Bauksit Bauksit merupakan campuran koloidal oksida Al dan Fe yang mengandung air yang terbentuk dari batuan yang mengandung unsur Al. Batuan tersebut t ersebut antara lain nepheline, syenit, granit, andesit, dolerite, gabro, basalt, hornfels, schist, slate, kaolinitic, shale, limestone dan phonolite. Apabila batuan-batuan tersebut mengalami pelapukan, mineral yang mudah larut akan terlarutkan, seperti mineral – mineral alkali, sedangkan mineral – mineral yang tahan akan pelapukan akan terakumulasikan. Kata bauksit digunakan untuk bijih yang y ang mengandung oksida alumunium monohidrat atau trihidrat. tri hidrat. Berupa mineral gibsit (Al2.3H2O), ochmit (Al2O3.H2O) atau diaspor (AlO (OH)). Bauksit terjadi sebagai akibat adanya pelapukan dari material yang mengandung alumina. Endapan yang besar terjadi di daerah – daerah yang beriklim tropis dan subtropis basah. Genesa Endapan Bauksit
Bauksit (Al2O3.2H2O) bersistem octahedral terdiri dari 35 – 65 % Al2O3, 2 – 10 % SiO 2, 2 - 20 % Fe 2O3, 1 - 3 % TiO 2 dan 10 - 30 % air. Sebagai bijih alumina, bauksit mengandung sedikitnya sedikitnya 35 % Al2O3, 5 % SiO2, 6 % Fe 2O3, dan 3 % TiO 2. Sebagai mineral industri % silica kurang penting, tetapi besi dan titanium oksida tidak lebih dari 3 %. Sebagai abrasive diperlukan silika dan besi oksida lebih dari 6 %. Merupak suatu campuran bahan-bahan yang kaya akan hidrat oksida aluminium, dan bahan-bahan tersebut dapt diambil logam aluminium secara ekinomis. Istiah abuksit di kaitkan dengan laterit. Laterit adalah suatui bahan yang berupa konkresi berwarna kemeraahan, bersifat porous, menutupi hamper sebagian besar daerah tropis dan subtropics, merupakan lapisan yang kaya akan aluminium dan besi. Jika kadar aluminiumnya lebih besar dibandingkan dengan kadar besi, sehingga warnanya menjadi agak muda, kekuning-kuningan sampai keputih-putihan, maka latrit semacam ini dinamakan aluminious laterit atau laterit bauksit. Bauksit terbentuk dari batuan yang mempunyai kadar aluminium tinggi, kadar Fe rendah dan sedikit kadar kuarsa bebas. Mineral silikat yang terubah akibat pelapukan, mengakibatkan unsure silika terlepas dari ikatan Kristal dan sebagian unsure besi juga terlepas. terlepas. Pada proses ini terjadi penambahan penambahan air, sedangkan alumina, bersam dengan titanium den ferric oksida (dan mungkin manganis oksida) menjadi terkonsentrasi sebagai endapan residu aluminium. Batuan yang memenuhi persyaratan itu antara lain nepelin syenit, dan sejenisnya dan berasal dari batuan beku, batuan lempung/serpih. Batuan itu akan mengalami proses lateritisasi (proses pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan). Secara komersial baukist terjadi dalam 3 bentuk: 1. Pissolitic atau Oolitik disebut pua ‘kernel’ yang berukuran diameter dari sentimeter sebagai amorfous tryhidrate 2. Sponge Ore (Arkansas), porous, merupakan sisa dari batuan asal dan komposisi utama gigsite 3. Amorphous atau bijih lempung Kandungan alumunium yang tinggi di batuan asal bukan merupakan syarat utama dalam pembentukan bauksit, tetapi yang lebih penting adalah intensitas dan lamanya proses laterisasi. Kondisi – kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan bauksit secara optimum adalah: 1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang kaya alumunium 2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan 3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan mudah 4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering) 5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan
6. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata, yang mana memungkinkan terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi minimum 7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan Klasifikasi Endapan Bauksit
Berdasarkan genesanya, bijih bauksit terbagi atas 5 yaitu, bauksit pada batuan klastik kasar, bauksit pada terrarosa, bauksit pada batuan karbonat, bauksit pada batuan sedimen klastik dan bauksit pada batuan fosfat. Sedangkan berdasarkan letak depositnya bauksit terbadi atas 4 yaitu deposit bauksit residual, deposit bauksit koluvial, deposit bauksit alluvial pada perlapisan dan deposit bauksit alluvial pada konglomerat kasar. Kontrol Pembentukan
Kontrol pembentukan dari bauksit sebagai berikut. 1. Litologi Bedrock: Bauksit dapat terbentuk dari berbagai macam batuan primer. Setengah cadangan bauksit laterit dunia terbentuk dari batuan yang bebas kuarsa ( 49%), sebanyak (48%) terbentuk dari batuan dengan sedikit kuarsa, dan 3% dari batuan dengan kuarsa tinggi. Kandungan Al kurang dari 15% dapat membentuk bauksit. Proses pengayaan Al terutama dikontrol oleh rasio Al/Si dan kecepatan pelapukan. Kandungan rendah Fe juga merupakan faktor penting, Fe yang tinggi formasi laterit ferruginous. Kandungan Al awal pada batuan induk bukan faktor utama. batuan sedimen kaolinit : 30-35 % batuan granit dan basal : 10-15% sangat kurang untuk beberapa batupasir
2. Geomorfologi : Bauksit laterit pada masa lampau terbentuk pada permukaan datar. Ditemukan sebagai bagian dari dataran tinggi pada masa kini. Dataran tinggi bauksit merupakan sisa dari permukaan datar pada masa lampau yang memiliki kemiringan 1 – 5 derajat, Secara regional, paleosurface yang sama mungkin terjadi pada ketinggian yang berbeda.
3. Kondisi iklim dan paleo-iklim (paleoclimate): Maksimum temperatur 22 derajat celcius. Curah hujan rata-rata 1200 mm/tahun. Tardy (1997) menyatakan: Jika musim kering yang lama maka orthobauxite tidak akan terbentuk. Tetapi yang akan terbentuk adalah aluminoferruginous duricrust.
Sebaran Bauksit
Cadangan bauksit tersebar diseluruh dunia. Negara – Negara yang memiliki sumber bauksit dalam jumlah besar antara lain : Australia, Brazil, Guinea, Indonesia, dan Jamaika. Sekitar 85 % dari keseluruhan bauksit yang ditambang dari kerak bumi, digunakan untuk menghasilkan logam aluminium, dimana nantinya akan digunakan sebagai bahan baku produk – produk lain yang lebih bervariasi. Sisanya sekitar 15 % digunakan untuk proses kimia yang berkelanjutan pada pabrik – pabrik dalam pembutan pesenyawaan aluminium dengn tujuan tertentu . Di Indonesia, sebaran bahan galian lempung alumina (bauksit) tersebar secara luas di wilayah P. Bintan dan sekitarnya, bauksit merupakan hasil proses pelapukan dari batuan granit yang merupakan batuan
dasar dari P. Bintan, tersebar di 17 lokasi. Di Indonesia selain di di Pulau Bintan dan sekitarnya, terdapat juga bauksit di Pulau Bangka dan Kalimantan Barat. Sampai saat ini penambangan bauksit di Pulau Bintan satu-satunya yang terbesar di Indonesia. Beberapa tempat antara lain: Sumatera utara : Kota Pinang (kandungan Al2O3 = 15,05 – 58,10%). o Riau : P.Bulan, P.Bintan (kandungan SiO2 = 4,9%, Fe2O3 = 10,2%, TiO2 = 0,8%, Al2O3 = 54,4%), o P.Lobang (kepulauan Riau), P.Kijang (kandungan SiO2 = 2,5%, Fe2O3 = 2,5%, TiO2 = 0,25%, Al2O3 = 61,5%, H2O = 33%),merupakan akhir pelapukan lateritic setempat, selain ditempat tersebut terdapat juga diwilayah lain yaitu, Galang, Wacokek, Tanah Merah,dan daerah searang. Kalimantan Barat : Tayan Menukung, Sandai, Pantus, Balai Berkuah, Kendawangan dan Munggu o Besar. Bangka Belitung : Sigembir. o
Peta persebaran Bauksit di dunia
Peta persebaran bauksit di Indonesia
Profil Endapan Bauksit
Perusahaan Tambang Bauksit Nusapati Prima
Nusapati Prima memiliki IUP tambang bauksit yang sudah beroperasional yaitu IUP tambang atas nama PT Alu Sentosa dan PT Kalmin, keduanya terletak di kecamatan Toba kabupaten Sanggau di Kalimantan barat. IUP tambang bauksit lainnya masih dalam tahap eksplorasi yaitu PT Visitama di kecamatan meliau kab sanggau, PT Kalmin Sentosa dan PT Kalmin Lestari berada di kecamatan Tayan kab Sanggau, PT Kalmin Adimakmur dan PT Aditama Lestari di kecamatan toho dan sadaniang kabupaten Pontianak wilayah Kalimantan Barat. Total keseluruhan luas adalah 59.037 Hektar. PT Alusentosa berdiri tahun 2007 dan mulai melakukan pengembangan dan berproduksi bekerjasama dengan Xinfa group (perusahaan dari china yg merupakan perusahaan yg bergerak di pengolahan dari bauksit sampai menjadi aluminium) di tahun 2009. Target produksi dari tambang yang berjalan kesemuanya dapat diserap oleh pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina dimana saat ini kebutuhan bauksit untuk pengolahan / refinery lebih dari 10.000.000,- sd 15.000.000,- dry MT per tahun. Produksi dari Nusapati prima grup diharapkan nantinya akan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. ANTAM
Bauksit merupakan material dasar untuk memproduksi alumina. Bauksit pertama kali ditemukan pada tahun 1924 di Kijang, pulau Bintan, di provinsi Kepulauan Riau. Bauksit ini umumnya tersebar membentuk punggungan-punggungan landai (tidak terjal) yang tidak begitu tinggi yang memungkinkan terjadinya proses pelapukan terus berlanjut, secara morfologi merupakan wilayah
dataran yang bergelombang. Potensi sebaran lempung alumina yang cukup besar terdapat di wilayah Kecamatan Bintan Timur, meliputi wilayah daratan dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian besar merupakan wilayah tambang dan bekas tambang bauksit. Wilayah yang mempunyai sebaran cukup luas terdapat di derah Desa Gunung Lengkuas, Busung, Toapaya dan Ekang Anculai, serta di wilayah pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bintan Timur. Berdasarkan hasil kajian data lapangan potensi lempung alumina seluruhnya di wilayah penyelidikan mempunyai luas sebaran sekitar 10.450 ha dengan jumlah sumber daya tereka sebesar 209 juta m³.Bauksit yang berasal dari Bintan telah ditambang dan diekspor sejak tahun 1935. Pada tahun 1968, pengelolaan tambang diserahkan kepada ANTAM. Hal ini menjadikan ANTAM sebagai perusahaan produsen bauksit tertua di Indonesia. ANTAM mengekspor bauksit ke produsen alumina di Jepang dan China. Menyusul penutupan tambang Kijang di tahun 2009, ANTAM saat ini tengah mengembangkan dua proyek alumina untuk meningkatkan nilai cadangan bauksit yang dimiliki di Kalimantan. Per 31 Desember 2012, ANTAM memiliki cadangan bauksit berjumlah 108,8 juta wmt dan 365 juta wm t sumber daya bauksit di wilayah Tayan, Mempawah dan Munggu Pasir, yang kesemuanya berlokasi di Kalimantan.