LAPORAN KASUS ANGIOEDEMA Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
Pembimbing : dr. Windayati Hapsono, Sp.KK
Disusun oleh : Supartiningsih
H2A009044
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYA SEMARANG 2013
BAB I STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Rustini
Umur
: 48 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Menikah
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Ngaliyan, Semarang
No. CM
: 264233
Tanggal periksa
: 23 Desember 2013
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 Desember 2013. A. Keluhan utama : wajah bengkak kemerahan B. Riwayat penyakit sekarang Pada hari Jumat tanggal 20 Desember 2013 saat bangun tidur pasien merasa tiba-tiba daerah sekitar mata sebelah kiri bengkak. Pasien mengaku sebelumnya tidak mengkonsumsi obat atau makan makanan yang bisa alergi. Tidak ada keluhan gatal dan nyeri. Pada hari Sabtu tanggal 21 Desember 2013 pasien periksa ke klinik 24 jam dikasih beberapa obat seperti tablet pink/putih, dextaco, loratadin, metil prednisolon, salep hidrokortison, alletrol. Beberapa jam setelah minum obat pasien mengeluh tidak ada perubahan, justru dirasakan semakin gatal dan terasa seperti terbakar. Pada hari Senin 23 Desember 2013 pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan wajah bengkak, kemerahan, terasa gatal, panas seperti
terbakar. Bibir terasa tebal. Pasien tidak mengeluh sesak napas, pusing, nyeri badan, mual dan muntah. C. Riwayat penyakit dahulu 1. Riwayat sakit sama seperti ini
: disangkal
2. Riwayat alergi
: diakui alergi terhadap plester
3. Riwayat alergi obat
: tidak tahu
4. Riwayat alergi makanan
: disangkal
5. Riwayat hipertensi
: disangkal
6. Riwayat diabetes
: disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga 1. Riwayat keluarga sakit serupa
: disangkal
2. Riwayat alergi
: disangkal
3. Riwayat hipertensi
: disangkal
4. Riwayat diabetes
: disangkal
E. Riwayat sosial ekonomi Pasien seorang ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung oleh oleh ASKES. Kesan ekonomi cukup.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak kesakitan 2. Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4M6V5) 3. Vital sign : a. Tekanan darah
: 130/90 mmHg
b. Nadi
: 80 x/menit
c. RR
: 20 x/menit
d. Suhu
: 370C
4. Status gizi : kesan cukup 5. Status generalis a. Kepala : Bentuk mesochepal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-) b. Muka : tampak udem, hiperemis, eritema
c. Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil bulat, central, reguler, 3 mm dan isokor, lesi (-), nistagmus (-) d. Hidung : napas cuping (-), deformitas (-), secret (-), lesi (-), darah (-) e. Telinga : serumen (-/-), lesi (-), darah (-), deformitas (-) f.
Mulut : bibir udem (+), sianosis (-), lesi (-), darah (-), hematom (-)
g. Leher thorak Cor
I
: ictus kordis tidak terlihat
P
: ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus
epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift(-) P
:
Batas atas jantung
: ICS II linea parasternal
sinistra
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
Batas kanan bawah jantung
: ICS V linea sternalis
dextra
Batas kiri bawah jantung : ICS IV 1-2 cm ke arah medial midclavikula sinistra Konfigurasi jantung (dalam batas normal
A
: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
I
: bentuk dada normal, hemithraks dektra dan sinistra
simetris P
: nyeri tekan (-)
P
: sonor pada kedua lapang paru
A
: suara dasar vesikuler
h. Abdomen I
: permukaan abdomen datar, caput medusa (-), venektasi (-)
A
: bising usus normal
P
: timpani seluruh lapang abdomen
P
: nyeri tekan abdomen (-)
i.
Genitelia : tidak dilakukan pemeriksaan
j.
Ekstremitas Superior
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
Nyeri gerak
-/-
-/-
IV. STATUS DERMATOLOGI
A. Lokasi : wajah B. UKK : udem, hiperemis, eritema
V. RESUME
Ny. Surtini 48 tahun sebagai ibu rumah tangga. Dari anamnesis didapatkan: tiba-tiba udem periorbital. Periksa ke klinik 24 jam dikasih beberapa obat seperti tablet pink/putih, dextaco, loratadin, metil prednisolon, salep hidrokortison, alletrol. Keluhan tidak berkurang pasien semakin mengeluh wajah udem, hiperemis, pruritus, panas seperti terbakar. Bibir terasa tebal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : keadaan umum tampak kesakitan, compos mentis, GCS 15 (E4M6V5). Vital sign : TD :130/90 mmHg, Nadi : 80 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 37 0C. Muka : tampak udem, hiperemis, eritema. Bibir udem (+).
Keadaan sakit
VI. DIAGNOSA BANDING
Angioedema Urtikaria Eritema multiforme
VII.DIAGNOSA KERJA
Angioedema
VIII.
USULAN PENUNJANG
1. Dermatografisme (“Skin Writing”) 2. Prick test 3. Pemeriksaan laboratorium
kontrol / sembuh
IX. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa -
Menghindari agen pencetus yang dapat menimbulkan keluhan
2. Medikamentosa -
Antihistamin : loratadin 2 x 10 mg sehari
-
Kortikosteroid : metil prednisolon 3 x 16 mg sehari
X. PROGNOSIS
A. Quo ad vitam
: ad bonam
B. Quo ad sanam
: dubia ad bonam
C. Quo ad fungsionam
: ad bonam
D. Quo ad cosmetikam
:ad bonam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Angioedema yang juga disebut dengan giant urticaria, Quincke edema dan angioneurotic edema telah digunakan sejak dulu untuk menggambarkan kondisi seperti ini. Angioedema seringkali dihubungkan dengan urtikaria. Faktanya sebanyak 50% pasien dengan urtikaria juga mangalami angioedema. Banyak kasus angioedema sangat mirip dengan urtikaria berdasarkan etiologi dan penatalaksanaannya.1,2 Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus. 1,2
B. Etiologi
Peradangan di kulit dapat mengakibatkan gatal-gatal dan angioedema. Gatal-gatal dan angioedema kadang-kadang dapat dipicu ketika sel-sel tertentu yang disebut sel mast melepaskan bahan kimia histamin dan bahan lainnya ke dalam aliran darah dan kulit. Penyebab urtikaria dan angioedema mencakup yang berikut : -
Kausa imunologik yang diperantarai oleh IgE termasuk obat makanan dan parasit
-
Kausa yang diperantarai oleh komplemen termasuk serum sickness dan transfusi darah lengkap
-
Rangsangan fisik yang tidak diperantarai oleh IgE, mencakup dingin, sinar matahari dan tekanan (dermatografisme)
-
Infeksi tersamar yang mencakup sinusitis, abses gigi dan tinea pedis1,2
C. Patogenesis
Urtikaria dan angioedema ialah suatu reaksi pada kulit yang mudah dilihat dan biasanya terlokalisasi, baik pada kulit (urtikaria), maupun di bawah kulit (angioedema) yang disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada urtikaria peningkatan permeabilitas kapiler ini merupakan faktor yang penting. Keadaan ini dimungkinkan karena pelepasan histamin dari sel mast. Terjadi edema subkutan, umumnya pada jaringan yang longgar dan berisi sedikit ujung saraf, sehingga keluhan gatal pada angioedema lebih jarang ditemukan dibanding pada urtikaria. 2,3 Bradikinin memainkan peran penting dalam segala bentuk angioedema herediter. Ini peptida adalah kuat vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, menyebabkan akumulasi cepat cairan dalam interstitium. Hal ini paling jelas di wajah, di mana kulit relatif sedikit telah mendukung jaringan ikat, dan edema mengembangkan mudah. Bradikinin dirilis oleh berbagai jenis sel dalam menanggapi rangsangan yang berbeda-beda, melainkan juga rasa sakit mediator. Peredam atau menghambat bradikinin telah ditunjukkan untuk meredakan gejala Hae. Berbagai mekanisme yang mengganggu dengan produksi bradikinin atau degradasi dapat menyebabkan angioedema. ACE inhibitor blok ACE, enzim bahwa di antara tindakan lainnya, degradasi bradikinin. Dalam angioedema herediter , pembentukan bradikinin disebabkan oleh aktivasi terus menerus dari sistem pelengkap karena kekurangan di salah satu penghambat utamanya, C1-esterase (alias: C1-inhibitor atau C1INH), dan produksi berkelanjutan kallikrein, proses lain dihambat oleh C1INH. 3,4
D. Gejala klinis
Angioedema sering menimbulkan tanda-tanda pembengkakan pada wajah yang sebagian besar terjadi di dekat mata / daerah periorbital, mulut, tenggorokan, leher, tangan dan kaki. Bahkan di dalam saluran pencernaan yang terjadi secara tiba-tiba. Pembengkakan pada saluran pencernaan ini bisa menyebabkan pasian mengalami mual, muntah dan kram pada perut. Selain itu juga muncul semacam bercak berwarna merah yang sering terasa gatal. Pada
kasus yang parah, angioedema bisa memicu pembengkakan di lidah atau tenggorokan. Kondisi ini dapat menimbulkan kesulitan bernafas yang menyebabkan pusing dan pingsan. Angioedema membutuhkan waktu hitungan menit atau bahkan berjam-jam untuk berkembang sempurna. Satu hal menarik tentang angioedema adalah bahwa ia dapat menulari atau mempengaruhi satu sisi atau bagian dari tubuh, sementara sisi lainnya atau bagian lainnya tidak terpengaruh. Setiap bagian tubuh tersebut merasakan sakit dan sensasi terbakar. Sering kali, bagian yang terinfeksi juga bengkak. 2,3
E. Klasifikasi
1. Angioedema turunan atau HAE (hereditary angioedema) Angioedema herediter (Hae) ada dalam tiga bentuk, yang semuanya disebabkan oleh mutasi genetik yang diwariskan dalam dominan autosomal bentuk. Mereka dibedakan oleh kelainan genetik yang mendasari. Tipe I dan II disebabkan oleh mutasi pada gen SERPING1, yang mengakibatkan baik tingkat dimished dari C1-inhibitor protein (tipe I Hae) atau bentuk disfungsional dari protein yang sama (tipe II Hae). Kadar protein C1inhibitor bisa normal atau meningkat. Kurangnya C1-inhibitor merangsang aktivasi jalur pembentukan kinin. Kinin merupakan peptida dengan berat molekul yang rendah, berpartisipasi dalam proses inflamasi dengan mengaktifasi sel endotel. Akhirnya terjadi vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, dan mobilisasi asam arachdonat. Reaksi radang
seperti kemerahan, rasa panas, edema dan nyeri merupakan hasil dari pembentukan kinin.3 2. Angioedema Aquired Angioedema Acquired (AAE) terdiri dari dua jenis. AAE-1 berkaitna dengna limfoma sel B atau penyakit jaringan konektif yang berhubungan dengan penggunaan C1-inhibitor. Sedangkan AAE-2 merupakan kelainan autoimun, yaitu adanya produksi autoantibodi IgG terhadap C1-inhibitor. Biasanya disebabkan oleh alergi dan terjadi bersama-sama dengan gejala alergi lainnya dan urtikaria . Dapat juga terjadi sebagai efek samping pada obat-obat tertentu, terutama ACE inhibitor. 3
F.
Diagnosa banding
a. Urtikaria Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Gejala urtikaria adalah sebagai berikut: Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk, biduran berwarna merah muda sampai merah, lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul seterusnya, serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare, muntah dan nyeri kepala. Tanda urtikatria adalah sebagai berikut: Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat. Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress. Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan perubahan pigmentasi. Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15
menit. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema. 1,3,4,5 b. Eritema multiforme Eritema multiforme merupakan penyakit kulit akut dan dapat sembuh dengan sendirinya yang dicirikan dengan papul merah simetri yang timbul secara tiba-tiba, dan beberapa menjadi lesi target yang tipikal kadangkadang atipikal. Eritema multiforme adalah reaksi imunologik dalam kulit yang dipicu oleh infeksi atau obat. Seperti yang ditunjukkan namanya keadaan ini mencakup sejumlah lesi : papula, bula, plak dan “lesi sasaran”. Lesi mula-mula berupa makula, papul dan urtika yang kemudian timbul lesi vesikobulosa di tengahnya. Bentuk ini dapat juga mengenai selaput lendir.6,7
G. Diagnosa
Dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang teliti, diagnosa urtikaria dan angioedema mudah ditegakkan, namun beberapa pemeriksaan diperlukan untuk membuktikan penyebabnya, misalnya : a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. 2 Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit
penyerta.
Pemeriksaan-pemeriksaan
seperti
komplemen,
autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C 4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.3 b. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
c. Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes kulit invivo ( skin prick test ) dan pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test -RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test -ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies. d. Tes provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila testes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya. e. Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.
H. Penatalaksanaan
1. First – Line therapy
Langkah non medis secara umum
Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan agen fisik.
Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor .
Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.
Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%
Antagonis reseptor histamin Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya menetap. Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu
menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H 1 namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik. Antihistamin golongan AH 1 yang nonklasik contohnya adalah terfenadin, aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 14 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan AH 1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting . Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus sawar darah otak.3,4 2. Second – Line Therapy
Kortikosteroid Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah. Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan menggunakan kortikosteroid. Sebuah kursus singkat dari kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus peptikum, dan hipertensi.2,3
Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone, methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis). Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis. 1,2,3,4 1. Obat tanpa resep a.
Cetirizine
b.
Chlorpheniramine
c.
Diphenhydramine
d.
Loratadine Chlorpheniramine, diphenhydramine atau antihistamin lainnya dapat menyebabkan kantuk. Namun, loratadine tidak.
2. Obat dengan resep dokter a.
Hidroksizin
b.
Desloratiadine
c.
Levocetrirzine Kortikosteroid
oral,
seperti
prednison
dapat
membantu
mengurangi bengkak, kemerahan, dan gatal yang kadang-kadang dapat diresepkan untuk kasus yang parah dari angioedema. Pengobatan untuk angioedema herediter: Obat-obat yang disebutkan di atas tidak efektif dalam mengobati angioedema herediter. Androgen tertentu seperti danazol, yang membantu mengatur kadar protein darah, adalah beberapa obat yang digunakan khusus untuk mengobati angioedema herediter dalam j angka panjang.
Penanganan darurat untuk angioedema Seseorang mungkin membutuhkan suntikan adrenalin (epinefrin) pada kondisi darurat untuk serangan parah dari angioedema. Pasien mungkin akan diresepkan
dan
diinstruksikan
bagaimana
cara
menggunakan
adrenalin, dan membawa adrenalin untuk digunakan dalam situasi darurat dalam kasus mereka telah mengalami serangan darurat angioedema berulang kali. 2
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A. (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. Goodheart H. 2013. Diognosis Fotografik & Penatalaksanaan Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta : EGC 3. Veleyne A, Roujeau J-C. 2008. Urtikaria and Angioedema In :Wolff K, Goldsmith LA, editor Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine 7th ed. 4. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 3 Januari 2014, dari http://emedicine.medscape.com/article/137362-print 5. Rikyanto. (2006). Urtikaria dalam: Handout Bahan Ajar Kuliah. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UMY 6. Veleyne A, Roujeau J-C. 2008. Erithema Multiforme In :Wolff K, Goldsmith LA, editor Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine 7th ed 7. Ogundele,MD. Erythema Multiforme. February 8 th 2010. Avalaible from: http://emedicine.medscape.com/article/762333-follow up 8. Mark, H. Swart. 2005. Buku Ajar Diagnostik Fisik . Jakarta : EGC