MAKALAH INERSIA UTERI
Disusun Oleh : TRI ANITA MALA DEWI NPM. 052402S08047
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MUTIARA HATI JLN. RAYA TAMBAHSARI NO. 15 PRINGSEWU – LAMPUNG
i
KATA PENGANTAR
Segala
puji
syukur
kehadirat
Allah
SWT,
yang
telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua diberikan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan tugas mandiri ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi untuk perbaikan dalam penyelesaian tugas lainnya. Semoga tugas yang saya susun ini bermanfaat untuk kita semua.
November 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................
i
KATA PENGANTAR................................................................
ii
DAFTAR ISI...........................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN......................................................
1
BAB II
TINJAUAN TEORI....................................................
2
A. Pengertian........................................................
2
B. Etiologi..............................................................
3
C. Kompilasi yang mungkin terjadi........................
3
D. Diagnosis..........................................................
3
E. Penanganan......................................................
BAB III
PENUTUP...............................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................
iii
6
BAB I PENDAHULUAN
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Inersia uteri dibagi menjadi 2 : 1. inersia uteri primer : terjadi pada awal fase laten 2. inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif
( Prof. Dr. Rustam mochtar, MPH, sinopsis obstetri, 305)
iv
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak
adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar (www.yahoo.com). Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang.
Sering dijumpai pada penderita dengan
keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran insersia uteri di bagi atas 2 kekuatan.
1.
Insersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten, sejak awal telah terjadi his
yang
tidak
adekuat
sehingga
sering
sulit
untuk
memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
2.
Insersia uteri sekunder
v
Terjadi pada fase aktif kala I dan kala II, permulaan his, baik kemudian
pada
keadaan
selanjutnya
terdapat
gangguan/kelainan.
Etiologi
B.
Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia uteri adalah : 1.
Kelainan his sering dijumpai pada primipara
2.
Faktor herediter, emosi dan ketakutan
3.
Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang
4.
Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, ini dijumpai pada kesalahankesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik
5.
Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis
6.
Kehamilan postmatur (postdatism)
7.
Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
8.
Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia
Komplikasi yang mungkin terjadi
C.
Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama
dengan akibat-akibat
terhadap
kehabisan tenaga, dehidrasi, dll)
vi
ibu
dan
janin
(infeksi,
D.
Diagnosis Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan
pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.
E.
Penanganan Penanganan inersia uteri dengan : 1.
Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan
2.
Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada.
3.
Pada
inersia
primer,
setelah
dipastikan
penderita
masuk dalam persalinan, evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan,
ketuban
kemajuan
persalinan,
dipecahkan dan ketuban
vii
his
tanpa
dipecahkan
dan
ada his
diperbaiki dengan infus pitosin, perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik. 4.
Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan : a.
Penilaian
cermat
apakah
ada
disproporsi
sevalopelvik dengan pelvimentri klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea b.
Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan
diberi pitocin infus c.
Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah
his baik. Bila tidak ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea d.
Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat
ekstraksi
vakum
atau
cunam
dipenuhi,
maka
persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.
Hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya disebabkan oleh faktor lain seperti kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau relaksan terhadap otot uterus dan sebagainya.
viii
BAB III PENUTUP
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his normal. Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu : a.
Inersia uteri primer
Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsung lama dan terjadi pada kala I fase laten. b.
Inersia uteri sekunder
Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah. Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan. Pada bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah. Dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarang ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan.
ix
DAFTAR PUSTAKA
http://zulkiflithamrin.blogspot.com/2007/06/distosia.html http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/03/inersiauteri.html#axzz16MEzi6Sb http://stasiunbidan.blogspot.com/2009/05/askeb-pada-persalinanpatologis-inersia.html
x