BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pajanan biologis di tempat kerja adalah organisme hidup yang dapat merupakan allergen, iritan, toksin, dan penyebab infeksi. Organisme hidup ini mulai dari bakteri, virus, jamur dan parasit. Bahaya potensial biologis banyak mengancam kesehatan pekerja baik berasal dari proses kerja, lingkungan kerja langsung ataupun lingkungan sekitar tempat kerja. Pekerja-pekerja yang rentan terhadap pajanan biologis adalah yang dalam pekerjaan sehari-harinya mengalami kontak khususnya pekerja yang tidak diimunisasi, dalam penyembuhan dari infeksi sistemik serius, gangguan kekebalan tubuh, status gizi dan kesehatan yang buruk. Pneumonitis hipersensitivitas atau alveolitis alergik ekstrinsik merupakan penyakit paru lingkungan yang timbul sebagai respons imunologis paru terhadap inhalasi bahan atau antigen biologis dan kimiawi. Penyakit ini merupakan sindrom respirasi akut pada pekerja-pekerja yang menangani secara tidak benar debu gandum (sebagai antigen). Antigen-antigen lain yang dapat menyebabkan penyakit ini antara lain Thermophilic actinomycetes (pada farmer’s lung dan bagassosis), fungi dan obat-obatan. Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang
1
berperan terhadap timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup subur pada alas batang tebu.
1.2 Tujuan Adapun tujuan makalah ini dibuat adalah: 1. Menjelaskan definisi bagassosis 2. Menjelaskan pathogenesis bagassosis 3. Menjelaskan gejala klinis dan penegakkan diagnosis bagassosis 4. Menjelaskan tatalaksana bagassosis
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang berperan terhadap timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup subur pada alas batang tebu. Bagassosis termasuk ke dalam penyakit pneumonitis hipersensitif akibat inhalasi debu organis yang menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh yang terpapar. Pneumonitis hipersensitif / hypersensitivity pneumonitis (HP), atau alveolitis alergik ekstrinsik merupakan sekelompok penyakit paru yang dimediasi oleh proses imunologi akibat paparan berulang dari antigen yang terdispersi saat inhalasi utamanya oleh partikel organik atau bahan kimia bermolekul rendah yang selanjutnya memprovokasi reaksi hipersensitivitas dengan inflamasi granulomatus di bronkiolus distalis dan alveoli pada subyek yang peka. Penyakit ini merupakan akibat dari interaksi antara antigen eksternal dengan sistem imun pejamu. HP merupakan penyakit alergi sehingga peran faktor paparan merupakan hal yang paling penting. Faktor risiko lingkungan, termasuk konsentrasi antigen, lamanya paparan, ukuran partikel, frekuensi (atau kekerapan) paparan, kelarutan partikel, pemakaian perlindungan pernafasan akan mempengaruhi prevalensi, beratnya, kelatenan dan perjalanan penyakit. Faktor-faktor paparan tersebut sangat jelas 3
digambarkan pada bagassosis. Terjadinya bagassosis sangat erat dengan konsentrasi mikroorganisme di udara, atau pada daerah dengan curah hujan tinggi sehingga memungkinkan proliferasi mikroorganisme. Berbagai faktor mempengaruhi interaksi mendasar antara stimulus antigen dan respon imun pejamu. Penderita yang sudah tersensitisasi antigen, manifestasi klinik timbul setelah terpresipitasi oleh adanya tambahan inflamasi paru non-spesifik, ini jelas terlihat pada penderita yang telah terpapar lama dan sering sudah bertahun-tahun dimana penderita dalam keadaan keseimbangan dengan antigen dengan tanpa gejala.
4
2.2 Etiologi Secara umum, untuk terjadinya sensitivitas dan penyakit ini, pemaparan terhadap alergen harus terjadi secara terus menerus dan sering.Penyakit akut bisa terjadi dalam waktu 4-6 jam setelah pemaparan, yaitu pada saat penderita keluar dari daerah tempat ditemukannya alergen. Penyakit kronik disertai perubahan pada foto rontgen dada bisa terjadi pada pemaparan jangka panjang. Penyakit kronik bisa menyebabkan terjadinya fibrosis paru (pembentukan jaringan parut pada paru). Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: a. Faktor antigen itu sendiri Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktorfaktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan kerentanan individu. Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis debu dalam hal ini ada dua (2) macam yaitu organik ( tebu/ kulit tebu), dan debu anorganik ( yang berasal dari mesin penggilingan tebu).
b. Masa kerja Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan. Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan
5
membahayakan. Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kita rasakan adalah sesak, bersin, dan batuk karena adanya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas.
c.
Umur Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan cepat. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.
d. Alat pelindung diri Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernapasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol.
6
e. Riwayat merokok Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan sekret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang rokok sehari.
f. Riwayat penyakit Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu.
2.3 Patogenesis Patogenesis dari bagassosis bergantung kepada intensitas, frekuensi dan durasi terhadap paparan antigen dan respon tubuh pejamu terhadap antigen. Cellmediated immune responses dan humoral tampaknya berperan dalam pathogenesis penyakit ini. Reaksi yang paling dini (akut) ditandai dengan peningkatan lekosit polimorfonuklear (PMN) di dalam alveoli dan saluran nafas kecil. Lesi dini ini diikuti oleh masuknya sel-sel mononuklear ke dalam paru dan
7
membentuk granuloma-granulama yang merupakan hasil dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang klasik (T cell mediated) terhadap inhalasi berulang antigen.
2.4 Gambaran Klinis Gambaran klinis bagassosis diklasifikasi kedalam 3 bentuk yaitu akut, subakut, dan kronik. Pada bentuk akut, gejala muncul 4-8 jam sesudah paparan pada individu yang sensitive, yaitu timbul gejala seperti infeksi paru akut : batuk, sesa napas tanpa mengi, demam, menggigil, berkeringat, malaise, mual dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik ditemukan takikardia, takipnea, sianosis, ronki basah di basal kedua paru. Gejala tersebut umumnya menetap selama 12-18 jam dan menghilang secara spontan bila paparan terhenti. Pada penyakit yang ringan gambaran foto toraks masih normal. Pada penyakit yang berat bisa ditemukan dua bentuk gambaran radiologis. Bentuk pertama : tampak gambaran nodul-nodul kecil terpencar di kedua lapangan paru dan agak kurang pada bagian apek dan basal. Nodul-nodul tersebut ukurannya bervariasi dari satu sampai beberapa millimeter, dengan batas tidak tegas. Bentuk kedua tampak bayangan berawan di interstitial kedua paru. Bila paparan telah terhenti kelainan foto toraks dapat kembali normal dalam beberapa minggu. Pada pasien periode akut yang tanpa gejala biasanya mempunyai faal paru normal. Umumnya sesudah terjadi paparan bagi pasien yang sensitive akan terjadi perubahan faal paru pada 8-12 jam kemudian. Perubahan yang terjadi adalah nilai KVP dan VEP1 menurun, arus puncak ekspirasi (APE) paru menurun, rasio ventilasi/perfusi terganggu, kapasitas difusi menurun dan hipoksemia.
8
Pada bentuk subakut/intermiten, penderita secara bertahap mengalami batuk, dispneu, anoreksi, dan penurunan berat badan yang berlangsung beberapa hari sampai berminggu-minggu, serta adanya riwayat serangan yang berulang sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sama seperti pada bentuk akut tetapi kurang berat dan berlangsung lebih lama. Pada bentuk kronik, penderita biasanya jarang menyampaikan adanya serangan episode akut, gejala yang muncul berupa batuk, dispneu progresif, fatique, dan penurunan berat badan. Biasanya fatique dan penurunan berat badan merupakan hal yang prominen pada bentuk kronik. Penghentian dari paparan memberikan hasil perbaikan klinis yang sedikit. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak kurus, takipneu, distress respirasi, ronkhi inspirasi pada bagian paru bawah. Pada beberapa pasien menyerupai bronchitis kronis dan bila paparan terus berlangsung akan mendatangkan kondisi penyakit menjadi irreversible (fibrosis paru).
2.5 Pencegahan Pneumonitis Hipersensitvitas Pencegahan terbaik adalah menghindari pemaparan terhadap alergen, yaitu dengan cara berganti pekerjaan. Meniadakan atau mengurangi debu atau menggunakan masker pelindung bisa membantu mencegah berulangnya penyakit. Menangani limbah jerami secara kimiawi dan menggunakan sistem ventilasi yang baik, membantu mencegah pemaparan dan sensitisasi pekerja terhadap bahan-bahan ini. Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain: 1. Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi-operasi sejenis. 2. Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap. 3. Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia. 4. Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen.
9
Untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran tersebut, kita dapat menggunakan alat yang disebut masker. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan masker yaitu:
Bagaimana menggunakan masker secara benar.
Macam dari kotoran debu yang perlu dihindari.
Lamanya menggunakan alat tersebut.
Jenis-jenis masker dan penggunaannya: 1. Masker penyaring debu Masker penyaring debu berguna untuk melindungi pernapasan dari serbukserbuk logam, pengerindahan atau serbuk kasar lainnya. 2.
Masker berhidung Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai ukuran 0,5 mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus diganti karena filternya telah tersumbat oleh debu Hal yang perlu diingat dalam penggunaan masker berhidung adalah sebagai berikut: a. Memasang masker ini harus menempel baik pada wajah. Untuk memeriksa initempelkan selembar kertas atau telapak tangan pada hidung. Bila masker terpasang baik pada wajah, maka kertas atau telapak tangan akan tertarik. b. Bersihkanlah masker setelah pemakaian
3. Masker bertabung Masker bertabung mempunyai filter yang baik daripada masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagian berikut: a. Memasang masker ini harus menempel baik pada wajah. Untuk memeriksa
ini ujung pipa yang menempel pada tabungdilepaskan dan
ditempelkan selembar kertas atau telapak tangan. Bila masker terpasang baik pada wajah, maka kertas atau telapak tangan akan tertarik. 10
b. Yakinlah bahwa tabung dipasang dengan benar. c. Gantilah tabung setelah dipakai. d. Bersihkanlah bagian yang menempel diwajah setelah dipakai.
2.6 Tatalaksana Tindakan yang paling efektif untuk tidak terkena penyakit adalah menghindari paparan antigen. Bila tidak mungkin menghilangkan antigen maka pasien dipindahkan tempat kerjanya ditempat yang tidak ada paparan antigen. Edukasi pada populasi yang berisiko dapat membantu pengenalan dini gejala dan dapat dilakukan usaha-usaha preventif. Pengobatan dengan kortikosteroid menunjukkan adanya perbaikan klinik yang lebih cepat dalam hal fungsi paru. Prednison diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 7-14 hari kemudian diturunkan perlahan selama 2-6 minggu.
11
BAB III KESIMPULAN
Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Bagassosis termasuk ke dalam penyakit pneumonitis hipersensitif akibat inhalasi debu organis yang menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh yang terpapar. Patogenesis dari bagassosis bergantung kepada intensitas, frekuensi dan durasi terhadap paparan antigen dan respon tubuh pejamu terhadap antigen. Cell-mediated immune responses dan humoral tampaknya berperan dalam pathogenesis penyakit ini. Gambaran klinis bagassosis diklasifikasi kedalam 3 bentuk yaitu akut, subakut, dan kronik. Tatalaksana untuk bagassosis adalah menghindari paparan antigen dan penggunaan kortikosteroid.
12
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Sharma S. Hypersensitivity pneumonitis.. Available from: URL: http// www.emedicine.com/med/topic1103.htm.
13