Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
1
Bab I Astrofisika dan Astronomi Bagi kebanyakan orang, Astronomi selalu dikaitkan dengan bintangbintang di langit. Sementara bintang-bintang di langit dikaitkan dengan konstelasi-konstelasi atau rasi-rasi bintang semisal Cancer, Gemini, Taurus, dll. Selanjutnya, rasi-rasi bintang itu dikaitkan dengan ramalan nasib. Inilah astrologi. Apakah astronomi identik dengan astrologi? Memang, … astronomi memiliki akar yang sama dengan astrologi. Sebelum Copernicus, astronomi boleh dikatakan menyatu dengan astrologi. Sebagaimana astronomi, astrologi juga mempelajari rasi-rasi bintang. Tetapi, cara astronomi memperlakukan rasirasi bintang tidak sebagaimana cara astrologi memperlakukan rasi-rasi itu.
Gambar 1. Tiga contoh rasi bintang : Orion, Leo, dan Gemini
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
2
Pada masa lalu, rasi-rasi bintang sangat penting bagi para pengelana dan nelayan guna menentukan arah (navigasi). Sementara itu, para petani memanfaatkan rasi-rasi itu untuk kepentingan bercocok tanam, yakni untuk menentukan waktu-waktu penting : kapan mereka harus memulai bertanam (rasi Waluku atau Orion, misalnya), kapan sebaiknya mereka
mengistirahatkan
ladang mereka, dan lain sebagainya. Orang-orang pada masa lalu juga mengembangkan mitos-mitos guna memudahkan mengingat rasi-rasi bintang itu. Ada rasi yang dihubungkan dengan mitos kepahlawanan, bahkan ada juga yang dihubungkan dengan kisah asmara.
Gambar 2 Rasi Layang-layang digunakan untuk menentukan arah selatan (gambar kiri). Rasi Ursa Mayor untuk menentukan arah Utara (gambar kanan) Secara etimologi (asal-usul istilah) kata ‘astronomi’ terkait dengan upaya menyusun, mengatur, dan mengelompokkan bintang-bintang. Dewasa ini, astronomi boleh dikatakan sebagai upaya mempelajari dan memahami gejalagejala kelangitan, sebagai bagian dari upaya menemukan keteraturan alam (sains). Astronomi modern bukan hanya mempelajari bintang-bintang semata, melainkan juga mempelajari galaksi-galaksi, pulsar, black hole, kuarsar, dan benda-benda angkasa lainnya, yakni seluruh benda-benda di alam semesta.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
3
Riset bidang astronomi telah merubah pandangan manusia akan alam semesta. Misalnya, manusia pada akhirnya menyadari bahwa Bimasakti bukanlah alam semesta, bahwa Bimasakti hanyalah galaksi biasa di antara ratusan milyar galaksi yang ada di alam semesta dan bahwa alam semesta ini tidak statis melainkan mengembang. Perubahan pandangan juga terjadi dalam hal-hal yang terkait dengan peranan manusia itu sendiri, yakni dari yang sifatnya geosentris dan anthroposentris bergeser menuju ke pandangan modern akan alam semesta yang luas tempat manusia berada dan bumi bukan lagi sesuatu yang penting. Astronomi modern merupakan sains dasar yang didorong oleh rasa keingintahuan manusia, yakni keingintahuan akan alam semesta. Kenyataannya, banyak astronom juga menggunakan istilah ‘astrofisika’. Lalu, apa perbedaan astronomi dari astrofisika? Astronomi lebih menjawab pertanyaan yang dimulai dengan kata tanya ”di mana” dan ”kapan”. Hal ini, tentu lebih terkait dengan masalah geometri. Sementara astrofisika lebih menjawab pertanyaan dengan kata tanya ”mengapa” dan ”bagaimana”. Dalam menjawab pertanyaan itu, para astrofisikawan menerapkan teori-teori mendasar yang tergolong ke dalam soko guru ilmu fisika, yaitu : mekanika klasik dan mekanika fluida, teori kuantum, elektrodinamika, teori relativitas, dan mekanika statistik serta termodinamika. Adapun cabang-cabang Astronomi dan astrofisika dijelaskan sebagai berikut : • Benda paling besar yang dipelajari oleh astronomi dan astrofisika adalah alam semesta. Cabang astronomi dan astrofisika yang mempelajarinya disebut komologi. Kosmologi pada awalnya merupakan bidang garapan teolog dan filsuf. Tetapi, sejak pertengahan abad keduapuluh, kosmologi telah menjadi bagian dari astronomi dan astrofisika. • Astronomi bola atau astronomi posisional, mempelajari sistem-sistem koordinat bola langit, transformasi, dan posisi serta gerakan-gerakan kenampakan (apparent position and motion) benda-benda langit.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
4
• Mekanika Kelangitan (Celestial mechanics) mempelajari gerakan bendabenda di tata surya, sistem-sistem bintang, galaksi-galaksi, dan gugusgugus galaksi. • Fisika Bintang mempelajari struktur dan evolusi bintang. Berdasarkan cara pengamatan, astronomi dapat dibedakan atas : •
astronomi radio,
•
astronomi infra merah,
•
astronomi optis,
•
astronomi ultraviolet,
•
astronomi sinar-X atau gamma
Gambar 3 Teleskop Hale di Mount Palomar USA adalah teleskop optis (kiri). Barisan teleskop radio (kanan) Kesemuanya dibedakan atas sinyal yang ditangkap dari benda-benda angkasa luar. Astronomi optik adalah astronomi paling awal, mengandalkan cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh benda-benda angkasa. Astronomi infra merah mengandalkan sinar infra merah yang dipancarkan oleh benda-benda angkasa. Demikian juga astronomi ultraviolet, astronomi sinar-X, dan astronomi sinar
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
5
gamma. Untuk jenis-jenis astronomi itu, digunakan teleskop yang berbeda : teleskop radio, teleskop infra merah, teleskop optis, dsb. Di masa mendatang akan muncul astronomi neutrinos and gravitational.
Gambar 4 Teleskop infra merah (kiri) dan teleskop sinar-X (kanan).
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
6
Bab II Tata Koordinat Kulit Bola Langit I. Trigonometri Pada Kulit Bola Kita secara ketat akan membedakan lingkaran (circle) dari cakram atau piringan (disc). Demikian juga, kita akan membedakan Kulit Bola (sphere) dari bola (ball) . Untuk mudahnya bedakan antara bola plastik dari peluru meriam (semoga anda pernah melihat peluru meriam).
Gambar 1 Lingkaran (kiri) dan cakram (kanan)
Sekarang kita hendak memperhatikan sebuah kulit bola secara seksama karena nanti kita akan menggunakan konsep kulit bola langit.
Gambar 2 Lingkaran besar (great circle) dan dan lingkaran kecil (small circle) pada kulit bola.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
7
Lingkaran besar pada kulit bola adalah lingkaran yang dibentuk oleh perpotongan antara sebuah bidang dan kulit bola itu sedemikian rupa sehingga bidang itu melalui pusat kulit bola. Lingkaran kecil pada kulit bola adalah lingkaran yang dibentuk oleh perpotongan antara sebuah bidang dan kulit bola itu sedemikian rupa sehingga bidang itu tidak melalui pusat bola (lihat Gambar 2). Dua titik pada sebuah kulit bola dikatakan antipodal apabila garis lurus penghubung kedua titik itu melalui pusat kulit bola itu. Teorema : • Setiap pasangan titik yang tidak antipodal pada sebuah kulit bola hanya dilalui oleh sebuah lingkaran besar. • Dua titik yang antipodal pada sebuah kulit bola dilalui oleh tak terhingga lingkaran besar.
Gambar 3 Dua titik yang saling antipodal dilalui oleh tak terhingga lingkaran besar
Pertanyaan : a. Apakah garis-garis bujur pada bola bumi merupakan bagian dari suatu lingkaran besar? b. Bagaimanakah halnya dengan garis-garis lintang? c. Sebutkan pasangan titik antipodal pada bola bumi.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
8
d. Tunjukkan bahwa jarak terdekat antara dua titik pada kulit bola adalah panjang garis penghubung kedua titik itu yang merupakan penggalan lingkaran besar yang melalui kedua titik itu. Segitiga Kulit Bola Segitiga kulit bola : segitiga yang digambar pada kulit bola sedemikian rupa sehingga setiap sisinya merupakan bagian dari sebuah lingkaran besar. Lihat Gambar 4. Jika jari-jari kulit bola itu r, maka |AB| = rc, dengan c dalam radian.
Gambar 4
Sudut c disebut sudut pusat sisi AB, sudut a disebut sudut pusat sisi BC, dan sudut b disebut sudut pusat sisi AC. Jumlahan sudut-sudut suatu segitiga kulit bola tidak sama dengan 180˚, tetapi lebih. Dengan kata lain, A + B + C ≠ 180˚ Ekses kulit bola (E) didefinisikan sebagai E = A + B + C – 180˚.
(1)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
9
Kalau ekses kulit bola dinyatakan dalam radian, maka luas segitiga kulit bola sama dengan ekses kulit bola dikalikan jari-jari kulit bola : A = Er2.
Gambar 5 Tugas : 1. Buktikan rumus untuk sudut ekses di atas! 2. Sebutkan tiga kota di permukaan bumi yang terletak pada sudut-sudut suatu segitiga kulit bola. Perhatikan sekarang Gambar 6. Andaikan titik P berada di kulit bola berjari-jari 1 satuan. Mula-mula digunakan tata (sistem) koordinat kartesius (x,y,z). Dalam tata koordinat kulit bola, berlaku
x = cosψ cos θ , y = sinψ cos θ z = sin θ .
(2)
Sudut θ dalam tata koordinat bola ini disebut sudut lintang, sementara sudut ψ disebut sudut azimut. Perhatikan bahwa, dalam tata koordinat kulit bola ini, sudut
θ yang digunakan tidak sebagaimana biasanya yakni susut kolatitud yang diukur
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
10
dari sumbu-z. Sudut θ bernilai dalam rentang berikut −π ≤ θ ≤ π . Sudut azimut
ψ memiliki nilai dalam rentang 0 ≤ ψ ≤ 2π . Sb z
z P
y
θ x
Sb y
ψ
Gambar 6 Sb x Sb z
Sb z’
χ
P
Sb y’ θ
θ’
χ ψ’ ψ
Gambar 7 Sb x’ Sb x
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
11
Andaikan kita berpindah ke tata koordinat kartesius yang baru (x’,y’,z’). Sistem koordinat baru ini diperoleh dengan memutar tata koordinat lama dengan sumbu-x sebagai sumbu putarnya. Dalam tata koordinat kartesius baru ini titik P memiliki koordinat (x’,y’,z’) (lihat Gambar 7). Terkait dengan koordinat kartesius yang baru ini tentu kita dapat membangun tata koordinat kulit bolanya dengan titik P memiliki koordinat ( r ' = 1,θ ',ψ ' ) , sehingga
x ' = cosψ 'cos θ ', y ' = sinψ 'cos θ ', z ' = sin θ '.
(3)
Penting untuk mengetahui hubungan antara dua tata koordinat kartesius tersebut. Bagaimanakah hubungan antara (x,y,z) dan (x’,y’,z’)? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat Gambar 8. Dari Gambar 8 itu tampak bahwa
Gambar 8
x ' = x, y ' = y cos χ + z sin χ ,
(4)
z ' = − y sin χ + z cos χ . Dari persamaan (3) dan (4) akhirnya didapatkan persamaan-persamaan penting berikut ini.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
12
cosψ 'cos θ ' = cosψ cos θ , sinψ 'cos θ ' = sinψ cos θ cos χ + sin θ sin χ , sin θ ' = − sinψ cos θ sin χ + sin θ cos χ .
(5)
Persamaan (5) memainkan peran penting dalam berbagai perhitungan di belakang. Sekarang perhatikan Gambar 9.
P
Gambar 9 Jika sudut A dimasudkan sebagai sudut yang dibentuk oleh sumbu-y negatif dengan garis projeksi vektor posisi titik P ke bidang-xy, maka berlakulah kaitan berikut
ψ = A − 90 , θ = 90 − b, ψ ' = 90 − B, θ ' = 90 − a χ = c. Dari persamaan (6) dan (5) didapatlah ungkapan-ungkapan berikut
(6)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
13
cos(90 − B ) cos(90 − a ) = cos( A − 90 ) cos(90 − b) sin(90 − B) cos(90 − a) = sin( A − 90 ) cos(90 − b) cos c + (90 − b) sin c, sin(90 − a) = − sin( A − 90 ) cos(90 − b) sin c + sin(90 − b) cos c. Dari sini akhirnya diperoleh
sin B sin a = sin A sin b,
(7a)
cos B sin a = − cos A sin b cos c + cos b sin c,
(7b)
cos a = cos A sin b sin c + cos b cos c .
(7c)
serta
sin a sin b sin c = = . sin A sin B sin C
(8)
II. Koordinat di permukaan bumi Posisi suatu tempat di bumi ditengarai dengan dua sudut yang terkait dengan garis lintang dan garis bujur. Suatu tempat di permukaan bumi dipahami sebagai titik perpotongan antara garis lintang dan garis bujur. Apa yang dimaksud dengan garis lintang dan garis bujur?
Gambar 10
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
14
Garis lintang adalah lingkaran pada permukaan bola bumi yang merupakan perpotongan antara kulit bola bumi dengan bidang datar yang tegak lurus terhadap sumbu putar bumi. Katulistiwa (ekuator) adalah garis lintang yang memotong kulit bola bumi menjadi dua bagian sama besar, yakni belahan utara dan belahan selatan. Katulistiwa merupakan lingkaran besar. Mengapa? Sebab katulistiwa merupakan perpotongan antara permukaan bola bumi dengan bidang datar yang malalui pusat bola bumi. Setiap garis lintang ditandai dengan sudut yang disebut sudut lintang (φ). Sudut yang dimaksud dijelaskan pada Gambar 11. Sudut lintang garis katulistiwa sama dengan nol. Garis-garis lintang di utara katulistiwa bertanda positif atau diberi imbuhan “utara” (disingkat, U). Yang di sebelah selatannya Katulistiwa diberi tanda negatif atau diberi imbuhan “selatan” (disingkat S).
Sumbu Putar
φ
Garis Katulistiwa
Gambar 11
Perhatikan Gambar 12. Garis bujur pada kulit bola bumi (meridian) adalah setengah lingkaran besar yang memuat kedua kutub bumi (Kutub Utara dan Kutub Selatan). Garis Bujur Acuan dipilih garis bujur yang melalui kota
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
15
Greenwich di Inggris. Garis bujur ini dipilih sebagai garis bujur dengan sudut bujur 0˚. Sudut bujur (γ) masing-masing garis-garis bujur diukur dari sudut acuan ini. Garis bujur di sebelah timur bujur 0˚ di beri imbuhan Timur (disingkat dengan T). Yang di sebelah barat di beri imbuhan Barat (disingkat dengan B).
Kutub Utara
Greenwich
γ
Gambar 12 Kutub Selatan
III Kulit Bola Langit •
Alam semesta dipahami oleh orang yang hidup pada masa lampau sebagai sebuah kulit bola raksasa, sementara bumi berada di pusatnya. Bintang-bintang dibayangkan menempel tetap pada kulit bola langit itu. Jadi, jarak bintang-bintang dari bumi dianggap sama. Kenyataanya, cerapan semacam ini masih bermanfaat hingga sekarang. Dalam astronomi posisional kita akan menggunakan cara pandang semacam itu. Hanya saja bumi yang berada di pusat kulit bola langit itu sekarang dipahami mengalami rotasi (lihat Gambar 13). Oleh karena itu dilihat dari
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
16
bumi, bintang-bintang itu tampak bergerak (berputar) dari timur ke barat sebagaimana matahari (lihat Gambar 14). Mengapa? Berapakah periode perputaran semu bintang-bintang itu? Gerak bintang-bintang yang terlihat dari bumi semacam itu disebut gerak diurnal.
Aarah Rotasi Bumi
Gambar 13
Arah Rotasi Kulit Bola Langit
Gambar 14
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
17
Sumbu langit adalah garis perpanjangan (ekstrapolasi) sumbu putar bumi keluar dari kedua kutub bumi (lihat Gambar 15). Kutub utara langit adalah titik perpotongan antara sumbu langit dengan bola langit tepat di atas kutub utara bumi. Kutub selatan langit adalah titik perpotongan antara sumbu langit dengan bola langit tepat di atas kutub selatan bumi (lihat Gambar 15).
Sumbu Langit Kutub Utara Langit
Kutub Utara Bumi
Gambar 15
Kutub Utara Langit
III Tata Koordinat Horizontal Tata koordinat Horizontal merupakan tata koordinat langit yang paling kuno dan paling alamiah bagi para pengamat. Tata koordinat ini sangat bergantung pada letak pengamat di permukaan bumi. Oleh karena itu, tata koordinat ini tidak dapat digunakan sebagai katalog. Dalam tata koordinat ini, letak benda-benda angkasa ditengarai dengan dua macam bilangan, keduanya merupakan sudut : sudut ketinggian (altitud) dan sudut azimut. Sudut altitud
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
18
ditandai dengan simbol a . Sementara sudut azimut dengan A . Bidang horizon tempat kita berada dijadikan bidang acuan. Hal inilah yang menyebabkan tata koordinat ini dinamakan tata koordinat ini. Gambar 16 menunjukkan kepada kita bahwa sudut lintang tempat kita berada menentukan arah kutub langit. Cara menentukan letak kutub langit ditunjukkan dalam Gambar 17.
Gambar 16
Arah kutub utara langit
Arah Utara Geografis
Gambar 17
φ
Bidang Horizon
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
19
Bidang horizon tempat kita berada di bumi dianggap membagi kulit bola langit menjadi dua bagian sama besar, bagian atas dan bagian bawah. Garis lurus yang melalui pusat kulit bola langit dan tegak lurus terhadap bidang horizon menembus kulit bola langit di dua titik : titik Zenit (di atas bidang horizon) dan titik Nadir (di bawah bidang horizon) (lihat Gambar 18). Setengah lingkaran besar yang menghubungkan arah utara bidang horizon dan arah selatan bidang horizon melalui zenit disebut garis meridian pengamat. Meridian Pengamat
Zenit
Bidang Horizon
Gambar 18
Utara horizon
Nadir
Gambar 19
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
20
Bintang-bintang dan benda-benda angkasa yang berada di kulit bola langit di atas bidang horizon sajalah yang dapat dilihat oleh pengamat yang memiliki horizon itu. Gambar 19 memperlihatkan situasi pengamatan bintang dari tempat yang memiliki lintang 45° LU. Pada Gambar tersebut tampak bahwa terdapat bintang-bintang yang selalu terlihat dari titik pengamatan (tidak pernah terbenam). Bintang semacam ini disebut bintang sirkumpolar. Tentu, ada juga bintang-bintang yang tidak pernah terlihat dari titik pengamatan itu. Gambar 20 memperlihatkan foto lintasan bntang-bintang sirkumpolar.
Gambar 20
IV Sistem Koordinat Katulistiwa (Ekuatorial) Bidang ekuator (katulistiwa) langit adalah bidang yang diperoleh melalui perluasan bidang ekuatorial bumi sehingga memotong kulit bola langit. Bidang ekuator langit dalam sistem koordinat ini dijadikan sebagai bidang acuan. Dari sinilah nama tata koordinat ini (Lihat Gambar 21). Posisi bintang ditentukan oleh dua sudut: sudut deklinasi (δ), yakni “ketinggian” bintang dari bidang ekuator dan sudut jam (h), yakni sudut “azimut”
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
21
diukur dari meridian pengamat ke arah barat. Sudut jam diukur dalam jam (1 jam = 15˚). Hal ini diperlihatkan oleh Gambar 22. Bidang Ekuator langit
Arah Perputaran Kulit Bola Langit
Gambar 21 Ekuator langit
Bidang Ekuator langit
Ekuator Bumi Lintasan bintang
δ
h
Gambar 22
Ekuator langit
Meridian Pengamat
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
22
Sudut deklinasi suatu bintang bersifat tetap. Tetapi, bagaimana dengan sudut jam? Sudut jam berubah terhadap waktu. Diperlukan acuan yang tetap, menempel pada (ikut berputar bersama) bola langit. Untuk itu dipilih titik vernal equinox (E) di ekuator langit sebagai acuan. Apakah vernal equinox itu? Vernal equinox adalah arah matahari dilihat dari bumi pada saat tepat berada di atas katulistiwa dalam perjalanan ke belahan utara setelah berada di belahan selatan. Arah ini kira-kira sama dengan arah rasi Aries. “Kota” rasi Aries ini berperan sebagaimana kota Greenwich pada tata koordinat geografis pada bola bumi (Lihat Gambar 23).
Lintasan bintang
δ
h
E
α Gambar 23 Meridian Pengamat Vernal equinox
Sudut asunsio rekta (α) adalah sudut “azimut” bintang diukur dari ”bujur nol” vernal equinox ke arah timur.
Asunsio rekta dinyatakan dalam jam. Waktu
sideris (Θ) adalah jumlahan
Θ = α + h,
(9)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
23
dengan h dinyatakan dalam jam. Jadi, waktu sideris adalah sudut jam vernal equinox. Waktu sideris bergantung pada garis bujur geografis karena sudut Θ diukur dari meridian pengamat. Dalam hal ini berlaku 24 jam waktu matahari = 24 kam 3 menit 56.56 sekon waktu sideris Pertanyaan : • Bagaimana menentukan waktu sideris di suatu tempat? Zenit
Gambar 24
V Kaitan antara Tata Koordinat Horizontal dan Tata Koordinat Equatorial Hubungan antara kedua tata koordinat itu diperlihatkan oleh Gambar 24. Situasi ini digambarkan secara lebih jelas oleh Gambar 25. Jika Gambar 25 dibandingkan dengan Gambar 7 ataupun Gambar 9, maka dapat diambil kesimpulan bahwa h = 90 −ψ ' , δ = θ ' , A = 90 −ψ , a = θ , dan φ = 90 − χ . Dengan menggunakan persamaan (5) didapatkan kaitan
sin h cos δ = sin A cos a, cos h cos δ = cos A cos a sin φ + sin a cos φ , sin δ = − cos A cos a cos φ + sin a sin φ .
(10)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
24
Gambar 25 Invers bagi sistem persamaan (10) diberikan oleh
sin A cos a = sin h cos δ , cos A cos a = cos h cos δ sin φ − sin δ cos φ , sin a = − cos h cos δ cos φ + sin δ sin φ .
(11)
Sudut deklinasi dan sudut altitud memiliki rentang nilai pada antara -90˚ sampai +90˚. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai kedua sudut itu cukuplah dengan fungsi arcus sinusnya saja. Sementara sudut azimut dan sudut jam (asunsio rekta) memiliki rentang nilai dari 0 sampai 360˚ (atau dari 0 sampai 24 jam). Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai kedua sudut itu sering diperlukan untuk menghitung baik fungsi arcus sinus maupun fungsi arcus cosinus-nya. Contoh 1 : Sebuah bintang yang terlihat dari suatu observatorium dengan montasi horizontal terletak pada titik (20˚, 120˚). Jika Observatorium itu terletak pada garis 30˚ LS dan waktu sideris saat itu 16h, tentukan koordinat equatorial bintang tersebut. Jawab : Dalam hal ini, a = 20˚, A = 120˚, φ = –30˚, dan Θ = 16×15˚= 240˚.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
25
Untuk mencari deklinasi δ dan asunsio rekta α diperlukan sistem persamaan (10). Dari persamaan baris terakhir dalam sistem persamaan (10) itu kita mendapatkan sin δ = – cos 120˚cos 20˚cos(–30˚) + sin 20˚sin(–30˚) = – (–0,5)(0,94)(0,87) + (0,34)(–0,5) = 0,41 – 0,17 = 0,24. Jadi, δ = 13,9˚. Dari persamaan pertama sistem persamaan (10), sin h cos 13,9˚= sin 120˚cos 20˚ sin h (0,971) = (0,866)(0,94) sin h = 0,838. Seementara dari persamaan kedua, didapatkan cos h cos 13,9˚= cos 120˚cos 20˚sin (–30˚) + sin 20˚cos (–30˚) cos h (0,971) = (– 0,5)(0,939)(–0,5) + (0,342)(0,866) = 0,235 + 0,296 = 0,531 dan cos h = 0,547 Jadi, h = 56,9˚ = 3,8h dan asunsio rekta bintang itu adalah α = Θ – h = 16h – 3,8h = 12.2h.
Pada akhirnya, koordinat equatorial bintang itu adalah (13,9˚,
12,2h). Letak titik ini ditunjukkan oleh perpotongan garis putus-putus pada peta bintang Gambar 26.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
Gambar 26
26
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
27
Tugas : Sebuah bintang yang terlihat dari suatu observatorium dengan montasi horizontal terletak pada titik (10˚, 145˚). Jika Observatorium itu terletak pada garis 30˚ LS dan waktu sideris saat itu 16h, tentukan koordinat equatorial bintang tersebut. Contoh 2 : Sebuah bintang terbit terlihat oleh orang di kota Kairo dari suatu titik dengan azimut 300˚ pada pukul 18.30. Kota Kairo terletak pada garis 30˚ LU. Di manakah bintang tersebut terbenam? Kapan bintang tersebut terbenam? Jawab : Bintang tersebut terbenam di titik dengan azimut 60˚. Mengapa? Lihat Gambar 27. arah utara horizon 300˚
60˚ Gambar 27
bidang horizon
terbit
arah selatan horizon
Pada saat terbit dan terbenam, bintang tersebut memiliki altitud 0˚. Sudut deklinasi bintang dihitung dari persamaan ketiga dalam sistem persamaan (10) dengan A = 300˚, a = 0˚, dan φ = 30˚. Jadi, sin δ = – cos 300˚cos 0˚cos(30˚) + sin 0˚sin 30˚ = – (0,5)(1)(0,866) = –0,433
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
28
Oleh karena itu, deklinasi bintang saat terbit adalah δ = –25,66˚. Sudut jam bintang pada saat terbit ditentukan dari persamaan pertama dan kedua dalam sistem persamaan (10), dengan δ = –25,66˚, A = 300˚, a = 0˚, dan φ = 30˚, yaitu sin h cos (–25,66˚) = sin 300˚ cos 0˚ = –0,866 sin h (0,901) = –0,866 sin h = – 0,961 Hal ini menunjukkan bahwa h tidak di kuadran pertama dan kedua. Lalu, cos h cos (–25,66˚) = cos 300˚cos 0˚sin 30˚ + sin 0˚cos 30˚ cos h (0,901) = (0,5)(1)(0,5) = 0,25 cos h = 0,277 Hal ini menunjukkan bahwa h tidak di kuadran kedua dan ketiga. Jadi, h di kuadran keempat dan h = – 73,9˚ = – 4,9h. Bintang berada di atas horizon selama 4,9h –(– 4,9h) = 9,8h = 9,8 jam sideris. Padahal, 24 jam waktu matahari = 24 jam 3 menit 56.56s waktu sideris = 24,06 jam sideris. Jadi, 1 jam matahari = 1,0025 jam sideris atau 1 jam sideris = 0,998 jam matahari. Bintang berada di atas horizon Kairo selama 9,8 × 0,998 jam waktu matahari = 9,78 jam = 9 jam 46,8 menit. Jika terbit jam 18.30 maka bintang itu akan terbenam jam 3.16.48.
Altitud maksimum sebuah bintang dicapai saat ia berada di bagian meridian pengamat yang memuat Zenit. Bagian meridian ini disebut garis transit atau kulminasi atas. Bintang pada saat berada di garis kulminasi dikatakan
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
29
berada pada titik kulminasi atas. Bintang yang sedang berada di titik kulminasi atas memiliki sudut jam 0h. Pada saat itu berlaku
sin a = cos δ cos φ + sin δ sin φ = cos(φ − δ )
(12)
= sin(90 − φ + δ ) Oleh karena itu, berlaku (lihat Gambar 28)
amax
Kutub Utara Langit
90 − φ + δ , jika bintang mencapai kulminasi di sebelah selatan zenit = 90 + φ − δ , jika bintang mencapai kulminasi di sebelah utara zenit Kutub Utara Langit
Zenit δ
φ
a
90˚–δ
Zenit
a
δ
φ
90˚–φ
(13)
90˚–φ
Gambar 28
Dari Gambar 29 tampak bahwa bintang selalu di bawah horizon (tidak akan pernah terlihat oleh pengamat dengan lintang φ) apabila altitud a < 0, dengan kata lain jika 90˚– φ + δ < 0, yakni apabila δ < φ – 90˚. Dari Gambar 29 tersebut juga tampak bahwa bintang tidak akan pernah terbenam apabila δ > 90˚– φ.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
30
Gambar 30 memperlihatkan wilayah-wilayah tempat bintang-bintang yang tidak kelihatan dari tempat pengamatan dengan lintang 50° LU. Kutub Utara Langit
Zenit
δ
Lintasan bintang
φ
a
90˚–φ
δ Gambar 29
Tidak Pernah Terbenam apabila dilihat dari 50˚ LU
Tidak Pernah Terlihat dari lintang 50˚ LU
Gambar 30
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
31
Bab III Tata Surya : struktur, asal-usul, dan perkembangannya Konsep tentang alam semesta yang dimiliki oleh suatu peradaban menyangkut kosmologi yang berkembang dalam peradaban itu. Adapun kosmologi yang berkembang tidak lepas dari mitologi yang diyakini oleh peradaban itu. Bentangan alam semesta menurut suatu kosmologi dibatasi oleh cakrawala pemikiran dan kemampuan manusia yang hidup dalam peradaban tempat kosmolohgi itu berkembang. Jadi, bentangan alam semesta menurut suatu peradaban akhirnya berakar pada mitos-mitos yang berkembang di peradaban itu. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa cakrawala pemikiran dan kemampuan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Oleh karena itu, “bentangan alam semesta” bagi suatu peradaban pun akan semakin luas. Dalam suatu kosmologi dengan alam semesta seluas hamparan bumi yang dibatasi oleh garis cakrawala (ufuk), sedangkan langit dan benda-benda angkasa dipahami sebagai nirwana tempat bersemayamnya para dewa, maka bumi mendominasi alam semesta. Dalam suatu peradaban dengan kosmologi semacam ini, pertanyaan “Di manakah bumi ini berada?“ tidak mungkin terbetik karena (bagi mereka) bumi itulah alam semesta. Dahulu kala ada masanya orang mengira bahwa bumi merupakan pusat alam semesta. Bumi dipahami sebagai pelat datar yang sangat luas (bahkan mungkin tak bertepi), sedangkan langit dikira sebagai atap tempat matahari, bulan, bintang-bintang dan segala macam benda langit beredar pada relnya masing-masing. Orang-orang Yunani kuno paling tidak telah tercatat dalam sejarah sebagai masyarakat yang paling awal menyadari bahwa bumi bulat. Hal ini mereka simpulkan dari beberapa gejala alam, semisal gerhana bulan dan
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
32
perahu yang sedikit demi sedikit menghilang dari pandangan apabila berlayar semakin jauh.
Namun, mereka tetap memandang Bumi sebagai pusat alam
semesta, sedangkan matahari, bulan dan berbagai benda langit berputar mengelilingi bumi. Adalah Eudoxus dari Rhodes orang Yunani yang merintis kosmologi geometris. Gagasan Eudoxus diilhami oleh model dua permukaan bola (two-sphere model) yang diusulkan sebelumnya oleh guru Eudoxus, yakni Plato, dalamTimaeus. Dalam pandangan Eudoxus, bumi merupakan bola kecil yang berada tepat di pusat alam semesta. Bumi dilingkupi oleh permukaan bola langit tempat menempelnya bintang-bintang secara tetap. Permukaan bola langit itu berputar sekali dalam 24 jam. Karena perputaran itulah maka matahari, bulan, dan bintang-bintang di langit tampak bergerak mengelilingi bumi (Fraser, 2006). Dalam pandangan Eudoxus, permukaan bola langit bukan hanya merupakan permukaan bola imajiner yang hanya membantu pengukuran posisi benda-benda angkasa, namun lebih daripada itu, permukaan bola langit memiliki wujud nyata secara fisis yang merupakan tempat ”digantungkannya” bintang-bintang dan benda-benda langit yang lain, sehingga benda-benda angkasa itu mengalami perputaran harian.
Gambar 1 Alam semesta (tata surya) menurut Eudoxus
Pandangan
Eudoxus
pada
kenyataanya
mewarnai
perkembangan
kosmologi Yunani selanjutnya. Di antara model-model yang terpengaruh oleh
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
33
pandangan Eudoxus adalah model konsentris. Menurut model ini bumi merupakan pusat alam semesta. Bumi berada di pusat kulit-kulit bola konsentris (memiliki pusat yang sama) tempat menempelnya benda-benda agkasa. Setiap benda angkasa berada pada beberapa kulit bola. Jumlah kulit bola tempat sebuah benda angkasa berasda bergantung pada jenis-jenis gerak yang dialami oleh benda angkasa itu. Dalam model ini, matahari berada pada dua kulit bola. Kulit bola pertama terkait dengan gerak harian matahari dari timur ke barat. Kulit bola kedua terkait dengan gerak tahunan matahari ke arah timur pada bidang ekliptika. Gerak tahunan ini jauh lebih lambat apabila dibandingkan dengan gerak hariannya. Sumbu-sumbu rotasi kedua kulit bola itu membentuk sudut 23◦. Pandangan bahwa bumi merupakan pusat alam semesta mulai ditinggalkan oleh sarjana-sarjana muslim abad pertengahan dan diperkuat oleh Copernicus dan Galileo. Dewasa ini orang memahami bahwa bumi merupakan bagian dari sebuah tata surya dengan matahari sebagai pusatnya (Heliosentris). Bumi beserta planet-planet yang lain berputar mengelilingi matahari. Sedangkan bulan berputar mengelilingi bumi dan bersama-sama bumi mengelilingi matahari. Jadi, bumi kita ini terletak dalam sebuah sistem tata surya. Lalu di manakah sistem tata surya kita berada? Matahari, pusat sistem tata surya kita, merupakan satu dari sekitar 100 milyar bintang yang berada di galaksi Bimasakti. Dari bintang-bintang itu sejauh ini baru beberapa yang diketahui merupakan pusat suatu sistem tata surya. Galaksi Bimasakti berupa sebuah cakram dengan diameter sekitar 200.000 tahun cahaya dan tebal rata-rata sekitar 3.500 tahun cahaya1. Sebagai cakram galaksi Bimasakti mengalami penebalan di sekitar titik pusatnya tempat tertimbunnya bintang-bintang tua. Di manakah Galaksi Bimasakti berada? Galaksi Bimasakti ternyata bukan satu-satunya galaksi yang ada di jagad raya ini. Terdapat sekitar 50 milyar galaksi lain yang “membersamai“ galaksi kita di alam raya ini.
1
Ingat 1 tahun cahaya berarti jarak yang ditempuh oleh cahaya selama satu tahun dalam ruang hampa.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
34
I. Susunan Tata Surya Kita Tata surya kita tersusun atas sebuah bintang sebagai pusatnya, yakni matahari, delapan buah planet, beberapa planet kerdil, puluhan buah satelit (salah satunya adalah bulan), gugusan asteroida, meteorit-meteorit, dan beberapa komet serta benda-benda trans-Netunian. Planet-planet tersebut, di samping berputar pada porosnya masing-masing, berputar pula mengelilingi matahari melalui lintasan yang berbentuk elips dengan matahari terletak pada salah satu titik fokusnya (lihat hukum Kepler). Beberapa planet memiliki beberapa bulan (satelit) yang beredar mengelilingi planet-planet itu. Batas antara kelompok-kelompok anggota tata surya tersebut tidak begitu jelas. Penemuan benda-benda tata surya baru-baru ini menyebabkan the International Astronomical Union (IAU) pada akhir tahun 2006 dalam sidang umumnya mendefinisikan tiga kelompok anggota tata surya untuk memperjelas masalah itu : (1) Sebuah planet adalah benda angkasa yang : (a) mengorbit sekeliling matahari, (b) memiliki massa yang cukup besar sehingga gravitasi antar material penyusunnya (self-gravity) mampu mengatasi gaya-gaya benda tegar (geseran, tegangan, dll) sehingga tercapai kesetimbangan hidrostatis yang ditandai dengan bentuknya yang bulat, dan (c) memiliki orbit yang jelas. (2) Sebuah planet kerdil atau planetoida adalah benda angkasa yang: (a) mengorbit sekeliling matahari, (b) memiliki massa yang cukup besar sehingga gravitasi antar material penyusunnya (self-gravity) mampu mengatasi gaya-gaya benda tegar (geseran, tegangan, dll) sehingga tercapai kesetimbangan hidrostatis yang ditandai dengan bentuknya yang bulat, (c) memiliki orbit yang jelas, and (d) bukan merupakan satelit.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
35
(3) Semua benda-benda selain tersebut di atas akan disebut secara bersamasama sebagai benda-benda kecil tata surya (Small Solar System Bodies). Termasuk di dalamnya adalah asteroida-asteroida, benda-benda TransNeptunian, komet-komet, dan lain-lain. Sebuah satelite adalah benda angkasa yang mengorbit benda utama sedemikian rupa sehingga pusat massa keduanya berada di dalam bena utama. Jika pusat massa kedua benda itu tidak berada di benda utama, maka kedua benda itu dikatakan membentuk sistem biner. Sebagai contoh adalah Bumi dan Bulan. Pusat massa Bumi dan Bulan berada di dalam Bumi. Oleh karena itu, Bulan adalah satelit Bumi. Dalam kasus sistem Pluto-Charon, pusat massa berada di luar kedua benda itu. Jadi, PlutoCharon adalah sistem biner. Gambar 2 menggambarkan nisbah anggota tatasurya kita.
Gambar 2 Beberapa anggota tata surya kita dalam perbandingan.
Gambar 3 Susuna tata surya kita
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
36
Telah disebutkan bahwa planet-planet berputar baik pada porosnya masingmasing maupun mengelilingi matahari melalui lintasan yang berbentuk elips. Gerak berputar pada porosnya disebut rotasi, sedang gerak berputar mengelilingi matahari disebut revolusi. Rotasi mengakibatkan silih bergantinya siang dan malam. Satu hari planet dipahami sebagai waktu yang dibutuhkan oleh planet itu untuk berotasi satu kali. Satu hari planet dikenal pula sebagai kala rotasi. Yang perlu diperhatikan di sini, satu hari di suatu planet tidak selalu sama dengan 24 jam. Bahwa satu hari sama dengan 24 jam hanya berlaku untuk satu hari di bumi. Gejala condongnya sumbu rotasi dari normal pada bidang orbit disebut inklinasi rotasi. Inklinasi rotasi inilah yang bertanggung jawab akan terjadinya perubahan musim di suatu planet. Satu tahun planet adalah waktu yang dibutuhkan oleh oleh planet tersebut untuk berevolusi satu kali. Satu tahun planet dikenal pula sebagai kala (periode) revolusi planet yang bersangkutan. Harus diperhatikan, bahwa satu tahun planet tidak harus sama dengan 365 hari planet. Itu hanya berlaku di bumi saja.
II. Hukum Kepler Pergerakan
planet-planet,
komet-komet,
dan
planet-planet
kerdil
dalamtata surya kita tunduk pada hukum Kepler. Hukum Pertama Kepler : Planet-planet mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellips, sementara matahari berada pada salah satu titik api elilips-ellips itu. Hukum Kedua Kepler : Garis yang ditarik dari matahari ke setiap planet menyapu luasan yang sama dalam waktu yang sama. Hukum Ketiga Kepler : Nisbah antara kuadrat kala revolusi ( P ) orbit dengan pangkat tiga setengah sumbu panjang ( a ) orbit planet-planet sama dengan suatu tetapan :
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 4π 2 P= G ( M + m)
37 1/ 2
a 3/ 2 .
(1)
Gambar 4 Ketiga hukum tersebut diperoleh oleh Johanes Kepler secara empiris dengan menggunakan data-data yang telah didapatkan sebelumnya oleh Tycho Brahe. Gambar 4 memperlihatkan perbandingan orbit-orbit planet-planet dalam tata surya kita.
k
k’
l
F
b
l’ F
a Gambar 5
Untuk memahami hukum yang pertama, perhatikanlah Gambar 5. Pada gambar itu diperlihatkan sebuah elips dengan sumbu panjang a dan sumbu pendek b . Elips secara matematis adalah tempat kedudukan titik-titik yang jaraknya dari dua titik tetap (titik fokus F) memiliki jumlahan yang sama, misalnya k + l sama
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
38
dengan k '+ l ' . Dapat ditunjukan bahwa jumlahan ini sama dengan dua kali sumbu panjang. Jarak masing-masing titik fokus dari titik pusat elips kita sebut c dan memenuhi kaitan a 2 = b 2 + c 2 . Jika c mengecil, maka panajng b mendekati a dan elips tampak lebih ‘gemuk’ mendekati lingkaran. Jika jarak antara kedua
titik focus itu nol, maka b = a . Pada kasus ini elips tidak lain adalah sebuah lingkaran. Jadi, lingkaran adalah kasus khusus dari elips. Sebaliknya semakin jauh jarak antara kedua titik fokus, semakin pipih elips itu. Eksentrisitas, diberi lambang ε ,
adalah ukuran kepipihan elips. Eksentrisitas terkait dengan
setengah sumbu panjang melalui persamaan c = aε
(2)
atau
b 2 = a 2 (1 − ε 2 ) .
(3)
Planet A
P Matahari
Gambar 6
Gambar 6 memperlihatkan orbit sebuah planet mengelilingi matahari. Sesuai dengan hukum pertama Kepler, orbit planet itu berbentuk elips dan matahari berada pada salah satu titik fokusnya. Titik A disebut titik aphelion dan merupakan titik paling jauh (dari matahari) yang dilewati oleh planet. Sedangkan titik yang paling dekat yang dilewati oleh planet disebut titik perihelion, titik P.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
39
s’ Z’
Z
s
Gambar 7
Perhatikanlah Gambar 7 yang menjelaskan hukum kedua Kepler. Luas wilayah yang kita sebut Z sama dengan luas wilayah yang kita sebut Z’. Tetapi, busur s lebih panjang dibandingkan dengan busur s’. Hukum kepler kedua mengatakan bahwa busur s dan busur s’ ditempuh oleh planet pada selang waktu yang sama. Akibatnya, dalam menempuh busur s’ planet bergerak lebih cepat dibandingkan dengan ketika planet menempuh busur s. Oleh karena itu, semakin dekat dari matahari, semakin cepat planet itu bergerak. Tentu saja, planet mencapai kecepatan tertinggi pada saat berada di titik yang jaraknya paling dekat dengan matahari, yaitu saat planet berada di titik perihelion dan terendah pada saat berada di titik yang letaknya paling jauh dari matahari, yaitu titik aphelion. Hal ini terkait dengan kelestarian momentum sudut planet.
Gambar 8
Dalam tata koordinat kartesius (lihat Gambar 8) persamaan elips diberikan oleh
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
40
x2 y 2 + = 1. a 2 b2
(4)
Sementara dalam tata koordinat polar (lihat Gambar 9) persamaan elips adalah
r=
a(1 − ε 2 ) 1 − ε cos θ
(5)
Gambar 9
ekliptika
i Gambar 10
Karena orbit planet-planet dan benda-benda lain dalam tata surya berbentuk elips, maka masing-masing orbit itu berada pada sebuah bidang datar. Bidang
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
41
orbit suatu planet adalah bidang datar tempat orbit planet tersebut berada. Ternyata, planet-planet memiliki bidang orbit yang tidak sama. Masing-masing planet memiliki bidang orbit sendiri-sendiri. Sumbu rotasi planet-planet tidak harus tegak lurus terhadap bidang orbit. Bahkan planet Uranus memiliki sumbu rotasi yang hampir berimpit dengan bidang orbit. Khusus untuk Bumi, bidang orbitnya disebut bidang ekliptika dan menjadi acuan untuk menentukan bidangbidang orbit planet-planet atau benda-benda dalam tata surya yang lain. Sudut yang dibentuk antara bidang orbit sebuah benda tata surya dan bidang ekliptika disebut sudut inklinasi dan diberi simbol i (Gambar 10). Adapun ukuran dan bentuk (setengah sumbu panjang, eksentrisitas, dan sudut inklinasi) orbit planet-planet diperlihatkan dalam Tabel 1.
Tabel 1
III. Tata Koordinat Ekliptikal Tata koordinat ekliptikal adalah tata koordinat dengan ekliptika sebagai bidang dasar. Gambar 11 memperlihatkan posisi dan orientasi bumi pada bidang ekliptika pada tanggal 21 Maret, 22 Juni, 23 September, dan 22 Desember tiap tahu. Tepat pada tanggal 21 Maret Bumi berada pada posisi sedemikian rupa sehingga Bumi, Matahari, dan vernal equinox segaris. Saat itu Matahari berada di vernal equinox. Matahari beroposisi dengan vernal equinox relatif terhadap Bumi pada tanggal 23 September.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
42
Kutub utara ekliptik
21 Maret, vernal equinox 22 Juni
22 Desember
E
Gambar 11
23 September, Autumnal equinox
β
Gambar 12 λ E
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
43
Gambar 12 memberi batasan tata koordinat ekliptika Bumi. Sebagai bidang dasar adalah bidang ekliptika. Bidang ini membagi kulit bola langit menjadi dua bagian. Posisi bintang ditandai dengan dua sudut: sudut lintang ekliptik (β) dan sudut bujur ekliptik (λ). Sudut lintang ekliptik diukur dari bidang ekliptika dengan rentang (-90°, 90°). Sudut lintang ekliptik bernilai positif apabila bintang berada di ”utara” bidang ekliptika. Sudut bujur ekliptik diukur dari vernal equinox ke arah timur dengan rentang (0°,360°). Kutub Utara Langit Kutub Utara Ekliptika
E
B
δ
β
λ α
Gambar 13
E
Untuk membicarakan kaitan antara tata koordinat ekliptikal dan tata koordinat ekuatorial, diperlukan untuk melihat terlebih dahulu hubungan antara rotasi bumi dan revolusi bumi. Terlihat bahwa sumbu rotasi Bumi selalu membentuk sudut terhadap garis normal pada bidang ekliptika. Sudut itu sebesar E = 23,4°. Dengan demikian, bidang ekliptika tentu membentuk sudut sebesar 23,4° terhadap bidang equator. Demikian juga kutub utara langit dan kutub utara
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
44
ekliptik membentuk sudut sebesar itu. Alih ragam dari tata koordinat ekuatorial ke tata koordinat ekliptikal dilukiskan oleh Gambar 13. Tampak bahwa
sin λ cos β = sin δ sin E + cos δ cos E sin α , cos λ cos β = cos δ cos α , sin β = sin δ cos E − cos δ sin E sin α ,
(6)
dengan alih ragam balik
sin α cos δ = − sin β sin E + cos β cos E sin λ , cos α cos δ = cos λ cos β , sin δ = sin β cos E + cos β sin E sin λ .
(7)
IV. Konfigurasi Keplanetan Kenampakan gerakan planet-planet sangat rumit apabila dilihat dari bumi. Hal ini dikarenakan (salah satunya) oleh gerakan bumi mengelilingi matahari. Normalnya, planet-planet bergerak ke arah timur relatif terhadap bintang-bintang. Pada posisi-posisi tertentu, planet-planet itu berbalik arah sehingga gerakannya berlawanan dengan arah semula (retrograde). Setelah beberapa minggu berlalu, gerakan planet-planet itu berubah kembali ke arah semula. Hal ini cukup membingungkan bagi para astronom tempo dulu. Perhatikan Gambar 14. Sebuah planet superior dikatakan beroposisi atau berlawanan apabila letak planet itu berlawanan terhadap matahari, yakni jika bumi berada di antara planet itu dan matahari (lihat Gambar 15). Sebuah planet superior dikatakan berkonjungsi apabila planet itu berada di balik matahari. Namun, dalam kenyataannya, planet-planet tidaklah betul-betul beroposisi maupun berkonjungsi terhadap matahari karena orbit planet-planet tidak berada pada bidang yang sama. Oposisi dan konjungsi ditentukan dengan bujur ekliptik. Bujur sebuah benda langit yang beroposisi dan bujur matahari berbeda 180˚. Bujur sebuah benda langit yang berkonjungsi sama dengan dan bujur matahari. Titik-titik
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
45
tempat kenampakan gerakan sebuah planet berbalik menuju arah yang berlawanan disebut titik-titik stasioner. Oposisi terjadi pada saat planet itu berada di tengah-tengah perjalanan retrograde-nya.
Gambar 14
Gambar 15 Planet Inferior (yakni Mercurius and Venus) tidak pernah beroposisi terhadap matahari. Kedua planet itu dikatakan berkonjungsi inferior jika keduanya berada di antara bumi dan matahari. Kedua planet itu dikatakan berkonjungsi superior atau berkonjungsi atas jika planet-planet itu berada di balik matahari. Elongasi adalah sudut yang dibentuk oleh garis penghubung bumi ke matahari dan garis
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
46
penghubung bumi ke planet. Elongasi maksimum (di barat dan di timur), adalah 28˚ untuk Mercurius dan 47˚ untuk Venus. Elongasi dikatakan timur atau barat bergantung pada letak planet dari matahari. Planet-planet itu merupakan bintang senja jika ia terbenam setelah matahari (elongasi timur). Di elongasi barat, planet-planet itu disebut bintang fajar. Periode sinodis suatu benda langit adalah selang waktu antara dua peristiwa (oposisi atau konjungsi) yang berturutan. Periode sideris adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah benda langit dalam mengelilingi matahari satu kali relatif terhadap bintang jauh. Periode sinodis bergantung pada selisih antara periode sideris dua benda langit. Tabel 2 memaparkan periode Sinodis dan periode sideris masing-masing planet dalam tata surya kita. Tabel 2
Contoh : Sebuah planet superior memiliki periode sideris 5T/4, dengan T adalah periode sideris Bumi. Berapakah periode sinodis planet tersebut? Jawab : Bumi dan planet itu dianggap bergerak melingkar beraturan. Pada saat planet itu berkonjugsi, sebagai gerakan melingkar bumi ketinggalan sejauh π = 180˚. Laju sudut planet Bumi adalah ω = 2π/T. Laju sudut planet X adalah ω’ = (2π)/(5T/4) = 8π/(5T). Karena dianggap bergerak melingkar beraturan, maka - sudut yang telah ditempuh oleh bumi pada saat t adalah φB = ωt = 2πt/T
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
47
- sudut yang telah ditempuh oleh planet X pada saat t adalah φP = ωt + π = 8πt/(5T) + π. Bumi dan planet itu kembali berkonjungsi apabila φP – φB = (2n – 1)π untuk n bilangan cacah. Jadi, 8πt/(5T) + π – 2πt/T = (2n - 1)π atau t = – 5(n – 1)T Untuk n = 2 Æ t = –5T. Untuk n = 1 Æ t = 0. Untuk n = 0 Æ t = 5T. Untuk n = –1 Æ t = 10T, dst. Jadi, periode sinodis planet X adalah 5T.
V. Unsur-unsur Orbit Untuk menggambarkan orbit planet, komet, asteroida, dlsb. (selanjutnya disebut benda tata surya), setengah sumbu panjang dan eksentrisitas tidaklah mencukupi. Masih diperlukan beberapa besaran/parameter lain. Keseluruhan besaran/parameter yang digunakan untuk menggambarkan orbit sebuah benda tata surya disebut unsur-unsur orbit.
Ada lima unsur orbit : eksentrisitas,
setengah sumbu panjang, sudut inklinasi, argumen perihelion dan bujur titik simpul naik. Untuk itu perhatikan Gambar 16. Sudut Ω disebut bujur titik simpul naik. Sudut ini adalah sudut yang dibentuk oleh garis simpul (perpotongan orbit benda tatasurya dan bidang ekliptika) dengan arah vernal equinox ke arah gerakan bumi. Nilai sudut ini berkisar dari 0 sampai 360˚. Bidang orbit benda tatasurya membentuk sudut sebesar i terhadap bidang ekliptika. Sudut i ini disebut sudut inklinasi. Nilainya berkisar dari 0˚ sampai dengan 180˚ –nilai inklinasi yang lebih dari 90˚ terkait dengan gerak retrograde. Argumen perihelion ω adalah sudut yang dibentuk oleh garis perihelion dengan garis penghubung antara matahari dengan titik simpul naik. Sudut ini diukur ke arah gerak benda dan berkisar dari 0˚ sampai 360˚. Terakhir, bujur perihelion ϖ adalah jumlahan ϖ = ω + Ω.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
48
Gambar 16
Pertanyaan : 1. Berapakah sudut inklinasi orbit bumi? 2. Berapakah bujur titik simpul naik orbit bumi? 3. Gambarkan sketsa orbit bumi relatif terhadap vernal equinox! Tabel 3 Unsur-unsur orbit planet-planet dalam tatasurya kita
Orbit (berbentuk ellips) planet-planet ternyata tidak tetap, melainkan mengalami perputaran dengan matahari sebagai pusatnya. Perputaran orbit ini di sebut presesi orbit. Gambar 17 memperlihatkan presesi orbit Merkurius.
Gambar 17
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
49
Resonansi geraka rata-rata (rgr) terjadi jika nisbah periode orbit benda J and A, yakni PJ dan PA, diberikan oleh
PJ p + q = , PA p
(8)
dengan p dan q bilangan bulat. Gambar 18 berikut memperlihatkan kasus resonansi Jupiter J dan sebuah asteroida A, dengan PJ/PA =2, yaitu untuk satu kali Jupiter berevolusi, asteroida itu sudah dua kali menyelesaikan satu orbit. Resonansi ini disebut rgr 2 :1.
Gambar 18
VI. Ukuran Planet-planet Dalam bagian ini dibicarakan serba singkat tentang ukuran planet-planet. Tabel 4 meberikan data-data terkait ukuran, massa, jumlah satelit, dll. Sementara Gambar 19 memperlihatkan nisbah ukuran planet-planet.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
50
Tabel 4
Gambar 19
VI. Anatomi dan Watak Planet-planet Tidak ada satupun planet yang berbentuk bulat sempurna. Mereka mengalami deformasi berupa pemepatan, artinya diameter dari kutub ke kutub berbeda dengan diameter katulistiwa. Nisbah atau rasio antara diamater katulistiwa dengan diameter dari kutub ke kutub disebut kepepatan. Jadi, semakin tinggi kepepatan suatu planet semakin pipihlah planet itu. Setiap planet akan menarik benda apapun dengan gaya gravitasi menuju pusatnya. Menurut Isaac Newton, gaya tersebut berbanding lurus dengan massa benda yang ditarik dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak benda itu dari pusat planet. Dengan menerapkan hukum kelestarian tenaga mekanik dapat
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
51
dihitung besarnya kecepatan vertikal minimum yang dibutuhkan oleh suatu benda yang terletak di permukaan suatu planet untuk keluar dari pengaruh gravitasi planet tempat ia berada. Kecepatan vertikal minimum itu disebut kecepatan lepas. Kecepatan lepas yang dibutuhkan oleh suatu benda tidak tergantung pada massa benda itu. Seekor semut dan seekor gajah Thailand membutuhkan kecepatan lepas yang sama apabila keduanya berada di suatu planet yang sama. Kecepatan lepas merupakan sifat yang khas dari masingmasing planet atau benda astronomi lainnya. Besarnya kecepatan lepas diberikan oleh
vl =
2GM , R
(9)
dengan G tetapan gravitasi umum, M massa planet dan R jejari planet. Planet-planet Terestrial Empat planet pertama, yakni Merkurius, Venus, Bumi dan Mars disebut kelompok planet terestrial. Kata “terestrial“ berarti mirip dengan bumi. Dikatakan demikian di antaranya karena keempat planet tersebut, sebagaimana bumi, terbuat dari bebatuan. Keempat planet ini juga dikatakan sebagai planet-planet dalam. Tetapi tentu saja masing-masingnya memiliki keistimewaan sendirisendiri. Keistimewaan-keistimewaan itu bergantung pada ukuran dan jarak mereka masing-masing ke matahari. Misalnya, semakin kecil sebuah planet, semakin sedikit tipis atmosfer yang menyelubunginya. Atau semakin dekat suatu planet ke Matahari, maka semakin tinggi suhu di permukaan planet itu. Akibatnya, misalnya, air tidak pernah berwujud cair. A. Merkurius Planet Merkurius merupakan planet yang paling dekat dengan matahari. Jarak rata-rata planet ini dari matahari adalah 58 juta kilometer. Planet ini
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
52
tergolong planet kecil mengingat diameternya hanya 4878 kilometer, yakni kirakira 0,38 kali diameter bumi (diameter bumi ialah 12756 kilometer). Massa Merkurius 0,054 kali massa bumi. Laju minimal untuk lepas dari pengaruh gravitasi merkurius adalah 4,18 kilometer per detik. Formasi permukaan Merkurius mirip dengan formasi permukaan bulan.
Kerak Gambar 20 Anatomi Merkurius
Inti
Mantel Inti Merkurius tersusun atas nickel dan besi. Berbeda dari bumi, Merkurius hampir tidak menunjukkan tanda-tanda adanya gunung berapi, kemungkinan dikarenakan pada proses pembentukannya Merkurius mengalami pendingingan yang cepat. Namun, hal ini bukan berarti bahwa planet ini tidak memiliki aktivitas sama sekali. Di bawah permukaannya terdapat wilayah yang sangat panas dengan aktivitas vulkanik. Wilayah ini disebut Kutub Panas. Karena orbit merkurius cukup eksentrik, maka jarak planet ini ke matahari tidak tetap. Pada saat ia berada pada jarak paling dekat dari matahari temperatur di atas permukaannya bisa mencapai 467 °C. Karena gravitasinya yang begitu lemah dan karena temperatur rata-rata di permukaannya yang begitu tinggi, maka atmosfer di sekitar Merkurius, yang diperkirakan pernah terbentuk, telah lama lenyap. Sebagaimana bulan, di permukaan Merkurius pun juga bertebaran kawahkawah. Tidak seperti bumi, Merkurius tidak memiliki bulan atau satelit. Kala rotasi Merkurius, yakni waktu yang dibutuhkan oleh Merkurius untuk berputar
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
53
mengelilingi sumbunya sendiri, adalah 58,6 hari (1 hari dalam hal ini adalah satu hari di bumi). Jadi, satu hari menurut Merkurius jauh lebih lama daripada satu hari di bumi. Ini menunjukkan bahwa Merkurius berotasi jauh lebih lamban dibandingkan bumi. Kala revolusi Merkurius, yakni waktu yang dibutuhkan oleh Merkurius untuk berputar mengelilingi matahari satu kali putaran adalah 88 hari (hari menurut kita di bumi). Ini menunjukkan bahwa satu tahun di Merkurius lebih cepat daripada satu tahun di bumi. Gambar 21 Permukaan planet Merkurius
B. Venus Planet Venus memiliki ukuran dan massa yang hampir sama dengan ukuran dan massa bumi. Selain itu struktur dalam di Venus pun tersusun atas nickel dan besi. Berbeda dengan bumi, Venus memiliki temperatur yang sangat tinggi dan diselimuti oleh selubung gas yang tebal dan mencekik. Gununggunung berapi raksasa yang diperkirakan masih aktif hingga kini memungkinkan terbentuknya atmosfer yang 90 % tersusun oleh gas karbondioksida. Terbentuknya awan asam belerang mengakibatkan sering terjadinya hujan asam belerang.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
54
Gambar 22 Anatomi Venus
Jarak Venus dari matahari yang lebih kecil dibandingkan dengan jarak bumi dari matahari mengakibatkan Venus kurang lebih dua kali lebih banyak mendapatkan radiasi matahari. Atsmosfer yang tebal yang didominasi oleh karbondioksida mengakibatkan terjadinya gejala rumah kaca. Akibat selanjutnya adalah temperatur yang sangat tinggi di permukaannya. Suhu rata-rata di Venus mencapai 475 °C. Temperatur setinggi ini tentu saja melebihi titik lebur timah.
Gambar 23 Venus dibandingkan Merkurius
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
55
Venus memiliki diamater 12102 kilometer dan massa 0,82 kali massa bumi. Jarak rata-rata Venus dari matahari adalah 108 juta kilometer. Kecepatan lepas di per-mukaan Venus adalah 10,5 kilometer per detik. Satu hari di Venus setara dengan 249 hari di bumi. Satu tahun di Venus berlang-sung 225 hari bumi. Sebagaimana Merkurius, Venus pun juga tidak memiliki bulan. C. Bumi Ini adalah planet tempat kita lahir dan tempat kita tinggal, tempat kita rasakan kenyamanan sekaligus kemarahannya (berupa bencana) dan planet yang telah kita eksploitasi sumber dayanya. Tetapi belum tentu merupakan planet yang kita kenali dengan baik. Planet ini dinamakan pula sebagai planet biru. Ia kemungkinan merupakan satu-satunya planet dalam sistem tata surya kita yang memungkinkan adanya kehidupan.
Gambar 24 Anatomi Bumi
D. Mars Planet Mars dikenal pula sebagai planet merah. Mudah ditebak, planet ini tentu tampak berwarna merah. Merahnya planet Mars berasal dari karat yang menyelimuti permukaannya. Seluruh permukaan planet Mars ditutup oleh ferrooksida dan senyawa-senyawa besi yang lain.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
Gambar 25 Anatomi Mars
56
Gambar 26 Mars dibandingkan Bumi
Inti Mars yang terbuat dari besi berukuran sangat kecil. Di antara planetplanet terestrial, Mars merupakan planet yang memiliki rapat jenis paling rendah. Gunung-gunung berapi yang aktif di permukaan Mars membentuk atmosfera yang cukup tipis bagi Mars. 90% atmosfera Mars merupakan gas karbondioksida. Demikian juga topi es yang ada di kutub-kutubnya, terbuat dari senyawa ini. Mars memiliki atmosfer yang lebih tipis dibandingkan dengan atmosfer Bumi maupun Venus. Ditemukannya saluran air yang mengering (yakni, saluran Marti) di permukaan Mars memunculkan dugaan bahwa atmosfer Mars memungkinkan adanya hujan. Mengingat suhu atmosfer Mars yang jauh di bawah titik beku dan angin yang begitu kuat berhembus di Mars, sehingga sering terjadi badai taufan, maka Mars bukanlah tempat hidup yang layak. Dengan diameter 6786 kilometer, tentu Mars lebih kecil dibandingkan dengan Bumi (lihat Gambar 26). Jarak rata-rata Mars dari matahari adalah 228 juta kilometer. Satu hari di Mars sama nilainya dengan 1,03 hari bumi. Satu tahun di Mars sama dengan 666,99 hari Mars. Walaupun ukuran Mars lebih kecil jika dibandingkan dengan Bumi, Mars memiliki lebih dari satu bulan. Tepatnya
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
57
dua buah bulan : Fobos yang memiliki orbit lebih pendek dan Deimos. Keduanya ditemukan pada tahun 1877. Mars memiliki massa 0,11 kali massa bumi. Kecepatan lepas di permukaan Mars adalah 5,15 kilometer per detik. Planet-planet Luar (Planet-planet Jovian) A. Jupiter Planet ini selalu dihubungkan dengan ilmuwan besar Galileo Galilei sebab dialah yang menemukan beberapa bulan planet Jupiter dengan teropong yang dibangunnya sendiri. Seandainya saja Jupiter memiliki massa lebih dari yang kini ia miliki, maka ia akan menjadi bintang kecil. Jupiter termasuk planet yang paling dikenal setelah bumi dan saturnus terutama dikarenakan ukurannya, yakni bahwa Jupiter merupakan planet terbesar. Gambar 27 memberi gambaran betapa besarnya planet ini. Di samping itu Jupiter dikenal karena adanya noda merah besar di permukaannya. Noda besar ini merupakan antisiklon yang berwarna merah oleh pospor. Temperatur di dalam intinya hanya setinggi temperatur pada permukaan matahari. Oleh karena itu tidak dimungkinkan adanya reaksi termonuklir di sana sebagaimana yang terjadi di matahari maupun bintang-bintang lain, sehingga Jupiter tidak memancarkan cahayanya sendiri. Di atas inti Jupiter yang panas itu, terdapat lapisan hidrogen yang mengalami tekanan begitu tinggi sehingga memiliki perilaku logam. Secara keseluruhan, planet Jupiter didominasi oleh hidrogen. Warna menyala di atmosferanya dihasilkan oleh jejak-jejak adanya metana, pospor dan amoniak. Atmosfer Jupiter tersusun dari beberapa gas : Hidrogen 82%, Helium 17% dan 1% gas-gas lain seperti Amonia, uap air dan Metana. Adalah sabuk-sabuk terang dan gelap yang menjadikan Jupiter tampak lain dari planet yang lain. Sabuk-sabuk terang merupakan wilayah yang 19,31 kilometer lebih tinggi daripada sabuk-sabuk gelap. Sabuk-sabuk terang memiliki temperaturnya 8,33 °C lebih tinggi daripada temperatur pada sabuk-sabuk gelap.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
58
Sebagai planet yang paling besar, Jupiter memiliki diameter 142.984 kilometer. Massa Jupiter 317,8 kali massa bumi. Jarak rata-rata Jupiter dari matahari adalah 778 juta kilometer. Satu hari di Jupiter sama dengan 9 jam 50 menit. Satu tahun di Jupiter setara dengan 11,9 tahun di Bumi. Laju minimum untuk bebas dari pengaruh gravitasi Jupiter adalah 59,69 kilometer per detik.
Gambar 27 Perbandingan Jupiter dengan Bumi
Gambar 28 Anatomi Jupiter
Jupiter memiliki enambelas buah bulan. Empat bulan Jupiter yang paling terang dan paling lama dikenal adalah kelompok Galileo, sesuai dengan nama orang yang pertama melihatnya pada tahun 1610. Empat satelit Jupiter itu diberi nomor I, II, III dan IV urut sesuai dengan jaraknya dari Jupiter. Lebih jauh lagi keempat bulan Jupiter kelompok Galileo ini diberinama berturut-turut sebagai Io, Europa, Ganymede dan Callisto. Delapan lagi bulan Jupiter ditemukan pada tahun 1892. Selain keempat bulan kelompok Galileo itu satelit Jupiter diberinama dengan nomor romawi urut kronologi penemuannya : V, I, II, III, IV, VI, VII, X, XII, XI, VIII, IX.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
59
B. Saturnus Saturnus merupakan planet yang paling populer dikenal setelah bumi, sampai-sampai setiap kali para seniman kartun melukiskan sesuatu yang terkait dengan luar angkasa selalu menggunakannya sebagai ilustrasi. Hal ini dikarenakan adanya cincin yang melingkupinya. Atmosfer Saturnus sama dengan atmosfer Jupiter kecuali satu hal, yakni bahwa gas amonia di Saturnus telah mengalami pengkristalan dikarenakan suhu yang sangat rendah (mencapai −178,88 °C). Oleh karena itu atmosfera Saturnus mengandung lebih banyak Metana daripada Amonia.
Gambar 29 Anatomi Saturnus
Cincin-cincin yang melingkupi Saturnus merupakan sebuah keistimewaan yang menjadikan Saturnus unik di antara planet-planet dalam sistem tata surya kita. Cincin-cincin tersebut memiliki ketebalan kurang dari16,09 kilometer dan terletak konsentris (memiliki titik pusat yang sama) dalam satu bidang datar yang membelah Saturnus pada katulistiwanya. Cincin paling luar memiliki diameter 273.530 kilometer. Terdapat gap di antara cincin-cincin itu (lihat Gambar 29). Komposisi cincin-cincin Saturnus merupakan teka-teki besar di antara para
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
60
astronom sebelum ditemukannya spektrograf. Dengan mempelajari spektrum pantulannya dapat diketahui bahwa spektrum pantulan cincin-cincin itu cocok dengan spektrum es pada suhu -123,33 °C. Cincin-cincin itu bukanlah piringan pejal, akan tetapi ia tersusun atas partikel-pertikel kecil yang terpisah satu dari yang lain. Hal ini dapat dipahami mengingat bagian dalam cincin itu berputar mengelilingi Saturnus lebih cepat dari yang di pinggir. Jadi, masing-masing partikel itu dapat dipandang sebagai satelit-satelit lembut milik Saturnus. Jarak rata-rata Saturnus dari matahari adalah 1427 juta kilometer. Dengan diameter katulistiwa 120.536 kilometer, Saturnus boleh dikatakan sepadan dengan Jupiter. Saturnus lebih pepat dibanding Jupiter dengan kepepatan 1,11. Kala rotasi Saturnus adalah 10 jam 14 menit. Jadi, satu hari di Saturnus lebih cepat daripada satu hari di bumi. Satu tahun di Saturnus berlangsung selama 29,5 tahun di bumi. Massa Saturnus 94,2 kali massa bumi. Kelajuan minimum untuk keluar dari pengaruh gravitasi Saturnus adalah 35,88 kilometer per detik. Dengan 18 buah bulan yang dimilikinya, Saturnus merupakan pemilik satelit paling kaya. Penemuan sembilan satelit pertama berlangsung dari tahun 1655 hingga tahun 1899. Sembilan satelit itu diberinama Enceladus, Tethys, Dione, Rhea, Titan, Hyperion, Iapetus dan Phoebe. C. Uranus Planet-planet yang telah dibicarakan di muka cukup terang untuk dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu sejak jaman purba orang telah mengenali mereka. Tetapi Uranus tidak cukup terang untuk itu. Planet ini ditemukan pada tahun 1781 oleh William Herschel dengan teleskop hasil rakitannya sendiri. Uranus memiliki jarak rata-rata 2871 juta kilometer dari matahari. Massa Uranus kurang lebih 14 kali massa bumi. Diameter Uranus 51.118 kilometer (Gambar 31 menggambarkan perbandingan Uranus dengan Saturnus). Karena jaraknya yang begitu jauh dari matahari suhu di permukaannya cukup rendah
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
61
yaitu -184 °C, lebih rendah dari suhu di Saturnus. Laju minimal untuk keluar dari pengaruh gravitasi Uranus adalah 22,37 kilometer per detik.
Gambar 30 Anatomi Uranus
Gambar 31 Perbandingan Uranus dengan Saturnus
Atmosfera Uranus sama dengan atmosfera Jupiter dan Saturnus kecuali bahwa lebih banyak amonia yang terkristalkan, sehingga atmosfera Saturnus lebih didominasi oleh gas metana. Hidrogen pun telah pula ditemukan di sana. Hal yang tidak lazim pada Uranus adalah inklinasi rotasi yang dialami oleh sumbu rotasinya (lihat Gambar 31). Sumbu rotasi Bumi tidaklah tegak lurus terhadap bidang orbitnya, melainkan condong 23,4° dari normal terhadap bidang tersebut (Inilah yang menyebabkan terjadiya perbahan musim di Bumi). Sementara sumbu rotasi Uranus condong 98°. Biasanya kutub-kutub suatu planet merupakan tempat yang memiliki suhu terendah, tetapi karena inklinasi sumbu rotasi yang ekstrem itu, bisa jadi kutub-kutub Uranus memiliki suhu yang lebih tinggi daripada suhu di katulistiwanya. Masalah ini masih merupakan tekateki. Satu tahun di Uranus berarti 84 hari bumi. Dan satu hari di Uranus berarti 17,9 jam. Uranus memiliki15 buah bulan.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
62
D. Neptunus Planet ini ditemukan tahun 1842. Inti Neptunus diperkirakan bukan berupa padatan, melainkan campuran antara es dan bebatuan dan diselimuti oleh gas. Kandungan gas metana yang cukup tinggi mengakibatkan planet ini tampak berwarna biru dan di atmosfernya membentuk awan putih yang tipis. Neptunus memiliki massa 17 kali massa bumi. Jarak rata-rata Neptunus dari Matahari adalah 4.497 juta kilometer. Ukuran Neptunus sepadan dengan Uranus. Diameternya adalah 49.528 kilometer. Laju minimum untuk lepas dari gravitasi Neptunus adalah 24,78 kilometer per detik. Satu hari di Neptunus berarti 19,2 jam. Sedang satu tahunya berlangsung 165,5 hari Bumi. Neptunus memiliki 8 satelit. Pada tahun 1900-an berdasarkan pengamatan berulang-ulang terhadap Neptunus, para ahli telah menyimpulkan bahwa harus ada benda lain di sekitar Neptunus. Di kemudian hari ditemukan bahwa benda itu adalah Pluto.
Gambar 32 Anatomi neptunus
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
63
Bab III Bintang: Struktur dan Pembangkitan Energi I. Warna Bintang terkait Temperaturnya Terdapat kaitan antara warna bintang dengan temperatur permukaannya (fotosfera). Hal ini dapat dipahami dari teori radiasi termal. Telah lama diketahui tentang sifat-sifat spektrum radiasi benda hitam sempurna. Radiasi benda hitam sempurna semata-mata hanya bergantung pada temperatur permukaannya saja, bukan bergantung pada sifat-sifat permukaan. Spektrum radiasi benda hintam juga khas. Gambar 1 memperlihatkan spektrum benda hitam pada berbagai suhu, yakni grafik yang menghubungkan panjang gelombang radiasi dengan intensitas untuk masing-masing panjang gelombang itu,.
Gambar 1
Menarik sekali untuk membandingkan spektrum radiasi benda hitam sempurna dengan spektrum radiasi yang dipancarkan oleh Matahari. memperlihatkan bahwa
Gambar 2
spektrum radiasi Matahari mirip dengan spektrum
radiasi benda hitam pada temperatur 5770 kelvin.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
64
Gambar 2
Dari pembandingan itu didapat dua simpulan : - matahari dapat dipandang sebagai benda hitam sempurna - suhu permukaan matahari 5770 K. Bagaimana dengan bintang-bintang yang lain? Sama saja. Bintang-bintang lain juga memiliki spektrum mirip dengan spektrum benda hitam sempurna (tentu saja pada suhu permukaan yang berbeda). Oleh karenanya, semua bintang dapat dipandang sebagai benda hitam sempurna. Sebagai benda hitam sempurna spektrum radiasi bintang-bintang hanya bergantung pada temperatur permukaannya saja. Warna bintang-bintang ditentukan oleh komponen spektrum (warna) yang dominan dalam spektrum radiasi bintang-bintang itu, yakni warnawarna yang berintensitas paling tinggi. Dalam hal ini penentuan warna atau panjang gelombang yang berintensitas paling tinggi didasarkan pada Hukum Pergeseran Wien :
2,898 × 10 -3 m.K , λmak = T dengan T
temperatur permukaan dan λmax
(1)
adalah panjang gelombang
komponen radiasi yang berintensitas paling tinggi. Tampak bahwa warna bintang
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
65
terkait dengan temperatur permukaan bintang itu. Oleh karena itu, klasifikasi bintang akan didasarka pada warna atau temperatur permukaan bintang. Masing-masing kelompok disebut kelas spektral. Berikut kelas-kelas spektral itu: O
bintang-bintang biru, temperatur permukaan 20.000–35.000 K.
B
bintang-bintang biru keputih-putihan, temperatur permukaan sekitar 15.000 K.
A
bintang-bintang putih, temperatur permukaan sekitar 9000 K.
F
bintang-bintang kuning keputih-putihan, temperatur permukaan sekitar 7000 K.
G
bintang-bintang kuning (misalnya matahari kita), temperatur permukaan sekitar 5.500 K.
K
bintang-bintang kuning-oranye, temperatur permukaan sekitar 4000 K.
M
bintang-bintang merah, temperatur permukaan sekitar 3000K.
L
bintang-bintang coklat (sesungguhnya merah tua), temperatur permukaan sekitar 2000K.
T
bintang-bintang kerdil coklat, temperatur permukaan sekitar 1000 K.
C
bintang-bintang Karbon, ini adalah bintang-bintang sangat merah, temperatur permukaan sekitar 3000 K.
S
bintang-bintang merah bertemperatur rendah (sekitar 3000 K).
II. Diagram Hertzsprung-Russell Pad tahun 1910-an, Ejnar Hertzsprung and Henry Norris Russell melakukan studi tentang kaitan antara magnitudo mutlak dan kelas spektral bintang-bintang. Kaitan tersebut dituangkan dalam bentuk diagram yang sekarang dikenal sebagai diagram Hertzsprung–Russell atau secara singkat disebut diagram HR. Diagram ini kemudian sangat penting dalam mempelajari perkembangan bintang-bintang. Berdasarkan kenyataan bahwa jari-jari bintang, luminositas, dan temperatur permukaan bervariasi secara luas, orang mengira
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
66
bahwa bintang-bintang akan tersebar secara merata dan seragam pad diagram HR. Tetapi, ternyata tidak. Bintang-bintang itu terlokalisir sepanjang diagonal. Lokalisasi itu disebut barisan uatma. Diagram HR ditampilkan dalam Gambar 3. Sumbu mendatar menyatakan kelas spektral atau temperatur. Sementara sumbu tegak menyatakan magnitudo absolut.
Gambar 3
Gambar 4
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
67
Tugas : Grafik Gambar 4 merupakan hasil pengamatan. Grafik itu menunjukkan hubungan antara luminositas (kecerahan) dengan massa bintang. Berdasarkan grafik itu tentukan persamaan empiris yang menggambarkan kaitan antara luminositas sebuah bintang dengan massa bintang itu?
III. Anatomi Matahari Untuk memahami bintang secara umum kita perlu melihat lebih dulu dengan seksama bintang yang paling dekat kita, Matahari. Gambar 5 memperlihatkan struktur matahari. Gambar 5(a) menjelaskan secara garis besar bahwa matahari tersusun atas tiga bagian : inti, zona radiatif, dan zona konvektif. Gambar 5(b) menjelaskan secara lebih rinci. Selain inti, zona radiatif dan zona konvektif, masih ada bagian-bagian lain, yakni fotosfera, chromosfera, dan korona.
(a)
(b) Gambar 5
Fotosfera (Permukaan Matahari) Permukaan matahari yang terang benderang disebut fotosfera (tebalnya hanya sekitar 300-500 km). Radius fotosfera adalah 6,96×105 km. Fotosfera juga memancarkan radiasi elektromagentik dengan berbagai panjang gelombang (dari sinar-X, ultraungu, dll.), sebagaimana yang terlihat dari spektrum matahari (Gambar 2). Daya total yang dipancarkan (= luas wilayah di bawah kurva spektrum) oleh matahari adalah 3,85×1026 watts. Ini tidak lain adalah
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
68
luminositas matahari. Fotosfera sesungguhnya adalah lapisan gas yang renggang (dengan rapat massa kira-kira 10−3 kg.m−3) sekitar 1000 kali lebih renggang dibandingkan dengan rapat massa udara di permukaan Bumi. Fitur-fitur yang paling jelas pada fotosfera adalah adanya bintik-bintik gelap yang disebut bintik-bintik matahari (Gambar 6). Ukuran bintik-bintik matahari itu bervariasi, dari yang kurang dari 300 km sampai yang berukuran sekitar 100.000 km. Umur hidupnya juga bervariasi, dari yang kurang dari satu jam sampai yang berumur 6 bulan.
Temperatur pusat bintik biasanya 4200 kelvin, itulah
alasanya bintik-bintik matahari tampak lebih gelap dibanding fotosfera di sekitarnya. Bintik-bintik Matahari merupakan depresi yang dangkal pada fotosfera, tempat medan magnet yang kuat menekan konveksi panas dari dalam Matahari. Hal inilah yang mengakibatkan rendahnya temperatur bintik-bintik Matahari dibandingkan dengan temperatur sekitarnya. Jumlah bintik-bintik matahari bervariasi. Jumlah bintik-bintik itu menentukan siklus bintik-bintik matahari. Rentang waktu antara dua siklus maksimal berkisar antara delapan sampai 15 tahun, sedangkan rata-ratanya adalah 11,1 tahun. Bintik-bintik matahari juga merupakan alat bantu dalam mempelajari rotasi Matahari. Darinya diketahui bahwa rotasi matahari bukanlah rotasi benda tegar, tidak sama untuk tipa-tiap bagiannya dan bervariasi dengan sudut lintangnya. Periode rotasi di wilayah ekuator Matahari, misalnya, adalah 25,4 hari. Rotasi gas-gas di permukaan matahari menurun dengan bertambahnya sudut lintang, hingga 36 hari di kutub-kutubnya. Gambar 6 Bintik-bintik matahari. Tampak granulasi fotosfera. Perhatikan skala yang menunjukkan nisbah bintik Matahari dengan Bumi.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
69 Gambar 7 Satu periode siklus matahari, mulai dari aktifitas maksimum kembali ke aktifitas maksimum selama 11-tahun. Foto sinar-X ini diambil dari satelit Yohkoh milik Jepang.
Gambar 8 Siklus Matahari dari 1878 samapi 2005. Jumlah titik-titik pada panel atas memperlihatkan jumlah bintik-bintik Matahari sebagai fungsi lintang. Atmosfera Matahari Di atas fotosfera terdapat lapisan gas renggang yang dapat dipandang sebagai atmosfera matahari. Karena kerapatannya sangat rendah, lapisan gas
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
70
ini memancarkan radiasi dengan daya yang jauh lebih rendah untuk sebagian besar panjang gelombang dibandingkan radiasi yang dipancarkan oleh fotosfera. Oleh karena itu, atmosfera ini tidak tampak jika dilihat dari Bumi kecuali pada saat gerhana matahari total. Tetapi saat ini telah tersedia peranti yang dapat digunakan untuk mengamati atmosfera Matahari tanpa menunggu gerhana Matahari total. Peranti itu disebut koronagraf. Atmosfera tersusun atas dua lapisan : chromosfera dan korona.
Gambar 9 Temperatur dan kerapatan atmosfera Matahari sebagai fungsi ketinggian dari fotosfera.
Kromosfera Kromosfera terletak tepat di atas fotosfera dengan ketebalan 500 km. Kromosfera memiliki komposisi yang hampir sama dengan fotosfera, yaitu didominasi oleh hidrogen. Kerapatannya berkurang dengan cepat terhadap ketinggian, sedang temperaturnya justru malah meningkat. Kromosfera berarti ”kulit bola merah”, hal ini disebabkan warna lapisan ini berwarna merah akibat emisi atom-atom hidrogen pada panjang gelombang 656.3 nm. Garis spektrum ini disebut Hα. Data-data yang dituangkan pada grafik Gambar 9 diambil pada wilayah kromosfera yang tenang. Ada wilayah di kromosfera yang bergolak yang disebabkan oleh suatu usikan. Usikan itu terjadi di wilayah-wilayah tempat
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
71
terjadinya “penyalaan” (flare). Penyalaan adalah terjadinya pertambahan intensitas secara cepat pada suatu wilayah kecil di kromosfera bagian atas atau korona bagian bawah, yakni di daerah-daerah yang banyak terdapat bintik-bintik. Pertambahan terang terjadi dalam waktu hanya beberapa menit, diikuti oleh pengurangan yang terjadi dalam waktu satu jam. Penyalaan dikaitkan dengan pembakaran gas yang telah terionkan yang lepas dari matahari. Medan magnetik merupakan bagian penting dalam proses terjadinya penyalaan.
Gambar 10
Prominense adalah awan raksasa yang tersusun atas plasma dengan kerapatan tinggi yang relatif dingin yang menggantung pada korona yang panas. Pada saatnya, awan-awan itu dapat meletus dan lepas dari atmosfer matahari (lihat Gambar 10). Berdasarkan spektrumnya dapat disimpulkan bahwa kromosfera bagian atas memiliki temperatur sekitar 60.000 K. Prominense merupakan gejala peralihan, bertahan untuk beberapa periode dari beberapa menit sampai beberapa bulan.
Korona Di atas kromosfera kerapatan terus berkurang secara drastis (Gambar 9) melalui wilayah peralihan yang tipis yang memisahkan kromosfera dari korona. Suatu hal yang
menarik
adalah
besarnya
gardien
temperatur
(kurva
temperatur
membubung tinggi). Tetapi di wilayah korona, gradien temperatur tidak lagi begitu membubung meskipun tetap terus bertambah tinggi. Korona meliputi
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
72
wilayah hingga beberapa kali radius Matahari. Dalam korona kerapatan gas terus berkurang dengan ketinggian, sedangkan temperaturnya tetap saja terus bertambah hingga 3-4 × 106 K, bahkan kadang-kadang lebih tinggi daripada itu. Konduksi, konveksi, dan radiasi dari fotosfera tidak dapat menjelaskan perilaku temperatur seperti itu (mengapa semakin jauh dari tungku justru malahan semakin panas). Untuk itu diperlukan kajian fisika plasma. Mekanisme pemanasan di wilayah itu tampaknya bersifat magentik – medan-medan magnetik megalami rekonfigurasi di wilayah korona dan mengimbas adalanya arus listrik lokal yang mengakibatkan pemanasan di korona. Gelombang magnetohidrodinamik juga memainkan peran di beberapa wilayah korona. Korona adalah tempat yang paling bergolak (berubah-ubah
dengan
cepat). Pada saat jumlah bintik-bintik matahari maksimum, bentuk korona tidak teratur dengan aliran-aliran panjang yang tak tentu arahnya.
Gambar 11
Interior Matahari Bagian dalam (interior) Matahari dapat dipelajari apling tidak melalui dua cara : (1) helioseismologi, dan (2) pemodelan. Menurut helioseismologi, gelombang-gelombang suara di dalam Matahari menyebabkan piringan matahari yang tampak dari bumi bergerak keluar-masuk
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
73
(lihat Gambar 11). Gerakan bergelombang ini dapat digambarkan sebagai perpaduan antara jutaan getaran linear. Gelombang-gelombang suara itu berdenyut di seluruh Matahari. Gelombang-gelombang itu dihasilkan oleh gasgas panas yang mengalir di wilayah konvektif, yang terletak di atas wilayah radiatif dan inti Matahari. Sebuah model dibangun dan divariasi/dimodifikasi sampai diperolehnya model yang diinginkan, yakni yang cocok/sesuai dengan sifat-sifat penting yang dapat kita amati ataupun kita tentukan secara langsung dari pengamatan. Biasanya, terdapat banyak model yang sesuai dengan sifat-sifat penting itu. Oleh karena itu hasil pemodelan tidak bersifat tunggal. Model-model itu biasanya memiliki fitur-fitur bersama, artinya fitur-fitur itu didapati pada setiap model. Logikanya, fitur-fitur bersama ini dapat diyakini
kebenarannya.
memperlihatkan
salah
Gambar satu
interior Matahari yang saat
12
model ini luas
diterima. Dalam model ini, keberadaan hidrogen
dan
helium
mendominasi
keseluruhan wilayah Matahari: dari inti Matahari hingga fotosferanya. Tampak adanya peningkatan tekanan dengan bertambahnya kedalaman, hingga 1016 pascals (Pa) di pusat Matahari. Nilai ini kira-kira 1011 kali tekanan atomosfer di Bumi. Akibat lain akan begitu tingginya temperatur di matahari adalah bahwa pada kedalaman tertentu atom-atom mengalami ionisasi sempurna karena adanya
tumbukan-tumbukan
atom
berenergi tinggi. Dengan kata lain, pada
Gambar 12
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
74
kedalaman itu mediumnya berupa plasma. Temperatur di pusat Matahari sekitar 1,4×107 K. Temperatur yang sedemikian tinggi ini mengakibatkan: (1) adanya reaksi nuklir yang dapat menjaga kelangsungan temperatur dan luminositas Matahari, (2) reaksi nuklir telah dapat berlangsung selama 4600 juta tahun sejak terbentuknya Matahari. Sumber energi yang berlimpah ini juga berfungsi menjaga gradien tekanan untuk mencegah keruntuhan (kolap) Matahari karena gravitasi.
IV. Bagaimana Matahari Menghasilkan Sinarnya? Seluruh energi Matahari dihasilkan melalui reaksi nuklir yang berlangsung jauh di dalam inti Matahari yang bertemperatur sangat tinggi. Tidak ada energi yang dihasilkan di wilayah sebelah luar dengan suhu yang lebih rendah. Di wilayah radiatif energi dipindahkan secara radiasi. Wilayah radiatif meliputi 71,3 % dari jari-jari Matahari dan diselubungi oleh wilayah konvektif, tempat energi dipindahkan secara konveksi. Bahkan meskipun foton merupakan sesuatu yang bergerak paling cepat, foton-foton tidak cukup cepat untuk melintasi wlayah radiatif. Mengapa? Inti mMatahari memiliki kerapan sedemikian tinggi sehingga seberkas sinar gamma yang dihasilkan melalui fusi nuklir di pusat Matahari tidak dapat bebas bergerak meskipun hanya beberapa milimeter tanpa bertabrakan dengan sebuah partikel subatomik untuk dihamburkan atau diserap dan dipancarkan kembali dengan energi yang lebih rendah. Proses semacam itu terjadi terus-menerus hingga foton-foton itu mencapai wilayah konveksi. Sebagai akibat hamburan dan serapan serta pemancaran kembali foton-foton oleh partikel-partikel pada wilayah radiatif, foton-foton itu rata-rata membutuhkan waktu 170 tahun untuk meninggalkan wilayah radiatif. Setelah tiba di bagian bawah wilayah konveksi, foton-foton yang telah banyak kehilangan energinya selama melintasi wilayah radiatif tertahan di sana berhubung wilayah konveksi cukup kedap. Akibatnya foton-foton itu memanasi bagian bawah wilayah konvektif itu. Energi (panas) yang diterima oleh bagian wilayah konvektif itu dipindahkan ke atas (permukaan Matahari) melalui cara
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
75
konveksi. Partikel-partikel gas yang panas akan bergerak naik ke permukaan atas wilayah konvektif (fotosfera). Untuk sampai di permukaan atas dibutuhkan waktu sepuluh hari. Sesampainya di permukaan atas wilayah konvektif pertikelpartikel gas itu itu memancarkan radiasi termalnya ke angkasa luar sebagai sinar Matahari. Proses konveksi itu terjadi setiap saat sehingga fotosfera terjaga pada temperaturnya. Karena telah memancarkan radiasi termal partikel-pertikel yang telah sampai di permukaan wilayah konvektif menjadi dingin kembali dan tenggelam ke bagian dasar wilayah konvektif.
Nantinya, setelah mendapat
panas dari foton-foton yang datang dari wilayah radiatif, partikel-partikel di dasar wilayah konvektif akan kembali ke permukaan atas dengan membawa panas. Perhatikan bahwa radiasi Matahari yang dipancarkan oleh fotosfera bukanlah radiasi (foton-foton) yang dihasilkan oleh reaksi nuklir di dalam inti Matahari. Radiasi yang dipancarkan oleh Matahari adalah radiasi termal. Adanya konveksi di dalam Matahari dibuktikan dengan adanya granulasi di permukaan fotosfera. Gambar 14 memperlihatkan hubungan antara diameter Matahari dengan umurnya dan antara luminositas Matahari dengan umurnya.
Gambar 13 Adanya granulasi di fotosfera memperlihatkan adanya proses konveksi di bawah fortosfera. Wilayah tempat berlangsungnya konveksi itu disebut wilayah konvektif.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
76
Gambar 14 Hubungan antara diameter dan Luminostas Matahari dengan umurnya.
V. Reaksi Nuklir dalam Inti Matahari Rantai Proton–Proton Reaksi pembakaran hidrogen yang “memanasi” Matahari secara kolektif disebut rantai proton-proton. Reaksi ini dimulai ketika dua proton (diberi simbol p) bertabrakan dan mengalami fusi untuk membentuk sebuah deuteron, diberi simbol D2, yang merupakan inti air berat. Karena deuteron mengandung sebuah proton dan sebuah neutron, maka salah satu proton yang bertabrakan itu harus berubah menjadi neutron, dengan memancarkan sebuah positron, diberi simbol e+, bersama dengan neutrino elektronνe, untuk menyeimbangkan energi dalam reaksi itu. Langkah awal dalam reaksi rantai proton-proton adalah
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
p + p → D2+ e+ +νe.
77
(2)
Deuteron yang terbentuk itu, kemudian bertabrakan dengan sebuah proton yang lain sehingga terbentuk inti Helium ringan, He3, bersama dengan radiasi sinar gamma (γ) berenergi tinggi. Pada tahap akhir, dua Helium ringan itu saling bertemu dan mengalami fusi sehingga terbentuk Helium berat, He4, bersama dua butir proton. Kedua reaksi itu ditulis sebagai berikut D2 + p → He3 + γ,
(3)
He3 + He3 → He4 + 2p.
(4)
Tambahan foton sinar gamma diperoleh jika positron bertemu dengan elektron dan mengalami proses anihilasi : e++ e− → 2γ.
(5)
Bersihnya, empat proton telah mengalami fusi dengan terbentuknya sebuah inti helium, sebuah foton sinar gamma, dan neutrino elektron : 4p → He4 + 6γ + 2νe. Adapun energi yang lepas dari reaksi di atas adalah ∆E = ∆mc2 = (4mp−mHe)c2 = 0.007(4mp)c2 = 0.428×10−11 J,
(6)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
78
dengan mp = 1.6726×10−27 kg dan mHe = 6.6465×10−27 kg, berturut-turut adalah massa proton dam massa inti helium nucleus, dan c = 2.9979×108 m s−1 (cepat rambat cahaya dalam ruang hampa). Jumlah inti helium yang terbentuk setiap detik adalah
N He =
dengan luminositas Matahari L
L ≈ 1038 , ∆E
(7)
= 3.854×1026 J s−1. Jadi, massa total yang
berubah menjadi energi tiap detiknya adalah ∆M = 1038 ∆m = 4.76×109 kg ≈ 5×106 ton. Tiap detiknya, 2×1038 neutrino elektron dilepas dari Matahari, bergerak keluar ke segala arah dengan kecepatan sama dengan cepat rambat cahaya. Bumi hanya menangkap sebagian kecil dari jumlah sebanyak itu. Tetapi masih merupakan jumlah yang cukup besar, yakni sekitar 4×1029 = 2×1038 (R⊕/AU)2, dengan R⊕ = 6.371×106m adalah radius Bumi.
VI. Apa Yang Menjadikan Bintang Dapat Bersinar? Jawabannya sudah jelas : reaksi nuklir, yakni fusi hydrogen. Terdapat dua kemungkinan fusi hidrogen. Manakah yang cocok? Ternyata kesemuanya bergantung pada massa bintang yang ditinjau. Kemungkinan yang pertama adalah reaksi rantai proton-proton seperti yang terjadi di dalam inti Matahari (telah dijelaskan di depan). Rantai protonproton merupakan sumber energi paling penting dalam bintang yang memiliki massa kurang dari 1,5 kali massa Matahari. Kemungkinan yang kedua adalah siklus CNO. Siklus CNO cycle dikatalisasi oleh
12
C.
Siklus ini merubah empat proton menjadi sebuah inti
helium, dua proton, dua neutrino, danradiasi. Siklus CNO merupakan sumber
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
79
energi paling penting dalam bintang yang memiliki massa lebih dari 1,5 kali massa Matahari.
Gambar 15 Rantai Proton-proton.
Gambar 16 Siklus CNO
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
80
Bab IV Bintang : Asal-usul dan Perkembangannya I. Hukum Gas Ideal Bintang pada dasarnya adalah bola raksasa yang terbuat dari gas hidrogen yang bertemperatur amat sangat tinggi. Seperti telah kita pahami bahwa sifat-sifat makroskopis suatu gas bertemperatur tinggi ditentukan oleh hukum gas ideal : PV = nkT. Tidak ada gas yang secara sempurna dapat digambarkan dengan hukum gas ideal itu. Tetapi untuk gas yang memiliki temperatur sangat tinggi dan tekanan sangat rendah hukum gas ideal itu telah mencukupi. Pada gas yang memiliki temperatur sangat tinggi dan tekanan sangat rendah jarak antar molekul relatif sangat besar dan laju gerak molekulmolekul gas itu mampu mengatasi gaya-gaya antar molekul. Menurut Teori Kinetik Gas, kecepatan partikel-partikel gas menunjukkan suhu atau temperatur gas sedangkan tumbukan partikel-partikel dengan dinding terkait dengan tekanan gas. Hampir semua perilaku bintang-bintang normal dapat dijelaskan dengan hukum gas ideal yang sederhana. Sebagai contoh, jika sebuah bintang menyusut, maka volumenya berkurang dan tekanan dalam bintang itu bertambah. Prinsipnya begini: -
Jika volume bertambah, maka tekanan berkurang, temperatur turun, kerapatan turun.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid -
81
Jika volume berkurang maka tekanan naik, temperatur naik, kerapatan bertambah.
-
Jika temperatur naik maka tekanan bertambah, volume bertambah, kerapatan turun.
-
Jika temperatur turun, maka tekanan turun, volume berkurang, kerapatan naik
II. Bangunan Bintang Bintang-bintang terbentuk dari awan-awan yang runtuh (kolap) akibat gaya gravitasi antar partikel penyusun awan-awan itu. Keruntuhan awan gas itu dihentikan oleh adanya tekanan internal dalam inti awan gas itu. Selama keruntuhan berlangsung, energi potensial atom-atom/molekul-molekul hidrogen yang runtuh itu diubah menjadi energi kinetik sehingga inti awan itu menjadi panas. Karena temperaturnya naik, maka tekanan dari dalam inti pun juga naik sehingga mampu mengatasi gaya gravitasi antar partikel penyusun awan gas itu. Akibatnya, keruntuhan terhenti. Panas (kalor) yang dihasilkan oleh peristiwa keruntuhan itu telah mencukupi bagi bintang untuk bersinar, tetapi hanya untuk 15 juta tahun (disebut waktu Kelvin-Helmholtz). Tetapi, kenyataannya bintang-bintang dapat berusia sampai lebih dari 10 milyar tahun. Dari manakah bintang-bintang itu mendapatkan energi untuk bersinar? Struktur bintang-bintang ditentukan oleh lima konsep fisis : 1. Kesetimbangan Hidrostatis Kebanyakan bintang, sebagaimana matahari kita, memiliki ukuran yang stabil : tidak mengembang dan tidak pula menyusut. Hal ini dikarenakan adanya kesetimbangan antara tekanan internal dan gaya tarik-menarik (gravitasi) antar partikel-partikel gas (Gambar 1). Gravitasi yang lebih besar mengakibatkan
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
82
volume bola gas berkurang, akibatnya kerapatan bertambah dan temperatur naik, sehingga tekanan ke arah luar bertambah pula.
Gambar 1
2. Kesetimbangan Panas Banyaknya energi (panas) yang dihasilkan di dalam inti bintang oleh reaksi termonuklir harus sama dengan banyaknya energi yang diradiasikan oleh bintang ke segala arah.
Gambar 2
3. Kekedapan Seberapa cepat energi dapat diradiasikan oleh suatu bintang ditentukan oleh kekedapan selubung bintang itu terhadap foton. Jika selubung suatu bintang
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
83
tidak terlalu kedap, maka bintang itu dapat memancarkan energi dengan cepat. Akibatnya, temperatur dan tekanannya rendah maka jari-jarinya kecil. 4. Pemindahan Energi Cara pemindahan energi (panas) dari inti suatu bintang ke permukaannya menentukan temperatur permukaan bintang itu (warna bintang itu). Dalam bintang, hanya konveksi dan radiasi yang penting. Kekedapan masing-masing bagian bintang menentukan cara pemindahan energi (konveksi ataukah radiasi). Jika temperatur suatu bagian bintang tinggi, maka semua atom pada bagian itu kehilangan elektron (terionisasi). Akibatnya, kekedapan bagian itu rendah. Maka radiasi dominan pada bagian itu. Jika temperatur suatu bagian rendah (semisal lapisan luar interior suatu bintang) proton-proton and electron-elektron membentuk atom-atom. Akibatnya, kekedapan di wilayah itu meningkat. Maka konveksi dominan pada bagian itu. 5. Produksi Energi dalam Inti Terdapat dua kemungkinan : jika tidak melalui rantai proton-proton maka melalui sikuls CNO. Kelima konsep fisis yang disebutkan itu menunjukkan beberapa hal, yaitu -
metode atau cara pembangitan energi,
-
pengaruh energi terhadap bangunan/struktur bintang,
-
cara pemindahan energi ke permukaan bintang sehingga membuat bintang itu dapat bersinar
III. Kelahiran Bintang-Bintang Bintang-bintang terbentuk di dalam awan gas dan debu antar bintang yang relativ tinggi kerapatannya. Awan gas dan debu itu disebut awan molekuler. Temperatur di wilayah itu sekitar 10 sampai 20 K. Pada temperatur serendah itu gas-gas bersifat moleculer. Awan molekuler itu kebanyakan mengandung CO
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
84
dan H2. Suhu serendah itu juga mengakibatkan tekanan yang rendah sehingga gravitasi antar molekul mengalahkan tekanan. Akibatnya, awan molekuler itu “menggumpal” dan suhunya naik. Jika kerapatan gumpalan itu cukup tinggi dan suhu yang dihasilkan mencukupi untuk terjadinya sebuah bintang, maka lahirlah sebuah bintang. Karena wilayah itu cukup rapat, maka wilayah itu kedap bagi cahaya tampak. Wilayah itu disebut kabut gelap (dark nebulae). Untuk mengamatinya diperlukan teleskop IR dan radio. Pembentukan bintang dimulai ketika bagian awan molekuler yang memiliki kerapatan lebih tinggi mulai runtuh karena gravitasi antar molekulnya. Bagian tersebut disebut inti awan molekuler. Inti awan biasanya memiliki massa sekitar 104 kali massa matahari. Karena inti awan memiliki kerapatan lebih tinggi maka inti awan akan runtuh lebih dahulu. Ketika mengalami keruntuhan, inti awan itu bisa saja mengalami fragmentasi menjadi beberapa bagian dengan ukuran masing-masingnya 0.1 parsecs dengan massa sekitar 10 sampai 50 massa Matahari. Bagian-bagian inilah yang kemudian membentuk bintang-bintang. Proses ini memakan waktu sekitar 10 juta tahun.
Gambar 3 Awan Gelap. Wilayah-wilayah yang tampak gelap dalam gambar di samping buGambartempat-tempat 3 Awan kosong Gelap. kanlah Wilayah-wilayah yang angkasa tampak dari bintang dan benda gelap dalam gambar tersebut yang lain. Yang tampak gelap bukanlah itu adalahtempat-tempat awan yang kosong sangat dari bintang dan benda angkasa kedap sehingga cahaya-cahaya yang bintang lain. Yang tampak gelap dari dibelakangnya tiitu adalah awan yang sangat dak dapat menembusnya. Dari kedap gelap sehingga awan inilahcahaya-cahaya bintang-bindari terbentuk. bintang dibelakangnya tang tidak dapat menembusnya. Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa proses-proses tersebut terjadi/ berlangsung, padahal terjadinya proses itu membutuhkan waktu yang cukup
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
85
panjang dan, apalagi, tersembunyi dalam kabut gelap yang tidak tembus pandang? Yang pertama, sebagian besar inti awan molekuler memancarkan sinar infra merah dari dalam, sedang sinar infra merah mampu menembus awan gelap itu sehingga dapat diamati dari Bumi. Ini adalah bukti adanya energi yang dihasilkan dari proses keruntuhan (energi potensial diubah menjadi energi kinetik dan seterusnya menjadi radiasi). Yang kedua, setiap kali kita menemukan sebuah bintang muda (young stellar object (YSO)), maka bintang itu diliputi oleh awan gas yang merupakan sisa-sisa kabut gelap. Bintang-bintang muda itu muncul dalam gugus, yakni kelompok bintang yang terbentuk dari inti awan molekuler yang sama. Ketika terjadi fragmentasi inti awan molekuler menjadi beberapa bagian, masing-masing bagian itu saling bebas dan masing-masing meneruskan keruntuhannya sendiri-sendiri. Masing-masing bagian itu membentuk protostar (calon bintang). Ketika protostar terbentuk, gas-gas meneruskan keruntuhannya ke pusat protostar. Gas-gas yang runtuh ke pusat protostar itu melepaskan energi kinetik dalam bentuk panas sehingga temperatur dan tekanan di pusat protostar meningkat. Ketika temperatur di pusat mencapai ribuan derajat kelvin, terpancarlah sinar infra merah. Beberapa calon protostar telah ditemukan dengan teleskop ruang angkasa Hubble di Kabut Orion.
Gambar 4 Calon-calon protostar telah ditemukan dengan teleskop ruang angkasa Hubble di Kabut Orion
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
86
Karena gumpalan awan molekuler itu kedap, radiasi sinar infra merah menjadi tertahan. Temperatur dan tekanan di pusat gumpalan meningkat. Sampai pada saatnya, tekanan dari pusat mampu menghentikan keruntuhan gas-gas ke dalam inti. Maka terbentuklah protostar yang stabil. Pada awalnya, sebuah protostar hanya memiliki 1% dari keseluruhan massa bintang yang akan terbentuk. Tetapi karena selubung bintang terus terbentuk melalui proses akresi, maka massa protostar itu terus bertambah. Setelah beberapa juta tahun, reaksi termonuklir mulai terjadi di inti protostar. Akhirnya terbentuklah bintang muda. Tepat setelah sebuah protostar menjadi bintang muda dengan bahan bakar hidrogen (melalui reaksi fusi), suatu angin bintang yang cukup kuat berhembus, biasanya sepanjang sumbu putarnya. Oleh karena itu banyak bintang muda yang memiliki semburan di kedua kutubnya. Fase awal kehidupan bintang ini disebut fase T-Tauri.
Gambar 5 Bintang T-Tauri dengan semburan di kedua kutubnya. Bintang yang berada pada fase T-Tauri bisa kehilangan massanya hingga 50% sebelum menjadi bintang kebanyakan (main sequence star). Oleh karena itu bintang-bintang pada fase T-Tauri dikatakan berada pada barisan prautama (pre-main sequence) Pertanyaan : 1. Mengapa bintang berotasi?
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
87
2. Apa akibat adanya rotasi bintang? 3. Apakah kecepatan sudut untuk semua bagian-bagian bintang sama besarnya?
Gambar 6 Letak bintang-bintang Maha Raksasa, Raksasa Merah, T-Tauri, Katai Putih, Katai Coklat, dan Barisan Utama pada diagram HR
Gambar 7
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
88
Jika sebuah protostar yang terbentuk hanya memiliki massa yang kurang dari 0.08 massa matahari, maka temperatur di pusatnya masih kurang dari tiga juta kelvin. Temperatur ini tidak mencukupi untuk terjadinya reaksi fusi. Maka protostar itu gagal menjadi bintang. Benda angkasa yang terjadi disebut katai coklat (brown dwarf). Bintang-bintang pada barisan utama memiliki struktur interior yang berbeda. Kesemuanya bergantung pada massa bintang. Helium yang terbentuk sebagai sisa ”pembakaran” hidrogen akhirnya mengendap di bagian bawah (pusat inti). Hal ini dikarenakan inti Helium memiliki massa yang lebih besar jika dibandingkan dengan massa Hidrogen. Jadi, di pusat tidak lagi terjadi reaksi nuklir. Wilayah terjadinya reaksi nuklir bergeser keluar (ke atas). Sekarang, wilayah tempat terjadinya reaksi inti menyelubungi inti baru yang tersusun atas Helium. Helium dapat juga mengalami fusi, tetapi karena massanya lebih besar, maka untuk terjadinya reaksi nuklir diperlukan temperatur yang lebih tinggi, yakni lebih dari 100 juta kelvin untuk mengatasi gaya tolak elektrostatik antar proton. Untuk bintang bermassa kecil, temperatur setinggi itu tidak pernah tercapai, sehingga inti Helium tetap untuh di dalam. Bintang memulai hidupnya dengan komposisi 74% hidrogen, 25% Helium dan 1% yang lain. Reaksi fusi telah berlangsung di dalam inti Matahari selama 5 milyar tahun. Dewasa ini komposisi unsur-unsur di Matahari telah berubah: 29% Hidrogen, 70% Helium dan 1% yang lain. Fusi telah merubah komposisi kimiawi di dalam Bintang-bintang.
Gambar 8
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
89
Ketika pasokan hidrogen di dalam inti mulai berkurang, laju reaksi fusi menurun dan banyaknya energi yang dibangkitkan berkurang. Akibatnya, temperatur pun akan mengalami penurunan. Tekanan di dalam inti tempat terjadinya fusi pun demikian pula. Dari kesetimbangan hidrostatik, kita ketahui, penurunan tekanan berarti bahwa wilayah inti dalam bintang itu akan mengalami kontraksi. Hal ini akan menyebabkan temperatur naik kembali dan laju reaksi fusi (bagi hidrogen yang tertinggal di inti) akan menanjak meskipun inti yang tersusun atas hidrogen telah tiada). Tajamnya kenaikan temperatur juga memungkinkan mulai terjadinya kulit pembakaran hidrogen (Gambar 8) yang menyelubungi inti bintang. Padahal wilayah ini sebelumnya merupakan tempat yang terlalu dingin untuk berlangsungnya reaksi fusi. Di sinilah kulit pembakaran hidrogen menjadi penting sebagai satu-satunya sumber energi bagi bintang yang sekarat. Ketika
kulit
pembakaran
hidrogen
tercipta,
maka
bintang
yang
bersangkutan telah meloncat keluar dari barisan utama dalam diagram HR. Bintang tersebut menjadi sedikit lebih terang dan dingin: turunnya temperatur permukaan disebabkan oleh mengembangnya selubung bintang sehingga menambah luasnya wilayah permukaan. Meningkatnya luas permukaan juga meningkatkan luminositas bintang. Ketika hidrogen terakhir telah dibakar dalam inti suatu bintang tua anggota barisan utama, reaksi fusi berhenti dan temperatur inti jatuh. Akibatnya, inti pun runtuh. Runtuhnya inti mengakibatkan terjadinya konversi energi, dari energi gravitasional (energi potensial) menjadi energi termal (energi kinetik). Energi ini selanjutnya disalurkan ke atas, yakni ke kulit pembakaran hidrogen, yang mengembang sehingga menghabiskan lebih banyak bahan bakar di dalam interior bintang. Kulit pembakaran hidrogen menghasilkan lebih banyak energi apabila dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh inti bintang. Luminositas dan ukuran bintang bertambah, sehingga bintang telah berubah menjadi raksasa merah. Bahkan meskipun bintang menjadi lebih terang, (menghasilkan energi lebih banyak), tekanannya bertambah sedemikian sehingga permukaannya menjadi sangat luas dan temperatur permukaannya jatuh ke kelas spektral K dan M.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
90
VI. Umur Bintang Jika E ∗ energi keseluruhan yang dilepaskan oleh sebuah bintang selama hidupnya, maka E ∗ = Lt , dengan L luminositas bintang (dianggap konstan) dan
t usia bintang itu. Apabila diandaikan bahwa setengah dari keseluruhan massa bintang mengalami reaksi fusi di inti bintang, dengan 0.71% massa empat proton berubah menjadi energi, maka
E ∗ = Lt = (0, 0071/ 4)( M / 2)c 2 ,
(1)
dengan M massa bintang. Oleh karena itu panjangnya umur bintang diperoleh dari
t = 8,9 ×10−4
Mc 2 . L
(2)
Dari kaitan antara massa dengan luminositas bintang, L ∼ M 3,5 , didapat
t∼
Mc 2 c2 = . M 3,5 M 2,5
(3)
Jika dinyatakan dengan massa dan umur Matahari (rentang waktu antara kelahiran dan kematian Matahari), maka didaptkan t 1 = , t ( M / M ) 2,5
(4)
dengan t = 1010 tahun. Tampak bahwa sebuah bintang yang masif (berarti bintang yang panas) umurnya lebih pendek jika dibandingkan dengan bintang yang tidak masif (bintang yang dingin).
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
91
Bab V Mekanika Benda Langit I. Medan Sentral Ditinjau partikel bermassa m yang berada di bawah pengaruh medan gaya terpusat :
r F (r ) = f (r ) , r
r =| r | ≠ 0,
(1)
Momen gaya yang diimbas oleh medan gaya tersebut relatif terhadap pusat koordinat (0,0,0) lenyap : N = r × F = 0. Akibatnya, momentum sudut partikel itu tetap : L = r × mv = tetapan.
(2)
Akibatnya selanjutnya, partikel itu bergerak pada bidang yang melalui titik pangkal (0,0,0) dan tegak lurus pada vektor L. Bidang tersebut ditentukan dari posisi awal dan kecepatan awal partikel. Andaikan bidang-xy dipilih sebagai bidang orbit bagi benda tersebut. Vektor momentum sudut L mengarah ke sumbu-z positif, Lz = L (untuk jelasnya, lihat Gambar 1).
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
92
Gambar1
Dalam tata koordinat polar, komponen momentum sudut ke arah sumbu-z diberikan oleh
Lz = m( xy − yx ) = mr 2ϕ .
(3)
Apa akibat tetapnya momentum sudut partikel? Lihat Gambar 2.
S (t ) =
Lt 1 ϕ (t ) 2 1 t 2 ( ) ϕ ϕ = r d mr ϕ dτ = z . ∫ ∫ ϕ (0) 0 2 2m 2m
(4)
dS = r2dϕ
dS Gambar 2
dϕ r
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
93
Teorema : Laju perubahan luas wilayah yang disapu oleh vektor posisi,
S (t ) =
Lz 2m
(5)
bersifat tetap. Setiap partikel yang berada di bawah pengaruh medan gaya terpusat selalu terkait dengan energi potensial V(r) sedemikian rupa sehingga
r r F(r ) = f (r ) = − V '(r ) . r r
(6)
Dari hukum kedua Newton tentang gerak didapat
r F(r ) = mr = − V '(r ) . r
(7)
Diperkenalkan dua vektor satuan yang saling tegak lurus
e r = cos ϕ i + sin ϕ j e r = − sin ϕ i + cos ϕ j. Apabila keduanya disubtitusikan ke dalam persamaan hukum Newton diperoleh
1 d 2 (r ϕ ) = 2rϕ + rϕ = 0 2 dt
(8)
dan
mr − mrϕ 2 = −
dV , dr
(9)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
94
Jika didefinisikan
L2z , 2mr 2
(10)
dVe (r ) . dr
(11)
Ve (r ) = V (r ) +
maka
mr = −
Selanjutnya energi keseluruhan partikel itu dapat dihitung dari
E=
1 2 1 mr + V (r ) = mr 2 + Ve (r ) . 2 2
(12)
Jika ϕ sebagai fungsi waktu bersifat monoton, maka ϕ memiliki invers.
dr dr L dr =ϕ = z2 . dt dϕ mr dϕ
(13)
Karena energi total benda itu lestari, maka didapatkan
dr mr 2 =± dϕ Lz
2 ( E − Ve (r )). m
(14)
Oleh karena itu, hubungan antara r dan ϕ (yakni persamaan orbit) diperoleh dari persamaan
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
ϕ − ϕ0 = ± ∫
r
r0
Lz m dρ , 2 m 2 ρ E − Ve ( ρ )
95 (15)
dengan r0 = r (ϕ0 ). Selanjutnya, dengan men-subtitusi-kan r = 1/u ke dalam persamaan (11), didapat bentuk lain persamaan orbit, yaitu
d 2u m d = − Ve (u −1 ) 2 2 dϕ Lz du
(16)
Di samping itu, kita dapatkan pula 2
1 2 du −1 E= Lz + Ve (u ). 2m dϕ
(17)
II. Potensial Kepler Sekarang kita tinjau kasus khusus yang lazim dikenal sebagai masalah Kepler. Masalah Kepler dikenali melalui energi potensialnya, yakni energi potensial Kepler yang diberikan oleh
k V (r ) = − , r
k > 0.
Oleh karena itu, potensial efektifnya diberikan oleh
(18)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
L2z k L2z u 2 Ve (r ) = − = − ku. 2mr 2 r 2m
96 (19)
Dengan mensubtitusikan potensial evektif ke dalam persamaan orbit, maka didapatkan
d 2u km = − + . u dϕ 2 L2z
(20)
Jawaban persamaan homogen terakhir adalah
u=
e/ p . cos(ϕ − ϕ0 )
(21)
Sementara, jawaban khususnya adalah
u=
1 . p
(22)
Jawaban terakhir ini terkait dengan orbit melingkar dengan jari-jari
L2z km
(23)
k 2m Ec = − 2 . 2 Lz
(24)
rc = p =
ean energi
Oleh karena itu, pada akhirnya, persamaan orbit diberikan oleh
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
u=
97
1 (1 + ε cos(ϕ − ϕ0 )), p
atau
r=
p , 1 + ε cos(ϕ − ϕ0 )
(25)
dengan ε eksentrisitas yang diberikan oleh
2 L2z E E ε = 1+ 2 = 1+ , E ≥ Ec . k m | Ec |
(26)
Untuk orbit yang berupa ellips, sumbu panjang dan sumbu pendek ditentukan berturut-turut dari persamaan
1 p k = a = (rm + rM ) = , 2 1− ε 2 2 | E |
(27)
dan
b = a 1− ε 2 =
p 1− ε
2
=
| Lz | . 2| E |m
(28)
Luas elips, tentu saja, sama dengan laju sapuan vektor posisi partikel dikalikan dengan periode T :
π ab =
| Lz | T. 2m
(29)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
98
Mengingat
| Lz |= akm(1 − ε 2 ) dan
b = a 1− ε 2 , maka didaptkan
π a2 1 − ε 2 =
1 k a(1 − ε 2 ) T, 2 m
(30)
a3 k = 2 , 2 T 4π m
(31)
atau
yang merupakan hukum ketiga Kepler.
III. Masalah Dua Benda Perhatikan Gambar 3. Pada Gambar itu, dua buah benda bermassa m1 dan m2 berada dalam suatu wilayah yang bebas dari medan gaya apapun. Jadi, medan gaya yang ada hanyalah medan gravitasi yang dilakukan oleh satu benda terhadap yang lain. Didefinisikan vektor r dan R berturut-turut sebagai
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
99
r = r2 − r1 dan
R=
m1r1 + m2r2 . m1 + m2
Jadi, r adalah posisi benda kedua relatif terhadap benda pertama dan R adalah posisi pusat massa keduanya.
m r = r2− r1
R
r1
r2
Gambar 3
Dari hukum Newton tentang gerak didapatkan persamaan gerak untuk masingmasing benda
r2 = −Gm1
r , r3
(32)
dan
r1 = Gm2
r . r3
(33)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
100
Dengan mengurangkan persamaan kedud persamaan itu satu dari yang lain didapatkan
r = −G ( m1 + m2 )
r . r3
(34)
Dengan mudah dapat ditunjukkan bahwa
R = 0. Ini berarti bahwa pusat massa bergerak dengan kecepatan tetap. Selanjutnya persamaan (34) dapat dituliskan menjadi
r = −GM
r , r3
(35)
dengan M = m1 + m2 . Sekarang terlihat bahwa persamaan gerak tersebut tidak lain adalah persamaan gerak benda di bawah pengaruh medan terpusat Kepler, dengan k = GM . Jadi, penyelesaiannya adalah
r=
p , 1 + ε cos(ϕ − ϕ0 )
2 L2z E E ε = 1+ 2 = 1+ , E ≥ Ec . k m | Ec |
p=
L2z . km
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
Gambar 4 Bintang ganda 61 Cygni atau Bintang Bessel, diambil dari dua sudut pandang yang berbeda, merupakan contoh sistem dua benda.
101
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
102
Bab VI Komet Komet
merupakan
objek
astronomis
yang
pernah
menimbulkan
kegemparan bagi umat manusia. Minimnya pengetahuan tentang komet dan ditambah lagi dengan kepercayaan akan tahayul yang masih kuat, kemunculan komet ditanggapi dengan kekhawatiran-kekhawatiran akan datangnya berbagai bencana semisal wabah penyakit, perang, pembantaian, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya. Komet
memang
tampak
sangat
spektakuler
dengan
ekor
yang
memanjang ke belakang. Komet memiliki dua macam ekor : ekor ion dan ekor debu (Lihat Gambar 1). Tetapi, kedua ekor itu belum tentu terlihat semuanya. Tidak aneh apabila orang-orang dengan pengetahuan yang minim akan menghubungkannya dengan berbagai masalah dan bencana tersebut di atas. Dan kalau kita mempelajari komet lebih lanjut, maka akan tampak bahwa komet memang dapat menimbulkan bencana bagi kita.
Gambar 1 Sebuah komet terlihat memiliki dua macam ekor: ekor ion (atas) dan ekor debu (bawah)
Edmund Halley, teman baik Newton, menemukan sebuah komet tahun 1682. Dengan menggunakan hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, Halley mampu meramalkan bahwa komet tersebut akan datang lagi tahun 1758. Dia meramalkan bahwa komet tersebut memiliki kala revolusi 75 atau 76 tahun.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
103
Dengan perhitungannya itu ia dapat memperkirakan kapan saja pada masa lampau komet tersebut telah muncul di langit bumi. Ramalannya menjadi kenyataan meskipun ia sendiri tidak sempat menyaksikan. Komet tersebut kemudian diberinama sesuai dengan yang telah meramalkannya, komet Halley. Ada dua jenis komet : komet periodik dan komet tidak periodik. Komet periodik memiliki orbit yang berbentuk elips dengan eksentrisitas tinggi, artinya bahwa sumbu panjang jauh lebih panjang daripada sumbu pendeknya. Komet Hally termasuk komet periodik. Komet yang tidak periodik memiliki orbit berupa parabola. Oleh karena itu komet jenis ini tidak akan terlihat berulang-ulang, hanya sekali waktu saja. Bidang orbit komet sangat variatif. Bahkan ada yang hampir tegak lurus terhadap bidang orbit planet-planet. Sampai dengan 1995 terdapat 878 buah komet yang telah diketahui dan orbit mereka telah dihitung setidak-tidaknya secara kasar. Dari sejumlah itu 184 buah merupakan komet yang periodik dengan periode kurang dari 200 tahun. Selebihnya belum ditentukan secara akurat berapa lama periodenya. Jadi, jumlah komet periodik yang ada tentu lebih dari angka184 itu.
Gambar 2 Komet Neat
Komet merupakan campuran dari es (baik air yang membeku maupun uap air yang membeku) dan debu-debu yang karena sesuatu sebab tertentu tidak
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
104
bergabung dengan planet-planet pada saat terbentuknya sistem tata surya kita. Oleh karena itu komet boleh dikatakan merupakan artifak sejarah sistem tata surya.
I. Sejarah Persepsi Manusia Tentang Komet Istilah ”komet” berasal dari istilah ”kometes” dalam bahasa Yunani kuno, berarti ”yang berambut”. Jadi, komet dipahami sebagai bintang berambut. Sekitar tahun 550 sebelum Masehi, para penganut Pitagoras, berpendapat bahwa komet-komet adalah planet-planet yang ”melancong”. Filsuf Yunani, Aristoteles, sekitar 350 sebelum Masehi, beranggapan behwa komet adalah gejala alam di bagian atas atmosfer kita sebagaimana meteor-meteor. Anggapan semacam ini mendominasi pemikiran manusia hingga 2000 tahun ke depannya. Pada tahun 1557, Tycho Brahe menunjukkan bahwa sebuah komet yang terang tidak dapat diukur paralaks-nya (paralaks-nya sebegitu kecil). Hal ini berarti bahwa letak komet lebih jauh jika dibandingkan dengan letak Bulan (kira-kira empat kalinya). Pada tahun 1607, Sir William Lower melakukan pengukuran posisi komet Halley secara akurat. Tiga tahun kemudian ia menyarankan bahwa komet tersebut beredar pada orbit yang berupa elips. Pada tahun1618, Cysat telah mengamati bangunan dan perkembangan komet. Ia menyarankan bahwa orbit komet berbentuk parabola. Ttahun 1665, Borelli adalah orang pertama yang mampu menjelaskan secara akurat bahwa orbit komet yang berbentuk elips. Komet Halley pada Karpet Bayeux
Gambar 3 Catatan-catatan interaksi manusia terkait dengan komet.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
105
Pada tahun 1705, Edmund Halley, berpendapat bahwa komet-komet yang muncul pada tahun 1431, 1531, 1607, dan 1682 adalah sebuah komet yang sama yang memiliki periode 76 tahun. Dengan demikian, ia meramalkan akan kedatangan komet tersebut pada tahun 1758 atau 1759. Betul, komet tersebut muncul kembali sesuai yang dia ramalkan, 16 tahun setelah kematiannya.
Gambar 4 Awan Oort dan Sabuk Kuiper (asal-muasal komet) dengan Tata Surya kita yang berada di tengah-tengah
II. Asal-usul komet Ada dua tempat yang kuat dicurigai sebagai asal-muasal komet, awan Oort (terletak antara 500 SA sampai 50.000 SA) dan Sabuk Kuiper (lihat Gambar 4). Komet-komet berperiode panjang (sekitar satu juta tahun atau kurang)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
106
kemungkinan berasal dari Awan oort, semisal komet Hale-Bopp. Sementara komet-komet dengan periode pendek (sekitar 200 tahun atau kurang) kemungkinan berasal dari sabuk Kuiper, semisal komet Halley.
Gambar 5
Tetapi, komet-komet berperiode panjang dapat saja berubah menjadi kometkomet berperiode pendek jika, dalam perjalanan mereka mendekati Matahari, mereka melalui wilayah di sekitar planet-planet besar (Jovian).
Gambar 5
menjelaskan situasi ini. Jadi, komet-komet berperiode pendek belum tentu semuanya berasal dari sabuk Kuiper.
III. Struktur Komet Secara
teknis
istilah
komet
menggambarkan
astmosfer
yang
mengembang yang tersusun atas debu-debu dan gas-gas (baik yang netral maupun yang terionisasi) yang muncul di sekitar sebuah benda induk (disebut inti komet) yang berukuran cukup kecil dalam lintasan (orbit) eksentrik mengelilingi matahari. Dari astmosfer (disebut koma) yang mengembang di
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
107
sekitar inti itu kemudian (oleh adanya angin dan tekanan radiasi matahari) terbentuk dua macam ekor, yakni ekor gas (ion) dan ekor debu, yang memanjang hingga 104 kilometer sampai 108 kilometer. Ukuran atmosfer maupun ekor komet berubah sepanjang lintasannya : semakin dekat dengan matahari semakin besar ukuran atmosfer maupun ekor komet. Bahkan koma dan ekor komet lenyap pada saat komet berada jauh dari matahari. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas komet (terbentukknya atmosfer dan ekor komet) terkait dengan keberadaan matahari. Ekor ion selalu berbentuk lurus menjauhi Matahari. Sementara ekor debu sedikit melengkung. Hal ini disebabkan butirbutir debu cukup lembam (masif) untuk mempertahankan gerakannya semula. Struktur komet telah dipelajari sejak lama melalui pemodelan. Model paling awal adalah model onggokan pasir (1948) yang mengatakan bahwa komet adalah sekumpulan debu-debu yang saling terikat secara lemah oleh gravitasi. Model ini serta merta ditolak karena beberapa alasan : Pertama, pengamatan menunjukkan keberadaan inti yang padat berukuran sangat kecil apabila dibandingkan dengan koma. Kedua, sekumpulan debu-debu yang saling terikat secara lemah semacam itu tentu akan tercerai berai ketika bergerak di sekitar titik perihelionnya. Model berikutnya adalah model bola salju kotor (1950) yang diusulkan oleh Whipple. Menurut model ini, inti komet adalah bola es yang terisi oleh debudebu meteorit di dalamnya. Inti komet memiliki porositas tinggi dan albedo rendah. Apabila inti komet mendekati matahari, radiasi matahari yang jatuh pada bola es tersebut menyebabkan bola es menyublim dengan membebaskan debudebu yang tertanam dalam bola es sehingga terbentuklah koma yang tersusun atas gas-gas dan debu-debu. Model ini berhasil menjelaskan keberadaan koma dan ekor komet serta kebergantungan ukurannya pada jarak dari matahari. Model ini juga mampu menjelaskan penyimpangan gerakan komet dari gerak Kepleran (Keplerian motion) karena adanya gaya nongravitasional akibat pembebasan gas-gas dan debu-debu.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
108
Gambar 6 Ekor debu dan ekor ion selalu menjauhi matahari
Beberapa misi ruang angkasa tak berawak yang dikirim untuk mendekati (bahkan menabrak) komet menunjukkan perlunya perbaikan bagi model bola es kotor. Maka beberapa modelpun diusulkan sejak tahun 1985. Model kumpulan puing-puing diusulkan oleh Weismann pada tahun 1986. Menurut Weismann, inti komet tersusun atas bongkahan-bongkahan es yang mengumpul melalui proses tumbukan dengan kecepatan rendah. Proses akresi lemah semacam ini tidak mengakibatkan panas yang tinggi sehingga bongkahan-bongkahan es yang mengumpul itu tetap utuh. Ruang-ruang kosong yang terbentuk di antara bongkahan-bongkahan es itu sebagian terisi oleh debu-debu dan sebagian yang lain tetap kosong. Hal ini mengakibatkan rapat massa inti komet keseluruhan lebih rendah apabila dibandingkan dengan rapat massa agregat-agregat es penyusunnya. Model yang lain diusulkan oleh Gombosi dan Houpis pada tahun 1986. Menurut model ini, komet tersusun atas bongkahan-bongkahan batu keras yang memiliki porositas tinggi yang disatukan oleh matrik es dan debu-debu. Matriks es inilah yang akan mengalami evaporasi sambil melepaskan debu-debu apabila terkena radiasi matahari. Secara keseluruhan, dari model-model yang telah diusulkan, tampak adanya kesepakatan bahwa terbentuknya koma berawal dari proses sublimasi es-es pada komet yang disebabkan oleh radiasi matahari yang jatuh pada komet. Sublimasi es-es ini berakibat pula pembebasan debu-debu meteorit yang
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
109
tertanam dalam es-es itu. Akibatnya, koma (astmosfer) yang terbentuk tersusun atas gas dan debu-debu. Selanjutnya, oleh adanya tekanan radiasi matahari, debu-debu tersebut terdorong menjauhi matahari sehingga terbentuklah ekor debu. Ekor debu sedikit melengkung akibat kelembaman (inersia) partikelpertikel debu itu. Di samping itu, gas-gas dalam koma mengalami fotoionisasi. Oleh adanya angin matahari yang tersusun atas proton-proton dan elektronelektron, ion-ion gas dalam koma tersebut terbawa/terdorong menjauhi matahari sehingga terbentuklah ekor gas yang lurus. Terbentuknya koma dan ekor berakibat berkurangnya massa komet secara terus menerus. Jadi, komet kehilangan massanya selama mengorbit matahari.
Gambar 7 Model Inti Komet : (a) Model Kumpulan Puing-puing Weismann, (b) Model Gombosi dan Houpis.
Sebagaimana telah dijelaskan di depan, sebuah komet mengalami kehilangan massa akibat terbentuknya koma dan ekor. Terbentuknya koma disebabkan oleh radiasi matahari yang mengakibatkan sublimasi bongkahanbongkahan es penyusun inti komet. Sublimasi es menyebabkan pelepasan debudebu yang tertanam dalam es. Sementara, ekor komet terbentuk karena tekanan radiasi dan angin matahari membawa debu-debu dan ion-ion gas-gas meninggalkan koma. Oleh karena itu, wajar apabila laju sublimasi, pelepasan debu-debu, laju ionisasi gas-gas dalam koma, variasi tekanan radiasi, dan kecepatan angin matahari ”dicurigai” sebagai faktor-faktor yang memengaruhi laju kehilangan massa komet.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
110
Laju Sublimasi Sumber energi untuk terjadinya sublimasi adalah radiasi matahari yang jatuh pada permukaan komet yang menghadap ke matahari. Jadi, laju sublimasi bergantung pada intensitas radiasi (fluks energi) matahari pada permukaan komet itu dan albedo Bond (A) komet itu. Albedo Bond adalah nisbah radiasi matahari yang dipantulkan ke segala arah oleh permukaan komet terhadap radiasi total yang jatuh pada permukaan itu. Terdapat kesetimbangan energi antara energi sumber (radiasi yang jatuh pada permukaan inti komet) dan energi lepas yang terdiri dari radiasi termal inframerah, energi sublimasi, dan energi yang disebarkan ke seluruh inti melalui konduksi (Fernandes, 2005). Apabila komet yang ditinjau dianggap berbentuk bulat sempurna dengan jari-jari RN, maka kesetimbangan yang dimaksud di atas dapat ditulis sebagai
QLS F∗e −τ ∂T (1 − A) 2 πRN2 = 2πRN2 (1 − AIR )σT 4 + + 2πRN2 κ (T ) r NA ∂z
,
(1)
z =0
dengan (1 − A) adalah fraksi radiasi yang diserap oleh komet, AIR adalah albedo Bond sinar inframerah, F∗ adalah tetapan matahari yang besarnya 3,16×10−2 kal.cm−2s−1, r adalah jarak komet dari matahari dinyatakan dalam satuan astronomis, σ tetapan Boltzmann, Q adalah laju sublimasi total dinyatakan dengan molekul perdetik, LS adalah bahang laten sublimasi tiap mol, κ(T) adalah konduktifitas termal bahan komet, dan τ adalah kedalaman optis koma. Laju sublimasi Q diperoleh sebagai jawaban bagi persamaan (1). Pelepasan Debu-debu Laju pelepasan massa debu-debu bergantung pada efisiensi hamburan karena tekanan radiasi (Qpr) menurut (Fulle, 2006)
md =
π 6
∞
Φ (t ,1 − µ ) d (1 − µ ) , 1− µ 0
kC pr Q pr ∫
(2)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
111
dengan Cpr adalah tetapan yang nilainya 1,19 × 10–3 kg.m–2, k suatu tetapan tak bersatuan yang berkaitan dengan fluks foton, Φ fungsi distribusi dan 1 – µ adalah parameter yang didefinisikan oleh
1− µ =
C pr Q pr
ρd d
,
dengan ρd rapat massa debu dan d diameter butiran debu. Karena keberadaan tetapan k, maka laju kehilangan massa karena pelepasan debu-debu berbading terbalik dengan kuadrat jarak dari matahari. Laju Ionisasi Gas-gas Dalam Koma Gas-gas yang terbebaskan oleh sublimasi selanjutnya akan terionisasi oleh radiasi matahari. Ion-ion yang terbentuk tersebut terbawa oleh angin matahari (plasma yang disemburkan dari interior matahari) menjauh ke arah radial hingga terlepas dari gravitasi inti komet. Oleh karena itu laju kehilangan massa komet juga bergantung pada laju produksi ion gas-gas dalam koma akibat proses fotoionisasi. Laju rapat fotoionisasi gas-gas dalam koma diberikan oleh (Gombosi dkk., 1997)
nn =
r exp − c 4πλ r λ Q
2 c
dengan Q adalah laju sublimasi, rc jarak dari inti komet, dan λ adalah skala panjang ionisasi. Dari laju rapat ionisasi ini diperoleh laju rapat kehilangan massa komet karena terbentuknya ekor ion sebagai
ρion =
mc Q r exp − c , 2 4πλ rc λ
(3)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid
112
dengan mc adalah massa rerata molekul/ion. Variasi Tekanan Radiasi Tekanan radiasi berbanding lurus dengan fluks radiasi. Sementara fluks radiasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari matahari. Pada jarak r dari matahari fluks radiasi matahari diberikan oleh F(r) = F∗/r2, dengan F∗ adalah tetapan matahari. Tekanan radiasi pada jarak r dari matahari diberikan oleh
pR(r) =
F (r ) F∗ = 2, c cr
dengan c cepat rambat cahaya dalam ruang hampa.
(4)