PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI SUNGAI MARIMPA KECAMATAN PINEMBANI
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuh syarat menyelesaikan studi pada Program Studi Strata Satu (S1) Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Disusun Oleh: RAMLI KADIR F 111 05 090
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2010 i
LEMBAR PENGESAHAN
Berdasarkan persetujuan dari Majelis Penguji Skripsi, Dosen Pembimbing dan Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako, maka judul skripsi : “PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI SUNGAI MARIMPA KECAMATAN PINEMBANI”
Disusun Oleh :
RAMLI KADIR STB : F 111 05 090
Disahkan Oleh :
Dekan Fakultas Teknik,
Ketua Jurusan Teknik Sipil,
Ir. H. A. Hasanuddin Azikin, M.Si NIP. 19560911 198601 1 001
Nur Hidayat, ST. MT NIP. 19680618 199903 1 002
ii
LEMBAR PERSETUJUAN Pada hari Rabu tanggal Dua Puluh Tujuh Oktober 2010, Panitia Ujian Tugas Akhir Program Studi Strata Satu (S1) Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako Berdasarkan SK Dekan Fakultas Teknik. No. 1497/H28.1.31/PP/2010 tanggal Tiga Puluh Oktober 2010, menyatakan menerima/menyetujui Tugas Akhir yang telah dipertanggungjawabkan dihadapan Panitia Ujian Tugas Akhir oleh : Nama : Ramli Kadir No. Stambuk : F 111 05 090 Judul : “Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Di Sungai Marimpa Kecamataan Pinembani” Majelis Penguji : No.
Nama / NIP
Jabatan
1.
Ir. H. Andi Hasanuddin Azikin, M.Si NIP. 19560911 198601 1 001
2.
DR. Andi Rusdin, ST. MT. M.Sc NIP. 19661216 19993 1 002
Sekretaris
3.
DR. Sance Lipu, ST. M.Eng NIP. 19690926 199702 1 001
Anggota
4.
Yassir Arafat, ST. MT NIP. 19701231 200003 1 002
Anggota
5.
Ir. Arody Tanga, MT NIP. 19660811 199403 1 003
Anggota
Tanda tangan
Ketua
Dosen Pembimbing : No. 1. 2.
Nama / NIP Alifi Yunar, ST, MT NIP. 19661216 19993 1 002 Totok Haricahyono, ST, MT NIP. 19720303 200003 1 002
Jabatan
Tanda tangan
Pembimbing I Pembimbing II
Palu, November 2010 Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Kusnindar A Chauf, ST, MT Nip. 19740120 200003 1 003 iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehinggga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako. Adapun judul skripsi yang diambil adalah: “PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI SUNGAI MARIMPA KECAMATAN PINEMBANI” Beban sebagai mahasiswa untuk menuntun ilmu sebanyak-banyaknya tidak hanya di bangku kuliah tapi juga di luar lingkungan kampus merupakan tanggung jawab edukasi yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis sadar lamanya waktu studi yang di butuhkan untuk menempuh jenjang S1 ini bukan merupakan pencapaian yang sempurna, tapi ini adalah yang terbaik yang bisa penulis capai. Jenjang pendidikan yang sekarang di tempuh sungguh merupakan jembatan untuk menggapai cita-cita. Untuk itu terima kasih yang tak terhingga kepada ayahandaku tercinta Abdul Kadir dan ibundaku Milla, atas segala
doa,
nasehat,
kasih
sayang,
bimbingan,
dorongan,
pengertian,
kesabarannya, dan kerja kerasnya setiap waktu agar putra-putrinya bisa terus sekolah setinggi-tingginya. Saudara-saudaraku ; Rusmin Kadir, Resti Kadir, Ria Kadir, Siti Hardianti Kadir, Amma, Arman, terima kasih atas doanya, pengertiannya, dukungan moril dan materialnya, kalian adalah panutan bagiku. Terima kasih yang tak terhingga kepada Kakek Kasing, BBA, Nenek Hasbiah, iv
Nenek Kariati sebagai orangtua kedua selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Teknik Universitas Tadulako yang selalu memberi kasih saying, dukungan doa dan moril serta nasehat-nasehat yang sangat berharga. Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan rasa hormat serta terima kasih yang sedalam-dalamnya Kepada Bapak Alifi Yunar, ST.MT selaku pembimbing I dan Bapak Totok Haricahyono, ST.MT selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, koreksi, dan arahan selama penyusunan Skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada: 1.
Bapak Drs. Sahabuddin Mustafa, M.Si, Selaku Rektor Universitas Tadulako.
2.
Bapak Ir. H. Andi Hasanuddin Azikin M.Si selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
3.
Bapak Ir. Burhan Tatong selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
4.
Ibu Ir. Shyama Maricar, M.Si selaku Pembantu Dekan II Fakultas Teknik Universitas Tadulako
5.
Ibu Ir. Pudji Astutiek, M.Si selaku Pembantu Dekan III Fakultas Teknik Universitas Tadulako
6.
Bapak Nurhidayat, ST. MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
7.
Bapak Kusnindar Abd. Chauf, ST. MT selaku Ketua Program Studi S1 Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
8.
Bapak Ir. Arody Tanga, MT selaku Ketua Konsentrasi Bidang Keairan Fakultas Teknik Universitas Tadulako
9.
Bapak Yassir Arafat, ST.MT dan Bapak Ir. Burhan Tatong sebagai Dosen Wali.
10.
Tim Dosen Penguji, Bapak Ir. H. Andi Hasanuddin Azikin M.Si, Bapak Ir. Arody Tanga, MT, Bapak Yassir Arafat, ST.MT, Bapak DR. Andi Rusdin, ST.MT.M.Sc, dan Bapak DR. Sance Lipu, ST.M Eng, yang telah memberikan masukan berarti selama ujian. v
11.
Seluruh Dosen Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
12.
Seluruh Staf Pegawai Fakultas Teknik Universitas Tadulako
13.
Bapak Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Sulawesi Tengah.
14.
Sahabatku Naftali Pali, Yoel Pasang, Amd, Suardi Sada, Amd, terima kasih doa dan pengertiannya selama ini.
15.
Teristimewa buat Ade Aby dan Ade Anzy, terima kasih doa dan dukungan morilnya selama ini, Tetap sayang sama orang tua na….!!!!
16.
Sahabat - sahabat Smile ’05 : Indrawan, Ikbal, Acal, Zul, Adit, Edi, Febri, Hendra, Amin, Opan, Windra, Amd, Memet, Acang, Imam, Iman, Mukti, Awin, Odet (Alm), Jefri, Rifki, Ucang, Sigit, Ipul, Ijal, Fikal, Adri, Ikhy, Sahab, Wawan, Ready, Josua, Randi terima kasih atas semua bantuanya, suka dukanya, selalu menemani dari awal kuliah hingga sekarang ini, dan makasih untuk kebersamaannya. Smangat...Frenn...!!!!
17.
Sahabat - sahabat seperjuanganku Civil 05; Yuyun, Aci, Intan,ST, Alfi, Mida,ST, Anti, Degus,ST, Dita,ST, Vivi, dan teman-teman yang lain yang tidak sempat di tulis satu persatu…. Thanx tuk semuanya guys….!!
18.
Teman-teman seperjuangan lainnya, senior dan juniorku yang tidak sempat disebut satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan yang menyenangkan selama ini. Atas jerih payah, bimbingan, bantuan serta dorongan yang berharga itu,
penulis tidak dapat memberikan balas jasa apapun, kecuali memohon kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka semua. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, dan segala kritikan serta saran-saran yang menuju ke arah perbaikan tulisan ini sangat diharapkan. Semoga tulisan ini berguna bagi ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua serta mendapatkan Ridho Allah SWT. Amien…. Palu,
November 2010 Penulis, Ramli Kadir vi
ABSTRACT
RAMLI KADIR, F 111 05 090. Micro Hydro Power Plant Design at Marimpa River at Pinembani Subdistrict (guided by Alifi Yunar and Totok Haricahyono). The research is done due to the lacle of electricity in pinembani area, thus this is the main reasor to explore the potency of Marimpa riveo for the Micro Hydro Power Development. The objective of this study is to calculate the rate of dependable flow, that the electricity could be produced and to design the Micro Hydro Power Scheme. The study begin with the collection of secondary data, such as the data of rain fall, climatic data, catchment area, population, that gained from Balai Wilayah Sungai Sulawesi III and Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah. The Method that apply for evapotranspiration calculation is Penman Modification. Dependable flow analyzed by using F. J. Mock method. The research result shows that the dependable flow according to F.J. Mock method is 0,064 m3/s and the energy produced is 3,696 kW. Key Words : Rate of flow, energy, design.
vii
ABSTRAK
RAMLI KADIR, F 111 05 090. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Di Sungai Marimpa Kecamatan Pinembani (Dibimbing oleh Alifi Yunar dan Totok Haricahyono). Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi daerah Pinembani yang belum terjangkau jaringan listrik, merupakan alasan mendasar untuk memberdayakan potensi air sungai Marimpa menjadi sumber Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Studi ini bertujuan untuk menghitung debit andalan, daya yang dapat dihasilkan dan membuat desain dasar Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Dalam memulai studi ini dilakukan pengumpulan data sekunder, seperti data curah hujan, data klimatologi, Catchment area, data penduduk, yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sulawesi III dan Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah. Metode yang digunakan dalam perhitungan Evapotranspirasi yaitu Metode Penman Modifikasi. Perhitungan Debit Andalan menggunakan Metode F.J.Mock. Hasil penilitian menunjukan bahwa Metode F.J.Mock menghasilkan debit andalan sebesar 0,064 m3/detik dan daya yang dihasilkan sebesar 3,696 kW. Kata Kunci : Debit Andalan, Daya, Desain.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………..….….……….… i LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………….. ii LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….. iii KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iv ABSTRACT ……………………………………………………………… vii ABSTRAK ………………………………………………………………. viii DAFTAR ISI ……………………………………………..….….…….…... ix DAFTAR TABEL ………………………………………..……….…….… xii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xiv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xvi BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………...….……… 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………. 2 1.3 Maksud dan Tujuan ………………………...………… 2 1.4 Manfaat Penelitian …………….……………...……….. 2 1.5 Metode Penulisan …………………………...…………. 3
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Letak Daerah Penelitian ……………….…..………….. 4 2.2 Kondisi Sosial Ekonomi……………….....…………… 4 2.2.1 Tata Guna lahan………………………………… 4 2.2.2 Pendidikan………………………...……………. 5 2.2.3 Populasi……………………………………….… 5 2.3 Kondisi Topografi …………………….…..…………... 5 2.3.1 Gambaran Umum Lokasi……….………………. 5 2.3.2 Peta Topografi……………………………….….. 6 2.4 Kondisi Hidrologis……………………………………. 6 ix
2.4.1 Umum………………………………………….... 6 2.4.2 Iklim…………………………………………...... 6 2.4.3 Kualitas Air……………………………..………. 11 2.4.4 Curah Hujan………….…………………………. 11 BAB III
TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Umum ……………………………………...…….….... 16 3.2 Debit Andalan …….…………………..…………….... 16 3.2.1 Metode Penman Modifikas ……………………. 17 3.2.2 Metode F.J.Mock ………………………………. 19 3.3 Tinjauan Teknis …………..…………..………….…… 23 3.3.1 Pengertian dan Prinsip PLTA ………………….. 23 3.3.2 Penentuan Tinggi Jatuh Efekti ………………… 24 3.3.3 Penentuan Debit Turbin ………………………... 25 3.4 Klasifikasi PLTA .…………………...……………….. 26 3.4.1 Penggolongan Berdasarkan Tinggi Terjunan ..… 26 3.4.2 Penggolongan Menurut Aliran Air ……….……. 26 3.5 Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro …………….. 27 3.5.1 Perkembangan Pusat Listrik Tenaga Air ………. 27 3.5.2 Penerapan Teknologi Mikro Hidro ……………. 28 3.5.3 Rencana Konsep Rancang Bangun Mikrohidro ... 29 3.5.4 Komponen Pokok Mikro Hidro ……………….. 30 3.6 Pemilihan Turbin ……….………………………..…… 37 3.6.1 Kriteria Pemilihan Jenis Turbin …………...…… 38 3.7 Perencanaan Daya Listrik .…………..…...…………... 41
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian …………………………….……….. 43 4.2 Alat dan Bahan Penelitian …………..………………... 43 4.3 Langkah-langkah Penelitian ………………….……….. 43 4.4 Pengumpulan Data …………………….…….…..……. 44 4.5 Bagan Alir Penelitian …………………………………. 46
x
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Debit Andalan …………………………...…….…….... 47 5.1.1 Evaluasi Data …………………….….…………. 47 5.1.2 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial …..……. 47 5.1.3 Perhitungan Debit Andalan Sungai…………….. 52 5.2 Debit Banjir.. ….…………..…………..………….…… 68 5.2.1 Analisis Frekuensi ………………………..……. 68 5.2.2 Debit Banjir Rancangan Metode Rasional …….. 73 5.3 Desain Dasar ….…………..…………..………….……75 5.4 Data Desain …………………………...………………. 75 5.5 Desain Dasar Pekerjan Sipil ……………...…………… 76 5.5.1 Bangunan Pengalih Aliran (Cofferdam) ..……… 76 5.5.2 Bendung …………………….. ………………… 77 5.5.3 Bangunan Pengambilan (Intake) ……...………...82 5.5.4 Saluran Pembawa …………………………….... 85 5.5.5 Bangunan Pengendap Sedimen …………………87 5.5.6 Pipa Pesat (Penstock) ……………….…………. 90 5.5.7 Kehilangan Tenaga (Head Loss) ……….……… 92 5.5.8 Rumah pembangkit ……………………………. 95 5.5.9 Saluran Pembuang Akhir (Tail Race) ………….. 95 5.6 Kapasitas Daya dan Produksi Energi ..……………….. 96
BAB VI
PENUTUP 6.1 Kesimpulan ……….………………………………….. 98 6.2 Saran …………………………………………....…….. 98
DAFTAR PUSTAKA GAMBAR DESAIN LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Kelembaban Relatif Stasiun Porame ..…………………….. 7
Tabel 2.2
Temperatur Rata-Rata Bulanan Stasuin Porame ..……….... 8
Tabel 2.3
Kecepatan Angin Bulanan Stasiun Porame ..…………….... 9
Tabel 2.4
Penyinaran Matahari Bulanan Stasiun Porame .………….. 10
Tabel 2.5
Curah Hujan Bulanan Stasiun Porame ..………….……….. 12
Tabel 3.1
Hubungan antara T dengan Ea, W dan f(t) ........................... 18
Tabel 3.2
Radiasi Ekstra Matahari (Ra) Dalam Evaporasi Ekivalen (mm/hr) Dalam Hubungannya dengan Letak Lintang ..….. 18
Tabel 3.3
Maksimum Penyinaran Matahari ……………..………….. 19
Tabel 3.4
Daerah Operasi Turbin ……………………..……...……… 38
Tabel 3.5
Efisiensi Turbin ……………………………………………. 39
Tabel 5.1
Perhitungan Evapotranspirasi Bulanan dengan Metode Penman Modifikasi …..…………………………………… 51
Tabel 5.2
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2000 …………………………………..……. 56
Tabel 5.3
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2001 …………………………………..……. 57
Tabel 5.4
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2002 …………………………………..……. 58
Tabel 5.5
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2003 …………………………………..……. 59
Tabel 5.6
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2004 …………………………………..……. 60
xii
Tabel 5.7
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2005 …………………………………..……. 61
Tabel 5.8
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2006 …………………………………..……. 62
Tabel 5.9
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2007 …………………………………..……. 63
Tabel 5.10
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2008 …………………………………..……. 64
Tabel 5.11
Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2009 …………………………………..……. 65
Tabel 5.12
Debit Andalan Sungai Marimpa …………………………… 66
Tabel 5.13
Hasil Perhitungan Debit Andalan “Metode F.J.Moc” ……... 67
Tabel 5.14
Curah Hujan Rerata Bulanan Maksimum ………………… 68
Tabel 5.15
Uji Konsistensi C.H.Bulanan Maksimum Metode RAPS…. 70
Tabel 5.16
Analisis Frekuensi Metode Gumbel ……………………….. 73
Tabel 5.17
Analisis Banjir Metode Rational Berdasarkan Analisis frekuensi Metode Gumbel …………………………………. 74
Tabel 5.18
Koefisien Kehilangan Tenaga pada Bengkokan Pipa ……. 93
Tabel 5.19
Nilai Koefisien Kehilangan Tenaga pada Belokan Pipa …. 93
Tabel 5.20
Nilai Koefisien Kehilangan Tenaga pada Tiap Belokan …. 94
Tabel 5.21
Kapasitas Bangkitan Energi PLTMH Marimpa …………… 97
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar Lokasi Penelitian ……………………..…….…. 13
Gambar 2.2
Lokasi Penelitian ………………………...……..…….…. 14
Gambar 2.3
Daerah Cathment Area ……………..…………..……..…. 15
Gambar 3.1
Komponen Pokok Mikrohidro ……………………..….…. 31
Gambar 3.2
Diagram Aplikasi Berbagai Jenis Turbin ….............….…. 41
Gambar 4.1
Bagan Alir Penelitian ......................................................... 46
Gambar 5.1
Kurva Durasi Debit Aliran Sungai .................................... 66
Gambar 5.2
Grafik Debit Andalan Dengan Metode F.J.Mock ............... 67
Gambar 5.3
Grafik Curah Hujan Rerata Daerah Bulanan Maksimum .. 68
Gambar 5.4
Grafik Analisis Curah Hujan Rancangan Metode Gumbel. 73
Gambar 5.5
Grafik Banjir Rancangan Metode Rational Berdasarkan Analisis Frekuensi Metode Gumbel ................................... 75
Gambar 5.6
Sketsa Penampang Rata-Rata Sungai Marimpa ............... 80
Gambar 5.7
Tinggi Muka Air di Atas Mercu Bendung ......................... 81
Gambar 5.8
Sketsa Bangunan Bendung dan Intake .............................. 82
Gambar 5.9
Type Pintu Intake .............................................................. 84
Gambar 5.10 Sketsa Potongan Memanjang Saluran Pembawa .............. 86 Gambar 5.11 Skema Potongan Memanjang Bangunan Pengendap Sedimen ............................................................................. 87 Gambar 5.12 Sketsa Bangunan Kantong Sedimen .................................. 90 xiv
Gambar 5.13 Koefisien Kehilangan Tinggi Energi Untuk PeralihanPeralihan Saluran Trapesium ke Pipa, dan Sebaliknya ..... 92 Gambar 5.14 Ketersediaan Daya & Produksi Energi .............................. 97
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Tabel PN.1 Hubungan Suhu (T) dengan nilai ea (mbar), W, (1-W) dan f (t) ………………………………………… 100 Lampiran B Tabel PN.2 Besaran Nilai Angot (Ra) dalam Evaporasi Ekivalen (mm/hari) dalam hubungannya dengan letak lintang (untuk daerah Indonesia, antara 5 LU sampai 10 LS)……………………………………….. 101 Lampiran C Tabel PN.3 Hubungan nilai (Rs) dengan (Ra) dan (n/N) Rs = (0,25 + 0,54 n/N). Ra ………………………………… 102 Lampiran D Tabel PN.4 Hubungan antara (ea) dan (ed) untuk berbagai keadaan (RH) guna penggunaan rumus Penman……………. 103 Lampiran E Tabel PN.5 Besaran f (ed), f (ed) = 0,34 – 0,044 √𝑒𝑑, guna perhitungan rumus Penman………………………….. 104 Lampiran F Tabel PN.6 Besaran f (n/N), f (n/N) = 0,1 + 0,9 n/N, guna perhitungan rumus Penman…………………………
105
Lampiran G Tabel PN.7 Besaran f (u), f (u) = 0,27 (1 + U x 0,864), guna perhitungan rumus Penman………………………….
105
Lampiran H Tabel PN.8 Besaran angka koreksi (c) bulanan untuk rumus Penman (berdasarkan perkiraan perbandingan kecepatan angin siang/malam di daerah Indonesia)………………….
106
Lampiran I
Tabel Nilai Q/n0,5 dan R/n0,5 ………………………………
106
Lampiran J
Tabel Hubungan Reduksi Data Rata-rata (Yn) dengan Jumlah Data (n) ………………………………………….... 107
Lampiran K Tabel Hubungan Antara Deviasi Standar (Sn) dan Reduksi Data dengan Junmlah Data (n) ………………………………. 108 Lampiran L Data Curah Hujan Harian .…………………..………….……109 Lampiran M Dokumentasi Lokasi Penelitian …………………….……… 119
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Listrik merupakan salah satu utilitas utama perumahan yang harus di penuhi di dalam pembangunan suatu perumahan baik perumahan sederhana maupun di dalam pembanguan rumah susun. Permasalahan yang ada saat ini adalah terbatasnya suplai tenaga listrik yang mengakibatkan krisis energi tenaga listrik. Daerah-daerah terpencil dan pedesaan umumnya tidak terjangkau jaringan listrik. Dalam kondisi dinamika, solusi yang memadai adalah dengan menyediakan pembangkit listrik setempat seperti generator (genset) yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Solusi lainnya adalah menggunakan sumber energi lain yang berasal dari air, angin, cahaya matahari, dan biomass. System ini lazim disebut dengan pembangkit listrik skala kecil tersebar (PSK Tersebar) yang dianjurkan untuk menggunakan energi terbarukan. Hal ini juga tidak memungkinkan bagi perumahan di perkotaan mengingat krisisnya energy yang ada pada saat ini. Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang menggunakan energy air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya (resources) penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu dari instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggiannya dari instalasi maka semakin besar energy yang bias dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Dengan melihat keadaan daerah Pinembani dan sekitarnya yang belum terjangkau jaringan listrik, merupakan alasan mendasar untuk memberdayakan potensi air sungai Marimpa menjadi sumber pembangkit tenaga listrik yang diharapakan dapat membantu masyarakat Pinembani, 1
khusunya desa Dangaraa dalam meningkatkan keadaan ekonomi dan memenuhi kebutuhan kelistrikan di daerah tersebut. Untuk itulah akan direncanakan PLTMH yang system pengalirannya menggunakan saluran terbuka dan tertutup (pipa). Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis akan membahas tentang “Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Di Sungai Marimpa Kecamatan Pinembani”. 1.2
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penulisan ini adalah : 1.
Debit yang dihasilkan dari aliran sungai Marimpa.
2.
Daya yang bisa dihasilkan dari aliran sungai Marimpa.
3.
Besarnya kebutuhan listrik yang akan digunakan masyarakat desa Dangraa.
1.3
Maksud dan Tujuan Maksud dari penulisan ini adalah untuk melakukan suatu survey dan study kelayakan pemanfaatan sumber air sungai Marimpa dalam Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang bisa memenuhi kebutuhan listrik pada masyarakat Pinembani. Tujuan penulisan ini yaitu untuk menghitung debit andalan, daya yang bisa dihasilkan dan membuat desain dasar Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dengan mengacu pada sistem sejenis yang sudah terpasang di daerah lain.
1.4
Manfaat Penelitian Secara
khusus Perencanaan
PLTMH
di
Sungai
Marimpa
diperuntukkan bagi penulis mengaplikasikan ilmunya yang diperoleh dari Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Tadulako pada Sungai Marimpa Kecamatan Pinembani, secara umum Perencanaan PLTMH di Sungai Marimpa dengan daya yang dihasilkan akan diperuntukkan sebagai
2
penerangan untuk masyarakat, pendidikan, industri kecil maupun lahan penelitian yang mungkin dapat dilaksankan didaerah tersebut. 1.5
Metode Penulisan Dalam penulisan ini, penulis menggunakan beberapa metode yaitu: 1.
Studi Pustaka Yaitu berupa studi literature serta mengutip bagian-bagian yang ada relevansinya dengan judul tugas akhir ini.
2.
Pengumpulan Data Mencari data-data yang diperlukan dalam penulisan tugas akhir, datadatanya berupa : a.
Data Primer, adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan oleh peneliti.
b.
Data Sekunder, adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber.
3.
Pengolahan Data Data-data yang telah diperoleh baik data primer maupun data sekunder diolah untuk dianalisa.
4.
Analisa dan Pembahasan Melakukan analisa terhadap pokok permasalahan penulisan yang didukung oleh data yang diperoleh serta variable-variabel lain yang sesuai, dan memberikan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh.
5.
Kesimpulan dan Saran Memberikan kesimpulan dan saran mengenai langkah apa yang bisa dilakukan terhadap permasalahn yang diteliti.
3
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1
Letak Daerah Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di Desa Dangraa yaitu di Kecamatan Pinembani Kabupaten Donggala. Jarak antara Desa Dangraa kecamatan Pinembani dengan kota Palu ±48 km yang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda 4 sejauh 30 km dan dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda 2 sejauh 18 km. Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) ini berada pada bagian hulu Bangkalang (Sungai) Marimpa. Jarak antara pusat desa Dangraa Kec.Pinembani dengan lokasi rencana PLTMH adalah lebih kurang 4 km, dengan Pemukiman terdekat adalah 2 km. 2.2. Kondisi Sosial Ekonomi 2.2.1.
Tata Guna Lahan Desa Dangaraa dengan luas wilayah 7,24 Km2 terdiri dari : - Lahan Kering a.
Bangunan Halaman
2,3
Ha.
b.
Kebun
124
Ha.
c.
Huma
d.
Rawa
e.
25
Ha. 1
Ha.
Hutan Negara
227
Ha.
f.
Lahan Kosong
136
Ha.
g.
Lainnya
183
Ha.
- Tanah Sawah Irigasi Sederhana Jumlah
25,7 Ha. 724 Ha.
Bagian hulu sungai ini masih merupakan kawasan hutan. Sedangkan disekitar rencana pembangunan PLTMH ini, sungai 4
mengalir
melalui
kawasan
masyarakat. Tata guna lahan
perkebunan pada
coklat
dan kelapa
lokasi rencana bangunan
pengambilan hingga rumah pembangkit adalah lahan perkebunan masyarakat. 2.2.2. Pendidikan Dengan asumsi anak usia sekolah terdapat 25% sehingga jumlah penduduk usia sekolah pada desa ini adalah 53 anak. Sarana pendidikan yang ada adalah I SD dengan ruang kelas sejumlah 3 buah dan ruang belajar 6 buah. 2.2.3. Populasi Pada tahun 2008 (data statistik terakhir), jumlah penduduk desa Dangaraa 315 jiwa dengan jumlah rumah tangga 67 KK. Dengan luas wilayah Desa Dangaraa 7,24 km2, maka kepadatan penduduk desa ini adalah hanya 14 jiwa/km2.(Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah). 2.3
Kondisi Topografi
2.3.1.
Gambaran Umum Lokasi Kecamatan Pinembani merupakan sebagian besar wilayahnya adalah pegunungan. Salah satu sungai pada kecamatan Pinembani adalah sungai Marimpa yang terletak di desa Dangraa yang menjadi wilayah penelitian untuk perencanaan PLTMH. Topografi disekitar lokasi rencana
PLTMH
Sungai
Marimpa adalah
perbukitan. tinggi tebing rata-rata 2 meter dengan kemiringan 45 0. Dari rencana bendung/intake ke hilir, kemiringan dasar sungai adalah 9,88 % dan tinggi tebing rata-rata 3 meter. Skema PLTMH ini berada pada bagian kanan sungai dengan pertimbangan topografi lebih datar dan rata dari pada bagian kiri sehingga dalam perencanaannya lebih muda.
5
2.3.2.
Peta Topografi Dalam studi ini digunakan peta topografi yaitu peta rupa bumi Indonesia skala 1 : 50.000 sumber BAPPEDA. Disamping itu, juga digunakan peta topografi disekitar lokasi dengan skala 1:10.000 yang mencakup lokasi bendung, jalur pipa dan rumah pembangkit dari hasil pengukuran langsung di lapangan.
2.4
Kondisi Hidrologis 2.4.1.
Umum Pada perencanaan pembangunan PLTMH ini, data hidrologi digunakan untuk memperhitungkan daya dan dimensi struktur bangunan sipil yang diperlukan. Data hidrologi yang diperlukan guna merencanakan PLTMH antara lain : data curah hujan, data klimatologi, perhitungan debit jangka panjang (longterm run off) dan perhitungan tinggi banjir. Sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya air sungai Marimpa ini, Data yang digunakan berupa data sekunder yang di peroleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah, kantor BAPEDA Sulawesi Tengah Kantor PU Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Sulawesi III.
2.4.2.
Iklim Berdasarkan data klimatologi pada stasiun Lalundu, dengan serial data dari tahun 2000 sampai dengan 2009, dibuatlah tabulasi iklim seperti yang disajikan pada tabel 2.1 sampai dengan 2.4. sebagai berikut :
6
Tabel 2.1. Kelembaban Relatif Stasiun Porame
7
7
Tabel 2.2. Temperatur Rata-rata Bulanan Stasiun Porame
8
8
Tabel 2.3. Kecepatan Angin Bulanan Stasiun Porame
9
9
Tabel 2.4. Penyinaran Matahari Bulanan Stasiun Porame
10
10
2.4.3 Kualitas Air Saat dilakukan survey tidak tampak adanya tanda-tanda kehawatiran tentang kualitas air. Hal ini juga ditunjukkan oleh adanya ternak masyarakat yang memakai air sungai ini sebagai air minum. 2.4.4 Curah Hujan Berdasarkan data curah hujan harian pada stasiun Tanamea dan Porame, dengan serial data dari tahun 2000 sampai dengan 2010, dibuatlah tabulasi curah hujan bulanan seperti yang disajikan pada tabel 2.5. sebagai berikut:
11
Tabel 2.5.. Curah Hujan Bulanan Stasiun Porame (mm/bln.)
12
12
L
Gambar 2.1 Lokasi Penelitian 13
13
14
Gambar 2.2 Lokasi Penelitian
14
15
Gambar 2.3 Daerah Cathment Area
15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Umum Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), mempunyai kelebihan dalam hal biaya operasi yang rendah jika dibandingkan dengan Pembangkit
Listrik
Tenaga
Diesel
(PLTD),
karena
minihidro
memanfaatkan energi sumber daya alam yang dapat diperbarui, yaitu sumber daya air (Endardjo, et, all 1998). Dengan ukurannya yang kecil penerapan mikro hidro relative mudah dan tidak merusak lingkungan. Rentang penggunaannya cukup luas, terutama untuk menggerakkan peralatan atau mesin-mesin yang tidak memerlukan persyaratan stabilitas tegangan yang akurat (Endardjo, et, all 1998). Analisa
hidrologi
sangat
diperlukan
dalam
merencanakan
pembangkit listrik mikrohidro, yaitu untuk menentukan debit andalan dan debit pembangkit yang diperlukan untuk menentukan kapasitas dan energi yang dihasilkan oleh PLTMH tersebut. 3.2
Debit Andalan Guna perhitungan
mendapatkam berapa
banyak
kapasitas air
PLTM,
yang
dapat
tidak
terlepas
diandalakan
dari untuk
membangkitkan PLTM. Debit anadalan adalah debit minimum (terkecil) yang masih dimungkinkan untuk keamanan operasional suatu bangunan air, dalam hal ini adalah PLTM. Debit minimum sungai dianalisis atas dasar debit hujan sungai. Dalam
perencanaan
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Mikrohidro
ini,
dikarenakan minimalnya data maka metode perhitungan debit andalan menggunakan metode simulasi perimbangan air dari Dr. F.J.Mock (KP.01,1936). Dengan data masukan dari curah hujan di Daerah Aliran Sungai, evapotranspirasi, vegetasi dan karakteristik geologi daerah aliran. 16
Metode ini menganggap bahwa air hujan yang jatuh pada daerah aliran (DAS) sebagian akan menjadi limpasan langsung dan sebagian akan masuk tanah sebagai air infiltrasi, kemudian jika kapasitas menampung lengas tanah sudah terlampaui, maka air akan mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi 3.2.1 Metode Penman Modifikasi Data terukur yang dibutuhkan yaitu letak lintang (LL), suhu udara (t), kecerahan matahari (n/M), kecepatan angin (u) dan kelembaban relatif (RH) dengan rumus : Eto = c x Eto* Eto* = W(0,75 x Rs – Rn1) + (1 – W) x (f(u) x (ea –ed) … (3.1) Dimana : c
= Factor koreksi penman
w
= Factor penimbangan untuk suhu dan elevasi daerah
Rs
= Jumlah radiasi gelombang pendek
Rs
= (0,25 + 0,54 n/M) x Ra ………………………….. (3.2)
Ra
= Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar Atmosfer (mm/hr)
n
=Rata-rata cahaya matahari sebenarnya dalam satu hari (jam)
N
= Lama cahaya matahari maksimum yang mungkin dalam satu hari
Rn
= Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hr)
Rn
= f(t) x f(ed) x f(n/N)………………………………
f(t)
= fungsi suhu
f(ed)
= fungsi tekanan uap
(3.3)
f(n/N) = fungsi kecerahan matahari f(u)
= 0,27 (1 + u x 0,864) ............................................
f(u)
= fungsi kecepatan angin
f(n/N) = 0,1 + 0,9 n/N .......................................................
(3.4) (3.5)
17
ea-e
= defisit tekanan uap yaitu selisih antara tekanan uap jenuh (ea) pada T rata-rata dalam (mbar) dan tekanan uap sebenarnya (ed) dalam (mbar)
ea=ed = ea x RH/100..........................................................
(3.6)
Tabel 3.1. Hubungan antara T dengan Ea, W dan f(T) suhu (T) 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Ea mbar 23,40 24,90 26,40 28,10 29,80 31,70 33,60 35,70 37,80 40,10 42,40 44,90 47,60 50,30 53,20 56,20 59,40 62,80 66,30 69,90
W (1 - W) Elevasi 1 - 250 m 0,68 0,32 0,70 0,30 0,71 0,29 0,72 0,28 0,73 0,27 0,74 0,26 0,75 0,25 0,76 0,24 0,77 0,23 0,78 0,22 0,78 0,22 0,79 0,21 0,80 0,20 0,81 0,19 0,81 0,19 0,82 0,18 0,83 0,17 0,84 0,16 0,84 0,16 0,85 0,15
f (T) 14,60 14,80 15,00 15,20 15,40 15,70 15,90 16,10 16,30 16,50 16,70 17,00 17,20 17,50 17,70 17,90 18,10 18,30 18,50 18,70
Tabel 3.2.Radiasi ekstra matahari (Ra) dalam evaporasi ekivalen (mm/hari) dalam hubungan dengan letak lintang (untuk daerah Indonesia, antara 5 LU - 10 LS)
18
Tabel 3.3. Maksimum Penyinaran Matahari (N) Lintang Utara Lintang Selatan 10 5 0
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sept
Okt
Nop
Des
Jul
Aug
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
11,60 11,80 12,00 12,30 12,60 12,70 12,60 12,40 12,10 11,80 11,60 11,50 11,80 11,90 12,00 12,00 12,30 12,30 12,40 12,30 12,10 12,00 11,90 11,80 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00
3.2.2. Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan , karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi,
sebagian
akan
langsung
menjadi
aliran
permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Adapun ketentuan dari metode ini adalah sebagai berikut : 1. Data meteorologi Data meterologi yang digunakan mencakup : a. Data presipitasi dalam hal ini adalah curah hujan bulanan dan data curah hujan harian. b. Data klimatologi berupa data kecepatan angin, kelembapan udara, tempratur udara dan penyinaran matahari untuk menentukan evapotranspirasi potensial (Eto) yang dihitung berdasarkan metode “ Penman Modifikasi “ 2. Evapotranspirasi Aktual ( Ea) Penentuan
harga
evapotranspirasi
actual
ditentuakan
berdasarkan persamaan : 19
E
= Eto x d/30 x m
…………..…………….
(3.7)
E
= Eto x (m / 20) x (18-n) ……….……………….
(3.8)
Ea = Eto – E
…………………………
(3.9)
Dimana : Ea
= Evapotranspirasi aktual (mm)
Eto
= Evapotranspirasi potensial (mm)
d
= 27 – (3/2) x n
n
= jumlah hari hujan dalam sebulan
m
= Perbandingan permukaan tanah
tanah yang tidak
tertutup dengan tumbuh-tumbuhan penahan hujan koefisien yang tergantung jenis areal dan musiman dalam % ) m
= 0 untuk lahan dengan hutan lebat.
m
= Untuk lahan dengan hutan sekunder pada akhir musim
dan bertambah 10 % setiap bulan berikutnya. m
= 10 – 40% untuk lahan yang erosi
m
= 30 –50 % untuk lahan pertanian yang diolah ( sawah )
3. Keseimbangan air dipermukaan tanah (S) a. Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut : S = R – Ea
……………………….…… (3.10)
Dimana : S = Keseimbangan air dipermukaan tanah R = Hujan Bulanan Ea = Evapotranspirasi Aktual Bila harga positif (R > Ea) maka air akan masuk ke dalam tanah bila kapasitas kelembapan tanah belum terpenuhi. Sebaliknya bila kondisi kelembapan tanah sudah tercapai maka akan terjadi limpasan permukaan (surface runoff). Bila harga tanah S negatif ( R > Ea ) , air hujan tidak dapat masuk kedalam tanah (infltrasi) tetapi air tanah akan keluar dan tanah akan kekurangan air (defisit) 20
b. Perubahan kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga S. Bila S negatif maka kapasitas kelembapan tanah akan kekurangan dan bila harga S positif akan menambah kekurangan kapasitas kelembapan tanah bulan sebelumnya. c. Kapasitas kelembapan tanah (soil moisture capacity). Didalam memperkirakan kapasitas kelembapan tanah awal diperlukan pada saat dimulainya perhitungan dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air didalam tanah per m3. semakin besar porositas tanah maka kelembapan tanah akan besar pula. d. Kelebihan Air (water surplus) Besarnya air lebih dapat mengikuti formula sbb : WS = S - Tampungan tanah
...…………
(3.11)
Dimana : WS S
= water surplus = R- Ea
Tampungan Tanah = Perbedaan Kelembapan tanah. 4. Limpasan dan penyimpanan air tanah (Run off dan Ground Water storage ). a. Infiltrasi (i) Infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Daya infiltrasi ditentukan oleh permukaan lapisan atas dari tanah. Misalnya kerikil
mempuyai
daya
infiltrasi
yang
lebih
tinggi
dibandingkan dengan tanah liat yang kedap air. Untuk lahan yang terjal dimana air sangat cepat menikis diatas permukaan tanah sehingga air tidak dapat sempat berinfltrasi yang menyebabkan daya infiltrasi lebih kecil. Formula dari infiltrasi ini adalah sebagai berikut :
21
i
= Koefisien Infiltrasi x WS ……………...…
(3.12)
Dimana : i
= Infiltrasi (Koefisien Infiltrasi (i) = 0 s/d 1,0 )
WS
= kelebihan air
b. Penyimpanan air tanah (ground water storage) Pada permulaan perhitungan yang telah ditentukan penyimpanan air awal yang besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu.Persamaan yang digunakan adalah (sumber : PT. Tricon Jaya, Sistim Planing Irigasi Ongka Persatuan Kab. Donggala Hal V-4) Vn
= k. (Vn – 1) + ½ (1 + k ) i n
……………..
(3.13)
Dimana : Vn
= Volume simpanan ait tanah periode n ( m3)
Vn – 1
= Volume simpanan air tanah periode n – 1 (m3)
K
= qt/qo = Faktor resesi aliran air tanah (catchment are recession factor ). Faktor resesi aliran tanah (k) berkisar antara 0 s/d 1
qt
= Aliran tanah pada waktu t (bulan ke t)
qo
= Aliran tanah pada awal (bulan ke 0)
in
= Infiltrasi bulan ke n (mm)
Untuk mendapatkan perubahan volume aliran air dalam tanah mengikuti persamaan : Vn
=
Vn - Vn – 1 …. (3.14)
c. Limpasan (Run off ) Air hujan atau presipitasi akan menempuh tiga jalur menuju kesungai. Satu bagian akan mengalir sebagai limpasan permukaan dan masuk kedalam tanah lalu mengalir ke kiri dan kananya membentuk aliran antara. Bagian ketiga akan berperkolasi jauh kedalam tanah hingga mencapai lapisan air tanah. Aliran permukaan tanah serta aliran antara sering digabungkan sebagai limpasan langsung (direc runoff)
22
Untuk
memperoleh
limpasan,
maka
persamaan
yang
digunakan adalah : BF =
I - ( Vn )
Dro = WS – I
………………....................... (3.15) …………………………........ (3.16)
Ron = BF +Dro
……….…………………….. (3.17)
Dimana : BF I
= Aliran dasar (M3 /dtk/km) = Infltrasi (mm)
Vn = Perubahan volume aliran tanah (M3) Dro = Limpasan Langsung (mm) WS = Kelebihan air Ron = Limpasan periode n (M3/dtk/km2) d. Banyaknya air yang tersedia dari sumbernya. Persamaan yang digunakan adalah Qn =
Ron x A
.………………………….
(3.18)
Dimana : Qn
= Banyaknya air yg tersedia dari sumbernya periode n (m3 /dtk)
A 3.3
= Luas daerah tangkapan (catchment area) Km2
Tinjauan Teknis 3.3.1 Pengertian dan prinsip PLTA Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah suatu bentuk perubahan tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator.
Daya
(power)
yang
dihasilkan
dapat
dihitung
berdasarkan rumus berikut (Arismunandar dan Kuwahara, 1991) : P = 9,8 x Heff x Q (kW) ...................................................
(3.19)
23
Dimana : P
= Tenaga yang dikeluarkan secara teoritis
H
= Tinggi air jatuh efektif (m)
Q
= Debit Pembangkit (m3/det)
9,8
= Percepatan grafitasi = 9,81m/s2 Sebagaimana dapat dipahami dari rumus tersebut di atas,
daya yang dihasilkan adalah hasil kali dari tinggi jatuh dan debit air, oleh karena itu berhasilnya pembangkitan tenaga air tergantung dari pada usaha untuk mendapatkan tinggi jatuh air dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis. Pada umumnya debit yang besar membutuhkan fasilitas dengan ukuran yang besar misalnya, bangunan ambil air (intake), saluran air dan turbin (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). 3.3.2
Penentuan Tinggi jatuh Efektif 1. Jenis saluran air Tinggi jatuh efektif dapat diperoleh dengan mengurangi tinggi jatuh total (dari permukaan air pada pengambilan sampai permukaan air saluran bawah) dengan kehilangan tinggi pada saluran air (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). Tinggi jatuh penuh (Full head) adalah tinggi air yang bekerja efektif pada turbin yang sedang berjalan. Untuk jenis saluran air, bila diketahui permukaan air pada bangunan pengambilan dan saluran bawah serta debit air, maka tinggi jatuh efektif kemudian
dapat
ditentukan, dengan dasar
pertimbangan
ekonomis. Misalnya, bila kehilangan tinggi jatuh air dapat dikurangi dengan memperbesar penampang saluran air atau memperkecil kemiringannya, maka tinggi jatuh dapat digunakan dengan efektif (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). 2. Jenis waduk atau waduk pengatur Jika naik turunnya permukaan air waduk sudah dapat ditentukan, maka tinggi jatuh efektif maksimum dan minimum 24
dapat ditentukan seperti diuraikan diatas, sesuai dengan permukaan air waduk dalam keadaan maksimum dan minimum. Namun apanila naik turunnya permukaan air yang ada sangat besar, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a)
Tinggi jatuh normal Ini adalah tinggi jatuh efektif yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan tenaga yang dihasilkan atau efisiensi dari turbin. Pada umumnya turbin dapat bekerja dengan efisiensi maksimal pada tinggi jatuh ini.
b) Perubahan tinggi jatuh Kapasitas efektif waduk dan naik turunnya permukaan air waduk ditentukan berdasarkan atas daya puncak yang dihasilkan dan lamanya hal ini berlangsung ; hal ini disesuaikan dengan hubungan antara penyediaan dan kebutuhan tenaga, rencana penyediaan tenaga pada musim kemarau, pemanfaatan air banjir, dan lain-lain. 3.3.3 Penentuan Debit Turbin 1. Debit maksimum Debit maksimum turbin ditentukan sedemikian rupa sehingga biaya konstruksinya menjadi minimum berdasarkan lengkung debit sepuluh tahun terakhir atau lebih. Nilainya pada umumnya dua kali debit dalam musim kemarau (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). 2. Jumlah air pasti Jumlah air pasti (firm water quantity) adalah jumlah air yang pasti dapat dimanfaatkan sepanjang tahun. Ini diperoleh dari jumlah air dalam musim kering dikurangi dengan jumlah air yang dialirkan dibagian hilir untuk keperluan pengairan, perikanan,
pariwisata,
dan
lain-lain
(Arismunandar
dan
Kuwahara, 1991).
25
3.4
Klasifikasi PLTA 3.4.1 Penggolongan Berdasarkan Tinggi Terjunan (Arismunandar dan Kuwahara, 1997). Pusat listrik jenis terusan air (water way) adalah pusat listrik yang mempunyai tempat ambil air (intake) dihulu sungai, dan mengalirkan air ke hilir melalui terusan air dengan kemiringan (gradient) yang agak kecil. Tenaga listrik dibangkitkan dengan memanfaatkan tinggi terjun dengan kemiringan sungai tersebut. Jenis bendungan (dam) adalah jenis pusat listrik dengan bendungan yang melintang sungai guna menaikan permukaan air dibagian hulu bendungan dan membangkitkan tenaga listrik dengan memanfaatkan tinggi terjun yang diperoleh antara disebelah hulu dan hilir sungai. Pusat listrik jenis bendungan dan terusan air merupakan jenis gabungan dari kedua jenis tersebut diatas. Jenis ini membengkitkan tenaga listrik dengan menggunakan tinggi terjun yang didapat dari bendung dan terusan. 3.4.2
Penggolongan Menurut Aliran Air Pusat listrik jenis aliran sungai langsung (run of river) kerap kali dipakai pada pusat listrik jenis saluran air. Jenis ini membangkitkan tenaga listrik dengan memanfatkan aliran air sungai itu sendiri secara alamiah. Pusat listrik dengan kolam pengatur (regulating pond) mengatur aliran sungai setiap hari atau setiap minggu dengan menggunakan kolam pengatur yang dibangun melintang sungai dan membangkitkan tenaga listrik sesuai dengan perubahan beban. Pusat listrik jenis waduk (reservoir) mempunyai sebuah bendungan besar yang dibangun melintang. Dengan demikian terjadi sebuah danau buatan, kadang-kadang sebuah danau asli dipakai sebagai waduk. Air yang dihimpun dalam musim hujan
26
dikeluarkan pada musim kemarau, jadi pusat listrik jenis ini sangat berguna untuk pemakaian sepanjang tahun. Pusat listrik jenis pompa (pumped storage) adalah jenis PLTA yang memanfaatkan tenaga listrik yang berlebihan pada musim hujan atau pada saat pemakaian tenaga listrik berkurang pada tengah malam. Pada waktu itu air dipompa ke atas dan disimpan dalam waduk. Jadi pusat listrik jenis ini memanfaatkan kembali air yang didapat untuk membangkitkan tenaga listrik pada beban puncak pada siang hari. 3.5
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) 3.5.1 Perkembangan Pusat Listrik Tenaga Air Akhir-akhir ini di dunia termasuk negara-negara maju, memperhatikan pembangunan PLTA berkapasitas kecil. Pembagian PLTA dengan kapasitas kecil pada umumnya adalah sebagai berikut (Patty, 1995) : 1. PLTA mikro < 100 kW 2. PLTA mini 100 - 999 kW 3. PLTA kecil 1000 - 10000 kW Dengan kemajuan teknis, tinggi = 1 – 1,5 m dapat digunakan dan kapasitas turbin dapat dibuat 4 – 5 kW. Salah satu sebab bagi negara-negara maju membangun PLTA berkapasitas kecil ini adalah harga minyak OPEC yang terus meningkat sekarang ini, di samping bertambahnya kebutuhan listrik (Patty, 1995). Di Indonesia salah satu program pemerintah adalah listrik masuk desa terpencil di daerah pegunungan, pembangunan PLTA menghubungkan desa ini dengan hantaran tegangan tinggi tidaklah ekonomis. Berdasarkan pertimbangan diambil langkah-langkah berikut dalam perencanaan PLTA mikro hidro untuk suatu daerah pedesaan (Patty, 1995) :
27
1.
Mempelajari bangunan air irigasi (irigasi, drainase dan lainlain) yang sudah ada di desa tersebut.
2.
Meneliti bahan bangunan yang terdapat di tempat serta pendidikan masyarakat desa.
3.
Meneliti mesin yang hendak dipakai, lebih baik digunakan mesin yang
lebih mahal tetapi memerlukan biaya yang lebih
sedikit dan waktu yang lebih singkat untuk reparasi. 3.5.2 Penerapan Teknologi Mikro Hidro Sekarang ini masih menghadapi berbagai kendala, sehingga baru sebagian kecil dari potensi tenaga air yang ada di daerah irigasi dan sungai-sungai kecil diseluruh Indonesia yang sudah dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga mikro hidro. Kendala utama yang perlu diatasi dengan sebaik-baiknya adalah bahwa sampai sekarang teknologi mikro hidro belum dapat mencapai nilai komersial yang baik. Mikro hidro masih disebut secara pesanan, sehingga mikro hidro dengan kehandalan tinggi yang disebut dengan teknologi maju membutuhkan biaya investasi awal yang besar. Sebaliknya, mikro hidro yang dibuat dengan menggunakan teknologi sederhana, walaupun tidak membutuhkan biaya investasi awal yang besar, pada umumnya mempunyai kehandalan rendah dan masih memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi untuk menjamin kelangsungan operasinya. Selain itu, mikro hidro yang kehandalannya rendah sering mengalami gangguan
pengopersaian
yang
dapat
merugikan konsumen
(Endardjo, et all, 1998). Pengembangan rancang bangun mikro hidro standar PU dimaksudkan sebagai upaya standarisasi untuk mengembangkan mikro hidro standar yang mempunyai kehandalan tinggi dengan biaya investasi awal yang layak (Endardjo, et all, 1998).
28
3.5.3
Rancangan Konsep Rancang Bangun Mikrohidro Dari hasil studi awal telah dapat disiapkan rancangan konsep rancang standar PU yang masih bersifat sementara dan akan terus disempurnakan (Endardjo,et,all,1998). 1.
Konstruksi bangunan sipil Saluran kolam tandon dan bagian-bagiannya dibuat dari komponen-komponen modular saluran terbuka (U-Ditch) beton pracetak yang diproduksi secara pabrikasi. Pipa pesat dan bagian-bagiannya dibuat dari komponenkomponen modular pipa beton pracetak yang diproduksi secara pabrikasi. Bak penampung belakang, untuk menampung aliran air dari turbin, dibuat dari komponen modular beton pracetak yang diproduksi secara pabrikasi. Rumah pembangkit merupakan rumah sederhana dengan dinding dari pasangan bata/batako atau papan dan atap dari seng gelombang yang secara keseluruhan dibangun ditempat.
2. Konstruksi peralatan elektro-mekanik a.
Turbin cross flow berikut adaptor pipa pesat dan bagianbagian lainnya dibuat dari konstruksi besi plat, besi profil dan besi cor secara pabrikasi.
b.
Generator lengkap dengan pengatur tegangan otomatis (AVR) menggunakan produk yang tersedia di pasar.
c.
Penyelaras daya (kontrol beban) sedang dikaji apakah akan menggunakan sistem pengontrol kecepatan turbin atau sistem pembuang kelebihan daya.
d.
Panel kontrol (panel daya) menggunakan produk yang tersedia dipasar.
29
Berikut ini dikemukakam beberapa hal pokok yang menjadi fokus perhatian dalam pengembangan rancang bangun mikrohidro standar PU (Endardjo, et, all, 1998) : 1. Sistem Konstruksi Pemilihan
sistem
konstruksi
dengan
komponen-
komponen modular yang dibuat secara pabrikasi didasarkan pada pertimbangan bahwa biaya konstruksi akan dapat ditekan serendah
mungkin
apabila
sebagian
besar
elemen
bangunan/peralatan dibuat secara massal. 2. Kapasitas Daya Mikrohidro Penetapan kapasitas daya
maksimum mikrohidro
sebesar 50 kW didasarkan pada perkiraan sementara (belum dilakukan studi) bahwa harga komersial mikrohidro yang dapat diterima oleh pasar tidak lebih dari Rp 150.000.000,- dan harga per kW mikrohidro untuk kapasitas daya 50 kW maksimum Rp 3.000.000,- perkiraan kasar harga per kW mikrohidro bersifat sangat sementara karena dalam komponen mikrohidro masih ada kandungan impor. 3. Kapasitas Tinggi Terjun dan Debit Mikrohidro Kapasitas
tinggi
terjun
mikrohidro
ditetapkan
maksimum 50 m didasarkan pada kemampuan memikul beban tekanan dari komponen-komponen mikrohidro yang sedang dikembangkan. Sedangkan kapasitas tinggi terjun minimum ditetapkan 4 m dimaksudkan untuk membatasi besar debit mikrohidro agar pada kapasitas daya minimum 10 kW debit mikrohidro tidak lebih dari 500 liter/det. 3.5.4
Komponen Pokok Mikro Hidro Merupakan komponen yang paling dominan di dalam pembanguan PLTM. Komponen ini mempengaruhi besarnya biaya pembangunan dan perlu diketahui di setiap daerah Indonesia biaya
30
yang diperlukan sangatlah bervariasi. Skema dari sistem PLTMH dapat dilihat pada gambar d bawah ini :
Gambar 3.1. Komponen Pokok Mikrohidro (Sumber : Kristanto, 2007) Dari gambar di atas, suatu rangkaian PLTMH memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut : 1. Dam/Bendungan Pengalih dan Intake (Diversion Weir and Intake) Bendung berfungsi untuk menaikkan/mengontrol tinggi air dalam sungai secara signifikan sehingga memiliki jumlah air yang cukup untuk dialihkan ke dalam intake pembangkit mikro hidro di bagian sisi sungai ke dalam sebuah bak pengendap (Settling Basin). Sebuah bendung dilengkapi dengan pintu air untuk
membuang
Perlengkapan
lainnya
kotoran/lumpur adalah
yang
mengendap.
penjebak/saringan
sampah.
PLTMH umumnya merupakan pembangklit tipe run off river sehingga bangunan bendung dan intake dibangun berdekatan. Dengan pertimbangan dasar stabilitas sungai dan aman
31
terhadap banjir, dapat dipilih lokasi untuk bendung (Weir) dan intake. Tujuan dari intake adalah untuk memisahkan air dari sungai atau kolam untuk dialirkan ke dalam saluran, penstock atau bak penampungan. Tantangan utama dari bangunan intake adalah ketersediaan debit air yang penuh dari kondisi debit rendah sampai banjir. Juga sering kali adanya lumpur, pasir dan kerikil atau puing-puing dedaunan pohon sekitar sungai yang terbawa aliran sungai. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih lokasi Bendung (Weir) dan Intake, antara lain : a. Jalur daerah aliran sungai Lokasi bendung (Weir) dan intake dipilih pada daerah aliran sungai dimana terjamin ketersediaan airnya, alirannya stabil, terhindar banjir dan pengikisan air sungai. b. Stabilitas lereng yang curam Oleh
karena
pemilihan
lokasi
PLTMH
sangat
mempertimbangkan head, sudah tentu pada lokasi lereng atau bukit yang curam. Dalam mempertimbangkan lokasi bangunan
Bendung
mempertimbangkan
(Weir)
dan
stabilitas
Intake
sedimen
hendaknya
atau
struktur
tanahnya yang stabil. c. Memanfaatkan fasilitas saluran irigasi yang ada di pedesaan Pemanfaatan ini dapat dipertimbangkan untuk efisiensi biaya konstruksi, karena sudah banyak sungai di pedesaan telah dibangun konstruksi sipil untuk saluran irigasi. d. Memanfaatkan topografi alami seperti kolam dan lain-lain Penggunaan kealamian kolam untuk intake air dapat memberikan
keefektifan
yang
cukup
tinggi
untuk
mengurangi biaya, disamping itu juga membantu menjaga kelestarian alam, tata ruang sungai dan ekosistem sungai. 32
Yang perlu diperhatikan adalah keberlanjutan kolam dan pergerakan sedimen. e. Level olume yang diambil (Tinggi Dam) dan level banjir Karena pembangunan bendung/dam inatek pada bagian yang sempit dekat sungai, maka level banjir pada daerah itu lebih tinggi sehingga diperlukan daerah bagian melintang dam yang diperbesar untuk kestabilan. f. Perletakan Intake selalu pada posisi terluar dari lengkungan sungai. Pertimbangan ini dilakukan untuk memperkecil sedimen didalam saluran pembawa. Dan sering kali dibuat pintu air intake untuk melakukan pembilasan sedimen yang terendap dari intake g. Keberadaan penggunaan air sungai yang mempengaruhi keluaran/debit air. Jika intake untuk pertanian atau tujuan lain yang mengambil air maka akan mempengaruhi debit sungai. 2.
Bak Pengendap (Settling Basin) Fungsi banguan ini adalah untuk : a. Penyalur
yang
menghubungkan
intake
dengan
bak
pengendap sehingga panjangnya harus dibatasi. b. Mengatur aliran air dari saluran penyalur sehingga harus mencegah terjadinya kolam pusaran dan aliran turbulen serta mengurangi kecepatan aliran masuk ke bak pengendap sehingga perlu bagian melebar. c. Sbagai bak pengendap adalah untuk mengendapkan sedimen dimana untuk detil desainnya perlu dihitung dengan formulasi hubungan panjang bak, kedalaman bak, antara kecepatan pengendap, dan kecepatan aliran. d. Sebagai penimbunan sedimen, sehingga harus didesain mudah dalam pembuangan sedimen. 33
e. Sebagai spillway yang mengalirkan aliran masuk ke bagian bawah dimana mengalir dari intake. 3. Saluran Pembawa (Channel/headrace) Saluran pembawa mengikuti kontur permukaan bukit untuk menjaga energi dari aliran air yang disalurkan. 4. Bak Penenang (Headtank) Fungsi dari bak penenang adalah sebagai penyaring terakhir seperti settling basin untuk menyaring benda-benda yang masih tersisa dalam aliran air, dan merupakan tempat permulaan pipa pesat (penstock) yang mengendalikan aliran menjadi minimum sebagai antisipasi aliran yang cepat pada turbin tanpa menurunkan elevasi muka air yang berlebihan dan menyebabkan arus baik pada saluran Pemilihan lokasi bak penenang untuk pembangkit listrik sakal kecil seringkali berada pada punggung yang lebih tinggi, beberapa yang dapat dipertimbangkan antara lain : a. Keadaan topografi dan geologi sungai Sedapat mungkin dipilih lokasi dimana bagian tanahnya relative stabil. Dan jika umumnya terdiri dari batuan keras maka sedapat mungkin dapat mengurangi jumlah pekerjaan penggalian. b. Walaupun ditempatkan pada punggung gunung, dipilih tempat yang relative datar. c. Mengurangi hubungan dengan muka air tanah yamg lebih tinggi. 5. Pipa Pesat (Penstock) Penstock dihubungkan pada sebuah elevasi yang lebih rendah ke sebuah turbin air. Kondisi topografi dan pemilihan skema PLTMH mempengaruhi tipe pipa pesat (penstock). Umumnya sebagai saluran ini harus didesain/dirancang secara benar sesuai kemiringan (head) sistem PLTMH. 34
Pipa penstock merupakan salah satu komponen yang mahal dalam pekerjaan PLTMH, oleh karena itu desainnya perlu dipertimbangkan terhadap keseimbangan antara kehilangan energi dan biaya yang diperlukan. Parameter yang penting dalam desain pipa penstock terdiri dari material yang digunakan, diameter dan ketebalan pipa serta jenis sambungan yang digunakan. Berdasarkan kondisi topografi yang ada pada lokasi skema sistem PLTMH, beberapa pertimbangan pemilihan lokasi pipa pesat (penstock) antara lain adalah : a. Topografi yang dilewati memiliki tingkat kemiringan yang memenuhi persyaratan dimana rute pipa pesat harus berada di bawah minimum garis kemiringan hidraulik. b. Stabilitas tanah dari daerah yang dilewati c. Pemanfaatan jalan yang telah ada atau tersedia 6. Rumah Pembangkit (Power House) Sesuai
posisinya,
rumah
pembangkit
ini
dapat
diklasifikasikan kedalam tipe di atas tanah, semi di bawah tanah, di bawah tanah. Sebagian besara rumah pembangkit PLTMH adalah di atas tanah. Untuk pertimbangan desain rumah pembangkit, perlu dipertimbangkan : a. Lantai rumah pembangkit dimana peralatan PLTMH ditempatkan, perlu memperhatikan kenyamanan selama operasi, mengelola, melakukan perawatan dimana terjadi pekerjaan pembongkaran dan pemasangan peralatan. b. Memiliki cukup cahaya masuk untuk penerangan di siang hari dan adanya ventilasi udara. c. Kenyamanan jika operator berada didalamnya seperti untuk melakukan pengendalian ataupun pencatatan secara manual Konstruksi untuk desain rumah pembangkit PLTMH juga tidak terlepas dari skema system PLTMH yang bergantung 35
pada jenis dan tipe turbin yang digunakan, dan sirkulasi air yang dikeluarkan setelah menggerakkan turbin. Karena itu ada beberapa pertimbangan tipe desain rumah pembangkit sesuai jenis turbin yang digunakan, sebagai berikut : a. Rumah pembangkit menggunakan turbin jenis “Turbin Implus” Desain
konstruksi
rumah
pembangkit
mempertimbangkan jarak bebas antara pembangkit
dengan
permukaan
air
ini
perlu
dasar rumah
buangan
turbin
(afterbay). Pada kasus turbin implus (turbin pelton, turgo dan crossflow), air yang dilepas oleh runner turbin secara langsung dikeluarkan kedalam udara di tailrace. Permukaan air di bawah turbin akan bergelombang. Oleh karena itu jarak bebas antara rumah pembangkit dengan permukaan air afterbay harus dijaga paling tidak 30-50 cm. kedalaman air di afterbay harus dihitung berdasarkan suatu formulasi antara desain debit dan lebar saluran di tailrace. Kemudian air di afterbay harus ditentukan lebih tinggi dari pada estimasi air banjir. Juga head antarapusat turbin dan level air pada outlet harus menjadi headloss. b. Rumah turbin menggunakan turbin jenis “Turbin Reaction” Hal yang sama dalam desain konstruksi rumah turbin menggunakan jenis reaction (Francais, Propeller), adalah prilaku air afterbay. Pada kasus menggunakan turbin tipe reaction, air dikeluarkan kedalam afterbay melalui turbin. Head antara turbin dan level air dapat digunakan untuk membangkitkan
tenaga.
Dengan
demikan
desain
konstruksinya memperbolehkan posisi tempat pemasangan turbin berada di bawah level air banjir, dan pada desain konstruksinya perlu disediakan tempat untuk menempatkan peralatan seperti pintu tailrace, dan pompa. 36
7.
Saluran Pembuang Akhir (Tail Race) Saluran pembuang akhir (tail race) direncanakan berbentuk persegi empat dari pasangan batu. A = b x h ……………………………………..……….. (3.20) V = Q / A ……………………………………..………. (3.21) P = b + 2h ……………………………………...……... (3.22) R = A / P ……………………………………………… (3.23) Rumus Manning : V =
1 𝑛
x S1/2 x R 2/3 ………………… (3.24)
S = [ (n x V) / R2/3 ]2 ………………………………… (3.25) 3.6
Pemilihan Turbin Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Berdasarkan prinsip kerjanya, turbin air dibagi menjadi dua kelompok . 1.
Turbin implus (cross-flow, pelton & turgo) Untuk jenis ini, tekanan pada setiap sisi sudu gerak runnernya pada bagian turbin yang berputar sama.
2. Turbin reaksi (francis, kaplanpropeller) Untuk jenis ini, digunakan untuk berbagai keperluan (wide range) dengan tinggi terjun menengah (medium head). Daerah aplikasi berbagai jenis turbin air relative spesifik. Pada beberapa daerah operasi memungkinkan digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan jenis turbin pada daerah operasi yang overlapping ini memerlukan perhitungan yang lebih mendalam. Pada dasarnya daerah kerja operasi turbin menurut Keller 2 dikelompokkan menjadi : 1.
Low head powerpalnt dengan tinggi jatuhan air (head)
2.
Medium head powerplant dengan tinggi jatuhan antara low head dan high head.
37
3.
High head powerplant dengan tinggi jatuhan air yang memenuhi persamaan H > 100 (Q) ……………………………………....................... (3.26) Dimana : H
= Tinggi terjunan (head)
Q
= Debit desain (m3/det)
PLTMH dengan tinggi jatuhan (head) 6-60 m, yang dapat dokategorikan pada head rendah dan medium. Tabel 3.4 Daerah Operasi Turbin Jenis Turbin
Variasi Head (m)
Kaplan dan Propeller
2 < H < 20
Francis
10 < H < 350
Pelton
50 < H < 1000
Crossflow
6 < H < 100
Turgo
50 < H < 250
Sumber : www.HydroGeneration.co.uk
3.6.1 Kriteria Pemilihan Jenis Turbin Pemilihan
jenis
turbin
dapat
ditentukan
berdasarkan
kelebihan dan kekurangan dari jenis-jenis turbin, khususnya untuk suatu desain yang sangat spesifik. Pada tahap awal, pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan parameterparameter khusus yang mempengaruhi sistem operasi turbin, yaitu : 1.
Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang akan dimanfaatkan untuk operasi turbin merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan jenis turbin, sebagai contoh : turbin pelton efektif untuk operasi pada head tinggi, sementara turbin proppeller sangat efektif beroperasi pada head rendah.
2.
Faktor daya (Power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang tersedia. 38
3.
Kecepatan (Putaran) turbin yang akan ditransmisikan ke generator. Seabagi contoh untuk sistem transmisi direct couple antara generator dengan turbin pada head rendah, sebuah turbin reaksi (propeller) dapat mencapai putaran yang diinginkan, sementara turbin pelton dan crossflow berputar sangat lambat (low speed) yang akan menyebabkan sistem tidak beroperasi.
Ketiga faktor di atas seringkali diekspresikan sebagai ”kecepatan spesifik, Ns”, yang didefenisikan dengan formula : Ns = N x P0,51 x H0,21 ........................................................ (3.27) Dimana : N
= Kecepatan putaran turbin ( rpm)
P
= Maksimum turbin output (kW)
H
= Head efektif (m)
Output turbin dihitung dengan formula : P = 9,81 x Q x H x qt ............................................................ (3.28) Dimana : Q
= Debit air (m3/dtk)
H
= Head efektif (m)
qt
= Efisiensi turbin
Tabel 3.5 Efisiensi Turbin (Wiratman,1975, dlm Rustiati,1996) Turbin
ns (epm)
µT (%)
H (m)
Pelton
10 – 40
89 – 90
1800 – 300
Francis
40 – 50
90 – 94
350 – 25
Kaplan
60 – 660
89 – 91
100 – 15
Propeler
350 – 1050
85 – 94
50 – 5
Kecepatan spesifik setiap turbin memiliki kisaran (range) tertentu berdasarkan data eksperimen. Kisaran kecepatan spesifik beberapa turbin air adalah sebagai berikut : 39
Turin Pelton
12 ≤ Ns 25
Turbin Francis
60 ≤ Ns 300
Turbin Crossflow
40 ≤ Ns 200
Turbin Propeller
250 ≤ Ns 1000
Dengan mengetahui kecepatan spesifik turbin maka perencanaan dan pemilihan jenis turbin akan menjadi lebih mudah. Beberapa formula yang dikembangkan dari data eksperimental berbagai jenis turbin dapat digunakan untuk melakukan estimasi perhitungan kecepatan spesifik turbin, yaitu : Turin Pelton
Ns = 85.49 / H0.243 (Siervo & Lugaresi, 1978)
Turbin Francis
Ns = 3763 / H0.854 (Schweiger & Gregory, 1989)
Turbin Kaplan
Ns = 2283 / H0.486 (Schweiger & Gregory, 1989)
Turbin Crossflow
Ns = 513.25 / H0.505 (Kpordze & Wamick, 1983)
Turbin Propeller
Ns = 2702 / H0.5 (USBR, 1983)
Dengan mengetahui besaran kecepatan spesifik maka dimensi dasar turbin dapat diestimasi (diperkirakan).
40
Gambar 3.2. Diagram Aplikasi Berbagai Jenis Turbin (Head Vs Debit) 3.7
Perencanaan Daya Listrik Pada prinsipnya pembangkit tenaga air adalah suatu bentuk perubahan tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik dengan menggunakan turbin air dan generator. Daya (power) teoritis yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan persamaan empiris berikut (Arismunandar dan Kuwahara, 1991) : P
= 9,8 x Q x H eff (kW) .......................................................
Dimana
(3.29)
:
P
= Tenaga yang dihasilkan secara teoritis (kW)
Q
= Debit pembangkit (m³/det)
H eff
= Tinggi jatuh efektif (m)
9,8
= Percepatan gravitasi (m/s2) Seperti telah dijelaskan bahwa daya yang keluar merupakan hasil
perkalian dari tinggi jatuh dan debit, sehingga berhasilnya suatu usaha pembangkitan tergantung dari usaha untuk mendapatkan tinggi jatuh air 41
dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis. Selain itu pembangkitan tenaga air juga tergantung pada kondisi geografis, keadaan curah hujan dan area pengaliran (catchment area) (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). Penentuan tinggi jatuh efektif dapat diperoleh dengan mengurangi tinggi jatuh total (dari permukaan air sampai permukaan air saluran bawah) dengan kehilangan tinggi pada saluran air. Tinggi jatuh penuh adalah tinggi air yang kerja efektif saat turbin air berjalan (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). Adapun debit yang digunakan dalam pembangkit adalah debit andalan yang terletak tepat setinggi mercu yaitu debit minimum. Karena pembangkit ini direncanakan beroperasi selama 24 jam sehari semalam (Arismunandar dan Kuwahara, 1991).
42
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Secara garis besar penulis memberikan gambaran tentang tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada penelitian tentang “Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Di Sungai Marimpa Kecamatan Pinembani” 4.1
Lokasi Penelitian Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Sungai Marimpa yang merupakan sungai yang paling dekat dengan daerah pemukiman. Secara administrative terletak di Desa Dangraa, Kecamatan Pinembani, Kabupaten Donggala. Jarak dari Kota Palu ke lokasi Penelitian kurang lebih 48 km.
4.2
Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut
4.3
1.
GPS
2.
Meteran
3.
Stopwatch
4.
Kamera
5.
Ban
6.
Dan lain-lain
Langkah-langkah Penelitian 1.
Pengumpulan Data Mengumpulkan data-data dari berbagai referensi yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. a.
Mengukur tinggi muka air, kecepatan dan luas penampang sungai.
b.
Merencanakan Site Plan.
c.
Menentukan letak/posisi Intake saluran pengambil air pada Sungai Marimpa.
d.
Menentukan bak pengendap.
e.
Menentukan dimensi saluran pengarah dan bak penenang.
43
f.
Menentukan bahan dan dimensi pipa yang akan digunakan.
g.
Mengukur tinggi terjunan dan jarak lintasan pipa dari bak penenang sampai ke power house.
2.
Persamaaan Menggunakan persamaan Daya dan Metode Geometrik yang akan digunkan dalam perhitungan.
3.
Perhitungan Menghitung daya yang dihasilkan oleh PLTMH
4.
Pembahasan Data yang telah diolah kemudian dibahas untuk mendapatkan hasil dari penulisan penelitian ini.
4.4
Pengumpulan Data Untuk merencanakan PLTMH diperlukan data antara lain catatan curah hujan yang dapat mewakili kondisi curah hujan pada daerah tangkapan Sungai Marimpa, dimana PLTMH tersebut direncanakan untuk perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Pinembani. 1.
Survey Pendahuluan Survey pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana survey dapat diterapkan dan untuk mengetahui gambaran awal kondisi di lapangan.
2.
Pengumpulan Data Adapun data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data primer, dan data sekunder. Data-data yang dikumpulkan terdiri atas: a.
Data Primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan observasi langsung di lokasi perencanaan serta Tanya Jawab dengan stekholder terkait. Data ini berupa : -
Data dimensi sungai
-
Data kondisi sungai, seperti : Kedalaman sungai, tinggi terjunan (head)
44
b.
Data sekunder, Data sekunder merupakan data yang diambil dari instansi terkait seperti kantor Balai Wilayah Sungai 3 Sulawesi Tengah dan Badan Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah. Adapun data sekunder meliputi : -
Peta Lokasi Perencanaan.
-
Data Curah Hujan.
-
Peta Cathment Area.
-
Peta Topografi.
45
Mulai
Pengumpulan, Evaluas Pendahuluan Data dan Peninjauan
Data Primer
Data Sekunder
Data Sungai (debit dan Penampang)
Data Klimatologi dan Curah Hujan, Peta (Topografi, DAS)
Perhitungan Debit Andalan (metode Penman dan F.J.Mock)
Input Data (Primer dan Sekunder
Perencanaan Cofferdam, Bendung, Intake, Headrace, Sedimen trap, Pipa Pesat, Head Loss, House Power dan Tail Race
TIDAK
Memenuhi
YA Perhitungan Daya
Penyusunan Laporan (Menyimpulkan)
Mulai
Gambar 4.1.. Bagan Alir Penelitian 46
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1
Debit Andalan 5.1.1 Evaluasi Data Data – data yang akan digunkan dalam menganalisis debit andalan meliputi data curah hujan dan data klimatologi dimana datadata tersebut akan dievaluasi terlebih dahulu. Data-data yang akan dievaluasi harus lengkap dan tercatat. Untuk data-data yang akan digunakan dalam menganalisis ketersediaan air (debit andalan) secara keseluruhan mencakup antara lain : a.
Kelembaban relatif stasiun lalundu (Tabel 2.1)
b.
Data temperatur udara rata-rata bulanan (Tabel 2.2)
c.
Data kecepatan angin rata-rata bulanan (Tabel 2.3)
d.
Data penyinaran matahari rata-rata bulanan (Tabel 2.4)
e.
Data curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan (Tabel 2.5)
5.1.2 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (ETo) Untuk menghitung evapotranspirasi potensial (ETo) digunakan metode “Penman Modifikasi” dengan persamaan :
ETo c.Eto ETo ' W .(0,75 .Rs Rn1 ) (1 W ). f (u).( ea ed ) Contoh perhitungan ETo, untuk bulan Januari pada stasiun lalundu, adalah sebagai berikut : Diketahui : Data rerata Klimatologi seperti pada tabel 3.4. 1.
Temperatur rata-rata, T = 26,80o C
2.
Kelembaban udara relatif, RH = 92,4%
3.
Kecepatan angin, u = 69.2 km/hr = 2.88 km/jam = 0.80 m/det
4.
Penyinaran matahari, n/N = 50.4% 47
Langkah 1 : Dengan data T = 27,52o C (Tabel 2.2), didapat : 5.
Tekanan uap jenuh (Ea), melalui interpolasi didapat :
T 27C ea 35,70
T 28C ea 37.80
T 27,52 ea 35,7
37,8 35,7 x (27,52 27) 28 27
ea 36,79 m.bar 6.
Faktor penimbang suhu dan elevasi daerah (W)
T 27C 0.76
T 27.52C W 0.77
T 28C 0.77 7.
(1 – W) = 1 – 0,77 = 0,23
8.
Fungsi suhu, f(T)
T 27C 16,10 T 27,52 ea 16,10
T 28C 16.30
16,30 16,10 x (27,52 27) 28 27
f (T ) 16,20 m.bar
Langkah 2 Dengan data :
RH = 72,09% (Tabel 2.1) ea = 36.79 m.bar
9.
Tekanan uap aktual ed ea RH 100
36.79 72.09 % 26.52 m.bar 10. Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya :
ea ed 36 .79 26 .52 10.27 m.bar 11. Fungsi tekanan uap, f(ed) f ed 0.34 0.044
ed
48
0.113
Langkah 3 : Dengan data : -
Koordinat 0o 10’ 31”LU
-
Rasio keawanan , n/N = Penyinaran matahari = 44.8 %
Didapat besaran : 12. Radiasi ekstra matahari, Ra didapat melalui interpolasi: Januari,
0 LU Ra 15 .00 2 LU Ra 14 ,70
0LU Ra 15.00
14,70 15.00 o (0 10' 31" 0 o ) 20
Ra 14.97 mm/hari 13. Radiasi yang diterima matahari, Rs diperoleh dari Rs (0.25 0.5 n N ) Ra
(0.25 0.5 0.45) 14,97 7.38 mm/hari 14. Fungsi Rasio keawanan f(n/N) didapat melalui persamaan : f n N 0.1 0.9n N 0.1 0.90.45
0.51 Langkah 4 : Dengan data : Kecepatan angin, u = 55.1 km/hari = 0.64 m/det Didapat besaran : 15. Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2.00 m di atas permukaan tanah (km/hari) = f(u) didapat melalui persamaan : f(u) = 0.27 ( 1 + u . 0.864) = 0.27 ( 1 + 0,64 x 0.864)
0.42 m/det
49
Langkah 5 : 16. Menghitung besaran radiasi bersih gelombang panjang (Rn1) mm/hari dengan persamaan :
Rn1 f(T) f(ed) f(n/N) 16.2 x 0,113 x 0.51 0.93 mm/hari Langkah 6 : 17. Menghitung
faktor
koreksi
c
berdasarkan
perkiraan
perbandingan kecepatan angin siang/malam di Indonesia. Data :
RH
= 72.09 %
U
= 55,1 km/hari = 0.64 m/det
Rs
= 7.38 mm/hari
Asumsi U siang/U malam = 1 Melalui interpolasi tabel. Di peroleh c = 1,10
Rns (1 a) Rs a 0.25 (1 0.25)7.38 5.53 mm/hari Rn Rns Rn1
Rn 5.53 0.93 = 4.6 mm/hari Langkah 7 : 18. Menghitung ETo dengan persamaan : ETo = C [W . Rn + (1 – W) x (f(u) x (ea –ed)] = 1.1 [ 0.77 (4.6) + (0.23)(0.42)(10.27) = 4.98 mm/hari ETo bulanan = 4.98 x 31 hr = 154.50 mm/bulan Perhitungan evapotransrasi potensial langkah 1 sampai dengan langkah 7 bulan Januari dan bulan selanjutnya disajikan pada tabel 5.1.
50
Tabel 5.1. Perhitungan Evapotranspirasi Bulanan dengan Metode Penmann Modifikasi
Sumber : Hasil Perhitungan
51
51
5.1.3 Perhitungan Metode Empiris Debit Andalan Sungai Dalam menentukan ketersediaan air atau debit andalan pada DAS Sungai Marimpa, digunakan Metode F.J. Mock untuk tiap tahunnya selama 10 tahun. Data yang menjadi parameter dalam menentukan debit andalan antara lain : 1.
Data curah hujan bulanan rata-rata
2.
Data evapotranspirasi potensial yang dihitung dengan metode Penman Modifikasi
3.
Data jumlah harian hujan
Adapun langkah perhitungan ketersediaan air atau debit anadalan pada DAS Marimpa dengan metode F.J.Mock dapat dilihat pada contoh perhitungan pada bulan januari tahun 2000 sebagao berikut : 1.
2.
Data Meteorologi a.
Curah hujan bulanan (R) = 363.0 mm/bln
b.
Jumlah hari hujan (n) = 11 hari
Evapotranspirasi aktual (Ea) : a.
Evapotranspirasi potensial (ETo) = 154.50 mm/bln (tabel 5.11)
b.
Permukaan lahan terbuka (m) = 10 %
c.
ETo / Ea (m / 20) (18 n) (10 / 20) (18 11)
3,5 % d.
Evapotranspirasi terbatas (Ee)
Ee (m / 20) (18 n) ETo 0,035154,50 5.408 mm/bulan
52
e.
Evapotrapirasi aktual (Ea)
Ea ETo Ee 154.500 5.408 149.093 mm/bulan 3.
Keseimbangan air a.
S R Ea
363.00 149,093 213.907 mm/bulan b.
Limpasan Badai (PF = 5 %) Jika :
S 0, maka PF = 0
S 0, Hujan Bulanan (R) 0,05 PF = 0 c.
Kandungan air tanah (SS) Jika :
R > Ea maka, SS = 0
R < Ea maka, SS = S - PF SS = 0 d.
Kapasitas kelembaban tanah akhir Jika :
SS = 0 maka Kapasitas kelembaban air tanah = 200
SS 0 maka Kapasitas kelembaban air tanah = kandungan air tanah e.
Kelebihan air (WS)
WS S SS
213.907 0.00 213.907 mm/bulan Karena air hujan dapat masuk ke dalam tanah, sehingga terjadi kelebihan air sebanyak 213.907 mm/bulan. 4.
Limpasan dan Penyimpangan Air a.
Faktor infiltrasi (i) diambil 0,4
b.
Faktor resesi air tanah (k) diambil 0,6
c.
Infiltrasi (I) 53
I i WS
0,4 x213.907 85.563 mm/bulan d.
Volume air tanah (G)
G 0.50(1 k ) I 0.50(1 0.60) 85.563 68.45 mm/bulan e.
Penyimpanan volume air tanah awal terkoreksi (L) L k (Vn1 ) Vn1 100
0.60 100
60.00 mm/bulan f.
Total volume penyimpanan air tanah (Vn) Vn 0.50 1 k I k Vn 1
68.45 60.00 128.45 mm/bln g.
Perubahan volume aliran dalam tanah (∆Vn) Vn Vn Vn 1
128.45 100 28.45 mm/bln h.
Aliran dasar (BF)
BF I Vn 85.563 28.450 57.113 mm/bln i.
Limpasan langsung (DR)
DR WS I PF 213.907 85.563 0
128.344 mm/hari
54
j.
Total limpasan (TRo)
TRo BF DR 57.113 128.344 185.457 mm/hari k.
Debit Sungai (Q) Diketahui data-data sebagai berikut : -
Luasan Cathmen area, A = 7.76 km2 = 7.76 x 106 m2
-
Jumlah hari dalam bulan januari = 31 hari
Maka untuk debit tersedia dapat dihitung sabagai berikut : Debit tersedia bulan n (Qn)
Qn TRo A
185 .457 10 3 7,76 11 .6 31
0,539 m3/det
Perhitungan debit bulan Januari 2000 diatas dan bulan selanjutnya dari tahun 2000 – 2009 disajikan dalam bentuk tabel (lihat tabel 3.7 3.8). Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam tebel 3.6. berikut. Debit andalan yang ekonomis ditentukan menurut pedoman ”Technical Participation Manual for Small Hydroelectric Power Develovement” yang dikeluarkan oleh New Energy Foundation, MITI Japan. Memperhatiakn kurva durasi debit aliran, maka dapat dipilih debit disain yang efektif. Pada prosentase kejadian 70 % diperoleh debit sebesar 0,064 m3/det. Dan pada prosentase kejadian 100 % diperoleh debit 0,009 m3/det. Sehingga debit desain ditetapkan sebesar 0,064 m3/det. Banjir
Rencana
pada
studi
ini
dilakukan
melalui
pengamatan karakteristik sungai. tanda-tanda kejadian banjir yang ada serta hasil wawancara dengan masyarakat disekitar lokasi studi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kejadian banjir mengakibatkan permukaan air sungai naik sampai 1,00 meter di lokasi PLTMH. 55
Tabel 5.2.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2000
Sumber : Hasil Perhitungan
56
56
Tabel 5.3.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2001
Sumber : Hasil Perhitungan
57
57
Tabel 5.4.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2002
Sumber : Hasil Perhitungan
58
58
Tabel 5.5.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2003
Sumber : Hasil Perhitungan
59
59
Tabel 5.6.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2004
Sumber : Hasil Perhitungan
60
60
Tabel 5.7.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2005
Sumber : Hasil Perhitungan
61
61
Tabel 5.8.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2006
Sumber : Hasil Perhitungan
62
62
Tabel 5.9.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2007
Sumber : Hasil Perhitungan
63
63
Tabel 5.10.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2008
Sumber : Hasil Perhitungan
64
64
Tabel 5.11.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2009
Sumber : Hasil Perhitungan
65
65
Tabel 5.12. Debit Andalan Sungai Marimpa (m3/det)
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan debit pada tabel 5.12 diatas, disusunlah kurva durasi aliran (flow duration curve) seperti pada gambar 5.1. Kejadia 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% 55% 60% 65% 70% 75% 80% 85% 90% 95% 100%
Debit 0,856 0,774 0,616 0,483 0,349 0,290 0,256 0,188 0,155 0,144 0,126 0,108 0,095 0,087 0,064 0,051 0,039 0,034 0,026 0,022 0,009
Kurva Prosentase Durasi Debit 0,900 0,800 0,700
0,600 Debit (m3/det)
0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000
Prosentae (%)
Gambar 5.1. Kurva Durasi Debit Aliran Sungai Marimpa
66
Tabel 5.13 Hasil Perhitungan Debit Andalan “Metode F.J.Mock” Debit Anadalan Metode F.J.Mock m3/det 0,128 0,087 0,066 0,053 0,032 0,026 0,029 0,016 0,014 0,007 0,023 0,017 0,50 0.296
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jumlah Rata-rata
Grafik Debit Andalan "Metode F.J.Mock" (m3/det) 0,140
Debit Andalan (m3/det)
0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 0,000
Jan
Metode F.J.Mock 0,128 (m3/det)
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
0,087
0,066
0,053
0,032
0,026
0,029
0,016
0,014
0,007
0,023
0,017
Bulan
Gambar 5.2 Grafik Debit Andalan Dengan Metode F.J.Mock
67
Debit Banjir 5.2.1 Analisis Frekuensi Dari hasil uji konsistensi data curah hujan yang telah dilakukan,
diperoleh
data
curah
hujan
maksimum
dengan
menggunakan metode rata-rata Aljabar. Tabel 5.14 Curah Hujan Rerata Bulanan Maksimum Curah Rangking Data Tahun Hujan Max (mm) Tahun C.H. Max (mm) 2000 234,67 1 52,17 2001 197,58 2 55,09 2002 210,30 3 75,59 2003 75,59 4 89,24 2004 122,63 5 98,71 2005 89,24 6 112,31 2006 55,09 7 122,63 2007 98,71 8 197,58 2008 112,31 9 210,30 2009 52,17 10 234,67 Curah Hujan Bulanan Maksimumn (mm) 250,00 200,00 Curah Hujan (mm)
5.2
150,00
100,00 50,00 0,00
Curah Hujan Max (mm)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
234,67
197,58
210,30
75,59
122,63
89,24
55,09
98,71
112,31
52,17
Tahun
Gambar 5.3 Grafik Curah Hujan Rerata Daerah Bulanan Maksimum
68
1. Uji Konsistensi Data Sebelum data hujan ini dipakai terlebih dahulu harus melewati pengujian untuk kekonsistenan data tersebut. Metode yang digunakan adalah metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) (Buishand,1982). Pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada rumus dengan contoh hitungan dibawah: S*0 = 0 k
S
k
Y Y i 1
[Sk*] = 109,84
i
= 234,67 – 124,83 = 109,84 Dy2 = (S*k)2 / n
dimana n = 10
= (109,84)2/10 = 1206,45 Dy = Rerata Jumlah = 393,41 Sk** = S*k / Dy
[Sk**] = [Sk*] / Dy
= 109,84 / 393,41
= 109,84/ 393,41
= 0,28
= 0,28
Nilai statistik Q dan R Q=
maks
R=
maks
Sk
untuk 0 k n
S k - min S k
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n. Hasil yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan
69
R/n syarat, jika lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten. Tabel 5.15 Uji Konsistensi C.H Bulanan Maksimum Metode RAPS
2. Perhitungan Distribusi Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan kala ulang tertentu, terlebih dahulu data-data hujan didekatkan dengan suatu sebaran distribusi, agar dalam memperkiraan besarnya debit banjir tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi (Soewarno, 1995 :98). Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penentuan distribusi tersebut antara lain :
70
( X - X )2 n -1
S1 =
Cv =
S X
n Cs =
Xi - X n
i =1
(n - 1) (n - 2) S3 n2
Ck =
3
Xi - X n
4
i =1
(n - 1) (n - 2) (n - 3) S4
dimana : S1
= standar deviasi
Cv
= koefisien keragaman
Cs
= koefisien kepencengan
Ck
= koefisien kurtosis
Pemilihan distribusi berdasarkan penyimpangan (cr*) yang terkecil (Soewarno, 1995 : 106). “Metode Gumbel” Contoh Perhitungan : Diketahui data sebagai berikut : -
Curah Hujan (Ri) = 234,667
-
Jumlah data (n)
-
Periode Ulang (T) = 100 tahun
-
Rata-rata (R)
= 10 = 124,83
71
1. Menghitung (Ri - R) (Ri - R)
=
234,667 – 124,83
=
109,838
2. Menghitung (Ri - R)2 (Ri - R)2
=
(109,838)2
=
12064,459
3. Menghitung reduced variate (Yt) Yt
=
-In (-In ((T - 1) / T))
=
-In (-In ((100 - 1) / 100))
=
4,600
4. Menentukan nilai reduced mean (Yn) Yn
= 0,495 (Dari Tabel Lampiran J)
5. Menentukan nilai reduced standard deviation (Sn) Sn
= 0,950 (Dari Tabel Lampiran K)
6. Menghitung nilai faktor frekuensi (K) K
= (Yt - Yn) / Sn = ( 4,600 - 0,495) / 0,950 = 4,323
7. Menghitung standar deviasi (S) S
=
=
𝑅𝑖−𝑅 2 𝑛 −1 39340,595 10−1
= 66,115 8. Menghitung Hujan Rancangan (RT) untuk Kala Ulang 100 thn RT
= Rrata-rata + (S x K) = 124,83 + (66,155 x 4,323) = 410,631
72
Tabel 5.16 Analisis Frekuensi Metode Gumbel
Sumber : Hasil Perhitungan
Garfik Curah Hujan Rancangan
500,000 450,000 400,000 CH.Rancangan (mm)
350,000 300,000 250,000 200,000 150,000
100,000 50,000 0,000 Analisis Frekuensi Dengan Metode Gumbell
2,000
5,000
10,000
25,000
50,000
100,000
200,000
115,869
194,782
247,030
313,045
362,019
410,631
459,066
Kala ULang (Tahun)
Gambar 5.4 Grafik Analisis Curah Hujan Rancangan Metode Gumbel
5.2.2 Debit Banjir Rancangan Metode Rasional Diketahui data sungai sebagai berikut : -
Luas DAS
= 7,76 km2
-
Panjang Sungai (L)
= 125 m
-
Beda Elevasi (head) H
= 7,85 m
-
Hujan Rancangan (R 24)
= 410,631 mm (100 thn) 73
1.
Menentukan harga C, misalnya C = 0,3
2.
Menentukan waktu banjir (Pers. Bayem) W = 72 (H/L)0,6 = 72. (7,85/125)0,6 = 13,681 m/jam Tc = L/W = 125/13,681 = 9,046
3.
Menentukan intensitas hujan, Mononobe I
= R24/24 . (24/T c)2/3 = 410,631/24 . (24/9,046)2/3 = 32,791 mm/jam
4.
Menghitung debit banjir rancangan dengan kala ulang 100 tahun Q
= 0,278 . C . I . A = 0,278 . 0,3 . 32,791 . 7,76 = 21,222 m3/det
Tabel 5.17 Analisis banjir Metode Rational berdasarkan analisis frekuensi Metode Gumbel
Sumber : Hasil Perhitungan
74
Garfik Banjir Rancangan Metode Rational Gumbel
Banjir Rancangan (m³/dtk)
25,000 20,000
15,000 10,000 5,000 0,000
DEBIT BANJIR RANCANGAN METODE RASIOAL
2
5
10
25
50
100
200
5,988
10,067
12,767
16,179
18,710
21,222
23,725
Kala ULang (Tahun)
Gambar 5.5 Grafik Banjir Rancangan Metode Rational Berdasarkan Analisis Frekuensi Metode Gumbel
5.3
Desain Dasar Untuk
menghitung/memperkirakan
bentuk
serta
dimensi
dari
bangunan-banguan utama PLTMH maka diperlukan desain dasar. Desain dasar ini penting untuk memperoleh besaran volume pekerjaan, sehingga evaluasi teknis maupun ekonomis terhadap PLTMH dapat dilakukan. Banguan-banguan utama tersebut terdiri dari Pekerjaan Sipil dan Pekerjaan Elektro Mekanik. Pekerjaan-pekerjaan sipil meliputi : Bangunan Pengelak Aliran (Cofferdam), Bendung (Weir), Banguan Pengambilan (Intake), Saluran Pembawa (Headrace) dari beton tumbuk, Kantong Sedimen, Pipa Pesat (Penstock), Rumah Pembangkit (Power House), dan Saluran Pembuang Akhir (Tail Race). 5.4
Data Desain Data-data yang digunakan dalam penyusunan desain dasar bangunanbangunan utama PLTMH Marimpa ini antara lain seperti di bawah ini, sedangkan data pendukung yang lain yang tidak ada, selalu dikemukakan pada awal perhitungan setiap pekerjaan atau struktur yang ada.
75
1.
Data Sungai
Sungai di sekitar bendung -
lebar normal sungai
= 10 meter
-
lebar rata-rata dasar sungai
= 7 meter
-
kemiringan talud
=1:1
-
kemiringan rata-rata dasar sungai di sekitar lokasi bendung 16%
-
Elevasi dasar sungai di sekitar rencana bendung +660,00 m
-
Elevasi di sekitar bak penenang / pengendap
+659,50 m
-
Elevasi di sekitar rumah turbin (power house)
+651,65 m
-
H gross
= 8,35 m
2. Hidrologi: = 0,064m3/s
Debit rencana Qdesain
Tinggi muka air pada saat banjir maksimum h= 1,1 0 m
Material sungai di hilir rencana lokasibendung berupa pasir, kerikil hingga batu berukuran 10 – 50 cm sedangkan di sekitar lokasi bendung berupa batu masif.
5.5
Desain Dasar Pekerjaan Sipil 5.5.1
Bangunan Pengalih Aliran (Cofferdam) Pada fase pembangunan deperlukan lapangan pekerjaan yang kering, sehingga di perlukan suatu bangunan pengalih aliran untuk mengalihkan aliran air sungai. Pada area yang di keringkan tersebut dapat di mulai pembangungan pondasi bendung utama. Pengalihan aliran sungai Marimpa untuk pembangunan konstruksi bendung PLTMH Pinembani dilakukan dengan dua tahap dengan tanggul pengelak (cofferdam). Tahap 1: Pelaksanaan pembangunan konstruksi bendung dimulai dari bagian hulu dari rencana bendung utama. Pada bagian hulu ini terdapat 76
bangunan pembilas dan intake. Bangunan cofferdam untuk mengarahkan aliran sungai ke sisi lainnya. Setelah pekerjaan konstruksi bendung dan pembilas selesai maka cofferdam dibongkar. Tahap 2: Pembangunan konstruksi bendung dilaksanakan pada sisi lainnya. Cofferdam dibangun untuk melindungi areal kerja pada sisi ini, dimana aliran sungai diarahkan melalui bangunan bendung yang sudah jadi. Elevasi/tinggi cofferdam disarankan seekonomis mungkin dengan pertimbangan faktor resiko yang kemungkinan muncul. Berdasarkan pertimbangan di atas serta informasi masyarakat di sekitar lokasi pembangunan PLTMH Marimpa dan pengamatan langsung didapatkan data bahwa tinggi maksimum air dari dasar sungai pada saat banjir tahunan setinggi 1,10 meter. Selanjutnya elevasi cofferdam dapat ditentukan sebagai berikut: -
elevasi dasar sungai
= + 660,00 m
-
tinggi air pada banjir tahunan
=
1,10 m
-
jagaan / freeboard
=
0,50 m +
elevasi cofferdam = + 661,60 m Material yang digunakan untuk konstruksi cofferdam ini adalah material batuan yang ada di sekitar lokasi rencana PLTMH Marimpa. 5.5.2
Bendung Bendung PLTMH Marimpa direncanakan sebagai bendung sederhana dari pasangan batu kali dilapisi beton bertulang dengan mutu K225 setebal 10 cm. Panjang bendung adalah 10,0 meter.
77
a.
Lokasi Bendung Bendung PLTMH Marimpa dibangun pada hulu sungai Marimpa pada elevasi dasar sungai + 660,00
m, dengan
bangunan intake pada sebelah kiri aliran sungai. Lebar ratarata sungai di sekitar lokasi bendung sekitar 10 m, dengan kemiringan talud adalah 1 : 1; dengan gradien rata-rata sungai 16 %. b.
Elevasi Mercu Bendung Berdasarkan kondisi topografi dan fungsi dari bendung PLMTH Marimpa yakni untuk memperoleh tinggi jatuh rencana, maka direncanakan tinggi mercu bendung sebesar 1,50 m, sehingga elevasi mercu direncanakan pada elevasi 661,50 m.
c.
Tinggi Muka Air Maksimum di Sungai Tinggi muka air maksimum sungai Marimpa (tinggi muka air sebelum ada bendung) dihitung menggunakan rumus Chezy: V= C
R.S
Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut: 1.
Data
2.
Tinggi muka air banjir maksimum Lebar rata-rata sungai
Kemiringan tebing talud Gradien rata-rata sungai Luas Penampang Basah :A
: = 1,10 m : b = 7,0 m
: 1: m = 1 : 1 :S = 0,16 = (b + mh) h = (7+1 x 1,1) 1,1
A
= 8,91 m2
78
3.
Keliling Basah
: P P
= b + 2h =7+2x1
1 m2 1 12
= 10,1 m 4.
Jari-jari hidrolis
5.
Koefisien Pengalira
: R R : Cd Cd
6.
Kecepatan aliran su ngai
:V V
=A/P = 0,88 m = 87 /(1 100 / 0,88) = 0,81 = Cd
R.S
= 0,81 0,88 * 0,16 = 0.30 m/det
7.
Debit sungai (Debit Banjir 100 thn) Q = 21,22 m3 /det Berdasarkan pengamatan di lapangan pada keadaan
normal, kedalaman air di sungai di bagian hilir lokasi bendung adalah 0,50 meter. Selanjutnya perhitungan elevasi muka air maksimum pada keadaan normal di sungai sebagai berikut:
d.
-
Kedalaman air di sungai (h) pada keadaan normal 0,50 m
-
Elevasi dasar sungai di hulu lokasi bendung +660,0 m
-
Elevasi muka air maksimum di hulu bendung +660,5 m
Lebar Bendung Lebar bendung merupakan jarak antara tembok pangkal (abutment) di satu sisi sungai dengan abutmen pada sisi lain termasuk pilar-pilar dan pintu pembilas. Lebar bendung (B) yang ideal adalah sama dengan lebar normal sungai (Bn) agar aliran sungai tidak banyak mengalami gangguan setelah ada bendung. Akan tetapi bilamana pengambilan lebar bendung (B) sama dengan lebar normal sungai (Bn) mengakibatkan muka air di atas mercu bendung tinggi sekali maka lebar bendung dapat diperbesar hingga 1,20 kali lebar sungai normal 79
atau
B = 1,2 Bn (Soenarno, Konstruksi Bendung Tetap,
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik). Dengan pertimbangan kodisi geologis lokasi sekitar bendung yang merupakan tebing batu masif maka lebar bendung diambil sama dengan lebar sungai.
Gambar 5. 6 . Sketsa Penampang Rata-Rata Sungai Marimpa
Kedalaman air di sungai : h
=
0,50 m
Jagaan/free board
=
1,00 m +
:w
htotal = Dengan demikian lebar bendung
1,50 m B = 1.0 Bn = 1,0 (10,0) = 10,0 m
Lebar bendung PLTMH Marimpa ditetapkan 10,00 m e.
Mercu Bendung Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa bendung PLTMH Marimpa direncanakan tipe sederhana dari pasangan batu kali dengan tinggi mercu 1,00 meter dari dasar sungai. Bentuk mercu pelimpah direncanakan tipe bulat dengan jarijari tunggal R = 1,0 m. Kemiringan permukaan mercu bagian hilir adalah 3 : 1 sedangkan bagian hulu bendung vertikal. Untuk menjamin kekuatan tubuh bendung dilapisi beton bertulang K225 dengan tebal 10 cm. Dengan demikian elevasi mercu bendung adalah + 661,00 m. 80
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan dimensi bendung adalah sebagai berikut: Panjang bendung
L
= 10,00 m
Tinggi bendung dari elevasi dasar sungai h
= 1,00 m
Lebar mercu bendung
b mercu = 1,00 m
Lebar dasar bendung
b dasar = 1,50 m
Menghitung tinggi muka air di atas bendung (Kriteria perencanaan bangunan utama, Dep. PU, 1986) Persamaan tinggi energi – debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat adalah : Q Cd 2 / 3 2 / 3g b H11 / 6
Dimana Q = Debit air sungai = 21,22 m3 /det Cd = di ambil 0,81 g = gravitasi, 9,81 m/det 2 Dihitung : 21,22 0,81 2 / 3 2 / 3 9,81 10 H11 / 6
H11 / 6 = 0.621 ; H1 = 0,239 m
Gambar 5.7. Tinggi muka air di atas Mercu bendung
81
Elv. Tinggi Talud + 662,00 m
Elv. TMA + 661,24 m
Elv. Mercu Bendung + 661,00 m
Elv. Tinggi Dasar Sungai + 660,0 m m Pondasi bangunan intake Elv + 659,50 m Pondasi Kolam olak Elv + 658,70 m
Gambar 5.8. Sketsa Bangunan Bendung dan Intake
f.
Kolam Olak (Peredam Energi) Di sekitar lokasi pembangunan bendung PLTMH Marimpa terdiri dari pasir halus dan kerikil serta terdapat batuan masif seperti pada lokasi jatuhnya air terjun yang ada sekarang, maka perlu dibuatkan konstruksi kolam olakan yang baru. Akan tetapi karena diperkirakan banjir sungai Marimpa akan mengangkut batu-batu bongkahan/boulder yang dapat merusak tubuh bendung dan lantai/dasar sungai bagian hulu bendung, maka pada bagian hilir bendung tersebut akan dilapisi beton bertulang dengan mutu K225 setebal 20 cm selebar 2 meter dari tubuh bendung sepanjang tubuh bendung atau sepanjang 10,0 meter.
5.5.3
Bangunan Pengambilan (Intake) Bangunan intake harus mensupali debit air dengan stabil ke saluran pembawa, yang kemudian diteruskan ke bangunan kolam 82
penenang (forebay). Debit air tersebut kemudian diteruskan ke rumah pembangkit melalui pipa pesat (penstock). Desain bangunan intake dibuat dengan harus memperhatikan tingkat permukaan air pada saat debit minimum. Berdasarkan kondisi topografi sungai Marimpa, maka bangunan pengambilan ditempatkan di sebelah kanan aliran sungai. Perhitungan Dimensi Bangunan Intake: Bangunan intake dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka menjaga jika terjadi muka air banjir Dasar bangunan pengambilan (intake) terletak 0,75 m di atas lantai bendung sehingga elevasi bangunan intake 660,25 m. Di bangun dengan arah 900 terhadap as aliran sungai. Kapasitas bangunan intake diambil, Qd = 1,2 x Qdesain. Qd = 1,2 . 0,064 = 0,077 m3/s 0,077 b h1 2 g z Dimana: Μ
= koefisien pengaliran = 0,81
h1
= 0,4, tinggi muka air normal dari ambang pintu pengambilan
z
= kehilangan energi pada pintu masuk = 0,05
b
= lebar bangunan intake
g
= percepatan gravitasi = 9,81 m/s2.
83
a
b
Gambar 5.9. Type Pintu Intake Lebar pintu intake yang diperlukan dapat dihitung sebagai berikut:
0,077 b a 2 g z 0,077 0,81 b 0,28 2 9,81 0,05 b
= 0,343 m
Dengan demikian pada intake diperlukan 1 pintu selebar 0,8 m. Kemiringan rencana saluran sampai di ujung masuk bangunan kantong sedimen adalah: V=Q/A 2
1
1 Q R3 S 2 n A dimana: R = jari-jari hidrolis penampang saluran S = kemiringan saluran
0,343 x 0,40 1 x 0,018 2 x 0,40 0,343
2
3
xS
1
2
0,064 0,343 x 0,4
S = 0,001
84
5.5.4
Saluran Pembawa (Headrace)
Saluran pembawa adalah salah satu bangunan yang sangat vital didalam perancangan dan desain PLTMH.
Elevasi dasar
saluran pembawa pada bangunan intake + 659,50 meter dan kemiringan dasar saluran 0,001 Saluran pembawa pada PLTA Sungai Marimpa berfungsi mennyalurkan air dari pintu Intake menuju pipa pesat (penstock). Direncanakan penampang saluran pembawa berbentuk trapesium. Berdasarkan pengalaman rasio optimum antara lebar dan tinggi saluran adalah 3 : 2 – 4 : 2 Dengan pertimbangan ekonomi, Saluran dibuat dari susunan batu kali dengan campuran Semen dan Pasir 1 : 4 Parameter desain: Debit desain
Q
= 0,064 m3/s
Kemiringan dasar saluran diambil
S
= 0,001
Koefisien manning
n
= 0,018
Panjang saluran
L
= ± 9,50 m
Tampang saluran
= Segi Empat
Hasil perhitungan penampang saluran adalah sebagai berikut: b = 0,7 m
h = 0,7 m
R = 0,233 m 2;
P = 2,10 m
A = 0,49 m
Menghitung kecepatan rata rata aliran dalam saluran pembawa Q=vA
v = Q/A = 0,064/0,49 = 0,130 m/det
Tinggi jagaan hw = 0,3 m
85
Bendung PLTMH Sungai Marimpa
Tinggi Permukaan Tanah di Sekitar bendung
Saluran pembawa Lebar Terjunan
Pipa Pesat
Gambar 5.10. Sketsa Potongan Memanjang Saluran Pembawa (Headrace) Debit saluran dibuat lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mengantisipasi endapan yang mungkin terjadi lebih cepat mengingat saluran ini berada di lahan perkebunan masyarakat. Dengan demikian saluran pembawa ini direncanakan berdimensi sebagai berikut:
hw = 0,3 m H= 0,7 m s = 0,001 b= 0,7 m
86
5.5.5
Bangunan pengendap sedimen (sediment trap) A
v w
v w
Gambar 5.11. Skema Potongan Memanjang Bangunan Pengendap Sedimen Bangunan pengendap sedimen direncanakan berbentuk segi empat dari pasangan dan lantai beton bertulang dengan dinding di sekitar jatuhnya air dari saluran pembawa berupa dinding beton bertulang. Butiran sedimen yang masuk dalam bangunan pengendap sedimen, dengan kecepatan endap sedimen “w” dan kecepatan air “v“ harus mencapai titik C. Sehingga butiran sedimen tersebut akan berjalan selama waktu H/V , yang diperlukan untuk mencapai dasar, untuk selanjutnya bergerak atau bergulir sepanjang L dalam waktu L/v. Sehingga persamaan dapat disusun sebagai berikut : H L Q dengan v v v HB
dimana : H
= kedalaman aliran, m
w
= kecepatan endap butiran sedimen, m/det
L
= Panjang bangunan pengendap sedimen
v
= kecepatan aliran air, m/det
Q
= debit air di saluran, m3/det
B
= Lebar kantong lumpur, m 87
Persamaan di atas dapat di sederhanakan LB = Q/w. Persamaan untuk bangunan pengendap sedimen tersebut sangat sederhana, sehingga Velikanov, 1971, membuat faktor koreksi dengan dasar pemikiran adanya perubahan aliran air akibat, turbulensi air, pengendapan butiran sedimen yang terhalang, banyaknya sedimen melayang. Persamaan untuk faktor koreksi sebagai berikut :
Q v H0,5 0,2 LB w 7.51 w H
2
Data lapangan adalah sebagai berikut : L = di hitung Q = 0,064 m3/det
H = 1,2 m
B = 1,5 m
= 1,2
v = 0,036 m/det
w = 2,8 cm/det = 0,028 m/det (U.S. Inter- Agency Committe on water Resources Subcommitte on sedimentation)
0,064 1,2 0,036 1,2 0,5 0,2 L 1,5 0,028 7,51 0,028 1,2
2
jadi diperoleh faktor koreksi dari velikanov, L = 0,4 m Untuk menghitung panjang bangunan pengendap sedimen di gunakan persamaan sebagai berikut :
LB
Q 0,064 L 1,5 w 0,028
diperoleh panjang bangunan pengendap pasir, L = 2,3 + faktor koreksi = 2,7 m Perhitungan kapasitas bak pengendapan pasir: Kedalaman bak pengendapan tergantung pada periode waktu untuk setiap
pengurasan. Diperkirakan pengurasan dilakukan 1 kali 88
dalam empat hari atau pada saat banjir besar. Dari tingkat kejernihan air hulu Sungai Marimpa maka di perkirakan konsentrasi sedimen pada air hulu Sungai Marimpa tersebut adalah 0,15 kg/m3 dan semuanya diendapkan dalam kantong pasir maka: Jumlah endapan pasir = kandungan pasir x debit saluran pembawa = 0,15 x 0,064 = 0,0096 kg/det Endapan pasir dalam 2 hari = 4 x 24 x 3600 x 0,0096 = 3317,76 kg Diambil berat jenis endapan sebesar 2650 kg/m3, dan diperkirakan kepadatan endapan 85 % maka kedalaman bak pengendapan yang diperlukan adalah: Volume endapan
= 3317,76/ (0,85 x 2650) = 1,47 m3
Kedalaman bak pengendapan = Volume / area = 1,47 / (2,7 x 1,5) = 0,36 m Diambil kedalam bak pengendapan = 0,5 m Penampang transisi dihitung sebagai berikut: Panjang transisi 1 =
=
B B' 1 L` 2 tan 3 1,5 0,25 0,625 m 1/3 (2,7) = 0,83 m 2 tan 45 0
89
0,7 m
1,5m
2,7 m 2,0 m
0,60 m
0,7 m
0,70 m 0,50 m
Gambar 5.12. Sketsa Bangunan Kantong Sedimen
Elevasi muka air pada bangunan kantong sedimen adalah + 659,50 m, elevasi tersebut merupakan elevasi pengambilan hulu pipa pesat (penstock). 5.5.6
Pipa Pesat (Penstock) Pipa pesat adalah pipa bertekanan yang mengalirkan air dari bak penenang (sandtrap) langsung ke intake turbin. Penempatan pipa pesat dapat di atas permukaan tanah atau di dalam tanah, untuk penempatan pipa di dalam tanah akan menjaga tekanan air yang ada di dalam pipa dari perubahan suhu matahari dan hujan. Bilamana pemasangan pipa dilakukan di atas permukaan tanah maka diperlukan konstruksi blok angker dan struktur pendukung sebagai dudukan pipa pesat untuk menahan beban pipa dan air di dalamnya. Pipa penstock merupakan salah satu komponen yang mahal dalam pekerjaan PLTMH, oleh karena itu desainnya perlu 90
dipertimbangkan terhadap keseimbangan antara kehilangan energi dan biaya yang diperlukan. Parameter yang penting dalam desain pipa penstock terdiri dari material yang digunakan, diameter dan ketebalan pipa serta jenis sambungan yang digunakan. Dengan pertimbangan head yang relatif rendah, ketersediaan material, maka digunakan pipa beton bertulang. a.
Perhitungan Dimensi Pipa Pesat Data : Q = 0,064 m3/det Panjang Pipa Pesat L =
56,35 2 7,85 2 L= 56,90 m
Kecepatan aliran dalam pipa V = =
2.g.h
2.9,81.7,85
= 12,4 m/det Penampang pipa A = Q/V = 0,064/12,4 = 0,005 m2 (minimum) Diameter pipa D [
4A
] 0,5 0,079 m, dipakai D = 0,40 m.
Sehingga A = 0,005 m2 dan V = 12,4 m/det Tinggi energi total (statis)
= 7,85 m
Koefisien gesekan pada pipa rencana = 0,033 Kehilangan tenaga akibat gesekan pada pengaliran pipa pesat : hf
8 0,033 56,90 8f L 0,0642 Q2 = 2 5 g D 9,81 3,14 2 0,2 5
hf = 0,098 m Catatan: Pipa pesat ini dapat diganti dengan saluran tertutup berbentuk segi empat dengan ukuran 0,4 x 0,4 m dari beton bertulang. 91
b.
Perhitungan Tebal Pipa Penstock. Tebal minimum pipa penstock dihitung dengan rumus berikut: Dengan tinggi head 7,85 m maka tekanan pada dinding pipa adalah sebesar 7850 kg/m2 atau 0,785 kg/ cm2 . Sehingga dengan tekanan tersebut direncanakan menggunakan pipa beton bertulang dengan ketebalan 8 cm
5.5.7
Kehilangan Tenaga (Head Loss) Kehilangan tenaga pada pipa pesat adalah jumlah dari kehilangan tenaga pada intake pipa pesat ditambah kehilangan tenaga pada akibat gesekan dan kehilangan tenaga akibat penyempitan pipa pada ujung pipa pesat, sedangkan kehilangan tenaga akibat gesekan telah di hitung terlebih dahulu yaitu sebesar 0,06 m Kehilangan energi pada Pintu Masuk
H
(v v )2 1
a
masuk
dimana: ΔH
2g
v v
masuk
0,1
a
0,13 m / det
a
1,50 m / det
= 0,0096 dibulatkan 0,01
masuk = 0,1 ; Koef. kehilangan energi pada pintu masuk, va
= kecepatan dalam saluran pembawa, m/det 92
v1
= kecepatan aliran dalam penstock, m/det
g
= percepatan gravitasi = 9,81 m/det2
Kehilangan energi akibat bengkokan pipa Nilai koefisien kehilangan energi akibat bengkokan pipa seperti di bawah ini Tabel 5.18. Koefisien Kehilangan Tenaga Berdasarkan Bengkokan Pipa
5
10
15
30
45
50
90
0,02
0,04
0,05
0,15
0,28
0,55
1,2
Sumber : Buku utama Pedoman Studi Kelayakan PLTMH (Departeman Energi dan Sumber Daya Mineral 2008)
Tabel 5.19. Nilai Koefisien Kehilangan Tenaga pada Belokan Pipa Titik Join
M N O
Sudut
Koefisien Kehilangan Tenaga
o
4 4o 13o
0,02 0,02 0,04
Sumber : Buku utama Pedoman Studi Kelayakan PLTMH (Departeman Energi dan Sumber Daya Mineral 2008)
Kehilangan tenaga pada belokan pipa digunakan nilai pendekatan dengan dasar pemikiran bahwa nilai terendah dari kehilangan energi pada range Tabel 5.13. Dimana: dan adalah sudut bengkokan dan koefisien kehilangan energi. Untuk nilai yang berada diantaranya dilakukan interpolasi linier. = 5 0 , koefisien kehilangan tenaga , = 0,02 Untuk = 4 0 , koefisien tenaga, = 0,02 Persamaan Energi : Kehilangan tenaga sekunder :
93
1.
Koefisien akibat perubahan bentuk tampang (titik L) ΔH = 0,092
2.
Koefisien kehilangan tenaga pada setiap belokan : Tabel 5.20. Nilai Koefisien Kehilangan Tenaga Pada Setiap Belokan Titik Join
Sudut
M N O
Koefisien Kehilangan Tenaga
o
4 4o 13o
0,02 0,02 0,04
Sumber : Buku utama Pedoman Studi Kelayakan PLTMH (Departeman Energi dan Sumber Daya Mineral 2008)
3.
Koefesien akibat penyempitan pipa = 0,5
4.
Kehilangan tenaga sekunder dapat ditulis dalam bentuk :
V2 8Q 2 8 K 2 he K K 2 4 Q 2g g D g 2 D 4 Jumlah kehilangan tenaga bengkokan pipa :
he he M he N he O 8 k M k N kO 2 Q g 2 D14 D14 D14 8 0,02 0,02 0,04 2 he Q 2 4 4 g 0,331 0,331 0,3314 he 0,081,69 1,69 3,37Q 2 he
he 0,57 Q 2 he = 0,01 Jadi total kehilangan tenaga adalah jumlah dari kehilangan tenaga pada pipa masuk (he1)+ kehilangan energi akibat gesekan pipa (he2) + kehilangan energi akibat bengkokan, atau
94
dalam bentuk persamaan total kehilangan tenaga sebagai berikut :
he =he1+he2+he3 he = 0,60 + 0,01 + 0,01 he = 0,62 m 5.5.8
Rumah Pembangkit Bangunan rumah pembangkit direncanakan berupa bangunan permanen dengan ukuran panjang x lebar x tinggi = 3 m x 3 m x 3; memakai atap seng gelombang, pondasi batu kali, dinding batu bata, pintu tripleks, dan lantai beton rabat diaci.
5.5.9
Saluran Pembuang Akhir (Tail Race) Saluran pembuang akhir (tail race) direncanakan berbentuk persegi empat dari pasangan batu. Kapasitas saluran direncakan Q desain = 0,064 m3 / s. b = 0,50 m dan h = 0,50 m A = b x h = 0,50 x 0,50 = 0,25 m2. V = Q / A = 0,064 / 0,25 = 0,256 m/s P = b + 2h = 0,50 + 2 x 0,5 = 1,50 m R = A / P = 0,25 / 1,50 = 0,167 m Rumus Manning
: V = 1/n x S1/2 x R2/3 S = [ (n x V ) / R2/3 ]2 S = [ ( 0,018 x 0,256 ) / (0,167)2/3 ] 2 = 0,0023
95
5.6
Kapasitas Daya Dan Produksi Energi Daya listrik yang dapat dibangkitkan dihitung dengan memakai persamaan: P = 9,81 x Q x H x η Dimana : P
= daya (KW),
Q
= debit rencana (m3/det),
H
= Head netto (m)
η
= koefisien efisiensi turbin dan generator.
Setiap jenis turbin dan pabrik pembuat memiliki tingkat efisiensi yang berbeda. Debit rencana diambil pada kejadian 70 %, sehingga Q = 0,064 m3/det, H netto diperoleh sebesar 7,85 m. Pada kasus ini, efisiensi turbin dan generator dipakai adalah 75 %, Dengan demikian, maka daya listrik output adalah: P
= 9,81 x 0,064 x 7,85 x 0,75 = 3,708 kW = 3708 W
Diperkirakan dalam 1 KK digunakan : -
1 buah lampu 10 W
=
10 W
-
2 buah lampu 5 W
=
10 W
-
1 buah peralatan elektronik
=
30 W
Jadi rata-rata penggunaan listrik dalam 1 KK adalah 50 W Jumlah KK yang ada pada desa Dangaraa Kec.pinembani adalah 67 KK Sehingga energi yang dibutuhkan yaitu : 67 x 50 = 3350 W = 3,35 kW Berdasarkan besarnya debit dan persen kejadian maka kapasitas bangkitan energi yang dapat dihasilkan adalah sebesar 2.799 kWH per tahun, rincian perhitungan disajikan pada tabel berikut:
96
Tabel 5.21. Kapasitas Bangkitan Energi PLTMH Marimpa
Produksi Energi Listrik 200
Energi KWH
150
100
50
0 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Persen Kejadian
Gambar 5.14. Ketersediaan Daya & Produksi Energi 97
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan Dari hasil tinjauan dan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Dari Analisis Data Curah Hujan dan Klimatologi, serta Topografi mengindikasikan bahwa ada potensi debit sebesar 0,064 m3 /det dengan head 7,85 m. 2. Dengan asumsi efisiensi turbin dan generator sebesar 75%, maka Daya listrik yang dapat dibangkitkan sebesar 3,708 kW. 3. Kebutuhan listrik untuk masyrakat Dangraa (67 KK) sebesar 3,350 kW dengan perkiraan dalam 1 KK menggunakan 50 W. 4. Berdasarkan pengamatan lapangan, trase saluran pembawa yang paling mungkin adalah melalui sisi kanan sungai. Kondisi topografi sedemikian memungkinkan dibuat saluran terbuka sepanjang 64 m sebagai saluran pembawa, saluran tertutup sepanjang 56,35 m sebagai saluran tekan (penstock). 6.2
Saran 1. Untuk kemajuan masyarakt Dangaraa diharapkan kepada PEMDA dan PLN setempat agar dapat memperhatikan masyarakat Dangaraa untuk membantu pelaksanaan pembanguan Pembangit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). 2. Kelebihan daya yang dihasikan PLTMH dapat digunakan untuk keperluan rekreasi, pendidikan dan industri kecil seperti ; mesin pemotong rotan, mesin penggiling padi.
98
DAFTAR PUSTAKA
Adyanto S. 2008.Analisis Aliran Air Dalam Pipa Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Hulu Sungai Rawa, Tugas Akhir Fakultas Teknik, Universitas Tadulako, Palu Arismunandar A, Dan Kuwahara S, 1991. Teknik Tenaga Listrik Jilid I, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Chow, VT, 1985, Hidraulika Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta. Dandekar M. M, Sharma K.N, 1991. Pembangkit Listrik Tenaga Air. Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Endardjo P,Warga Dalam J, Setiadi A, 1998, Pengmbangan Rancang Bangun Mikrohidro Standar PU, Prosiding HATHI, Bandung. Giles RV, 1996, Mekanika Fluida Jilid 2. Erlangga, Jakarta. Hery S. 2009. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLYMH) di Sungai Paneki, Tugas Akhir Fakultas Teknik, Universitas Tadulako, Palu. Kodoatie RJ, 1977. Hidrolika Terapan Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa. Andi, Jogjakarta. Kristanto H, 2007 Pelatihan Pembangunan Mikrohidro Berbasis Masyarakat, Mojokerto. Patty F.,1995, Tenaga Air, Edisi Pertama, Erlangga, Jakarta. Priyantoro D, 1991. Hidrolika Saluran Tertutup Edisi Pertama, Universitas Brawijaya, Malang. Raswari, 1987. Sistem Perpipaan. Universitas Indonesia, Jakarta. Triadmodjo B, 2003. Hidraulika II Soal dan penyelesaian, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Wayan, Abdul, Joy. 1999. Diktat Kuliah Rekayasa Hidrologi. Universitas Tadulako. Palu. WWW.HydroGeneration.co.id Buku Utama Pedoman Studi Kelayakan PLTMH, 2008. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 99
100
101
` Bak Penenang / Pengendapan Saluran Pembawa 2.7 m
0.3m
56.35 m
64 m
2m
0.3m
0.3m
1.5m
+669,50
1.0m
1.2 m
0.3m
+651,65
Pipa Pesat (Penstock) 16"
FAKULTAS TEKNIK
Intake
1.2 m
UNIVERSITAS TADULAKO KEGIATAN
+660,50
Rumah Turbin
Saluran Pembuang
TUGAS AKHIR Bendung 10 m
PEKERJAAN
PEKERJAAN MIKROHIDRO
LOKASI
LAY OUT PLTMH Skala 1 : 150
SUNGAI MARIMPA DESA DANGRAA KECAMATAN PINEMBANI
Saluran Pembawa
7m
KETERANGAN
+662.00
Pengambilan (Intake)
+660.00
+660.00
Talud Bendung
Talud bendung +662.00
DIPERIKSA
+660.50
Penguras Bendung
DOSEN PEMBIMBING I
Kolam Olak Riprap
DOSEN PEMBIMBING II
T. TANGAN
ALIFI YUNAR, ST. MT TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
DIGAMBAR
Elv. Dasar Sungai +660,00
+661,00
+659.00
Jalan Inspeksi
10 m
RAMLI KADIR F 111 05 090 GAMBAR
SKALA
Talud Bendung Talud bendung +662.00
+662.00
LAY OUT PLTMH
1 : 150
POT. BENDUNG
1 : 100
NO. LEMBAR
Pot. Bendung Skala 1 : 75
1
JML. GAMBAR
TANGGAL
5 102
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO KEGIATAN
TUGAS AKHIR
PEKERJAAN
PEKERJAAN MIKROHIDRO
Pintu Penguras 64 m Rumah Turbin
Existing Bendung Saringan
Pas. Saluran
Pas. Bronjong
LOKASI
30cm
30cm
Angker Blok
m 56,35
+660,0 Penstock 16"
+660,0
50cm
SUNGAI MARIMPA DESA DANGRAA KECAMATAN PINEMBANI
50cm
+659,5
50cm
300cm
50cm
KETERANGAN
+659,0
50cm
Bak Penenang
50 cm
Panel
Penyangga Penstock +651,65
DIPERIKSA Penyangga Penstock
T. TANGAN
DOSEN PEMBIMBING I
Angker Blok
ALIFI YUNAR, ST. MT
Turbin Generator
DOSEN PEMBIMBING II TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
Saluran Pembuang
POTONGAN MEMANJANG
DIGAMBAR
Skala 1 : 100 RAMLI KADIR F 111 05 090 GAMBAR
SKALA
POTONGAN MEMANJANG
1 : 100
NO. LEMBAR
JML. GAMBAR
2
5
TANGGAL
103
25
70
25
Bak Penenang 30
270
Pas. Saluran Pembawa
30
70
Penstock 16"
FAKULTAS TEKNIK
B
UNIVERSITAS TADULAKO
30
KEGIATAN
25
25
150
+660,0
100
+659,5
25
A
TUGAS AKHIR
60
70 A
B
30
PEKERJAAN
POT. B - B (DETAIL SALURAN PEMBAWA) Skala 1 : 30
PEKERJAAN MIKROHIDRO
Saluran Pelimpah
Saluran Penguras
LOKASI
20
BAK PENENANG
50
SUNGAI MARIMPA DESA DANGRAA KECAMATAN PINEMBANI
20
Skala 1 : 50
KETERANGAN
50 Pintu Penguras
20 40
Saluran Pelimpah 30
Saringan
DIPERIKSA
Pas. Saluran Pembawa
T. TANGAN
DOSEN PEMBIMBING I ALIFI YUNAR, ST. MT
30
DETAIL SALURAN PEMBUANG Skala 1 : 30
DOSEN PEMBIMBING II TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
DIGAMBAR 70
+660,0
120
25
RAMLI KADIR
15 30 15
+659,5
F 111 05 090
30
30
Penstock 16"
15 POT. A - A (BAK PENENANG) Skala 1 : 50
DETAIL SALURAN PELIMBAH Skala 1 : 30
GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5.
BAK PENENANG POT. BAK PENENANG DET. SAL. PEMBAWA DET. SAL. PEMBUANG DET. SAL. PELIMPAH
NO. LEMBAR
JML. GAMBAR
3
5
SKALA 1: 1: 1: 1: 1:
50 50 30 30 30
TANGGAL
104
300
FAKULTAS TEKNIK
- 0.100
UNIVERSITAS TADULAKO KEGIATAN
DENAH RUMAH TURBIN
Turbin
300 Generator
A
TUGAS AKHIR
Skala 1 : 50
± 0.00
PEKERJAAN
PEKERJAAN MIKROHIDRO 300
LOKASI B
SUNGAI MARIMPA DESA DANGRAA KECAMATAN PINEMBANI KETERANGAN
DIPERIKSA
T. TANGAN
DOSEN PEMBIMBING I ALIFI YUNAR, ST. MT DOSEN PEMBIMBING II TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
DIGAMBAR
45
80
TAMPAK DEPAN RUMAH TURBIN 153
RAMLI KADIR
Skala 1 : 50
F 111 05 090
208
258
GAMBAR
SKALA
1. DENAH RUMAH TURBIN 1 : 50 1 : 50 2. TAMPAK DEPAN
NO. LEMBAR
70
4
JML. GAMBAR
TANGGAL
5 105
FAKULTAS TEKNIK
515
UNIVERSITAS TADULAKO
0 10
KEGIATAN
435,00 0 10
Atap Seng BJLS 28
TUGAS AKHIR
93
PEKERJAAN
300,00
List Plank 2/30
Kuda-Kuda 6/12
PEKERJAAN MIKROHIDRO
LOKASI SUNGAI MARIMPA DESA DANGRAA KECAMATAN PINEMBANI
Penstock 16" Generator
KETERANGAN
0,00 60,00
DIPERIKSA
100,00
T. TANGAN
15 MAN
Angker Blok
DOSEN PEMBIMBING I
MAN
Penyangga Penstock
ALIFI YUNAR, ST. MT
Campuran Beton Pas. Batu Kali 1 : 2
Campuran Beton Lantai Kerja
200,00
Urugan Pasir
DOSEN PEMBIMBING II TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
DIGAMBAR
50 80 300
RAMLI KADIR
POTONGAN A - A
POTONGAN B - B
Skala 1 : 50
Skala 1 : 50
F 111 05 090 GAMBAR 1. POTONGAN A-A 2. POTONGAN B-B
NO. LEMBAR
JML. GAMBAR
5
5
SKALA 1 : 50 1 : 50
TANGGAL
106
99
Lampiran A Tabel PN.1 Hubungan Suhu (T) dengan nilai ea (mbar), W, (1-W) dan f (t) Suhu (t) 24.0 24.2 24.4 24.6 24.8 25.0 25.2 25.4 25.6 25.8 26.0 26.2 26.4 26.6 26.8 27.0 27.2 27.4 27.6 27.8 28.0 28.2 28.4 28.6 28.8 29.0 29.2 29.4 29.6 29.8 30.0
ea (mbar) 29.845 30.213 30.581 30.950 31.319 31.588 32.073 32.458 32.844 32.230 33.617 34.024 34.431 34.839 35.247 35.666 36.085 36.515 36.945 37.376 37.807 38.259 38.711 39.163 39.616 40.070 40.544 41.019 41.494 41.969 42.445
W (1-W) Elevasi 1-250 m 0.735 0.265 0.737 0.263 0.739 0.261 0.741 0.259 0.743 0.257 0.745 0.255 0.747 0.253 0.749 0.251 0.751 0.249 0.753 0.247 0.755 0.245 0.757 0.243 0.759 0.241 0.761 0.239 0.763 0.237 0.765 0.235 0.767 0.233 0.769 0.231 0.771 0.229 0.773 0.227 0.775 0.225 0.777 0.223 0.779 0.221 0.781 0.219 0.783 0.217 0.785 0.215 0.787 0.213 0.789 0.211 0.791 0.209 0.793 0.207 0.795 0.205
f (t) 15.400 15.445 15.491 15.536 15.581 15.627 15.672 15.717 15.763 15.808 15.853 15.898 15.944 15.989 16.034 16.079 16.124 16.170 16.215 16.260 16.305 16.350 16.395 16.440 16.485 16.530 16.575 16.620 16.665 16.711 16.756
Sumber : Suhardjono, 1994
100
Lampiran B. Tabel PN.2 Besaran Nilai Anggota (Ra) dalam Evaporasi Ekivalen (mm/hari) dalam hubungannya dengan letak lintang (untuk daerah Indonesia, antara 5 LU sampai 10 LS) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Min Maks Rerata
5 LU 13.00 14.00 15.00 15.10 15.30 15.00 15.10 15.30 15.10 15.70 14.80 14.60 13.00 15.70 14.83
4 LU 14.30 15.00 15.50 15.50 14.90 14.40 14.60 15.10 15.30 15.10 14.50 14.10 14.10 15.50 14.86
2 LU 14.70 15.30 15.60 15.30 14.60 14.20 14.30 14.90 15.30 15.20 14.80 14.40 14.20 15.60 14.88
Letak Lintang 0 LU 2 LS 4 LS 15.00 15.30 15.50 15.50 15.70 15.80 15.70 15.65 15.60 15.30 15.10 14.90 14.40 14.10 13.80 13.90 13.50 13.20 14.10 13.70 13.40 14.80 14.50 14.30 15.30 15.20 15.10 15.40 15.50 15.60 15.10 15.30 15.50 14.80 15.10 15.40 13.90 13.50 13.20 15.70 15.70 15.80 14.94 14.89 14.84
6 LS 15.80 16.00 15.60 14.70 13.40 12.80 13.10 14.00 15.00 15.70 15.75 15.70 12.80 16.00 14.80
8 LS 16.10 16.10 15.50 14.40 13.10 12.40 12.70 13.70 14.90 15.80 16.00 16.10 12.40 16.10 14.73
10LS 16.10 16.00 15.30 14.00 12.60 12.60 11.80 12.20 13.30 14.60 15.60 16.00 11.80 16.10 14.18
Sumber : Suhardjono, 1994
101
Lampiran C. Tabel PN.3 Hubungan nilai (Rs) dengan (Ra) dan (n/N) Rs = (0,25 + 0,54 n/N). Ra Ra 12.00 12.20 12.40 12.60 12,80 13.00 13.20 13.40 13.60 13.80 14.00 14.20 14.40 14.60 14.80 15.00 15.20 15.40 15.60 15.80 16.00 16.20 Min Maks Rerata
20 4.30 4.37 4.44 4.51 4.58 4.65 4.73 4.80 4.87 4.94 5.01 5.08 5.16 5.23 5.30 5.37 5.44 5.51 5.58 5.66 5.73 5.80 4.30 5.80 5.05
Persentase Kecerahan Matahari (n/N) dalam (%) 30 40 50 60 70 80 4.94 5.59 6.24 6.89 7.54 8.18 5.03 5.69 6.34 7.00 7.66 8.32 5.11 5.78 6.45 7.12 7.79 8.46 5.19 5.87 6.55 7.23 7.91 8.59 5.27 5.96 6.66 7.35 8.04 8.73 5.36 6.06 6.76 7.46 8.16 8.87 5.44 6.15 6.86 7.58 8.29 9.00 5.52 6.24 6.97 7.69 8.42 9.14 5.60 6.34 7.07 7.81 8.54 9.28 5.69 6.43 7.18 7.92 8.67 9.41 5.77 6.52 7.28 8.04 8.79 9.55 5.85 6.62 7.38 8.15 8.92 9.68 5.93 6.71 7.49 8.27 9.04 9.82 6.02 6.80 7.59 8.38 9.17 9.96 6.10 6.90 7.70 8.50 9.29 10.09 6.18 6.99 7.80 8.61 9.42 10.23 6.26 7.08 7.90 8.72 9.55 10.37 6.34 7.18 8.01 8.84 9.67 10.50 6.43 7.27 8.11 8.95 9.80 10.64 6.51 7.36 8.22 9.07 9.92 10.78 6.59 7.46 8.32 9.18 10.05 10.91 6.67 7.55 8.42 9.30 10.17 11.05 4.94 5.59 6.24 6.89 7.54 8.18 6.67 7.55 8.42 9.30 10.17 11.05 5.81 6.57 7.33 8.09 8.85 9.62
90 8.83 8.98 9.13 9.27 9.42 9.57 9.72 9.86 10.01 10.16 10.30 10.45 10.60 10.75 10.89 11.04 11.19 11.33 11.48 11.63 11.78 11.92 8.83 11.92 10.38
Sumber : Suhardjono, 1994
102
Lampiran D. Tabel PN.4 Hubungan antara (ea) dan (ed) untuk berbagai keadaan (RH) guna penggunaan rumus Penman. ea (mbar) 29.00 29.25 29.50 29.75 30.00 30.25 30.50 30.75 31.00 31.25 31.50 31.75 32.00 32.25 32.50 32.75 33.00 33.25 33.50 33.75 34.00 34.25 34.50 34.75 35.00 35.25 35.50 35.75 36.00 36.25 36.50 36.75 37.00
50 14.50 14.63 14.75 14.88 15.00 15.13 15.25 15.36 15.50 15.63 15.75 15.88 16.00 16.13 16.25 16.38 16.50 16.63 16.75 16.88 17.00 17.13 17.25 17.38 17.50 17.63 17.75 17.88 18.00 18.13 18.25 18.38 18.50
55 15.95 16.09 16.23 16.36 16.50 16.64 16.78 16.91 17.05 17.19 17.33 17.46 17.60 17.74 17.88 18.01 18.15 18.29 18.43 18.56 18.70 18.84 18.98 19.11 19.25 19.39 19.53 19.66 19.80 19.94 20.08 20.21 20.35
Besaran ed = (ea x RH) adapun RH dalam (%) 60 65 70 75 80 17.40 18.85 20.30 21.75 23.20 17.56 19.01 20.48 21.94 23.40 17.70 19.18 20.65 22.13 23.60 17.85 19.34 20.83 22.31 23.80 18.00 19.50 21.00 22.50 24.00 18.15 19.66 21.18 22.69 24.20 18.30 19.83 21.35 22.88 24.40 18.45 19.99 21.53 23.06 24.60 18.60 20.15 21.70 23.25 24.80 18.75 20.31 21.88 23.44 25.00 18.90 20.48 22.05 23.63 25.20 19.05 20.64 22.23 23.81 25.40 19.20 20.80 22.40 24.00 25.60 19.35 20.96 22.58 24.19 25.80 19.50 21.13 22.75 24.38 26.00 19.65 21.29 22.93 24.56 26.20 19.80 21.45 23.10 24.75 26.40 19.95 21.61 23.28 24.94 26.60 20.10 21.78 23.45 25.13 26.80 20.25 21.94 23.63 25.31 27.00 20.40 22.10 23.80 25.50 27.20 20.55 22.26 23.98 25.69 27.40 20.70 22.43 24.15 25.88 27.60 20.85 22.59 24.33 26.06 27.80 21.00 22.75 24.50 26.25 28.00 21.15 22.91 24.68 26.44 28.20 21.30 23.08 24.85 26.63 28.40 21.45 23.24 25.03 26.81 28.60 21.60 23.40 25.20 27.00 28.80 21.75 23.56 25.38 27.19 29.00 21.90 23.73 25.55 27.38 29.20 22.05 23.89 25.73 27.56 29.40 22.20 24.05 25.90 27.75 29.60
85 24.65 24.86 25.08 25.29 25.50 25.71 25.93 26.14 26.35 26.56 26.78 26.99 27.20 27.41 27.63 27.84 28.05 28.26 28.48 28.69 28.90 29.11 29.33 29.54 29.75 29.96 30.18 30.39 30.60 30.81 31.03 31.24 31.45
90 26.10 26.33 26.56 26.78 27.00 27.23 27.45 27.68 27.90 28.13 28.35 28.58 28.80 29.03 29.25 29.48 29.70 29.93 30.15 30.38 30.60 30.83 31.05 31.28 31.50 31.73 31.95 32.18 32.40 32.63 32.85 33.08 33.30
Sumber : Suhardjono, 1994
103
Lampiran E. Tabel PN.5 Besaran f (ed), f (ed) = 0,34 – 0,044 √𝑒𝑑 , guna perhitungan rumus Penman. ed (mbar) 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 31.00 32.00 33.00 34.00 34.50 35.00
0.1 0.169 0.163 0.158 0.153 0.148 0.143 0.138 0.133 0.129 0.124 0.120 0.115 0.111 0.107 0.103 0.099 0.096 0.091 0.087 0.083 0.081 0.079
0.2 0.168 0.163 0.158 0.152 0.147 0.142 0.137 0.133 0.128 0.124 0.119 0.115 0.111 0.106 0.102 0.098 0.094 0.090 0.086 0.083 0.081 0.079
Besaran f (ed) = 0,34 – 0,044 √𝑒𝑑, 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.168 0.167 0.167 0.166 0.166 0.162 0.162 0.161 0.161 0.160 0.157 0.156 0.156 0.155 0.155 0.152 0.151 0.151 0.150 0.150 0.147 0.146 0.146 0.145 0.145 0.142 0.141 0.141 0.140 0.140 0.137 0.136 0.136 0.136 0.135 0.132 0.132 0.131 0.131 0.130 0.128 0.127 0.127 0.126 0.126 0.123 0.123 0.122 0.122 0.121 0.119 0.118 0.118 0.117 0.117 0.114 0.114 0.113 0.113 0.113 0.110 0.110 0.109 0.109 0.108 0.106 0.106 0.105 0.105 0.104 0.102 0.101 0.101 0.101 0.100 0.098 0.097 0.097 0.097 0.096 0.094 0.093 0.093 0.093 0.092 0.090 0.090 0.089 0.089 0.088 0.086 0.086 0.086 0.086 0.086 0.082 0.082 0.082 0.081 0.081 0.080 0.080 0.080 0.079 0.079 0.079 0.078 0.078 0.077 0.077
0.8 0.165 0.160 0.154 0.149 0.144 0.139 0.135 0.130 0.125 0.121 0.117 0.112 0.108 0.104 0.100 0.096 0.092 0.088 0.084 0.080 0.079 0.077
0.9 0.165 0.159 0.154 0.149 0.144 0.139 0.134 0.129 0.125 0.120 0.116 0.112 0.108 0.103 0.099 0.096 0.091 0.088 0.084 0.080 0.078 0.076
Sumber : Suhardjono, 1994
104
Lampiran F. Tabel PN.6 Besaran f (n/N) f (n/N) = 0,1 + 0,9 n/N, guna perhitungan rumus Penman. n/N (%) 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
1 0.379 0.469 0.559 0.649 0.739 0.829
2 0.388 0.478 0.568 0.658 0.748 0.838
Besaran f (n/N) = 0,1 + 0,9 n/N 3 4 5 6 7 0.397 0.406 0.415 0.424 0.433 0.487 0.496 0.505 0.514 0.523 0.577 0.586 0.595 0.604 0.613 0.667 0.676 0.685 0.694 0.703 0.757 0.766 0.775 0.784 0.793 0.847 0.856 0.865 0.874 0.883
8 0.442 0.532 0.622 0.712 0.802 0.892
9 0.451 0.541 0.631 0.721 0.811 0.901
Sumber : Suhardjono, 1994
Lampiran G. Tabel PN.7 Besaran f (u) f (u) = 0,27 (1 + U x 0,864), guna perhitungan rumus Penman. U m/det 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
0.1 0.293 0.527 0.760 0.993 1.226 1.460
0.2 0.317 0.550 0.783 1.016 1.250 1.483
Besaran f (u) = 0,27 (1 + U x 0,864) 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.340 0.363 0.387 0.410 0.433 0.573 0.597 0.620 0.643 0.667 0.807 0.630 0.853 0.877 0.900 1.040 1.063 1.086 1.110 1.133 1.273 1.296 1.320 1.343 1.366 1.506 1.530 1.553 1.576 1.600
0.8 0.457 0.690 0.923 1.156 1.390 1.623
0.9 0.490 0.713 0.947 1.180 1.413 1.646
Sumber : Suhardjono, 1994
105
Lampiran H. Tabel PN.8 Besaran angka koreksi (c) bulanan untuk rumus Penman (berdasarkan perkiraan perbandingan kecepatan angin siang/malam di daerah Indonesia). Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Blaney-Criddle 0.800 0.800 0.750 0.750 0.700 0.700 0.750 0.750 0.800 0.800 0.825 0.825
Angka koreksi (c) Radiasi 0.800 0.800 0.750 0.750 0.700 0.700 0.750 0.750 0.800 0.800 0.825 0.825
Penman 1.100 1.100 1.000 1.000 0.950 0.950 1.000 1.000 1.100 1.100 1.150 1.150
Sumber : Suhardjono, 1994
Lampiran I. Tabel Nilai Q/n0,5 dan R/n0,5
106
Lampiran J. Tabel Hubungan Reduksi Data Rata-rata (Yn) dengan Jumlah Data (n)
107
Lampiran K. Tabel Hubungan antara Deviasi Standar (Sn) dan Reduksi Data dengan Jumlah Data (n)
108
Lampiran L-1 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2000
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
109
Lampiran L-2 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2001
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
110
Lampiran L-3 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2002
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
111
Lampiran L-4 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2003
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
112
Lampiran L-5 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2004
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
113
Lampiran L-6 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2005
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
114
Lampiran L-7 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2006
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
115
Lampiran L-8 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2007
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
116
Lampiran L-9 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2008
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
117
Lampiran L-10 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2009
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
118
Lampiran M : Dokumentasi Lokasi Penelitian
Gambar 1 : Lokasi PLTMH
Gambar 2 : Lokasi Penelitian
119
Gambar 3 : Lokasi Pengukuran Kecepatan Air
Gamabr 4 : Lokasi Pengukuran Kedalaman Air
120
Gambar 5 : Lokasi Penelitian
Gambar 6 : Lokasi Power House
121
Gambar 7 : Daerah Penelitian
122