BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Aneurisma (aneurysm) merupakan kondisi pelebaran pembuluh darah dan sering terjadi pada arteri. Aneurisma terjadi akibat melemahnya dinding arteri. Dinding arteri yang melemah pada akhirnya akan membentuk semacam kantung. Jika tidak ditangani, ukuran kantung akan semakin membesar yang kemudian pecah dan menimbulkan perdarahan. Aneurisme biasanya terjadi pada arteri di otak, perut, dan dada (jantung). Secara umum, terdapat dua jenis aneurisma aneu risma yaitu aneurisma otak dan aneurisma aneu risma aorta. Aneurisma aorta sering terjadi di perut dan dada s ehingga dikenal pula sebagai aneurisma aneu risma aorta perut dan aneurisma aorta dada.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi definisi dari Aneurisma 2. Mengetahui etiologi dan tanda gejala dari Aneurisma 3. Menjelaskan patofisiologi terjadinya aneurisma 4. Mengetahui penatalaksanaan dan komplikasi dari aneurisma 5. Menjelaskan asuhan keperawatan aneurisma secara teori 6. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien pada kasus Aneurisma
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Aneurisma? 2. Bagaimana etiologi dan tanda gejala gejala dari dari Aneurisma? 3. Bagaimana patofisiologi terjadinya aneurisma? 4. Bagaimana penatalaksanaan dan komplikasi dari aneurisma? 5. Bagaimana asuhan keperawatan aneurisma secara teori? 6. Bagaimana asuhan keperawatan pasien pada kasus Aneurisma?
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/balon. Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Aneurisma merupakan dilatasi local permanen dari suatu arteri sehingga arteri tersebut berukuran 1,5 kali dari diameter normal.
2.2 ETIOLOGI
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor. 1. Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung. 2. Hipertensi (tekanan darah tinggi). Risiko ini menjadi semakin tinggi pada orang dengan tingkat stres tinggi maupun perokok. 3. Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma. 4.
Hiperlipidemia (jumlah lemak dalam darah melebihi batas normal)
5. Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi semakin besar hingga akhirnya pecah. 6. Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai pembuluh darah. 7. Terjadi peradangan pada aorta 8. Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan. Sindroma Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/balon. Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Aneurisma merupakan dilatasi local permanen dari suatu arteri sehingga arteri tersebut berukuran 1,5 kali dari diameter normal.
2.2 ETIOLOGI
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor. 1. Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung. 2. Hipertensi (tekanan darah tinggi). Risiko ini menjadi semakin tinggi pada orang dengan tingkat stres tinggi maupun perokok. 3. Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma. 4.
Hiperlipidemia (jumlah lemak dalam darah melebihi batas normal)
5. Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi semakin besar hingga akhirnya pecah. 6. Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai pembuluh darah. 7. Terjadi peradangan pada aorta 8. Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan. Sindroma Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata. 2
9.
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkena aneurisma yang meliputi tekanan darah tinggi, aterosklerosis, tingkat tinggi serum kolesterol, trauma atau cedera, merokok dan penggunaan tembakau, infeksi darah, usia tua, penyakit ginjal polikistik, alkoholisme, diabetes, dan riwayat keluarga
2.3 PATOFISIOLOGI
Pada aneurisma ditemukan suatu kelainan pada lapisan pembuluh darah yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan tunika intima, media dan adventitia. Pada aneurisma terdapat penipisan tunika media dan tunika intima menjadi lebih elastis hal ini mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah aneurisma sehingga pembuluh darah membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh darah. Semua jenis aneurisma pasti meliputi kerusakan lapisan media pembuluh darah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelemahan kogenital, truma atau proses penyakit. Apabila timbul aneurisma, maka akan selalu cenderung bertambah besar ukurannya. Faktor resiko meliputi prediposisi genetik, merokok, dan hipertensi. Lebih dari separuh penderita mengalami hipertensi. Terkadang pada aorta yang mengalami penyakit aterosklerosis, dapat terjadi robekan pada intima, atau media mengalami degenerasi, de generasi, akibanya akiban ya terjadi diseksi. Aneurisma diseksi sering dihubungkan dengan hiperteni yang tidak terkontrol. Aneurisma diseksi disebabkan oleh ruptur lapisan intima mengakbitkan darah mengalami diseksi di lapisan media. Ruptur dapat terjadi melalui adventisia atau di dalam lumen melalui lapisan intima, sehingga memungkinkan darah masuk kembali ke jalur utamanya, mengakibatkan diseksi kronis atau diseksi tersebut dapat menyebabkan oklusi cabang-cabang aorta. Kematian biasanya disebabkan oleh hematoma yang ruptur ke luar.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis umum pada aneurisma, terlepas dari tipe dan sisi: a. Hipertensi dengan pelebaran tekanan nadi b. Tekanan darah pada paha bawah lebih rendah dari pada tekanan darah pada
lengan. Normalnya, TD pada paha lebih tinggi dari lengan\ c. Nadi perifer lemah atau asimetris
Manifestasi klinis khusus untuk aneurisma aorta abdominalis 3
a. Massa abdominalis pulsasi abnormal (gambaran paling menonjol)
Keluhan-keluhan perasaan ”denyut jantung” pada abdomen bilang terlentang b. Keluhan-keluhan c. Nyeri punggung bawah atau abdomen d. Desiran (bunyi mendesis) pada auskultasi massa dengan diafragma stetoskop
Manifestasi klinis khusus pada aneurisma aorta torakal (menunujkan tekanan massa terhadap struktur intratorakal) : a. Nyeri dada menyebar ke punggung dan memburuk bila pasien ditempatkan
pada posisi terlentang. Pada anuerisma diseksi, d iseksi, nyeri n yeri mengikuti men gikuti arah dimana pemisah berlanjut b. Perbedaan bermakna pada pembacaan TD diantara lengan c. Dispnea dan batuk (menunjukan tekanan terhadap trakea) d. Suara serak (menunjukan tekanan terhadap saraf laring) e. Disfagia (menunjukan tekanan terhadap esofagus) 2.5 KLASIFIKASI
Aneurisma dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya antara lain : a. Aneurisma Sakular atau Fusiform adalah aneurisma mirip kantong meno njol dan berhubungan dengan dinding arteri melalui suatu leher yang sempit. Apabila seluruh segmen arteri mengalami dilatasi, maka terjadilah Aneurisma fusiform. b.
Aneurisma Mikotikadalah aneurisma yang disebabkan oleh infeksi lokal. Aneurisma jenis ini jarang ditemukan.
c. Aneurisma Palsuadalah akumulasi darah ekstravaskuler disertai disrupsi dari ketiga lapisan dinding arteri. Dinding dari aneurisma palsu a dalah trombus dan jaringan yang berdekatan
Selain berdasarkan bentuk Aneurisma juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tempatnya antara lain : a. Aneurisma aorta abdominalis Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyerang mulai dari b awah arteri renalis dan meluas ke bifurkasio aorta, kadan g-kadang melibatkan arteri iliaka. Aneurisma ini jarang meluas keatas ke arteri renalis, melibatkan cabang-cabang visera mayor dari aorta. Aneurisma ini sering terjadi pada 4
penderita tekanan darah tinggi, ukurannya lebih besar dari 7,5 cm dan bisa pecah. (Diameter normal dari aorta adalah 1,8-2,5 cm). b. Aneurisma aorta torakalis Aneurisma aorta torakalis adalah pelebaran atau dilatasi pembuluh darah aorta yang biasanya menyerang aorta torasika desendens dibawah arteri subklavia kiri, aorta asendens diatas katup aorta, dan arkus aorta. Aorta desendens paling sering terserang. Pada salah satu bentuk aneurisma torakalis yang khusus, pelebaran aorta terjadi di tempatn ya keluar dari jantung. Pelebaran ini bisa menyebabkan kelainan fungsi katup antara jantung dan aorta (katup aorta), sehingga pada saat katup menutup, darah kembali merembes ke jantung. Aneurisma aorta torakalis seban yak kurang dari 10% dari seluruh aneurisma aorta. Aneurisma aorta torakalis paling lazim diakibatkan oleh regenerasi dinding media; sifilis merupakan penyebab yang paling jarang. Vaskulitis dan nekrosis dinding medial kistik, seperti terjadi pada sindroma Marfan, juga dapat mengakibatkan aneurisma aorta. Aneurisma traumatik dapat terjadi di ligamentum arteriosus di atas arteri subklavia ketika dinding aorta terputar secara tidak lengkap sebagai akibat kecelakaan deselerasi cepat. c. Aneurisma Intrakania Aneurisma intrakranial (serebral) adalah dilatasi dinding arteri serebral yang berkembang sebagai hasil dari kelemahan dinding arteri.
2.6 PENATALAKSANAAN
Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah agar aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah, tujuan terapi adalah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk mencegah atau membatasi terjadinya ''vasospasme'' (kontraksi pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan diameter pembuluh darah).
Farmako terapi :
5
a. Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau kurang b. Propanolol (inderal) untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan menurunkan kontraktilitas miokard. c. Bata Bloker untuk mengurangi denyut jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi resiko pecahnya aneurisma.
Pembedahan dilakukan bila terapi obat gagal dan lebar aneurisma sudah mencapai 7,5 cm untuk mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejalagejala distress akut. Pembedahan meliputi eksisi dan pengangkatan aneurisma dan pengantian dengan graf sintetik untuk memperbaiki kontinuitas vaskular.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi utama berkenaan dengan aneurisma adalah ruptur, yang menimbulkan hemoragi dan kemungkinan kematian. Hipertensi berat meningkatkan resiko ruptur.
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Aneurisma Aorta Torakalis a. Foto Rontgen : Menunjukkan pelebaran mediastinum/ tertariknya trakea. b. Aortografi : untuk mengevaluasi anatomi aneurisma c. CT Scan dan MRI : untuk mendeteksi ukuran dari aneurisma d. MR Angiografi : Untuk melihat cabang-cabang pembuluh darah aorta
Aneurisma Aorta Abdominalis a. Foto polos abdomen b. USG/Duplex sonografi berwarna c. MRI : Mengetahui letak aneurisma secara jelas.
2.9 WOC /PATHWAY
6
7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 IDENTITAS KLIEN
Nama
: …………………
No. Reg
: ……
Umur
: …..Tahun
Tgl. MRS : ………(Jam…..)
Jenis Kelamin : L/P
Diagnosis medis : …………
Suku/Bangsa
: …………………………….
Tgl Pengkajian:……(Jam…)
Agama
: …………………………….
Pekerjaan
: …………………………….
Pendidikan
: …………………………….
Alamat
: …………………………….
3.2 RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY) 3.2.1
Keluhan utama :
Singkat dan jelas, 2 atau 3 kata yang merupakan keluhan yang membuat pasien meminta bantuan kesehatan. Misalnya: keluhan utama pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan: sesak nafas, batuk 3.2.2
Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai di bawa ke pelayanan kesehatan. Jika pengkajian dilakukan beberapa hari setelah pasien rawat inap, maka riwayat penyakit sekarang ditulis dari permulaan pasien merasakan keluhan sampai kita melakukan pengkajian 3.2.3
Upaya yang telah dilakukan :
Upaya pasien yang dilakukan untuk mengatasi masalah sebelum dilakukan pengkajian.
8
Terapi/operasi yang pernah dilakukan :
Pengobatan/ operasi yang pernah di dapatkan berhubungan dengan kasus sekarang sebelum Rawat inap di pelayanan kesehatan. 3.2.4
Riwayat Kesehatan Terdahulu
Penyakit berat yang pernah diderita
: akut, kronis atau fraktur ( semua
riwayat penyakit yang pernah di derita, operasi ).
Obat-obat yang biasa dikonsumsi
: obat dengan resep atau dengan
bebas atau herbal ( sebutkan jenis dan kegunaannya)
Kebiasaan berobat
: pelayanan kesehatan dan non
tenaga kesehatan.. 3.2.5
Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang dialami satu anggota keluarga, bila merupakan penyakit keturunan, mengkaji 3 generasi ke atas. 3.2.6
Riwayat Kesehatan Lingkungan
Khusus untuk penyakit infeksi/ penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan 3.2.7
PEMERIKSAAN FISIK Tanda-tanda Vital, TB dan BB :
S : ……°C (SUHU. axial, rectal, oral) N : …. x/menit ( NADI. teratur, tidak teratur, kuat, lemah) berbaring, duduk)
TD : …../…..mmHg (lengan kiri, lengan kanan,
RR : ….x/menit (regular/ irregular)
TB : … cm BB : …. Kg ( cara menghitung berat badan ideal : TB -100 ( ± 10% dari hasil ). 3.3
PEMERIKSAAN PER SISTEM 3.3.1
Sistem Pernapasan Anamnesa :
9
Karakteristik batuk (batuk produktif dan non produktif, serangan batuk kuat dan hebat), karakteristik sputum (warna, konsistensi, bau), pengobatan yang sudah dilakukan, sesak nafas, nyeri dada (PQRST), demam, kelemahan, berkeringat pada malam hari. Hidung:
Inspeksi: Nafas cuping hidung, Secret / ingus, epistaksis, polip, warna mukosa, oedem pada mukosa, kebersihan, intak septumnasi, deformitas, naso faringeal tube, pemberian O2: nasal, masker. Palpasi: nyeri tekan, adakah fraktur tulang nasal. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir (sianosis), Alat bantu nafas ETT, oro faringeal tube. Sinus paranasalis Inspeksi : pemeriksaan sinus paranasalis
Palpasi : nyeri tekan Leher
Inspeksi : trakheostomi. Palpasi : Nyeri tekan, adanya massa, pembesaran kelenjar limfe, posisi trachea. Faring :
Inspeksi : kemerahan, oedem / tanda-tanda infeksi, pseudomembran Area dada:
Inspeksi: pola nafas, penggunaan otot Bantu pernafasan, rytme dan kedalaman inspirasi, pergerakan dada simetris/tidak, waktu inspirasi ekspirasi (rasio inspirasi : ekspirasi/ normalnya 1:2), Poe rbedaan kesimetrisan intercosta kiri dan k anan, kesimetrisan supraklavikula, bentuk dada ( barrel chest, p igeon chest, funnelchest, normal, dada cembung atau cekung), trauma dada, pembengkakan, penyebaran warna kulit, cikatrik. Palpasi: nyeri tekan, kelainan pada dinding thorax, bengkak (konsistensi, suhu, denyutan, dapat di gerakkan / tidak), kulit terasa panas, krepitasi, vocal fremitus melemah / mengeras kanan dan kiri sama atau tidak. Perkusi : pada daerah anterior posterior ( resonansi diatas seluruh permukaan paru, pekak di intercoste V kanan, intercoste II-V kiri, tympani di intercoste VI kanan). 10
Auskultasi : suara nafas trakeal, bronkial, bronkovesikuler, vesikuler (sesuai dengan lokasi), ronkhi, wheezing, stridor, pleural friction rub. 3.3.2
Cardiovaskuler Dan Limfe Anamnesa:
nyeri dada (PQRST), sesak saat istirahat/beraktivitas, tidur dengan berapa bantal, mudah lelah, diaphoresis, perubahan berat badan, pusing (sesuai dengan etiologi), tension headache. Wajah
Inspeksi : sembab, pucat, oedem periorbital, sianosis, pembuluh darah mata pecah, konjungtiva pucat/tidak. Leher
Inspeksi:bendungan vena jugularis Palpasi : Arteri carotis communis (frekuensi, kekuatan, irama), nilai JVP untuk melihat fungsi atrium dan ventrikel kanan. Dada Inspeksi
: Pulsasi dada, ictus cordis, bentuk dada sinistra cembung/cekung.
Palpasi
: letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis midklavikula
sinistra) apabila tidak dapat diinspeksi, pergeseran ke arah lateral menunjukkan pembesaran Perkusi
: batas jantung dengan adanya bunyi redup, apakah terjadi
pelebaran atau pengecilan Auskultasi
: bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2) atau ada kelainan bunyi
jantung (gallop, murmur, friction rub, BJ3(fibrasi pengisian ventrikel), BJ4(tahanan pengisian ventrikel setelah kontraksi atrium, terdengar antara BJ 1 dan BJ 2)
11
Ekstrimitas Atas
Inspeksi : sianosis, clubbing finger, perfusi (merah, pucat Palpasi : CRT, suhu akral, perfusi (hangat, dingin, kering, basah)
EkstrimitasBawah
Inspeksi:Varises,sianosis,clubbingfinger,oedem Palpasi : CRT, pulsasi arteri (iliaka, femoralis, dorsalis pedis), suhu akral, pitting oedem 3.3.3
Persyarafan
Anamnesis : nyeri kepala berputar-putar, nyeri kepala sebelah, hilang keseimbangan, mual muntah(tergantung etiologi), perubahan berbicara, tremor, parastesia, anasthesia, parese, paralisis, koordinasi antar anggota badan, reaksi terhadap suara. Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan persyarafan): 1.
Uji nervus I olfaktorius ( pembau) Dengan menggunakan bau-bauan ( minyak kayu putih, kopi, dan tembakau), dengan cara : anjurkan klien menutup mata dan uji satu persatu lubang hidung klien dan anjurkan klien untuk membedakan bau-bauan tersebut. Pada pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan adalah adanya penyakit intranasal seperti influenza karena dapat memberikan hasil negatif atau hasil pemeriksaan menjadi samar/tidak valid. Normal : klien mampu membedakan aroma( normosmi). Abnormal : kehilangan kemampuan membedakan aroma : anosmia ( tidak dapat membau) atau parosmia ( kemampuan membau secara partial yaitu penciuman tidak sesuai dgn yg sebenarnya ) dan hiposmi ( daya cium kurang).
2.
Uji nervus II opticus ( penglihatan) 12
Kelainan-kelainan pada mata perlu dicatat sebelum pemeriksaan misalnya : katarak, infeksi konjungtiva atau infeksi lainnya. Bila pasien menggunakan kaca mata tetap diperkenankan dipakai. a. Ketajaman penglihatan Pasien disuruh membaca buku dengan jarak 35 cm kemudian dinilai apakah pasien dapat melihat tulisan dengan jelas, kalau tidak bisa lanjutkan dengan jarak baca yang dapat digunakan klien, catat jarak baca klien tersebut. Pasien disuruh melihat satu benda, tanyakan apakah benda yang dilihat jelas/kabur, dua bentuk atau tidak terlihat sama sekali /buta. b. Lapangan penglihatan Cara pemeriksaan : alat yang digunakan sebagai objek biasanya jari pemeriksa. Fungsi mata diperiksa bergantian. Pasien dan pemeriksa duduk atau berdiri berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan sejajar dengan mata pemeriksa. Jarak antara pemeriksa dan pasien berkisar 60100 cm. Mata yang lain ditutup. Objek digerakkan oleh pemeriksa pada bidang tengah kedalam sampai pasien melihat objek, catat berapa derajat lapang penglihatan klien. 3.
Uji nervus III oculomotorius Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata ekstena, levator palpebra dan konstriktor pupil. Cara pemeriksaan : Diobservasi apakah terdapat edema kelopak mata, hipermi konjungtiva,hipermi sklera kelopak mata jatuh (ptosis), celah mata sempit (endophthalmus), dan bola mata menonjol (ex ophthalmus).
4.
Nervus IV toklearis Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil. Yang diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran pupil sangat kecil dan 13
midiriasis dengan ukuran >5 mm), bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor / sama, anisokor / tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil. Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan funduskopi). 5.
Nervus V trigeminus ( sensasi kulit wajah) Pemeriksaan reflek masester : klien diminta membuka mulut dan bersuara “aaaa”, pemeriksa menempatkan jari telunjuk tangan kiri di garis tengah dagu
klien
dgn
palu
reflek
mengetukan
pda
jari
telunjuk
pemeriksa.Normalnya klien menutupkan mulut tiba-tiba. Sensibilitas wajah. Rasa raba : pemeriksaan dilakukan dengan kapas yang digulung memanjang, dengan menyentuhkan kapas kewajah pasien dimulai dari area normal ke area dengan kelainan. Bandingkan rasa raba pasien antara wajah kiri dan kanan. Rasa nyeri : dengan menggunakan tusukan jarum tajam dan tumpul. Tanyakan pada klien apakah merasakan rasa tajam dan tumpul. Dimulai dari area normal ke area dengan kelainan. Rasa suhu : dengan cara yang sama tapi dengan menggunakan botol berisi air dingin dan air panas, diuji dengan bergantian (panas-dingin). Pasien disuruh meyebutkan panas atau dingin yang dirasakan. Rasa sikap : dilakukan dengan menutup kedua mata pasien, pasien diminta menyebutkan area wajah yang disentuh (atas atau bawah). Rasa gelar : pasien disuruh membedakan ada atau tidak getaran garpu penala yang dientuhkan k e wajah pasien. 6.
Nervus VI abdusen :
14
Diperiksa
bersama-sama
karena
sama-sama
mengatur
otot-otot
ekstraokuler. Pemeriksaan :tatap mata klien dan anjurkan klien menggerakkan mata dari dalam ke
luar. Observasi kelopak mata, kesimetrisan gerakan bola mata,
bentuk pupil. Nistagmus : gerakan bola mata yang cepat akibat lesi di serebellum. Strabismus (juling) atau diplopia (penglihatan ganda). 7.
Uji nervus VII facialis dengan cara : anjurkan klien untuk merengut, menggembungkan pipi, dan menaikkan dan menurunkan alis mata lihat adanya kesimetrisan.
8.
Nervus VIII auditorius/AKUSTIKUS : Pendengaran : kaji kemampuan klien mendengarkan kata-kata yang diucapkan atau diuji dengan mendekatkan, arloji ketelinga pasien di ruang yang disunyi. Telinga diuji bergantian dengan menutup salah telinga yang lain. Normal klien dapat mendengar detik arloji 1 meter. Bila jaraknya kurang dari satu meter kemungkinan pasien mengalami penurunan pendengaran. Kalau perlu gunakan garpu tala. Keseimbangan
:
dilakukan
dengan
memperhatikan
apakah
klien
kehilangan keseimbangan hingga tubuh bergoyang-goyang (keseimbangan menurun) dan normal bila pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang. 9.
Nervus IX glosoparingeal : Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior faring pasien. Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada reflek muntah.
10.
Nervus X vagus: untuk menguji gerakan lidah, menelan dan rasa, sensasi farings dan laring, dan gerakan pita suara. Anjurkan klien untuk mengatakan “ah” observasi palatum dan gerakan faring.
15
11.
nervus XI aksesorius : gerakan kepala
dan bahu. Anjurkan klien
menggeleng dan menoleh kekiri kanan, dan anjurkan mengangkat bahu dan beri tekanan pada bahu untuk mengetahui kekuatannya. 12.
nervus XII hypoglosal/ hipoglosum : minta klien untuk menjulurkan lidah ke garis tengah dan menggerakkannya ke samping kanan dan ke samping kiri.
Tes Koordinasi
a. Test hidung-jari hidung : dilakukan dengan cara : pasien dengan menggunakan jari telunjuknya menyentuhkan jari telunjuk tersebut kejari pemeriksa kemudian kehidung pasien sendiri. Dilakukan berulang kali. b. Test jari-hidung : dilakukan dengan cara pasien menyentuh hidung dengan kelima jarring secara bergantian. c. Test pronasi-supinasi : dilakukan dengan cara pasien mengubah posisi telapak tangannya dengan cepat dengan posisi dan supinasi. Pemeriksaan reflek superfisial :
1.
Refleks dinding perut : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra
umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial. Respon : kontraksi dinding perut. 2.
Refleks Cremaster : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke
bawah. Respon : elevasi testes ipsilateral. 3.
Refleks Gluteal : goresan atau tusukan pada daerah gluteal. Respon :
gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral.
o
Reflek fisiologis:
bisep : lengan setengah duduk di sendi siku, ketukan pada jari pemeriksa
yang ditempatkan pada tendon otot biceps Respon normal :fleksi lengan di siku o
trisep : lengan bawah difleksikan di sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan, ketukan pada tendon otot triseps 16
Respon:ekstensi lengan bawah sendi siku Brokioradialis : Posisi sama dengan refleks biseps. Kecuali lengan bawah
o
harus berada antara pronasi dan supinasi. Ketok dengan sambil mengamati dan merasakan adanya kontraksi. Patella : pasien duduk dengan kedua kakinya digantung pasien duduk
o
dengan kedua kakiknya ditapakkan diatas lantai, ketukan pada tendon patela Respon: ekstensi pada tungkai bawah Archiles : tungkai ditekuk di sendi lutut dan kaki didorsofleksikan
o
ketukan pada tendon achilles o
Respon : plantarfleksi kaki
Pemeriksaan reflek patologis
o
Babinski : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari tumit ke bawah
jari-jari Respon :ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi) jari-jari kaki. o
Brudzinki I : kepala pasien difleksikan sampai dagu menyentuh dada
Respon :fleksi bilateral di sendi dan lutut panggul o
Brudzinki II : pengangkatan kaki secara lurus
Respon :fleksi pada sendi lutut dan panggul pada kaki kontralateral o
Chadok : penggoresan pada kulit dorsum pedis bagian lateral
Respon :ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi) jari-jari kaki. o
Openheim : pengurutan dari proksimal ke distal secara kleras dengan jari
telunjuk dan ibu jari tangan pada kulit di os tibia Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi) jari-jari kaki. o
Gordon : memencet betis secara keras.
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi) jari-jari kaki.
17
o
Gonda : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari longlegs ke-4. Respon :
seperti babinsky. o
Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari longlegs
pada sendi interfalangeal. o
Trommer : colekan pada ujung jari tengah pasien. Respon : seperti
Hoffman.
Pemeriksaan rangsangan selaput otak :
1.
Kaku kuduk : Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga
dagu tidak dapat menempel pada dada — - kaku kuduk positif (+). 2.
Tanda kernig:Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. 3.
Test Laseque : Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus. Tingkat kesadaran (kualitas):
Coma : keadaan tidak sadar yang terendah. Tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri, refleks tendon, refleks pupil dan refleks batuk menghilang, inkontinensia urin dan tidak ada aktivitas motorik spontan. Soporocoma : keadaan tidak sadar menyerupai koma, tetapi respon terhadap rangsangan nyeri masih ada,refleks tendon dapat ditimbulkan. Biasanya masih ada inkontinensia urin dan belum ada gerakan motorik spontan. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,berteriak-teriak dan tidak sadar terhadap orang lain,tempat dan waktu. Somnolen/letargi : pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan dan akan membuat respon motorik dan verbal yang layak. Pasien akan cepat tertidur lagi bila rangsangan dihentikan. Apatis : pasien tampak segan berhubungan dengan sekitarnya, tampak acuh tak acuh. 18
Compos Mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Tingkat kesadaran (Kuantitas) :
GCS (Glasgow Coma Scale), yang dinilai yaitu : -
Eye/membuka mata (E) :
4 = dapat membuka mata spontan 3 = membuka mata dengan dipanggil/atas perintah 2 = membuka mata bila dirangsang nyeri 1 = selalu tertutup walaupun dirangsang nyeri -
Motorik (M) :
6 = dapat bergerak sesuai perintah 5 = dapat bereaksi menyingkirkan rangsangan nyeri/reaksi setempat 4 = bereaksi fleksi siku pada rangsangan nyeri/menghindar 3 = dengan rangsangan nyeri dapat bereaksi fleksi pada pergelangan tangan atau jari atau fleksi spastic pada tungkai atau abduksi lengan atas/fleksi abnormal 2 = respon ekstensi 1 = tidak bereaksi - Verbal/bicara (V) : 5 = orientasi baik : orang, tempat, waktu 4 = jawaban kacau 3 = kata-kata tak berarti 2= suara tidak komprehensif
19
1 = tidak ada suara Tingkat kesadaran berdasarkan AVPU (Alert Verbal Pain Unrespon) :
Alert : respon spontan Verbal : berespon setelah dipanggil Pain : berespon setelah diberi rangsangan nyeri Unrespon : tidak berespon dengan rangsangan apapun (Penilaian berdasarkan respon yang ditunjukkan oleh pasien saat itu)
Pemeriksaan fungsi luhur :
a. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah. b. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis. c. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata. d. Fingdragnosia : kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih, dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah. e. Disorientasi kiri-kanan : ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik sendiri maupun orang lain. f. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika 3.3.4
Perkemihan-Eliminasi Uri Anamnesa :
Nyeri saat miksi / disuria (PQRST), menggigil /panas tubuh, saat BAK mengejan, inkontinensia urine (ketidakmampuan seseorang untuk menahan urin yang keluar dari buli-buli baik disadari maupun tidak disadari), poliuria (banyak kencing >
20
1500 cc/24 jam), anuria (jumlah urin < 200 ml/24 jam), oliguri (jumlah urin 600 ml/24 jam), skrotum membesar, karakteristik urin (jumlah, warna, bau), gatal, nafas berbau amoniak/ureum, nokturi (sering kencing pada malam hari). Urgensi (rasa sangat ingin kencing sehingga terasa sakit), hesitansi (sulit untuk memulai kencing, sehingga untuk memulai kencing kadang-kadang harus mengejan), terminal dribbling ( masih didapatkannya tetesan-tetesan urin pada akhir miksi), intermitensi ( terputus-putusnya pancaran urin pada saat miksi), residual urine (masih terasa ada sisa urine yang belum tuntas setelah miksi), retensi urine (ketidakmampuan buli-buli untuk mengeluarkan urin yang telah melampaui batas kapasitas maksimalnya), polakisuri (frekuensi kencing yang lebih sering dari biasanya), disuria (perasaan nyeri saat kencing), enuresis/ ngompol ( keluarnya urin secara tidak dasadari pada saat tidur), chiluria ( urin yang berwarna putih seperti cairan limfe)
3.3.5
Genetalia eksterna :
Laki-L aki : Penis
Inspeksi : Mikropenis, makropenis, hipospadia, epispedia, stenosis meatus uretra eksterna, fistel uretrocutan, ulkus, tumor penis, warna kemerahan, kebersihan, adanya luka atau trauma Palpasi : nyeri tekan
Scrotum
Inspeksi : pembesaran, transiluminasi/ penerawangan (untuk membedakan massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi scrotum dengan cara penerawangan dilakukan pada tempat yang gelap dan menyinari scrotum dengan cahaya terang, jika isi scrotum tampak menerawang berarti berisi cairan dan dikatakan 21
transiluminasi positif atau deafanoskopi positif), hipoplasi kulit (sering dijumpai pada kriptorkismus), luka /trauma, tanda infeksi, kebersihan. Palpasi : nyeri tekan, penurunan testis
Perempuan : Genetalia eksterna
Inspeksi : odema, kemerahan, tanda – tanda infeksi, pengeluaran per vagina (cairan), varises, kondiloma, kebersihan, bartolinitis, luka/trauma. Palpasi : benjolan, nyeri tekan. Kandung kemih:
Inspeksi : adanya massa/ benjolan, jaringan parut bekas irisan atau operasa di suprasimfisis, pembesaran kandung kemih dan keteganganya, sistostomi Palpasi : adanya nyeri tekan, tahanan lunak diatas simpisis pubis, teraba massa Ginjal :
Inspeksi :
pembesaran daerah pinggang (karena hidronefrosis atau tumor di
daerah retroperitoneum). Palpasi :
dengan cara ( memakai dua tangan, tangan kiri diletakkan disudut
kostevertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan), adanya nyeri tekan abdomen kuadran I dan II diatas umbilikus, suhu kulit, massa Perkusi : nyeri ketok (dengan cara memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra) 3.3.6
Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi (KDM ganguan eliminasi sec teori...?) Anamnesa
22
Nafsu makan, pola makan klien, porsi makan dan jumlah minum per hari, alergi terhadap makan, keluhan mual muntah, nyeri tenggorokan, telan, melakukan diet, disfagia, riwayat penggunaan pencahar. Jika ada keluhan nyeri perut dijelaskan secara PQRST. Gangguan defekasi (diare, konstipasi/obstipasi), nyeri BAB, pola BAB, karakteristik feses meliputi bentuk/konsistensi, bau, warna, darah, lendir dalam feses, flatus, hemorroid, perubahan BB, Mulut:
Inspeksi : mukosa bibir, labio/palatoschiziz, gigi (jumlah, karies, plak, kebersihan, gingitivis), Gusi (berdarah, lesi/bengkak, edema), mukosa mulut (stomatitis, nodul/benjolan, kebersihan). Produksi saliva, pembesaran kelenjar parotis Palpasi : nyeri tekan pada rongga mulut, massa Lidah
Inspeksi : Posisi, warna dan bentuk, simetris, kebersihan, warna, gerakan,tremor, lesi Palpasi : Nodul, oedema, nyeri tekan Faring - Esofagus :
Inspeksi : hiperemi,
warna dan bentuk palatum. Tonsil (bentuk, warna dan
ukuran) Palpasi : pembesaran kelenjar 3.3.7
Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)
Inspeksi: pembesaran abnormal (asites, distensi abdomen), spider navy, tampak vena porta hepatika, bekas luka, luka (colostomy, CAPD, hernia), umbilikus (kebersihan, menonjol,) Auskultasi
: peristaltik usus
Perkusi
: tymphani, hipertympani, batas – batas hepar, nyeri 23
Palpasi: Kuadran I: Hepar
hepatomegali, nyeri tekan, shifting dullness
Kuadran II: nyeri tekan abdomen, distensi abdomen
Gaster Lien
splenomegali
Kuadran III: Massa (skibala, tumor), nyeri tekan Kuadran IV: Nyeri tekan pada titik Mc Burney 3.3.8
Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnese
:
Adakah nyeri, kelemahan extremitas, Cara berjalan, Bentuk tulang belakang (lordosis:keadaan tulang belakang condong ke arah depan, kiposis: keadaan tulang condong ke arah belakang, skoliosis: keadaan tulang condong ke arah samping) Warna kulit
Hiperpigmentasi,
hipopigmentasi
(dikaji
dengan
pemeriksaan
sensasi
panas/nyeri), icterus, kering, mengelupas, bersisik (di sela-sela jari kaki/tangan) Kekuatan otot : Keterangan: 0: Tidak ada kontraksi 1: Kontaksi (gerakan minimal)
24
2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi 3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi 4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan ringan 5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan penuh Fraktur
Look : Deformitas,Bengkak (Swelling ), pemendekan (Shortening ), luka terbuka Feel :Nyeri, pulsasi (nadi bagian distal), Perfusi (normal : hangat, kering, merah), krepitasi tulang. Move : kekakuan (Stiffness), Kontraktur sendi. Luka :
Inspeksi
:
adanya
tanda
radang,
warna
(merah/vaskularisasi
baik,
kuning/peradangan, hitam/nekrosis), karakteristik (kedalaman, luas, jenis cairan yang kluar) Palpasi : warna cairan yang keluar (luka jahitan), suhu (panas,dingin) Lesi kulit :
Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata
Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh
darah kapiler yang reversibel
Urtika : edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan
Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari ½
cm garis tengah dan memp.dasar.
Pustul : vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap dibagian bawah
vesikel disebut vesikel hipopion
Bula : vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal istilah bula hemoragik,
bula purulen, dan bula hipopion
25
Kista : Ruangan berdinding dan berisi cairan, sel maupun sisa sel. Isi kista
terdiri atas hasil dindingnya yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel lapisan tanduk dan rambut
Abses : merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit
terdapat di bagian kutis atau subkuti. Batas antara ruangan yang berisi nanah dan jaringan sekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari infiltrat radang.
Papul : penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskrip, diameter kurang
dari ½ cm, berisikan zat padat
Nodus :massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan dapat
menonjol jika ukurannya < 1 cm, disebut nodulus 3.3.9
Sistem Endokrin dan Eksokrin Anamnesa :
Menanyakan bagaimana riwayat nutrisi dan eleminasi (3P : Poliuria, polifagia, polidipsia), lemah, kejang/kram, adanya disfungsi gonad (kemampuan ereksi, dispareunia, pruritus), pandangan kabur, perubahan berat badan dan tinggi badan, kesulitan menelan, berkeringat, tremor, hot flushes (panas pada wajah) Riwayat KB : Ditanyakan apakah klien pernah ikut KB, metode apa yang digunakan,
kapan menggunakannya, alasan mengikuti KB, alasan berhenti,
side efek.
Kepala :
Inspeksi
: distribusi rambut, ketebalan, kerontokan ( hirsutisme), alopesia
(botak), moon face
Leher
Inspeksi
: bentuk, pembesaran kelenjar thyroid, perubahan warna
Palpasi
: pembesaran kelenjar (thyroid, parathyroid), nyeri tekan,
suhu
Payudara 26
Inspeksi
: pembesaran mamae (pada laki-laki)
Genetalia :
Inspeksi
: Rambut pubis ( distribusi, ketebalan, kerontokan), kebersihan,
pengeluaran (darah, cairan, lendir). Palpasi
: adakah benjolan, kegagalan penurunan testis (kriptokismus),
Ekstremitas bawah
Palpasi : edema non pitti 3.3.10
Sistem Reproduksi Anamnesa :
1.
Menanyakan bagaimana riwayat haid yang meliputi: menarche, cyclus
haid, lama haid, banyaknya darah & sifatnya (cair, bergumpal), flour albus (warna, bau, jumlah), disminore. Menorhagia, metrorhagia. keluhan waktu coitus (nyeri, pengeluaran darah) 2.
Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, Keluarga berencana
a.
Untuk riwayat kehamilan ditanyakan, sudah pernah hamil, berapa kali
hamil, pernah keguguran atau tidak, adakah penyulit kehamilan.
jarak
kehamilannya anak ke-1 dan ke-2 dst. b. Untuk riwayat persalinan ditanyakan jenis persalinannya bagaimana, spontan atau dengan bantuan alat, SC
Payudara
Inspeksi
: bentuk, kebersihan, warna areola, bentuk papilla mamae,
adanya massa, kulit seperti kulit jeruk, adanya luka , kesimetrisan payudara Palpasi
: ada /tidak benjolan abnormal, pengeluaran ( cairan, darah
), nyeri tekan,
Axilla :
Inspeksi
: tampak /tidak adanya benjolan abnormal,
Palpasi : teraba/ tidak benjolan abnormal 27
Abdomen:
Inspeksi
: pembesaran abdomen , luka post SC, strie ( albican, livide).
Palpasi : pembesaran (kontur, ukuran), adakah massa.
Genetalia :
Inspeksi : Rambut pubis, kebersihan,odema, varices, benjolan, pengeluaran (darah, cairan, lendir), adakah tanda-tanda infeksi. Palpasi
: adakah benjolan/ massa dan nyeri tekan.
Laki-laki : Anamnesa :
keluhan waktu coitus (kemampuan ereksi ,rasa n yeri, ejakulasi dini), Genetalia :
Inspeksi : bentuk, rambut pubis, kebersihan,odema, varices, benjolan, pengeluaran (darah, cairan, lendir), turunnya testis, luka/keadaan luka. priapismus Palpasi: adakah benjolan,
3.3.11 Persepsi sensori : Anamnesa : tanyakan pada klien :
Apakah ada nyeri yang dirasakan pada mata, Keluhan penurunan tajam penglihatan, Keluhan mata berkunang-kunang, kabur, penglihatan ganda ( diplopia )., Keluhan mata berair, gatal, kering, adanya benda asing dalam mata Tinnitus (berdenging), penurunan pendengaran, terasa penuh pada telinga, nyeri. Rasa sengau pada hidung Mata Inspeksi : 28
Kesimetrisan mata, bentuk mata, lesi Papelbra ( ukuran, bentuk, warna, cairan yang keluar ), Bulu mata (pnyebaran, posisi masuk :Enteropion, keluar :ksteropion), produksi air mata. Kornea : Normal berkilau, transparan Iris dan pupil :warna iris dan ukuran, uji reflek cahaya pada pupil Lensa : Normal jernih dan transparan, pada org tua kdg ada cincin putih seputar iris (Arkus senilis) Sclera ; warna ( putih, ikterik)
Palpasi:
Teraba lunak/ keras, nyeri dan pembengkakan kelopak mata, palpasi kantong lakrimal, pemeriksaan TIO
D. Penciuman (Hidung) :
Palpasi; Sinus (maksilaris, frontalis, etmoidalis, sfenoidalis), Palpasi fossa
kanina ( nyeri/ tidak),Pembengkakan, Deformitas
Perkusi : pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan
apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat 3.4
POLA GORDON
1. CitraTubuh : Adalah bagaimana sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk dan fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa lalu. 2. Ideal Diri : Bagaimana klien mempersepsi ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku.Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi. 29
3. HargaDiri : Bagaimana penilaian klien terhadap hasil pencaian yang dicapai dengan menganalisis sejauh mana perilaku yang sesuai dengan ideal diri. Jika individu selau sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan cenderung harga dirinya rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan o rang lain. 4. Peran Diri : Bagaimana pola, perilaku nilai yang diharapkan klien berdasarkan fungsinya di dalam masyarakat. 5. Identitas Diri Bagaimana kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. 6. POLA PERSEPSI TATA LAKSANA HIDUP SEHAT a. Bagaimana kebiasaan klien dalam tata cara hidup sehat (pola makan termasuk Makan buah dan sayur setiap hari, Melakukan aktivitas fisik setiap hari, Tidak merokok/ tidak konsumsi minuman/makanan beralkohol/ napza , menggunakan air bersih, Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Menggunakan jamban sehat). b. Pemanfaatan sarana dan prasarana kesehatan yang terdekat dalam mengatasi permasalahan kesehatan ( PKM, Tenaga kesehatan, dukun, alternatif, ramuan obat – obatan herbal, membeli obat – obat bebas di toko obat/ apotek ). c. Kebiasaan sehari-hari : mandi, keramas, sikat gigi, memotong kuku, ganti pakaian dll yang berhubungan dengan pola hidup sehat. 7. POLA NILAI DAN KEPERCAYAAN/ SPIRITUAL Konsep klien tentang kepercayaan/ keyakinan terhadap Tuhan YME, sumber kekuatan/ harapan saat sakit. Bagaimana cara yang klien lakukan dalam melaksanakan pendekatan terhadap Tuhan YME saat sakit. Bagaimana cara klien melaksanakan kegiatan keagamaannya/ kepercayaannya saat sakit di Rumah Sakit. Bagaimana budaya untuk mencari pengobatan saat sakit yang berhubungan dengan nilai kepercayaan dan keagamaan yang dianut. Bagaimana kepercayaan/ keyakinan klien terhadap
situasi
sakit
dan
penyebab
sakitnya,
serta
cara
penanganannya/
penanggulangannya .
30
8. POLA MEKANISME KOPING Mengkaji bagaimana individu dalam mengahapi persepsi diri yang tidak menyenangkan terhadap diri klien sendiri atau dalam menghadapi masalah / penyakit yang sedang di alaminya. Strategi koping : strategi koping apa yang digunakan klien bila menghadapi masalah. 9. HUBUNGAN PERAN Bagaimana peran klien dalam masyarakat saat sebelum sakit dan bagaimana setelah sakit , apakah perannya terganggu ataukah ada yang menggantikan perannya saat klien sakit. 10. POLA ISTIRAHAT TIDUR Apa kebiasaan yang dilakukan klien sebelum tidur, berapa lama klien tidur pada siang hari dan malam hari, kebiasaan klien tidur siang pukul berapa dan tidur malam berapa lama. Aktivitas klien sehari 11. POLA PSIKOSOSIAL Meliputi reaksi psikologi atau Verbal & Non verbal k lien: Mengamati ekspresi muka, apakah menunjukkan kemarahan, kesedihan, kesakitan, apa gelisah, melamun, takut, bingung, pendiam, agresif, banyak bicara, bicara lambat atau menangis, ada perasaan bersalah dan hanya berespon bila ditanya. Bagaimana respon psikologis yang digunakan : tmenurunkan ketegagangan , Menarik diri, kecemasan, HDR. Bagaimana Interaksi klien dengan orang lain. Siapa hubungan klien yang palin dekat / paling Bagaimana dukungan keluarga, kelompok dan masyarakat pada klien saat sakit. Bagaimana interaksi klien dengan perawat, klien di dekatnya dan dokter.
31
Pemeriksaan penunjang
Penunjang Lab : kadar gula ( reduksi, BSN 2 jPP, acak )
32
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 CONTOH KASUS
Tn.A usia 50 tahun dengan alamat Pulo Jombang MRS di Rumah Sakit Moejidto pada tanggal 20 April 2016 dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada yang menyebar ke punggung sejak 3 hari yang lalu. Setalah dilakukan pengkajian, didapatkan TTV klien : tekanan darah 160/110 mmHg, nadi 110x/menit, RR 25x/menit, suhu 37⁰C, ekspresi wajah tampak kesakitan dan skala nyeri menunjukkan angka 7. Pasien mengatakan keadaannya lemah dan merasa pusing. Pasien mempunyai riwayat hipertensi. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar kolesterol pasien : 280g/dl. Dari pemeriksaan laboratorium menyebutkan bahwa pasien didiagnosa mengalami aneurisma aorta torakalis. 4.2 IDENTITAS KLIEN
Nama
: Tn. A
No. Reg
: 10630470
Umur
: 5O tahun
Tgl. MRS : 20 april 2016(Jam 08.00)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosis medis : Aneurisma
Suku/Bangsa
: Indonesia
Tgl Pengkajian:20 apr 2016 (Jam 08.00)
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Sudah bekerja
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Pulo jombang
4.3 Riwayat Kperawatan
4.3.1 Keluhan Utama : Nyeri Dada 4.3.2 Riwayat penyakit sekarang Keluhan sesak nafas dan nyeri dada yang menyebar ke punggung sejak 3 hari yang lalu.
33
Pasien mengatakan keadaannya lemah dan merasa pusing. Pasien mempunyai riwayat hipertensi. 4.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu : Klien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Klien mengatakan sebelumnya sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol. 4.3.4
Riwayat Penyakit Keluarga : Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi, tetapi keluarga klien tidak ada yang mempunyai penyakit pembuluh darah.
4.3.5 Pemeriksaan Fisik (Head To Toe) a. Keadaan Umum : Pasien tampak lemah b.
Kesadaran
c. TTV
: Compos Mentis (Sadar Penuh) : TD:1 60/11 0mmH g
d. Na di :110x/mnt,RR: 25x/mnt ,Suhu: 370C 4.3.6 GENOGRAM
34
4.4 PEMERIKSAAN PER SISTEM 4.4.1 SISTEM PERNAFASAN
Kepala Simetris, kulit kepala bersih, tak ada lesi, konjungtiva mata merah muda. Hidung simetris dan tak ada lesi ataupun benjolan, oral hygiene baik, telinga simetris, tidak ada benjolan tetapi ada sedikit serumen.
Leher : Tidak ada lesi ataupun nyeri tekan dan tak ada benjolan abnormal. Tidak ada bendungan vena jugularis.
Paru-paru
: Inspeksi dada simetris, ada tarikan inter costae saat bernafas,
perkusi paru terdengar sonor, tidak ada edema saat dipalpasi dan fokal fremitus sama antara paru kanan dan kiri, auskultasi paru tidak ada bunyi nafas tambahan, tetapi pasien mengalami sesak na fas.
Jantung
: Inspeksi dada simetris, adanya pulsatil mass (masa yang
berdenyut) saat di palpasi dan terasa nyeri, bunyi pekak saat diperkusi, adanya bruitz (turbulansi aliran darah) saat di auskultasi area aorta.
Abdomen Tidak ada benjolan abnormal, bising usus normal 15x/menit, Tidak ada nyeri tekan saat dipalpasi.
Genetalia
: Tidak Terkaji
Anus
: Tidak Terkaji
Ekstremitas : Tidak mengalami gangguan hanya sedikit kelemahan.
4.4.2 Sistem Kardiovaskuler Inspeksi :
Nadi : Takikardi, Ujung kuku : pucat 4.4.3
Sistem Persyarafan Inspeksi :
Kesadaran :Composmentis Kepala
: tidak terdapatbenjolan..
Leher
: tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid 35
Palpasi :
Kepala
: tidak terdapatbenjolan..
Leher
: tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
4.4.4 Sistem Perkemihan Inspeksi :
Urin : Normal, tetapi eritrosit/leukosist mungkin ada 4.4.5 Sistem pencernaan Inspeksi :
Bibir
: pucat
Mulut
: mukosa mulut kering
Palpasi :
Abdomen Abdomen
: terdapat nyeri tekan : belum BAB
Perkusi :
Abdomen
: flatulensi
Auskultasi :
Abdomen
: terdapat bising usus
4.4.6 Sistem muskuloskeletel Inspeksi :
Sendi : pergerakan sendi bebas, Kulit : pucat,turgor cukup Extremitas atas maupun bawah : tidak ada kelainan Palpasi :
Kulit : akral hangat, demam Tidak terdapat parase, parelise ataupun hemoparase. 4.4.7
Sistem integument Inspeksi :
Kulit : pucat, turgor cukup Produksi urin 100ml/hari dengan frekuensi 3 kali sehari Palpasi : 36
Kulit : akral hangat 4.5 ANALISIS DATA
NS. DIAGN OSIS :
Nyeri Kronis
(NAND A-I)
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal DEFINI
kerusakan sedemikian rupa; awitan yang tiba-tiba atau lambat intensitas ringan
TION:
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diprediksi dan berlangsung >3 bulan
Anoreksia
Bukti nyeri dengan mengguanakan standart daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapakannya.
DEFINI
Ekspesi wajah nyeri (mata kurang bercahaya, tampak kacau, meringis)
Fokus pada diri sendiri
Hambatan kemampuan meneruskan aktifitas sebelumnya
Keluhan
NG CHARA CTERIS TICS
RELAT
tentang
karakteristik
nyeri
dengan
menggunakan
standar
instrument nyeri
Laportan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktifitas
Perubahan pola tidur
Cedera otot
Dll
Agens cedera (mis, biologis, zat kimia, fisik, psikologi)
ED FACTO 37
RS: Subjective data entry
Objective data entry
Klien mengeluh Nyeri Tanda-tanda vital : berat
pada
Suhu
: 37º C
Berat Badan
: 56 kg
disertai dengan mual,
Tinggi Badan
: 140cm
bisa flatus.
Tekanan Darah
: 160/110 mmHg
N
Nadi
: 110 x/mnt
M
RR
: 25x/mnt
E
skala
:7
bagian
seluruh Abdomen
T E S S S S A
Ns. Diagnosis (Specify): Client
Nyeri kronis
Diagnostic
Related to:
G
N
O
S
Statement:
Nyeri kronis berhubungan dengan cedera fisik
SI AI D
4.6 Intervensi
NIC INTERVENSI Manajemen Nyeri
NOC
AKTIVITAS
OUTCOME Level Nyeri
Lakukan pengkajian
nyeri
secara
Def :
Def :
komprehensif
Kekuatan dari
Mengurangi
termasuk
Nyeri
karakteristik,
atau
menurunkan
durasi,
lokasi, nyeri diamati
INDICATOR
Laporan nyeri : 7
Lamanya nyeri: 7
Kurang Istirahat : 7
Mengekspresikan wajah
yang atau
dari nyeri : 7
RR : 25
frekuensi, dilaporkan.
38
nyeri ke level
kualitas, kekuatan
kenyamanan
nyeri dan faktor
yang diterima
presipitasi.
oleh pasien
Observasi non
reaksi
verbal
dari
ketidaknyamanan, terutama
dalam
ketidakmampuan komunikasi secara efektif.
Gunakan
teknik
komunikasi terapeutik
untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
dan
menyampaikan penerimaan respon
dari pasien
terhadap nyeri.
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
meliputi individu atau
riwayat
keluarga mengenai kronis
nyeri atau 39
menghasilkan ketidaknyamanan ,
seperti
kesesuaian.
Evaluasi bersama pasien
dan
tim
kesehatan
lain
tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri
masa lampau.
Bantu pasien dan keluarga
untuk
mencari
dan
menemukan dukungan.
Kontrol lingkungan
yang
dapat mempengaruhi Nyeri
seperti
suhu
(
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan).
Kurangi presipitasi
faktor atau
peningkatan pengalaman nyeri seperti ( ketakutan, kelelahan,
sifat
membosankan, 40
dan
ketiadaan
pengetahuan ).
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan
interpersonal) untuk memudahkan menghilangkan nyeri
seperti
kesesuaian.
Kaji
tipe
sumber
dan nyeri
untuk menentukan intervensi
Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
41
4.7 Implementasi
No.
diagnose
masalah
Tgl/jam Tindakan
paraf
kolaboratif Nyeri akut
20-04-
Melakukan
2016s/
secara
08.00
lokasi,
pengkajian
komprehensif
termasuk
karakteristik,
frekuensi,
kualitas
nyeri
durasi,
dan
faktor
presipitasi.
Melakukan observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
Menggunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman nyeri pasien 08.00
Mengkaji
kultur
yang
mempengaruhi respon nyeri
Melakukan evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Melakukan
evaluasi
bersama
pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
09.00
nyeri masa lampau
Membantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Melakukan
kontrol
lingkungan
yang dapat mempengaruhi Nyeri seperti
suhu
ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
42
Mengurangi faktor presipitasi
Memilih
dan
melakukan
penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi
dan
interpersonal)
Mengkaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Mengajarkan tentang teknik non farmakologi
Memberikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri
Melakukan evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Meningkatkan istirahat
4.8 Evaluasi
Masalah
Tgl/jam
Catatan perkembangan
Paraf
kep/kolaboratif NYERI
20-O4-
KRONIS
2016/ 08.00
09.00
10.00
S : masih nyeripadaseluruh bagian abdomen O : Tanda- tanda Vital S
: 37°C
BB
: 56 kg
TD
: 160/110 mmHg
N
: 110 x/mnt
RR
: 25 x/mnt
Skala
:7
A : Nyeri kronis belum teratasi 43
11.00
P : Rencana tindakan keperawatan 1,2,3 sampai 15 dilanjutkan
Tanggal
Evaluasi
20-04-
S : Klien mengatakan keadaannya sudah mulai membaik ,
2016
tidak lagi pusing dan masih ada rasa nyeri .
TTD
: TD : 140/90mmHg, Nadi : 100x/menit, : 25x/menit, suhu : 37,2 0C A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
44
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/balon. Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Aneurisma merupakan dilatasi local permanen dari suatu arteri sehingga arteri tersebut berukuran 1,5 kali dari diameter normal.
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor. 10. Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung. 11. Hipertensi (tekanan darah tinggi). Risiko ini menjadi semakin tinggi pada orang dengan tingkat stres tinggi maupun perokok. 12. Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma. 13. Hiperlipidemia (jumlah lemak dalam darah melebihi batas normal) 14. Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi semakin besar hingga akhirnya pecah. 15. Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai pembuluh darah. 16. Terjadi peradangan pada aorta 17. Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan. Sindroma Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata. 18. Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkena aneurisma yang meliputi tekanan darah tinggi, aterosklerosis, tingkat tinggi serum kolesterol, trauma 45
atau cedera, merokok dan penggunaan tembakau, infeksi darah, usia tua, penyakit ginjal polikistik, alkoholisme, diabetes, dan riwayat keluarga Pada aneurisma ditemukan suatu kelainan pada lapisan pembuluh darah yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan tunika intima, media dan adventitia. Pada aneurisma terdapat penipisan tunika media dan tunika intima menjadi lebih elastis hal ini mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah aneurisma sehingga pembuluh darah membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh darah. Semua jenis aneurisma pasti meliputi kerusakan lapisan media pembuluh darah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelemahan kogenital, truma atau proses penyakit. Apabila timbul aneurisma, maka akan selalu cenderung bertambah besar ukurannya. Faktor resiko meliputi prediposisi genetik, merokok, dan hipertensi. Lebih dari separuh penderita mengalami hipertensi. Terkadang pada aorta yang mengalami penyakit aterosklerosis, dapat terjadi robekan pada intima, atau media mengalami degenerasi, akibanya terjadi diseksi. Aneurisma diseksi sering dihubungkan dengan hiperteni yang tidak terkontrol. Aneurisma diseksi disebabkan oleh ruptur lapisan intima mengakbitkan darah mengalami diseksi di lapisan media. Ruptur dapat terjadi melalui adventisia atau di dalam lumen melalui lapisan intima, sehingga memungkinkan darah masuk kembali ke jalur utamanya, mengakibatkan diseksi kronis atau diseksi tersebut dapat menyebabkan oklusi cabang-cabang aorta. Kematian biasanya disebabkan oleh hematoma yang ruptur ke luar.
Manifestasi klinis umum pada aneurisma, terlepas dari tipe dan sisi: d. Hipertensi dengan pelebaran tekanan nadi e. Tekanan darah pada paha bawah lebih rendah dari pada tekanan darah pada
lengan. Normalnya, TD pada paha lebih tinggi dari lengan\ f. Nadi perifer lemah atau asimetris
Manifestasi klinis khusus untuk aneurisma aorta abdominalis e. Massa abdominalis pulsasi abnormal (gambaran paling menonjol) f. Keluhan-keluhan perasaan ”denyut jantung” pada abdomen bilang terlentang g. Nyeri punggung bawah atau abdomen h. Desiran (bunyi mendesis) pada auskultasi massa dengan diafragma stetoskop
46
Manifestasi klinis khusus pada aneurisma aorta torakal (menunujkan tekanan massa terhadap struktur intratorakal) : f. Nyeri dada menyebar ke punggung dan memburuk bila pasien ditempatkan
pada posisi terlentang. Pada anuerisma diseksi, nyeri mengikuti arah dimana pemisah berlanjut g. Perbedaan bermakna pada pembacaan TD diantara lengan h. Dispnea dan batuk (menunjukan tekanan terhadap trakea) i.
Suara serak (menunjukan tekanan terhadap saraf laring)
Disfagia (menunjukan tekanan terhadap esofagus)
Aneurisma Aorta Torakalis e. Foto Rontgen : Menunjukkan pelebaran mediastinum/ tertariknya trakea. f. Aortografi : untuk mengevaluasi anatomi aneurisma g. CT Scan dan MRI : untuk mendeteksi ukuran dari aneurisma h. MR Angiografi : Untuk melihat cabang-cabang pembuluh darah aorta
Aneurisma Aorta Abdominalis d. Foto polos abdomen e. USG/Duplex sonografi berwarna f. MRI : Mengetahui letak aneurisma secara jelas.
5.2 SARAN
Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat bekerjasama dengan setiap kader dan keluarga untuk mengadakan penyuluhan kesehatan sesuai dengan pendidikan masyarakat setempat, untuk melakukan pendeteksian lebih dini dengan cara kontrol kesehatan setiap bulan untuk mencegah terjadinya akibat lebih lanjut.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Hirlan.Gastritis. Dalam: Sudoyo, Aru W. BukuAajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.Edisi 5. Jakarta.InternaPublishing. 2009. Hal: 501-512.
2. Lindseth,Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. Dalam: Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Vol 1.Edisi 6. Jakarta.Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal: 417-420.
3. Despopoulos, Agamemnon. Stomach Structure and Motility. Dalam: Despopoulos, Agamemnon . Color Atlas of Physiology . Edisi 5.New York. Thieme. 2003. Hal: 241.
4. McGuigan, James E.Ulkus Peptikum dan Gastritis. Dalam: Isselbacher. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 4.Edisi 13. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. Hal: 15331540.
5. Kumar. Stomach and Duodenum. Dalam: Kumar.Clark . Clinical Medicine. Edisi 6.New York. Elsevier. 2003. Hal: 282-291.
6. Atkins, Jane T. Helicobacter. Dalam: Behrman, Richard E . Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Vol 2.Edisi 15. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. Hal: 988-990.
7. Aitmatsier,S. Penyakit kardiovaskuler. Dalam: Aitmatsier,S. Penuntun Edisi Baru. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 108-116.
48
49
50
51