OLEH : DINA JULIANI STAFF DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI JAKARTA, 2009
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATA LATAR R BE BELA LAK KANG ANG
Dahulu boleh dikatakan orang lebih mengenal peradilan sebagai pranata yang berfungsi untuk untuk menyel menyelesa esaika ikan n sengke sengketa ta yang yang terjad terjadii dianta diantara ra para para pihak pihak yang yang bersel berselisi isih. h. Namun Namun sesungguhnya jika kita buka lagi lembaran sejarah hukum di Indonesia, akan kita temui bahwa ada alte altern rnati atiff penye penyele lesa saia ian n seng sengke keta ta yang yang sesu sesungg ngguhn uhnya ya tela telah h dike dikenal nal seja sejak k jama jaman n pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya dalam Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering atau disingkat Rv. Ketentuan mengenai penyelesaian penyelesaian sengketa alternatif ini ini diatur dalam pasal 615 sampai dengan 651 Rv tersebut. tersebut.1 Sekarang ini kita mengenal adanya penyelesaian sengketa di luar lembaga peradilan formal, yakni Penyelesaian Sengketa Alternatif yang didasarkan pada kesepakatan para pihak yang bersengketa sebagai bentuk perjanjian kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui forum di luar pengadilan harus ditaati oleh para pihak. Arbi Arbitr tras asee adal adalah ah cara cara peny penyel eles esai aian an seng sengket ketaa perd perdat ataa di luar luar pera peradi dila lan n umum umum yang yang mendas mendasark arkan an pada pada perjan perjanjia jian n arbit arbitras rasee yang yang dibuat dibuat secara secara tertul tertulis is oleh oleh para para pihak pihak yang yang bersengketa. Sengketa yang bisa dibawa ke arbitrase adalah sengketa perdata yang bersifat hukum perdata dan hukum dagang. 1
Pasal 615 ayat (1) Rv. menguraikan, “Adalah diperkenankan kepada siapa saja, yang terlibat dalam suatu sengketa yang mengenai hak-hak yang berada dalam kekuasaannya untuk melepaskannya, untuk menyerahkan pemutusan sengketa tersebut kepada seorang atau beberapa wasit.” Pasal 615 ayat (3) Rv. menguraikan, “Bahkan adalah diperkenankan mengikatkan diri satu sama lain, untuk menyerahkan sengketa-sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari, kepada pemutusan seorang atau beberapa wasit.”
2
Kegunaan menerapkan perjanjian arbitrase secara paksa pada umumnya timbul ketika salah satu pihak mencoba untuk menghambat proses arbitrase. Perlawanan yang tersedia bagi pihak lain lain adalah adalah memint memintaa kepada kepada arbite arbiterr untuk untuk member memberikan ikan putusa putusanny nnyaa tentan tentang g keabsa keabsahan han perjanjian arbitrase tersebut. Dalam Dalam banyak banyak hal, hal, beberap beberapaa ketent ketentuan uan posit positif if yang yang mengat mengatur ur pranat pranataa penyele penyelesai saian an sengketa sengketa di luar peradilan peradilan ada yang tidak singkron dan tidak sejalan sejalan dengan Undang-Undang Undang-Undang Nomor Nomor 30 tahun tahun 199 1999 9 tentan tentang g Arbit Arbitras rasee dan Altern Alternati atiff Penyel Penyelesa esaian ian Sengket Sengketaa (untuk (untuk selanjutnya disebut dengan UU Arbitrase). Dengan tidak mengurangi adagium hukum yang mengatakan bahwa senantiasa ada asas lex specia specialis lis derogr derograt at lex general generalis is (sebag (sebagaim aimana ana diatur diatur dalam dalam UU Arbit Arbitras rase) e) namun namun secara secara esensi esensi,, beberap beberapaa ketent ketentuan uan khu khusus sus menyat menyataka akan n bahwa bahwa salah salah satu satu pihak pihak dapat dapat setiap setiap saat saat meny menyat atak akan an diri diri kelua keluarr dari dari foru forum m atau atau pros proses es peny penyel eles esai aian an sengk sengket etaa alte altern rnat atif if jela jelass berten bertentan tangan gan dengan dengan jiwa jiwa pengakua pengakuan n akan keberad keberadaan aan pranat pranataa altern alternati atiff penyele penyelesai saian an sengketa itu sendiri.
B. PERU PERUMU MUSA SAN N MASA MASALA LAH H
Berangkat Berangkat dari fenomena-fenomena fenomena-fenomena pelanggaran pelanggaran pelaksanaan pelaksanaan hukum acara arbitrase arbitrase ini, maka penulis akan mengkaji lebih lanjut tentang: Apakah UU No.30 tahun 1999 sudah memenuhi standard peraturan Arbitrase Internasional?
Hal ini penting dipertanyakan karena ternyata masih ada praktek arbitrase yang masih dipertanyakan keberadaannya dan UU No. 30 tahun 1999 tidak bisa menaungi keputusan arbitrase tersebut. Hal ini disebabkan karena tidak dilaksanakannya putusan arbitrase secara
3
sukarel sukarelaa oleh oleh pihak pihak yang yang dikala dikalahkan hkan.. Pihak Pihak yang yang dikala dikalahka hkan n mengaj mengajukan ukan permoh permohonan onan pembat pembatala alan n putusa putusan n arbitr arbitrase ase kepada kepada Pengadi Pengadilan lan.. Kurangn Kurangnya ya pemaham pemahaman an Hakim Hakim akan akan arbitrase daapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Para hakim seharusnya juga membaca klausul dalam perjanjian, apakah ada klausul arbitrase atau tidak. Jika ada klausul arbitrase, kecuali permohonan pembatalan putusan arbitrase sesuai dengan UU, maka wajib bagi para hakim untuk menolak memeriksa perkara tersebut. Selain itu, menimbulkan menimbulkan suatu keragu-raguan keragu-raguan pada UU Arbitrase Arbitrase karena pada umumnya umumnya para pihak lebih memilih badan arbitrase internasional daripada badan arbitrase yang dimiliki oleh Indonesia. Apakah badan arbitrase arbitrase yang dimiliki dimiliki Indonesia tidak sebaik badan arbitrase arbitrase internasional? Misalnya: 1.
Kasus Kasus AMCO AMCO Asia Asia Corp Corp vs Republi Republik k Indon Indonesi esiaa2 Kasus AMCO Asia yang kemudian berkembang menjadi kasus AMCO Asia Corporation. Pan America Development Limited dan PT AMCO Indonesia (AMCO) vs Republik Indonesia. Sidang AMCO Asia di ICSID ini telah memakan waktu bertahun-tahun dengan biaya yang besar dan berakhir dengan kekalahan Republik Indonesia.Pada tanggal 21 Desember 1992 tiga arbitrator yang terdiri dari Sompong Sucharitul (ketua), Arghyrios A. Fatour Fatouros os dan Dietr Dietrich ich Sehindl Sehindler er telah telah memeri memerinta ntahkan hkan RI membay membayar ar ganti ganti rugi rugi pada penggugat sejumlah kurang lebih dua juta dollar (ICSID case ARBI 81/1).
2.
Kas Kasus Kar Karaha aha Boda Bodass3
2
D. Sidik Suraputra SH, Hukum Internasional dan berbagai permasalahaannya (suatu kumpulan karangan), Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2004, hlm. 313. 3 The Jakarta Post, 30 Oktober 2006 (http://www.kabar-iria ( http://www.kabar-irian.com/pipermail/k n.com/pipermail/kabar-indonesia/2006abar-indonesia/2006October/012331.html), October/012331.html ), 8 Juni 2009
4
Reports about Karaha Bodas have resurfaced as Pertamina has been ordered to pay the company compensation resulting from the cancellation of the construction of the Karaha Bodas Geothermal Power Plant in Garut, West Java in 1997. The amount of the claim to be paid is reportedly over US$300 million, which is not an insignificant amount for Pertamina, a company that is actually not fully financially sound. As time passes, this amount of money will continue to rise as interest and a penalty are imposed on any late payment. Pertamina and the government is that they should immediately pay Karaha Bodas' claim because the ruling of the International Arbitration Institute in Switzerland in favor of Karaha Bodas is final and binding. No matter how many legal efforts have been and will be made, the fact that the International Arbitration Institute found against Pertamina will stand. On the basis of the international legal doctrine, an appeal cannot be made against a ruling at international arbitration, which is actually the choice of the disputing parties, and, in addition to this, there is only a very small opportunity for this ruling to be nullified. International legal theory and practices are too standardized to be contested with a national legal effort that will nullify a ruling of the International Arbitration Institute. Law Law No. 30/19 30/1999 99 on Arbi Arbitr trat atio ion n and Disp Disput utee Settl Settlem emen entt Optio Options ns expl explic icit itly ly recogni recognizes zes ruling rulingss at intern internati ational onal arbit arbitrat ration ion.. Here Here one can demand demand that that a ruling ruling at international arbitration be implemented through the Central Jakarta District Court. If the district court rejects it, an appeal may be made to the Supreme Court. It must be noted that, by law, a request can be made to have a ruling at international arbitration nullified but such a request is rarely met. On the other hand, in many cases an international
5
arbi arbitr trat atio ion n pane panell has has ignor ignored ed the the ruli ruling ng of a dome domest stic ic cour courtt null nullif ifyi ying ng a ruli ruling ng at international arbitration. In this context, it should also be noted that Indonesia, by virtue of Presidential Decree No. 34/1981, is committed to the Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award. As Indonesia has ratified this convention, its obligation to enforce a ruling at international arbitration is inevitable.
Untuk melihat apakah UU Arbitrase sudah sesuai dengan Aturan Arbitrase Internasional, mari mari kita kita banding bandingkan kan antara antara UU No. 30 tahun tahun 199 1999 9 dengan dengan peratu peraturan ran tentan tentang g Arbit Arbitras rasee Internasional. Apakah UU ini telah menyimpang jauh dari peraturan Arbitrase Internasional atau sebenarnya UU ini sudah memuat berbagai klausul yang diatur dalam peraturan Arbitrase Intern Internasi asional onal,, hanya hanya saja saja pelaks pelaksanaa anaanny nnyaa di Indone Indonesia sia tidak tidak konsekue konsekuen n dengan dengan aturan aturan hukumnya.
6
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARBITRASE
A. PENG PENGER ERTI TIAN AN ARBI ARBITR TRAS ASE E
Jika dilihat dari beberapa pendapat ahli hukum, Arbitrase adalah: 1.
Menurut Subekti4 : Arbit Arbitras rasee adalah adalah penyele penyelesai saian an suatu suatu persel perselisi isihan han (perka (perkara) ra) oleh oleh seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat pengadilan.
2.
Menu Menurrut Wi Willian lian H. Gil Gilll,
5
“ An arbitration is the reference of a dispute or difference
between not less than two persons for determination after hearing both sides in judicial manner by another persons, other than court of competent jurisdiction ”.
3.
Blac Black’ k’ss Law Law Dict Dictio iona nary ry,, Arbitration is the reference of dispute to an impartial (third) person chosen by the parties to the dispute who agree in advance to abide by the arbitrator’s award issued after hearing at which both parties have an opportunity to be heard. An arrangement for taking and abiding by the judgment of selected persons in some disputed matter. Instead of carrying it to establish tribunals of justice, and is intende intended d to avoid avoid the formali formaliti ties, es, the delay, delay, the expense expense and vexati vexation on of ordinary ordinary litigation.
4.
Menurut Menurut UU Nomor Nomor 30 tahun tahun 1999, Arbit Arbitras rasee adalah adalah suatu cara cara penyele penyelesai saian an sengketa sengketa perdata di luar lembaga peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibu dibuat at seca secara ra tert tertul ulis is oleh oleh kedu keduaa bela belah h pihak pihak.. Perja Perjanj njia ian n arbi arbitr tras asee adal adalah ah suat suatu u kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tecantum dalam perjanjian tertulis yang dibuat
4
Priyatno Abdur Rasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa , Makalah Seminar Nasional tentang Arbitrase dan E-Commerce, 2000, hlm.8. 5 Ibid, hlm 7
7
para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul sengketa.
Arbitrase biasa dilakukan oleh para pengusaha (nasional maupun internasional) sebagai suatu suatu cara cara perdam perdamaia aian n memecah memecahkan kan ketida ketidakse ksepah pahaman aman pihakpihak-pih pihak ak di bidang bidang komers komersial ial.. Seperti yang dicantumkan dalam “The United Nastions Commision on International Trade Law (UNCITRAL) tanggal 28 April 1976 (UNCITRAL ARBITRATION RULES), bidang komer komersi sial al itu itu meli meliput puti: i: tran transa saks ksii untuk untuk ekspor ekspor impo imporr maka makanan nan,, perja perjanj njia ian n dist distri ribus busi, i, perbankan, asuransi, konsensi, perusahaan joint venture, pengangkutan penumpang pesawat udara, laut, kereta api, maupun jalan raya.6 Dalam perkembangan selanjutnya ternyata tata cara penyelesaian cara damai seperti arbitrase banyak dimanfaatkan dalam bidang-bidang sengketa sengketa tentang tentang franchisi franchising, ng, penerbangan, penerbangan, telekomunik telekomunikasi asi internasion internasional, al, dan penggunaan penggunaan ruang angkasa komersial, bahkan ada yang menghendaki agar juga ditetapkan dalam kartu kredit perbankan, dan pelanggaran terhadap keamanan lingkungan.
B. ARBITR ARBITRAS ASE E INTER INTERNA NASIO SIONA NAL L
Berbag Berbagai ai peratu peraturan ran Intern Internasi asiona onall tentan tentang g Arbit Arbitras rasee ada yang yang sudah sudah dirati diratifik fikasi asi oleh oleh Indonesia. Peraturan-peraturan ini menjadi pegangan dalam pembuatan undang-undang nomor 30 tahun 1999 dan juga pelaksanaan Arbitrase di Indonesia. Peraturan-peraturan internasional dibawah inilah yang dalam Bab berikutnya akan kita bandingkan dengan UU Nomor 30 tahun 1999, 199 9, apaka apakah h UU 30 tahu tahun n 1999 1999 itu itu suda sudah h meme memenu nuhi hi atau atau sear searah ah denga dengan n perat peratur uran an
6
UNCITRALArbitration Rules 1976
8
Internasional tentang Arbitrase. Sebelum kita membahas mengenai UU nomor 30 tahun 1999, ada baiknya kita mengenal tentang peraturan Internasional tentang Arbitrase berikut ini: 7 1. Arbitrase Arbitrase menurut menurut Konvensi Konvensi New New York tahun tahun 1958; Pemerintah telah mengeluarkan Keppres No.34 tahun 1981 tanggal 5 Agustus 1981 yang mera merati tifi fikas kasii Konve Konvens nsii New New York York tahun tahun 1958 1958 (Uni (Unite ted d Nati Nation onss Conv Conven enti tion on on Th Thee Enforc Enforceme ement nt of Foreig Foreign n Arbitr Arbitral al Award Award 195 1958), 8), yang yang inti inti utaman utamanya ya memper mempersoa soalka lkan n eksekusi eksekusi arbitrase arbitrase asing asing (foreign (foreign arbitral arbitral awards), awards), bukan hanya arbitrase arbitrase internasio internasional. nal. Bahwa terhadap putusan arbitrase asing di Indonesia ada pengakuan (recognition) dan pelaksanaan (enforcement). Demikian juga Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 tahun tahun 199 1990, 0, tentan tentang g Tata Tata Cara Cara Pelaks Pelaksana anaan an Putusa Putusan n Arbitr Arbitrase ase Asing. Asing. Sehingga Sehingga sejak sejak tanggal 1 Maret 1990 berdasarkan Perma tersebut putusan-putusan BANI yang menyangkut warga Negara asing atau badan hukum asing, dalam hal pihak warga Negara atau badan hukum itu dikalahkan, dan sebaliknya berdasarkan asas resiprositas/timbale balik maka putusan badan arbitrase diluar negeri/asing dapat dieksekusi di Indonesia apabila pihak warga Negara atau badan hukum Indonesia dikalahkan. 2. Convention Convention on the Settlement Settlement of Investment Investment Dispute Dispute between between States and Nationals Nationals of Other States States (Wash (Washing ington ton Convent Convention ion), ), yang yang ditand ditandata atanga ngani ni di USA, USA, disahk disahkan an di Indones Indonesia ia deng dengan an Unda Undang ng-u -und ndan ang g Nomo Nomorr 5 tahu tahun n 1968 1968.. Putu Putusa san n berd berdas asar arka kan n Wash Washin ingt gton on Convent Convention ion dapat dapat dilaks dilaksana anakan kan dan diekse dieksekus kusii di Indone Indonesia sia dengan dengan nizin nizin tertul tertulis is dari dari Mahkamah Agung. MA hanya boleh menolak keputusan arbitrase Washington Convention jika bertentangan dengan ketertiban umum, akan tetapi MA tidak diperbolehkan untuk menilai atau menguji isi dan materi inti dari putusan arbitrase Washington Convention. 7
Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia, Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm 43.
9
3. Resolu Resoluti tion on 31/98 31/98 Adopte Adopted d by the General General Assemb Assembly ly on 15 Decemb December er 1976, 1976, Arbitr Arbitrati ation on Rules of the United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL). 4. UNCITR UNCITRAL AL Mod Model el Law On Intern Internati ational onal Commer Commercia ciall Arbitr Arbitrati ation on (1985) (1985).. UNCITR UNCITRAL AL 1985 ini bisa dianggap sebagai model arbitrase arbitrase yang lahir karena kebiasaan internasional internasional.. Model ini dapat disimpangi sesuai dengan kewenangan para Negara. Dalam chapter 1 article 1 ayat 3, Arbitrase Internasional dalam arti sempit – seperti yang dimaksud dalam model hukum arbitrase UNCITRAL – baru termasuk arbitrase internasional jika memenuhi syarat-syarat berikut: a. Jika pada pada saat penandat penandatanganan anganan kontrak kontrak yang yang menjadi menjadi sengketa, sengketa, para para pihak mempunya mempunyaii tempat bisnis di Negara yang berbeda; b. Jika tempat tempat arbitrase arbitrase sesuai sesuai dengan dengan kontrak arbitr arbitrase ase berada di luar luar tempat tempat bisnis para para pihak; c. Jika Jika pelaks pelaksanaa anaan n sebagi sebagian an besar kewajib kewajiban an dalam kontrak kontrak berada berada di luar luar bisnis bisnis para pihak, atau pokok sengketa sangat terkait dengan tempat yang berada di luar tempat bisnisnya para pihak, atau; d. Para Para piha pihak k denga dengan n tega tegass tela telah h meny menyet etuj ujui ui bahwa bahwa pokok pokok perso persoal alan an dala dalam m kont kontra rak k arbitrase berhubungan dengan lebih dari satu Negara.
C. KL KLAU AUSU SUL L ARBI ARBITR TRAS ASE E
Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam dalam perjan perjanjia jian n tertul tertulis is yang yang dibuat dibuat para para pihak pihak sebelu sebelum m timbu timbull sengke sengketa ta (dengan (dengan acta acta compromi) atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (actum decompromittendo). Secara komprehensif ditegaskan dalam UU Arbitrase
10
tentang tentang syarat syarat adanya adanya klausul klausul arbitrase arbitrase secara tertulis tertulis yang disepakati disepakati oleh para pihak dalam perjanjian. Beberapa contoh klausul arbitrase: 8 1.
BANI: BANI: “Semua “Semua sengketa sengketa yang yang timbul timbul dari perjanj perjanjian ian ini, ini, akan diselesa diselesaika ikan n dan diputus diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.”
2.
UNCI UNCITR TRAL AL : “Any “Any disp disput ute, e, cont contro rove vers rsy y or clai claim m aris arisin ing g out out of or rela relati ting ng to this this contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules as at present force. The appointing authority shall be the ICC acting in accordance with the rules adopted by the ICC for the purpose.”
3.
ICC : “All “All disputes disputes arisi arising ng in connection connection with with the present present contra contract ct shall shall be finally finally settle settled d under und er the the Rule Ruless of Conci Concili liat atio ion n and and Arbi Arbitr trat atio ion n of the the Inte Intern rnat atio ional nal Cham Chambe berr of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said Rules.”
Undang-undang Arbitrase Nomor 30 tahun 1999 menetapkan dalam pasal 2 dan 3 yang masing-masing berkata, bahwa Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Dengan demikian maka pengadilan wajib
8
Priyatna Abdurrasyid, 2000, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa – Suatu Pengantar, PT. Fikahati Aneska, Jakarta, 2002, hlm 71-72
11
menghormati dan mengakui fungsi dan wewenang arbiter. Perjanjian arbitrase secara tertulis harus ditandatangani oleh pada pihak atau kuasa resmi yang bersangkutan. UNCITRAL Model Law 1985 article 7; New York Convention 1958 article II; juga memuat tentang perjanjian arbitrase ini, bahwa “Arbitration Agreement is an agreement by parties to submit to arbitration all or certain disputes which have arisen or which may arise between them in respect of a defined legal relationship. The arbitration shall be in writing, and signed by the parties. In exchange the statement in arbitration clause is alleged by one party and not denied by another.”
12
BAB III PEMBAHASAN PERMASALAHAN
Ada satu permasalahan tentang arbitrase yang akan dibahas dalam paper ini, yaitu: Apakah UU No.30 tahun 1999 sudah memenuhi standard peraturan Arbitrase Internasional?
Untuk itu kita akan membandingkan unsur-unsur dalam UU No. 30 tahun 1999 dengan peratu peraturan ran intern internasi asional onal yang yang telah telah disebut disebutkan kan dalam dalam BAB II, pembaha pembahasan san per bab yang yang diharapkan dapat memberikan perbandingan atas Undang-undang 30 tahun 1999 terhadap aturan internasional tentang arbitrase.
1. Te Tenta ntang ng Arbi Arbiter ter
a. Menurut Menurut UU Nomor Nomor 30 tahun tahun 1999 pasal pasal 12, pasal 13, 13, pasal 15: Arbiter yang dipilih haruslah arbiter yang kompeten, jujur, dan memiliki integritas buk bukan an saja saja pada pada prib pribad adin inya ya teta tetapi pi juga juga pada pada kema kemamp mpua uan n dan dan keah keahli lian an yang yang dimilikinya. Untuk jumlah arbiter dipilih tergantung dari keinginan para pihak, bisa satu (tunggal), bisa lebih (3 orang) dimana satu dipilih oleh masing-masing pihak, dan yang ketiga dipilih bersama sehingga dicapai jumlah yang ganjil. ganjil. Dan andaikata andaikata para pihak tidak memilih dapat saja diserahkan kepada Lembaga Arbitrase atau dipilih oleh Hakim. b. Inter-Amer Inter-American ican Convention Convention on Internatio International nal Commercial Commercial Arbitration Arbitration 1975, article article 2: “Arb “Arbit iter erss shal shalll be appo appoin inte ted d in the the manne mannerr agre agreed ed upo upon n by the the part partie ies. s. Th Thei eir r
13
appointment may be delegated to a third party, whether a natural or juridicial person. Arbitrators may be nationals or foreigners.” c. Washin Washingto gton n Conventi Convention on 1965: 1965: Article 12 jo article 37: The Panel of Conciliators and the Panel of Arbitrators shall each consist of qualified persons, designated as hereinafter provided, who are willing to serve thereon; the tribunal shall consist or sole arbitrator or any uneven number of arbitrators appointed as the parties shall agree. d. UNCITRAL UNCITRAL Arbitrat Arbitration ion Rules 1976, 1976, article article 5: The parties have agreed to the arbitrators that they have appointed. e. UNCITR UNCITRAL AL Mode Modell Law Law 1985: 1985: Article 10: the Partie are free to determine the number of arbitrators. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketentuan tentang pemilihan arbiter dalam UU No. 30 tahun 1999, telah sesuai dengan peraturan arbitrase internasional.
2. Penarik Penarikan an kembali kembali wewenang wewenang arbiter: arbiter:
a. UU Nomo Nomorr 30 tahun tahun 1999: 1999: Penarikan kembali wewenang arbiter dapat saja dilakukan jika memang wajar dan telah terbukti terjadi situasi tertentu (pasal 22), yaitu: 1) Bilama Bilamana na arbite arbiterr terbukt terbuktii melaku melakukan kan pelangg pelanggara aran n pidana pidana.. Arbite Arbiterr yang yang telah telah dipilih dan mulai melakukan tugasnya tidak dapat dibebaskan dari wewenangnya bila salah satu pihak meninggal dunia. Jadi wewenang arbiter dapat dibatalkan bilamana terbukti atau dibuktikan bahwa ia: 2) Mempunyai Mempunyai kepentingan kepentingan financial financial atau terbukti terbukti tidak tidak independen; independen;
14
3) Peny Penyel elewe eweng ngan an.. b. UNCITRAL UNCITRAL Model Model Law 1985, 1985, article article 14, ayat; (1) If an arbitrator arbitratorss becomes de de jure or de facto facto unable to perform perform his his functions functions or for other other reasons reasons fails to act withou withoutt und undue ue delay, delay, his mandate mandate termin terminate atess if he withdraws from his office or if the parties agree on termination. Dalam hal pembatalan wewenang arbiter, UU 30 tahun 1999 telah memenuhi unsur yang diatur dalam Arbitrase Internasional.
3. Peran Peran Sert Serta a Penga Pengadila dilan n
a. UU Nomo Nomorr 30 tahun tahun 1999; 1999; Dalam pasal 3 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengket sengketaa para para pihak pihak yang yang telah telah terika terikatt dalam dalam perjan perjanji jian an arbit arbitras rase. e. Pasal Pasal 11 (2): (2): Pengadilan tidak akan campur tangan ke dalam suatu penyelesaian sengketa yang sudah sudah diteta ditetapkan pkan kecual kecualii yang yang telah telah diteta ditetapkan pkan oleh oleh UU ini, ini, misaln misalnya ya dalam dalam hal pengangkatan arbiter (pasal 13), memaksa para pihak untuk melaksanakan putusan Arbitrase Arbitrase (pasal 61), membatalkan membatalkan putusan arbitrase arbitrase jika putusan putusan itu bertentangan bertentangan dengan kesusilaan dan kepentingan umum (pasal 62). b. UNCITR UNCITRAL AL Model Model Law 1985; 1985; Article 5: In matters governed by the Law, no court shall intervene except where so provided in this Law; Article 6 menyatakan bahwa pengadilan hanya melakukan fungsinya membantu proses arbitrase dan pengawasan seputar yang diatur dalam Article 11(3), 11(4), 13(3), 14, 16(3), 16(3), dan 34(2), 34(2), yaitu: yaitu: memban membantu tu seputa seputarr penunj penunjukka ukkan n arbitr arbitrase ase jika jika tidak tidak ada
15
kesepakatan para pihak atau diminta oleh para pihak, adanya pengalihan atas putusan arbitrase. Tentang kewenangan Pengadilan dalam hal adanya perjanjian arbitrase, sepakat bahwa Pengadi Pengadilan lan tidak tidak memili memiliki ki wewena wewenang ng kecual kecualii wewenan wewenang g tentan tentang g yang yang diatur diatur oleh oleh Undang-undang.
4. Persiap Persiapan an Untuk Untuk Seorang Seorang Arbite Arbiterr
a. Menuru Menurutt UU No. 30 tahun tahun 1999, pasal 18, seorang seorang calon calon arbite arbiterr yang diminta diminta oleh salah satu pihak untuk duduk dalam majelis arbitrase wajib memberitahukan kepada pih pihak ak tent tentan ang g
hal hal
yang yang mung mungki kin n
akan akan memp mempen enga garu ruhi hi kebe kebeba basa sann nnya ya atau atau
menimbulkan keberpihakan putusan yang akan diberikan. b. UNCITR UNCITRAL AL Model Model Law Law 1985: 1985: Article 12: when a person is approached in connection with his possible appointment as an arbitrator, he shall disclose any circumstances likely to give rise to justifiable doubts as to his impartially or independency.
5. Hak-hak para pihak selama proses arbitral
a. UU No. No.30 30 tah tahun un 1999 1999:: 1) Para pihak dalam dalam suatu perjanjia perjanjian n tertulis tertulis bebas untuk menentukan menentukan acara yang digunakan (pasal 31). 2) Arbiter Arbiter atau majelis arbitras arbitrasee dapat memerintahkan memerintahkan agar setiap dokumen dokumen atau bukti disertai disertai dengan dokumen atau bukti disertai disertai terjemahan terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter / majelis arbitrase (pasal 35).
16
3) Tempat arbitras arbitrasee dapat ditentukan ditentukan oleh arbiter arbiter atau para pihak (pasal (pasal 37). 4) Dalam Dalam jangka jangka waktu yang yang ditent ditentuka ukan, n, pemohon pemohon harus segera menyampa menyampaika ikan n surat tuntutannya kepada arbiter (pasal 38); termohon juga diberikan mengajukan tanggapan (pasal 39). b. UNCITR UNCITRAL AL Model Model Law Law 1985: 1985: 1) Para pihak diberik diberikan an kesempatan kesempatan yang sama sama (article (article 18). 2) Para bebas untuk untuk menentukan menentukan prosedur acara acara arbitrase arbitrase (article (article 19). 3) Para pihak bebas untuk memilih memilih tempat dilaksanak dilaksanakannya annya arbitrase arbitrase (article (article 20), dan majelis arbitrase atas persetujuan para pihak, bebas memilih tempat yang nyam nyaman an dala dalam m
pros proses es mend menden enga gark rkan an kesa kesaks ksia ian n
saks saksi, i, saksi aksi ahli ahli,,
atau atau
pemeriksaann dokumen atau benda-benda property yang berkaitan. 4) Para Para pihak pihak bebas untuk memilih memilih bahasa bahasa yang yang akan akan diguna digunakan kan dalam proses proses arbitr arbitrase ase (artic (article le 22), 22), dan majeli majeliss arbitr arbitrase ase berhak berhak mendapa mendapatka tkan n dok dokume umenndokumen terjemahannya. 5) Dalam Dalam jangka jangka waktu waktu yang yang ditent ditentuka ukan, n, pemoho pemohon n harus harus menyam menyampai paikan kan surat surat tuntutannya kepada arbiter dan termohon dapat mengajukan pembelaan – claim and defence - (article 23). c. UNCITR UNCITRAL AL Arbitra Arbitratio tion n Rules 1976; 1976; 1) Arti Articl clee 15: 15: subj subjec ectt to thes thesee rule rules, s, the the arbi arbitr tral al trib tribun unal al may may condu conduct ct the the arbitration in such manner as it considers appropriate, provided that the parties are treated with equality and that at any stage of the proceddings each party is given a full opportunity of presenting his case.
17
2) Article Article 16: place of arbitrati arbitration on choosen by the parties parties or can determined determined by the arbitral tribunal. 3) Articl Articlee 17: subject subject to an agreem agreement ent by the parties, parties, the arbitr arbitral al tribu tribunal nal shall prom prompt ptly ly afte afterr its its appoi appoint ntem ement ent,, dete determ rmin inee the the lang langua uage ge to be used used in the the proceddings. The arbitral tribual may order that any documents related with the procedures, shall be accompanied by a translation into the language agreed upon by the parties or determined by the arbitral tribunal. Diliha Dilihatt dari dari hak-ha hak-hak k para para pihak pihak selama selama prosed prosedur ur arbitr arbitrase ase,, dapat dapat disimp disimpulk ulkan an bahwa hak-hak yang diatur dalam UU nomor 30 tahun 1999 telah sejalan dengan aturan arbitrase internasional.
6. Putus Putusan an Arbi Arbitra trase se
a. Menuru Menurutt UU No.30 No.30 tahu tahun n 1999: 1999: Pasal 56, keputusan yang diambil oleh arbiter adalah keputusan yang berdasarkan ketent ketentuan uan hukum, hukum, atau atau berdas berdasark arkan an keadil keadilan an dan kepatut kepatutan, an, tidak tidak boleh boleh melebi melebihi hi cakupan cakupan perjan perjanjia jian. n. Putusa Putusan n boleh boleh dikore dikoreksi ksi oleh oleh arbite arbiterr bilama bilamana na ada kesala kesalahan han administrative redaksional berdasarkan kewenangan yang diberikan kepadanya (pasal 58). b. UNCITRAL UNCITRAL Model Law 1985, article article 28 jo article article 34, the arbitral tribunal tribunal shall shall decide the dispute in accordance with such rules as law as are chosen by the parties as applicable to the substance of the dispute, the arbitral tribunal shall decide ex aequo et bono; the subject matter in award are not under the law of arbitration tribunal, and also the awards shall not conflict with the public pub lic policy of the State.
18
c. UNCITR UNCITRAL AL Arbitra Arbitratio tion n Rules 1976: 1976: Article 35, 36, 37: para pihak dapat mengajukan permohonan interpretasi atau koreksi atau penambahan dalam putusan arbitrase, diajukan secara tertulis dan sesuai dengan peraturan ini. Koreksi hanyalah seputar kesalahan dalam pengetikan atau kesalahan administrative sejenisnya.
7. Kekuata Kekuatan n hukum putus putusan an Arbitras Arbitrasee
a. Pasal 60 UU Nomor 30 tahun tahun 1999 : putusan arbitrase arbitrase bersifat bersifat final final dan mempunyai mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat bagi para pihak; b. Articl Articlee 53 Washin Washingto gton n Convent Convention ion 1965, the awards awards shall shall be binding binding on the parties parties and shall not be subject to any appeal or to any remedy except those provided for in this Convention. c. Arti Articl clee 35 UNCI UNCITR TRAL AL Mo Mode dell Law Law 1985: 1985: An arbi arbitr tral al award award,, irre irresp spect ectiv ivee of the the country in which it was made shall be recognized as binding. d. UNCITR UNCITRAL AL Arbitra Arbitratio tion n Rules Rules 1976 article article 32 point point 2, the awards awards shall shall be made in writing and shall be final and binding on the parties, the parties undertake to carry out the award without delay.
8. Tidak dapat diterimanya Putusan Arbitrase a. Menuru Menurutt UU No.30 No.30 tahun 1999, 1999, pengadi pengadilan lan dapat membat membatalk alkan an putusan putusan (annulme (annulment) nt) arbit arbitras rase, e, dalam dalam hal putusa putusan n dengan dengan kewena kewenangan ngan yang yang berleb berlebiha ihan n dan sebagi sebagian an yurisdiksi yang berlebihan. Pasal 70 juga menyatakan bahwa putusan arbitrase ini dapat dibatalkan apabila dapat dibuktikan adanya dokumen-dokumen yang palsu, atau
19
doku dokume men n dise disemb mbun unyi yika kan n oleh oleh piha pihak k lawa lawan n dan dan adan adanya ya tipu tipu musl muslih ihat at dala dalam m pemeriksaan sengketa. b. Dalam Dalam UNCITRAL UNCITRAL Model Model Law 1985, 1985, tidak tidak dikenal dikenal istilah istilah pembata pembatalan lan putusan putusan.. Tapi dikenal istilah setting aside (mengesampingkan). Article 34, putusan arbitrase dapat dikesampingkan oleh pengadilan jika tidak ada perjanjian arbitrase atau perjanjian tersebut tidak tertulis; atau penunjukkan arbiter dan komposisi arbitor tidak sesuai dengan peraturan ini; atau putusan arbitrase diluar yang diperjanjikan atau melanggar kebijakan public suatu Negara. c. Dalam Dalam New York Conven Conventio tion n 1958, terdapa terdapatt beda pendapat pendapat lagi. lagi. Pada articl articlee V butir butir 1e, dinyatakan bahwa “The award has not yet become binding on the parties, or has been set aside or suspended by a competent authority of the country ehich, or under the law which, that award was made.” Berarti yang diakui dalam New York Convention adalah set aside (mengesampingkan) dan suspended (menunda/menangguhkan). d. Wash Washin ingt gton on Conve Convent ntio ion n 1965: 1965: Sect Sectio ion n 5: segal segalaa inte interp rpre reta tasi si,, revi revisi si dan dan pemb pembat atal alan an (int (inter erpr pret etat atio ion, n, revi revisi sion on,, annulment) atas putusan arbitrase dapat diajukan kepada majelis arbitrase, tetapi hanya karena karena alasan alasan:: majeli majeliss arbitr arbitrase ase tidak tidak berwen berwenang ang memutu memutuska skan, n, majeli majeliss arbitr arbitrase ase memutu memutuska skan n diluar diluar dari dari perjan perjanjia jian n arbit arbitras rase, e, adanya adanya korups korupsii diling dilingkup kup majeli majeliss arbitrase, adanya pelanggaran serius selama proses arbitrase, atau keputusan arbitrase tidak sesuai dengan peraturan undang-undang Negara setempat.
Dapat Dapat disimp disimpulk ulkan an ada 3 macam macam penggun penggunaan aan tata tata bahasa bahasa dalam dalam persya persyarat ratan an tidak tidak diterimanya suatu putusan arbitrase, yaitu:
20
-
Set aside (mengenyampingkan);
-
Suspended (menunda); dan
-
Annulment (pembatalan).
Dan ciri-ciri yang diatur dalam berbagai aturan tentang arbitrase adalah berbeda-beda, dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Diharapkan adanya satu paham yang dapat diterima oleh umum, tentang pemisahan pengertian set aside, suspend, dan annulment. Dan akibat hukum terhadap putusan arbitrase yang dikenakan alasan tersebut.
21
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
ADR (Alternat (Alternatif if Dispute Dispute Resolution) Resolution),, atau dalam bahasa Indonesia Indonesia diterjemahk diterjemahkan an sebagai sebagai Altern Alternati atiff Penyele Penyelesai saian an Sengket Sengketa. a. ADR adalah adalah suatu suatu mekani mekanisme sme penyele penyelesai saian an sengketa yang dipahami sebagai alternatif atau opsi lain bagi para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perkaranya selain melalui jalur pengadilan. Secara teori yang termasuk dalam dalam mekani mekanisme sme ADR antara antara lain lain adalah adalah Pendapa Pendapatt Mengik Mengikat, at, Medias Mediasi, i, Penilai Penilaian an Ahli, Ahli, Rekonsiliasi, dan Arbitrase. Dengan adanya ADR para pihak yang bersengketa dapat mengetahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa tidak harus atau tidak selalu ke pengadilan, ada alternatif lain yang juga juga layak layak untuk untuk ditemp ditempuh uh yang yang dalam dalam beberap beberapaa hal mempun mempunyai yai keunggu keunggulan lan daripa daripada da peng pengadi adila lan. n. Bahk Bahkan an dala dalam m pros proses es persi persida danga ngan n perd perdat ataa di Indo Indones nesia ia saat saat ini, ini, daadi daading ng (perdamaian dihadapan hakim) harus ditempuh melalui mekanisme Mediasi (court-annexed mediation). Pada dasarnya ciri-ciri Arbitrase dalam UU No. 30 tahun 1999 dengan peraturan arbitrase internasional secara garis besar memiliki kemiripan. Yang terdapat dalam beberapa pearturan intern internasi asional onal tentan tentang g arbit arbitras rasee sudah sudah terdap terdapat at dalam dalam UU No. 30 tahun tahun 1999, 1999, misaln misalnya ya beberapa ciri sebagai berikut: 1.
para pihak menyerahkan kewenangan kepada pihak ketiga untuk memutuskan;
22
2.
di dalam dalam arbitr arbitrase, ase, para para pihak pihak harus harus meyaki meyakinka nkan n arbit arbiter er sehing sehingga ga mengab mengabulk ulkan an tuntutan;
3.
proses arbitrase sering merujuk kepada peraturan dari lembaga arbitrase yang dipilih dan undang-undang mengenai arbitrase sehingga proses beracaranya lebih formal;
4. 5.
persidangan arbitrase bersifat tertutup; tunt tuntut utan an perk perkar araa ke arbi arbitr tras asee hany hanyaa bisa bisa dila dilang ngsu sungk ngkan an jika jika para para pihak pihak yang yang bersengketa terikat dengan perjanjian arbitrase;
6. 7.
arbiter dipilih berdasarkan keahliannya dan para pihak bebas memilih arbiternya; putusan arbitrase adalah final dan mengikat, tidak dapat diajukan banding atau upaya hukum apapun.
B. REK REKOMENDASI
Rekomendasi yang saya paparkan dalam penulisan ini: Dilihat dari kegunaan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dapat membantu mengurangi jumlah over kapasitas perkara yang masuk ke pengadilan. Sehingga putusan yang dihasi dihasilka lkan n dapat dapat lebih lebih cepat, cepat, tepat tepat sasara sasaran, n, dan yang yang diingi diingini ni oleh oleh kedua kedua belah belah pihak. pihak. Karenanya penting sekali untuk mensosialisasikan model arbitrase ini kepada masyarakat, misalnya pengajaran pemahaman secara dini tentang arbitrase di lingkungan akademik, seperti fakultas hukum. Perlunya pemahaman yang mendalam tentang arbitrase baik yang diatur dalam peraturan arbitrase internasional maupun arbitrase nasional, bagi para penegak hukum, terutama bagi para hakim, sehingga tidak terjadi overlapping keputusan.
23
Para hakim harus menyadari bahwa putusan arbitrase adalah final dan binding. Tidak dimungkinkan dimungkinkan terjadinya terjadinya pembatalan pembatalan putusan putusan arbitrase, arbitrase, kecuali yang diatur oleh Undangundang dan hal ini tidak bertentanga bertentangan n dengan kepentingan kepentingan umum, dan juga kepentingan kepentingan para pihak yang bersengketa. Demikian makalah ini saya buat, kiranya makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi para pembaca.
SELESAI
24