REFERAT
MEI 2017
AKONDROPLASIA
Nama
: Hendro Dwiky Chaesar Male
No. Stambuk
: N 111 16 042
Pembimbing
: dr. Suldiah, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2017
BAB I PENDAHULUAN
Akondroplasia adalah salah satu bentuk kekerdilan tubuh yang sering dijumpai. Nama lain dari Akondroplasia ini diantaranya adalah Achondroplastic dwarfism,
Chondrodystrophia
fetalis,
Chondrodystrophy
syndrome,
dan
Congenital osteosclerosis. Walaupun akondroplasia secara harafiah berarti “tidak adanya pembentukan kartilago”, masalah yang mendasari keadaan ini bukan pembentukan kartilago, melainkan konversi konversi kartilago menjadi tulang. 1,2
Penyakit ini merupakan kelainan kongenital tulang rawan. Gangguan terutama pada pertumbuhan tulang-tulang panjang, paling sering pada tulang lengan dan tungkai. Penyakit ini merupakan displasia skeleton murni yang diturunkan secara autosomal dominan.
1,2,3
Penyakit ini memberikan gambaran perawakan pendek pada tubuh dan anggota gerak yang tidak proporsional. Pemendekan anggota gerak terutama pada segmen proksimal yang disebut rhizomelia. 1 Ini merupakan suatu bentuk yang cukup umum dari dwarfisme. Sekitar 8590% kasus merupakan mutasi genetik. Akondroplasia pertama kali ditemukan oleh
Parrot
(1878).
Angka
kejadian
kelainan
ini
adalah
1/25.000
kelahiran.1Sumber lain mengatakan bahwa di Amerika Serikat, akondroplasia merupakan penyakit herediter yang paling umum terjadi menyangkut perawakan pendek yang tidak seimbang. seimbang. Kasus ini terjadi 1 dalam 15.000-40.000 kelahiran hidup. 2,3,4,5 Tidak ada hubungan antara ras dengan kasus akondroplasia. Ditemukan lebih banyak penderita akondroplasia pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Akondroplasia dapat dideteksi saat antenatal. Akondroplasia diturunkan secaraautosomal dominan. Jika salah satu orang tua menderita akondroplasia, 50%kemungkinan akan diturunkan kepada anaknya. Jika kedua orang tua memiliki kelainan ini, kemungkinannya akan meningkat 75%.
1,3,4,5,6
Walaupun demikian, kira-kira 80% dari orang dengan akondroplasia memiliki orang tua yang berperawakan sedang atau rata-rata. Hal ini disebabkan oleh mutasi baru dari gen FGFR3. Komplikasi dari akondroplasia mempengaruhi seluruh kelompok usia. Pasien dengan tipe homozigot dari akondroplasia jarang yang mampubertahan hidup karena dapat mengalami masalah serius yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang dan biasanya akan meninggal pada saat lahir atau beberapa lama setelah lahir oleh karena kegagalan napas. 2,4,5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros : tidak ada kartilako dan plasia : pertumbuhan. Secara harifiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/
pertumbuhan kartilago, walaupun sebenarnya individu dengan
Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang. 6
2.2 INSIDEN
Frekuensi adalah 1 kasus setiap 15.000-40.000 kelahiran di seluruh dunia, dengan frekuensi rata-rata 1 dalam 25.000 kelahiran hidup. Frekuensi achondroplasia diperkirakan 1 dalam 6.400 kelahiran hidup di Denmark, dan 1 dalam 10.000 kelahiran hidup di Amerika Latin. Dalam 1986, dilaporkan bahwa frekuensi semua displasia skeletal dalam studi populasi 349.470 kelahiran hidup. Berdasarkan sebuah studi, prevalensi untuk achondroplasia diperkirakan 0.5-1.5 kasus per 10.000 kelahiran (1 dalam 20.000 sampai 1 dalam 6.666 kelahiran) dengan rata-rata mutasi 1.72-5.57 x 10 -5 gamet per generasi 7 Jika salah satu orang tua mempunyai gen akondroplasia, maka anakanya 50%
mempunyai
gen
akondroplasia.
Jika
kedua
orang
tua
menderita
akondroplasia, maka peluang untuk mendapatkan anak normal 25%, anak yang menderita akondroplasia 50% dan 25% anak dengan homozigot akondroplasia (biasanya meninggal). Akondroplasia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dengan frekuensi yang sama. 8
2.3 ETIOLOGI
Akondroplasia termasuk dalam kelompok penyakit osteokondrodisplasia (gangguan pertumbuhan tulang dan kartilago) yang paling sering terjadi, mencakup beragam kelompok penyakit yang ditandai dengan abnormalitas intrinsik dari kartilago atau tulang atau keduanya.
2,4,5,8,9
Keadaan ini memberikan ciri-ciri berikut : 7 1. Transmisi genetik 2. Abnormalitas dalam ukuran dan bentuk dari tulang anggota gerak, vertebra dan atau kranium. Akondroplasia disebabkan oleh mutasi dari gen reseptor faktor 3 pertumbuhan fibroblast (fibroblast growth factor receptor 3/ FGFR3 gene). Gen FGFR3 menyediakan perintah untuk membuat protein yang terlibat dalam perkembangan dan pemeliharaan tulang dan jaringan otak. Protein ini membatasi pembentukan tulang dari kartilago (proses yang disebut osifikasi), terutama pada tulang-tulang panjang. Dua jenis mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggung jawab untuk sekitar 99% kasus akondroplasia. Sisa 1% disebabkan oleh mutasi yang berbeda pada gen yang sama. Para peneliti yakin bahwa mutasi-mutasi ini menyebabkan
protein
menjadi
lebih
overaktif
sehingga
mempengaruhi
perkembangan tulang dan terjadi gangguanpertumbuhan tulang seperti yang terlihat pada penyakit ini.
2,5,7
Kerusakan primer adalah proliferasi kondrosit yang abnormal pada lempeng pertumbuhan tulang yang menyebabkan pemendekan
tulang-tulang
panjang, tetapi ketebalan tulang tetap sesuai/tidak berubah. Bagian yang lain dari tulang panjang ini mungkin tidak dipengaruhi. Manifestasi dari gangguan ini adalah pendeknya anggotagerak (khususnya bagian proksimal), tulang belakang yang normal, pembesaran kepala, saddle nose/jembatan hidung rata, dan lordosis lumbal yang berlebihan. Penyakit ini diturunkan secara genetik. Walaupun demikian, banyak kasus akondroplasia terjadi karena mutasi gen (perubahan gen). 2,4,5
2.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG
Akondroplasia merupakan salah satu dari penyakit kondrodistrofi atau osteokondrodisplasia dimana perkembangan kartilago dan tulang terganggu, mencakup beragam kelompok penyakit yang ditandai dengan abnormalitas intrinsik dari kartilago atau tulang atau keduanya.
5,7,9,11
Tulang-tulang panjang memendek tetapi ukurannya menjadi lebar karena pertumbuhan tambahan tulang tidak dipengaruhi. Tulang tengkorak juga ikut membesar. Kolumna spinalis memiliki panjang yang relatif normal, tetapi menjadi bentuk kifosis karena kelainan dari vertebra dan bentuk tubuh.5, 12 a.
Tulang Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempatuntuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Pembentuk jaringantulang terdiri atas sel-sel tulang (sel osteoprogenitor, osteoblast, osteosit, danosteoklas) dan matriks tulang. Komponen-komponen nonselular utama dari tulangadalah mineralmineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dankristal membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit) yang merupakan matriks nonorganik, yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral inimemadatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga osteoid. Sekitar70% dari osteoid adalah kolagen tipe 1 yang kaku. Materi organik lain yangmenyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat. Secara makroskopik, tulang terdiri atas spongiosa (kanselosa) dan kompak(padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum). Lapis tipisjaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikulitulang kompak. Secara mikroskopik, tulang terdiri atas :
Sistem Havers yaitu saluran Havers (saraf, pembuluh darah, aliran limfe)
Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
Lakuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan – lempengan yangmengandung sel tulang).
Kanalikuli (memancar di antara lakuna dan tempat difusi makanan sampai keosteon). Tulang panjang utamanya memiliki bagian-bagian yang khas
meliputi diafisis,metafisis dan epifisis. Diafisis atau batang merupakan bagian tengah tulang yangberbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang
kortikal
yang
memiliki
kekuatanyang
besar.
Metafisis
merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhirbatang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosayang mengandung sel-sel hematopoetik. Lempeng epifisis merupakan daerahpertumbuhan longitudinal pada anak-anak dan bagian ini akan menghilang padatulang dewasa. Bagian ini langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yangbersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruhtulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum yang mengandung sel-selyang
dapat
berproliferasi
dan
berperan
dalam
proses
pertumbuhan transversal tulangpanjang. 13 Lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan ini memiliki 4 lapisan. Lapisansel yang letaknya paling atas dekat dengan epifisis disebut daerah sel istirahat.Lapisan berikutnya adalah zona proliferasi, dimana pada zona ini terjadi pembelahanaktif sel, dan di sini dimulainya suatu pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktifini didorong ke arah batang tulang ke dalam zona hipertrofi, suatu tempat di manasel-sel membengkak menjadi lemah dan secara metabolik menjadi tidak aktif.13 Di dalam daerah kalsifikasi tambahan inilah sel-sel tulang mulai menjadikeras karena mineral disimpan dalam kolagen dan proteoglikan.
Kerusakan padadaerah proliferasi dapat menyebabkan pertumbuhan terhenti dengan retardasipertumbuhan longitudinal anggota gerak tersebut atau terjadi deformitas progresifbila hanya sebagian dari lempeng tulang yang mengalami kerusakan berat.
13
Pembagian tulang menurut bentuknya adalah: 1) Proses perkembangan tulang a) Ossa longa (tulang panjang) yaitu tulang yang ukuran panjangnya terbesar,contoh: os humerus. b)
Ossa brevia (tulang pendek) yaitu tulang yang ketiga ukurannya (panjang,lebar, dan tebal) kira-kira sama besar, contoh: ossa carpi
c) Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yang ukuran lebarnya terbesar,contoh: os parietal 2) Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os sphenoidale 3) Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contoh: os maxilla. b. Tulang Rawan/Kartilago Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yang disebut kondrosit .Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dengan substansidasar seperti gel (berupa proteoglikans) yang basofilik. Kalsifikasi menyebabkantulang rawan tumbuh menjadi tulang keras. Pertumbuhan tulang rawan berakhirselama periode dewasa.13
Berdasarkan jenis dan jumlah serat di dalam matriks, ada 3 macam tulangrawan: 14
Tulang rawan hialin: matriks mengandung serat kolagen. Kartilago jenis iniyang paling banyak dijumpai
Tulang rawan elastin: serupa dengan tulang rawan hialin tetapi lebih banyakserat elastin yang mengumpul pada dinding lakuna yang mengelilingikondrosit
Fibrokartilago: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur
menyatudengan tulang rawan hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan. Ada dua cara pertumbuhan tulang rawan, yaitu :
13
Appositional growth yaitu pertumbuhan tulang rawan dari luar. Selpembentuk kartilago di dalam perikondrium menyekresi matriks baru kepermukaan luar kartilago yang sudah ada. Interstisial growth yaitu pertumbuhan dari dalam. Kondrosit yang
berikatandengan lakuna di dalam kartilago membelah dan menyekresi matriks baru danmemperluas kartilago dari dalam.
2.5 PATOFISIOLOGI
Pertumbuhan tulang yang normal tergantung pada produksi kartilago (suatujaringan
penyambung
tipe
pembentukan
tulang).Kalsium
fibrosa
yang
didepositkan
bertindak dalam
sebagai
dasar
kartilago,
akan
menyebabkannya menjadi keras danberubah menjadi tulang. Pada akondroplasia, kelainan dari proses ini menghalangitulang-tulang (utamanya tulang pada anggota gerak) untuk dapat bertumbuh panjangsebagaimana yang seharusnya, tetapi pada saat yang sama justru tulang menebalsecara abnormal. Tulang-tulang pada trunkus dan kranium kebanyakan tidakdipengaruhi, walaupun foramen magnum sering menyempit dibandingkan denganyang normal, dan kanalis spinalis mengecil.
6,14
Akondroplasia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi padagen
FGFR3
yang
lempengpertumbuhannya.
menghambat FGFR3
pertumbuhan
mengkode
suatu
kartilago
protein
yang
pada disebut
Fibroblast GrowthFactor Receptor 3. Protein ini merupakan tempat bekerjanya faktor pertumbuhanutama yang bertanggung jawab terhadap proses pemanjangan tulang. Ketika faktorpertumbuhan ini tidak dapat bekerja dengan baik karena hilangnya
reseptor
tersebut,pertumbuhan
tulang
pada
kartilago
lempeng
pertumbuhan akan mengalamiperlambatan. Hal ini mengakibatkan pemendekan tulang, bentuk tulang yangabnormal dan perawakan pendek.
2,5,6
2.6. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinik Akondroplasia dapat didiagnosis berdasarkan karakteristik klinis dangambaran radiologi. Pada bayi, dimana diagnosis mungkin sulit dilakukan, dan padaseseorang dengan gejala yang tidak khas, tes molekul genetik dapat digunakan untukmendeteksi mutasi dari gen FGFR3 (lokus 4p16.3). 2,4 Diagnosis akondroplasia ditegakkan berdasarkan gejala klinik yaituperawakan tubuh dan anggota gerak yang pendek, tidak proporsional, disertai kepalayang besar (brakisefal) dengan penonjolan frontal, penonjolan tulang mandibula danhidung pesek.
1
Gibbus pada daerah lumbal merupakan tanda umum akondroplasia dan akan menghilang pada tahun pertama. Selanjutnya punggung akan menjadi lurus danberganti dengan lordosis lumbal. Pada kasus ini ditemukan adanya lordosis setinggivertebra torakal 12 sampai lumbal 5.1 Batang tubuh dan tungkai pendek. Tungkai bengkok dan segmen tungkaiproksimal
lebih
pendek
(rhizomelia).
Diameter
kranium
biasanya lebih besar daripadapersentil ke-97 dengan penonjolan dahi (frontal
bossing),
bagian
tengah
wajah
seringmengecil,
nostril
menyempit dan jembatan hidung rata (saddle nose). Biasanya adabrakidaktili dan menyerupai trident. Siku mungkin terbatas dalam ekstensi danpronasi. 3 Ciri-ciri dari akondroplasia selalu nyata saat lahir. Kebanyakan dari individuyang menderita kelainan ini memiliki intelegensi yang normal. Pada
bayi,
hipotoniringan
sampai
sedang,
dan
kemampuan
perkembangan motorik sering terlambat. Bayikesulitan menegakkan kepalanya karena hipotonia dan besarnya ukuran kepala. 1,4 Masalah respirasi dapat terjadi pada anak dan bayi. Obstruksi dari jalan napasdapat berasal dari pusat pernapasan karena kompresi dari
foramen magnum atau yangberasal dari obstruksi karena penyempitan rongga hidung. Gejala dari obstruksi jalannapas termasuk stridor dan apnu saat tidur. Individu yang mengalami hal ini seringtidur dengan posisi
hiperekstensi
leher.
Dwarfisme
dengan
akondroplasia
merupakansebab primer dari pemendekan anggota gerak. tungkai biasanya lurus pada bayi,tetapi lutut menjadi bentuk valgus saat anakanak mulai berjalan. Pada anak yangsudah mampu berjalan, lutut berubah menjadi bentuk varus. Jari tangan dan kakimemendek. 4 Infeksi telinga bagian tengah sering terjadi pada bayi dan anak karenakecilnya ukuran dari saluran hidung dan karena disfungsi pada tuba eustachius.Infeksi telinga yang menetap dapat menyebabkan penurunan pendengaran.Mandibula juga dapat membesar. Hal ini mengakibatkan gigi berdesak-desakan.3,4
2.7 MANIFESTASI KLINIK AKONDROPLASIA
Manifestasi klinik dari akondroplasia dapat dirangkum sebagai berikut : 3,4,14
a) Pemendekan anggota gerak (terutam`a lengan dan tungkai bagian proksimal)atau rhizomelia yang dapat dikenali pada saat lahir b) Pembesaran kepala dengan penonjolan dahi (frontal bossing) c) Hipoplasi bagian tengah wajah/bentuk wajah kurang berkembang, saddlenose (jembatan hidung menjadi rata/hidung berbentuk seperti pelana) d) Tangan berbentuk trident, dimana antara jari tengah dan jari manis terdapatjarak sehingga tangan seperti garpu bersusuk tiga e) Pembatasan
ekstensi
siku,
tetapi
tidak
mempengaruhi
penderita
akondroplasiauntuk dapat beraktivitas secara normal f) Gibus di regio torakolumbal pada bayi. Tulang belakang membengkok denganpenonjolan bokong pada anak dan orang dewasa, waddling gait. g)
Genu varum
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Gambaran Radiologi Gambaran radiologik menunjang diagnosis yaitu ditemukannya basis kranium yang kecil, kepala relatif lebih lebar dari wajah dengan penonjolan frontal danhipoplasia mandibula, pemendekan tulang-tulang panjang dan pelvis yang sempit. Riwayat adanya akondroplasia dalam keluarga semakin memperkuat diagnosis ini.
4
a) Foto Polos X-Ray -
Vertebra
Roentgenogram menampakkan diameter anteroposterior dari korpus vertebrapendek, tetapi tinggi dari tulang vertebra tidak berkurang secara signifikan. Padaregio torakolumbal (vertebra torakalis bawah atau vertebra lumbalis atas), satu ataudua dari korpus vertebra dapat tampak seperti baji anterior atau menonjol sepertimoncong peluru (bullet-nosed). Korpus vertebra torakolumbal mungkin mirip sepertiyang ditemukan pada sindrom Hurler. Lekuk-lekuk dari bagian posterior tulangvertebra dapat terlihat, utamanya vertebra lumbalis.
Kanalis spinalis pada daerah lumbal meruncing ke arah kaudal sehingga jarak interpedinkulus berkurang dari L1 sampai L5 (pedikel tampak pendek), berlawanandengan pelebaran kaudal pada normalnya. Ini merupakan tanda yang membedakan akondroplasia, walaupun tidak tampak pada bayi baru lahir. Ruang diskus bertambahkarena pada penampakan lateral akan menunjukkan pengecilan dari kanalis spinalis.Gejala yang berat dari protrusi diskus intervertebralis kemungkinan besar akanberkembang pada masa mendatang. Stenosis spinalis pada regio lumbosakralmerupakan faktor predisposisi yang penting dan dapat dikonfirmasi denganpemeriksaan radikulografi, CT atau MRI. -
3,6
Pelvis Pelvis menjadi pendek, kecil dan diameternya berkurang. Sayap
iliakamenjadi lebih lebar dan sedikit memberikan gambaran batu nisan (tombstoneappereance). Asetabulum letak posterior dan atap asetebulum menjadi horizontal. L5letak lebih dalam dan kemiringan pelvis berlebihan menyebabkan penonjolan darigluteus dan bentuk punggung lordosis. Lekukan sakroiskiadika yang sempit dan dalam (champagne glass appereance).3,6
b) Tulang-tulang Panjang Tulang
panjang,
panjangnya
berkurang,
terutama
pada
segmen
tungkaiproksimal, tampak agak lebar dan pendek gemuk. Pemendekan paling besar padafalang. Tubulus tulang memendek, tampak melebar dan memiliki insersi otot yangjelas. Humerus dan femur lebih dipengaruhi dibandingkan dengan tulang-tulang distal(rhizomelia). Fibula memanjang dan membengkok. Celah sendi mengalami pelebaranke arah proksimal epifisis dan metafisis dan dapat tampak berbentuk V (tandasirkumfleksi). Keterlambatan proses osifikasi dan pengurangan diameteranteroposterior menyebabkan ujung tulang femur, misalnya pada bayi menampakkandensitas radiolusen. Defek yang terjadi pada anak yang lebih tua berada di epifisisdari tuberkulum tibia karena kelebihan kartilago yang tidak terkalsifikasi pada usiaini. 3,6
c. Perubahan Tulang Tengkorak Perubahan-perubahan ini penting untuk diagnosis dari akondroplasia. Tulangkalvaria (atap tengkorak) relatif membesar dibandingkan dengan wajah disertaidengan penonjolan frontal dan hipoplasia maksila, tetapi basis krani memendek. Selatursika dapat mengecil. Foramen magnum mengecil dan berbentuk corong (funnel-shapped) yang tidak teratur.
3,6
D . Dada Diameter anteroposterior dada berkurang disertai pemendekan iga anterior.Gambaran
radiologis
akondroplasia
serupa
dengan
pseudoakondroplasia, tapi padapseudoakondroplasia kelainannya di epifisis, sedangkan akondroplasia terletak dimetafisis. Dengan foto lateral tulang belakang pada pseudoakondroplasia terlihatpenonjolan di pusat vertebra yang berasal dari permukaan depan, sedang padaakondroplasia kelainan pada arkus bagian belakang. 3,6 Tulang-tulang iga menjadi pendek, ujung anterior costa melebar, sternumpendek dan lebar/besar. Skapula memiliki bentuk ganjil/aneh, di
mana skapula akankehilangan sudutnya yang tajam. Fossa glenoid kecil dalam hubungannya dengankaput humerus. 3,6
E. Tangan dan Kaki Tubulus tulang dari tangan dan kaki terlihat pendek dan melebar, tetapi tulang-tulang karpal dan tarsal sedikit dipengaruhi. Pemendekan paling besar padafalang. Tangan berbentuk trident sering ditemukan, di mana semua jari hampirmemiliki panjang yang sama, berpasangan ditambah dengan ibu jari dan menjauhsatu dengan yang lain. 3,6
2. CT-Scan CT-Scan
menunjukkan
bahwa
anak-anak
dengan
akondroplasia
memilikibeberapa derajat penekanan foramen magnum. Sekitar 96% anak-
anak, foramenmagnum kurang dari 3 standar deviasi. CT-Scan dan atau MRI dapat menggambarkanperubahan ini.
4
Kanalis spinalis yang kecil terjadi pada servikal sejak lahir, tetapi gejala daristenosis kanalis servikalis secara umum tidak timbul sampai usia pertengahan ataulebih. Pencitraan preoperatif dengan CT, CT mielografi dan atau MRI penting untuksuatu operasi.
4
Sensitivitas CT mielografi lebih besar daripada mielografi konvensional. CTmenggambarkan tulang lebih mendetail daripada MRI. MRI memiliki keuntunganbebas dari radiasi, tetapi banyak klinikus yang menganggap bahwa derajat stenosisbiasanya paling baik dilihat dengan menggunakan mielografi.
4
Fossa posterior dari otak dan sumsum tulang lebih baik terlihat pada MRIdaripada CT. Edema sumsum tulang dan perubahan-perubahan yang menyertaimyelomalacia biasanya tidak dapat dilihat dengan CT. CT-Scan juga hanyamemberikan kelainan yang menyertai secara tidak langsung, seperti syringomyelia,sedangkan MRI menunjukkan karakteristik secara langsung dan lebih jelas. 4 3. MRI Pada
kanalis
spinalis,
kelainan
yang
menyertai
akondroplasia
sepertisyringomyelia dan perubahan myelomalacia dapat dicitrakan dengan baik oleh MRI.Pada syringomyelia, MRI akan memperlihatkan cairan sentral yang mengisikavitas.4,16 Pada stenosis spinalis, MRI juga dapat mendemonstrasikan protrusi diskusintervertebralis dan osteofit yang menyebabkan penekanan tulang belakang sertahidrosefalus. MRI merupakan teknik nonivasif yang ideal untuk anak-anak
karenatidak
menggunakan
radiasi
ionisasi.
MRI
memiliki
keuntungan lebih daripada CT-scan untuk menampilkan secara mendetail mengenai sumsum tulang bagian fossakranialis posterior. Pemeriksaan
klinis
dan
MRI
yang
lebih
4
dini
perlu
dilakukan
untukmenentukan apakah bayi dengan akondroplasia mengalami kompresi medula bagianservikal. Dengan diagnosis yang lebih cepat, dekompresi sedang
pun dapat ditanganidengan baik untuk menghindari komplikasi serius yang sering menyertai kompresiini, termasuk kematian mendadak.
4
CT menggambarkan secara mendetail tentang tulang dan tingkatan stenosisspinalis lebih baik dibandingkan dengan MRI. 4
4. Ultrasonografi Ultrasonografi dapat dilakukan pada pemeriksaan antenatal terhadap wanitayang memiliki risiko akondroplasia. Ultrasonografi merupakan suatu modalitas yangnoninvasif dan baik untuk menilai keadaan ventrikel pada bayi sebelum fontanelamenutup. USG mungkin dapat ditambah dengan CT dan atau MRI kepala untukmemonitor kompresi dari foramen magnum.
4
2.9 PENANGANAN
Salah satu komplikasi dari akondroplasia adalah hidrosefalus yang biasanya diakibatkan dari obstruksi foramen magnum dan karena sindrom kompresi medulaspinalis segmen lumbalis dan akar saraf, maloklusi gigi, gangguan pendengarankarena otitis media berulang dan strabismus (akibat dismorfisme kraniofasial). Pembengkokan kaki dan kifosis menetap dapat juga memerlukan perhatian. Disamping pengenalan segera dan pengobatan yang tepat, manajemen masalah psikologis pada masa kanak-kanak harus diperhatikan. Terapi segera dan tepatterutama diperlukan pada setiap episode otitis media akut. Hidrosefalus tidak
lazim tetapi harus dikenali seawal mungkin. Ada beberapa sumber mengatakan bahwa fisioterapi dan penahan selama masa anak-anak dan dapat memperbaiki komplikasi kifosis infantil yang lama atau lordosis berat yang dapat memperjelek stenosis lumbalis pada umur dewasa. Osteotomi dapat terindikasi tepat sebelum atau selamaremaja untuk mengoreksi pembengkokan kaki progresif berat. 3
3.0 PROGNOSIS
Harapan hidup pada akondroplasia adalah normal, kecuali untuk penderita dengan hidrosefalus atau dengan komplikasi berat kompresimedula spinalis servikalis atau lumbalis. Rata-rata tinggi orang dewasa padaakondroplasia sekitar 131,5 cm pada pria dan 125cm pada wanita.
3
Bayi yang homozigot pada akondroplasia jarang yang bertahan hidup lebihdari beberapa bulan. Akondroplasia yang bersifat homozigotik disebabkan olehadanya 2 alel yang mutan pada nukleotida 1138 dari gen FGFR3, merupakan penyakit yang serius sehubungan dengan perubahan-perubahan radiologi yang secara kualitatif berbeda dari kebanyakan kasus akondroplasia. Kematian dini terjadi karena insufisiensi pernapasan yang berhubungan dengan kecilnya kavum toraks dan defisit neurologis karena stenosis medula spinalis daerah servikal. Kematian karena penyakit jantung yang terjadi pada umur 25-35 tahun, sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan kematian pada populasi umum.
4
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartiono, V dan Satriono, R. Sub.Bagian Endokrinologi BIKA FK –
Unhas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Akondroplasia. [online]. Available
from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_Akonroplasia.pdf/15_Akonropla sia.html [diunduh pada tanggal 16/05/2017] 2.
Best, M.A, MD, MPH, MBA, FCAP,FASCP.Achondroplasia.[online]. Availablefrom:http://www.accessdna.com/condition/Achondroplasia/15?g clid=
COXav5fRiqACFdRR6wodJ2bFcA
URL
:
www.freemedicaljournals.com 3. Hall, B.D. Akondroplasia. Gangguan Tulang dan Sendi. In: Nelson Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics) Edisi 15 Vol.3. Nelson, MD et.al. Trans: Wahab, Prof.DR.dr.SpA. EGC. Jakarta. 2000; 2397-2398 4. Khan,
A.N.
MBBS,
FRCS,
FRCP,
FRCR.
Achondroplasia.
[online].Available from : http://emedicine.medscape.com/article/415494overview 5. Favus, M.J and Vokes, T.J. Achondroplasia. Paget Disease and Other Dysplasias of The Bone. In : Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15thEd. Braunwald et.al. Mc.Graw Hill. India. 2003; 2244 6. Renton, P and Green, R. Achondroplasia. Congenital Skelet al Anomalies : Skeletal Dysplasias, Chromosomal Disorders. In : Textbook of Radiology and Imaging. Volume II. 7thEdition. Sutton D. (Editor). Elsevier ChurchillLivingstone. Philadelphia. 2003; 1062, 1138-1141 7. Defendi L, Journal Genetics of achondroplasia, 2016 8. Riani
s,
Moeh
H
and
Budianto
AK.Genetic
Disease
Patterns
Akondroplasia Distribution In The Realm Of Population.2011 9. Reiter, E.O and Rosenfeld, R.G. Achondroplasia. Normal and Aberrant Growth. In : Williams Textbook of Endocrinology. 10 th Ed. Larsen, et.al.Saunders. Philadelphia. 2003; 1034-1035
10. Murray, J.R.D, Holmes, E.J, Misra, R.R. Dysplasia:Developmental Disorders. In: A-Z of Musculoskeletal and Trauma Radiology. Misra, R.R. Cambridge University Press. Cambridge. 2008; 55 11. Bracchman. Skeletal Dysplasias. Scoliosis and Kyphosis. In: Campbell’s Operative Orthopaedics. Vol2. 10th Ed. Canale, S.T. Mosby. Toronto. 2003;1931-1933 12. Helms,
C.A.
Achondroplasia.
Miscellaneous
Bone
Lesions.
In:
Fundamental of Diagnostic In Radiology. 2 nd Ed. Brant, W.E, Helms, C.A. Lippincott Williams and Wilkins. Virginia. 2007; 1183-1185 13. Carter, M.A. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. Gangguan Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat. In: Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Penyakit. Vol.2. Ed.6. Price, S.A, Wilson, L.M. Trans: Pendit,dkk. EGC. Jakarta. 2006; 1357-1363 14. DeWitt,
R.C,
MD.
Achondroplasia.
[online].
Available
from:http://healthtools.aarp.org/galecontent/achondroplasia-2/3 URL:www.freemedicaljournals.com 15. Anonym.
Achondroplasia.
[online].
Available
from:
http://www.lifescript.com/Health/A-Z/Conditions_AZ/Conditions/A/Achondroplasia.aspx? gclid=CPrZ6JzPiqACFclA6wodQHCsdA&trans=1&du=1&ef_id=1350:3 :s_09ca01afe9b7cdae46cf140e563f6a96_2630480431:S4TrldBbriUAAHa mMm4AAABA:20100224090421 URL :www.freemedicaljournals.com 16. Eastman, G.W, MD. Generalized Bone Diseases. Disease of The Bone. In: Getting Started in Clinical Radiology, From Image to Diagnosis. Eastman, G.W, Wald, C, Crossin, J, MD. Thieme. Germany. 2006; 135137