 0,65 untuk umur 7 hari; 0,88 untuk umur 14 hari; 0,95 untuk umur 21 hari dan 1 untuk umur 28 hari untuk pemeriksaannya. 2.7
Porositas Beton Berpori Yang membuat beton berpori berbeda dengan beton normal adalah rongga-
rongga yang terdapat pada struktur beton, dimana rongga dihasilkan dari tidak digunakannya agregat halus atau hanya sedikit agregat halus yang digunakan sebagai pengisi. Rongga-rongga ini memiliki tujuan agar cairan dapat mengalir melalui struktur beton, sehingga membuat beton dapat ditembus oleh air (permeabel). Nilai besarnya porositas beton berpori sendiri dipengaruhi oleh seberapa besar rongga yang dihasilkan oleh beton berpori, dimana semakin besar rongga yang dihasilkan akan memberikan nilai permeabilitas yang semakin besar juga, dimana air akan lebih mudah untuk mengalir pada struktur beton. Semakin besarnya pori yang dihasilkan juga dapat membuat beton berpori menjadi lebih mudah untuk dibersihkan pada proses pemeliharaan karena akan mengurangi kemungkinan pori-pori beton tersumbat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Ready Mixed Concrete Association, nilai porositas dari beton berpori adalah beragam berdasarkan besarnya rongga yang dihasilkan oleh beton berpori. Nilai porositas yang didapatkan biasanya sebesar 480 in./jam (0.34 cm/detik atau sebesar 3,4 x10-3 m/detik) dimana nilai permeabilitas yang lebih besar dapat dicapai.
28 2.8
Aplikasi Beton Berpori Sebagai Perkerasan Dengan
banyaknnya
permasalahan
lingkungan
di
Indonesia,
maka
dibutuhkannya cara-cara untuk membuat lingkungan menjadi lebih baik sangatlah penting. Dimana salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah kurang baiknya pengolahan aliran air yang ada, terutama pada pengolahan air hujan. Sehingga penggunaan perkerasan dengan pori menjadi salah satu pilihan yang dapat digunakan sebagai pengendalian aliran air permukaan, khususnya air hujan. Menggunakan beton berpori sebagai salah satu alternatif perkerasan diharapkan dapat mengurangi permasalahan lingkungan yang ada. Dengan penggunaan beton berpori maka air permukaan, terutama air hujan akan dapat disalurkan ke dalam tanah kembali agar tidak terbuang begitu saja. Sehingga dapat menambah cadangan air tanah, serta mencegah terjadinya kebanjiran. Akan tetapi dengan adanya pori-pori pada beton maka kuat tekan beton berpori akan lebih rendah dari pada beton normal, sehingga beton jenis ini lebih cocok digunakan untuk menahan beban lalulintas yang rendah pada aplikasinya sebagai perkerasan. Secara garis besar menurut ACI 522R-10 Report of Pervious Concrete aplikasi beton berpori sebagai perkerasan secara menyeluruh terdiri dari 3 lapisan dimana geosintetik berupa geotekstil digunakan antara 2 dan 3, yaitu: 2.8.1
Lapisan Permukaan Tebal beton berpori yang digunakan sebagai lapisan atas perkerasan minimum
kurang lebih setebal 15cm, dimana jika dibandingkan memiliki kekuatan yang kurang lebih sama dengan perkerasan aspal normal dengan ketebalan 4 cm dengan lapisan dasar sebesar 13 cm (Ferguson 2005). Ketebalan dari beton berpori sendiri sebenarnya lebih tergantung pada tujuan untuk apa lapisan perkerasan tersebut dibutuhkan. Karena
29 semakin padat lalulintas dan semakin berat jenis kendaraan yang melintas maka akan semakin tebal juga lapisan beton berpori yang dibutuhkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas dan spesifikasi dari lapisan permukaan ini sangat tergantung pada fungsi dari lapisan beton berpori itu sendiri. 2.8.2
Subbase Lapisan yang berada dibagian lapisan permukaan adalah lapisan subbase.
Lapisan ini berfungsi sebagai pemisah antara lapisan permukaan (beton berpori) dengan tanah dasar (subgrade), sebagai penendukung beban vertikal lapisan permukaan dan memiliki tebal minimal 10cm berupa agregat terbuka. Lapisan subbase setidaknya dipadatkan mencapai nilai 90% ~ 95% Standard Proctor Maximum Dry Desity (unpublished information from Florida Concrete and Product Assosiation, Orlando, 1983), sehingga lapisan ini juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan air hujan serta membantu penyaringan cairan. Lapisan ini dapat ditebalkan untuk menambah kapasitas penampungan air hujan, untuk menambah daya dukung beban lapisan permukaan dan apabila lapisan tanah dasar berupa tanah lunak. Semakin padat lapisan ini maka semakin besar daya dukung yang diberikan pada lapisan permukaan. Sebenarnya untuk beberapa kasus lapisan subbase ini dapat tidak digunakan apabila lapisan tanah dasar sudah memberikan daya serap yang baik serta daya dukung yang cukup terhadap lapisan permukaan. Dalam konstruksi pelaksaannya lapisan subbase dibuat lebih memanjang dari pada lapisan permukaan. Hal ini dilakukan untuk mendukung bagian pinggir dari lapisan permukaan serta tidak terjadi retakan apabila beban lewat pada bagian pinggir.
30
Pervious Concrete
Aggregate Subbase Geotextile
Subgrade
Gambar 2.11 Gambaran Umum Konstruksi Lapisan Perkerasan Beton Berpori (Sumber: Ferguson 2005)
2.8.3
Geotekstil Geotekstil terbuat dari serat sintetik yang teranyam membentuk seperti kain
berpori yang fleksibel tersusun secara rapih menggunakan mesin tenun standard ataupun teranyam secara acak, bahkan bebepara dibuat dengan cara ditenun. Geotekstil merupakan material yang tembus air baik searah maupun tegak lurus bidangnya. Pada aplikasinya geotekstil memiliki area yang luas dalam menyelesaikan masalah, akan tetapi penggunaannya pasti memiliki fungsi paling tidak satu dari empat fungsi utamanya: pemisah, perkuatan, penyaringan, dan/atau drainase. Secara garis besar geotekstil terbagi menjadi 2 jenis, yaitu geotekstil woven dan non-woven. Yang dimaksut dengan woven adalah jenis geotekstil yang dibuat dengan susunan rapih teranyam, jenis geotekstil woven memiliki daya kuat tarik dua arah (vertikal dan horizontal) yang sejajar berdasarkan permukaannya. Selain itu jenis geotekstil ini memiliki nilai permeabilitas yang sangat rendah serta lebih mudah rusak dari pada jenis non-woven. Untuk geotekstil jenis non-woven sendiri memiliki tekstur seperti layaknya karpet, dimana geotekstil ini teranyam secara acak dan membentuk
31 lapisan. Geotekstil non-woven memiliki kuat tarik dari berbagai arah (multidirectional) yang sejajar dengan permukaannya dikarenakan teksturnya yang acak.
Gambar 2.12 Geotekstil Non-woven (kiri) Woven (kanan) (Sumber : http://geotextile.web.id)
Fungsi lapisan geotekstil dalam konstruksi beton berpori adalah sebagai pemisah antara lapisan subbase dengan lapisan tanah dasar kemudian juga berfungsi perkuatan untuk mendukung lapisan subbase. Selain itu geotekstil juga dapat berperan sebagai penyaring cairan yang lewat, sehingga dapat berperan sebagai drainase ke lapisan tanah dasar. 2.8.4
Lapisan tanah dasar Lapisan tanah dasar merupakan lapisan terbawah, dimana lapisan ini sebaiknya
tidak dipadatkan. Kapasitas penyerapan air pada tanah dasar menentukan banyaknya air yang dapat dikeluarkan dari lapisan agregat ke dalam tanah sekitarnya. Lapisan berupa geotekstil non woven dapat diletakan antara subbase dengan lapisan tanah dasar, geotekstil ini berfungsi sebagai pemisah antara lapisan permukaan dengan subbase karena sifatnya yang dapat ditembus oleh air akan tetapi tidak oleh tanah. Selain itu geotekstil juga berfungsi sebagai penyaring polusi yang terkandung didalam cairan yang akan meresap ke dalam tanah.
32 2.9
Metode pelaksanaan Konstruksi Beton berpori Sebelum memulai konstruksi pastikan bahwa area yang akan digunakan tidak
berlumpur dan jenuh air. Kemudian tanah dasar diratakan untuk mendapatkan elevasi yang tepat (biasanya pada tanah dasar tidak dilakukan pemadatan), kemudian penempatan geotekstil diatas lapisan tanah dasar apabila digunakan. Setelah itu dilakukan pengerjaan subbase, dimana lapisan ini dipadatkan sesuai dengan spesifikasi perencanaan yang dibutuhkan. Pengecoran lapisan permukaan dilakukan dengan menggunakan bekisting sebagai batas atau cetakan dalam penempatan beton berpori. Pengerjaan perkerasan dengan beton berpori dilakukan dengan sesegera mungkin, dikarenakan perencanaan spesifikasi awal adonan semen tidak memilki kandungan air yang berlebih. Adonan beton berpori yang tidak terlindungi dalam waktu yang lama akan mengurangi kandungan air pada adonan beton, hal ini akan mengakibatkan berkurangnya air yang dibutuhkan dalam proses hidrasi. Proses pemadatan dilakukan dengan menggunakan penggilas setelah adonan beton berpori rata. Untuk pekerjaan skala besar bisanya digunakan penggilas 3,7 m dan berat 227 kg, sedangkan penggilas kecil memiliki berat 32 kg.
Gambar 2.13 Alat Penggilas Besar (Sumber: Florida Concrete & Product Assosiation)
33
Gambar 2.14 Alat Penggilas Kecil (sumber: American Concrete Institue)
Sambungan pada beton berpori dilakukan sesegera mungkin setelah proses pemadatan. Proses sambungan dilakukan dengan menggunakan alat yang menyerupai penggilas, akan tetapi terdapat semacam pisau pada bagian tengahnya. Proses sambungan dilakukan untuk mengontrol keretakan yang mungkin terjadi pada proses pemasangan perkerasan beton berpori.
Gambar 2.15 Proses Pembentukan Ruas Beton Berpori (sumber: Tri-North Builders)
Proses curing dilakukan 20 menit dari proses pengecoran. Semakin cepat proses curing dilaksanaan akan semakin baik, hal ini dilakukan untuk menghindari proses dehidrasi pada permukaan lapisan beton berpori. Dimana seluruh permukaan beton berpori dilapisi oleh polyethylene sheet. Kemudian diletakan pemberat seperti kayu atau
34 benda lain untuk mencagah lembaran penutup diterbangkan oaleh angin atau hujan. Proses curing sendiri berlangsung minimal selama 7 hari. 2.10
Perawatan Beton Berpori Perawatan perkerasan dengan menggunakan beton berpori haruslah dilakukan
secara berkala. Mengingat air yang mengalir melewati beton memungkinkan untuk membawa polusi yang larut dalam air maupun yang tidak larut, serta juga sampah yang dapat menyumbat rongga-rongga pada beton. Kebanyakan dari serpihan-serpihan ini akan tersimpan dekat dengan permukaan beton berpori sehingga dibutuhkan perawatan khusus dalam mengatasinya. Dilakukannya vacuming atau power blowing untuk membersihkan pori-pori pada beton berpori apabila terjadi penyumbatan pada beton berpori. Power blowing atau pressure washing cukup efektif dalam mendorong serpihan-serpihan yang menyumbat turun kebagian bawah beton, tetapi penggunaan tekanan yang terlalu besar dapat merusak beton berpori. Kemudian proses vacuming dapat menyedot serpihan-serpihan yang ada pada rongga-rongga beton berpori pada proses pembersihan.
Gambar 2.16 Beton Berpori yang Kotor dan Tersumbat (Sumber: PCA-Northeast Cement Shippers Association)
35
Gambar 2.17 Beton Berpori Setelah Proses Power Vacuum (Sumber: PCA-Northeast Cement Shippers Association)
Disarankan proses pemeliharaan beton berpori dilakukan secara berkala. Proses vacuuming atau power blowing dapat dilakukan seperlunya atau sekitar 2 sampai 3 kali selama 1 tahun. Proses vacuming atau power blowing pada beton berpori dapat mencegah penyumbatan berkelangsungan yang tidak terlihat oleh mata. Pemeliharaan yang teratur dapat menjaga kondisi beton berpori tetap baik dan memastikan beton berpori masih berfungsi dengan baik.