Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
ISBN 978-602-70083-4-2
Ma M ater i al F low low C ost A ccount unti ng sebagai Upaya Efisiensi Biaya Produksi Pabrik Tahu Sungkono 1
Ahmad Maulana Syarif , Novita
2
1
(Universitas Trilogi, Indonesia) Universitas Trilogi, Indonesia)
2
ABSTRACT: Business activities that lead to industry, particularly in manufacturing, became one of the important highlights that cause negative impacts for environment. One of them contained in processing and using of raw materials and energy in production process. process. No exception for Sungkono’s t ofu ofu factory which is main products is tofu. The efforts are tracing the physical and monetary flow regarding raw materials and energy used from each production process and conduct strategy management of raw materials and energy flow to provide benefits for factory in terms of economy and environment. The concept can be used is Material Flow Cost Accounting (MFCA), one of Environmental Environmental Management Accounting (EMA) tools was focused providing transparent information about the flow of raw materials and energy into positive output (final product) and negative output (waste/material (waste/material losses) that occur in any production process. process. The purpose of this research research is to analyze whether in any production process process of tofu has the resulting material losses, losses, so that give transparent information information about efficiency efficiency of using of raw materials and energy in production process. The method that used are observation, interview, and documentation. Based on the analysis explained that Sungkono’s tofu factory still have material losses that occur in production process was 15.01% from raw materials and energy was wasted. The results of this research provide a recommendations for factory in taking decisions related improvements to the production process and reduce material losses incurred as an efficiency of production costs and and minimize the negative negative impacts impacts to environment. environment. KEYWORDS – environment, raw materials and energy, Material Flow Cost Accounting, material
losses, improvements, production costs
1. PENDAHULUAN Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sektor usaha yang memberikan kontribusi signifikan dalam aktivitas ekonomi di Indonesia. Sesuai data dari Kementerian Koperasi & UKM tahun 2013 bahwa pelaku usaha di Indonesia masih didominasi oleh UMKM yakni sebesar 99,99% dari total unit usaha atau sebesar 57.895.721 unit usaha yang terdiri dari 57.189.393 unit usaha mikro, 654.222 unit usaha kecil dan 52.106 unit usaha menengah. Dalam menjalankan kegiatan kegiatan usaha, baik pelaku usaha berskala besar maupun UMKM tanpa disadari menghasilkan limbah produksi yang berdampak negatif bagi lingkungan. Dampak negatif terhadap lingkungan tersebut tidak hanya terjadi pada akhir proses produksi, namun dapat juga bermula dari pengolahan bahan baku dan energi yang digunakan. Upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah melalui kementerian, dinas terkait, maupun pemerhati lingkungan baik lembaga maupun individu
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
agaknya belum menghasilkan sesuatu yang sangat signifikan untuk mengurangi laju dampak negatif terhadap lingkungan. Dalam melakukan proses produksinya, pelaku usaha sering kali mengabaikan setiap tahapan dari proses produksi sehingga tanpa disadari terjadi ketidakefisienan dan material loss (kerugian material) seperti terbuangnya bahan baku pada saat proses input dan dan pemborosan energi yang menjadi limbah perusahaan. Hal tersebut dikarenakan mereka menganggap aktivitas yang terjadi ini bukan merupakan biaya yang signifikan dan mempengaruhi biaya atas produk yang dihasilkan. Pada kenyataannya ketidakefisienan ini membuat perusahaan menanggung biaya-biaya yang seharusnya tidak mereka keluarkan dan membebankannya ke dalam biaya atas produk yang dihasilkan sehingga dapat menurunkan income yang seharusnya mereka dapatkan. Indonesia memiliki beragam pelaku usaha yang tergolong dalam sektor UMKM, salah satunya adalah industri tahu. Saat ini industri tahu ti dak hanya berbentuk industri rumah tangga (home (home industry) industry) yang dilakukan oleh perorangan, namun sudah berkembang menjadi besar sehingga menjadi perusahaan yang cukup terkenal di Indonesia. Keberadaan Keberadaan industri ini secara ekonomi cukup menguntungkan khususnya bagi pengrajin dan pedagang tahu. Demikian pula ditinjau dari segi gizi masyarakat, industri tahu turut menunjang ketersediaan pangan nabati yang dibutuhkan untuk kesehatan masyarakat. Di sisi lain pencemaran pun dapat terjadi karena pembuangan limbah dari industri tahu tersebut yang belum mempunyai unit pemanfaatan dan pengolahan lebih lanjut. Pemanfaatan dan pengolahan lebih lanjut limbah tersebut melibatkan tiga unsur yang dikenal dengan 3R yaitu reuse, reduce, dan recycle serta berpotensi meningkatkan meningkatkan profitabilitas perusahaan. perusahaan. Menurut Haryanto (2010) dalam Chairunnisa (2016) perusahaan memerlukan sistem akuntansi lingkungan sebagai kontrol terhadap tanggung jawab perusahaan sebab pengelolaan limbah yang dilakukan oleh perusahaan memerlukan pengukuran, penilaian, pengungkapan dan pelaporan biaya pengelolaan limbah dari hasil kegiatan operasional perusahaan. perusahaan. Sistem Environmental Environmental Management Accounting merupakan sistem yang dibutuhkan perusahaan dalam mengatasi hal tersebut.
Dalam
sistem
Environmental
Management
Accounting ,
perusahaan
harus
mempertimbangkan masalah yang berfokus pada kurang efisiennya proses produksi serta menggambarkan input dan output penggunaan output penggunaan bahan baku baku dan energi dalam satuan fisik dan moneter sehingga memberikan pandangan pada perusahaan akan material loss yang terjadi pada arus bahan baku dan penggunaan penggunaan energi energi dalam produk. produk. Salah satu metode Environmental Environmental Management Accounting yang dapat digunakan adalah Material Flow Cost Accounting (MFCA). MFCA adalah alat manajemen yang dirancang untuk mendukung pengelolaan lingkungan yang lebih baik, meningkatkan daya saing perusahaan dan mengembangkan teknik manufaktur yang lebih canggih. MFCA adalah alat manajemen yang mengukur generasi limbah atau emisi dari setiap proses dan mengevaluasi mereka dalam hal cost reduction (Furukawa, 2008). 2008). MFCA lebih berfokus pada “cost “ cost reduction” reduction” terhadap limbah perusahaan
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
dalam upaya mencapai efisiensi penggunaan sumber daya dan efisiensi biaya produksi. MFCA membuat material loss terlihat, dengan cara mengidentifikasi generasi limbah dan emisi bahan baku, baik secara fisik maupun moneter dan dikonversikan ke dalam produk serta biaya limbah atau biaya produk negatif. MFCA mengintegrasikan aliran bahan, biaya, dan informasi lain dalam proses produksi. Informasi yang terintegrasi ini berguna ketika sebuah perusahaan meminta langkah-langkah pemotongan biaya lintas fungsional yang membutuhkan koordinasi antar divisi atau bagian perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah dalam setiap proses produksi tahu pabrik bapak Sungkono memiliki kerugian material yang dihasilkan melalui perancangan dan penerapan Material Flow Cost Accounting , sehingga memperoleh informasi mengenai efektivitas dan efisiensi penggunaan bahan baku dan energi dalam proses produksi tahu. Dengan demikian penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi pabrik tahu Sungkono dan membantu setiap pelaku usaha untuk menggunakan bahan baku dan energi secara optimal sehingga tidak terjadi kerugian material dan mampu mengurangi biaya produksi serta meminimalisir dampak negatif bagi lingkungan.
2. TINJAUAN LITERATUR 2.1 Definisi Material Flow Cost Accounting Material Flow Cost Accounting (MFCA) adalah alat manajemen yang dirancang untuk mendukung pengelolaan lingkungan yang lebih baik, meningkatkan daya saing perusahaan, dan mengembangkan teknik manufaktur yang lebih canggih. MFCA mengukur limbah atau emisi dari setiap proses dan mengevaluasi mereka dalam hal pengurangan biaya. MFCA akan menjadi alat yang mampu memecahkan masalah terkait dengan biaya limbah industri dalam hal usaha pemotongan biaya produksi (Furukawa, 2008). MFCA membuat kerugian material yang terlihat dengan mengidentifikasi limbah dan hilangnya bahan, baik secara moneter dan fisik maupun hasil konversi mereka ke dalam biaya produk positif dan biaya produk negatif (emisi). Menerapkan MFCA ke jalur produksi memberikan gambaran yang jelas tentang masalah di pabrik. Perusahaan dapat mengurangi limbah dan meningkatkan produktivitas material. Dengan demikian, MFCA adalah alat manajemen yang mendukung hubungan antara lingkungan dan ekonomi. Dalam MFCA, penekanan utama diletakkan pada transportasi aliran material dan biaya yang berkaitan. Dengan demikian, MFCA diciptakan untuk mengusulkan langkah-langkah yang terhubung dengan bahan baku dan penghematan biaya yang signifikan (Hyrslova et al., 2011). Metode ini awalnya dikembangkan di Negara Jerman dan telah dikembangkan lebih lanjut oleh Negara Jepang. Dimasukkannya MFCA ke Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) adalah sebuah inisiatif dari Jepang yang bernama ISO 14051 dan diterbitkan pada tahun 2011.
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
2.2 Fungsi dan Prinsip Material Flow Cost Accounting MFCA berfungsi sebagai alat yang membantu perusahaan menggambarkan secara jelas aliran material bersamaan dengan penyajian alokasi biaya. Hasil dari MFCA diharapkan dapat membantu organisasi membuat keputusan dalam upaya optimalisasi proses produksi. Asian Productivity Organization (APO) telah membagi prinsip MFCA menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut. a) Memahami aliran material dan penggunaan energi Semua aliran material bahan baku dan penggunaan energi untuk setiap pusat kuantitas harus ditelusuri untuk memahami cara bahan baku digunakan dan diubah sepanjang proses manufaktur. b) Menghubungkan data informasi fisik dan moneter Melalui MFCA, proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan bisa dihubungkan dengan informasi keuangan melalui model aliran material. MFCA memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai alokasi biaya material dan penggunaan energi. Hasil dai MFCA bisa digunakan dalam meningkatkan proses pengambilan keputusan. c) Memastikan akurasi, kelengkapan, dan komparabilitas data fisik MFCA mensyaratkan semua data input dan output bisa diidentifikasi dan diukur. Disarankan semua data menggunakan data yang akurat dan lengkap. Hal itu sangat penting untuk mengidentifikasi penyebab dan sumber dari setiap kesenjangan antara input dan output material. d) Memperkirakan dan menentukan biaya kerugian material Biaya riil harus ditetapkan untuk semua kerugian material dan produk. Ketika informasi yang tepat tidak tersedia, alokasi biaya harus seakurat dan sepraktis mungkin. Dalam MFCA, informasi tentang biaya yang dikaitkan dengan kerugian material merupakan salah satu insentif utama untuk perbaikan proses. 2.3 Unsur-Unsur dalam Material Flow Cost Accounting Asian Productivity Organization (APO) tahun 2014 dalam Manual on Material Flow Cost Accounting: ISO 14051 telah membagi MFCA menjadi tiga unsur utama, yakni sebagai berikut. a) Material Material merupakan unsur utama dan penting dalam MFCA karena merupakan objek yang menjadi fokus utama dalam penerapan MFCA. Material mengacu pada seluruh input bahan baku material yang digunakan untuk memproduksi suatu produk. Setiap bahan baku material yang tidak bisa diubah menjadi produk atau bagian dari produk akan
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
dianggap sebagai kerugian material. Dalam beberapa proses, kerugian waste dan sumber daya terjadi dalam tahap yang berbeda-beda, yaitu meliputi: a.
Kerugian material yang muncul selama proses produksi berlangsung ataupun adanya produk cacat.
b. Bahan baku yang tersisa pada peralatan produksi. c.
Bahan baku auxiliary, seperti pelarut, deterjen, dan air.
d. Bahan baku yang sama sekali tidak terpakai karena berbagai alasan. b) Arus Material ( Flow) Unsur utama yang kedua dalam MFCA adalah arus material. MFCA menelusuri seluruh input bahan material yang mengalir melalui proses produksi dan hasil produksi yang diubah menjadi produk serta kerugian material (emisi) dalam satuan fisik. Maka dari itu dalam penerapan MFCA, dibutuhkan informasi tentang arus material dalam proses produksi baik dalam bentuk fisik maupun moneter. c) Akuntansi Biaya (Cost Accounting ) Unsur utama yang terakhir dalam MFCA adalah akuntansi biaya. Setelah material yang mengalir dalam arus material dihitung dalam satuan fisik misalnya massa dan volume, alokasi biaya akan dilakukan untuk memberikan gambaran tentang perhitungan secara moneter yaitu dalam satuan rupiah mengenai input bahan baku material yang diubah menjadi produk dan kerugian material yang dihasilkan. 2.4 Perbedaan antara MFCA dan Conventional Cost Accounting MFCA mewakili cara yang berbeda dengan akuntansi biaya lainnya. Dalam conventional cost accounting , informasi data digunakan untuk menentukan apakah biaya yang dikeluarkan bisa dipulihkan dari penjualan. Tidak perlu menentukan apakah material diubah menjadi produk atau dibuang sebagai limbah. Dalam akuntansi biaya konvensional, biaya untuk menghasilkan “kerugian material” dimasukkan sebagai bagian dari total biaya produksi. Di sisi lain pada penjelasan sebelumnya, MFCA berfokus pada identifikasi dan membedakan antara biaya yang berkaitan dengan “produk” dan “kerugian material”. Dengan cara ini, kerugian material dievaluasi sebagi kerugian ekonomi yang mendorong manajemen mencari cara untuk mengurangi kerugian material dan meningkatkan efisiensi usaha (APO, 2014). Dalam MFCA, biaya produksi akan dipisahkan antara biaya produk dan biaya kerugian material. Berbeda dengan akuntansi biaya konvensional, yang menggabungkan biaya produk dengan biaya kerugian material menjadi satu kesatuan, sehingga tidak terdapat informasi mengenai alokasi biaya produksi yang sesungguhnya. Tabel 2.1 akan menjelaskan perbedaan penyajian informasi tentang alokasi biaya produksi dalam MFCA dan akuntansi biaya konvensional (satuan: USD). 2.5 Langkah-Langkah Implementasi Material Flow Cost Accounting
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
Asian Productivity Organization (APO) dalam Manual on Material Flow Cost Accounting: ISO 14051 (2014), telah memfasilitasi lima langkah implementasi MFCA yaitu sebagai berikut. Langkah 1: Engaging Management and Determining Roles and Responsibilities Proyek yang sukses biasanya diawali dari dukungan manajemen perusahaan, tidak terkecuali dalam MFCA. Apabila manajemen perusahaan mengerti manfaat dari MFCA dan kegunaannya dalam mencapai target lingkungan dan keuangan organisasi, akan memudahkan komitmen dari seluruh bagian organisasi. Secara umum, manajemen harus terlibat dalam semua tahap pelaksanaan MFCA dan dianjurkan agar proyek MFCA dimulai dari dukungan agresif manajemen dan diikuti bottom-up approach on-site. Selain itu, keberhasilan pelaksanaan MFCA membutuhkan kolaborasi di antara departemen yang berbeda dalam perusahaan. Kolaborasi dibutuhkan karena berbagai sumber informasi diperlukan untuk menyelesaikan analisis MFCA. Berikut ini contoh khas keahlian yang diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan MFCA. 1. Keahlian operasional pada aliran input bahan baku dan penggunaan energi selama proses produksi. 2. Keahlian teknis implikasi terkait dengan proses material, termasuk pembakaran dan reaksi kimia lain. 3. Keahlian kontrol kualitas, seperti frekuensi produk cacat yang menyebabkan pengerjaan ulang, pemeliharaan, dan jaminan kualitas lain. 4. Keahlian lingkungan pada dampak lingkungan. 5. Keahlian akuntansi pada data akuntansi biaya. Langkah 2: Scope and Boundary of the Process and Establishing a Material Flow Model Langkah berikutnya adalah penentuan batasan MFCA untuk memahami dengan jelas skala aktivitas MFCA. Biasanya dianjurkan untuk berfokus pada produk tertentu atau proses di awal, kemudian memperluas implementasi untuk produk lain. Batasan dapat terbatas pada proses tunggal, beberapa proses, seluruh fasilitas, atau rantai pasokan. Disarankan agar proses yang dipilih untuk pelaksanaan awal menjadi proses yang memiliki dampak lingkungan dan ekonomi yang berpotensi signifikan. Setelah batasan proses ditentukan, kemudian diklasifikasikan dalam pusat kuantitas menggunakan informasi proses dan catatan pengadaan. Dalam MFCA, pusat kuantitas adalah bagian dari proses ketika input dan output diukur dan pusat kuantitas mewakili bagian dari proses ketika bahan baku diubah. Setelah menentukan batasan dan pusat kuantitas, jangka waktu untuk pengumpulan data MFCA perlu ditentukan. MFCA tidak menunjukkan berapa lama periode data harus dikumpulkan untuk dianalisis. Periode analisis harus memungkinkan data yang akurat dikumpulkan serta meminimalkan dampak setiap variasi proses yang signifikan yang dapat mempengaruhi keandalan dan
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
kegunaan data, seperti fluktuasi musiman. Beberapa proyek MFCA sebelumnya menunjukkan bahwa pengumpulan data yang tepat bisa dilakukan selama satu bulan, setengah tahun, atau satu tahun. Dalam MFCA, produksi, daur ulang, dan sistem lain diwakili model visual yang menggambarkan batas MFCA dan beberapa pusat kuantitas, tempat bahan baku digunakan atau diubah, serta pergerakan bahan baku di antara pusat-pusat kuantitas. Gambar 2.4 menunjukkan sistem aliran material umum. Model aliran material berguna untuk memberikan gambaran tentang seluruh proses dan mengidentifikasi titik-titik tempat kerugian material terjadi. Langkah 3: Cost Allocation MFCA membagi biaya ke dalam kategori berikut ini. a) Biaya bahan baku, yakni biaya untuk seluruh input bahan baku material yang masuk ke pusat kuantitas. b) Biaya energi, yakni biaya untuk listrik, bahan bakar, uap, panas, dan udara terkompresi. c) Biaya sistem, yakni biaya tenaga kerja, biaya penyusutan dan pemeliharaan, serta biaya transportasi. d) Biaya pengelolaan limbah, yakni biaya limbah penanganan yang dihasilkan di pusat kuantitas. Biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya sistem dialokasikan untuk produk ataupun kerugian material pada setiap pusat kuantitas berdasarkan proporsi input bahan baku yang mengalir ke dalam produk dan kerugian material. Biaya bahan baku untuk setiap input dan output aliran yang diukur dan dihitung dengan mengalikan jumlah fisik dari aliran material dengan biaya unit material selama periode waktu yang dipilih untuk dianalisis. Berbeda dengan alokasi biaya output positif dan output negatif, bahan baku, alokasi biaya energi, dan biaya sistem untuk output positif dan output negatif secara proporsional ditentukan mengikuti persentase output positif dan output negatif pada penggunaan bahan baku karena sulit menentukan secara pasti biaya yang teralokasikan pada output positif dan output negatif dalam penggunaan energi dan sistem. Berikut ini disajikan rumus perhitungan persentase output positif dan output negatif bahan baku. Persentase output positif bahan baku: +
100%
Persentase output negatif bahan baku: +
100%
Sedangkan untuk biaya pengelolaan limbah, 100% berasal dari biaya yang berkaitan dengan kerugian material. Langkah 4: Interpreting and Communicating MFCA Results
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
Pelaksanaan MFCA memberikan informasi, seperti kerugian material selama proses berlangsung, penggunaan bahan baku yang tidak menjadi produk, biaya energi, dan biaya sistem yang terkait dengan kerugian material. Informasi ini membawa beberapa dampak dengan meningkatkan kesadaran operasional perusahaan. Manajer yang sadar akan biaya yang berkaitan dengan kerugian material dapat mengidentifikasi peluang meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material serta meningkatkan kinerja bisnis. Melalui identifikasi masalah MFCA yang menyebabkan kerugian material, perusahaan memiliki kesempatan mengidentifikasi kerugian ekonomi yang dihasilkan, yang biasanya diabaikan ketika hanya mengandalkan akuntansi biaya konvensional. Kuantifikasi fisik dan moneter dari aliran material bisa diringkas dalam format yang sesuai untuk interpretasi lebih lanjut, misalnya dalam aliran matriks biaya. Tabel 2.2 menggambarkan format matriks biaya arus material. Secara umum, review dan interpretasi data diringkas akan memungkinkan perusahaan mengidentifikasi pusat-pusat kuantitas dengan kerugian material yang memiliki dampak lingkungan atau keuangan yang signifikan. Pusat kuantitas tersebut bisa dianalisis secara lebih rinci (yaitu akar penyebab kerugian material). Setelah analisis MFCA selesai, hasilnya harus dikomunikasikan kepada semua pihak terkait. Selain itu, manajemen dapat menggunakan informasi MFCA untuk mendukung berbagai jenis keputusan yang bertujuan meningkatkan kinerja lingkungan dan keuangan. Mengkomu-nikasikan hasil kepada karyawan perusahaan dapat berguna dalam menjelaskan proses atau perubahan bahan baku perusahaan dan mendapatkan komitmen penuh dari seluruh organ perusahaan. Langkah 5: Improving Production Practices and Reducing Material Loss Through MFCA Results Setelah analisis MFCA membantu perusahaan memahami biaya yang terkait dengan kerugian material, organisasi dapat meninjau data MFCA dan mencari peluang meningkatkan kinerja lingkungan dan keuangan. Langkah-langkah yang diambil untuk mencapai perbaikan ini dapat mencakup substitusi bahan; modifikasi proses, lini produksi, atau produk; serta kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan efisiensi bahan material dan energi. MFCA menyajikan target akhir untuk manajer perusahaan yaitu “biaya kerugian material bernilai nol” atau zero waste, yang dapat mendorong perusahaan membuat terobosan dalam pengakuan perlunya perbaikan berkelanjutan.
3. METODOLOGI PENELITIAN Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pabrik tahu Sungkono yang merupakan salah satu industri rumah tangga di Sentra Produksi Tempe Tahu PRIMKOPTI, Jakarta Selatan.
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016. Sampel penelitian yang digunakan adalah proses produksi tahu pada pabrik tahu Sungkono. Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1. Wawancara Wawancara adalah cara atau teknik untuk mendapatkan informasi atau data dari interviewee atau responden dengan wawancara secara langsung face to face antara interviewer dan interviewee (Soewadji, 2012). Wawancara dilakukan dengan pemilik dan karyawan pabrik yang terkait. 2. Pengamatan Langsung Pengamatan adalah kegiatan pengumpulan data dengan observasi. Alat pengumpulan datanya adalah panduan observasi, sedangkan sumber data bisa berupa benda, kondisi, situasi, proses tertentu bahkan perilaku orang tertentu (Soewadji, 2012). Pengamatan dilakukan pada proses produksi untuk mengetahui input dan output pada arus material bahan baku dan energi yang digunakan. 3. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah membaca, mencari dan mempelajari data-data serta informasi dari berbagai media seperti artikel, buku, materi kuliah dan media elektronik seperti internet. Dokumentasi yang dilakukan peneliti merupakan pengumpulan data dari dokumentasi terkait dengan proses produksi tahu. Adapun metode analisis data terkait permasalahan dalam penelitian ini terdiri dari lima tahapan, yakni sebagai berikut. a.
Tahap 1: Menentukan peran serta tanggung jawab pemilik dan karyawan pabrik dalam implementasi Material Flow Cost Accounting (MFCA)
b. Tahap 2: Menentukan ruang lingkup dan batasan dari proses produksi serta membangun model arus material c.
Tahap 3: Menentukan alokasi biaya
d. Tahap 4: Menafsirkan dan menginterpretasikan hasil MFCA e.
Tahap 5: Memberikan alternatif untuk mengoptimalkan proses produksi dalam membantu mengurangi biaya produksi dan meminimalisir kerugian material melalui hasil MFCA
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam hasil dan pembahasan ini menyajikan tahapan implementasi dalam perancangan dan penerapan Material Flow Cost Accounting pada proses produksi pabrik tahu Sungkono yang dilakukan dengan lima langkah, yakni sebagai berikut. Langkah 1: Engaging Management and Determining Roles and Responsibilities
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Langkah awal dalam mengimplementasi MFCA pada pabrik tahu Sungkono adalah melakukan koordinasi dan komunikasi kepada pemilik atau pengrajin beserta para karyawan pabrik yang terlibat dalam proses produksi untuk membangun pemahaman atas manfaat dan kegunaan dari penerapan MFCA dalam optimalisasi proses produksi sebagai upaya efisiensi biaya produksi serta meminimalisir dampak negatif produksi yang dihasilkan terhadap pencemaran lingkungan sekitar pabrik. Hal ini bertujuan juga untuk membangun komitmen serta tanggung jawab antara pemilik dan karyawan pabrik yang terlibat. Setelah melakukan komunikasi dan membangun komitmen, hal yang dilakukan selanjutnya adalah memberikan peran dan membentuk tim implementasi MFCA. Dalam pembentukan tim ini, pemilik pabrik yaitu bapak Sungkono akan berperan sebagai pemimpin tim implementasi MFCA. Pemilihan pemilik pabrik sebagai pemimpin tim bertujuan agar anggota tim merasa termotivasi karena tidak hanya karyawan yang terlibat namun pemilik pun ikut andil dalam implementasi MFCA ini sehingga dalam menjalankan perannya para anggota akan lebih maksimal. Tugas dan tanggung jawab dari pemimpin tim implementasi MFCA adalah memberikan informasi dan pelatihan dasar kepada karyawan pabrik serta membimbing dalam pelaksanaan MFCA. Langkah berikutnya adalah menentukan peran bagi setiap karyawan pabrik untuk berperan sebagai koordinator yang terlibat sesuai dengan keahlian yang diperlukan. Namun pabrik tahu Sungkono hanya memiliki karyawan sebanyak 3 orang, sehingga dalam implementasi ini memiliki keterbatasan sumber daya manusia yang diperlukan dalam mendukung keberhasilan MFCA. Pada Tabel 4.3 menjelaskan peran serta tanggung jawab dari koordinator yang dibutuhkan oleh pabrik tahu Sungkono untuk keberhasilan pelaksanaan MFCA. Langkah 2: Scope and Boundary of the Process and Establishing a Material Flow Model Langkah kedua dalam implementasi MFCA adalah menentukan ruang lingkup dan batasan dari proses produksi serta membangun model arus material. Ruang lingkup dan batasan MFCA perlu ditentukan untuk memahami skala aktivitas pada tahap perancangan MFCA. Untuk tahap perancangan MFCA kali ini, pabrik tahu bapak Sungkono di Sentra Produksi Tempe Tahu PRIMKOPTI Jakarta Selatan menentukan ruang lingkup pembahasan pada produk tahu goreng yang dihasilkan serta batasan prosesnya hanya pada proses produksi tahu goreng itu sendiri. Setelah menentukan ruang lingkup dan batasan proses produksi dalam tahap perancangan implementasi MFCA, tahap berikutnya adalah membangun atau membuat model arus material. Dalam pembuatan model arus material, pusat kuantitas harus lebih dulu ditentukan. Pusat kuantitas merupakan bagian dari proses ketika input dan output diukur secara fisik. Pusat kuantitas mewakili bagian dari proses ketika bahan baku diubah. Maka dari itu terdapat delapan pusat kuantitas yang terjadi pada proses produksi tahu ini, yaitu perendaman, pencucian, penggilingan, perebusan, penyaringan, pengentalan, pencetakan dan pemotongan, serta penggorengan. Pada setiap pusat kuantitas tersebut, terjadi pemrosesan bahan baku menjadi produk atau limbah serta
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
terdapat input dan output yang dapat diukur. Berikut merupakan gambaran keseluruhan tahapan proses produksi tahu beserta model arus materialnya yang akan digambarkan pada Gambar 4.1. a) Proses perendaman kedelai. Pada proses ini, kedelai yang dibeli dari pihak supplier yaitu PRIMKOPTI Jakarta Selatan direndam dengan air di dalam wadah besar khusus perendaman kedelai yang terbuat dari besi dan plastik. Hal ini bertujuan untuk membuat kedelai tersebut menjadi lunak dan mempermudah proses penggilingan kedelai sehingga menghasilkan bubur kedelai yang kental. Selain itu, tahap perendaman ini juga dapat membantu mengurangi jumlah zat antigizi (Antitripsin) yang ada pada kedelai dimana zat antigizi tersebut dapat mengurangi daya cerna protein pada produk tahu sehingga perlu diturunkan kadarnya. Proses ini membutuhkan peralatan dan perlengkapan seperti wadah besi atau plastik berukuran besar dan selang air. Dalam proses ini, terdapat input bahan baku yaitu kedelai sejumlah 2 kwintal atau setara 200 Kg ditambahkan input energi berupa air sejumlah 120 liter untuk merendam kedelai yang dimasukkan ke dalam wadah. Selain itu terdapat input sistem yaitu 1 tenaga kerja yang menjalankan proses ini selama 120 menit. Output positif dari proses perendaman kedelai ini menghasilkan kedelai yang sudah terendam sejumlah 174,5 Kg dan energi air yang terserap ke dalam kedelai sejumlah 105,5 liter serta output negatif berupa kedelai yang mengapung di dalam wadah sejumlah 25,5 Kg dan sisa air perendaman sejumlah 14,5 liter. b) Proses pencucian kedelai. Pada proses ini kedelai yang sudah direndam akan dikeluarkan dan dipindahkan ke wadah plastik berukuran besar kemudian dicuci dengan air mengalir. Hal ini bertujuan untuk membersihkan biji-biji kedelai dari kotoran-kotoran agar tidak mengganggu proses penggilingan dan tercampur ke dalam adonan tahu. Setelah selesai dicuci, kedelai ditiriskan dengan menggunakan saringan bambu berukuran besar. Proses ini membutuhkan peralatan dan perlengkapan seperti wadah plastik berukuran besar, selang air, dan saringan bambu. Dalam proses ini, terdapat input bahan baku yang merupakan seluruh output positif yang dihasilkan dari proses perendaman dan input energi tambahan berupa air sejumlah 270 lit er serta input sistem sebanyak 2 tenaga kerja yang bekerja dalam proses ini selama 35 menit. Proses ini menghasilkan output positif adalah kedelai yang sudah dicuci sejumlah 139,5 Kg dengan output negatif kedelai yang terbuang karena kualitas kurang baik sejumlah 35 Kg, air yang tumpah sejumlah 55 liter, dan sisa air sejumlah 215 liter. c) Proses penggilingan kedelai. Pada proses ini, kedelai mulai diolah menggunakan mesin penggiling biji kedelai dengan tenaga penggerak mesin dari motor listrik. Tahap ini bertujuan untuk memperoleh bubur kedelai yang kemudian akan diproses pada tahap selanjutnya. Saat proses penggilingan sebaiknya dialiri air untuk mendapatkan kekentalan bubur kedelai yang diinginkan. Proses ini membutuhkan peralatan dan perlengkapan seperti mesin penggiling kedelai, selang air dan wadah/ember untuk menampung hasil penggilingan. Dalam proses ini, input bahan baku yaitu kedelai dari hasil perendaman dan pencucian ditambahkan dengan input
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
bahan baku yaitu air sejumlah 35 liter, input sistem sebanyak 1 tenaga kerja selama 75 menit dan input energi mesin penggiling kedelai dengan penggunaan daya listrik 1100 watt. Pada tahap ini, output positif yang dihasilkan adalah bubur kedelai sejumlah 170,5 Kg dan output negatifnya adalah bubur kedelai yang tersisa di mesin penggiling sejumlah 4 Kg. d) Proses perebusan bubur kedelai. Setelah diperoleh hasil bubur kedelai maka proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai tersebut yang dilakukan di dalam wadah besar yang terbuat dari besi dengan saluran pipa pemanas uap yang terdapat di bagian atas wadah menjulur hingga ke dalam wadah. Uap pemanas tersebut berasal dari ketel uap ( boiler ) yang ada pada bagian belakang lokasi proses pembuatan tahu dan dialirkan melalui saluran pipa besi. Bahan bakar yang digunakan sebagai sumber panas ketel uap adalah bahan bakar gas. Proses ini bertujuan untuk mendenaturasi protein dari kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan air asam. Titik akhir proses perebusan bubur kedelai ini ditandai dengan timbulnya gelembunggelembung panas di dalam wadah. Proses ini membutuhkan peralatan dan perlengkapan seperti wadah besi berukuran besar, ketel uap (boiler ) dan pipa saluran uap pemanas. Pada tahap ini, output positif yang dihasilkan dari proses penggilingan kedelai mulai diolah dalam proses perebusan dengan suhu uap panas yang cukup tinggi yang berasal dari boiler atau ketel uap. Tambahan input energi berupa air sejumlah 75 liter serta input energi mesin boiler dengan penggunaan bahan bakar gas sejumlah 50 Kg dan input sistem yaitu 1 tenaga kerja yang menjalankan proses ini selama 60 menit. Output positif dari tahap ini adalah bubur kedelai yang sudah direbus sejumlah 167,5 Kg dan air yang terserap dalam bubur kedelai 25 liter dengan output negatif yang dihasilkan yaitu bubur kedelai yang menempel di wadah dan saluran uap dan keluar dari wadah sejumlah 3 Kg serta biang tahu hasil perebusan sejumlah 50 liter. e) Proses penyaringan sari kedelai. Tahapan selanjutnya setelah bubur kedelai direbus, maka dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kain saring. Penyaringan dilakukan secara terus-menerus dengan air yang ditambahkan di bagian tepi saringan agar tidak ada padatan yang tersisa di saringan. Penambahan air diakhiri ketika sari kedelai ( filtrate) yang dihasilkan sudah mencukupi kemudian saringan yang berisi ampas diperas hingga benar-benar kering. Proses ini bertujuan untuk memisahkan antara ampas atau limbah padat dari bubur kedelai dengan sari ( filtrate) kedelai. Proses ini membutuhkan peralatan dan perlengkapan seperti wadah besi berukuran besar, kain saring, wadah/ember dan gayung. Dalam proses ini, terdapat input bahan baku berupa hasil output positif dari proses perebusan bubur kedelai dan input sistem yaitu 2 tenaga kerja yang menjalankan proses ini selama 45 menit. Pada proses penyaringan ini menghasilkan output positif yaitu sari kedelai sejumlah 117,5 Kg dan output negatif berupa ampas tahu sejumlah 50 Kg. f)
Proses pengentalan sari kedelai. Pada proses ini, sari putih kedelai ( filtrate) seperti susu yang dihasilkan dari proses penyaringan akan ditambahkan bahan pembantu yaitu air asam serta bahan
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
pengeras tahu (cioko) dalam jumlah tertentu. Fungsi penambahan ini untuk mengendapkan dan menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi pemisahan antara whey (lapisan atas) dengan endapan tahu (lapisan bawah). Endapan tahu tersebut merupakan bahan ut ama yang akan dicetak menjadi tahu. Proses ini membutuhkan peralatan dan perlengkapan seperti wadah besi berukuran besar, wadah/ember dan gayung. Dalam proses ini, terdapat input bahan baku yaitu output positif yang dihasilkan dari proses penyaringan diberi input bahan baku tambahan yaitu air asam sejumlah 40 liter dan pengeras tahu (cioko) sejumlah 160 gram serta input sistem sebanyak 1 tenaga kerja selama 90 menit. Output positif yang dihasilkan pada tahap ini adalah sari kedelai sejumlah 155,7 Kg. Sedangkan output negatif bahan baku yang dihasilkan dalam tahap ini adalah sari kedelai yang menempel di wadah pengentalan dan alat pengaduk serta yang terjatuh keluar wadah sejumlah 1,96 Kg. g) Proses pencetakan dan pemotongan tahu. Proses ini merupakan tahap akhir dalam pembuatan tahu. Setelah didapatkan endapan tahu dari proses pengentalan sari kedelai, maka endapan tahu mulai dicetak sekaligus dipotong menggunakan alat khusus cetakan tahu yang terbuat dari kayu dengan wadah terbuat dari kayu juga. Proses ini membutuhkan peralatan dan perlengkapan seperti alat pencetak tahu serta wadah pencetakan dan pemotongan yang terbuat dari kayu. Dalam proses ini, terdapat input bahan baku yaitu output positif proses pengentalan dengan tambahan input sistem yaitu 2 tenaga kerja yang menjalankan proses ini selama 180 menit. Pada proses ini, output positif yang dihasilkan yaitu tahu sejumlah 149,62 Kg dengan output negatif sari kedelai yang keluar saat pencetakan dan tahu yang tidak tercetak sempurna sejumlah 6,08 Kg. h) Proses penggorengan tahu. Pada proses ini, tahu yang sudah dicetak dan dipotong akan digoreng di wajan besar dengan minyak sehingga menghasilkan tahu dengan kulit berwarna cokelat. Proses ini membutuhkan peralatan dan perlengkapan seperti wajan dan sodet penggorengan, tabung dan saluran gas, kompor, saringan, wadah untuk hasil penggorengan tahu. Dalam proses ini, terdapat input bahan baku berupa tahu yang sudah dicetak dan dipotong ditambahkan input bahan baku tambahan minyak goreng sejumlah 45 liter, input energi kompor penggorengan dengan penggunaan bahan bakar gas sebanyak 24 Kg, dan input sistem yaitu 1 tenaga kerja selama 55 menit. Output positif yang dihasilkan adalah tahu goreng (tahu dengan kulit berwarna cokelat) sejumlah 174,62 Kg dan output negatif berupa serpihan tahu yang tergoreng tidak sempurna sejumlah 2 Kg dan sisa minyak goreng sejumlah 18 liter. Pada setiap pusat kuantitas dalam proses produksi tahu ternyata memiliki output positif yang berupa produk atau bagian dari produk dan output negatif berupa limbah atau kerugian material yang dihasilkan dari penggunaan bahan baku, energi dan sistem. Namun, karena perhitungan fisik output positif dan output negatif dari beberapa penggunaan energi dan sistem mengalami beberapa kesulitan dalam menentukannya secara jelas. Maka dari itu, penentuannya akan proporsional sesuai dengan
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
persentase output positif dan output negatif bahan baku produk yang akan dijelaskan pada penentuan alokasi biaya. Langkah 3: Cost Allocation Langkah ketiga dalam implementasi MFCA adalah menentukan alokasi biaya untuk mendapatkan perhitungan secara moneter mengenai arua material yang menjadi produk dan kerugian material. Dalam konsep MFCA, proses alokasi biaya diklasifikasikan menjadi empat elemen, yaitu biaya bahan baku, biaya energi, biaya sistem, dan biaya pengolahan limbah/disposal . 1. Proses alokasi biaya bahan baku Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan produk tahu goreng adalah kedelai. Sedangkan bahan baku tambahan dari produk tahu goreng ini adalah air, air asam, bahan pengeras tahu (cioko) serta minyak goreng. Dalam perhitungan alokasi biaya bahan baku, pabrik tahu mengukur alokasi biaya dengan mengalikan jumlah fisik dari input material yang digunakan dengan biaya material per unit selama periode waktu yang dipilih yaitu bulan November 2016. Bahan baku yang diproses dalam tahapan produksi akan menghasilkan output positif yang berupa produk akhir atau bagian dari produk. Dari bahan baku yang diproses tersebut terdapat juga limbah produksi yang dihasilkan pada setiap tahapan produksi yang dianggap sebagai output negatif atau kerugian material. Perhitungan alokasi biaya untuk output positif dan output negatif yang dihasilkan adalah dengan cara menghitung alokasi berdasarkan proporsional penggunaan bahan baku terhadap keseluruhan input bahan baku yang digunakan. Pada Tabel 4.4 menyajikan ringkasan perhitungan alokasi biaya input , output positif, dan output negatif dari penggunaan bahan baku dalam setiap tahapan produksi. 2. Proses alokasi biaya energi Dalam proses produksi tahu juga terdapat pemakaian energi dalam setiap tahapan produksi, seperti kebutuhan energi untuk menggunakan mesin produksi, sehingga alokasi biaya energi juga harus dilakukan guna mengetahui penggunaan dan kerugian energi yang di hasilkan. Perhitungan alokasi untuk input energi dilakukan dengan cara menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan waktu yang digunakan pada setiap tahapan produksi dikalikan biaya setiap energi. Berbeda dengan proses alokasi biaya output positif dan output negatif bahan baku, proses alokasi biaya energi untuk output positif dan output negatif secara proporsional ditentukan mengikuti persentase output positif dan output negatif pada penggunaan bahan baku. Hal ini terjadi karena sulit menentukan secara pasti biaya yang teralokasikan pada output positif dan output negatif dalam penggunaan energi. Perhitungan alokasi biaya untuk output positif dan output negatif dari energi yang dihasilkan adalah dengan cara menghitung alokasi berdasarkan persentase penggunaan bahan baku terhadap keseluruhan input bahan baku yang digunakan lalu dikalikan dengan alokasi biaya input energi. Pada Tabel 4.5 akan menjelaskan ringkasan perhitungan alokasi
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
biaya input , output positif, dan output negatif dari penggunaan energi dalam setiap tahapan produksi. 3. Proses alokasi biaya sistem Setiap tahapan produksi tidak akan berjalan apabila tidak terdapat sistem yang menjalankan proses produksi tersebut, seperti operator atau tenaga kerja. Karena itu, alokasi biaya sistem dalam proses produksi juga perlu dilakukan guna mengetahui penggunaan dan kerugian yang dihasilkan dari biaya sistem. Perhitungan alokasi untuk input sistem dilakukan dengan cara menghitung kebutuhan kebutuhan waktu dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap tahapan produksi dikalikan upah tenaga kerja sesuai dengan waktu jam kerjanya, yaitu dalam satu hari mencapai delapan jam kerja. Perhitungan alokasi biaya output positif dan output negatif pada sistem secara proporsional ditentukan mengikuti persentase output positif dan output negatif pada penggunaan bahan baku terhadap keseluruhan input bahan baku yang digunakan lalu dikalikan dengan alokasi biaya input sistem, yang sama dengan perhitungan alokasi biaya output positif dan negatif pada energi. Pada Tabel 4.6 akan menjelaskan ringkasan perhitungan alokasi biaya input , output positif, dan output negatif dari penggunaan sistem dalam setiap tahapan produksi. 4. Proses alokasi biaya pengolahan limbah/disposal Berdasarkan hasil wawancara dengan pabrik tahu Sungkono, diketahui pengolahan limbah yang dikeluarkan pabrik sebesar Rp500.000 per hari untuk keseluruhan produksi tahu. Pengolahan limbah yang dimaksud seperti tempat pembuangan dan penyimpanan limbah padat tahu yakni kedelai yang rusak dan ampas tahu. Biaya pengolahan limbah ini keseluruhannya dialokasikan 100% sebagai output negatif. Langkah 4: Interpreting and Communicating MFCA Results Setelah menentukan alokasi seluruh biaya yang terkait dengan proses produksi tahu, langkah keempat adalah menafsirkan dan menginter-pretasikan hasil MFCA dengan menyiapkan matriks aliran biaya. Semua biaya diklasifikasikan sebagai bagian dari produk atau kerugian material. Adapun tujuan utama dari matriks aliran biaya ini adalah memberikan hasil analisis MFCA dalam format tabel yang mudah untuk dipahami dan dimengerti seluruh pihak dan organisasi. Pada Tabel 4.7 menyajikan matriks aliran biaya yang terjadi pada proses produksi pabrik tahu Sungkono. Berdasarkan analisis yang telah dibuat, persentase output positif dan output negatif yang terjadi dalam penggunaan bahan baku selama proses produksi tahu adalah 89,09% dan 10,91%, sedangkan persentase output positif dan output negatif yang terjadi dalam penggunaan energi selama proses produksi adalah 86,48% dan 13,52%. Lalu persentase output positif dan output negatif yang terjadi dalam penggunaan sistem selama proses produksi adalah 91,33% dan 8,67%, sedangkan dalam pengolahan limbah dialokasikan seluruhnya atau 100% ke dalam output negatif sehingga tidak terdapat output positif yang dihasilkan dari pengolahan limbah ini.
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Pada matriks aliran biaya, terlihat kerugian material yang masih dihasilkan pabrik tahu Sungkono terkait dengan proses produksi tahu sebesar 15,01% atau senilai Rp1.679.980. Kerugian material tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap tahapan produksi yang dilakukan pabrik masih kurang efisien dan masih perlu diadakannya perbaikan berkelanjutan sebagai upaya optimalisasi proses serta efisiensi biaya produksi. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencapai perbaikan berkelanjutan ini mencakup subtitusi penggunaan bahan baku dan energi, modifikasi atau rekayasa nilai proses, serta kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan efisiensi bahan baku dan energi. Langkah 5: Improving Production Practices and Reducing Material Loss Through MFCA Results Pada langkah kelima ini, peneliti melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak pabrik tahu terutama pemilik pabrik yaitu bapak Sungkono untuk memberikan beberapa alternatif sebagai upaya optimalisasi proses produksi tahu dalam hal biaya bahan baku dan energi serta biaya produksi. Berdasarkan wawancara dengan pihak pabrik, pabrik tahu Sungkono sudah melakukan pengolahan limbahnya seperti menjual limbah padat tahu yaitu ampas tahu ke pihak ketiga yang digunakan sebagai pakan ternak dan menyediakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengolah limbah cair tahu agar air yang dibuang oleh pabrik tidak tercemar sehingga mampu mengurangi biaya output negatif pabrik tersebut. Namun pengolahan t ersebut belum dilakukan secara maksimal karena masih memiliki output negatif lainnya yang belum dimanfaatkan dan dioptimalkan agar biaya produksi pabrik berkurang. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba memberikan beberapa rekomendasi dan solusi yang dapat diterapkan oleh pabrik tahu Sungkono sehingga biaya output negatif dapat diminimalisir, antara lain: a.
Waste Water Treatment (Penyaringan Air Limbah Tahu), dimana hal ini bertujuan untuk mengoptimalisasi air limbah tahu yang berasal dari proses perendaman dan pencucian kedelai sehingga mengurangi biaya produksi terkait energi air yang digunakan.
b. Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Tahu, dimana hal ini bertujuan untuk mengolah limbah cair tahu yang memiliki banyak kandungan senyawa berbahaya menjadi energi alternatif yang terbarukan agar bermanfaat bagi pabrik dan masyarakat sebagai bahan bakar pengganti untuk keperluan memasak atau lampu penerangan. c.
Pembuatan Nata de Soya dari Limbah Cair Tahu, dimana hal ini bertujuan untuk mengolah kembali limbah cair tahu melalui proses senyawa kimia menjadi produk makanan yaitu Nata de Soya sehingga mampu meningkatkan pendapatan perusahaan dibandingkan langsung dijual tanpa adanya pengolahan kembali.
d. Pembuatan Tempe Gembus/Bongkrek dari Ampas Tahu, dimana hal ini bertujuan untuk mengolah kembali limbah padat tahu yaitu ampas tahu melalui proses fermentasi menjadi produk makanan yaitu Tempe Gembus/Bongkrek sehingga mampu meningkatkan pendapatan perusahaan dibandingkan langsung dijual tanpa adanya pengolahan kembali.
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email:
[email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
e.
2-3 Maret 2017
Cleanet Production (Produksi Bersih), dimana hal ini merupakan strategi preventif untuk pengelolaan lingkungan sebagai tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan produktivitas perusahaan dan meminimalisasi timbulnya limbah.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, diperoleh informasi bahwa biaya bahan baku yang menjadi output positif (produk akhir) sebesar 89,09% dan output negatif (limbah/kerugain material) dari biaya bahan baku sebesar 10,91%. Sedangkan biaya energi yang digunakan dalm proses produksi tahu yang menjadi output positif (produk akhir) sebesar 86,48% dan output negatif (limbah/kerugain material) dari biaya energi sebesar 13,52%. Lalu biaya sistem berupa tenaga kerja yang menjalankan setiap proses produksi yang menjadi output positif (produk akhir) sebesar 91,33% dan output negatif (limbah/kerugain material) dari biaya sistem sebesar 8,67%. Selain itu, biaya pengolahan limbah/disposal yang dikeluarkan pabrik tahu sepenuhnya sebesar 100% menjadi output negatif (limbah.kerugian material). Dari keseluruhan total biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam memproduksi tahu yaitu Rp11.192.882, yang merupakan biaya produksi yang sebenarnya adalah sebesar Rp9.512.902 atau 84,99% sedangkan perusahaan mengalami kerugian material sebesar Rp1.679.980 atau 15,01%. Dengan demikian, metode Material Flow Cost Accounting mampu memberikan manfaat yang besar bagi pabrik tahu Sungkono dalam meningkatkan transparansi serta praktik produksi dalam aliran material berupa bahan baku, energi, dan sistem yang mempengaruhi proses produksi baik secara fisik maupun moneter dan dikonversikan ke dalam bagian produk atau kerugian material untuk dilakukan perbaikan berkelanjutan agar dapat mengurangi biaya produksi dan meminimalisir dampak negatif bagi lingkungan
REFERENSI: Chairunnisa, A. Perancangan Material Flow Cost Accounting (MFCA) dalam Upaya Efisiensi Penggunaan Bahan Baku dan Energi, bachelor degree, Universitas Trilogi, Jakarta, 2016. Furukawa, Y. Material Flow Cost Accounting . Japan. 2008. Kementrian Koperasi dan UKM, 2013. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB), dilihat 26 Januari 2017,
. Marota, et al.,Perancangan Penerapan Material Flow Cost Accounting untuk Peningkatan Keberlanjutan Perusahaan PT. XYZ, Jurnal Manajemen & Agribisnis, 2015. Ministry of Economy, Trade and Industry (METI), Material Flow Cost Accounting MFCA Case Examples, 2010.
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email: [email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Schmidt and Nakajima, Material Flow Cost Accounting as an Approach to Improve Resource Efficiency in Manufacturing Companies, Resources Journal , 2013. Schmidt,A., Hache, B., and Herold, F., Material Flow Cost Accounting with Umberto, Jurnal IT Support for Material Flow Cost Accounting , 2013.. Soewadji, J. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta, 2012. Tachikawa, H., Manual on Material Flow Cost Accounting: ISO 14051. Asian Productivity Organization (APO). 2014.
LAMPIRAN Tabel 2.1 Perbedaan antara MFCA dan Conventional Cost Accounting MFCA Conventional Cost Accounting Sales 15.000.000 Sales 15.000.000 Product Cost 3.000.000 Cost of Sales 4.500.000 Material Loss Cost 1.500.000 N/A N/A Gross Profit 10.500.000 Gross Profit 10.500.000 Selling&Admin. Exp. 8.000.000 Selling&Admin. Exp. 8.000.000 Operating Profit 2.500.000 Operating Profit 2.500.000 Sumber: Asian Productivity Organization (APO), 2014
Tabel 2.2 Matriks Biaya Arus Material
Sumber: Ministry of Economy Trade and Industry, 2010
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email: [email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Tabel 4.3 Peran dan Tanggung Jawab Koordinator Pelaksanaan MFCA No.
1.
Jabatan
Koordinator Operasional Produksi
Jumlah yang Dibutuhkan
1
Tugas dan Tanggung Jawab
2.
Koordinator Kontrol Kualitas dan Manajemen Lingkungan
1
3.
Koordinator Akuntansi Biaya
1
Mengawasi aliran penggunaan bahan baku dan energi selama proses produksi Mengawasi dan memelihara penggunaan mesin dan peralatan selama proses produksi Mengawasi frekuensi produk cacat dan menjamin kualitas produk yang dihasilkan Mengawasi limbah yang dihasilkan selama proses produksi beserta cara pengelolaannya Membuat dan menghitung biaya produksi yang dikeluarkan pada setiap tahapan produksi
Sumber: Asian Productivity Organization (APO), 2014 (diolah)
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email: [email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
Tabel 4.4 Alokasi Biaya, Output Positif, dan Output Negatif Bahan Baku Jumlah (Kg)
Input
Harga Satuan Alokasi Biaya (Rp) (Rp)
Output Positif
Jumlah (Kg)
Persentase
Biaya (Rp)
Output Negatif
Jumlah (Kg)
Persentase
Kedelai
174,5
87,25%
1.308.750
Kedelai yang Mengapung
25,5
12,75%
Biaya Output Negatif (Rp)
A. Proses Perendaman Kedelai 1.
Kedelai
200 Jumlah
7.500
1.500.000
200
1.500.000
1.308.750
191.250 191.250
B. Proses Pencucian Kedelai 1.
Kedelai
174,5 Jumlah
7.500
1.308.750
174,5
Kedelai
139,5
79,94%
1.046.250
1.308.750
Kedelai Rusak (Kualitas Tidak Bagus)
35
20,06%
1.046.250
262.500 262.500
C. Proses Penggilingan Kedelai 1. 2.
Kedelai Air* Jumlah
139,5 35 174,5
7.500 250
1.046.250 8.750 1.055.000
136,3
7.500
1.022.250
Bubur Kedelai (Kedelai dan Air)
136,3 34,2 170,5
97,71%
1.022.250 8.550 1.030.800
Bubur Kedelai Tersisa di Mesin
3,2 0,8 4
1.004.250
Bubur Kedelai yang Menempel dan Keluar Wadah
2,4
24.000 200 24.200
2,29%
D. Proses Perebusan Bubur Kedelai 1.
133,9
Bubur Kedelai
Bubur Kedelai 34,2
Jumlah
250
170,5
98,24%
8.550
33,6
8.400
1.030.800
167,5
1.012.650
18.000 1,76%
0,6
150
3
18.150
E. Proses Penyaringan Sari Kedelai 1.
Bubur Kedelai Jumlah
133,9 33,6 167,5
7.500 250
1.004.250 8.400 1.012.650
93,93 23,57 117,5
93,93 23,57 40 0,16 157,66
7.500 250 12.500 60.000
704.475 5.893 500.000 9.600 1.219.968
92,85 23,3 39,4 0,15 155,7
7.500 250 12.500 60.000
696.375 5.825 492.500 9.000 1.203.700
89,23
7500 250 12.500
669.225
88,04
660.300
5.598
22,09
5.523
60.000 12.000
8.400 540.000 1.696.473 10.027.340
Sari Kedelai
704.475 5.893 710.368
70,15%
Ampas Tahu
39,97 10,03 50
29,85%
299.775 2.508 302.283
F. Proses Pengentalan Sari Kedeai 1. 2. 3.
Sari Kedelai Air Asam Pengeras Tahu (Cioko) Jumlah
92,85 23,3 39,4 0,15 155,7
Sari Kedelai
696.375 5.825 492.500 9.000 1.203.700
98,76%
Sari Kedelai yang Menempel dan Keluar Wadah
1,08 0,27 0,6 0,01 1,96
8.100 68 7.500 600 16.268
1,24%
G. Proses Pencetakan dan Pemotongan Tahu 1.
Sari Kedelai
Jumlah
89,23 22,39 37,86 0,14 149,62
Tahu
669.225 5.598 473.250 8.400 1.156.473
96,10%
Sari Kedelai dan Tahu yang Terbuang
3,62 0,91 1,54 0,01 6,08
27.150 228 19.250 600 47.228
3,90%
H. Proses Penggorengan Tahu 1.
2.
22,39
Tahu
37,86 0,14 45 194,62
Minyak Goreng Jumlah
Tahu Goreng
473.250
89,72%
37,36
467.000
0,13 27 174,62
Total Sumber: Wawancara Pabrik Tahu Sungkono PRIMKOPTI Jak-Sel, November 2016 (diolah)
7.800 324.000 1.464.623 8.933.613
89%
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email: [email protected]
1,19 Tahu yang Kurang Sempurna dan Sisa Minyak Goreng
8.925
0,3
75 10,28%
0,5 0,01 18 20
6.250 600 216.000 231.850 1.093.728
11%
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
Tabel 4.5 Alokasi Biaya, Output Positif, dan Output Negatif Energi Tahapan Produksi
Harga Energi yang Kebutuhan Kebutuhan Alokasi Satuan/jam Dipakai Energi Waktu (menit) Biaya (Rp) (Rp)
Perendaman Kedelai Pencucian Kedelai Penggilingan Kedelai Perebusan Bubur Kedelai Penyaringan Sari Kedelai Pengentalan Sari Kedelai Pencetakan dan Pemotongan Tahu Penggorengan Tahu
Air Air Listrik Gas Air -
120 liter 270 liter 1,1 kWh 50 Kg 75 liter -
120 35 75
Gas
Persentase Output Positif
Biaya Output Persentase Biaya Output Positif (Rp) Output Negatif Negatif (Rp)
-
250 250 2.000 6.500 250 -
60.000 39.375 2.750 325.000 18.750 -
87,92% 0% 97,71% 98,24% 33,33% -
52.750 2.687 319.282 6.250 -
12,08% 100% 2,29% 1,76% 66,67% -
7.250 39.375 63 5.718 12.500 -
-
-
-
-
-
-
-
-
24 Kg
55
6.500
143.000 588.875
89,72% 86,48%
128.305
10,28%
14.695
509.273
13,52%
79.602
60
Total Sumber: Wawancara Pabrik Tahu Sungkono PRIMKOPTI Jak-Sel, November 2016 (diolah)
Tabel 4.6 Alokasi Biaya, Output Positif, dan Output Negatif Sistem Tahapan Produksi
Jumlah Tenaga Kerja
Kebutuhan Waktu (menit)
Upah/Hari (Rp)
Alokasi Biaya (Rp)
Persentase Output Positif Bahan Baku
Biaya Output Positif (Rp)
Persentase Output Neg atif Bahan Baku
Biaya Output Negatif (Rp)
Perendaman Kedelai
1
120
40.000
10.000
87,25%
8.725
12,75%
1.275
Pencucian Kedelai
2
35
40.000
5.833
79,94%
4.663
20,06%
1.170
Penggilingan Kedelai
1
75
40.000
6.250
97,71%
6.107
2,29%
143
Perebusan Bubur Kedelai
1
60
40.000
5.000
98,24%
4.912
1,76%
88
Penyaringan Sari Kedelai
2
45
40.000
7.500
70,15%
5.261
29,85%
2.239
Pengentalan Sari Kedelai
1
90
40.000
7.500
98,76%
7.407
1,24%
93
Pencetakan dan Pemotongan Tahu
2
180
40.000
30.000
96,10%
28.829
3,90%
1.171
Penggorengan Tahu
1
55
40.000
4.583
89,72%
4.112
10,28%
471
76.667
91,33%
70.016
8,67%
6.651
Total Sumber: Wawancara Pabrik Tahu Sungkono PRIMKOPTI Jak-Sel, November 2016 (diolah)
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email: [email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2-3 Maret 2017
Tabel 4.5 Alokasi Biaya, Output Positif, dan Output Negatif Energi Tahapan Produksi
Harga Energi yang Kebutuhan Kebutuhan Alokasi Satuan/jam Dipakai Energi Waktu (menit) Biaya (Rp) (Rp)
Perendaman Kedelai Pencucian Kedelai Penggilingan Kedelai Perebusan Bubur Kedelai Penyaringan Sari Kedelai Pengentalan Sari Kedelai Pencetakan dan Pemotongan Tahu Penggorengan Tahu
Air Air Listrik Gas Air -
120 liter 270 liter 1,1 kWh 50 Kg 75 liter -
120 35 75
Gas
Persentase Output Positif
Biaya Output Persentase Biaya Output Positif (Rp) Output Negatif Negatif (Rp)
-
250 250 2.000 6.500 250 -
60.000 39.375 2.750 325.000 18.750 -
87,92% 0% 97,71% 98,24% 33,33% -
52.750 2.687 319.282 6.250 -
12,08% 100% 2,29% 1,76% 66,67% -
7.250 39.375 63 5.718 12.500 -
-
-
-
-
-
-
-
-
24 Kg
55
6.500
143.000 588.875
89,72% 86,48%
128.305
10,28%
14.695
509.273
13,52%
79.602
60
Total Sumber: Wawancara Pabrik Tahu Sungkono PRIMKOPTI Jak-Sel, November 2016 (diolah)
Tabel 4.6 Alokasi Biaya, Output Positif, dan Output Negatif Sistem Tahapan Produksi
Jumlah Tenaga Kerja
Kebutuhan Waktu (menit)
Upah/Hari (Rp)
Alokasi Biaya (Rp)
Persentase Output Positif Bahan Baku
Biaya Output Positif (Rp)
Persentase Output Neg atif Bahan Baku
Biaya Output Negatif (Rp)
Perendaman Kedelai
1
120
40.000
10.000
87,25%
8.725
12,75%
1.275
Pencucian Kedelai
2
35
40.000
5.833
79,94%
4.663
20,06%
1.170
Penggilingan Kedelai
1
75
40.000
6.250
97,71%
6.107
2,29%
143
Perebusan Bubur Kedelai
1
60
40.000
5.000
98,24%
4.912
1,76%
88
Penyaringan Sari Kedelai
2
45
40.000
7.500
70,15%
5.261
29,85%
2.239
Pengentalan Sari Kedelai
1
90
40.000
7.500
98,76%
7.407
1,24%
93
Pencetakan dan Pemotongan Tahu
2
180
40.000
30.000
96,10%
28.829
3,90%
1.171
Penggorengan Tahu
1
55
40.000
4.583
89,72%
4.112
10,28%
471
76.667
91,33%
70.016
8,67%
6.651
Total Sumber: Wawancara Pabrik Tahu Sungkono PRIMKOPTI Jak-Sel, November 2016 (diolah)
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email: [email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Tabel 4.7 Matriks Ali ran Biaya
Komponen
Produk Kerugian Material Total
Biaya Bahan Biaya Energi Baku atau Direct atau Material (Rp) Overhead(Rp)
Biaya Sistem atau Direct Labor (Rp)
Biaya Pengolahan Limbah (Rp)
Total (Rp)
8.933.613 89,09% 1.093.728 10,91%
509.273 86,48% 79.602 13,52%
70.016 91,33% 6.651 8,67%
500.000 100%
9.512.902 84,99% 1.679.980 15,01%
10.027.340 100%
588.875 100%
76.667 100%
500.000 100%
11.192.882 100%
Sumber: Wawancara Pabrik Tahu Sungkono PRIMKOPTI Jak-Sel, November 2016 (diolah)
Universitas Pancasila
Konferensi Ilmiah Akuntansi IV
2-3 Maret 2017
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Tabel 4.7 Matriks Ali ran Biaya
Komponen
Produk Kerugian Material Total
Biaya Bahan Biaya Energi Baku atau Direct atau Material (Rp) Overhead(Rp)
Biaya Sistem atau Direct Labor (Rp)
Biaya Pengolahan Limbah (Rp)
Total (Rp)
8.933.613 89,09% 1.093.728 10,91%
509.273 86,48% 79.602 13,52%
70.016 91,33% 6.651 8,67%
500.000 100%
9.512.902 84,99% 1.679.980 15,01%
10.027.340 100%
588.875 100%
76.667 100%
500.000 100%
11.192.882 100%
Sumber: Wawancara Pabrik Tahu Sungkono PRIMKOPTI Jak-Sel, November 2016 (diolah)
Gambar 4.1 Model Arus Material Produksi Tahu Sungkono Sumber: Wawancara Pabrik Tahu Sungkono,2016 (diolah)
Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta 12640 Phone: 021-7873710 Email: [email protected]
www.kia4pancasila.com ekonomi.univpancasila.ac.id