A. KLASIFIKASI DEHIDRASI
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi dehidrasi ringan, sedang, atau berat. 1. Dehidrasi Ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan) Gejala :
Muka memerah
Rasa sangat haus
Kulit kering dan pecah-pecah
Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya
Pusing dan lemah
Kram otot terutama pada kaki dan tangan
Kelenjar air mata berkurang kelembabannya
Sering mengantuk
Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang
2. Dehidrasi Sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan) Gejala:
Gelisah, cengeng
Kehausan
Mata cekung
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke posisi semula.
Tekanan darah menurun
Pingsan
Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung
Kejang
Perut kembung
Gagal jantung
Ubun-ubun cekung
Denyut nadi cepat dan lemah
3. Dehidrasi berat (jika penurunan cairan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan) Gejala:
Berak cair terus-menerus
Muntah terus-menerus
Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus m engantuk
Tidak bisa minum, tidak mau makan
Mata cekung, bibir kering dan biru
Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
Kesadaran berkurang
Tidak buang air kecil
Tangan dan kaki menjadi dingin dan lembab
Denyut nadi semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba
Tekanan darah menurun drastis hingga tidak dapat diukur
Ujung kuku, mulut, dan lidah berwarna kebiruan
Tidak
kencing
6
jam
atau
lebih/frekuensi
buang
air
kecil
berkurang/kurang dari 6 popok/hari.
Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Terapi dehidrasi
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari ringan, sedang, berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5% dari berat badan. Sedang bila pasien mengalami kekurangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien mengalami kekurangan cairan 8-10% dari berat badan
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah caran yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan: 1. BJ plasma dengan rumus:
Kebutuhan cairan = BJ plasma plasma -1,025 x berat badan x 4 ml 0,001
2. Metode Pierce berdasarkan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x berat badan (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x berat badan (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis, antara lain:
Kebutuhan cairan = Skor x 10% x kgBB x 1liter 15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan 3 disertai syok diberikan cairan per intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena. Bila dehidrasi sedang-berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan – sedang sedang pada pasien masiih dapat diberikan cairan per oral atau selan nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi atau oral / saluran cerna tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g Nacl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCl setiap liter.
Prinsip utama pengobatan dehidrasi adalah penggantian cairan. Penggantian cairan ini dapat berupa banyak minum, bila minum gagal maka dilakukan pemasukan cairan melalui infus. Tapi yang utama disini adalah penggantian cairan sedapat mungkin dari minuman. Keputusan menggunakan cairan infus sangat tergantung dari kondisi pasien berdasarkan pemeriksaan dokter. Keberhasilan penanganan dehidrasi dapat dilihat dari produksi kencing. Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena (Peripheral Venous Cannulation): 1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids) 2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas 3. Pemberian kantong darah dan produk darah. 4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu). 5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, perdarahan, dipasang jalur inf\us intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat) 6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus. Kontraindikasi dan peringatan pada pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena: 1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pema sangan infus. 2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).