1
Aam Slamet Rusydiana, & Abrista Devi Analytic Network Process: Pengantar Teori dan Aplikasi Judul:
Analytic Network Process: Pengantar Teori dan Aplikasi Penulis Layout dan cover Cetakan
: Aam Slamet Rusydiana & Abrista Devi : Aslam Rusydi : Pertama, Januari 2013
Diterbitkan oleh: SMART Publishing Sharia Economic Applied Research and Training (SMART) Consulting Perumahan Mutiara Bogor Raya Blok G4 No 3, Katulampa BOGOR Website: www.konsultan-smart.blogspot.com Phone: 087770574884
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun secara elektronik maupun mekanis tanpa izin tertulis dari Penerbit. (All Right Reserved)
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi
ix
BAGIAN PERTAMA 1.
Pendahuluan: Analisis Pengambilan Keputusan
2.
Mengenal Metode ANP
3.
Klasifikasi Hierarki
4.
Supermatriks dan Pembobotan
5.
Landasan ANP: 4 Aksioma
6.
Konsep Penting ANP
7.
Prinsip Dasar ANP
8.
Fungsi Utama AHP/ANP
9.
Kelebihan ANP Dibanding AHP
10. Prosedur ANP 11. Aneka Bentuk Jaringan 12. Jaringan BCR dalam ANP
BAGIAN KEDUA 13. ANALISIS PENGURAIAN MASALAH PENGEMBANGAN SUKUK KORPORASI DI INDONESIA PENDEKATAN METODE ANP – Nila Dewi 14. Mengurai Masalah dan Solusi Pengembangan LKMS di Indonesia: Pendekatan Metode BOCR ANP
3
MANUAL ANP Daftar Pustaka Biodata Penulis
4
BAGIAN PERTAMA
5
ANALYTICAL NETWORK PROCESS: SEBUAH PENGANTAR TEORI
PENDAHULUAN: ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN Proses analisis keputusan membutuhkan adanya kriteria sebelum memutuskan pilihan dari berbagai alternatif yang ada. Kriteria menunjukkan definisi masalah dalam bentuk yang konkret dan kadang-kadang dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai. Analisis atas kriteria penilaian dilakukan untuk memperoleh seperangkat standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan sebagai alat dalam membandingkan berbagai alternatif. Sementara itu, terkait dengan metode pengambilan keputusan yang digunakan, dikenal dengan nama MCDM. Multi criteria decision making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan (Kahraman;Springer). Berdasarkan tujuannya, MCDM dapat dibagi dua model: Multi Attribute Decision Making (MADM) dan Multi Objective Decision Making (MODM). Seringkali MADM dan MODM digunakan untuk menerangkan kelas atau kategori yang sama. MADM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang diskrit. Oleh karena itu, pada MADM biasanya digunakan untuk melakukan penilaian atau seleksi terhadap beberapa alternatif dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan MODM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah pada ruang kontinyu. Secara umum dapat dikatakan bahwa, MADM menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif sedangkan MODM merancang alternatif terbaik. Dalam perkembangannya, terdapat beberapa teknik dalam memilih keputusan atau alternatif, yaitu: a. Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) merupakan sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam kelompok-kelompok kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki 6
(Saaty, 1998). AHP dapat menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria dan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty, 1994). Menurut Saaty, ada beberapa prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decompostion), prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip konsistensi logis (Logical Consistensy). b. Metode ANP (Analytical Network Process) merupakan pengembangan dari metode AHP. ANP mengijinkan adanya interaksi dan umpan balik dari elemen-elemen dalam cluster (inner dependence) dan antar cluster (outer dependence) (Saaty,1996). Untuk selanjutnya terkait metode ANP ini, akan menjadi bahasan utama tulisan ini. c. Metode PROMETHEE (Preference Ranking Organization Method for Enrichment Evaluation) merupakan suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. Dominasi kriteria yang digunakan adalah penggunaan nilai dalam hubungan outranking (Brans et. al., 1986). Metode Promethee termasuk ke dalam kelompok pemecahan masalah Multi Criteria Decision Making (MCDM) atau pengambilan keputusan kriteria majemuk yang merupakan disiplin ilmu yang sangat penting dalam pengambilan keputusan atas suatu masalah yang memiliki lebih dari satu kriteria (multikriteria). Menurut Brans dan Mareschal (1999), Promethee yang merupakan singkatan dari Preference Ranking Organization Methods for Enrichment Evaluations adalah metode outranking yang menawarkan cara yang fleksibel dan sederhana kepada user (pembuat keputusan) untuk menganalisis masalah-masalah multikriteria. Promethee termasuk dalam keluarga dari metode outranking yang dikembangkan oleh B. Roy (dalam Brans et. al, 1999), dan meliputi dua fase: 1). Membangun hubungan outranking dari K, dimana K adalah 7
sejumlah kumpulan alternatif dan 2). Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam paradigma permasalahan multikriteria. Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan dominasi masing-masing kriteria. Indeks preferensi ditentukan dan nilai outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan. d. Metode yang adalah Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution. TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang pertama kali diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang tahun 1981 (Olson, 2004) . TOPSIS didasarkan pada konsep dimana alternatif yang terpilih atau terbaik tidak hanya mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terjauh dari solusi ideal negatif dari sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan solusi optimal. Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi negatif-ideal terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut. TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif. Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai. Metode ini banyak digunakan pada beberapa model MADM untuk menyelesaikan masalah pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana. e. Metode ME-MCDM (Multi Expert Multi Criteria Decision Making) merupakan suatu metode pengambilan keputusan dengan berbagai macam kriteria yang disediakan untuk mencari alternatif paling baik berdasarkan pendapt para expert yang tertuang dalam bentuk non-numeric (secara kualitatif) terhadap situasi yang dihadapi. Menurut Yager (1993) yang menjadi masalah utama pada metode ME-MCDM adalah proses agregasi yang terletak diantara dua kasus ekstrim, yaitu situasi saat semua kriteria dipenuhi (disebut dengan operator “dan”) dan situasi saat kriteria hanya memenuhi salah satu pihak (disebut operator “atau”). Yager (1993) merumuskan tahap re-ordering saat suatu argumen tidak dikaitkan
8
dengan suatu pembobot, tetapi pembobot dikaitkan dengan suatu posisi urutan argumen tertentu.
9
MENGENAL METODE ANP Pendekatan ANP (Analytical Network Process) banyak diabaikan dibandingkan dengan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) yang berstruktur linear dan tidak mengakomodasikan adanya feed-back. Hal ini dikarenakan AHP relatif lebih sederhana dan mudah untuk diterapkan, sedangkan ANP lebih dalam dan luas, sesuai diterapkan pada pengambilan keputusan yang rumit, kompleks serta memerlukan berbagai variasi intertaksi dan ketergantungan. Sebagai metode pengembangan dari metode AHP, ANP masih menggunakan cara Pairwise Comparison Judgement Matrices (PCJM) antar elemen yang sejenis. Perbandingan berpasangan ANP dilakukan antar elemen dalam komponen/ kluster untuk setiap interaksi dalam network. Analytic Network Process (ANP) juga merupakan teori matematis yang mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga mampu menjelaskan model faktor-faktor dependence serta feedback nya secara sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. Struktur jaringan yang digunakan yaitu benefit, opportunities, cost and risk (BOCR) membuat metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang mempengaruhi output atau keputusan yang dihasilkan (Saaty, 2006). Dalam implementasi pemecahan masalah, ANP bergantung pada alternatif-alternatif dan kriteria yang ada. Pada Saaty (2006), juga menjelaskan teknis analisis ANP yaitu dengan menggunakan perbandingan berpasangan (pairwase comparison) pada alternatif-alternatif dan kriteria proyek. Pada jaringan AHP terdapat level tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternative, yang masing-masing level memiliki elemen. Sedangkan pada jaringan ANP, level dalam AHP disebut cluster yang dapat memiliki kriteria dan alternatif didalamnya. Dalam suatu jaringan, elemen dalam suatu komponen/cluster bisa saja berupa orang (contoh, individu di Bank Indonesia) dan elemen dalam komponen/cluster yang lain bisa saja juga berupa orang (contoh, individu di DPR). Elemen dalam suatu komponen/cluster dapat mempengaruhi elemen lain dalam komponen/cluster yang sama (inner dependence), dan dapat 10
pula mempengaruhi elemen pada cluster yang lain (outer dependence) dengan memperhatikan setiap kriteria. Yang diinginkan dalam ANP adalah mengetahui keseluruhan pengaruh dari semua elemen. Oleh karena itu, semua kriteria harus diatur dan dibuat prioritas dalam suatu kerangka kerja hierarki kontrol atau jaringan, melakukan perbandingan dan sintesis untuk memperoleh urutan prioritas dari sekumpulan kriteria ini. Kemudian kita turunkan pengaruh dari elemen dalam sistem feedback dengan memperhatikan masing-masing kriteria. Akhirnya, hasil dari pengaruh ini dibobot dengan tingkat kepentingan dari kriteria, dan ditambahkan untuk memperoleh pengaruh keseluruhan dari masing-masing elemen (Ascarya, 2005). Saaty (1996) dan Saaty (2001), menyatakan bahwa jaringan umpan balik adalah struktur untuk memecahkan masalah yang tidak dapat disusun dengan menggunakan struktur hirarki. Jaringan umpan balik terdiri dari interaksi dan ketergantungan antara elemen pada level yang lebih rendah. Struktur umpan balik tidak mempunyai bentuk linier dari atas ke bawah, tetapi nampak seperti sebuah jaringan siklus pada masing-masing klaster dari setiap elemen serta dapat berbentuk looping pada klaster itu sendiri. Bentuk ini tidak dapat disebut sebagai level. Umpan balik juga mempunyai sumber (source) dan tumpahan (sink). Titik sumber menunjukkan asal dari jalur kepentingan dan tidak pernah dijadikan tujuan dari jalur kepentingan lain, sedangkan titik tumpahan adalah titik yang menjadi tujuan dari jalur kepentingan dan tidak pernah menjadi asal untuk kepentingan lain.
Sebuah jaringan yang utuh terdiri dari titik sumber (source node), titik antara (intermediate node) yang berasal dari titik asal (source node), titik siklus, atau sebuah jalur yang 11
menuju pada titik tumpahan (sink node), dan bagian akhir adalah titik tumpahan itu sendiri (sink node). Struktur ANP terdiri atas ketergantungan antar elemen dari komponen dalam (inner dependence) dan dari ketergantungan antar elemen dari komponen luar (outer dependence) seperti ditampilkan pada Gambar 1. Adanya jaringan (network) dalam suatu ANP dimungkinkan dapat merepresentasikan beberapa masalah tanpa terfokus pada awal dan kelanjutan akhir seperti pada AHP. Supermatriks ANP akan secara otomatis menghasilkan bobot yang tepat bagi kriteria dan alternatif jika data yang digunakan adalah vektor prioritas pada supermatriks. Hal ini merupakan cara yang sederhana karena tidak membutuhkan pemikir-an per bagian pada pengguna. Hanya mengetahui data dan supermatriks akan menghasilkan prioritas pada setiap titik pada model (Saaty, 2004). Menurut Azis (2004) dengan umpan balik, alternatif bukan hanya dapat tergantung pada kriteria tetapi juga dapat tergantung antara satu alternatif dengan alternatif lainnya. Kriteria itu sendiri dapat tergantung pada alternatif dan faktor lain. Untuk merepresentasikan feedback pada metode ANP maka diperlukan matriks berukuran besar yang disebut sebagai supermatrix yang terdiri dari beberapa sub matriks.
12
KLASIFIKASI HIERARKI Suatu jaringan mungkin merupakan modifikasi dari bentuk hubungan hirarki yang diubah pasangan komponennya dan dihubungkan di antaranya serta mempunyai inner dependence dan outer dependence. Oleh karena itu klasifikasi hirarki yang dimodifikasi menjadi jaringan umpan balik. Struktur hierarki tergolong menjadi empat kelompok yaitu (Saaty, 1996) : a. Suparchy merupakan sebuah struktur seperti hirarki dengan pengecualian tidak ada tujuan tetapi mempunyai siklus umpan balik pada kedua level paling atas. b. Intarchy merupakan sebuah hirarki dengan siklus umpan balik antara dua level tengah secara berurutan. c. Sinarchy merupakan sebuah hirarki dengan siklus umpan balik pada dua level bawah. d. Hiernet merupakan sebuah jaringan yang disusun secara vertikal untuk memfasilitasi keanggotaan pada semua level-levelnya. Hal ini mungkin untuk sebuah sistem yang mempunyai komponen yang interaktif, dimana semua komponen memberikan pengaruh kepada semua komponen lain sehingga terbentuk suatu sistem yang interaktif. Terkait hierarki kontrol dalam penentuan pendapat, terdapat dua tipe kriteria kontrol yaitu kriteria kontrol sebagai tujuan dari hirarki jika terhubung dengan struktur dan struktur tersebut merupakan hirarki. Pada kasus ini kriteria kontrol disebut sebagai comparison- "linking" criterion. Tipe yang kedua adalah sebuah kriteria kontrol tidak terhubung pada struktur tetapi menginduksi di dalam jaringan, kriteria kontrol ini disebut sebagai comparison- "inducing" criterion.
13
SUPERMATRIKS DAN PEMBOBOTAN Perbandingan tingkat kepentingan dalam setiap elemen maupun cluster direpresentasikan dalam sebuah matrik dengan memberikan skala rasio dengan perbandingan berpasangan. Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan kepentingan antara elemen di dalam sebuah komponen dengan elemen di luar komponen (outer dependence) atau juga di dalam elemen terhadap elemen itu sendiri yang berada di komponen dalam (inner dependence). Tidak setiap elemen memberikan pengaruh terhadap elemen pada komponen lain. Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol. Matrik hasil perbandingan secara berpasangan direpresentasikan ke dalam bentuk vertikal dan horizontal dan berbentuk matriks yang bersifat stochastic yang disebut sebagai supermatriks. Pembobotan dalam ANP diperlukan suatu model yang merepresentasikan keterkaitan antar kriteria/subkriteria atau alternatif . Hal yang harus diperhatikan dalam pembobotan ini adalah "kontrol". Ada dua kontrol, yaitu kontrol hierarki yang menunjukkan keterkaitan antar kriteria dan subkriteria dan yang kedua adalah kontrol keterkaitan yaitu yang menunjukkan adanya keterkaitan antar kriteria/subkriteria. Bobot gabungan diperoleh melalui pengembangan dari supermatriks. Dalam suatu sistem dengan N komponen yang terdiri dari C elemen yang saling berinteraksi, dinotasikan Ch dimana h = 1, 2, 3, .... N. Elemen yang dimiliki oleh komponen akan disimbolkan dengan eh1, eh2, ....... ehn. Nilai dari supermatriks diberikan sebagai hasil penlaian dari skala prioritas yang diturunkan dari perbandingan berpasangan seperti pada AHP. Matriks disusun untuk menggambarkan aliran kepentingan antara komponen baik secara inner dependence maupun outer dependence. Secara umum hubungan kepentingan antar elemen dengan elemen lain di dalam jaringan dapat direpresentasikan mengikuti supermatriks, sebagai berikut:
14
Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigen vector yang menunjukkan kepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke j. Jika nilai Wijj = 0 menunjukkan tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka elemen tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang menghasilkan kepentingan bukan nol. Penyusunan supermatriks terdiri dari 3 tahap yaitu : a. Tahap supermatriks tanpa bobot (unweighted supermatrix) b. Tahap supermatriks terbobot (weighted supermatrix) c. Tahap supermatriks batas (limit supermatrix)
15
LANDASAN ANP: 4 AKSIOMA ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain (Saaty, 2006): 1. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai pembandingan pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang menunjukkan berapa kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc (EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5 dari besar A. 2. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian
elemen pendukung yang
mempengaruhi keputusan. Tabel 1. Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik Definition
Intensity of Importance
Equal Importance
1
Weak
2
Moderate importance
3
Moderate plus
4
Strong importance
5
Strong Plus Very strong or demonstrated importance Very,very strong Extreme importance
6 7 8 9
Sumber : Saaty, 2006 3. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1] dan sebagai ukuran dominasi relatif. 4. Dependence condition; diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster.
16
KONSEP PENTING ANP Dalam metode Analytic Network Process, ada beberapa konsep penting yang harus dipahami. Konsep-konsep tersebut sebagian memiliki kesamaan dengan konsep AHP dan sebagian yang lain berbeda. Menurut Saaty (2006), konsep-konsep dari Analytic Network Process (ANP) tersebut meliputi: 1. Feedback, inner, dan outer dependence 2. Pengaruh dengan respek ke sebuah criteria 3. Kontrol hierarki atau system 4. Supermatrix 5. Limiting supermatrix dan limiting prioritie 6. Primitivity, irreducibility, cyclicity 7. Membuat limiting supermatrix stochastic: mengapa cluster harus dibandingkan 8. Sintesis untuk kriteria dari sebuah kontrol hirarki atau sebuah kontrol system 9. Sintesis untuk keuntungan, biaya, peluang, dan risiko control hirarki 10. Formulasi untuk menghitung limit 11. Hubungan ke Neural Network Firing-kasus berkelanjutan 12. Kepadatan dari neural firing dan distribusi serta aplikasinya untuk menghasilkan kembali citra yang dapat dilihat dan komposisisimponik.
17
PRINSIP DASAR ANP Terdapat 3 prinsip-prinsip dasar ANP yaitu dekomposisi, penilaian komparasi (comparative judgements), dan komposisi hierarkis atau sintesis dari prioritas (Ascarya, 2005) : 1.
Prinsip dekomposisi, yaitu diterapkan untuk menstrukturkan masalah yang kompleks menjadi kerangka hierarki atau kerangka ANP yang terdiri dari jaringan-jaringan cluster.
2.
Prinsip penilaian komparasi diterapkan untuk membangun pembandingan pasangan (pairwise comparison) dari semua kombinasi elemenelemen dalam cluster dilihat dari cluster induknya. Pembandingan pasangan ini digunakan untuk mendapatkan prioritas lokal dari elemen-elemen di dalam suatu cluster dilihat dari cluster induknya.
3.
Prinsip komposisi hierarkis atau sintesis diterapkan untuk mengalikan prioritas lokal dari elemen-elemen dalam cluster dengan
prioritas „global‟ dari elemen induk, yang akan
menghasilkan prioritas global seluruh hierarki dan menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global untuk elemen level terendah (biasanya merupakan alternatif).
18
FUNGSI UTAMA AHP/ANP Sesuai dengan prinsip-prinsip dasarnya, fungsi utama AHP/ANP ada tiga yaitu menstruktur kompleksitas, pengukuran, dan sintesis (Ascarya, 2005): a. Menstruktur kompleksitas. ANP berfungsi untuk mengangani permasalahan yang kompleks. Dari masa ke masa manusia mencoba untuk memecahkan kompleksitas hingga pada akhirnya ditemukan cara sederhana untuk menanganinya. Yaitu dengan cara menstruktur kompleksitas secara hierarkis ke dalam cluster-cluster yang homogen dari faktor-faktor. Begitu sederhananya sehingga siapapun dapat dengan mudah mengerti. b. Pengukuran ke dalam skala rasio. Metodologi pengambilan keputusan yang terdahulu pada umumnya menggunakan pengukuran level rendah (pengukuran ordinal atau interval), sedangkan metodologi AHP/ANP menggunakan pengukuran skala rasio yang diyakini paling akurat dalam mengukur faktor-faktor yang membentuk hierarki. Kelebihan pendekatan ANP salah satunya adalah dengan adanya pengukuran prioritas berdasarkan rasio dan proporsi untuk menangkap hubungan dan pengaruh sehingga menghasilkan prediksi yang akurat dan keputusan yang tepat (Saaty, 2006). Level pengukuran dari terendah ke tertinggi adalah nominal, ordinal, interval, dan rasio. Setiap level pengukuran memiliki semua arti yang dimiliki level yang lebih rendah dengan tambahan arti yang baru. Pengukuran interval tidak memiliki arti rasio, namun memiliki arti interval, ordinal, dan nominal. Pengukuran rasio diperlukan untuk mencerminkan proporsi. Untuk menjaga kesederhanaan metodologi, Saaty mengusulkan penggunaan penilaian rasio dari setiap pasang faktor dalam hierarki untuk mendapatkan (tidak secara langsung memberikan nilai) pengukuran skala rasio. Setiap metodologi dengan struktur hieraki harus menggunakan prioritas skala rasio untuk elemen diatas level terendah dari hierarki. Hal ini penting karena prioritas (atau bobot) dari elemen di level manapun dari hierarki ditentukan dengan mengalikan prioritas dari elemen pada level dengan prioritas dari elemen induknya. Karena hasil perkalian dari dua pengukuran level interval secara matematis tidak memiliki arti, skala rasio diperlukan untuk perkalian ini. 19
AHP/ANP menggunakan skala rasio pada semua level terendah dari hierarki/jaringan, termasuk level terendah (alternatif dalam model pilihan). Skala rasio ini menjadi semakin penting jika prioritas tidak hanya digunakan untuk aplikasi pilihan, namun untuk aplikasi lain, seperti aplikasi alokasi sumber daya. c. Sintesis. Sintesis merupakan proses menyatukan semua bagian menjadi satu kesatuan. Karena kompleksitas, dalam situasi keputusan penting, perkiraan, atau alokasi sumber daya, sering melibatkan terlalu banyak dimensi bagi manusia untuk dapat melakukan sintesis, sehingga kita memerlukan suatu cara untuk melakukan sintesis. Meskipun AHP/ANP memfasilitasi analisis, fungsi yang lebih penting lagi dalam AHP/ANP adalah kemampuannya untuk membantu kita dalam melakukan pengukuran dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan (Ascarya, 2005). Ketika kita hendak membuat keputusan dengan dibatasi batasan-batasan informasi, proses sintesis merupakan cara yang tepat untuk menghasilkan keputusan.(Saaty, 2006)
20
KELEBIHAN ANP DIBANDING AHP Perbedaan AHP dan ANP berawal dari aksioma ketiga tentang struktur hierarki yang tidak berlaku untuk ANP. Aksioma ini menyatakan bahwa judgements (penilaian), atau prioritas dari elemen-elemen tidak tergantung pada elemenelemen pada level yang lebih rendah. Aksioma ini mengharuskan penerapan struktur yang hierarkis. Tidak berlakunya aksioma ini untuk ANP berimplikasi pada beberapa hal, yang antara lain dapat dibaca pada tabel berikut. NO 1 2 3 4
PERBEDAAN Kerangka Hubungan Prediksi Komparasi
5
Hasil
6
Cakupan
AHP
ANP
Hierarki Dependensi Kurang Akurat Preferensi/Kepentingan Lebih Subjektif Matriks, Eigenvector Kurang Stabil Sempit/Terbatas
Jaringan Dependensi dan Feedback Lebih Akurat Pengaruh Lebih Objektif Supermatriks Lebih Stabil Luas
Sumber: Ascarya (2005) Perbedaan pertama terletak pada struktur kerangka model yang berbentuk hierarki pada AHP dan berbentuk jaringan pada ANP. Hal ini membuat ANP dapat diaplikasikan lebih luas dari ANP. Bentuk jaringan ANP juga bisa sangat bervariasi dan lebih dapat mencerminkan permasalahan seperti keadaan yang sesungguhnya. Kedua, dalam struktur hierarki hanya ada dependensi level yang lebih rendah kepada level yang lebih tinggi, sementara dalam struktur jaringan terdapat juga feedback. Dengan feedback alternatif dapat dependen terhadap kriteria, seperti pada hierarki, tetapi dapat pula dependen satu sama lain. Sementara kriteria sendiri dapat dependen pada alternatif dan pada satu sama lain. Ketiga, feedback memperbaiki prioritas yang dihasilkan dari penilaian, dan membuat prediksi lebih akurat. Keempat, untuk melakukan komparasi dalam AHP seseorang bertanya mana yang lebih disukai atau lebih penting? Keduanya lebih kurang subyektif dan personal. Sementara itu untuk komparasi dalam ANP seseorang bertanya mana yang lebih berpengaruh? Hal ini membutuhkan observasi faktual dan pengetahuan sehingga menghasilkan jawaban valid yang lebih obyektif.
21
Kelima, hasil AHP adalah matriks dan eigenvector yang menunjukkan skala prioritas, sedangkan hasil ANP berupa supermatriks skala prioritas yang lebih stabil karena adanya feedback. Kestabilan hasil ANP telah dibuktikan oleh Iwan J. Azis dalam papernya (Azis, 2003), dimana masalah Trans Sumatra Highway dianalisis dengan menggunakan AHP dan ANP. Dari analisa sensitivitas yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa hasil ANP lebih stabil dan robust dari pada hasil AHP. Keenam, Cakupan AHP terbatas pada struktur yang hierarkis, sedangkan cakupan ANP meluas tak terbatas. AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang cluster dan elemen merupakan kasus khusus ANP. Meskipun demikian penggunaan metode ANP bukan tanpa ada kekurangan. Kelemahannya yang paling mencolok adalah bahwa penelitian yang memakai metode ini relatif menyita waktu yang cukup lama akibat dari beberapa tahap dan proses penelitian yang harus dilalui: pencarian literatur, survei pakar, validasi dan FGD/survei ANP. Di samping itu, tentu saja penelitian yang memakai metode ini relatif lebih costly dibanding misalnya penggunaan metode AHP untuk satu masalah riset yang sama.
22
PROSEDUR ANP Menurut Izik et at (2011) proses solusi ANP memiliki empat langkah utama yaitu: 1. Mengembangkan Struktur Model Keputusan Pada langkah ini, masalah harus disusun dan model konseptual harus dibuat. Awalnya, komponen-komponen
penting
harus
diidentifikasi.
Elemen
paling
atas
(cluster)
didekomposisi menjadi sub-komponen dan atribut (node). ANP memungkinkan dependensi baik di dalam sebuah cluster (ketergantungan dalam) dan antar cluster (ketergantungan luar) (Saaty dalam Izik et al, 2011). Masing-masing variabel pada setiap tingkat harus didefinisikan bersama dengan hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam sistem. 2. Matriks Perbandingan Berpasangan dari Variabel yang Saling Terkait Pada ANP, perbandingan elemen berpasangan dalam setiap tingkat dilakukan terhadap kepentingan relatif untuk kriteria kontrol mereka. Matriks korelasi disusun berdasarkan skala rasio 1 - 9. Ketika penilaian dilakukan untuk sepasang, nilai timbal balik secara otomatis ditetapkan ke perbandingan terbalik dalam matriks. Setelah perbandingan berpasangan selesai, vektor yang sesuai dengan nilai eigen maksimum dari matriks yang dibangun dihitung dan vektor prioritas diperoleh. Nilai prioritas ditemukan dengan menormalkan vektor ini. Dalam proses penilaian, masalah dapat terjadi dalam konsistensi dari perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi memberikan penilaian numerik dari seberapa besar evaluasi ini mungkin tidak konsisten. Jika rasio yang dihitung kurang dari 0.10, konsistensi dianggap memuaskan. 3. Penghitungan Supermatriks Setelah perbandingan berpasangan selesai, supermatriks dihitung dalam 3 langkah: a). Unweighted Supermatrix (supermatriks tanpa pembobotan), dibuat secara langsung dari semua prioritas lokal yang berasal dari perbandingan berpasangan antar elemen yang mempengaruhi satu sama lain; b). Weighted Supermatrix (supermatriks berbobot), dihitung dengan mengalikan nilai dari supermatriks-tanpa-pembobotan dengan bobot cluster yang terkait;
23
c). Komposisi dari Limiting Supermatrix (Supermatriks terbatas), dibuat dengan memangkatkan supermatriks-berbobot sampai stabil. Stabilisasi dicapai ketika semua kolom dalam supermatriks yang sesuai untuk setiap node memiliki nilai yang sama. Langkah-langkah ini dilakukan dalam software Super Decisions, yang merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan untuk aplikasi ANP. Setiap subnetwork, prosedur yang sama diterapkan dan alternatif diberi peringkat. 4. Bobot Kepentingan dari Clusters dan Nodes Penentuan bobot kepentingan dari faktor penentu dengan menggunakan hasil supermatriksterbatas dari model ANP. Prioritas keseluruhan dari setiap alternatif dihitung melalui proses sintesis. Hasil yang diperoleh dari masing-masing subnetwork disintesis untuk memperoleh prioritas keseluruhan dari alternatif.
24
ANEKA BENTUK JARINGAN Terdapat aneka bentuk jaringan dalam ANP. Beberapa bentuknya antara lain dapat berupa hierarki, holarki, jaringan analisa BCR (benefit-cost ratio), dan jaringan secara umum, dari yang sederhana sampai yang kompleks (Ascarya, 2005). 1. Hierarki Bentuk jaringan yang paling sederhana adalah hierarki linier yang juga dipergunakan dalam AHP. Secara umum struktur hierarki linier berupa cluster-cluster dengan level tertinggi berupa tujuan, kemudian kriteria (dan sub-kriteria kalau ada), dan alternatif sebagai cluster pada level terendah. Secara umum struktur hiererki linier dapat dibaca pada gambar berikut.
2. Holarki Bentuk jaringan kedua dalam ANP adalah holarki. Jaringan holarki merupakan jaringan dimana elemen (atau elemen-elemen) dalam cluster pada level yang paling tinggi dependen terhadap elemen (atau elemen-elemen) dalam cluster pada level yang paling rendah, sehingga terdapat garis hubungan antara cluster level terendah dengan cluster level tertinggi. Secara umum struktur jaringan holarki dapat dibaca pada gambar berikut ini.
25
3. Jaringan Analisa BCR (Benefits-Costs Ratio) Bentuk jaringan ketiga dalam ANP adalah jaringan analisa BCR. Salah satu bentuk sederhananya adalah jaringan pengaruh (impact). Jaringan pengaruh mempunyai dua jaringan terpisah untuk pengaruh positif dan pengaruh negatif. Secara umum struktur jaringan pengaruh BCR dapat dibaca pada gambar di bawah. Setelah dihasilkan bobot untuk masing-masing alternatif pada kedua jaringan, benefit-cost ratio (BCR) masing-masing alternatif dihitung dengan membagi bobot pengaruh positif terhadap bobot pengaruh negatif. Angka terbesar BCR merupakan kebijakan dengan prioritas tertinggi yang diusulkan.
4. Jaringan Umum Bentuk jaringan keempat dalam ANP adalah jaringan yang tidak memiliki bentuk khusus. Ada yang sangat sederhana, namun struktur jaringan umum ini dapat juga berbentuk jaringan yang kompleks yang melibatkan banyak cluster, dependensi, dan feedback. Secara umum struktur jaringan umum yang kompleks dapat dibaca pada gambar berikut ini.
26
JARINGAN BCR DALAM ANP Di antara bentuk jaringan dalam ANP adalah jaringan analisa BCR. Salah satu bentuk sederhananya adalah jaringan pengaruh (impact). Jaringan pengaruh mempunyai dua jaringan terpisah untuk pengaruh positif dan pengaruh negatif. Contoh aplikasi dengan menggunakan struktur jaringan pengaruh (dengan software ANP) misalnya tentang mencari strategi pembangunan terbaik dengan adanya dibangunnya Trans Sumatra Highway (TSH) di Sumatra, Indonesia (Ascarya, 2005). Dalam bentuk ini, setelah dihasilkan bobot untuk masing-masing alternatif pada kedua jaringan, benefit-cost ratio (BCR) masing-masing alternatif dihitung dengan membagi bobot pengaruh positif terhadap bobot pengaruh negatif. Angka terbesar BCR merupakan kebijakan dengan prioritas tertinggi yang diusulkan dan didapatkan. Struktur jaringan untuk analisis BCR dapat juga diperluas dengan mengikutsertakan subjaringan opportunity dan risk, sehingga jaringan utama memiliki empat subjaringan untuk benefit, opportunity, cost, dan risk. Secara umum struktur jaringan BCR lengkap dapat dibaca pada gambar berikut ini.
Untuk melakukan Analisa Benefits, Opportunities, Cost dan Risk sebagai analisa strategis, perhitungannya menggunakan metode Pairwise Comparasion. Secara struktural, sebuah keputusan dibagi menjadi tiga bagian, pertama sistem penilaian, kedua merits dari keputusan benefit cost opportunities dan risk (BOCR) sebagai pertimbangan membuat keputusan, dan ketiga hirarki atau jaringan keterkaitan, fakta (objektif) yang membuat sebuah alternatif keputusan lebih diinginkan dibanding yang lainnya (Saaty, 2001). Hasil dari beberapa alternatif yang di prioritaskan, didapatkan tiga hasil: kondisi umum (standard Condition) B/C, 27
Pessimistic B/(CxR) dan Realistic (BxO)/(CxR). Alternatif yang terbaik dipilih dengan nilai Realistic yang tinggi dan alternatif terpilih tersebut dipertimbangkan sebagai keputusan yang di tentukan dari alternatif lainnya. Contoh aplikasi dengan menggunakan struktur jaringan analisis BCR (dengan software ANP) lengkap misalnya tentang hubungan dagang Cina dengan US. Di sini cluster level keduanya mempunyai empat subjaringan Benefits, Costs, Opportunities, dan Risks. Secara umum, keempat subjaringan memiliki cluster alternatif yang sama, namun cluster tujuan dan kriterianya berbeda. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa subjaringan memiliki jaringan yang rumit dan memiliki sub-subjaringan di dalamnya. Sementara itu, struktur jaringan analisis BCR lengkap dengan hubungan-hubungannya dapat dibaca pada gambar berikut ini.
Selain jaringan dalam bentuk analisa BCR (benefit-cost ratio), terdapat beberapa bentuk jaringan ANP yang lain, seperti jaringan berbentuk hierarki sederhana, holarki, dan jaringan secara umum, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Tentu saja hal itu tergantung dari sejauh mana kompleksitas masalah yang hendak diurai.
28
29
BAGIAN KEDUA
30
ANALISIS PENGURAIAN MASALAH PENGEMBANGAN SUKUK KORPORASI DI INDONESIA PENDEKATAN METODE ANP (ANALYTIC NETWORK PROCESS) Nila Dewi
ABSTRAK Sebagai instrument keuangan Islam sukuk telah menciptakan suatu competitive advantages bagi pemain di pasar keuangan Islam, dimana mampu menunjang mobilisasi pendanaan dalam pembangunan perekonomian. Meski dalam jumlah penerbitan maupun nilai emisi mengalami selalu mengalami kenaikan, namun pertumbuhannya sukuk korporasi sangatlah lambat. Secara umum, permasalahan terbagi menjadi 4 aspek yaitu 1) aspek emiten: kurangnya komitmen, pemahaman, averse to risk, rendahnya rating perusahaan; 2) aspek investor: pengetahuan, averse to risk, investor yang kurang bervariatif, profit oriented; 3) aspek penunjang: insentif, perpajakan, sosialisasi, pemahaman underwriter; 4) aspek pasar: dominan konvensional, keterbatasan instrument, rendahnya nilai issuance yang tidak seimbang dengan kebutuhan pasar, pasar sekunder kurang likuid. Oleh karena itu, penelitan ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam perkembangan sukuk korporasi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masalah yang paling dominan diantaranya 1) kurangnya pemahaman (emiten); 2) pasar sekunder kurang likuid (pasar); 3) kurangnya pengetahuan (investor); 4) insentif (penunjang) dan 5) rendahnya nilai issuance yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Adapun alternatif solusi yang dinilai paling utama terdiri dari 1) sosialisasi intensif; 2) dorongan BUMN; 3) penyempurnaan regulasi perpajakan; 4) inovasi produk; dan 5) adanya insentif. Berdasarkan kendall‟s coefficient of concordance (W) menunjukan adanya tingkat kesesuaian (rater agreement) yang relatif lebih besar pada responden praktisi dibandingkan dengan pakar. Dengan demikian, dalam hal memanfaatkan instrument keuangan sukuk, pendapat dari praktisi menjadi lebih dipertimbangkan. Klassifikasi JEL Kata kunci
: C14, G39 : ANP, Sukuk Korporasi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 31
Konsep keuangan dunia berbasis syariat Islam dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satunya dengan peranan instrumen investasi berupa sukuk atau yang dikenal pula dengan obligasi syariah. Perkembangan produk sukuk bermula terjadi di negaranegara Timur Tengah, Asia Tenggara, hingga kini meluas ke berbagai negara Eropa dan Asia lainnya. Beberapa negara yang cukup aktif dalam pasar sukuk global dengan berdenominasi mata uang lokal maupun dolar antara lain Malaysia, UAE, juga Bahrain dan Inggris. Adapun pertumbuhan hingga dua bulan pertama di 2011, penjualan sukuk global mencapai 2,8 miliar dolar AS, meningkat pesat dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 676 juta dolar AS (Global Sukuk Markets, 2011). Tatanan sistem keuangan yang didasari upaya menggerakan sektor riil serta dukungan regulasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2002, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa No: 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang obligasi syariah. Sebagai implementasi atas fatwa tersebut, perkembangan sukuk dimulai pada Oktober 2002 ketika PT. Indosat Tbk mengeluarkan obligasi syariah yang pertama kali di pasar modal. Selain itu, disahkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU SBSN menjadi saat yang penting bagi pengembangan pasar sukuk. Hingga perkembangan selanjutnya pada tahun 2010 muncul fatwa No: 76/DSN-MUI/ VI/2010 mengenai SBSN Ijarah Asset To Be Leased dengan memperluas struktur penerbitan. Undang-undang dan fatwa tersebut diharapkan mampu menunjang aspek regulasi dalam penerbitan sukuk sehingga mendorong perkembangan sukuk domestik termasuk pasar sukuk korporasi. Sukuk Korporasi
Obligasi korporasi
Sukuk Negara
Sukuk Korporasi
Obligasi
Sukuk Negara
250000
350% 300%
206.212
200000 150000
130.841
100000
81.581
89.181
200%
142.617 123.219
100.358
50% 37.588,26
37.637 175
740
1.424
150% 100%
63.095
50000
250%
171.515
2.009
2.282
3.174
11.532,99 25.716,85 4.699,70 7.915 7.715 7.015 5.498
0
0% -50% -100%
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010 2011*
Ket: *Data hingga Agustus 2011
Sumber: Laporan Statistik Bapepam-LK Grafik 1.1 Perkembangan Total Nilai Emisi Sukuk Korporasi, Sukuk Negara dan Obligasi
Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2002 perkembangan jumlah nilai emisi sukuk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan pasar modal syariah salah satunya ditandai dengan maraknya penawaran umum sukuk dengan akad ijarah, dan pada saaat itu nilai emisi sukuk tumbuh sebesar 92% sebesar Rp 1.424 trilyun. Hal ini sejalan dengan diterbitkannya fatwa No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi syariah ijarah. Dapat dilihat pula kenaikan 32
terjadi di tahun 2007 hingga 2008 yang cukup signifikan sebesar 39% dan 73% dimana aspek pendorongnya adalah telah terbitnya paket peraturan No.IX.A.14 tahun 2006 tentang penerbitan efek syariah dan akad yang digunakan di dalamnya. Kenaikan juga terjadi pada tahun 2009 dengan nilai emisi Rp 5.6 trilyun, peningkatan ini antara lain disebabkan oleh penurunan suku bunga bank, sehingga obligasi menjadi sumber pendanaan yang relatif lebih murah. Selain itu, terbitnya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tahun 2008 telah dapat dijadikan acuan bagi sukuk korporasi. Meski secara pertumbuhan mengalami penurunan, nilai total emisi sukuk pada tahun 2010 tetap mengalami kenaikan yaitu mencapai Rp7.715 trilyun dibandingkan emisi di akhir 2009 sebesar Rp7.015 trilyun. Dari data perkembangan sukuk diatas, dapat dilihat bahwa meski dalam jumlah penerbitan maupun nilai emisi mengalami selalu mengalami kenaikan, namun pertumbuhan sukuk korporasi sangatlah lambat Jika dibandingkan obligasi, walaupun pertumbuhannya obligasi juga terbilang lambat, namun secara perbandingan nilai emisi, emisi sukuk korporasi sangatlah kecil. Adapun melihat sukuk negara sebagai instrumen syariah pula, menunjukan pertumbuhan yang lebih cepat dimana tahun terakhir mencapai 46%. Hal itu mengindikasikan adanya masalah tertentu yang menghambat pertumbuhan sukuk korporasi. Kondisi demikian sebagaimana juga dikemukakan oleh Rahmany (2010), ia menyatakan bahwa meski penerbitan sukuk sepanjang 2010 menunjukkan peningkatan, penerbitan obligasi korporasi yang berbasis syariah di Indonesia masih rendah. Berdasarkan uraian diatas, mengingat pasar sukuk memiliki potensi yang sangat besar, namun masih dihadapkan pada pertumbuhan yang relatif lambat, maka penulis bermaksud menganalisis permasalahan yang muncul dalam upaya perkembangan sukuk korporasi, khususnya di Indonesia secara komprehensif dan sistematis. II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sukuk Istilah sukuk berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari „sakk‟ yang berarti dokumen atau sertifikat. Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Finance Institution (AAOFI, 2008): “Sukuk are certificates of equal value representing undivided shares in ownership of tangible assets, usufruct and services or (in the ownership of) the assets of particular projects or special investment activity.” Adapun menurut Islamic Financial Services Board (IFSB, 2009) definisi sukuk adalah: “Certificates with each sakk representing a proportional undevided ownership right in tangible assets, or pool of predominantly tangible assets, or a business venture (such a mudharabah).” Dari definisi diatas, sukuk dapat diartikan sebagai sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian kepemilikan yang sepenuhnya terhadap asset yang tangible, manfaat dan jasa, kepemilikn asset atas suatu proyek, atau kepemilikan dalam aktivitas bisnis atau investasi khusus. Berdasarkan Peraturan Nomor IX.A.13 tahun 2009 mengenai penerbitan efek syariah, sukuk adalah Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu‟/undivided share)) atas:
a) aset berwujud tertentu (a‟yan maujudat); b) nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a‟yan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada; 33
c) jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada; d) aset proyek tertentu (maujudat masyru‟ mu‟ayyan); dan/atau e) kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah). Di Indonesia, pada awalnya sukuk lebih dikenal dengan istilah obligasi Syariah. Namun, sejak peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM) No.IX.13.A mengenai Penerbitan Efek Syariah dan ditetapkannya UU. No.19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, istilah sukuk menjadi lebih sering digunakan. 2.2 Analisis Aspek Syariah Dari sisi syariah, keseluruhan transaksi harus tunduk kepada hukum islam, sebelum menjadi istilah dalam capital dan financial market dengan segala distorsinya akibat berbagai penyalahgunaan, trading secara substansi merupakan aktivitas jual beli atau bai‟. DSN-MUI dalam Fatwa No. 40 tahun 2003 juga membolehkan adanya transaksi efek dengan batasanbatasan bahwa transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehatihatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba‟, maysir, risywah, maksiat dan kezaliman (Tim Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah Bapepam,2010). Menurut (Al Zuhayli, 2001) prinsip umum syariah dalam jual beli sebagaimana dapat disimpulkan dari pendapat para ulama dalam kitab-kitab fiqih yaitu : 1. Pada dasarnya diperbolehkan transaksi jual beli sebagai salah satu sarana yang baik dalam mencari rezki (QS. al-Baqarah: 194, an-Nisa‟: 29). 2. Barang ataupun instrumen yang diperjualbelikan itu harus halal sehingga dilarang menjualbelikan barang haram seperti miras, narkoba, bunga bank ribawi (QS. al-Maidah: 3, 90). 3. Bermanfaat dan bermaslahat dengan adanya nilai guna bagi konsumen maupun pembeli serta tidak membahayakan. 4. Barang yang diperjualbelikan harus jelas keadaannya, sifat-sifatnya, kualitasnya jumlah dan satuannya dan karakteristik lainnya. 5. Dilakukan proses “ijab qabul” baik dalam arti tradisionalnya maupun modern. seperti dalam paper trading yang menampilkan dokumen dagang berupa kertas maupun elektronic trading/ e-commerce yang menampilkan data komputer dan data elektronik lainnya (paperless trading). Kedua media tersebut substansinya menunjukkan sifat barang, mutu, jenis, jaminan atas kebenaran data dan dokumen serta bukti kesepakatan transaksi (dealing). 6. Transaksi dilangsungkan atas dasar saling sukarela („an taradhin), kesepahaman dan kejelasan (QS. an-Nisa‟: 29). 7. Tidak ada unsur penipuan maupun judi (gambling) (QS. al-Baqarah: 278, al- Maidah: 90). 8. Dalil umum transaksi jual-beli dalam Allah berfirman: “…dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS. al-Baqarah: 275). “Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu,…” (QS. an-Nisa‟: 29). “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…” (QS. al-Ma‟idah: 1).“…kamu tidak (boleh) menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. alBaqarah: 279).
2.3
Perbandingan karakteristik Sukuk dan Obligasi 34
Keunggulan sukuk terletak pada strukturnya yang berdasarkan aset nyata. Hal ini memperkecil kemungkinan terjadinya fasilitas pendanaan yang melebihi nilai dari aset yang mendasari transaksi sukuk. Pemegang sukuk berhak atas bagian pendapatan yang dihasilkan dari aset sukuk di samping hak dari penjualan aset sukuk (Tim Kajian Bapepam LK, 2009). Secara ringkas, perbandingan karakteristik sukuk dan obligasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik Sukuk dan Obligasi Deskripsi Sukuk Obligasi Penerbit Pemerintah, korporasi Pemerintah, korporasi Sifat instrument Sertifikat Instrumen pengakuan utang kepemilikan/penyertaan atas suatu asset Penghasilan Jangka waktu Underlying asset Pihak yang terkait
Imbalan, bagi hasil, margin Pendek-menengah Diperlukan Obligor, SPV, investor, trustee
Bunga/kupon, capital gain Menengah-panjang Tidak diperlukan Obligor/issuer, investor
Price Investor Pembayaran pokok Penggunaan hasil penerbitan
Market Price Islami, konvensional Bullet atau amortisasi Harus sesuai syariah
Market Price Konvensional Bullet atau amortisasi Bebas
Sumber: Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah.www.dmo.or.id Obligasi konvensional diterbitkan dengan menjanjikan hasil dengan kupon yang tetap (fixed), mengambang (floating) atau dapat juga dengan diskonto (zero coupon bond), sedangkan obligasi syariah diterbitkan dengan beberapa akad antara lain akad ijarah memperoleh hasil tetap (fixed), akad mudharabah/musyarakah dengan tingkat hasil yang mengambang (floating), atau dengan akad istishna yang dapat disamakan dengan zero coupon bond (Amir, 2007). 2.4
Jenis Sukuk Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institution (AAOIFI) dan sesuai pula dengan fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Obligasi Syariah. Jenis struktur tersebut antara lain: 1. Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasaarkan perjanjian atau akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpaa diikuti dengan pemindahan kepemilikan asset itu sendiri.
35
Sumber: Materi Seminar Potensi Sukuk BUMN PT PLN, 2011 Gambar 2.1 Contoh Skema Penerbitan Sukuk Ijarah PLN 2010
2. Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal (rab al-maal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya.
Pemodal
Rp
ekspertise
Shahibul Maal
Issuer Mudhari b
Kegiatan Nisbah
Usaha
Rp
Nisba h Rp
Pendapatan Yang dibagi Hasilkan Rp Pengembalian Dana
Modal
Sumber: PSTTI – Universitas Indonesia, 2010 36
Gambar 2.2 Contoh Skema Penerbitan Sukuk Mudharabah Indosat 2002
3. Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. 4. Istisna‟, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istisna‟ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan. 5. Salam merupakan kontrak jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. 2.5 Faktor Pendukung Pengembangan Sukuk Aspek Pasar Sukuk Komersial Aspek pasar sukuk komersial menunjukan perkembangan mekanisme transaksi dan penerbitan sukuk. Berikut merupakan beberapa hal yang mempengaruhi pertumbuhan sukuk: Tabel 2.2 Aspek Pasar Pendukung Pengembangan Sukuk Market & Commercial Consideration Legal & Regulatory Framework: Debt vs Equity-sukuk understood as debt/fixed income instrument Tax issues,etc Commercial competitiveness: Sukuk vis-à-vis conventional bonds Issuer‟s concern: Cost efficiency Timeliness of transaction Understanding & familiarity Investor‟s protection Equity-based sukuk Disclosures Ability to take collaterals, credit enhancements Investors appetite: Market understanding and familiarity Risk/return considerations Sumber: Securities Commision Malaysia, 2009
1.
Aspek sharia compliance Tabel 2.3 Aspek sharia compliance Pendukung Pengembangan Sukuk Sharia Compliance Consideration
Monetary debt securities: Creation of debt-bay al‟ inah Creation of debt-istisna Trading of debt securities Non-monetary debt securities: Salam & Istisna sukuk Trading of the sukuk Non-debt/Equity-based Sukuk: Sukuk Al Ijarah Sukuk Mudharabah Sukuk Musharakah Sukuk Al Istithmar
Equity-based sukuk with fixed income features: Top up promise Capping of profit with incentive payments Non-distribution of expected profit constituting events of default Purchase undertaking at affix formula AAOIFI 2008 pronouncement The 37 way forward: More “innovative engineering” to fit the fixed income box Sukuk-“breaking” the fixed income boxmoving from main-stream to “pure stream
2.2 Penelitian Terdahulu 2.2 Penelitian Terdahulu
38
2.6 Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Al Bashir, 2001
Judul The Islamic Bonds Market: Possibilities and Challenges
Metode Analisis deskriptif
Tariq, 2004
Managing Financial Risks Of Sukuk Structures”, dissertation
Analisis deskriptif
Nasution, 2006 Indonesian Sovereign Sukuk : Prospect and Policy
Analisis deskriptif
Pramono, 2006
Analisis deskriptif
Obligasi Syariah (Sukuk) untuk Pembiayaan Infrastruktur;Tantangan dan Inisiatif Strategis Ascarya dan Yumanita, 2007
Analisis deskriptif Comparing the Development of Islamic Financial/Bond Market in Malaysia and Indonesia
M.Idris, 2007 Evaluation of Research Development on the Islamic Securities (Sukuk) Jobst, 2008
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif
Islamic Bond IssuanceWhat Sovereign Debt Managers Need to Know Ascarya, 2010 The Development of Islamic Financial System in Indonesia and the Way Forward
Analisis deskriptif
39
Hasil terdapat masalah yang menghambat berkembangnya pasar sukuk, yaitu kurangnya aplikasi terkait inovasi struktur adanya tantangan dalam pengembangan instrumen sukuk, yaitu masalah evolusi, resiko (likuiditas, market liquidity, asymetric information), underlying principle, struktur sukuk, dan competitiveness tantangan prospek pengembangan sukuk antara lain: pendirian SPV , penyediann underlying aset, dukungan regulasi, dan kejelasan roadmap aspek operasional, regulasi dan infrastruktur, ketentuan fiqh dan hukum hukum formal, dan integritas status hukum SPV permasalahan sukuk korporasi di Indonesia antara lain:masih rendahnya komitmen pemerintah, kerangka hukum masih relatif minim, kurangnya dukungan SDM dan kurangnya sosialisasi edukasi dibutuhkannya inovasi, kondisi politik yang fleksibel, dan inisiatif pemerintah terkait aspek hukum adanya masalah yang sering dihadapi pasar sukuk terutama negara yang menganut dual system,antara lain:aspek legal dan regulatory framework, design inovasi struktur,dan eksternalitas dari aspek politik masih dibutuhkannya pemahaman dari para pelaku pasar khususnya pihak korporasi, dan keterbatasan instrumen yang diperdagangkan
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan merupakan data primer yang didapat dari hasil wawancara (indepth interview) dengan dengan pakar dan praktisi, yang memiliki pemahaman tentang permasalahan yang dibahas. Dilanjutkan dengan pengisian kuesioner pada pertemuan kedua dengan responden. 3.2. Populasi dan Sampel Pemilihan responden pada penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan pemahaman responden terhadap permasalahan dalam pengembangan sukuk korporasi di Indonesia. Jumlah responden dalam penelitian ini terdiri dari lima orang pakar dan praktisi dengan pertimbangan berkompeten. Syarat responden yang valid dalam ANP adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang menguasai atau ahli di bidangnya. Oleh karena itu, responden yang dipilih dalam survey ini adalah para pakar/peneliti ekonomi Islam dan praktisi yang berkecimpung dalam pasar modal syariah, khususnya sukuk. 3.3 Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian analisis kualitatif-kuantitatif dimana bertujuan untuk menangkap suatu nilai atau pandangan yang diwakili para pakar dan praktisi syariah tentang penerbitan sukuk negara di Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah metode ANP dan diolah dengan menggunakan software “Super Decision”. 3.3.1 Gambaran Umum Metode ANP Analytic Network Process (ANP) juga merupakan teori matematis yang mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga mampu menjelaskan model faktor-faktor dependence serta feedback nya secara sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. Struktur jaringan yang digunakan yaitu benefit, opportunities, cost and risk (BOCR) membuat metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang mempengaruhi output atau keputusan yang dihasilkan (Saaty, 2006). 3.3.2 Landasan ANP ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain (Saaty, 2006): 5. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai pembandingan pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang menunjukkan berapa kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc (EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5 dari besar A.
40
6. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian elemen pendukung yang mempengaruhi keputusan. Tabel 3.1 Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik Definition Intensity of Importance Equal Importance
1
Weak
2
Moderate importance
3
Moderate plus
4
Strong importance
Very strong or demonstrated importance
5 6 7
Very,very strong
8
Extreme importance
9
Strong Plus
Sumber : Saaty, 2006 7. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1] dan sebagai ukuran dominasi relatif. 8. Dependence condition; diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster. 3.3.3 Tahapan Penelitian Tahapan pada metode ANP antara lain:
Sumber: (Ascarya, 2010)
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian
41
1. Konstruksi Model Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature review secara teori maupun empiris dan memberikan pertanyaan pada pakar dan praktisi sukuk serta melalui indepth interview untuk mengkaji informasi secara lebih dalam untuk memperoleh permasalahan yang sebenarnya. 2. Kuantifikasi Model
Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa pairwise comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui mana diantara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data hasil penilaian kemudian dikumpulkan dan diinput melalui software super decision untuk diproses sehingga menghasilkan output berbentuk prioritas dan supermatriks. Hasil dari setiap responden akan diinput pada jaringan ANP tersendiri (Ascarya, 2011). 3. Sintesis dan Analisis a. Geometric Mean Untuk mengetahui hasil penilaian individu dari para responden dan menentukan hasil pendapat pada satu kelompok dilakukan penilaian dengan menghitung geometric mean (Saaty, 2006). Pertanyaan berupa perbandingan (Pairwise comparison) dari responden akan dikombinasikan sehingga membentuk suatu konsensus. Geometric mean merupakan jenis penghitungan rata-rata yang menunjukan tendensi atau nilai tertentu dimana memiliki formula sebagai berikut (Ascarya, 2011) : (∏ ) (3.1) √ b. Rater Agreement Rater agreement adalah ukuran yang menunjukan tingkat kesesuaian (persetujuan) para responden (R1-Rn) terhadap suatu masalah dalam satu cluster. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur rater agreement adalah Kendall‟s Coefficient of Concordance (W;0 < W≤ 1). W=1 menunjukan kesesuaian yang sempurna (Ascarya, 2010). Untuk menghitung Kendall‟s (W), yang pertama adalah dengan memberikan ranking pada setiap jawaban kemudian menjumlahkannya. ∑
(3.2)
Nilai rata-rata dari total ranking adalah: ( ) Jumlah kuadrat deviasi (S), dihitung dengan formula: ̅) ∑ ( Sehingga diperoleh Kendall‟s W, yaitu: (
(3.3) (3.4) (3.5)
)
Jika nilai pengujian W sebesar 1 (W=1), dapat disimpulkan bahwa penilaian atau pendapat dari para responden memiliki kesesuaian yang sempurna. Sedangkan ketika nilai W sebesar 0 atau semakin mendekati 0, maka menunjukan adanya ketidaksesuaian antar jawaban responden atau jawaban bervariatif (Ascarya, 2011).
42
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Dekomposisi 4.1.1 Identifikasi Masalah Permasalahan yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan sukuk korporasi di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 aspek yang terdiri dari aspek emiten, investor, penunjang dan pasar. Cluster-cluster secara keseluruhan dikelompokan menjadi cluster problem dan solusi. a. Problem Emiten 1.) Lack of commitment; kurangnya komitmen dari perusahaan dalam keinginan menerbitkan instrumen sukuk sebagai alternatif sumber pendanaan jangka panjang yang utama. 2.) Lack of understanding; kurangnya pemahaman emiten yang turut menyebabkan kurangnya minat untuk menerbitkan sukuk. 3.) Averse to risk; bagi perusahaan yang belum pernah menerbitkan, sukuk merupakan instrumen baru yang tentu membutuhkan pertimbangan khusus. Perusahaan tidak mau mengambil resiko banyak dengan penerbitan instrumen baru sehingga lebih memilih cukup menerbitkan obligasi yang telah dipakai lebih dulu. 4.) Rendahnya rating perusahaan; rating perusahaan menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menerbitkan sukuk. Perusahaan dengan rating yang tergolong dalam investment grade (A,BBB+) memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap pasar. b. Problem Investor 1.) Lack of knowledge; yaitu masih kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh investor. Dalam hal ini, investor belum mengetahui karakteristik dan kelebihan yang dimiliki sukuk. 2.) Averse to risk; resiko yang dipertimbangkan investor salah satunya adalah resiko pengembalian pada sukuk mudharabah yang bergantung pada kinerja perusahaan. Selain itu, menurut Tim Kajian Bapepam LK (2010) investor juga dihadapkan dengan resiko likuiditas di pasar sekunder yang pertumbuhannya cenderung lambat. 3.) Investor yang kurang bervariatif; sukuk memiliki peluang investor yang lebih luas baik investor syariah maupun konvensional, yang berasal dari perbankan, asuransi, dana pensiun, reksadana, serta BUMN. Namun, pada kenyataannya sukuk lebih didominasi terserap oleh asuransi konvensional dan perbankan syariah. 4.) Profit oriented dan floating mayority; yaitu investor cenderung bersikap konservatif dengan memilih mana yang lebih menguntungkan tanpa melihat dan mempertimbangkan aspek syariah. Investor akan berminat membeli sukuk jika memang dinilai mampu memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan instrumen konvensional. c. Problem Penunjang 1.) Tidak adanya insentif dari pemerintah; sukuk merupakan alternatif produk pendanaan yang baru jika dibandingkan instrumen lainya yang telah muncul seiring berkembangnya sistem keuangan konvensional. Sehingga diharapkan pemerintah dapat memberikan perlakuan khusus demi mendorong berkembangnya pasar sukuk yaitu dengan adanya insentif bagi emiten maupun investor. 2.) Kejelasan regulasi perpajakan; peraturan perpajakan menjadi unsur penting yang menentukan minat terhadap instrumen sukuk. Meski beberapa pakar menilai masalah perpajakan sudah dapat teratasi, namun sebagian menilai belum ada ketentuan baku yang khusus. 3.) Kurangnya sosialisasi; masih kurangnya pemberian pengetahuan secara khusus instrumen pasar modal syariah yaitu sukuk kepada masyarakat turut menjadikan pula banyaknya pelaku pasar yang tidak mengetahui secara jelas karakteristik dan aplikasi sumber pendanaan melalui instrumen sukuk. 4.) Terbatasnya pemahaman penjamin emisi (underwriter); Saat ini penjamin emisi yang aktif dan mengerti akan penebitan sukuk masih terbatas. Penjamin emisi 43
disamping harus memiliki strategi promosi yang baik juga harus mampu menciptakan inovasi produk dan paham jelas karakteristik yang dimiliki sukuk. d. Problem Pasar 1.) Conventional dominant; pada kondisi financial dual system Instrumen keuangan termasuk sukuk dihadapkan pada persaingan dengan obligasi sehingga timbul tantangan tersendiri untuk dapat lebih meningkatkan trend sukuk. Selain itu, juga mengingat pasar obligasi khususnya memang lebih banyak diserap oleh pasar konvensional. 2.) Keterbatasan instrumen; saat ini sukuk masih memiliki keterbatasan dalam segi jenis akad maupun jangka waktu (tenor). Sukuk yang telah diaplikasikan baru terdiri dari sukuk dengan skim ijarah dan mudharabah. 3.) Nilai issuance atau emisi yang rendah, yang tidak sesuai dengan permintaan investor; pada kondisi pasar, sering terjadi ketidakseimbangan antara demand dan supply dimana jumlah supply yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan investor atau dapat dikatakan masih terbatas. 4.) Pasar sekunder yang kurang likuid; kecenderungan investor dengan hold to maturity dan jumlah seri yang diperdagangkan terbatas menyebabkan rendahnya nilai transaksi di pasar sekunder, sehingga likuiditas pasar menurun dan akibatnya investor akan cenderung meminta imbal hasil yang lebih tinggi dari obligasi.
a.
b.
c.
d.
Adapun alternatif solusi yang dapat dilakukan antara lain: Solusi Fundamental 1.) Pendidikan formal; 2.) Melakukan sosialisasi intensif, terarah dan terpadu; 3.) Mengoptimalkan Good Corporate Governance dalam upaya meningkatkan performa perusahaan; 4.) Meningkatkan dan menyempurnakan peran profesi dan lembaga penunjang serta penyusunan pedoman baku operasional; Solusi Teknikal 1.) Melakukan inovasi produk dalam segi jenis akad maupun jangka waktu; 2.) Pemberian insentif kepada emiten maupun investor; 3.) Marketing, khususnya kegiatan promosi; 4.) Program pelatihan (training,workshop) oleh pemerintah, swasta, maupun asosiasi. Solusi Makro strategi 1.) Meningkatkan basis investor domestik dan membuka pasar bagi investor asing terutama investor timur tengah yang khusus concern pada sharia compliant investment. 2.) Dorongan pada BUMN; 3.) Menyediakan edukasi dan pelatihan khusus kepada penjamin emisi; 4.) Penerapan directed market driven, yaitu strategi mengikuti pasar dengan mengarahkan secara tidak langsung kearah yang diinginkan. Solusi Roadmap 1) Penyempurnaan regulasi; perpajakan dan pedoman baku mekanisme penerbitan, 2) Penyusunan grand design pola edukasi dan promosi oleh Bapepam-LK yang bekerja sama dengan pelaku dan asosiasi sebagai acuan bersama, 3) Meningkatkan pengembangan SDM untuk kompetensi, pengalaman, dan moral melalui penerapan standar kualifikasi dan sertifikasi bagi para professional, 4) Konvergensi sharia compliance dan best practice global, yaitu adanya penyesuaian dan upaya harmonisasi terhadap infrastruktur internasional, seperti AAOIFI (Accounting and Auditing of International Financial Institution), IIFM (International Islamic Financial Market), IFSB (International Financial Sharia Board).
44
4.1.2 Jaringan ANP
Gambar 4.3 Jaringan ANP 4.2 Pairwise Comparison Untuk menjawab pertanyaan, tabel dilengkapi pula dengan deskripsi skala/rating yang akan digunakan serta responden diberikan lampiran jaringan ANP yang telah disusun. 4.3 Hasil Keseluruhan Geometric Mean Hasil yang diperoleh memperlihatkan secara statistik konsensus dari para pakar dan praktisi yang secara keseluruhan terdiri dari 10 responden. Pada gambar 4.4 di bawah ini, untuk hasil para pakar menunjukan bahwa emiten dan penunjang merupakan dua aspek yang paling penting, dengan nilai rater agreement yang cukup besar (We=0.676). Sedangkan untuk praktisi, aspek yang paling penting adalah aspek pasar dan emiten, dengan nilai rater agreement yang lebih rendah yaitu (Wp=0.213). Secara keseluruhan, sebagaimana hasil dari para pakar menunjukan aspek emiten sebagai aspek yang paling penting yang harus diperhatikan dari masalah perkembangan sukuk korporasi, diikuti oleh aspek penunjang, pasar dan aspek investor, dengan tingkat rater agreement (W=0.154).
45
Aspect Total
Wp=0.213 We=0.676 W=0.154
Pakar
PASAR
Praktisi
PENUNJANG 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
INVESTOR EMITEN
Ket: W= Kendall‟s coefficient of concordance Wp= Kendall‟s coefficient praktisi We= Kendall‟s coefficient pakar
Gambar 4.4 Prioritas Aspek Problem Dalam problem emiten, sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.5 baik pakar maupun praktisi setuju bahwa memang terdapat masalah yang krusial dalam segi emiten, dengan nilai rater agreement yang tinggi sebesar (Wp=0.668) dan (We=0.584). Adapun hal yang menjadi perhatian bagi keduanya yaitu masih kurangnya pemahaman dari emiten dan komitmen. Begitupun secara keseluruhan, problem yang paling krusial selanjutnya adalah kurangnya komitmen, averse to risk dan hambatan rendahnya rating perusahaan dengan tingginya nilai rater agreement sebesar (W=0.613). Problem Emiten Wp=0.668 We=0.584 W=0.613
Total Pakar
Rating Perusahaan Praktisi
Averse to Risk 0
0,2
0,4
0,6
Understanding
Commitment
Gambar 4.5 Prioritas Problem Emiten Untuk problem investor, yaitu ditunjukan pada gambar 4.6 para pakar berpendapat bahwa masalah yang paling penting terletak pada hal profit oriented dan floating mayority dan kurangnya pengetahuan, dengan nilai (We=0.146). Sedangkan praktisi sukuk percaya bahwa kurangnya pengetahuan investor tetap merupakan problem yang utama, kemudian masalah averse to risk, dengan nilai rater agreement yang lebih besar yaitu (Wp=0.388). Secara keseluruhan, kurangnya pengetahuan menjadi problem yang menjadi perhatian lebih dari pendapat pakar maupun praktisi dengan (W=0.137).
46
Problem Investor Wp=0.388 We=0.146 W=0.137
Total Pakar
Profit oriented & floating mayority Variasi investor
Praktisi 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Averse to risk Knowledge
Gambar 4.6 Prioritas Problem Investor Pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa dalam problem penunjang para pakar menilai bahwa aspek yang paling bermasalah adalah kurangnya insentif dari pemerintah dan pemahaman underwriter, dengan nilai rater agreement We=0.1. Begitupula berdasarkan hasil untuk praktisi, insentif juga merupakan aspek yang paling penting, diikuti kemudian aspek sosialisasi dengan besar nilai rater agreement yang lebih tinggi sebesar (Wp=0.328). Secara keseluruhan, pakar dan praktisi menyatakan bahwa insentif memang menjadi perhatian khusus, diikuti oleh aspek sosialisasi, regulasi, dan pemahaman underwriter dengan rater agreement yang relatif rendah yaitu (W=0.097) artinya jawaban para responden cenderung bervariasi.
Problem Penunjang
Total
Wp=0.328 We=0.1 W=0.097
Pakar Praktisi 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Pemahaman underwriter Sosialisasi Regulasi Insentif
Gambar 4.7 Prioritas Problem Penunjang Pada problem pasar (gambar 4.8) hasil pendapat pakar menunjukan bahwa keterbatasan instrument menjadi aspek yang paling penting, diikuti kemudian terkait rendahnya likuiditas di pasar sekunder dengan nilai (We=0.34). Lain halnya dengan praktisi sukuk yang memperlihatkan rendahnya likuiditas yang merupakan permasalahan yang paling utama baru diikuti oleh terbatasnya instrument yang diperdagangkan, namun dengan lebih tingginya nilai rater agreement sebesar (Wp=0.68). Secara total, dapat diperoleh hasil dengan rendahnya likuiditas menjadi masalah yang utama, namun diikuti aspek terbatasnya besar nilai issuance yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar, terbatasnya instrument dan conventional dominant sebesar (W=0.475).
47
Problem Pasar Total
Wp=0.68 We=0.34 W=0.475
Pakar Praktisi
Rendahnya likuiditas 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Nilai issuance Instrument terbatas Con. Dominant
Gambar 4.8 Prioritas Problem Pasar Untuk aspek solusi, sebagaimana yang ditunjukan pada gambar 4.9 yang terdiri hasil geometric mean secara keseluruhan dan individu memperlihatkan bahwa bagi pakar, solusi teknikal merupakan solusi yang paling utama diikuti oleh makro strategi. Dalam hal ini, pakar memiliki tingkat rater agreement sebesar (We=0.328). Sedangkan untuk praktisi sukuk, sebaliknya bahwa makro strategi menjadi solusi yang lebih penting dan kemudian aspek teknikal dengan rater agreement yang lebih rendah (Wp=0.212). Hasil yang diperoleh secara keseluruhan, urutan prioritas terdiri dari aspek teknikal, makro strategi, roadmap, dan fundamental dengan nilai rater agreement yang rendah sebesar (W=0.017) yang artinya bahwa pendapat para responden bervariatif. Solutions Wp=0.212 We=0.328 W=0.017
Total Pakar Praktisi 0
0,1
0,2
0,3
0,4
Roadmap Macro Strategy Technical 0,5 Fundamental
Gambar 4.9 Prioritas Aspek Solusi 4.4 Ringkasan Hasil Hasil menunjukan bahwa tingkat kesesuaian aspek antar responden secara keseluruhan relative rendah, dengan nilai koefisien (W=0.154). Namun, tingkat kesesuaian yang lebih besar ada diantara responden pada pakar sebesar (We=0.676) dibandingkan dengan tingkat kesesuaian antar praktisi yaitu (Wp=0.213). Para pakar memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi pada problem emiten sebesar (We=0.584) dengan solusi macro (We=0.222). Secara detail, pakar sepakat pada masalah kurangnya pemahaman pada problem emiten (Wp=0.584), profit oriented dan floating mayority pada problem investor (Wp=0.146), insentif pada problem penunjang (Wp=0.1) dan terbatasnya instrument pada problem pasar (Wp=0.34). Secara keseluruhan, semua responden memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi pada problem emiten (W=0.613) dan problem pasar (W=0.475).
48
ASPEK
Pasar Penunjang Investor
0
0,01
0,02
0,03
0,04
Emiten
Gambar 4.10 Prioritas Aspek Problem Pada gambar 4.10 diatas, hasil geometric mean seluruh responden menunjukan urutan aspek secara prioritas yaitu 1) problem emiten; 2) problem penunjang; 3) problem pasar; dan 4) problem investor. Berikut hasil perbandingan seluruh elemen yang terdapat pada aspek problem: 0,05 0,045 0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
Gambar 4.11 Uraian Prioritas Problem Perkembangan Sukuk Korporasi Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat kontribusi masing-masing elemen pada setiap aspek. Jika elemen masalah dalam upaya meningkatkan perkembangan sukuk korporasi secara keseluruhan dikombinasikan, maka menghasilkan urutan prioritas: 1) kurangnya pemahaman (lack of understanding) (emiten); 2)Pasar sekunder kurang likuid (pasar); 3)kurangnya pengetahuan dari (lack of knowledge) (investor); 4) insentif(penunjang); SOLUSI
Road Map Macro Technical Fundamental
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0,035
Gambar 4.12 Prioritas Aspek Solusi Pada gambar 4.12 diatas, hasil geometric mean seluruh responden menunjukan urutan aspek solusi secara prioritas yaitu 1)Solusi Teknikal; 2)Makro strategi; 3)Roadmap; dan solusi fundamental. Berikut hasil perbandingan seluruh elemen yang terdapat pada aspek solusi:
49
0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0
Gambar 4.13 Uraian Prioritas Solusi Jika membandingkan elemen secara keseluruhan, sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.13, dapat dilihat bahwa urutan prioritas solusi yang mampu menyelesaikan permasalahan terdiri dari: 1) sosialisasi intensif; 2) dorongan BUMN; 3) penyempurnaan regulasi perpajakan; 4) inovasi produk; 5) insentif. 4.5 Analisis Sejak muncul hingga berkembangnya sukuk korporasi di Indonesia, telah dihadapkan pada berbagai hambatan dan permasalahan. Hal ini menjadi perhatian khusus dari para pakar dan para praktisi mengingat potensinya yang cukup besar sebagai instrumen keuangan islam, sehingga perlu adanya upaya-upaya strategis dalam mendorong pertumbuhannya. Penelitian pada Ascarya (2010) mengungkapkan hambatan yang masih terdapat dalam sukuk korporasi antara lain: a) kurangnya pemahaman dari korporasi selaku emiten; b) kurangnya profesi penunjang yang mengerti akan instrumen syariah dan berasal dari konvensional; c) terbatasnya instrumen yang diperdagangkan. Penulis mencoba membandingkan hasil penelitian tersebut (tabel 4.4) dengan melihat kondisi telah terbitnya UU N0.19 tahun 2008 tentang SBSN. Adapun prioritas strategi yang dapat dilakukan antara lain:a.) dukungan aktif dari pemerintah, tidak hanya kementerian keuangan, namun departemen pemerintah yang biasa menerbitkan obligasi seperti kementrian BUMN; b) mengembangkan variasi struktur sukuk untuk berbagai kepentingan sumber pembiayaan; infrastruktur, ekspansi bisnis, dsb; c) mengembangkan sukuk global.
Aspek Problem
Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Penelitian Ascarya (2010) Hasil Penelitian 1. Kurangnya pemahaman dari 1. Lack of understanding korporasi/emiten (emiten/korporasi) 2. Kurangnya kemampuan dan 2. Insentif (penunjang) pemahaman SDM/profesi 3. Likuiditas pasar penunjang sekunder (pasar) 3. Keterbatasan instrumen yang diperdagangkan
50
Solusi
1. Dukungan aktif pemerintah 2. Mengembangkan variasi struktur sukuk untuk berbagai sumber pembiayaan; infrastruktur,ekspansi bisnis, dsb. 3. Mengembangkan sukuk global
1. Sosialisasi intensif (fundamental) 2. Pengembangan inovasi produk (teknikal) 3. Pemberian insentif (teknikal)
Berdasarkan hasil kedua penelitian, kurangnya pemahaman dari emiten tetap menjadi permasalahan yang harus diperhatikan. Pada hasil penelitian ini, masalah insentif juga menjadi hal yang penting karena terkait dorongan terhadap emiten, sehingga dengan adanya solusi berupa pemberian insentif khusunya dalam perpajakan diharapkan korporasi memilih sukuk sebagai instrumen pembiayaan. Masalah selanjutnya adalah likuiditas di pasar sekunder, dimana tidak banyak transaksi dilakukan. Investor cenderung buy and hold, karena karena ketersediaan instrumen sukuk relatif sedikit sehingga akan sulit memperolehnya ketika membutuhkan. Hasil ini mendukung pendapat sebagaimana yang diungkapkan oleh Rahmany (2010) dimana menurutnya sukuk korporasi belum berkembang karena masih terbatasnya likuiditas di pasar sekunder, sosialisasi produk syariah juga masih kurang. Permasalahan kurangnya sosialisasi banyak dinyatakan para responden dalam hasil wawancara juga dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ascarya (2010). Sosialisasi intensif menjadi solusi yang menjadi prioritas demi menunjang pemahaman dari para pelaku pasar khususnya emiten. Upaya ini diharapkan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah namun juga dari pihak swasta maupun asosiasi. Melihat seluruh problem yang ada, menunjukan pula bahwa permasalahan terbesar berasal dari aspek emiten, penunjang, dan pasar. Dari hasil perhitungan tingkat kesesuaian (rater agreement) antar responden menunjukan nilai koefisien Kendall‟s (W) yang relatif lebih besar pada responden praktisi dibandingkan dengan pakar, sebagaimana dapat dilihat pada lampiran 1. Hal itu menunjukan bahwa tingkat kesepakatan pendapat praktisi lebih besar sehingga dapat memberikan kepercayaan yang lebih. Adapun pendapat para pakar dengan nilai W yang lebih rendah menunjukan jawaban yang lebih bervariatif. V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Hasil penelitan menunjukan bahwa permasalahan yang muncul terdiri dari 4 aspek penting yaitu emiten ,investor, faktor penunjang, dan pasar. Masalah dalam upaya meningkatkan perkembangan sukuk korporasi secara keseluruhan diuraikan, maka menghasilkan urutan prioritas: 1) kurangnya pemahaman (lack of understanding) (emiten); 2)Pasar sekunder kurang likuid (pasar); 3)kurangnya pengetahuan dari (lack of knowledge) (investor); 4) insentif(penunjang). Sedangkan prioritas solusi yang mampu menyelesaikan permasalahan terdiri dari: 1) sosialisasi intensif; 2) dorongan BUMN; 3) penyempurnaan regulasi perpajakan; 4) inovasi produk; 5) insentif.
51
Adapun tingkat kesesuaian atau persetujuan antar responden berdasarkan Kendall‟s coefficient menunjukan nilai koefisien Kendall‟s (W) yang relatif lebih besar pada responden praktisi dibandingkan dengan pakar. Hal itu menunjukan bahwa pendapat praktisi memiliki tingkat kesepakatan yang lebih besar. Dengan demikian, dalam hal memanfaatkan instrument keuangan sukuk, pendapat dari praktisi menjadi lebih dipertimbangkan. 5.2 Saran 1. Diharapkan adanya komitmen bersama dari pembuat kebijakan dalam menunjang dan mendorong upaya mengembangkan instrument keuangan khususnya sukuk korporasi sebagai sumber alternatif pembiayaan. 2. Bagi para pelaku pasar khususnya korporasi diharapkan dapat lebih mengoptimalkan peranan instrumen syariah dalam mengembangkan industri dalam negeri disertai peran aktif masyarakat pada umumnya. 3. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian penelitian akademik terkait instrumen sukuk dan Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah responden dari pihak-pihak terkait yang berperan dalam implementasi penerbitan sukuk.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran dan terjemahan, Al-Aliyy. 2004. Bandung: CV Diponegoro Al Zuhayli, Wahbah, 2001 , “Islamic Jurisprudence and Its Proofs”. Volume 1, Dar Al-fikr, Damascuss. Ascarya, 2011,”The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia”review of Indonesian economic and business studies vol.1 LIPI economic research center. Ascarya, 2010, “The Development Of Islamic Financial System In Indonesia And The Way Forward”, paper to be published as Occasional Paper , Bank Indonesia. Ascarya dan Yumanita, Diana, 2010,”Determinan dan Persistensi Margin Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia” working paper series No.WP/10/04. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. Ascarya dan Yumanita, Diana. 2007, “Comparing the Development of Islamic Financial/Bond Market in Malaysia and Indonesia”, paper presented at IRTI-MI International Conference on Islamic Capital Markets: Products, Regulation, and Practices with relevance to Banking and Finance, Jakarta, Indonesia. Ascarya, 2005,“Analytic Network Process (ANP) Pendekatan Baru Studi Kualitatif”. Makalah disampaikan pada Seminar Intern Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Trisakti, Jakarta Al Bashir, Muhammad dan Al Amine, Muhammad. 2001, “The Islamic Bonds Market: Possibilities and Challenges”, International Journal Of Islamic Financial Services Vol. 3 No.1. Amir. Amardin. 2007, Pengaruh SBI, kurs, IHSG, ROA, dan Leg 1 harga obligasi terhadap harga obligasi konvensional dan syariah, tesis Ekonomi dan Keuangan Syariah pada Program studi Timur Tengah dan Islam Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. 52
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), 2009, Annual Report, Jakarta: Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), Laporan Statistik Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Buku Himpunan Peraturan Pasar Modal Syariah dan Kumpulan Fatwa. 2010. Jakarta: DSNMajelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, 2010, Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 76/DSN-MUI/ VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia. Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan. Mengenal Sukuk Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah.www.dmo.or.id, [online], http://www.dmo.or.id, Hotml 3 Maret 2011. Islamic Financial Services Board, 2009. Capital Adequacy Requirments for Sukuk Securitisations and Real Estate Investment. Jobst, Andreas., et.al. 2008, “ Islamic Bond Issuance-What Sovereign Debt Managers Need to Know”. IMF Policy Discussion Paper, Monetary and Capital Markets Department. Laldin, Mohamad Akram, 2008, AAOFI Pronouncement on Sukuk, Fiqhi and Maqasidic Analysis. International Shari`ah Research Academy for Islamic Finance. Mandiri Sekuritas, Sukuk Korporasi. Dipresentasikan pada Seminar Potensi Penerbitan Sukuk Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Jakarta, Mei 2011. M. Idris, Umar, 2007, “Evaluation of Research Development on the Islamic Securities (Sukuk)”, mimeo, International Centre for Education in Islamic Finance. Malaysia. Nasution, Mulia P. 2006, “Indonesian Sovereign Sukuk : Prospect and Policy”, presented at International Conference on Islamic Banking, Capital and Perusahaan Listrik Negara. Pendanaan Investasi Ketenagalistrikan dengan Sukuk. Dipresentasikan pada Seminar Potensi Penerbitan Sukuk Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Jakarta, Mei 2011. PSTTI-Universitas Indonesia. Manajemen Investasi Islam, 2010. Pasar Modal Syariah:Sukuk Pramono, Sigit. 2006, “Obligasi Syariah (Sukuk) untuk Pembiayaan Infrastruktur;Tantangan dan Inisiattif Strategis”. SEBI Research Center. Rahardjo. Sapto. 2003, Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Rahmany, Fuad, 2010, Penerbitan Sukuk Korporasi Masih Rendah.[online], http://www.seputarforex/news.com, Html 5 Maret 2011. Roikhan, 2009., “Perkembangan Transaksi Syariah pada Sukuk/SBSN di Indonesia dan Malaysia dalam konsep Kaffah Thinking”, makalah pada National Seminar on Sharia Transaction Research (Transaksi Muamalat Kontemporer Implementasi dan Tantangannya dalam Inovasi Produk Keuangan Syariah di Indonesia), Jakarta 3 Juni 2009. Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, “Decision Making with the Analitic Network Process. Economic, Political, Social and Technological Applications with Benefits, Opportunities, Costs and Risks”. Springer. RWS Publication, Pittsburgh. Security Commision Malaysia. 2009, The Islamic Securities (Sukuk) Market, Selangor Darul Ehsan: Nexis Malaysia Sukuk Education, 2011. Global Sukuk Markets. .[online], http:// www.sukuk.me.com, html 5 Maret 2011. Sunarsih. 2008, “Manfaat dan Kelebihan Surat Utang Negara Syariah (Sukuk) Atas Surat Utang Negara yang Berupa Obligasi Konvensional Berbasis Bunga”Vol. 2.No.2 Juni. 53
Tariq, Ali Arsalan . 2004. “Managing Financial Risks Of Sukuk Structures”, dissertation , Degree of Masters of Science at Loughborough University, UK. Name
Normalized by cluster
Limiting
Name
Normalized by cluster
Limiting
Tim Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia. 2010. Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuritisasi Syariah (Efek Beragun Aset Syariah).2010. Kementerian Keuangan; BapepamLK Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah, 2010. Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal (Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna). Kementerian Keuangan; BapepamLK Tim Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia, 2010. Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia. Kementerian Keuangan; BapepamLK Wulandari, Etty Retno. Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah. Dipresentasikan pada Seminar Potensi Penerbitan Sukuk Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Jakarta, Mei 2011. www.aaoifi.com
LAMPIRAN 1. GEOMETRIC MEAN 54
ASPEK 0.37515
Emiten
0.037515
0.19142
Investor
Problem Emiten
0.019142
Problem Investor
Komitmen
0.26547
0.026547 Pengetahuan
0.37342
0.037342
Pemahaman
0.46335
0.046335 Averse to risk
0.2323
0.02323
Averse to risk
0.15818
0.015818 Variasi investor
0.19693
0.019693
0.0113 Profit oriented
0.19735
0.019735
0.20323
0.020323
Rating perusahaan
0.113
Penunjang
0.2302
0.02302
Pasar
Problem Penunjang
Problem Pasar
Tidak ada insentif Regulasi perpajakan
0.35845
Dominan 0.035845 konvensional
0.20662
0.020662 Instrumen terbatas
0.24834
0.024834
Sosialisasi Pemahaman underwriter
0.25561
0.025561 Nilai issuance rendah Pasar sekunder 0.017932 kurang likuid
0.27743
0.027743
0.37975
0.037975
0.30254
0.030254
0.2818
0.02818
0.17932
0.09448
0.009448
SOLUSI Fundamental
0.21237
0.021237
Pendidikan formal
0.20939
0.020939 Inovasi produk
Sosialisasi intensif Mengoptimalkan GCG Peran kualitas lemb.penunjang
0.39768
0.039768 Insentif
0.27757
0.027757
0.14758
0.014758 Marketing
0.26348
0.026348
0.24535
0.024535 Program pelatihan
0.17716
0.017716
Strategi Makro Basis investor domestik&asing Dorongan pada BUMN Pendidikan khusus underwriter Directed market driven
0.2557
0.22939
0.022939
0.21267
Roadmap Regulasi dan 0.021267 pedoman baku
0.31249
0.031249
0.31831
0.031831 Grand design edukasi
0.27414
0.027414
0.19118
0.019118 Kompetensi SDM
0.24003
0.024003
0.27784
0.027784 Konvergensi sharia compliance & best practice global
0.17334
0.017334
Technical
0.02557
GEOMETRIC MEAN PAKAR
55
Name
Normalized by cluster
0.39994 Problem Emiten Komitmen 0.34028 Pemahaman 0.36794 Averse to risk 0.15096 Rating perusahaan 0.14082 0.33453 Penunjang Problem Penunjang Emiten
Tidak ada insentif Regulasi perpajakan Sosialisasi Pemahaman underwriter
0.31305 0.23359 0.20393
Fundamental Pendidikan formal Sosialisasi intensif Mengoptimalkan GCG Peran kualitas lemb.penunjang Strategi Makro Basis investor domestik&asing Dorongan pada BUMN Pendidikan khusus underwriter Directed market driven
0.20695 0.22281 0.33401
0.24942
0.25347
Limiting
Name
Normalized by cluster
ASPEK 0.066742
0.15568 Investor Problem Investor 0.014196 Pengetahuan 0.27429 0.01535 Averse to risk 0.20149 0.006298 Variasi investor 0.22436 0.005875 Profit oriented 0.29986 0.055825 0.10985 Pasar Problem Pasar Dominan 0.021767 konvensional 0.10959 0.016242 Instrumen terbatas 0.35114 0.01418 Nilai issuance rendah 0.26743 Pasar sekunder 0.017343 kurang likuid 0.27184 SOLUSI 0.034536 0.40285 Technical 0.025351 Inovasi produk 0.31512 0.038004 Insentif 0.2507
0.02598 0.011443 0.008406 0.00936 0.01251 0.018331
0.00762 0.024416 0.018595 0.018902 0.067226 0.043025 0.034229
0.25571
0.034914
0.17847 0.14888
0.024368 0.024844
0.16532
0.021585 Program pelatihan 0.040271 Roadmap Regulasi dan 0.013167 pedoman baku
0.25761
0.029311
0.36176
0.028813 Grand design edukasi
0.28082
0.031952
0.23848
0.018994 Kompetensi SDM Konvergensi sharia 0.018673 compliance & best practice global
0.2144
0.024395
0.24716
0.028122
0.18971 0.24132
0.23445
0.02884 Marketing
Limiting
56
GEOMETRIC MEAN PRAKTISI Name
Normalized by cluster
0.28796 Problem Emiten 0.19784 Komitmen 0.55741 Pemahaman 0.15817 Averse to risk 0.08658 Rating perusahaan 0.1382 Penunjang Problem Penunjang
Limiting
Name
ASPEK 0.048054
Normalized by cluster
Limiting
Tidak ada insentif Regulasi perpajakan Sosialisasi Pemahaman underwriter
0.38302 0.21576 0.30307
Fundamental Pendidikan formal Sosialisasi intensif Mengoptimalkan GCG Peran kualitas lemb.penunjang Strategi Makro Basis investor domestik&asing Dorongan pada BUMN Pendidikan khusus underwriter Directed market driven
0.16176 0.22511 0.47313
0.23339 Investor Problem Investor 0.008254 Pengetahuan 0.47351 0.023255 Averse to risk 0.23538 0.006599 Variasi investor 0.14791 0.003612 Profit oriented 0.14319 0.023062 0.34045 Pasar Problem Pasar Dominan 0.026632 konvensional 0.07985 0.015002 Instrumen terbatas 0.24827 0.021073 Nilai issuance rendah 0.22469 Pasar sekunder 0.006825 kurang likuid 0.44719 SOLUSI 0.026994 0.28284 Technical 0.025613 Inovasi produk 0.35213 0.053833 Insentif 0.28217
0.11702
0.013315 Marketing
0.20302 0.027719
0.18474 0.30441
0.16268 0.022211 0.25099 0.041884
0.30073
0.02102 Program pelatihan 0.0508 Roadmap Regulasi dan 0.023952 pedoman baku
0.24217
0.019288 Grand design edukasi
0.27389 0.031163
0.13281
0.010578 Kompetensi SDM Konvergensi sharia 0.025828 compliance & best practice global
Emiten
0.09816
0.32428
57
0.038948 0.019755 0.00982 0.006171 0.005974 0.056813
0.005552 0.017263 0.015623 0.031094 0.0472 0.048079 0.038527
0.40765 0.046382
0.1605 0.018262 0.15796 0.017973
KENDALL’S COEFFICIENT OF CONCORDANCE (W) Respondent
Wp
Respondent
We
Respondent
0.676
Total
Wt
ASPEK Praktisi
0.213
Pakar
Problem Emiten
0.154
Problem Investor
Praktisi
0.668
Praktisi
0.388
Pakar
0.584
Pakar
0.146
Total
0.613
Total
0.137
Problem Penunjang Praktisi
Problem Pasar 0.328
Praktisi
0.68
Pakar
0.1
Pakar
0.34
Total
0.097
Total
0.475
SOLUSI Praktisi
0.212
Pakar
0.328
Fundamental Praktisi
Total
0.017
Technical 0.452
Praktisi
0.123
Pakar
0.1
Pakar
0.188
Total
0.189
Total
0.055
Strategy Makro
Roadmap
Praktisi
0.232
Praktisi
0.428
Pakar
0.222
Pakar
0.036
Total
0.082
Total
0.093
58
LAMPIRAN 2 PRIORITAS INDIVIDU ASPEK PROBLEM Problem Emiten We=0.584
Problem Emiten Wp=0.668 G Mean
G Mean P6 P7 P8 P9 P10 0
0,2
0,4
0,6
Rating Perusahaan Averse to Risk
E1
Understanding
E4
Understanding
Commitment
E5
Commitment
Rating Perusahaan Averse to Risk
E2
E3
0,8
0
0,2
0,4
Profit Oriented Variasi Investor Averse to Risk Knowledge
E2 E3 E4 E5 0
0,2
0,4
Problem Penunjang We=0.1
E1
Pemahaman underwriter Sosialisasi
E2 E3 E4
Regulasi
E5
Insentif 0
P7 P8 P9 P10
0,2
0,4
P7 P8 P9 P10 0
0,5
1
0,6
G Mean
P6
Profit Oriented Variasi Investor Averse to Risk Knowledge
P6
E1
G Mean
0,8
Problem Investor Wp=0.388
Problem Investor We=0.146 G Mean G Mean
0,6
Problem Penunjang Wp=0.328
G Mean P6
Pemahaman underwriter Sosialisasi
P7
P8 P9
Regulasi
P10
Insentif 0
0,6
0,5
1
Problem Pasar Wp=0.68
Problem Pasar We=0.34
G Mean E1 Likuiditas E2 59 Nilai issuance E3 E4 Instrumen E5 Conv.Dominant
Likuiditas Nilai issuance Instrumen Conv.Dominant
0
0,2
0,4
0,6
0,8
PRIORITAS INDIVIDU ASPEK SOLUSI Solusi Fundamental Wp=0.452
G Mean
G Mean
P6
E1
L.Penunjang
P7
P8
GCG
P9 P10 0
0,2
0,4
0,6
E3
GCG
Sosialisasi
E4
Sosialisasi
P.formal
E5
P.formal
Solusi Technical
P6
0
0,2
0,4
0,6
P6 P7 P8
P9 P10 0
G Mean
0,2
0,4
0,6
0,4
0,6
Inovasi produk
Macro Strategy We=0.222
E1
E5
Directed market driven Pendidikan underwriter Dorongan BUMN
E3 E4
Membuka pasar asing
0
0,2
0,4
0,6
Solusi Roadmap We=0.036
Solusi Roadmap Wp=0.428
Grand design
0,2
G Mean
Membuka pasar asing
P9
P7
0
E2
P8
P6
Insentif
E5
Directed market driven Pendidikan underwriter Dorongan BUMN
Konvergensi sharia compliance Peningkatan SDM
Program pelatihan Marketing
E4
Inovasi produk
Macro Strategy Wp=0.232
G Mean
Solusi Technical We=0.188
E3
Insentif
0
0,6
E2
P9 P10
0,4
E1
Program pelatihan Marketing
P8
0,2
G Mean
Wp=0.123
P7
L.Penunjang
E2
0,8
G Mean
Solusi Fundamental We=0.1
G Mean
E3
Konvergensi sharia compliance Peningkatan SDM
E4
Grand design
E1
60
E2
61
BIBLIOGRAFI
Ascarya, 2005, ”Analytic Network Process (ANP): Pendekatan Baru Studi Kualitatif”, Makalah disampaikan pada seminar intern program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Trisakti, Jakarta. ______, 2009, ”The Lack of Profit-and-Loss Sharing Financing in Indonesia Islamic Banks: Revisited. ______, 2011,”The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia”review of Indonesian economic and business studies vol.1 LIPI economic research center. Ascarya dan Yumanita, 2006, ”The Lack of Profit and Loss Sharing Financing in Indonesian Islamic Banks: Problems and Alternative Solutions”, paper presented at ”INCEIF Islamic Banking and Finance Educational Colloquium: Creating Sustainable Development of Human Capital and Knowledge in Islamic Finance through Education”, KLCC, Kuala Lumpur, Malaysia. __________________, 2010, ”Determinan dan Persistensi Margin Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia” working paper series No.WP/10/04. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. Azis, Iwan J. 1990. “Analytic Hierarchy Process in the Benefit Cost Framework: A Postevaluation of the Trans-Sumatra Highway Project”, Europenan Journal of Operational Research, vol. 48, no. 1, September 5, 1990. ___________. 2003. “Analytic Network Process with Feedback Influence: A NewApproach to Impact Study, mimeo, paper presented in seminar organized by the Department of Urban and Regional Planning, University of Iullinois, Urbana-Campaign. ___________. 2004. A New Approach of Impact Study With Feedback Influence. Indonesia Symposium on Analytic Hierarchy Process III. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
62
Brans, J. P., P. Vincke, Mareschal, B. 1986. "How to select and how to rank projects: The PROMETHEE method." European Journal of Operational Research 24: 228-238. Brans, J.Piere dan Mareschal, B., 1999. How to decide with PROMETHEE (online). Available at http//Ssmg.ulb.ac.be. (diakses pada 13 Agustus 2012). Izik, Z, I. Dikmen, dan M.T. Birgonul. 2011. Using Analytic Network Process (ANP) for Performance Measurement in Construction. Turki: Civil Engineering Department, Faculty of Engineering Middle East Technical University. Kahraman, Cengiz. 2008. Fuzzy Multi-Criteria Decision-Making. Springer. Turkey. Vol 1. Olson, D. L. 2004. Comparison of Weights in TOPSIS Models. Elsevier. Saaty, Thomas L. 1994. “Highlights and Critical Points in The Theory and Application of The Analytic Hierarchy Process”, European Journal of Operational Research 74: 426447 _______________. 1996. Fundamentals of Decision Making and Priority Theory with The Analytic Hierarchy Process, RWS Publication, Pittsburgh. _______________ 1996. Decision Making For Leaders: The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World. RWS Publications. Pittsburgh. _______________. 2001. Decision Making With Dependence and Feedback. The Analytic Network Process. 2nd Ed. RWS Publication. Pittsburgh. Saaty, T.L and L. Vargas. 1998. Decision Making in Economic, Political, Social and Technological Environments with the Analytic Hierarchy Process, Vol.VII, AHP series. RWS Publications. Pittsburgh. _____________________.
2006.
Decision
Making
with
the
Analytic
Network
Process:Economic, Political, Social and Technological Applications with Benefits, Opportunities, Costs and Risks, New York: Springer. Saaty, T.L. and Ozdemir, M. 2005. The Encyclicon, Pittsburgh, PA: RWS Publications. Saaty, Rozan W. 2003. "Decision Making in Complex Environments : The Analytic Hierarchy Process (AHP) for Decision Making and The Analytic Network Process (ANP) for Decision Making with Dependence and Feedback".
63
______________. 2004. Why Brazilai‟s Criticisms of AHP are Incorrect. Indonesia Symposium on Analytic Hierarchy Process III. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Yager RR. 1993. Non-Numeric Multi-Criteria Multi-Person Decision Making. Group Decision and Negotiation 2 (1): 81-93.
64
MENGURAI MASALAH DAN SOLUSI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DI INDONESIA: PENDEKATAN METODE BOCR ANP
Aam S. Rusydiana1 & Abrista Devi2
ABSTRAK
LKMS merupakan lembaga keuangan yang berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Lahirnya lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia merupakan salah satu jawaban melihat perkembangan perbankan syariah yang masih terpusat kepada masyarakat menengah ke atas. Faktanya, LKMS telah tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia, khususnya sebagai partner para pengusaha kecil dalam penyediaan modal. Walaupun tumbuh dengan pesat, namun LKMS masih mengalami banyak kendala dalam pengembangannya. Masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh institusi ini baik dari sisi internal maupun eksternal. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam pengembangan LKMS di Indonesia, dengan pendekatan metode BOCR Analytic Network Process (ANP), termasuk solusi strategis yang diusulkan. Berdasarkan urutan prioritas, maka alternatif aspek menunjukkan bahwa aspek technical menjadi aspek prioritas, selanjutnya diikuti oleh aspek legal/structure, pasar/komunal, dan SDM. Penguraian solusi secara keseluruhan menghasilkan urutan prioritas 1) Pembinaan/ sosialisasi/pendampingan masyarakat menjadi prioritas utama, selanjutnya diikuti oleh 2) inovasi produk, 3) lokasi strategis, 4) kerjasama dengan LKS lainnya, dan 5) menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi. Sedangkan prioritas strategi yang dianggap dapat meningkatkan pengembangan LKMS di Indonesia terdiri dari: 1) mengoptimalkan peran pemerintah dalam pendanaan, 2) melakukan koordinasi dengan PINBUK, dan 3) linkage program LKMS-BMT-BPRSBank Umum Syariah. Keywords : Lembaga Keuangan Mikro Syariah, BMT, ANP-BOCR
1 2
Staf pengajar dan peneliti pada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia. Email:
[email protected] Pengajar pada Universitas Ibn Khaldun (UIK) Bogor. Juga sebagai konsultan riset pada SMART Consulting.
65
I. PENDAHULUAN
Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan berdasar prinsip syariah. Keberadaan LKMS dengan jumlah yang signifikan pada beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan LKMS untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyak LKMS yang tenggelam dan bubar. Dengan melihat fenomena di atas, perkembangan LKMS dipandang belum sepenuhnya mampu menjawab problem real ekonomi yang ada di kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, belum memadainya sumber daya manusia yang terdidik dan profesional, menyangkut manajemen sumber daya manusia dan pengembangan budaya serta jiwa wirausaha (entrepreneurship) bangsa kita yang masih lemah, permodalan (dana) yang relatif kecil dan terbatas, adanya ambivalensi antara konsep syariah pengelolaan LKMS dengan operasionalisasi di lapangan, tingkat kepercayaan yang masih rendah dari umat Islam dan secara akademik belum terumuskan dengan sempurna untuk mengembangkan lembaga keuangan syariah dengan cara sistematis dan proporsional. Kompleksitas persoalan tersebut menimbulkan dampak terhadap kepercayaan masyarakat tentang keberadaan LKMS diantara lembaga keuangan konvensional. Padahal bila dilihat dari latar belakang berdirinya, LKMS merupakan jawaban terhadap tuntutan dan kebutuhan kalangan umat Muslim. Kehadiran LKMS muncul di saat umat Islam mengharapkan adanya lembaga keuangan yeng berbasis syariah dan bebas dari unsur riba yang dinyatakan haram. Jika melihat data, pertumbuhan LKMS di Indonesia (termasuk di dalamnya BMT) terus meningkat dengan pesat, Menurut Suharto, perkembangan BMT tahun 2010 tumbuh rata-rata dari sisi aset dalam kisaran 35% - 40%, financing to deposit ratio (dana yang disalurkan) juga masih sekitar 100%3. Hal ini membuktikan bahwa LKMS dapat diterima oleh masyarakat sebagai lembaga yang dapat memberdayakan masyarakat kecil. Eksistensi lembaga keuangan mikro syariah jelas memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi berwawasan syariah terutama dalam memberikan solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan sekaligus menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan peranan LKMS sangat berarti bagi masyarakat karena ia merupakan suatu lembaga mikro syariah yang mampu memecahkan permasalahan fundamental yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah khususnya di bidang permodalan. LKMS tidak hanya befungsi dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi untuk menangani kegiatan sosial. Dilihat secara konsepsi, LKMS merupakan suatu lembaga yang eksistensinya sangat dibutuhkan masyarakat terutama kalangan mikro. Akan tetapi di sisi lain yaitu dalam bidang operasionalnya masih memiliki banyak kelemahan. Maka problematika tersebut harus dapat diatasi dengan baik agar mampu mewujudkan terciptanya citra positif bagi lembaga keuangan mikro syariah yang bersih serta dipercaya oleh masyarakat. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: apa sajakah masalah-masalah yang dihadapi oleh institusi lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia? Apa saja solusi yang 3
Lihat Saat Suharto. Outlook BMT 2011. Permodalan BMT Center. 2010
66
tepat? Bagaimana strategi yang harus diterapkan dalam kerangka strategis jangka panjang? Dengan pendekatan metode Analytic Network Process (ANP) jaringan Benefit Opportunity Cost Risk (BOCR), beberapa pertanyaan tersebut akan coba dijawab dan dicarikan solusinya. II. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang bekerja menurut konsep syariah dengan prinsip profit lost sharing sebagai metode utama. Struktur lembaga keuangan syariah dikelompokkan menjadi bank umum syariah, BPR syariah, asuransi syariah dan Baitul mal wa tamwil. Adapun yang disebutkan di atas mempunyai produk dan pangsa pasar yang berbeda. Namun dari segi prinsip dan instrumen yang digunakan lembaga keuangan syariah yang telah disebutkan di atas tidak mempunyai perbedaan yang cukup mendasar hanya pada area wilayah operasionalnya saja. Prinsip keuangan syariah memiliki aplikasi yang luas dalam suatu sitem perekonomian yang tidak hanya terfokus dalam sistem bagi hasil (profit sharing), tetapi juga secara sempurna menanamkan suatu kode etik (moral, sosial dan agama) dalam mempromosikan suatu keadilan dan kesejahtern bagi masyarakat luas. Tidak ada perbedaan prinsip diantara lembaga-lembaga keuangan syariah (Asuransi, Bank dan BMT), karena secara umum lembaga-lembaga ini mengutamakan hubungan kemitraan (mutual investor relationship) yang berbasis utama skim bagi hasil. Secara sederhana prinsip-prinsip lembaga keuangan syariah dalam menjalankan usahanya terdiri atas : 1. Pelarangan terhadap (suku bunga) 2. Karena dilarangnya sistem bunga, maka penyedia dana menjadi investor. Sehingga terdapat faktor uncertainty dalam bisnis maka Penyedia dana dan pengusaha harus membagi resiko bisnis dan juga tingkat pengembalian yang disepakati. 3. Uang bukan sebagai modal tetapi akan menjadi modal jika sudah dipindahtangankan/tukar dengan sumberdaya untuk melaksanakan aktivitas yang produktif sehingga uang disini diartikan sebagai konsep yang mengalir (flow concept). 4. Pelarangan terhadap perilaku spekulasi 5. Prinsip ta‟awun (tolong-menolong) yaitu prinsip saling membantu sesama dalam meningkatkan taraf hidup melalui mekanisme kerja sama ekonomi dan bisnis. 6. Prinsip tijaroh (bisnis) yaitu prinsip mencari laba dengan cara yang dibenarkan oleh syariah. Lembaga keuangan Islam harus dikelola secara profesional, sehingga dapat mencapai prinsip efektif dan efisien4. 7. Di samping sebagai lembaga bisnis, lembaga keuangan syariah juga menjalankan fungsi sebagai lembaga sosial. 2.2. Konsep Dasar Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
4
Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press. Hal 115
67
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan dan pembiayaan yang didirikan dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat baik yang terhimpun dalam warga masyarakat, untuk memecahkan masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi para anggotanya. LKM secara umum bertujuan untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan usaha ekonomi ummat, dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan secara khusus LKM bertujuan : 1). Memecahkan bersama kebutuhan modal yang dihadapi warga, selaku pengusaha mikro/kecil sebagai bagian dari pelaku ekonomi negeri ini. 2). Membantu memecahkan kebutuhan modal bagi unit usaha unggulan yang dijalankan oleh anggota dan masyarakat. 3). Membantu memecahkan kebutuhan dana mendesak yang seringkali dihadapi warga, sehingga dapat menghindarkan mereka dari rentenir yang menjerat dengan bunga tinggi. Adapun LKMS adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan 5 . Sehingga secara konsepsi LKMS adalah suatu lembaga yang di dalamnya mencakup dua jenis kegiatan sekaligus yaitu: 1) Kegiatan mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti: zakat, infaq dan shodaqoh serta lainya yang dibagikan/disalurkan kepada yang berhak dalam rangka mengatasi kemiskinan, dan 2) Kegiatan produktif dalam rangka nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia. LKMS merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan berdasar prinsip syariah untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan. Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa LKMS adalah Suatu lembaga keuangan mikro yang menggabungkan unsur profit motive dan unsur nirlaba (sosial) dalam kegiatan usahanya yang dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah. Sifat usaha LKMS yang berorientasi pada bisnis dimaksudkan supaya pengelolaan LKMS dapat dijalankan secara profesional, sehingga mencapai tingkat efisiensi tertinggi. Dari sinilah LKMS akan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada deposannya serta mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolahnya sejajar dengan lembaga lainnya. Sedangkan aspek sosial LKMS berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota dan masyarakat sekitar yang membutuhkan6. 2.3. Prinsip Utama Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
Teori pelaksanaan usaha LKMS berpegang teguh pada prinsip utama sebagai berikut : 1. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan mengimplementasikan pada prinsipprinsip syari‟ah dan muamalah islam ke dalam kehidupan nyata. 2. Keterpaduan, yakni nilai-nilai spritual dan moral menggerakkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progresif, adil dan berakhlaq mulia. 3. Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Semua pengelolah pada setiap tingkatan, pengurus dengan semua lininya serta anggota, 5 6
Ilmi, Makhalul SM. 2002. Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Yogyakarta: UII Press. Hal 13 Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press. Hal 129
68
4.
5.
6.
7.
dibangun rasa kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa saling melindungi dan menanggung. Kebersamaan, yakni kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antar semua elemen LKMS. Antara pengelola dan pengurus harus memiliki satu visi dan bersama-sama anggota untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial. Kemandirian, yakni mandiri di atas semua golongan politik. Mandiri juga berarti tidak tergantung dengan dana-dana pinjaman dan ”bantuan” tetapi senantiasa proaktif menggalang dana masyarakat sebanyak-banyaknya. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi, yakni dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, tetapi juga kenikmatan dan kepuasan ruhani dan akhirat. Kerja keras dan cerdas yang dilandasi dengan bekal pengetahuan yang cukup, keterampilan yang terus ditingkatkan serta niat dan ghirah yang kuat. Semua itu dikenal dengan kecerdasan emosional, spritual dan intelektual. Sikap profesionalisme dibangun dengan semangat untuk terus belajar demi mencapai tingkat standar kerja yang tertinggi. Istiqomah, konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maka maju lagi ke tahap berikutnya dan hanya kepada Allah SWT kita berharap7.
2.4. Manajemen LKMS
Sebagai lembaga keuangan yang dikelola secara professional, maka LKMS tidak bisa dikelola dengan bekal semangat saja. Aspek ekonomi dan manajemen keuangannya harus dikuasai secara maksimal. Manajemen LKMS harus bisa mengikuti perkembangan teknologi yang ada di lingkungannya sehingga tidak ketinggalan zaman yang menyebabkan berkurangnya minat nasabah untuk bergabung. Inovasi produk terus ditingkatkan dalam rangka merebut pasar. Secara garis besar fungsi manajemen dibedakan menjadi empat yakni: planning (perencanaan), actuating (pelaksanaan), organizing (pengorganisasian) dan controlling (pengontrolan). a.
Perencanaan (planning)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan, yaitu SMART. Specific: perencanaan yang dibuat harus jelas maksud dan ruang lingkupnya. Measurable : program kerja atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat dicapai. Jadi bukan anggan-angan. Realistic : sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada, tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit tapi tetap ada tantangan. Time artinya ada batas waktu yang jelas sehingga mudah dinilai dan dievaluasi. b. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian dilakukan agar tujuan yang kita inginkan dapat tercapai, pengorganisasian dalam perusahaan terlihat dari struktur organisasi perusahaan, yang kemudian dipecah menjadi berbagai jabatan yang kemudian menjalankan tugas masing-masing. c. Pelaksanaan (actuating)
7
Idem
69
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik tidak akan berarti tanpa adanya pelaksanaan kerja. Oleh karena itu perencanaan dan pengorganisasian harus diikuti oleh pelaksanaan dengan kerja keras, kecerdasan dan kerjasama. Pelaksanaan harus seuai dengan perencanaan yang telah disusun kecuali jika ada hal-hal yang perlu di sesuaikan. d. Pengontrolan (controlling) Agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan visi,misi dan program kerja maka harus dilakukan pengontrolan. Baik dalam suvervisi, pengawasan, inpeksi dan audit. Sehingga penyimpanganpenyimpangan yang terjadi dapat diawasi dengan baik, dan dapat dilakukan koreksi untuk masa yang akan datang yang lebih baik. Fungsi manajemen ini bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi. Manajemen secara umum merupakan bagian dari kegiatan ibadah jika diniatkan untuk mencapai keridhaan Allah. Islam secara rinci mengatur kehidupan manusia termasuk tentang aktivitas manajemen, walaupun tidak seperti ilmu manajemen sekarang yang berkembang. Namun islam memiliki aturan dasar yang dapat dijadikan pijakan dalam merumuskan sistem manajemen yang disebut manajemen syariah atau islami. Beberapa prinsip atau kaidah teknik manajemen yang ada relevansinya dengan kaidah islam adalah prinsip amar ma‟ruf dan nahi munkar, kewajiban menyampaikan amanah, kewajiban menegakan kebenaran, dan kewajiban menegakan keadilan. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik oleh manajemen LKMS, maka tujuannya akan tercapai. 2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Bilqis 8 tentang alternatif penyelesaian pembiayaan bermasalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam hal ini adalah Baitul Maal wa Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT MMU) cabang Warung Dinoyo Pasuruan Jawa Timur dijelaskan bahwa ditemukan beberapa akar permasalahan mengenai pembiayaan pada BMT tersebut sehingga diperlukan tindakan solutif yang harus diambil. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi ketika nasabah yang mendapatkan pembiayaan dari BMT tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Persoalan lain muncul terkait dengan pembiayaan bermasalah ini adalah tidak adanya hak bagi BMT untuk melakukan penyitaan atau perampasan terhadap barang yang dijadikan agunan pada pembiayaan yang bermasalah, tanpa persetujuan dari pemilik sebagaimana yang bisa diakukan oleh bank konvensional. Hal ini dikarenakan penyitaan secara paksa bertentangan dengan tata cara muamalah berdasarkan syirkah. Lebih lanjut penelitian tersebut menawarkan solusi yaitu tata cara muamalah syirkah yang tidak diperbolehkan adalah perampasan agunan tetapi pengamanan dan penjualan agunan diperbolehkan atas kesepakatan bersama, sehingga harapannya akad lebih tegas dan jelas pada saat pertama nasabah mengajukan pembiayaan.
8
Bilqis, Puspitasari. 2005. Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Baitul Maal Wa Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT MUU) Cabang Warung Dinoyo Pasuruan Jawa Timur. Thesis pada Universitas Brawijaya.
70
Berbeda dengan di atas, Susilo dalam penelitiannya9 mencoba merumuskan strategi yang dapat dilakukan oleh BPRS dalam pengembangan Usaha Kredit bagi UMK. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), merumuskan strategi pengembangan berdasarkan faktor eksternal dan internal, serta menentukan prioritas strategi pengembangan bagi PT. BPRS Amanah Ummah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang menjadi kekuatan BPRS PT Amanah Ummah adalah posisi dan strategi yaitu dekat dengan nasabah, sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah terbatasnya kualitas sumber daya insani, yang menjadi peluang adalah potensi pangsa pasar umat islam yang terletak di lingkungan pesantren, sedangkan yang menjadi ancaman bagi BPRS adalah banyaknya pesaing dalam usaha kecil menengah. Dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa lokasi strategis, pangsa pasar, kualitas sumber daya insani dan jumlah para pesaing menjadi faktor pengembangan BPRS. Hal ini dapat juga kita kaitkan dengan lembaga BMT yang merupakan bagian dari lembaga keuangan mikro. Oleh karena itu, dalam pengembangan BMT keempat hal tersebut harus diperhatikan dan ditangani dengan baik. Dalam tempat lain, Muhar menganalisis peran lembaga keuangan mikro bagi masyarakat kecil serta strategi yang dilakukan dalam pengembangan LKM10. Hasil penelitian menunjukan bahwa lembaga keuangan mikro mampu memberikan pembiayaan kepada usaha mikro, sehingga dapat meningkatkan permodalan usaha mikro tersebut. Namun, potensi ini belum dapat dimanfaatkan dengan optimal karena masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh lembaga keuangan mikro antara lain aspek kelembagaan yang tumpang tindih, kekurangan sumber daya dalam pengelolaan LKM serta kurangnya permodalan LKM sendiri. Dalam jurnal ini peneliti memberikan solusi dengan upaya menguatkan RUU tentang kelembagaan LKM. serta komitmen pemerintah terhadap keterkaitan UKM dengan pengembangan lembaga keuangan mikro. Penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2003 dengan judul Penerimaan Masyarakat atas keberadaan BMT MUI dilihat dari perilaku anggotanya di Sleman Yogyakarta11, dengan jumlah respondennya 80 orang menyebutkan bahwa masyarakat mengenal BMT (37 orang) berasal dari BMT langsung, 2 orang dari koran atau selebaran dan promosi, 22 orang dari teman dan 4 orang dari saudara. Lebih dari Sekitar 47% responden menyatakan setuju dengan visi dan Misi BMT, 38% yang lain menyatakan setuju. Terhadap prinsip menghindari riba, 43,75% sangat setuju dan 45% setuju; terhadap sistem jual beli dan bagi hasil, 45% menyatakan sangat setuju, 37,5% menyatakan setuju. Terhadap produk BMT, 27,5% menyatakan sangat setuju, 48, 75% setuju. Artinya rata-rata responden setuju. Siswanto dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pengembangan Baitul Maal Wattamwil (BMT) Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah“ dengan tujuan penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis model BMT yang dapat memberdayakan usaha kecil, serta dapat menemukan strategi dan upaya agar BMT mampu memberdayakan
9
Susilo, Joko. 2008. “Rumusan Strategi Pengembangan PT. BPRS Amanah Ummah Dengan Pendekatan Analytic Network Process”. Tesis pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 10 Muhar, 2009. “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro”. Jurnal Inovasi Vol. 6 No. 4 Desember 2009. 11 Lihat Mu’allim (2003). “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah”. Jurnal Al-Mawarid Ed X, Tahun 2003.
71
Usaha Kecil Menengah 12 . Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Deskriptif dengan teknik analisis analisa isi tema dari data literatur dan penelitian sebelumnya terkait penelitiannya. Penelitian ini mencoba menganalisa kelemahan dan pengembangan kelebihan dari lembaga BMT dengan menggunakan teknik SWOT, kemudian dilanjutkan dengan mengemukakan solusi dan strategi dalam pengembangan BMT. Diantara kelemahan BMT adalah terdiri dari a) faktor eksternal (tingkat kompetisi dengan pesaing, koloborasi atau kerja sama dengan lembaga keuangan, kebijakan pemerintah serta faktor eksternal yang lain seperti LSM). b). faktor internal (produk program pembiayaan dan tabungan, kompetensi manajemen serta pengelolaan keuangan). Solusi yang ditawarkan terkait dengan permasalahan tersebut, a) harus memfokuskan diri pada visi dan penciptaan image yang positif bagi masyarakat, prospek bisnis, kapasitas manajemen, sistem teknologi, operasional dan resiko. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan merupakan data primer yang didapat dari hasil wawancara (indepth interview) dengan dengan pakar dan praktisi, yang memiliki pemahaman tentang permasalahan yang dibahas. Dilanjutkan dengan pengisian kuesioner pada pertemuan kedua dengan responden. 3.2. Populasi dan Sampel
Pemilihan responden pada penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan pemahaman responden terhadap permasalahan dalam pengembangan LKMS di Indonesia. Jumlah responden dalam penelitian ini terdiri dari tiga orang pakar dan praktisi dengan pertimbangan berkompeten. Syarat responden yang valid dalam ANP adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang menguasai atau ahli di bidangnya. Oleh karena itu, responden yang dipilih dalam survey ini adalah para pakar/peneliti ekonomi Islam dan praktisi yang berkecimpung dalam lembaga keuangan mikro syariah. 3.3 Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian analisis kualitatif-kuantitatif dimana bertujuan untuk menangkap suatu nilai atau pandangan yang diwakili para pakar dan praktisi syariah tentang LKMS di Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah metode ANP pendekatan jaringan Benefit Opportunity Cost Risk (BOCR) dan diolah dengan menggunakan software “Super Decision” serta Ms Excel. 3.3.1 Gambaran Umum Metode ANP
Analytic Network Process (ANP) merupakan teori matematis yang mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga mampu menjelaskan model faktor-faktor dependence serta feedback nya secara sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. Struktur jaringan yang digunakan yaitu 12
Siswanto. 2009, Strategi Pengembangan Baitull Maal Wattamwil (BMT) Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
72
benefit, opportunities, cost and risk (BOCR) membuat metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang mempengaruhi output atau keputusan yang dihasilkan13. 3.3.2 Landasan ANP
ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain14: 9. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai pembandingan pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang menunjukkan berapa kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc (EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5 dari besar A. 10. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian elemen pendukung yang mempengaruhi keputusan. Tabel 3.1 Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik Definition
Intensity of Importance
Equal Importance
1
Weak
2
Moderate importance
3
Moderate plus
4
Strong importance
5
Strong Plus
6
Very strong or demonstrated importance
7
Very,very strong
8
Extreme importance
9
Sumber : Saaty, 2006 11. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1] dan sebagai ukuran dominasi relatif. 12. Dependence condition; diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster. 3.3.4
Tahapan Penelitian
Tahapan pada metode ANP antara lain:
13
Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, Decision Making with the Analitic Network Process. Economic, Political, Social and Technological Applications with Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Springer. RWS Publication, Pittsburgh. 14 Idem
73
Sumber: (Ascarya, 2010) Gambar 3.1 Tahapan Penelitian 1. Konstruksi Model Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature review secara teori maupun empiris dan memberikan pertanyaan pada pakar dan praktisi LKMS serta melalui indepth interview untuk mengkaji informasi secara lebih dalam untuk memperoleh permasalahan yang sebenarnya. 2. Kuantifikasi Model Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa pairwise comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui mana diantara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data hasil penilaian kemudian dikumpulkan dan diinput melalui software super decision untuk diproses sehingga menghasilkan output berbentuk supermatriks. Hasil dari setiap responden akan diinput pada jaringan ANP tersendiri15. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Dekomposisi 4.1.1 Identifikasi Masalah Permasalahan dalam hal pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 aspek yang terdiri dari aspek sumber daya manusia (SDM), Teknikal, Legal/Struktural dan aspek Pasar/Komunal. Cluster-cluster secara keseluruhan dikelompokkan menjadi cluster problem, solusi dan strategi. Permasalahan pada model ini juga menggunakan analisa Benefit, Opportunities, Cost, dan Risk (BOCR) sebagai analisa strategis. 15
Ascarya, 2011,”The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia”review of Indonesian economic and business studies vol.1 LIPI economic research center.
74
Berdasarkan kondisi, permasalahan dan tujuan dari penguraian masalah pengembangan LKMS di Indonesia maka ditentukan beberapa aspek, solusi, dan strategi pengembangan LKMS di Indonesia, yaitu: d. Aspek Masalah pengembangan LKMS di Indonesia berdasarkan hasil wawancara kepada para pakar dan praktisi disertai dengan kajian literature maka diperoleh 4 aspek utama, yaitu: 1) Sumber Daya Manusia (SDM): banyak yang hal yang menjadi pertimbangan kenapa aspek SDM dijadikan salah satu aspek utama dalam mengurai masalah pengembangan LKMS di Indonesia. Pertama dapat terlihat masih lemahnya pemahaman praktisi LKMS, baik sisi pengembangan bisnis (ke-LKMS-an) maupun sisi syariah. Pengurus LKMS masih banyak yang belum memahami tentang prinsip-prinsip syariah dan prinsip pengelolaan usaha yang baik dan benar. Dengan kata lain belum terpenuhinya sumber daya insani yang mumpuni di bidang ekonomi syariah, sehingga dalam praktiknya LKMS seringkali menyimpang dari prinsip syariah. Disamping itu masalah SDM juga dihadapi oleh adanya Supply oriented. Praktisi hanya bisa menjelaskan apa yang mereka tahu tetapi tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan oleh masyarakat. Belum memadainya sumber daya manusia yang terdidik dan profesional, terutama teknis manajerial juga menjadi masalah SDM dalam kasus ini. Secara umum sumber daya insani yang dimiliki LKMS di Indonesia relatif belum professional layaknya lembaga keuangan seperti bank ataupun BPRS. 2) Technical Secara teknikal terdapat beberapa masalah yang menjadi Kendala dalam pengembangan LKMS diantaranya validitas data ke-BMT-an tidak ada data yang update dan terstruktur. Padahal hal tersebut sangat penting untuk membuat proposal sponsorship potensial dari pihak- pihak terkait. Kurang memadainya fasilitas/infrastruktur Teknologi Informasi (IT), padahal hal tersebut merupakan salah satu prasyarat penting sebuah lembaga keuangan. 3) Legal/Struktural Masalah legalitas formal, LKMS yang berkembang di Indonesia tidak didukung dengan ketentuan hukum dan sistem pengawasan atau pembinaan yang memadai. Masalah dukungan hukum ini menjadi penting mengingat bahwa LKMS adalah lembaga yang mengurus dan mengelola dana masyarakat. LKMS juga dihadapkan dengan masalah pengawasan dan pembinaan yang lemah, tidak seperti lembaga perbankan pada umumnya (Bank Umum dan BPR yang disupervisi oleh Bank Indonesia). 4) Pasar/Komunal Salah satu permasalahan yang masuk dalam bagian ini adalah masalah persaingan, baik persaingan antar LKMS sendiri maupun dengan lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi pada praktiknya, persaingan yang paling ketat adalah antara LKMS dengan perbankan syariah yang juga menyediakan layanan mikro. Masalah pada tingkat kepercayaan adalah kurangnya minat masyarakat dalam menyimpan dana di LKMS karena rasa tidak percaya kepada LKMS. Bahkan, kebanyakan masyarakat masih belum mengenal LKMS, mereka lebih mengenal Bank keliling, koperasi, atau lembaga keuangan konvensional lainnya.
e. Solusi Solusi yang ditawarkan terhadap masalah yang diurai diatas diantaranya adalah: 1) Melakukan inovasi produk. Agar LKMS mampu bersaing dengan lembaga keuangan mikro konvensional yang telah ada lebih dahulu, maka tentunya LKMS mampu 75
2)
3)
4)
5)
menyeimbangkan produk-produk LKM konvensional. Penetapan produk tentunya berdasarkan analisa akan kebutuhan pasar. LKMS harus mampu membaca kebutuhan nasabah saat ini sehingga ada banyak alternatif yang dapat dipilih oleh nasabah terkait produk simpanan maupun pembiayaan yang ditawarkan. Kerjasama dengan LKMS lainnya. Melakukan kerjasama dengan LKMS lainnya penting sekali bagi LKMS terutama LKMS yang memiliki modal rendah. Hal ini tentunya dengan tujuan agar LKMS dapat berkembang lebih cepat, mengingat kebutuhan pasar akan lembaga keuangan sejenis juga semakin besar. Lokasi Strategis Penempatan lokasi yang tepat dan strategis merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan perkembangan LKMS. Sudah menjadi ketentuan baku dalam sebuah bisnis bahwa semakin strategis tempat/lokasi maka akan semakin besar peluang pasar tercipta. Tentunya penempatan lokasi ini juga perlu dipertimbangkan dengan masak mengingat segmentasi untuk LKMS adalah para pengusaha mikro/kecil menengah yang hanya sebagian kecil saja mampu menggapai akses kota dengan mudah. Menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi LKMS merupakan lembaga keuangan dengan segmen usaha kecil menengah sedianya merangkul banyak kalangan terutama organisasi sosial dan pemerintahan setempat. Wujud sinergi yang dibangun tidak hanya internal LKMS saja akan tetapi organisasi eksternal pun perlu untuk mengembangkan LKMS di Indonesia. Salah satu contoh kecil misalnya perkumpulan pengajian di masjid-masjid dapat dijadikan sebagai media sosialisasi agar masyarakat semakin mengenal transaksi syariah secara komprehensif dan baik. Pembinaan/Sosialisasi/Pendampingan masyarakat Segmentasi dari LKMS adalah usaha kecil menengah dimana mayoritas pengusaha tidak mendapatkan pendidikan kewirausahaan yang baik. kemampuan nasabah pembiayaan menjalankan usaha tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kredibilitas nasabah terutama dalam hal pengembalian pinjaman. Jika nasabah didampingi dan dibina terkait teknik dan trik menjalankan usaha yang baik, maka risiko kredit macet sebagai akibat dari gagalnya usaha nasabah dapat diminimalisir. Tidak hanya terbatas pada nasabah pembiayaan, juga perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat umum yang merupakan calon nasabah, dengan harapan masyarakat semakin mengenal lembaga keuangan syariah dan beralih ke transaksi yang sesuai dengan norma-norma agama Islam.
f. Strategi Alternative dalam model ANP yang terakhir ditawarkan adalah strategi-strategi yang dapat dilakukan agar LKMS dapat dikembangkan secara maksimal. Strategi tersebut diantaranya adalah: 1) Koordinasi dengan PINBUK 2) Melakukan Linkage program 3) Optimalisasi peran pemerintah dalam hal pendanaan Penelitian ini juga merupakan penelitian dengan pendekatan BOCR, yang merupakan analisa kondisi sekarang dan kondisi yang akan datang, dan memungkinkan dapat terjadi. Oleh karena itu berikut juga akan diurai definisi kriteria aspek/solusi/strategis berdasarkan analisis BOCR. 76
1) Benefit, aspek/solusi/strategis yang dapat memberikan manfaat atau keunggulan bagi masyarakat pada umumnya dan para pemangku kebijakan seperti pemerintahan dan manajemen lembaga keuangan mikro syariah baik dari segi SDM, teknikal, pasar/komunal, maupun legal/struktur organisasi. 2) Cost, yang dimaksud dengan cost disini adalah pengeluaran manajemen LKMS atau pemerintah berkenaan dengan diterapkannya solusi dan strategi pengembangan LKMS di Indonesia baik dari segi SDM, teknikal, pasar/komunal, maupun legal/struktur organisasi. 3) Opportunity, yang dimaksud dengan Opportunity disini adalah adanya peluang yang menguntungkan dari aspek SDM, teknikal, pasar/komunal, maupun legal/struktur organisasi sebagai akibat adanya pengembangan LKMS di Indonesia. 4) Risk, yang dimaksud risk disini adalah risiko kerugian yang harus ditanggung oleh manajemen terkait (LKMS) dari aspek teknikal, pasar/komunal, maupun legal/struktur organisasi. 4.2.2 Jaringan ANP Berdasarkan identifikasi masalah dan solusi di atas, selanjutnya terbentuklah jaringan struktur ANP berdasarkan kriteria BOCR atas masalah pengembangan LKMS di Indonesia seperti berikut ini:
77
Pembinaan sosialisasi/pe ndampingan masyarakat Inovasi Produk sesuai dengan kebutuhan pasar
c.Cost
Menempatkan lokasi yang strategis dengan pusat/sentra perekonomian masyarakat
Optimalisasi peran pemerintah dlm pendanaan melalui lembaga swasta
78
Melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan lainnya dalam hal penyertaan modal
Linkage program BMTBPRSBUS Melakukan koordinasi dengan PINBUK dalam hal pengadaan pelatihan
Menjadikan elemen eksternal (LSM, tokoh masyarakat, pemda setempat) sbg pusat inforrmasi dan media sosialisasi
d.4) Persaingan
b.Opportunity
d.3) Risiko Moral Hazard
3.Technical
d.1) Gap/kesenjangan antara kemampuan menabung dan memanfaatkan kredit d.2) Lemahnya regulasi dan legalitas LKMS
a.Benefit 2.Legal/ Structure
c.3) biaya monitoring/pendampingan c.4) biaya sosialisasi dan pemasaran
1.SDM
c.1) biaya training SDM dan pelatihan entrepreneurship kepada masyarakat c.2) biaya kepengurusan izin
b.1) Minat Masyarakat terhadap transaksi syariah semakin b.2) berkembangnya era otonomi daerah b.3) Sektor yang dibiayai sangat fleksibel b.4) jumlah pengusaha kecil lebih besar dari pengusaha
a.1) tingginya inisiatif masyarakat lokal a.2) tidak membutuhkan modal yang besar a.3) Bebas Riba dan Kedzaliman Ekonomi a.4) Segmen usaha kecil dan mikro (UMKM)
Analisa Masalah Pengembangan LKMS dengan BOCR
4.Pasar/ Komunal
d.Risk
4.2.3
Analisa Benefit, Opportunities, Cost, Risk (BOCR)
Analisa ini merupakan analisa penentuan prioritas berdasarkan hasil perhitungan kriteria yang diinginkan sebagai keuntungan (benefit) dan kriteria yang tidak diinginkan sebagai biaya (cost). Disamping itu pula terdapat kriteria berdasarkan peristiwa-peristiwa yang mungkin dapat terjadi sebagai hal yang positif (opportunities) dan hal yang negative (risk). Pada penelitian ini hubungan antara benefit, opportunities, cost, dan risk dipengaruhi oleh faktor-faktor umum (Saaty, 2001). Untuk melakukan analisa tersebut maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode pairwise comparison. Keputusan yang dihasilkan terbagi menjadi tiga bagian, 1) sistem penilaian, 2) merits dari keputusan BOCR sebagai pertimbangan membuat keputusan, dan 3) hierarki atau jaringan keterkaitan, fakta (objektif) yang membuat sebuah alternative keputusan lebih diinginkan dibanding yang lainnya (Saaty, 2001). a) Aspek Setelah tahapan pembuatan model dan penilaian ANP dilakukan maka hasil nilai yang diperoleh dari pairwise comparison BOCR kriteria dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1: Bobot Kriteria NAMA Technical
Benefit 0.4093
Opportunity
Cost
Risk
0.31171 0.102793 0.224843
Pasar/komunal
0.409773
0.113133
0.24689
0.37858
Legal/Structure
0.074737
0.13149
0.15084
0.12436
SDM
0.106187
0.443663
0.49947 0.272223
Tabel diatas menunjukkan hasil penilaian BOCR untuk masing-masing aspek pengurai masalah pengembangan LKMS di Indonesia. Kemudian berdasarkan hasil ini diperoleh hasil perhitungan berdasarkan tiga kondisi umum: (1) standard condition (B/C), (2) pessimistic (B/(CxR)), dan (3) Realistic (BxO)/(CxR) . Alternatif yang terbaik dipilih dengan nilai realistic yang tinggi dan alternative terpilih tersebut dipertimbangkan sebagai keputusan yang ditentukan dari alternative lainnya (Asri, 2005). Nilai realistic ini juga serupa dengan teori Saaty (2001) lainnya yaitu dimana terdapat dua jenis perhitungan yang dihasilkan BOCR: a) Additive negative formula = rumus ini biasanya digunakan untuk menentukan prioritas jangka panjang. _____ bB + oO – cC – rR b) Multiplicative formula = setara dengan marginal cost/analisis benefit dan pada umumnya digunakan untuk menentukan prioritas jangka pendek. BO/CR
SMART CONSULTING | 79
Hasil perhitungan berdasarkan tabel 1 maka dapat dilihat di tabel 2 berikut ini:
Tabel 2: Bobot Kriteria NAMA
B
O
C
R
Standard
Pessimistic
0.4093
0.31171
0.102793
0.224843
3.981775731
17.70911182
5.520107244
Pasar/komunal
0.409773
0.113133
0.24689
0.37858
1.659740505
4.384120939
0.495990216
Legal/Structure
0.074737
0.13149
0.15084
0.12436
0.495469813
3.984157394
0.523876856
SDM
0.106187
0.443663
0.49947
0.272223
0.212598688
0.780971584
0.346488456
Technical
Gambar 1: Criteria Realistic Value Realistic Value
5.52
0.52
0.49
0.35
Berdasarkan tabel diatas hasil realistic kriteria menunjukkan bahwa aspek penguraian masalah pengembangan LKMS di Indonesia adalah aspek technical (5.52), selanjutnya diikuti oleh aspek legal/structure (0.52), aspek pasar/komunal (0.49), dan aspek SDM (0.35). b) Solusi Setelah tahapan penilaian ANP kriteria aspek dilakukan maka perhitungan berikutnya adalah analisis solusi. Hasil nilai yang diperoleh dari pairwise comparison BOCR kriteria dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3: Bobot Solusi NAME
SS1
SS2
SS3
SS4
SS5
Normalized
Benefit
0.08497 3
0.05676 8
0.08249 2
0.04126 3
0.20299 5
0.46849156 2 b
Cost
0.01302 4
0.00870 1
0.01264 4
0.00632 4
0.03111 4
0.07180690 6 o
SMART CONSULTING | 80
Realistic
Opportunit y
0.06850 4
0.04576 6
0.06650 4
0.03326 6
0.16365 2
0.37769125 9 c
Risk
0.01487 5
0.00993 7
0.01444
0.00722 3
0.03553 5
0.08201027 3 r
Keterangan: SS1: Inovasi produk SS2: Kerjasama dengan LKS lainnya SS3: Lokasi strategis SS4: Menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi SS5: Pembinaan/Sosialisasi/pendampingan masyarakat Hasil sintesis menunjukkan solusi yang paling prioritas berdasarkan analisis BOCR adalah solusi ke-lima yaitu pembinaan/sosialisasi/pendampingan masyarakat (0.36) dan diikuti oleh solusi melakukan inovasi produk (0.31), sedangkan solusi yang menempati prioritas terakhir adalah Menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi (0.07). Maka berdasarkan tabel 3 diatas, perhitungan nilai BOCR solusi adalah sebagai berikut: Tabel 4: Sintesis Prioritas Solusi Strategi
bB+oO-cC-rR Priority
Rank
SS1
0.315051
2
SS2
0.101386
4
SS3
0.147327
3
SS4
0.073694
5
SS5
0.362542
1
c) Strategi Setelah tahapan pembuatan model dan penilaian ANP dilakukan maka hasil nilai yang diperoleh dari pairwise comparison BOCR kriteria dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5: Bobot Strategi NAME
SG1
SG2
SG3
SUM
Normalized
SMART CONSULTING | 81
Benefit
0.155918 0.07157278 0.240998 0.468488
0.468491562 b
Cost
0.023898 0.01097014 0.036938 0.071806
0.071806906 c
Opportunity 0.125699 0.05770096 0.194289 0.377689
0.377691259 o
Risk
0.082010273 r
0.027294 0.01252894 0.042187 TOTAL
0.08201 0.999993
1
Keterangan: SG1: Koordinasi dengan PINBUK SG2: Linkage Program SG3: Optimalisasi peran pemerintah dalam pendanaan Hasil sintesis menunjukkan strategi yang paling prioritas berdasarkan analisis BOCR adalah strategi ke-tiga yaitu optimalisasi peran pemerintah dalam pendanaan (0.51) dan diikuti oleh strategi lingkage program (0.15), dan strategi yang menempati prioritas terakhir adalah melakukan koordinasi dengan PINBUK (0.33). Maka berdasarkan tabel 5 diatas, perhitungan nilai BOCR strategi adalah sebagai berikut: Tabel 6: Sintesis Prioritas Strategi Strategi
bB+oO-cC-rR Priority
Rank
SG1
0.332811
2
SG2
0.152774
3
SG3
0.514415
1
V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul dalam pengembangan LKMS di Indonesia terdiri dari 4 aspek penting yaitu: SDM, teknikal, aspek legal/struktural, dan aspek pasar/komunal. Solusi yang diberikan terbagi menjadi lima solusi utama yaitu 1) melakukan inovasi produk-produk pembiayaan dan pendanaan LKMS, 2) bekerjasama dengan LKS lainnya, 3) lokasi strategis, 4) menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi, 5) pembinaan/sosialisasi/pendampingan masyarakat. Sedangkan strategi yang diberikan terbagi menjadi tiga strategi utama diantaranya adalah 1) koordinasi dengan PINBUK, 2) linkage program, dan 3) optimalisasi peran pemerintah dalam pendanaan.
SMART CONSULTING | 82
Dikarenakan penelitian ini menggunakan analisa BOCR sebagai pendekatan sintesis, maka output yang dihasilkan dihitung berdasarkan perhitungan realistic dan additive. Berdasarkan urutan prioritas, maka alternatif aspek menunjukkan bahwa aspek technical menjadi aspek prioritas, selanjutnya diikuti oleh aspek legal/structure, pasar/komunal, dan SDM. Penguraian solusi secara keseluruhan berdasarkan nilai BOCR maka menghasilkan urutan prioritas 1) Pembinaan/sosialisasi/pendampingan masyarakat menjadi prioritas utama, selanjutnya diikuti oleh 2) inovasi produk, 3) lokasi strategis, 4) kerjasama dengan LKS lainnya, dan yang menempati prioritas terakhir adalah 5) menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi. Sedangkan prioritas strategi yang dianggap dapat meningkatkan pengembangan LKMS di Indonesia terdiri dari 1) mengoptimalkan peran pemerintah dalam pendanaan, 2) melakukan koordinasi dengan PINBUK, dan 3) linkage program LKMS-BMT-BPRS-Bank Umum Syariah. 5.2. Rekomendasi Sementara itu, beberapa saran dan rekomendasi yang dapat diberikan penulis antara lain: 4. Diharapkan adanya komitmen bersama dari pembuat kebijakan dalam menunjang dan mendorong upaya pengembangan industri keuangan syariah khususnya dalam hal ini LKMS. 5. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian penelitian akademik terkait lembaga keuangan mikro syariah. Prioritisasi masalah dan solusi dalam pengembangan LKMS ini layaknya mampu memberi masukan tepat kepada seluruh pihak terkait, masalah apa yang seharusnya lebih dahulu diselesaikan dan solusi mana yang paling tepat. 6. Penelitian selanjutnya dengan pendekatan yang sama (ANP) disarankan agar dapat menambah jumlah responden dari pihak-pihak terkait yang dipandang paham akan masalah LKMS di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Ascarya, 2011,”The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia”review of Indonesian economic and business studies vol.1 LIPI economic research center. Ascarya dan Yumanita, Diana, 2010,”Determinan dan Persistensi Margin Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia” working paper series No.WP/10/04. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. Ascarya, 2005, “Analytic Network Process (ANP) Pendekatan Baru Studi Kualitatif”. Makalah disampaikan pada Seminar Intern Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Trisakti, Jakarta
SMART CONSULTING | 83
Bilqis, Puspitasari. 2005. Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Baitul Maal Wa Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT MUU) Cabang Warung Dinoyo Pasuruan Jawa Timur. Universitas Brawijaya. Ilmi, Makhalul SM. 2002. Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Yogyakarta: UII Press. Mu‟allim, Amir, 2003. “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah”. Jurnal Al-Mawarid Ed X, Tahun 2003. Muhar, 2009. “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro”. Jurnal Inovasi Vol. 6 No. 4 Desember 2009. Nursali, dkk. 2004. Strategi Pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dalam Memberdayakan Potensi Usaha Kecil dan Menengah sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Universitas Brawijaya: Unpublished. Rahman, Abdul. 2007. “Islamic Microfinance: A Missing Component in Islamic Banking”. Kyoto Bulletin of Islamic Area Studies, 1-2 (2007). Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press. Rusydiana, Aam Slamet dan Abrista Devi. 2012. “Aplikasi Metode ANP untuk Mengurai Problem Pengembangan BMT di Indonesia”. Mimeo. Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, Decision Making with the Analitic Network Process. Economic, Political, Social and Technological Applications with Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Springer. RWS Publication, Pittsburgh. Saaty, Thomas L. 2001. Theory and Applications of the Analytic Network Process, Pittsburgh: University of Pittsburgh. Siswanto. 2009, “Strategi Pengembangan Baitull Maal Wattamwil (BMT) Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah”. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Smolo, Edib. 2007, “Microcrediting in Islam: Islamic Micro-financial Institutions”. Paper dipresentasikan pada International Conference on Islamic Banking and Finance, IIUM Malaysia, April 2007. Suharto, Saat. 2010, Outlook BMT 2011. Permodalan BMT Center: Jogjakarta. Susilo, Joko. 2008. “Rumusan Strategi Pengembangan PT. BPRS Amanah Ummah Dengan Pendekatan Analytic Network Process”. Tesis pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wibowo, Hendro. 2006, “Peranan Perbankan Syariah dalam Menggerakkan Sektor Riil.” Paper, presented at National Seminar and Colloquium; “Perkembangan Sistem Keuangan Syariah di Indonesia Kini dan Tantangan Hari Esok”, Bandung Institute of Technology, September 30 (2006). Widiyanto. 2008. “Strengthening Islamic Micro-financing and Micro-enterprises Development Program”. Paper dipresentasikan pada 1st International Workshop on Islamic Economic, Jogjakarta Agustus 2008. SMART CONSULTING | 84
Wijono, Wiloejo W. 2005, “Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan.” Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus, November (2005). Zuhaili, Wahbah, 1999, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah, Jakarta.
SMART CONSULTING | 85
MANUAL ANP
SMART CONSULTING | 86
A. DEFINISI ANP adalah pendekatan kualitatif Non Parametrik dan Non Bayesian untuk proses pengambilan keputusan dengan kerangka kerja umum tanpa membuat asumsi-asumsi. ANP adalah perkembangan dari AHP (Analytical Hierarchy Process) yang sama-sama dibuat oleh Thomas L. Saaty. Dalam AHP, setiap elemen dalam hirarki dianggap independen dengan elemen yang lain. Tapi dalam kenyataannya, ada hubungan interdependen antar elemen dan juga terhadap alternative. Dan ANP tidak membutuhkan independence antar elemen, sehingga ANP dapat menjadi alat yang efektif.
Gambaran umum ANP:
Beberapa fitur ANP: 1. Dapat menggunakan pengaruh feedback. 2. Dapat mengkombinasikan nilai tangible dan intangible 3. Mampu menghasilkan indikator pengaruh positif dan negatif yang yang dapat dibobot dan dibandingkan
SMART CONSULTING | 87
Hubungan antara AHP dan ANP: 1. ANP merupakan pengembangan dari AHP 2. AHP merupakan special case dari ANP 3. AHP unggul dalam simplicity 4. ANP unggul dalam connectivity, komparasi lebih obyektif, prediksi lebih akurat, hasil lebih stabil dan robust
B. METODOLOGI
AHP dan ANP memiliki landasan yang tidak jauh berbeda. Landasan yang digunakan dalam kerangka berpikir ANP dan AHP, yakni: 1. Reciprocal PC (EB,EA) = 1/PC (EA,EB); Jika A = 5 B, maka B = 1/5 A Jika aspek A 5 kali lebih penting dari aspek B dalam mencapai suatu tujuan, maka aspek B 1/5 pentingnya dari A. 2. Homogenitas Elemen-elemen yang dibandingkan sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar. Skala verbal dikonversi menjadi skala numerik 1 sampai ≥ 9.5. 3. Struktur Hierarki (tidak berlaku pada ANP) Penilaian atau prioritas dari elemen-elemen yang tidak tergantung pada elemen-elemen yang lebih rendah. Aksioma ini mengharuskan penerapan struktur yang hierarkis.
Dalam landasan homogenitas, skala verbal dikonversi menjadi skala numerik, sebagai berikut:
Skala Penilaian Verbal
Skala Numerik ≥ 9.5
SMART CONSULTING | 88
Amat sangat besar lebih
9 8
Sangat lebih besar pengaruhnya
7 6
Lebih besar pengaruhnya
5 4
Sedikit lebih besar pengaruhnya
3 2
Sama besar
1
Prinsip dasar dalam AHP / ANP, yakni: 1. Dekomposisi Menstrukturkan masalah yang kompleks menjadi kerangka hierarki atau jaringan cluster, sub-cluster, sus-sub cluster, dan seterusnya. 2. Penilaian komparasi Membangun pembandingan pasangan (pairwise comparison) dari semua kombinasi elemen-elemen dalam cluster dilihat dari cluster induknya untuk mendapatkan prioritas lokal. 3. Komposisi / Sintesis Mengalihkan prioritas lokal dari elemen-elemen dalam cluster dengan prioritas ‘global’ dari elemen induk, yang akan menghasilkan prioritas global seluruh hierarki.
Fungsi utama dari AHP / ANP, yakni: 1. Menstruktur Kompleksitas Menstruktur kompleksitas secara hierarkis ke dalam cluster-cluster yang homogen dari faktor-faktor, untuk memodelkan masalah ke dalam kerangka AHP / ANP. 2. Pengukuran ke dalam skala rasio
SMART CONSULTING | 89
Pengukuran skala rasio diyakini paling akurat dalam mengukur faktorfaktor yang membentuk hierarki. Pengukuran rasio diperlukan untuk mencerminkan proporsi. Dan agar tetap sederhana, digunakan penilaian rasio-rasio dari setiap pasang faktor dalam hierarki untuk mendapatkan (tidak dengan cara langsung memberikan nilai) pengukuran skala rasio. 3. Sintesis Menyatukan semua bagian yang telah diurai dan diukur menjadi satu kesatuan
Konsistensi dalam AHP / ANP: 1. Inkonsistensi Kemungkinan
terjadi
inkonsistensi
dalam
mengukur
preferensi
komparasi pasangan 2. Transitivitas Jika a1 > a2 dan a2 > a3, maka a1 > a3 (> = lebih disukai). Jika a1 = 4a2 dan a1 = 8a3, maka 4a2 = 8a3 3. Konsep Deviasi Karena untuk mencapai konsistensi cukup sulit, maka diperkenalkan konsep deviasi dari konsistensi dalam AHP / ANP. Disarankan bahwa tingkat inkonsitensi preferensi atau pengaruh pembandingan pasangan (pairwise comparison) tidak lebih dari 10%.
C. PERBEDAAN AHP dan ANP
Perbedaan
AHP
ANP
1.
KERANGKA
Hierarki
Hierarki / Jaringan
2.
HUBUNGAN
Dependensi
Dependensi
dan
Feedback 3.
PREDIKSI
4.
KOMPARASI
Kurang akurat Preferensi
Lebih akurat / Pengaruh
SMART CONSULTING | 90
Kepentingan
Lebih Objektif
Lebih Subyektif 5.
HASIL
Matriks, Eigenvector
Supermatriks Lebih Stabil
Kurang Stabil 6.
CAKUPAN
Sempit / Terbatas
Luas / Tidak terbatas AHP
kasuk
khusus
ANP
D. LANGKAH ANP dalam SUPER DECISION
1. Pahami masalah secara detail. Di dalamnya mencakup; objective (tujuan), criteria dan sub-criteria, actors and their objectives (orang yang mengambil keputusan dan tujuannya), dan kemungkinan alternatives (pilihan solusi). Responden
2. Membuat Cluster, Nodes, dan Connection
SMART CONSULTING | 91
Untuk membuat cluster baru, dalam menu utama Super Decision, klik Design lalu pilih Cluster kemudian New. Kemudian akan muncul tampilan sebagai berikut untuk mengisi nama pada cluster.
Isi judul cluster dalam kolom Name. Jika ingin menambah cluster, klik Create Another.
SMART CONSULTING | 92
Setelah selesai, dapat ditambahkan node (criteria dalam cluster). Untuk membuatnya, arahkan cursor ke cluster yang diinginkan. Klik cursor kanan, dan klik Create node in cluster.
Setelah node terbuat dalam cluster, relationship antar cluster maupun node dapat dibuat. Pertama klik ‘Do Connexion’.
Do Connexion
Cluster akan otomatis terhubung juga node di dalamnya terhubung. Arah panah dimulai dari parent node menuju children node. Setelah meng-klik ‘Do Connexion’, kemudian arahkan kursor ke parent node dan klik kiri. Kemudian arahkan kursor ke children node dan klik kanan. Ulangi sampai semua nodes yang diinginkan terhubung. Jika ingin menghapus connection, lakukan hal yang sama. Klik kiri di parent node dan klik kanan di children node.
SMART CONSULTING | 93
Setelah
model
ANP
terbuat,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
mengkonfirmasi model tersebut dengan para responden yang mengerti akan masalah yang sedang dikaji.
3. Survey Dalam mengisi survey, responden harus memilih faktor mana yang lebih penting dan seberapa lebih penting faktor tersebut. Responden harus menjawab dengan konsisten (reciprocal). Agar responden konsisten dalam menjawab, questionnaire dapat dibuat seperti di bawah ini:
4. Pairwise Comparison Setelah questionnaire di atas telah diisi oleh responden, maka langkah selanjutnya
adalah
meng-input
hasil
nya
dalam
ANP.
Untuk
melakukannya, klik Access/Compare, lalu klik Node Comparisons. Kemudian akan muncul window di bawah. Pada line pertama, kita klik di ‘3’. Karena S. H. Resource terletak pada 2 lubang lebih tinggi dari S. Technical. Pada line kedua kita klik ‘3’, karena S. Top Mgt terletak pada 2 lubang lebih tinggi dari S. H. Resource, dan begitu seterunsya.
SMART CONSULTING | 94
Untuk memastikan apakah jawaban sudah konsisten atau belum, klik Computations, lalu Show new priorities. Jika index konsistensi di atas 0.1, berarti data belum konsisten. Super Decision dapat membantu memperbaiki inkonsistensi.
Klik Computations, lalu Most inconsistent. Kemudian akan muncul tampilan seperti di bawah. Klik Show Best Value untuk mengetahui angka yang cocok agar menjadi konsisten. Angka yang di highlight merupakan angka yang tidak konsisten. Super Decision akan memberikan angka yang dianggap konsisten. Anda bisa memasukkan angka yang disarankan atau angka lain. Setelah merubah angka tersebut, tekan Enter, dan highlight akan berpindah ke angka lain yang tidak konsisten. Lakukan hingga inkonsistensi < 0.1.
SMART CONSULTING | 95
Selain
dengan
questionnaire,
data
dapat diinput dengan cara lain. Salah satunya adalah direct data entry. Klik Misc, lalu Direct data entry. Kemudian isilah proporsi untuk masing-masing node. Kemudian uji konsistensinya.
5. Hitung Priorities Setelah selesai melakukan pairwise comparison, langkah selanjutnya memindahkan hasil perhitungan ke Ms. Excel. Klik Computations, lalu Priorities, klik Copy Values. Kemudian paste di Ms. Excel.
6. Hitung Rater of Agreement (W) Rater agreement adalah ukuran yang menunjukan tingkat kesesuaian (persetujuan) para responden terhadap satu masalah dalam satu cluster.
SMART CONSULTING | 96
Setelah menginput priorities semua responden dalam satu Sheet, kemudian blok cells yang sedang ingin dikalkulasi. Lalu pindah ke Sheet lain kemudian klik Paste kemudian Transpose.
Setelah di transpose, kemudian kita urut berdasarkan rangking. Lihat
gambar di bawah.
Kemudian hitung W. U = (T1 + T2 + … + Tp) / p SMART CONSULTING | 97
S = (T1-U)2 + (T2–U)2 + … + (Tp-U)2 MaxS = (n-U)2 + (2n-U)2 + … + (pn-U)2 W = S / MaxS
7. Menghitung Geometric Mean
INVERSE yang jumlahnya (merah / biru) yang lebih sedikit
Setelah menghitung rater agreement (W), maka langkah berikutnya adalah menghitung Geometric Mean (GMean). Angka di sebelah kiri diambil dari hasil questionnaire dalam Super Decision. Gambar di bawah adalah contoh untuk P2.
Kemudian yang jumlahnya lebih sedikit kita inverse. Jika jumlah merah dan biru nya sama, pilih salah satunya. Setelah di inverse kemudian hitung geometric mean nya.
GMk = (R1*R2*…*Rn)1/n
SMART CONSULTING | 98
Hasil dari GMean, kemudian kita beri warna sesuai dengan jumlah yang lebih banyak (merah atau biru). Setelah itu kita input hasilnya ke file baru di Super Decision. Kemudian lihat Priorities nya, dan itulah GMean dari para responden.
8. Membuat Graph Setelah menghitung geometric mean, maka langkah terakhir adalah membuat graph. Sehingga memudahkan peneliti untuk menginterpretasi hasil dari penelitian tersebut.
Hasil di atas adalah priorities tiap responden, GMean total, dan rater of agreement (W).
SMART CONSULTING | 99
Biodata Penulis
Aam Slamet Rusydiana, saat ini adalah Staf Pengajar dan Peneliti pada STEI Tazkia dan konsultan pada Shariah Economic Applied Research and Training (SMART) Consulting. Juga pernah menjadi Asisten Peneliti Bank Indonesia Direktorat PPSK (Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan). Menyelesaikan S1 ekonomi Islam di STEI Tazkia dan sedang proses tahap akhir studi pada PPIE Universitas Indonesia. Berpengalaman membantu riset pada beberapa lembaga riset dan survei, diantaranya: InterCAFE IPB (International Center for Applied Finance and Economics, Institut Pertanian Bogor), dan LSI (Lembaga Survei Indonesia). Penulis dapat dihubungi di email
[email protected] dan nomor ponsel 087770574884.
SMART CONSULTING | 100
SMART CONSULTING | 101
SMART CONSULTING | 102