3 Gpa). 4. MORB adalah hasil pencampuran magma (mixed magma) yang berasal dari sumber yang dalam-astenosfer dan bagian bawah dari mantel atas (P>5 Gpa)
5. berbagai jenis magma MORB dibentuk melalui partial melting dari berbagai jenis sumber dalam matnel pda range kedalaman yang agak dalam (P>2 Gpa) sampai kedalam dangkal (P plus minus 1 Gpa).
pada hiptesis 1 dan 2 tekanan rendah fraksionasi dari magma induk adalah penting, maka fraksionasi dapat terjadi. (Perfit dan Fornari, 1983), dan nilai Mg secara karakteristik dibawah 0.70 (lebih bervariasi pada umumnya) namun data trace element tidak menunjukan hal itu (Lundstrom et al,2000 dalam raymond,2002). dan bila memang benar picrtite sebagai parental (magma induk) dari MORB setidaknya jumlah cukup melimpah di kerak oseanik, kenyataannya tidak. meskipun terjadi patahan yang cukup memotong kerak oseanik, picrite tetap absen. sedangkan dari geokimia unsur-unsur dalam magma pkrtik tidak menunjukan kalau dia primer (perfit et al 1996 dalam raymond 2002hal 112). maka hipotesis 1 dan 2 telah ditinggalkan oleh para petrologis. tiga data yang digunakan atau tiga analisis yang dipakai untuk mendukung hipotesis sisa (35) adalah: pertama, analisis teoritis dan eksperimental (contohnya partial melting dari batuan mantel yang cocok), digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan komposisi dari melt (material leburan magma) daeri proses anatexis (proses meleburnya/melting batuan). kedua, bukti lapangan berupa analisis material yang dianggap sebagai yang terbaik dari hasil melt yang tidak terdiferensiasi. contohnya glas dan basalt dengan nilai Mg pada kisaran 0.70 merupakan jenis material yang berasal dari primary melts. dan yang ketiga adalah unsur major dan trace dan jumlah isotop dan proporsi dalam batuan MORB dan mineral yang dibandingkan secara teoritis memilki nilai yang mendukung model. data yang disimpulkan berdadsarkan hasil perbandingan dengan model digunakan untuk membatasi jenis dari batuan sumber yang kemungkinan hadir di lapangan. sebagai contoh M.J. Johnson, dan Stallard, dan Lundberg (1990) merargumen bahwa data trace element dari diopsid dalam peridotit dari litosper oseanik, seperti nilai Sr yang rendah dan perbedaan anomali negatif dari zr dan Ti relatif terhadap REE, mengindikasikan magma MORB telah mengalami fractional melting pada kedalaman tertentu, yang analog dengan hipotesis 3 dan 5. akhirnya kita kita ditutntut untuk mencari hubungan antara komposisi magma terhadap submernya melalui analisis diatas. perubahan komposisi magma itu sendiri dipengaruhi oleh:
jumlah dan karakter (sifat) heterogenitas dari batuan source rock dalam mantel kimia dari source rock itu sendiri derajat (%) melting kedalaman pemisahan magma dari source rock (deep of separation) nature (karakter atau sifat) dari melting dan proses segregasi. jumlah dari pencampuran dengan magma lain. derajat interaksi dan asimilasi dengan country rock (batuan samping) jumlah dan nature (sifat) dari fraksionasi (Hess, 1992).
satu maslaah dalam menentukan sejarah magma adalah bahwa berbagai faktor ini dapat menghasilkan berbagai pengaruh kimia yang saling tumpang tindih. sebagai contoh kandungan Mg dalam basalt tidak membatasi kondisi jenis dari magma asal. dalam menentukan sejarah magma MORB, secara umum disetujui bahwa batuan mantel itu sifatnya
heterogen. source rock sendiri termasuk berjenis peridotit atau yang setipe, dan fraksionasi dapat terjadi. source rock secara umum dianggap mengalami pengayaan (fertile) atau depleted garnet (habis melebur) dan spinel (lherzolit) dengan bebfrapa tambahan dunite, eclogite, gatnet piroksenit, dan material lainnya. partial melting dari lherzolite menghasilkan basaltic melt (leburan magma basalt) dan dapat menggantikan semua klinopiroksen, meninggalkan peridotit yang terdeplesi (contohnya hazburgite). garnet sendiri, bila hadir dalam lherzolit kemungkinan sudah ikut melebur. berbagai jenis unsur jejak (trace element) diyakini bahwa garnet merupakan residu dari melt batuan souce rock. wallahu’alam sob.. lantas bagaimana formasi dari lempeng samudra sendiri pada daerah ridge? magma bergerak keatas melalui rekahan besar di ridge dalam bentuk plume atau dike kemudian patahan ini mencirikan pusat dari rift dari MOR. gambar dibawah ini mengilustrasikan proses kristaisasi dan fraksional crystallilzation perubahan tekstur dan kimia dari batuan pada dapur magma dangkal di rift MOR.
model penampang formasi batuan (rock suite) pengisi Mid Oceanic Ridge… fractional crystallization ini yang terjadi pada dapur magma MORB dangkal adalah proses crystal-liquid (pencampuran kristal dan larutan sisa magma yang belum terkristalisasi) menghasilkan olivine atau plagioklas sebagai fenokris ataupun keduanya. meskipun klinopiroksen secara khas hadir hanya sebagai goundmass (late phase) atau fase akhir. ketika terjadi fraksionasi yang lebih ekstensif lagi khususnya pada dapur magma yang terisolasi maka magma andesit dapat terbentuk. secara umum komposisi magma secara kimiawi dapat saja komplek namun secara umum seragam dalam komposisi sebagai hasil dari replenishment (penambahan) dari magma baru (yang akan mempertahankan atau mungkin merubah komposisi magma). (M.J Ohara dan Matthews, 1981).
asosiasi endapan lava basalt di ridge samudra terhadap batuan intrusi dibawahnya yang mungkin ikut menyokong (menyumbangkan magma ini saat bermigrasi ke atas) dikenal dengan ofiolit suite (semoga kita dapat diskusikan ini suatu waktu). penjelasan diatas adalah jenis rift volcanism dengan setting oseanik.. bagaimana dengan rift yang di darat (kontinen)? mengingat batuannya dominan sedimen dan kerak yang lebih tebal dapatkah ia menjadi tempat lava basalt hadir?
penampang ideal MOR untuk jenis continental rift volcanism contohnya yang ada sekarang dan sudah tidak aktif seperti MORB adalah Rio Grande Rift di Colorado memanjang dari pusat New mexico US ke Mexico. secara umum jenis batuan yang hadir di Rio grande rift ini mudah sekali ditebak, tentu saja banyak batuan volkanik felsik selain plutonik tapi basalt juga ada ternyata!. vulkanisme selama rifting sebagaian besar menghasilkan dua jenis magma (basalt dan ryolit). bagian pusat dari rift memiliki basalt tholeiitic sedangkan batuan yang bersifat alkali atau normatif nefelin alkali olivin, hadir di sayap dari rift. namun secara lokal ada saja lokasi dimana kedua basalt ini hadir bersama sama. secara kimiawi basaltnya sendiri tidak semuanya menunjukan karakter primary mantle melts. (Raymond 2002). nilai Mg seang (0.66-0347), namun kaya akan LREE. rasio isotop Sr berada pada kisaran 0.70369-0.70503. beberapa bukti lain basalt pada rio grande rift berada pada kedalaman dangkal sampai menengah melalui proses partial melting yang sifatnya kecil sampai besar dari material mantel yang naik ke atas. magma ini memotong kerak dari suatu
tubuh magma (diapir ?) (Schlue et al 1996). karena nilai Mg yang sedang hal ini menyatakan bahwa batuan tidak berasal dari melt mantle primer. kemungkina n berasal dari hasil melting bagian basalt crust (bagian bawah dari lempeng). B Volcanism in subduction zone compressional setting untuk jenis kedua ini berkaitan dengan daerah dengan setting tektonik kompresi (daerah subduksi). tumbukan lempeng akan menghasilkan jalur gunung api pada kerak benua dikenal dengan volcanic continental arc. hasil subduksi dua lempeng ini (kontinen dan oseanik) akan menghasilkan dua tipe jalur gunung api (mountain belt) yaitu tipe Andean (jalur gunung apinya berada diatas kerak benua yang ditumbuk) dan tipe pasifik (jalur gunung apinya berada diatas lempeng oseanik yang menumbuk/menunjam). pada kedalaman dari di darah tumbukan, proses partial melting menghasilkan magma baslt ke permukaan, berasosiasi dengan andesit, dasit, dan ryolit. biasanya dihasilkan oleh composite volcano (strato volcano) mencirikan jenis lava yang dihasilkan bervariasi. meski tidak signifikan jumlahnya tapi lava disini juga menghasilkan lava basalt yang kemungkinan menjadi lava primer yang akan berdiferensiasi menjadi andesit dan dasit yang merupakan mayoritas pengisi komposisi batuan disekitar tephra. tipe basaltnya berada pada kisaran alkali olivin sampai tholeiitic. nama umum untuk basalt yang mengisi daerah ini dikenal sebagai ‘arc basalt’, sebagaimana dijelaskan diatas bahwa daerah arc merupakan daerah yang hadir akibat proses subduksi dua lempeng, keberadaan tumbukan ini dicirikan oleh zona kegempaan (zone of earthquakes), zona benioff-wadati, dan kemiringan dibawah arc. volkanisme dapat terjadi pada daerah yang berada diatas szona subduksi iniyaitu pada kedalaman 100-200 km, namun volkanisme pada kedalaman yang lebih dangkal juga dapat terjadi di beberapa lingkungan arc di bumi. persentase basalt yang diproduksi pada daerah arc tidak lebih banyak dari batuan vulkanik lain (misalnya andesite), hanya sekitar 20% (Raymond hal 114), dua jenis basalt baik tholeiite maupun olivin dapat hadir di arc, dimana tholeiite basalt hadir lebh dekat dengan trench pada kedalaman yang lebih dangkal dari zona subduksi (Kuno, 1959). basalt dengan komposisi intermediet (basalt kaya Al2O3) menutupi atau menempati zona subduksi pada kedalaman sedang, sementara alkali olivine basalt mengisi daerah yang lebih dalam. (Raymond, 2002 Kuno, 1966). secara mineralogi arc basalt kaya akan plagioklas tapi klinopiroksen dan olivin juga dapat hadir (Ewart, 1976). secara geokimia arc basalt memilki kandungan SiO2 yang bervariasi (48-52%) dannilai Mg (0.4-0.7) dan karena perbedaan ciri isotop yang hadir. alumina umumnya tinggi, nilai rasio isotop Sr rendah (pada rentang 0.703-0.704, dimana ion unsur litophile (K, Rb dkk) mengalami pengayaan relatif terhadap nilai REE dan HFSE (Pearce dan Peate, 1995). petrogenesis dari basalt yang hadir di arc merupakan topik yang menarik dan kontroversional. ada berbagai macem model yang sudah di paparkan para petrologis namun setidaknya ada tiga model yang paling populer dan umum diterima. hampir semua model menggunakan pendekatan geokimia (karena begitu adanya petrogenesis sob, bukan cuma dongeng2 geologi yang sukanya cerita, gosip, dan show off di petrogenesis banyak maen di isotop sama geokimia batuan) model pertama dari Coats (1962) modelnya dikenal sebagai ‘uniform-depth model’yang menjelaskan bahwa melting yang dekat dengan zona benioff-wadati menghasilkan layer magma basalt yang memiliki kedalaman uniform
(sama), naik dan bergabung ke atas tereupsi dan membentuk arc. tapi variasi kimia tidak banyak dijelaskan dalam model ini. sementara itu Yoder dan Tilley (1962) mengajukan model yang menghubungkan variasi kimia terhadap perubahan kedalam fraksionasi atau separasi magma, modelnya ini dikenal dengan ‘depth of separation model’. pada model ini Yoder dan Tilley menyangkal bahwa magma basalt ini tidak terbentuk pada kedalaman sama saat terbentuk di mantel pada zona subduct tapi terjadi pemisahan sesuai dengan kedalamannya, dimana fraksionasi pada dapur magma dangkal akanmenghasilkan tholeiite, kedalaman sedang (intermediet) akan menghasilkan jenis magma baslat intermediet (tinggi alumina) dan pada kedalaman yang lebih dalam akanmenghasilkan olivine basalts. tidak ada hubungan kusus teradap zona benioff-wadati disebutkan. (ilustrasinya di gambar 6.17b) sementara Kuno (1959, 1966a, 1966b) menyatakan bahwa terdapat hubungan penting antara zona benioff-wadati dan kimia basalt. ia mengaitkan kimia basalt terhadap modelnya yang dikenal dengan ‘depth of generation’ dalam zona seismik (gambar 6.17c). berdasarkan data trace, REE, dan isotop, plus fase ekilibrium , Brophy dan Marsh (1986) menyatakan bahwa dukungan terhadap interpretasi Kuno dimana basalt dengan alumina tinggi merupakan magma primer. sementara beberapa studi teoritis, kimia, dan lab dimana generasi magma terlihat tidak konsisten dengan model depth of generation ini (Gust adn Perfit 1986) menjadikan model ini masih dapat diperdebatkan. model lain yang mencoba menghitung perbedaan jumlah elemen major dan trace dalam batuan arc dan sepanjang volcani arc secara umum cukup komplek (Ringwood 1974, Kushiro, 1983, dan Myers 1988). Ringwood (1974) bersama Nicholls (Ringwood and Nicholls 1973) mengajukan model lain yang dikenal dengan ‘pyrolite- pyroxenite model’ dimana volkanisme hadir dalam dua fase (gambar 6.17d) pada model ini sejarah fisika-kimia batuan matnel lebih diutamakan dibandingkan hubungan kedalaman, yang mengontrol kimia batuan. pada model ini (pyrolite-pyroxenite), volkanisme tholeiitic dangkal dan awal mengahsilkan bebrapa deret proses: 1. dehidrasi dari lempeng subduksi (yang menujam). 2. partialmelting dari mantel pirolit diatas zona subduksi 3. munculnya diapir (eiapiric rise) dari pirolit diikuti pemisahan (separation) dan diferensiasi (differentiation) dari magma tholeiitic di upper mantle 4. erupsi tholeiite pada permukaan kemudian, pada urutan peristiwa, lokasi yang lebih dalam, dari volkanisme calc-alkaline terjadi setelah subduksi yang berlanjut merubah lempeng oseanik menjadi quartz eclogite. melalui proses: 1. dehidrasi serpentin terjadi pada lempeng subduksi (untuk menghasilkan air) 2. melting eklogit kuarsa menghasilkan magma siliceous (misalnya ryolit) 3. reaksi dari magmas iliceous ini dengan batuan pirolit diatas mantle menghasilkan garnet piroksnit.
diapir muncul bersama massa piroksenit basah (wet pyroxenite) diikuti partial melting dalam mantel untuk membentuk magma calc-alkaline 5. erupsi dari magma calc-alkaline di permukaan. model komplek ini memerlukan dehidrasi dari subducting slab (lempeng yang menunjam) dan pencampuran material tersubduksi dengan batuan mantel yang nantinya akan melebur (melting). dehidrasi sekarang telah banyak diterima oleh para ahli (Fyfe dan mcBirney, 1975 Delaney dan Helgeson 1978 serta Tatsumi, 1989), dan isotop Pb dan Be pada batuan arc mendukung keterkatian material subduk dalam model magma generation (J.D Myers dan Marsh 1987 Morris dan Terra 1988) pada sisi negatif, percobaan melting dan asimilasi tidak mendkungn model (Stern dan Wyllie, 1981; W.L Huang dan Willie 1981; Sekine dan Wyllie, 1983). dalam usaha untuk menjelaskan asal muasal dari batuan sumber dari untuk magma di dalam plate, pada model yang baru ini Ringwood (1989) fokus kepada mekanisme shearing pada kedalman diawah 100 km sepanjang zona subdcut dan hybridisasi dari sheared, depleted matnle rock yang dibawa oleh magma dari subducting slab. model yang lebih komplek lagi dibuat oleh Kushiro (1983) mengadopsi depth of separation model dengan pendekatan terhadap penjelasan variasi kimia basalt dan volumenya pada japanese arc (gambar 6.17 e). beberapa percobaan lab telah mendukung model ini (Tatsumi et al 1983). basalt yang lebih dekat dengan trench, menunjukan bagian yang paling dangkal dari zona subduct sifatnya tholeiitic. memilki nilai Fe/(Mg+total Fe) yang tinggi, atau Xfe yang tinggi, dan memiliki volume yang paling besar, jauh dari trench (baik di didepan maupun belakang busur gunung api) volume mulai menurun. dalam menejlaskan diferensiasi tholeiite, Kushiro (1983) menyatakan beberapa mekanisme berikut: 1. melting terkonsentrasi pada zone kaya melt (melt-rich zone) diatas lempeng subduksi. 2. magma naik dari diapir atau melt dari zona ini. 3. magma bermigrasi ke atas melt-rich zone, menghasilkan magmatisme yang banyak pada bagian depan gunung api (volcanic front) (lebih jelasnya liat ilustrasi gb 6.17 e). and diapir ini terkonsentrasi pada diatas pada batas zona ini (melt rich zone) menghasilkan magmatisme yang besar pada volcanic front. 4. magma tholeiitic primer, yang lebih padat, tidak dapat terpenetrasi ke upper crust, jadi mereka terkumpul dan mengalami fraksionasi dalamkerak atau pada bagian bawahnya yang lebih kurang padat (less dense), tholeiite kaya besi akan terdiferensiasi. 5. magma alkali olivine basalt primer, yang kurang padat dan ekilibrium dengan mantel, tersegregasi dari diapir pada kedalaman yang lebih dalam dan naik keatas dengan cepat tanpa fraksionasi lebih lanjut. berdasarkan percobaan lab dan perkiraan komposisi kerak pada japanese arc, Kushiro (1990) kemudian menyimpulkan bahwa mantle wedge (daerah yang ditabasi lempeng subduk dan dibawah lempeng diatas subduk zona segitiga yang membaji/melt rich zone) dimana dari sini magma dihasilkan haruslah menglamai konveksi agar menghasilkan volume besar batuanmagnle yang fertile (subur) agar volume besar magma yang diperlukan di arc terbentuk.
gambar 6.17 a. uniform depth model (Coats, 1962), b depth of separation model (Yoder and Tilley 1962), c. depth of geneartion (Kuno 1966)
6.17 (lanjutan) cd. two stage pyrolite-pyroxenite model (Ringwood, 1974), e. depth of separation model (Kushiro, 1983) seperti halnya model pirolit-piroksenit, Kushiro depth-of separation memerlukan kontribusi dari fluida dari subductin plate, membentuk hubungan dengan benioff-wadati zone (zon subduksi). fase fluida, dibawa dari dehidrasi lempeng subduksi, membawa banyak ion unsur litophile, ke mantel, dan mengaya di dalamnya. kedua model melibatkan generasi magma dalam mantel wedge yang mengalami pengayaan pada zona subduksi, dan keduanya memastikan terjadinya diapir magma yang bermigrasi ke atas. terlepas dari kesamaan umum dari model ini, sumber mantel dan proses dari generasi ma gmanya berbeda. tidak semua model kontemporer dari genesis arc magma melibatkan diapir, sebagai contoh, Nye da Reid (1986) menyatakan bahwa diapir tidak terjadi di aleutian arc mereka berpendapat bahwa kimia Mg yang tinggi dan kesimpulan bahwa temperatur tinggi diperlukan bahwa magma primer di arc terbentuk dari hasil dekompresi dari naiknya arus konveksi mantel. pencampuran mantel dan metasomatisme menghasilkan komposisi yang bervariasi.
mantle wedge tempat arus konveksi terjadi baru baru ini, beberapa aspek umum dari genesis arc-magma telah diketahui, namun secara detail tidak. disetujui bahwa arc-magma merupakan hasil dari proses yang berhubungan dengan subduksi. lebih jauh lagi, kebanyakan petrologis setuju bahwa subduksi menyebabkan skala kecil dari konveksi dalam matnle wedge yang dikenal dengan ‘corner flow’ (liat gambar diatas) (Davies dan Stevenson 1992; Pearce dan Peate, 1995). naiknya material matnel ke permukaan dari konveksi ini menyebabkan decompression melting. komponenkomponen baik dari model pirolit-piroksenit ringwood maupun dept of separation Kushiro keduanya merupakn pross yang penitng dalam genesisi arc-basalt. sebagai contoh ketika lempeng tersubduksi, mengalami dehidrasi, megnhasilkan fluida yang berinteraksi dengan matnle wedge juga menjadi penting dalam gensisi magma (Hamilton 1969, Delaney dan Helgeson 1978, Bebout 1991). maka, flux melting juga terjadi di arc. maka dapat
disimpulkan juga bahwa flux melting dan decompression melting dan pentingnnya fluida kimia aktif versus magma yang dibawa dari lempeng subduksi menhasilkan komposisi basalt yang khusus. issu ini dan pertanyaan yang berhubungan masalah ini telah meningbulkan pertanyaan apa kisaran dari komposisi magma yang dihasilkan dari melting dalam mantle wedge? masih belum terselesaikan mengingat komposisi dari kebanyakan batuan arc adalah andesit dan rolit, juga dasit yang juga berasosiasi erat dengan basalt hal ini akan kita bahas lain waktu sob mengenai andesite. semoga saja insya’allah.. C intraplate volcanism tipe terakhir adalah berupa intraplate volcanism dimana berada dalam plate jauh dari zona margin (batas pertemuan lempeng/subduct, rift dll) disini kehadiran lava basalt berasal dari ‘hot spot’ (bukan wireless internet network ya sob haha) selain itu terdapat juga daerah dengan volume lava basalt yang cukup besar dikenal dengan flood-basalt province juga hadir pada setting ini. pada intraplate setting, hot spot berada diatas aktivitas volcanisme berupa daiapir atau plume yang menghasilkan partial meleting dari basalt. maka apabila settingnya oseanik dikenal dengan istilah seamount chain (untaian gunung api laut) atau dikenal juga dengan ocean island basalt (OIB). flood basalt province dapat terjadi ketika volume besar dari magma basalt tererupsi pada waktu yang singkat untuk membentuk lava plateus. erupsi terjadi sepanjang kerak benua maupun oseanik melalui struktur rekahan besar yang menyalurkan magma basalt dari dalam mantle. jadi tipe ketiga ini dibagi dua jenis: hot spot (OIB) dan flood basalt plateu. tipe basaltnya bersifat tholeiitic, tapi seperti halnya pada setting arc, daerah hot spot terkadang juga membawa berbagai jenis batuan (hasil diferensiasi). setidaknya ada dua contoh produk basalt dari setting intraplate volcanism yaitu hot-spot di Hawaii dan flood basalt di columbia river plateu. kepulaian hawaii (Hawaiian island) merupakan deretan kepulauan yang brada pada struktur kepulauan vulkanik berada pada daerah pasifik yang memanjang dari alleutian ac di uatara pasifik. panjangnnya mencapai 2500 km. dikenal sebagai salah satu jenis island-empereor seamont chain (rantai gunung api laut). gunung api yang terkenal di hawaii adalah hualalai, amuna loa, dan kilauea. Mauna loa dan mauna kea merupakan gunung api hawaii yang paling besar. secara umum batuannya bersifat tholeiitik (99%) sisanya alkalic rock (alkali olivin basalt dan derivasinya). secara lokal (hawaiian tholeiite tadi) berasosiasi degan basalt pikritik (olivine – rich), olivine tholeiite, serta r yodacite minor, dan granophyre (micrographic granite). sejarah erupsi dari seamount (gunung api laut) dan pulau ini dibagi dalam dua aspek pertama umur dimana kisarannya oleh para ahli dperkirakan 80-75 m.y (Jackson, Shaw, Baragar, 1980) dan kedua tahap erupsi (stage of eruption) (Stearns, 1940, G.A MacDonald dan Abbott 1970) yaitu: 1. preshield stage, pada tahap ini dicirkan oleh erupsi alkali olivine basalt. dengan sedikit tholeiite dan basnite (nepheline-olivine basalt), untuk membentuk shield cone kecil. 2. shield-building stage, pada thap ini erupsi besar dari tholeiite terjadi leibh seirng dan membentuk shield volcano yang lebih besar. erupsi pada sayap gunung juga terjadi. siliceous
rock yang jarang juga trjadi seperti ryodacite. pada fase akhir dari thap ini trjadi collapse dan dapat terbentuk kaldera. caldera kemudian diisi oleh basalt thoeliite. kemudian selanjutnya erupsi menjadi jarang terjadi lagi. 3. post sheild stage. tahap yang rlatif lebih sering, lebih eksplosif, lebih kurang volume erupsinya membawa alkali olivine basalt, dengan fenokris berupa piroksen, olivin, dan plagiklas, mebentuk pirklastik cone dan flow yang menutupi shield cone dan menutupi caldera, erupsi ini membawa alkali basalt berupa alkaline yang beridiferensiasi membentuk batuan yang namnya hawaiite dan trachyte. 4 rejuvented stage. diikuti oleh periode yang lebih seing dan cepat diikut juga erosi, silica poor lava, termasuk alkali olivine basalt, basanite, ankaremite, neephelinite, dan trachyte, dierupsikan. lava ini kembali lagi menutupi gunung api. barangkali banyak bro bro yang bertanya kenapa harus Hawaii?? itu kan jauh??? kesana mahal…. (betul?) ok kita memilih membahasnya karena pertama dia salah satu legenda ‘hidup’ dari genetik magma basalt di intraplate setting dan yang kedua dia adalah contoh aktivitas hotspot di plate kita akan cari tahu bagaimana hot spot ini bisa terbentuk…. bukti seismik emngungkapkan bahwa hawaiian lava terbentuk pada kedalman 40km (Eaton dan Murata, 1960; Aki dan Koyanagi, 1981) atau lebih dalam lagi pada mantel. hal ini dibuktikan dari hasil analisis lab dan sample xenolith yang ikut terbawa magma. lantas bagaimana hal ini bisa terjadi? dua hipotesis telah diajukan salah satunya thesis dari J.T Wilson (1963) dan dikembagngkan oleh W.J Morgan (1971). bahwa Hawaiian IslandEmperor Seamount Chin menunjukan jejak mantle hot spot dalam lempeng litosfer yang bergerak. gunung api (menunjukan aktivitas hot spot) mencirikan posisi dari hot spot itu sendiri dari atas permukaan yang mencirikan adanya mantle plume yang ada dibawahnya (suatu kolom silinder dari material mantle yang naik keatas melewati material mantle yang lebih dingin (Burke dan Wilson 1976). plume secara parsial melebur ke atas, menghasilkan magma yang terpenetrasi melewati litosfer dan terjadi aktivitas vulkanisme dipermukaan. bukti terbaik dari hipotesis mantel plume ini (1) umur dari progresi vulkanisme sepanjang rantai (gunung api), (2) trend yang sama dari Hawaii dan volcanic chain lain di laut pasifik, (3) kompatibilitas dari hipotesis plume dengan observasi dan teori yang mendukung model tektokik lempeng, dan (4) bukti geokimia, seperti tingginya nilai rasio isotop He dan Nd, mengindikasikan komponen dari magma yang berasal dari magma primitif, lebih dalam dari source rock (C. Y. Chen dan Frey, 1985, Feigenson, 1986). model kedua dari formasi magma di hot spot dikembangkan oleh E.D jackson dan H.R Shaw dan koleganya. pada model ini, suatu pergerakan lempeng litosfer mengalami shearing pada bagian dasar. ketika batuan mulai melemah (terjadi rekahan karena pergerakan shearing tadi) panas mulai dibentuk, melting terjadi, dan terdapat ‘thermal feedback’ yang akan menghasilkan melting lagi. selama melting, residu dari material yang tidak mengalami melting akan jatuh (tenggelam kebawah) menghasilkan ‘gravitationla ancor’ dan menyebabkan aliran dan melting lebih lanjut (H.R Shaw dan Jackson, 1973). erupsi dari melt di permukaan akan menghasilkan gunung api. thermal feedbac, shear-melting model ini didukung oleh penjelasan (1) distribusi en echelon dari kelompok kepulauan dalam volcanic chain, (2) hubungan waktu-jarak-volume. beberapa geokimia dan data lainnya juga konsisten dengan thermal-fedback dan shear melting (Feigenson dan spera, 1981). namun, model ini gagal menjelaskan seberapa ringan, residu panas dapat tenggelam ke dalam mateial yang
lebih brat, pristine mantle (murni)atau kenapa beberapa data menganggap kedalaman dari asal mula magma lebih dalam dari batas litosfer-asternosfer. kedua model yang dijelaskan ditas memerlukan proses partial melting dari batuan mantel untuk membentuk magma di hawaiian volcano. karena bebrapa kesamaan major element dari tholeiitic dan alkalik dari seri batuannya, karena asosiasi volume yang dekat antara dua tipe batuan tersebut, serta karena gradasi jelas antara tholeiite dan alkalik, Eaton dan Murata (1960) menyimpulkan bahwa suatu magma olivine tholeiite merupakan (magma) induk dari semua hawaiian magma. trend fraksionasi ditunjukan oleh AFM plot dari lava hawaii yang menunjukan trend olivine pada akhirnya akan mengarah ke ryodasit dan trachyte (gambar dibawah 6.9). secara alternatif Wyllie (1988) menganjurkan bahwa kedua tholeiitic dan alkalic magma berkembang dari magma induk picritic (olivine-rich). sementara Yoder dan Tilley (1962) dari hasil eksperimen mereka menyatakan bahwa magma tholeiitic merupakan magma yang terbentuk di kedalaman dangkal sedagnkan alkalic magma lebih dalam. sementara beberapa eksperimen lain pada tekanan yang lebih tinggi tetap konsisten pada pandangan ini.
AFM plot untuk memahami mekanisme fraksionasi dan difernsiasi magma (migrasi magma hawaii)
gunung api hawaii setting geografis dan penampangnya data kimia apa yang dibutuhkan? pertama, faktor dengan nilai magnesium tinggi, nilai rasio Sr87/Sr86 rendah, dan nilai TiO2 yang tinggi menunjukan sumber dari magma basalt hawaii ini dari mantel. LREE ini (light rare earth element) mengaya di dalam mantel konsiten dengan mantle source yang menganddung garnet dan klinopiroksen. karena garnet dan klinopx lebih berat, adanya REE ringan (LREE) dalam strukturnya kemungkinan akibat partial melting dari batuan matnel garniteferous (kemungkinan pada lokasi yang lebih dalam). dan secara spesifik lagi mineral ‘lain’ dalam batuan mantel, secara relatif mengaya akan LREE. kemudian, nilai He3/He4 menunjukan sumber mantel primitif (lebih dalam?). namun, tidak ada satu daatapun yang menunjukan bahwa tipe magmanya (basalt ini) parental. trace element, rasio isotop, dan perhitungan (pemodelan lebih tepatnya) dari partial melt ini menunjukan berbagai jenis tholeiit dan alkali basalt secara umum yang berasal dari mantel memiliki komposisi yang heterogen. sementara analisis isotop hidrogen dan oksigen menunjukan bahwa sumber mantel plume untuk kehadiran H2O berasal dari gelas vulkanik (M.O Garcia et al 1996), perbedaan yang mencolok dari rasio Sr dan perbedaan jenis batuan dari satu gununga api (di hawaii), plus variasi Pb, Os, dan Nd (rasio isotopnya) menunjukan bahwa magma (yang dihasilkan) memerlukan sumber yang bersifat heterogen ketimbang
homogen (Lanphere, 1983). isotop Os, Hf, dan Pb semuanya menunjukan hasil recycle lempeng dan sedimen purba, juga tambahn minor dari inti, mungkin dapat ditambahkan untuk merunut kompleksitas komposisi dari matnle plume ini. plume ini sendiri kemungkinan dominan oleh garnet lherzolite juga dapat terzonasi berlapis lapis (Wagner dan Grove 1998). magma berasal dari partial melting, dan melting dari plume yang menyerupai mawar di hawaiian litosfer membentuk suatu intrusi kecil yang bergerak keatas hingga melewati mantel hazburgit hingga ke prmukaan (Sims, et al 1995). berpa banayk jenis magma induk yang membentuk berbagai batuan di hawaiian volcanic msaih belum diketahui. berbagai komposisi gelas vulkanik dan kandungan isotop menunjukan hal ini. kesulitan menguraikan magma induk asal hadir karena kandungan major element, ttrace, isotopik, dan komposisi fenokris yang mengindikasikan terjadinya modifikasi di kedalaman yang dangkal. baik proses mixing dan fraksionasi olivin (plus minus kormit, klinopiroksen, dan plagiklas) hadir sebagai magma yang bergerak ke atas. sejarah petrogenesis dari tahap akhir fraksionasi dan pencampuran magma di litosfer terutama di kerak. Ryan, yonagi, dan Fiske (1981) memodelkan tiga dimensi dari ‘plumbing’ Kilauea (maaf gambar tidak dicantumkan karna masalah privasi hehe) dapur magmanya hawaii itu dangkal. pengamatan dari lava hawaii menunjukan bahwa olivine ini merupakan fase awal terbentuk dan fase fenokris yang umum, fenokris ini menunjukan fraksionasi, dan kristalisasai awal dari ollivin mengontrol kimia lava selama fraksionasi. baik olivin dan piroksen, yang mengkristalisasi awal kaya akan Mg, kemudian Mg digantikan oleh Fe menggeser kurva AFM dari F ke M (liat gambar segitiga AFM diatas). fraksionasi dapat terjadi di berbgai lokasi, dari batas astenosfer-litosfer hingga ke daerah yang lebih dangkal di gunung apinya. skip skip skip (banyak ngomongin isotop jadi mabok tar) hahahaha maka bila disimpulkan, berdasarkan mineralogi, petrografi, geokimia, dan data geofisika. kita simpulkan bahwa magma induk hawaii (hawaiian parental magma)dibentuk dari hasil partial melting sumber mantle plume heterogen, kemungkinan berisi garnet lherzolite primitif, tambahan pengayaan atau pengosongan (depleted or melted). karena lempeng litosferik bergerak melewati plume, magma alkali primitif secara anatektik diproduksi dan mengalami ekilibrasi (cocok terbentuk karena sistemnya mendukung) membentuk magma ini pada kedalaman >80 ikm akan bergerak keatas dan tererupsi ke permukaan (pre-shield stage). beberapa magma tererupsi keluar dan bentuk yang tidak termodifikasi (karena langsung). seperti kebanyakan magma, khususnya tholeiite, naik ke permukaan dan bereklibrasi dengan batuan mantel, pond, terasimilasi juga dengan mantel atau crustal rock, dan terfraksionasi sebelum emngalami erupsi. proses ini berlanjut hingga bebrapa derajat (bervariasi) selama fase sejarah erupsi terjadi. fraksionasi terjadi melalui aliran fraksionasi dan melalui crystalliquid fractionation, ponding, mixing, dan fraksionasi dari magma dapat keluar di berbagai tempat, termasuk pada batas astenosfer-litosfer, dapur magma dan saluran dangkal, juga pada zona penyompanan magma yang datar dan pada dangkal. karena lempeng bergerak melewati plume, melting pada pusat plume pada kedalaman 60-90 km menghasilkan volume besar dari magma tholeiitic yang naik keatas hingga kedalaman 40 km dari litosfer subvolkanik, akan bereaksi dengan batuan mantel litosfer hazburgie (Wagner dan Grove, 1998). dari sana, magma ini naik keatas hingga pada kedalaman temapt terjadinya ‘plumbing’ (dapur magma gunung api) akan mengumpul yang pertama terbentuk adal;ah magma alkali basalt. magma baru ini akan tererupsi pada fase shield-building stage. karena
lokasi erupsi di pusat plume, erupsi tholeiite berlanjut dan local ponding magma dalam gunung api adn kedalaman dangkal lempeng memudahkan terjadinya fraksionasi, menghasilkan hasil diferensiasi magma siliceous. secar alokal, pada awalnya terenuk kristal2 olivin yang ikut terbawa oleh magma termasuk juga fenokris lainnya (Baker, 1996). sisa tholeiite pada dapur magma dalam kerak dan upper mantle berlanjut mengalami erupsi dan menambah komposisi endapan dengan sedikit mamga y ang ada dibawahnya. erupsi yang seringpun mulai berkurang. magma pada titik ini hanya terkumpul dibawah (dalam bentuk pond) (Ten Brink dan Brocher, 1987). dengan menurunnya produksi magma ketika pusat erupsi bergerak ari pusat plume, terdiferensiasi menjadi magma alkali dan induknya, dibentuk pada kedalaman dalam atau pada plume margin, kemudian terpenetrasi ke permukaan. pada fase post-shield-stage magma alkali terbentuk, yang juga dapat terkumpul (membentuk pond) dan terfraksionasi, tererupsi tidak sesering tholeiite, dan membentuk pentutup berupa endapan aliran dan pyroclastic coneyang mentuupi kaldera, ketika tidak ada lagi panas untuk melting maka aktivitas vulkanisme terhenti gak ada lagi magma dari bawah naik keatas karena udah pada ngeras wkwkwkwk. ketika erosi gunung api trjadi, maka lahirlah tahap rejuvenasi, meski tidak begitu jelas tapi ini kemungkinan berhubungan dengan proses stress release, seperti dekompresi (Ten dan Brochet, 1987). ketika tekanan menurun karena proses isostatic uplift dari batuan dibawah gunung api melting dari batuan mantel dapat terjadi lagi, menghasilkan magma alkali yang dapat menerosos kerak. atau ketika dorongan material mantle-plume dari dalam keluar dapat saja menghasilkan terjadinya volkanisme. jika magma akhir sisa terdiferensiasi maka ada jenis batuan seperti ankaremite, hawaiite, mugearite, trachyte dan sejenis nama nama aneh lainnya dapat hadir melalui fraksionasi. material ini akhirnya tererupsi, subsiden terjadi, dan gunugn api akhirnya menjadi seamount. hawaiian volcano merupakan satu sutdi gunung api di dunia yang paling banyak diteliti, karena fenomenanya yang unik, seperti untuk mempelajari hot spot dan perilaku magma dan prosesnya dari sampel batuan hawaii.. dan tentu saja dia sexy.. satu lagi contoh jenis ketrdapatan basalt pada intraplate setting (intraplate volcanism) adalah flood basalt dimana legenda ‘mati’nya ada di Columbia River plateau, settin gnya berbeda dengan OIB (hawaiian type) dia bisa saja back arc (continental) dan sejenisnya karena rekahan yang besar dan trjadila banjir basalt dari kerak hampir mirip sama rift tapi dia ini lebih dangkal dan diatas permukaan. tapi kalo dibahas disini saya yakin postingan ini akan jadi buku kalau di print karena tebal dan bikin mabok.. wkwkwkwkwk ada lagi satu jenis batuan beku vulkanik yang banyak orang tau kan rangenya: felsic (rhyolite) , intermediet (dacite, andesit) dan mafic (basalt), nah ada juga tipe vulkanik dengan magma pembawa ultramafic rupanya.. batuannya dikenal dengan istilah komatiite (udah/belum pernah dengar kan?), dan keterdapatan lainnya dikenal dengan kimberlite (melalui diatrema) nanti suatu waktu kita jelaskan mengenai ini.. semoga… a pa perlu diapal semua?? tidak perlu.. perlu dibaca semua?? tidak perlu…. apa perlu di baca semua?? tidak perlu.. terus??? ini kesimpulannya:
basalt adalah batuan vulkanik dengan magma pembawa magma mafic, kaya plagioklas (dari QAPF), dan memiliki kandungan silika 45-50% (dari TAS). struktur di lapangannya bisa cemacem ada columnar joint, scoria, vesicular, amygdaloidal, autobreksi, hyaloklastit, hydroklastit, etc… teksturnya bagaimana? (bila bicara tekstur tentu hubungannya lebih dekat ke intergrain relationship) ada cemacem secara mikroskopis ada subophitic, intersertal, trachytic, etc… klasifikasi basalt secara modal menggunakan skema ‘basalt tetrahedron’ (Yoder and Tilley 1962), tapi bisa juga QAPF nya streckeisen.. skepa basalt tetrahedron ini membagi basalt berdasarkan batas saturasi silikanya: unsaturated (olivin basalt) dan oversaturated (hypersthene basalt) dan tiga bidang yang dibatasi dua bidang saturasi silika ini ada: alkali basalt, olivine tholeiite, dan tholeiite basalt. keterdapatannya bagaimana? setidaknya ada tiga lokasi di dunia ini hasil observasi para ahli petrologi sejak puluhan tahun yang lalu yaitu setting intraplate (ex: hawaii dan flood basalt columbia river plateu), compressional setting (magma di daerah subduksi ex: japanse arc, mariana island arc, etc), dan rift volcanism (MORB, rio grande rift, etc).. ketiga jenis ini punya karakter basalt tersendiri mulai dari volume, persebaran, dan proses diferensiasi dan fraksionasinya. untuk ilustrasi model2 tiap lokasi keterdapatan basalt bisa diliat ilustrasi gambar diatas… FYI meski secara ekonomis bila jumlahnya cukup signifikan disuatu tempat (apalagi diindonesia dan negara berkembang atu dimana aja dengan setting geologi yang unik) akumulasi besar dari batuan ini paling dimanfaatin buat bahan tambang golongan C (hahahaha laporan bab 4 maping semuanya rata itu mulu ckckckck) tapi dewasa ini di negara maju para ilmuwan telah mampu mensintesis suatu serat yang lebih kuat, lebih bersahabat dengan lingkungan dan manusia, lebih sehat, dan dengan biaya produksi yang LEBIH MURAH!! serat baru ini dikenal dengan ‘basalt fiber’ (serat basalt) yang diekstrak langsung dari batuan beku bernama basalt ini.. belum tau kalau buat optik tapi untuk konstruksi (kita tahu serat gelas ini sangat kuat bisa nahan beban berton-ton lebih berat ketimbang beton tapi tentu saja sangat mahal karena dia lebih kuat tahan retak karena batas elastisnya cukup tinggi dibadingin beton kalau basalt lebih murah kenapa tidak?) boleh diadu. secara spesifik manfaat dari basalt fiber ini bisa diaplikasikan kedalam: konstruksi (baja, bangunan dsb), konstruksi jalan (kerangka jejaring pondasi jalan), kontruksi bawah tanah, menguatkan batang (baja), geotekstil (istilahnya menarik ya sob ), pengerjaan teknik, agrikultur, pembuatan mesh atau bahan campuran penguatan mesh (biasanya dari besi dan baja utk kontruksi jalan dsbnya). apa kelebihannya secara umum? sudah dijelaskan sebagian diatas kalau BF (jgn pikir macam2 sob haha) murah, bahan campuran paling mantab karena tidak ada deformasi permanen jika dibengkokan, sangat tahan terhadap korosi (ya iyalah batu bukan logam homogen), dan sukar bereaksi dengan senyawa kimia, noise absorption quality yg oke punya, nyerap air, dan tensile strengthnya tinggi, karena sifatnya yang ramah lingkungan ini BF bisa dipakai sebagai pesaing nomor satu pengganti baja dan platik untuk campuran bahan penguat (reinforcement material), temperatur meltingnya saat diproduksi mencapai 600 deg C. subhanallah tidak ada ‘ciptaanya’ yang sia -sia sob….. terus terang sisi terseksi dari basalt yang ada dalam otak gue yaaa bagian yang terakhir ini..