ANALISIS DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DENGAN METODE PETROGRAFI STUDI KASUS BATUGAMPING WONOSARI DI DESA MONGGOL, KECAMATAN SAPTOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SEMINAR Diajukan untuk memenuhi persyaratan akademik tingkat sarjana pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Disusun Oleh: LARIKIANSYAH 111.10.1043
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2015
i
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Larikiansyah
NIM
: 111.10.1043
Program Studi
: Teknik Geologi
Jurusan
: Teknik Geologi
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proposal seminar : Judul
: Analisis Diagenesis Batuan Karbonat Dengan Metode Petrografi Studi Kasus Batugamping Wonosari di Desa Monggol,
Kecamatan
Saptosari,
Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta Pembimbing
: Arie Noor Rakhman, S. T., M. T.
Adalah benar-benar hasil karya saya. Seminar ini
tidak
terdapat
keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya akui, seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis aslinya. Apabila kemudian hari saya terbukti melakukan tindakan menyalin atau meniru orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Yogyakarta, 14 November 2014
Larikiansyah NIM 111.10.1043
iii
INTISARI ANALISIS DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DENGAN METODE PETROGRAFI STUDI KASUS BATUGAMPING WONOSARI DESA MONGGOL, KECAMATAN SAPTOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Larikiansyah 111.10.1043 Pembimbing : Arie Noor Rakhman, S.T., M.T. NIK.08.0576.648E Daerah penelitian terletak di daerah Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewah Yogyakarta. Secara geografis Posisi dareah penelitian terletak pada 110o32’15” – 110o32’21” BT dan 08o03’28” – 08o03’50” LS dengan luas daerah penelitian adalah sebesar 1km2 (1km x 1km). Geomorfologi lokasi penelitian merupakan kawasan perbukitan karst. Perbukitan karst ini tersebar luas, dicirikan oleh bukit – bukit kecil batugamping. Bukit – bukit batugamping tersebut umumnya berbentuk kerucut. Stratigrafi Formasi Wonosari yang ada pada daerah penelitian satuan batugamping klastik. Batugamping daerah penelitian tersusun oleh 5 asosiasi fasies, yaitu fasies alga – foraminefera mudstone, fasies alga – foraminefera wackestone, fasies alga – foraminifera packstone, fasies alga floatstone dan fasies batugamping kristalin. Proses – proses diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian Formasi Wonosari yaitu micritisasi microbial, kompaksi, sementasi dan neomorfisme yang menandakan bahwa Formasi Wonosari pernah pada lingkungan diagenesis marine phreatic, burial, meteoric phreatic dan meteoric vadose.
Kata kunci : Formasi Wonosari, Fasies Batugamping, Diagenesis Batugamping
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, Rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal
seminar
KARBONAT
DENGAN
BATUGAMPING SAPTOSARI,
dengan
judul:
“ANALISIS
METODE
WONOSARI
KABUPATEN
DIAGENESIS
PETROGRAFI
DESA
STUDI
MONGGOL,
GUNUNGKIDUL,
BATUAN KASUS
KECAMATAN
DAERAH
ISTIMEWA
YOGYAKARTA”. Dengan tulus hati penulis menghaturkan terima kasih atas motivasi, bimbingan, dan saran yang diberikan selama penyusunan seminar ini kepada : 1. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing seminar yang memberi saran, masukan, dan semangat. 2. Ir. Miftahussalam,M.T. selaku dosen wali yang sealu memberi arahan dalam akademik. 3. Kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dorongan dan bantuan baik moril maupun materil. 4. Kepada temen-temen keluarga besar GAIA yang selalu memberikan masukan dalam penyusunan seminar. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca, semoga apa yang ada dalam seminar ini dapat membantu memenuhi kebutuhan kita akan informasi tentang lingkungan diagenesis batuan karbonat.
Yogyakarta, 14 November 2014
Penyusun
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ILMIAH .................................iii INTISARI .................................................................................................... iv PRAKATA .................................................................................................... v DAFTAR ISI................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR.................................................................................viii BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1 I.1. Latar Belakang Masalah................................................................. 1 I.2. Maksud dan Tujuan ........................................................................ 2 I.3. Batasan Masalah............................................................................. 2 I.4. Lokasi Penelitian ............................................................................ 2 I.5. Manfaat Seminar ............................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 5 II.1. Litostratigrafi Regional .................................................................5 II.2. Pergertian Batuan Karbonat ..........................................................9 II.3. Klasifikasi Batuan Karbonat .........................................................10 II.3.1. Menurut Dunham ( 1962 ) ..................................................10 II.3.2. Menurut Embry dan Klovan ( 1971 )..................................11 II.4. Diagenesis Batuan Karbonat .........................................................12 II.4.1. Proses dan produk diagenesis .............................................13 II.4.2. Lingkungan diagenesis........................................................18
vi
BAB III PEMBAHASAN ...........................................................................21 III.1. Litostratigrafi Lokasi Penelitian ..................................................21 III.2. Batuan Daerah Penelitian ............................................................22 III.3. Produk Diagenesis Batuan Karbonat Daerah Panelitian .............29 III.4. Lingkungan Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari.....32 III.5. Sejarah Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari............33 BAB IV KESIMPULAN ..............................................................................35 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis, 2014).........................................3 Gambar 2. Geologi Regional Daerah Penelitian (Surono dkk, 1992)............9 Gambar 3. Klasifikasi batuan karbonat Dunham (1962) ...............................11 Gambar 4. Klasifikasi batuan karbonat Embry dan Klovan (1971 )..............12 Gambar 5. Produk Diagenesis Mikritisasi microbial (Amrullah, 2011)........14 Gambar 6. Produk diagenesis pelarutan (Amrullah, 2011)............................15 Gambar 7. Produk diagenesis sementasi (Amrullah, 2011)...........................15 Gambar 8. Produk diagenesis neomorfisme (Amrullah, 2011) ......................16 Gambar 9. Produk diagensis dolomitisasi (Amrullah, 2011).........................17 Gambar 10. Produk diagensis kompaksi (Amrullah, 2011)...........................17 Gambar 11. Lingkungan diagenesis Tucker Dan Wrigth (1990) ...................18 Gambar 12. Bukit kecil batugamping lokasi penelitian (Penulis, 2015)........21 Gambar 13. Lokasi Pengamatan I (Penulis, 2015).........................................22 Gambar 14. Singkapan batuan karbonat fasias Packstone (Penulis, 2015) ...23 Gambar 15. Singkapan batuan karbonat fasies floatstone (Penulis, 2015) ....24 Gambar 16. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone (Penulis, 2015) .24 Gambar 17. Lokasi Pengamatan II (Penulis, 2015) .......................................25 Gambar 18. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone (Penulis, 2015) .26 Gambar 19. Singkapan batuan karbonat fasies packstone (Penulis, 2015)....27 Gambar 20. Lokasi Pengamatan III (Penulis, 2015) ......................................27 Gambar 21. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone.(Penulis, 2015) .28 Gambar 22. Singkapan batuan fasies batugamping kristalin (Penulis, 2015) 29
viii
Gambar 23. LP II Sampel 1 micritisasi microbial pada fosil foraminefera (Penulis, 2015) ............................................................................30 Gambar 24. LP I Sampel 1terlihatnya Stylolites padasayatan petrogrfi (Penulis, 2015) ............................................................................30 Gambar 25. LP I Sampel 2 terlihatnya semen blocky pada sayatan petrografi (Penulis, 2015)............................................................31 Gambar 26. LP III Sampel 2 dimana terjadinya perubahan ukuran matrik menjda microspar yang berukuran lebih besar neomorfisme (Penulis, 2015).......................................................32 Gambar 27. Skema perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian (Tucker dan Wright, 1990) .............................34
ix
1
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Daerah penelitian, batuan karbonat merupakan Formasi Wonosari yang tersingkap dengan cukup baik dan menarik untuk diteliti. Para peneliti sebelumnya menggambarkan Formasi Wonosari sebagai suatu formasi berumur Miosen Tengah hingga Pliosen yang disusun oleh litologi batuan karbonat. Batuan karbonat terdiri dari batugamping klastik dan batugamping terumbu dengan sisipan yaitu napal dan tuf (Surono dkk., 1992). Keberadaan litologi batuan karbonat berupa batugamping klastik merupakan suatu fenomena geologi yang khas dan menarik dan sehingga dijadikan sebagai objek penelitian dalam tugas seminar. Perkembangan batugamping klastik yang sangat sensitif terhadap perubahan keadaan geologi akan memberikan informasi yang sangat baik mengenai sejarah geologi. Proses diagenesis dapat disebabkan oleh proses fisika, kimia, dan biologi. Perubahan sedimen akibat aktifitas organik merupakan proses awal diagenesis. Kompaksi merupakan proses fisika yang terjadi setelah material sedimen mengalami penimbunan dan berlanjut terus sampai ke tempat yang lebih dalam. Proses sementasi merupakan proses kimia yang dapat terjadi pada awal proses diagenesis dan terus berlanjut pada waktu material sedimen mengalami penimbunan dan pengangkatan (Tuker, 1990).
1
2
Penulis berharap dengan dilakukan penelitian di daerah tersebut, penulis memberikan informasi geologi daerah Gunungkidul dan sekitarnya mengenai diagenesis yang terjadi pada batugamping Formasi Wonosari. I.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari penyusunan seminar ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral di Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Tujuan dari seminar dengan menggunakan data lapangan dan petrografi untuk analisis diagenesis batuan karbonat, pengklasifikasian (penamaan), penafsiran lingkungan diagenesis, mengetahui proses – proses diagenesis yang terjadi pada batuan karbonat, dan aspek – aspek lainnya yang berhubungan dengan batuan karbonat. I.3. Batasan Masalah Pembatasan masalah penulis membatasi masalah sebagai berukut : 1. Analisis diagenesis dengan pendekatan model Tucker dan Wright (1990). 2. Objek yang diteliti batuan karbonat dengan metode petrografi. 3. Lokasi analisis diagenesis batuan karbonat Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3
I.4. Lokasi Penelitian Daerah peneliatian berada ke arah selatan kota Yogyakarta , terletak pada daerah Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimawa Yogyakarta. Posisi geografis dareah penelitian terletak pada 110o32’15” – 110o32’21” BT dan 08o03’28” – 08o03’50” LS. Luas daerah penelitian adalah sebesar 1km2 (1km x 1km) dapat dicapai dalam waktu +/- 1 jam dengan menggunakan kendaran bermotor roda dua maupun roda empat, namun ada beberapa daerah yang hanya dapat dijangkau dengan cara berjalan kaki.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis, 2014)
4
I.5. Manfaat Seminar Penulis mengambil judul seminar Analisis Diagenesis Batuan Karbonat Dengan Metode Petrografi Studi Kasus Batugamping Wonosari Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan harapan dapat memberikan manfaat : 1. Informasi dan tulisan mengenai diagenesis batuan karbonat dengan pendekatan model Tucker dan wright (1990). 2. Mengetahui proses – proses diagenesis dan lingkungan diagenesa batugamping di Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Litostratigrafi Regional Lokasi penelitian batuan karbonat Formasi wonosari termasuk kedalam penamaan satuan litostratigrafi pegunungan Selatan yang telah banyak dikemukakan oleh beberapa peneliti. Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan telah diteliti antara lain oleh (Surono dkk, 1992). 1. Formasi Wungkal-Gamping Lokasi formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter. 2. Formasi Kebo-Butak Lokasi formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.
5
6
3. Formasi Semilir Formasi ini berlokasi di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Mulyaningsih, 2001). Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat G. Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian G. Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter. 4. Formasi Nglanggran Lokasi formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir gunungapi epiklastik dan tuf yang berlapis baik.
7
5. Formasi Sambipitu Lokasi formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya YogyakartaPatuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Mulyaningsih, 2001). 6. Formasi Oyo Lokasi formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh
batugamping
berlapis
dengan
sisipan
batulempung
karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir,
8
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo. 7. Formasi Wonosari Formasi ini oleh (Surono dkk, 1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah, diantaranya Lepidocyclina sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992). 8. Formasi Kepek Lokasi formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
9
Gambar 2. Geologi Regional Daerah Penelitian (Surono dkk, 1992) tanda merah sebagai penunjuk asosiasi satuan batuan Formasi Wonosari
II.2. Pengertian Batuan Karbonat Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi dominan terdiri dari garam – garam karbonat, sedang dalam prakteknya secara umum meliputi batugamping dan dolomit. Proses pembetukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia, dimana dalam proses tersebut organisme turut berperan dan dapat pula terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik yang kemudian diendapkan pada tempat lain (Koesoemadinata, 1985).
10
Selain itu pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses dari batuan karbonat yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana kalsit berubah menjadi dolomit). Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada lingkungan air laut, sehinnga praktis bebas dari detritus asal darat.
II.3.Klasifikasi Batuan Karbonat II.3.1. Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962) Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil. Dasar yang dipakai oleh Dunham (1962) untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham (1962) beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan yang berarus tenang sebaliknya batuan dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam matrik lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone tersebut mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut wackestone. lain halnya bila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone atau grainstone. Packstone mempunyai tekstur grain- supported dan biasanya memiliki matriks mud. Dunham (1962) memakai istilah boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen- komponennya
yang
direkatkan
11
bersama
selama
proses
deposisi
(misalnya pengendapan lingkungan
terumbu).
Gambar 3. Klasifikasi batuan karbonat (Dunham 1962)
II.3.2. Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan Klovan (1971). Modifikasi klasifikasi Dunham (1962) dengan membagi batugamping menjadi
dua
allochtonous
kelompok limestone
besar
berupa
yaitu
autochtonous
batugamping
yang
limestone
dan
komponen-komponen
penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi. Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham tetapi tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar klasifikasi batugamping yang tidak terikat (packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone) sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone, dan bafflestone, berdasarkan atas
12
komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm >10 %. Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix supported (Klasifikasi Embry & Klovan 1971).
Gambar 4. Klasifikasi batuan karbonat (Embry dan Klovan 1971 )
II.4. Diagenesis Batuan Karbonat Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimia maupun fisika, namun perubahan ini bukan yang disebabkan oleh perubahan suhu maupun tekanan (metamorfisme) (Scholle dan (Ulmer – Scholle, 2003 dalam Flugel, 2004). Beberapa hal yang mengontrol proses diagenesis diantaranya, yaitu :
13
1. Komposisi dan mineralogi dari sedimen asal. 2. Komposisi dari cairan pori serta kecepatan cairan fluida. 3. Faktor sejarah geologi sedimen asal, seperti pengangkatan dan perubahan muka air laut mempengaruhi proses diagenesis. Proses diagenesis tahap awal dimulai bila batuan terangakat ke permukaan. 4. Iklim, pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan terbatas dibandingkan dengan porositas primer yang terawetkan. Sebaliknya pada
iklim dingin, umumnya sangat sedikit sekali porositas primer yang
terhidar dari proses sementasi, tetapi porositas sekunder seperti moldic dan vug berkembang secara signifikan. II.4.1. Proses dan produk diagenesis Enam proses utama yang terdapat dalam proses diagenesis, yaitu : pelarutan, sementasi, neomorfisme, dolomitisasi, mikritisasi mikrobial dan kompaksi. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, tekanan, temperatur, stabilitas mineral, kondisi kesetimbangan, rate of water influx, waktu dan kontrol struktur. Tiga proses utama dalam proses diagenesis adalah, pelarutan (dissolution), sementasi dan penggatian (replacement). Setiap proses ini dicirikan oleh kenampakan berbeda – beda yang menginterpretasikan kondisi pembetukan batuan karbonat. Berikut adalah proses yang terjadi dalam proses diagenesis : 1. Mikritisasi Mikrobial Proses ini terjadi di lingkungan laut, yang terbentuk oleh adanya, aktivitas pemboran butiran oleh endolithic algae, fungi dan bakteri di sekitar skeletal kemudian lubang yang terbentuk diisi dengan sedimen berbutir halus atau
14
semen yang micrite envelope, yaitu mikrit yang mengelilingi cangkang. Aktivitas organisme tersebut sangat aktif, maka akan dihasilkan cangkang yang sepenuhnya termikritisasi. Proses ini merupakan proses yang peting umumnya terjadi dalam lingkungan stagnant marine phreatic zone dan active merine phreatic zone (Longman, 1980).
Gambar 5. Produk Diagenesis Mikritisasi microbial (Amrullah, 2011)
2. Pelarutan Proses pelarutan diketahui dengan adanya mineral yang tidak stabil larut dan membentuk mineral lain yang stabil pada lingkungan yang baru, hal ini terjadi adanya perbedaan lingkungan diagenesis. Proses pelarutan dapat terjadi pada freshwater vadose maupun freshwater phreatic (Longman, 1980).
15
Gambar 6. Produk diagenesis pelarutan (Amrullah, 2011)
3. Sementasi Proses sementasi merupakan proses diagenesis utama dalam sedimen karbonat terjadi pada waktu air pori yang sudah jenuh sewaktu fase semen dan tidak ada faktor kinetik yang bisa menghalangi presipitasi semen. Proses ini memerlukan sirkulasi air tawar ataupun air laut yang besar sekali. Lingkungan diagenesis ditunjukkan oleh adanya mineralogi dan fabric semen yang berbeda – beda tergantung pada komposisi air pori, kecepatan suplai karbonat dan presipitasi.
Gambar 7. Produk diagenesis sementasi (Amrullah, 2011)
16
4. Neomorfisme Neomorfisme adalah proses penggatian dan rekristalisasi dimana terjadi perubahan mineralogi. Contohnya yaitu pengasaran ukuran kristal pada lumpur karbonat atau mikrit (aggrading neomorphism) dan penggatian cangkang aragonit dan semen oleh kalsit (calcitization) (Tucker, 1990). Proses ini dapat terjadi pada awal sedimentasi freshwater phreatic dan deep burial.
Gambar 8. Produk diagenesis neomorfisme (Amrullah, 2011)
5. Dolomitisasi Dolomitisasi adalah proses penggatian mineral kalsit menjadi dolomit yang disebabkan oleh meningkatnya kadar Mg dalam batuan karbonat. Faktor – faktor yang mempercepet presipitasi dolomit adalah besarnya perbandingan Mg/Ca pada mineral, besarnya kandungan CO2, tingginya temperatur dan pH, rendahnya kandungan sulfat, rendahnya kadar silinitas serta pengaruh material organik. Proses dolomitisasi bisa berubah replacement melalui proses presipitasi atau berupa sementasi, yang dapat terjadi pada lingkungan mixing zone dan deep burial (Morrow. 1982)
17
Gambar 9. Produk diagensis dolomitisasi (Amrullah, 2011)
6. Kompaksi Menurut Tucker Dan Wrigth (1990) proses kompaksi dibagi 2 macam, yaitu : 1. Kompaksi mekanik yang terjadi pada saat pembebanan semakin besar yang menyebabkan terjadinya retakan dalam butiran, butir saling berdekatan, porositas berkurang. 2. Kompaksi kimia, terjadi ketika antara butir bersentuhan sehingga mengalami pelarutan yang menghasilkan kontak suture dan kontak concavo-convex
Gambar 10. Produk diagensis kompaksi (Amrullah, 2011)
18
II.4.2. Lingkungan diagenesis Lingkungan diagenesis merupakan daerah dimana pola diagenesis yang sama muncul, lingkungan diagenesis tidak ada kaitannya dengan lingkungan pengendapan dan dapat berubah sepanjang waktu.
Gambar 11. Lingkungan diagenesis Tucker Dan Wright (1990)
. Mempelajari produk-produk diagenesis yang hadir pada lingkungan tertentu merupakan kunci penting untuk memprediksi kecenderungan porositas pada batuan karbonat. menurut (Longman, 1980 dalam Tucker dan wright, 1990) membagi lima lingkungan diagenesis (Gambar 11), yaitu : 1. Zona marine phreatic Sedimen berada pada lingkungan marine phreatic bila semua roga porinya terisi oleh air laut yang normal. Umumnya karbonat diendapakan dan memulai sejarah diagenesisnya pada lingkungan marine phreatic. Lingkungan ini dapat di bagi menjadi dua, yaitu lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air sedikit, dicirikan oleh kehadiran mikritisasi dan sementasi setempat.
19
Lingkungan kedua berupa lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air yang baik dimana tingkat sementasi intergranular dan mengisi ronga lebih intensif. Semen aragonit berserabut dan Mg kalsit merupakan ciri lain dari lingkungan ini. 2. Zona mixing Zona mixing merupakan percampuran lingkungan freshwater phreatic dan freshwater vadose dengan karakteristik adanya air payau dan bersifat diam. Seluruh ronga yang semua terisi air laut akan mulai tergantikan oleh air tawar. Dolomitisasi merupakan salah satu penciri lingkungan ini jika salinitas air sekitarnya rendah. Selinitas tinggi akan terbentuk Mg kalsit yang menjarum. 3. Zona meteoric phreatic Zona ini terletak di bawah zona meteoric vadose dan zona mixing. Semua ruang pori batuan diisi air meteorik yang mengandung material karbonat hasil pelarutan dengan kadar yang bervariasi. Lingkungan ini dicirikan dengan proses pencucian, neomorfisme butir yang diikuti atau tanpa diikuti sementasi kalsit secara intensif. 4. Zona meteoric vadose Zona meteoric vadose terletak di bawah permukaan dan di atas muka air tanah yang menyebabkan rongga pada batuan terisi oleh udara dan air meteorik. Proses utama yang terjadi di lingkungan ini beruapa pelarutan yang menghasilakan porositas sekunder vug dan saturasi yang membentuk semen pendant dan maniskus akibat air yang jenuh kalsit maupun penguapan CO2
20
5. Zona burial Lingkungan ini dicirikan adanya proses kompaksi baik kompaksi mekanik maupun kimia. Menurut Longmen (1980), lingkungan ini dicirikan oleh semen kalsit atau dolomit kasar yang bersifat ferroan dengan tekstur poikilotopik, terjadinya grain failure, stylolite dan dissolution seam.
21
BAB III PEMBAHASAAN III. 1. Litostratigrafi Lokasi Penelitian
Litostratigrafi lokasi penelitian berdasarkan pengamatan dilapangan dan studi literatur termasuk ke dalam Formasi Wonosari dengan litologi batugamping klastik. Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan pertrografi litologi di lokasi penelitian berupa batugamping Fasies Alga Floatstone, Fasies Alga – Foraminefera Packstone, Fasies Alga - Foraminefera Wackestone, Facies Alga Foraminefera Mudstone dan Fasies Batugamping Kristalin (Embry dan Kloven, 1971). Lokasi penelitian merupakan kawasan perbukitan karst. Hal ini didasarkan atas hasil pengamatan disekitar lokasi penelitian dan studi literatur. Perbukitan karst ini tersebar luas, dicirikan oleh bukit – bukit kecil batugamping (Gambar 12). Bukit – bukit batugamping tersebut umumnya berbentuk kerucut.
Gambar 12. Bukit kecil batugamping lokasi penelitian (Penulis, 2015)
21
22
III. 2. Batuan Daerah Penelitian Berdasarkan dari hasil pengamatan lapangan dan sayatan petrografi pada batuan karbonat daerah penelitian maka di simpulkan bahwa batuan karbonat daerah penelitian, yaitu : a. Fasies Alga Floatstone b. Fasies Alga – Foraminefera Packstone c. Fasies Alga - Foraminefera Wackestone d. Facies Alga – Foraminefera Mudstone e. Fasies Batugamping Kristalin
Lokasi Penelitian I Pada LP I desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’28”, BT 110o32’15” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 10,4 m singkapan mempunyai slope 19o dan memiliki kedudukan N 160o E/3o. Pada LP I singakapan tersusun dari beberapa litologi Fasies Alga Floatstone, Fasies Alga – Foraminefera Packstone dan Fasies Alga - Foraminefera Wackestone.
Gambar 13. Lokasi Pengamatan I (Penulis, 2015)
23
a. Fasies Alga – Foraminefera Packstone LP I/ Sempel 1 Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan terlihat fasies packstone yang terdapat memiliki kerakteristik Foraminefera besar dan pecahan alga, matrik berupa biomicrit, semen kalsit.
Gambar 14. Singkapan batuan karbonat fasias Packstone. Foto diambil mengadap arah barat (Kanan). Sayatan batuan karbonat packstone, terlihat adanya foraminefera Nummulites dan Red alga (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Alga Floatstone LP I/ Sampel 2 Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen pada umumnya mengambang dalam metrik berupa pecaha cangkang, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 2 batuan terlihat fasies floatstone yang terdapat memiliki kerakteristik pecahan green alga yang memiliki Mg-kalsit, adanya Stylolites, matrik biomicrit dan semen kalsit
24
Gambar 15. Singkapan batuan karbonat fasies floatstone. Foto diambil mengadap arah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies floatstone, terlihat adanya green alga (Kiri). (Penulis, 2015)
c. Fasies Foraminefera Wackestone LP I/ Sampel 3 Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi baik- sedang dengan kemas tertutup dan fragmen pada umumnya mengambang dalam metrik berupa pecaha cangkang tidak terlalu banyak , lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 3 batuan terlihat fasies Wackestone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera Nummulites memiliki usur kalsit, matrik micrit dan semen kalsit.
Gambar 16. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone. Foto diambil mengadap arah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies wackestone, terlihat adanya foraminefera Nummulites (Kiri). (Penulis, 2015)
25
Lokasi Penelitian II Pada LP II desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’47”, BT 110o32’20” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 4,4 m singkapan mempunyai slope 13o dan memiliki kedudukan N 133o E/3o. Pada LP II singakapan batugamping tingkat pelapukan relatif tinggi, warna gelap pada singkapan sangat dominan dan tersusun dari beberapa litologi
Fasies
Foraminefera Wackestone dan Fasies Alga - Foraminefera Packstone.
Gambar 17. Lokasi Pengamatan II (Penulis, 2015)
a. Fasies Foraminefera Wackestone LP II/Sampel 1 Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi baik- sedang dengan kemas tertutup dan fragmen pada umumnya mengambang dalam metrik berupa pecaha cangkang tidak terlalu banyak , lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Pada singkapan sampel 1 batuan karbonat memiliki tingkat pelapukan relatif tinggi dibuktikan adanya warna gelap pada singkapan dan terlihat seperti berlapis.
26
Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan karbonat terlihat fasies wackestone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera Nummulites memiliki usur kalsit, matrik micrit dan semen kalsit.
Gambar 18. Singkapan batuan karbonat fasies wackestone. Foto diambil mengadap arah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies wackestone, terlihat adanya foraminefera Nummulites (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Alga – Foraminefera Packstone LP II/Sampel 2 Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi sedang – buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Pada singkapan sampel 2 batuan karbonat memiliki tingkat pelapukan relatif tinggi dibuktikan adanya warna gelap pada singkapan dan terlihat seperti berlapis Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 2 batuan karbonat terlihat fasies packstone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik foraminefera dan pecahan
green alga yang mengandung Mg- Kalsit, matrik berupa biomicrit,
semen kalsit.
27
Gambar 19. Singkapan batuan karbonat fasies packstone. Foto diambil mengadap arah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies packstone, terlihat adanya foraminefera dan Green Alga (Kiri). (Penulis, 2015)
Lokasi Pengamatan III Pada LP III desa Monggol dan sekitarnya kordinat LS 08o03’50”, BT 110o32’221” ditemukan singkapan batuan batugamping tebal 5,2 m singkapan mempunyai slope 9o. Pada LP III singakapan batugamping berwarna putih, adanya pengotor akibat pelarutan yang masuk ke dalam rongga – rongga batuan batugamping tersebut dan tersusun dari beberapa litologi Fasies Alga Foraminefera Mudstone dan Fasies Batugamping Kristalin.
Gambar 20. Lokasi Pengamatan III (Penulis, 2015)
28
a. Fasies Alga – Foraminefera Mudstone LPIII/Sampel 1 Analisis secara dilapangan pada fasies ini batuan dicirikan memiliki sortasi baik - sedang dengan kemas tertutup dan fragmen umumnya mengambang dalam matrik, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Berdasarkan analisis petrografi terhadap sempel 1 batuan karbonat terlihat fasies mudstone yang terdapat memiliki kerakteristik plantonik Foraminefera dan pecahan red alga, matrik berupa micrit, semen kalsit.
Gambar 21. Singkapan batuan karbonat fasies Mudstone. Foto diambil mengadap arah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies mudstone, terlihat adanya foraminefera dan Red Alga (Kiri). (Penulis, 2015)
b. Fasies Batugamping Kristalin LPIII/Sampel 2 Analisis secara dilapangan pada fasies batugamping kristalin yang terdapat pada daerah penelitain desa monggol yang ditemukan berwarna cerah, sangat kompak dan tersusun dari kristal karbonat seluruhnya. Pada sayatan petrografi fasies batugamping kristalin terdiri dari mineral dolomit tapi pada sayatan petrografi tidak diberikan larutan alizerin red untuk mengindentifikasi dolomit tersebut, tekstur kristalin dengan sortasi baik kemas tertutup dan metrik dari micrit sampai microspar.
29
Gambar 22. Singkapan batuan fasies batugamping kristalin. Foto diambil mengadap arah barat (Kanan). Sayatan batuan fasies batugamping kristalin, terlihat adanya perubahan ukuran butiran menjadi kristal - kristal (Kiri). (Penulis, 2015)
III.3. Produk Diagenesis Batuan Karbonat Daerah Panelitian Berdasarkan hasil pengamatan sayatan petrografi dari contoh batugamping bisa diketahui produk diagenesis yang terdapat pada batugamping Formasi Wonosari yaitu : a. Micritisasi microbial b. Kompaksi c. Sementasi d. Neomorfisme a. Micritisasi microbial Micrtisasi microbial merupakan produk diagenesis yang terbentuk pada tahap awal yaitu di lingkungan marine phreatic (Longman, 1980). Produk ini hampir tedapat pada semua sayatan petrografi batuan karbonat dimana pada butiran fosil oleh selaput yang terbuat dari macrit. Selaput berfungsi melindungi cangkang fosil tersebut sehingga lebih tahap terhadap pelarutan.
30
Gambar 23. LP II/Sempel 1 micritisasi microbial pada fosil foraminefera (Penulis, 2015)
b. Kompaksi
Produk diagenesis ini disebabkan akibat adanya gejalah kompaksi kimia yang disebabkan oleh peningkatan tekanan pembebenan menyebabkan antara butir bersentuhan dan larut sehingga menghasilkan Stylolites.
Gambar 24. LP I Sampel 1terlihatnya Stylolites pada sayatan petrogrfi (Penulis, 2015)
31
c. Sementasi Produk diagenesis ini menujukan jenis semen yang terbentuk pada sayatan petrografi. Jenis semen pada analisis sayatan petrografi blocky berkomposisi kalsit dapat terbentuk pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic.
Gambar 25. LP I/Sampel 2 terlihatnya semen blocky pada sayatan petrografi (Penulis, 2015)
d. Neomorfisme Dari hasil pengamatan sayatan petrografi, yang dihasilkan oleh proses ini adalah aggrading neomorphism yaitu rekristalisasi micrit menjadi kristal – kristal berukuran menjadi besar yaitu microspar. Kristal – kristal yang terbentuk memiliki kenampakan yang lebih keruh microspar hal ini disebabkan karena kristal – kristal tersebut berasal dari rekristalisasi micrit dari lumpur karbonat. Tucker dan Wright (1990) menyatankan bahwa neomorfisme terjadi pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic dan meteoric vadose.
32
Gambar 26. LP III/ Sampel 2 dimana terjadinya perubahan ukuran matrik menjadi microspar yang berukuran lebih besar neomorfisme (Penulis, 2015)
III.4. Lingkungan Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari Berdasarkan pengamatan terhadap produk diagenesis baik dari observasi lapangan pada singkapan maupun pada analisis sayatan petrografi dapat diinterpretasikan lingkungan diagenesis yang dilalui oleh batugamping Formasi Wonosari, meliputi lingkungan marine phreatic, burial, meteoric phreatic dan meteori vadose. Selaput micrit akibat organisme pembor (micritisai microbial) pada foraminefera dan alga salah satu penciri lingkungan diagenesis marine phreatic. Lingkungan diagenesis burial dicirikan oleh adanya stylolites dan rekahan pada butiran yang merupakan hasil dari kompaksi kimia. Kehadiran semen jenis blocky komposisi
kalsit
menunjukan
lingkungan
diagenesis
meteoric
phreatic.
Neomorfisme micrit menjadi microspar menujukan lingkungan diagenesis meteoric vadose.
33
III.5. Sejarah Diagenesis Batuan Karbonat Formasi Wonosari Perjalanan diagenesis batugamping yang terjadi pada Formasi Wonosari di daerah penelitian yaitu lingkungan diagenesis marine phreatic, burial, meteoric phreatic dan meteoric vadose. Menganalisis produk – produk diagenesis yang teramati, diperkirakan sejarah lingkungan diagenesis dimulai dari lingkungan marine phreatic. Produk diagenesis ini yang ditandai oleh melimpahnya micritisasi microbial yang menghasilkan selaput micrit pada cangkang foraminefera, kemudian tejadi pengendapan satuan batuan yang lebih mudah menyebabkan satuan batugamping memasuki lingkungan burial yang ditandai dengan kehadiran stylolites. Setelah itu lingkungan diagenesis batugamping pada daerah penelitian mengalami perubahan menjadi meteoric phreatic hal ini ditandai oleh terbentuknya semen kalsit blocky, kemudian akibat proses tektonik menyebabkan terangkatnya batugamping Formasi Wonosari di daerah penelitian menujukan lingkungan meteoric vadose yang di tandai adanya proses aggrading neomorphism dimana micrit menjadi microspar. Skema perubahan lingkungan diagenesis batugamping Formasi Wonosari di daerah penelitian bisa diinterpretasikan seperti gambar dibawah ini. 1. 2. 3. 4.
Marine phreatic Burial Meteoric phreatic Meteoric vadose
34
Gambar 27. Skema perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian (Tucker dan Wright, 1990)
Berdasarkan waktu terjadinya diagenesis maka proses diagenesis pada daerah penelitian meliputi (a) tahap eogenetik terjadi dekat permukaan, (b) tahap mesogenetik yaitu diagenesis pada lingkungan burial, dan (c) tahap telogenetik yang terjadi setelah pengangkatan (Chquette dan Pray, 1970 dalam Flugel, 2004). Sejarah perkembang diagenesis batuan daerah penelitian dikontrol struktur geologi berdasarkan studi literatur diketahui bahwa deformasi di daerah Gunungkidul dipengaruhi oleh gaya utara – selatan yang terjadi pada kala Miosen Tengah dan Pleistosen (Surono dkk, 1992). Proses diagenesis dapat dikontrol oleh komposisi dan mineralogi dari sedimen asal, komposisi dari cairan pori serta kecepetan fluida, faktor sejarah geologi sedimen asal dan iklim.
35
BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan analisis – analisis yang telah dilakukan, maka penulis menarik kesimpulan bahwa : 1. Geomorfologi lokasi penelitian merupakan kawasan perbukitan karst. Perbukitan karst ini tersebar luas, dicirikan oleh bukit – bukit kecil batugamping. Bukit – bukit batugamping tersebut umumnya berbentuk kerucut. 2. Stratigrafi
formasi Wonosari yang ada pada daerah penelitian satuan
batugamping klastik. 3. Dengan metode petrografi batugamping daerah penelitian tersusun oleh 5 asosiasi fasies, yaitu fasies alga – foraminefera mudstone, fasies alga – foraminefera wackestone, fasies alga – foraminifera packstone, fasies alga floatstone dan fasies batugamping kristalin. 4. Analisis diagenesis dengan pendekatan model Tucker dan Wright (1990). Proses – proses diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian Formasi Wonosari
yaitu
micritisasi
microbial,
kompaksi,
sementasi
dan
neomorfisme yang menandakan bahwa Formasi Wonosari pernah pada lingkungan diagenesis marine phreatic, burial, meteoric phreatic dan meteoric vadose.
35
36
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. 2011. Geologi dan Studi Diagenesis Batugamping Formasi Tendenhantu Daerah Gunung Antu dan Sekitarnya, Desa Tanjung Mangkalihat Kecamatan Sandaran Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimatan Timur. Skripsi. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Bronto, S. dan Mulyaningsih, S., 2001. Volcanostratigraphic development from Tertiary to Quaternary: A case study at Opak River, Watuadeg-Berbah, Yogyakarta. Dunham, R. J. 1962. Classifcation of Carbonate Rocks According to Depositional Texture. The America Association of Petroleum Geologists Bulletin. Embry, A. F. And Kloven, J. E., 1971, A late Devonia reef trect on northeastern Bank Island Northwest Territories. Bulletin Canadania Petroleum Geologists. Flugel, E., 2004. Microfacies of Carbonat Rock. Springer, Inc, New York. Koesoemadinata, R.P., 1985, Prinsip – Prinsip Sedimentasi, Dapartemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung. Longman, M. W. 1980. Carbonat Diagenetic Texture From Nearsurface Diagenetic Environment. Buletin AAPG. Morrow, D. W., 1982. Diagenesis 2 : Dolomite, Part 2. The Geological Association of Canada. Sorono dkk., 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Tucker, M.E dan Wright, V.P., 1990. Carbonat Sedimentology. London, Blackwell Scientifie Publications.
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. 2011. Geologi dan Studi Diagenesis Batugamping Formasi Tendenhantu Daerah Gunung Antu dan Sekitarnya, Desa Tanjung Mangkalihat Kecamatan Sandaran Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimatan Timur. Skripsi. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Bronto, S. dan Mulyaningsih, S., 2001. Volcanostratigraphic development from Tertiary to Quaternary: A case study at Opak River, Watuadeg-Berbah, Yogyakarta. Dunham, R. J. 1962. Classifcation of Carbonate Rocks According to Depositional Texture. The America Association of Petroleum Geologists Bulletin. Embry, A. F. And Kloven, J. E., 1971, A late Devonia reef trect on northeastern Bank Island Northwest Territories. Bulletin Canadania Petroleum Geologists. Flugel, E., 2004. Microfacies of Carbonat Rock. Springer, Inc, New York. Koesoemadinata, R.P., 1985, Prinsip – Prinsip Sedimentasi, Dapartemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung. Longman, M. W. 1980. Carbonat Diagenetic Texture From Nearsurface Diagenetic Environment. Buletin AAPG. Morrow, D. W., 1982. Diagenesis 2 : Dolomite, Part 2. The Geological Association of Canada. Sorono dkk., 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Tucker, M.E dan Wright, V.P., 1990. Carbonat Sedimentology. London, Blackwell Scientifie Publications.
ANALISIS SAYATAN Nomor Sayatan : Sampel 1/LP I Pebesaran : 40x Posisi : Nikol Sejajar Pemerian Petrografi : Sayatan petrografi Batugamping klastik, berwarna krem, mud-grain dan fragmen skeletel. Komponen Penyusun : Fosil : Tidak berwarna atau kecoklatan, relief sedang, sebagai besar dalam kondisi utuh, berupa pecahan alga dan foraminifera. Biomicrit : Tidak berwarna, berukuran > 0,02mm, hadir merata dalam sayatan. Penamaan Petrografis : Alga – Foraminefera Packstone (Klasifikasi Embry dan Kloven, 1971) Nomor Sayatan : Sampel 2/LP I Pebesaran : 40x Posisi : Nikol Sejajar Pemerian Petrografi : Sayatan petrografi Batugamping klastik, berwarna krem, matrik supported dan fragmen skeletel. Komponen Penyusun : Fosil : Tidak berwarna atau kecoklatan, relief sedang, sebagai besar dalam kondisi utuh, berupa pecahan alga. Biomicrit : Tidak berwarna, berukuran > 0,02mm, hadir merata dalam sayatan. Penamaan Petrografis : Alga Floatstone (Klasifikasi Embry dan Kloven, 1971)
Nomor Sayatan : Sampel 3/LP I Pebesaran : 40x Posisi : Nikol Sejajar Pemerian Petrografi : Sayatan petrografi Batugamping klastik, berwarna krem, mud – grain supported dan fragmen skeletel. Komponen Penyusun : Fosil : Tidak berwarna atau kecoklatan, relief sedang, sebagai besar dalam kondisi utuh, berupa pecahan Foraminifera. Micrit : Tidak berwarna, berukuran < 0,02mm, hadir merata dalam sayatan. Penamaan Petrografis : Foraminefera Wackestone (Klasifikasi Embry dan Kloven, 1971) Nomor Sayatan : Sampel 1/LP II Pebesaran : 40x Posisi : Nikol Sejajar Pemerian Petrografi : Sayatan petrografi Batugamping klastik, berwarna krem, mud – grain supported dan fragmen skeletel. Komponen Penyusun : Fosil : Tidak berwarna atau kecoklatan, relief sedang, sebagai besar dalam kondisi utuh, berupa pecahan Foraminifera. Micrit : Tidak berwarna, berukuran < 0,02mm, hadir merata dalam sayatan. Penamaan Petrografis : Foraminefera Wackestone (Klasifikasi Embry dan Kloven, 1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP II Pebesaran : 40x Posisi : Nikol Sejajar Pemerian Petrografi : Sayatan petrografi Batugamping klastik, berwarna krem, mud-grain dan fragmen skeletel. Komponen Penyusun : Fosil : Tidak berwarna atau kecoklatan, relief sedang, sebagai besar dalam kondisi utuh, berupa pecahan alga dan foraminifera. Biomicrit : Tidak berwarna, berukuran > 0,02mm, hadir merata dalam sayatan. Penamaan Petrografis : Alga – Foraminefera Packstone (Klasifikasi Embry dan Kloven, 1971) Nomor Sayatan : Sampel 1/LP III Pebesaran : 40x Posisi : Nikol Sejajar Pemerian Petrografi : Sayatan petrografi Batugamping klastik, berwarna krem, mud supported dan fragmen skeletel. Komponen Penyusun : Fosil : Tidak berwarna atau kecoklatan, relief sedang, sebagai besar dalam kondisi utuh, berupa pecahan alga dan foraminifera. Micrit : Tidak berwarna, berukuran < 0,02mm, hadir merata dalam sayatan. Penamaan Petrografis : Alga – Foraminefera Mudstone (Klasifikasi Embry dan Kloven, 1971)
Nomor Sayatan : Sampel 2/LP III Pebesaran : 40x Posisi : Nikol Sejajar Pemerian Petrografi : Sayatan petrografi Batugamping Non klastik, berwarna krem, Mikrit – Microspar. Komponen Penyusun Micrit : Tidak berwarna, berukuran < 0,02mm, hadir merata dalam sayatan. Microspsr : Warna keruh, berukuran > 0,02mm, sebagian dalam sayatan. Penamaan Petrografis : Batugamping Kristalin.