POPULASI DAN TINGKAH LAKU ANOA
oleh Bianca Violanda Junus NIM : 1209005069
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
PENDAHULUAN Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha esa atas kuasanya, sehingga dapat diselesaikannya tulisan laporan ini dengan baik. Tulisan ini dibuat selain untuk memenuhi tugas paper PPVet Fakultas Kedokteran Hewan, Univ. Udayana. Paper atau makalah ini diharapkan agar dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang anoa dan populasinya yang semakin menurun. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kebaikan dari tulisan ini, dan tak lupa penulis ucapkan banyak terikasih. Denpasar, 10 Oktober 2012 Hormat saya Penulis
ii
DAFTAR PUSTAKA HALAMAN JUDUL.................................................... Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN ........................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1.Latar Belakang ................................................................................................... 1 1.2.Permasalahan ...................................................................................................... 2 1.3.Tujuan ................................................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3 2.1. Karakteristik Anoa............................................................................................. 3 2.2. Populasi dan Konservatif ................................................................................... 6 BAB III PENUTUP .......................................................................................................7 3.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 7 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................8
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negeri yang kaya akan keragaman flora dan fauna. Namun akibat kerusakan hutan dan penanggulangannya yang belum efektif sehingga ancaman terhadap flora dan fauna semakin meningkat. Salah satu dari keragaman fauna yang terancam punah adalah anoa (bubalus sp.). Anoa merupakan satwa endemic Pulau Sulawesi yang tercatat dalam Apendiks I CITIES (The Convention on International Trade in Endangred Species of Wild Fauna and Flora). Diperkirakan bahwa anoa sudah menghuni Pulau Sulawesi sejak zaman Tersier (60 juta tahun lalu). Anoa yang telah melalui proses adaptasi yang lama memiliki beberapa keunggulan seperti kemampuan memanfaatkan sumberdaya setempat, adaptasi iklim, dan ketahanan terhadap penyakit, yang tidak dimiliki oleh banyak jenis satwa lain. Dengan kelebihannya ini anoa memiliki potensi sebagai stok plasma nutfah (bank genetik). Masyarakat sekitar hutan di Sulawesi masih terus melakukan perburuan liar terhadap berbagai satwa endemik, termaksud anoa (Imran, 2008). Hal ini sangatlah disayangkan. Terlebih lagi anoa merupakan satwa yang peka terhadap gangguan akibat aktivitas manusia. Hal ini membuat populasi anoa kian tahun kian menurun. Maka dari itu diperlukan usaha untuk melestarikan anoa tersebut. Makalah ini dibuat bertujuan agar dapat lebih memperjelas lagi tentang sejarah, tingkah laku, serta cara-cara pelestarian anoa.
1
1.2.
Permasalahan Dari tahun ke tahun jumlah populasi anoa semakin menurun. Grafik ini membuktikan bahwa ancaman kepunahan anoa memang telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Terlebih ketidakpedulian warga sekitar habitat hewan ini menjadi kendala. Karena kebanyakan faktor-faktor yang menyebabkan anoa hampir punah justru disebabkan oleh ketidakpedulian masyarakat. Maka dari itu perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat.
1.3.
Tujuan Adapun
tujuan
dari
pembuatan
makalah
ini
adalah
untuk
mengidentifikasi dan menganalisis sejarah, tingkah laku, faktor-faktor penyebab penurunan populasi anoa, dan beberapa cara untuk melestarikan anoa. Diharapkan dengan makalah ini dapat membantu masyarakat untuk mengetahui tentang sosok anoa lebih dalam lagi. Agar masyarakat terutama yang berada di sekitar habitat anoa, tahu dan dapat mengetahui tindakan-tindakan apa yang tepat saat bertemu atau menghadapi hewan ini. Selain itu masyarakat juga dapat mengerti potensi-potensi yang dimiliki anoa.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Karakteristik Anoa Anoa adalah satwa andemik Pulau Sulawesi. Menurut sejarah, anoa telah berada di Pulau Sulawesi semenjak zaman Tersier (60 juta tahun lalu). Berikut merupakan klasifikasi anoa secara ilmiah. Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Artiodactyla
Famili
: Bovidae
Upafamili
: Bovinae
Genus
: Bubalus
Spesies
: B. quarlesi B. depressicornis Anoa memiliki ciri-ciri umum seperti warna kulit mirip kerbau,
tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih. Anoa hidup secara nomaden. Apabila bertemu musuh, anoa akan lebih memilih menghindar dengan menceburkan diri ke dalam rawa-rawa atau kubangan air. Bila terdesak, ia akan melawan dengan tanduknya. Anoa aktif mencari makan pada siang hari dan malam hari. Pada siang hari, satwa tersebut aktif pada pukul 09.00-10.00 dan sore hari aktif setelah pukul 16.00. Diantara dua periode tersebut, anoa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk istirahat atau memamah baik di bawah pohon, terutama di hutan peralihan (transitional forest) hutan darat dengan hutan mangrove (Mustari, 1995). Grzimek (1968) menyatakan bahwa makanan anoa terdiri dari daun, semak dan herba, tumbuhan muda, rumput, paku-pakuan, palmae, buah yang jatuh di lantai hutan dan tumbuhan air.
3
Menurut Groves (1969), di Sulawesi terdapat dua jenis anoa, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa gunung (Bubalus quoriesi). A.
Anoa Dataran Rendah (Bubalus quarlesi) Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering disebut kerbau kecil, karena bentuknya yang mirip dengan kerbau tetapi dengan ukuran yang lebik kecil. Kira-kira sebesar kambing. Spesies ini juga memiliki nama lain seperti Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines. Meski sama-sama berstatus langka, Anoa Dataran Rendah ini lebih sulit ditemukan dari pada Anoa Dataran Tinggi. Dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk. Panjang tubuhnya sekitar 150 cm dengan tinggi sekitar 85 cm. Tanduk anoa dataran rendah panjangnya 40 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran rendah mencapai 300 kg. Anoa dataran rendah dapat hidup hingga mencapai usia 30 tahun yang matang secara seksual pada umur 2-3 tahun. Anoa betina melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan. Masa kehamilannya sendiri sekitar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia. Habitat anoa dataran rendah mulai dari hutan pantai sampai dengan hutan dataran tinggi dengan ketinggian 1000 mdpl. Anoa menyukai daerah hutan ditepi sungai atau danau mengingat satwa langka yang dilindungi ini selain membutuhkan air untuk minum juga gemar berendam ketika sinar matahari menyengat.
4
B.
Anoa Pegunungan (Bubalus depressicornis) Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) memiliki nama lain seperti Mountain Anoa, Anoa de montagne, Anoa de Quarle, Berganoa, dan Anoa de montaña. Dalam bahasa latin anoa pegunungan disebut Bubalus quarlesi. Ukuran tubuh anoa pegunungan lebih ramping dibandingkan anoa dataran rendah. Panjang tubuhnya sekitar 122-153 cm dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh dewasa sekitar 150 kg. Anoa pegunungan berusia antara 20-25 tahun yang matang secara seksual saat berusia 2-3 tahun. Masa kehamilan anoa pegunungan sama dengan anoa dataran rendah yaitu 9-10 bulan dengan hanya satu anak ditiap kehamilan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl. Meski begitu, terkadang anoa pegunungan turun ke pantai untuk mencari garam yang dibutuhkan metabolismenya. Anoa pegunungan cenderung lebih aktif pada pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari. Anoa sering berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam. Tanduk anoa digunakan untuk menyibak semak-semak atau menggali tanah Benjolan permukaan depan tanduk digunakan untuk menunjukkan dominasi, sedangkan pada saat perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke atas digunakan dalam upaya untuk melukai lawan. Ketika bersemangat, anoa pegunungan mengeluarkan suara “moo”.
5
2.2.
Populasi dan Konservatif Populasi anoa kian tahun kian menurun. Bahkan belakangan ini anoa dataran rendah sudah tak terlihat lagi. Hewan ini memang telah dikategorikan IUCN Redelist dalam status konservasi “endangered” (Terancam Punah) sejak tahun 1986. Selain itu CITES juga memasukkan kedua satwa langka ini dalam Apendiks I yang berarti tidak boleh diperjualbelikan. Pemerintah Indonesia juga memasukkan anoa sebagai salah satu satwa yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Beberapa daerah yang masih terdapat satwa langka yang dilindungi ini antaranya adalah Cagar Alam Gunung Lambusango, Taman Nasional Lore-Lindu dan TN Rawa Aopa Watumohai (beberapa pihak menduga sudah punah). Sebenarnya, anoa tidak memiliki musuh (predator) alami. Namun penurunan populasi ini lebih disebabkan karena deforestasi hutan (pembukaan lahan pertanian dan perkebunan) dan perburuan liar untuk mengambil daging, tanduk, dan kulit anoa. Terlebih penangkaran anoa termasuk sulit. Karena anoa bersifat tertutup dan mudah merasa terganggu dengan keberadaan manusia. Inilah yang menyebabkan usaha penangkaran anoa yang diprakarsai masyarakat Kabupaten Buton dan Konawe Selatan dibantu pihak BKSDA, mengalami kegagalan. Saat ini upaya untuk dapat menangkarkan anoa masih terus berjalan. Namun untuk dapat membuat anoa tetap lestari perlu tindakan untuk memberantas faktor-faktor pengganggu seperti deforstasi hutan dan perburuan liar. Kebutuhan
untuk
penegakan
hokum
amat
mempengaruhi
kelangsungan hidup anoa. Selain itu perhatian masyarakat sekitar juga dibutuhkan. Karena kurangnya perhatian masyarakat dapat berakibat fatal bagi hidup satwa ini.
6
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Anoa adalah satwa andemik Pulau Sulawesi yang nyaris punah. Dibandingkan dengan faktor alami, penurunan populasi ini lebih diakibatkan karena faktor ulah manusia. Seperti perburuan liar dan deforestari hutan. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan penegakan hukum serta perhatian dari masyarakat sekitar.
7
DAFTAR PUSTAKA Groves C.P. 1969. Systematic of the anoa (Mamalia, Bovidae). Beafortia 17(223): 1-12. Grzimek B. 1968. Grzismek Trieleben. Enzyclopedia der Tierreiches. XIII Saugetiere 4, Kindler Veriag Zurich. Mustari A.H. 1995. Population and behavior of lowland anoa (Bubalus depresicornis) in Tanjung Amdengu Wildlife Reserve, Southeast Sulawesi, Indonesia. MSc. Thesis, George-Ausgust University. Gottingen, Germany.
8