Spectrum Cahaya
Spektrum merupakan penamaan untuk warna cahaya berdasarkan urutan-urutan tertentu, spectrum cahaya didasarkan pada frekuensi dan panjang gelombang cahaya. Cahaya (Spektrum optic, atau spektrum terlihat atau spektrum tampak) adalah bagian dari spectrum elektromagnet yang tampak oleh mata manusia. Radiasi elektromagnetik dalam rentang panjang gelombang ini disebut sebagai cahaya tampak atau cahaya saja. Tidak ada batasan yang tepat dari spektrum optik; mata normal manusia akan dapat menerima panjang gelombang dari 400 sampai 700 nm, meskipun beberapa orang dapat menerima panjang gelombang dari 380 sampai 780 nm. Mata yang telah beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki sensitivitas maksimum di sekitar 555 nm, di wilayah kuning dari spektrum optik.
Panjang gelombang yang kasat mata didefinisikan oleh jangkauan spektral jendela optik, wilayah spektrum elektromagnetik yang melewati atmosfer Bumi sebagian besar tanpa dikurangi (meskipun cahaya biru dipencarkan lebih banyak dari cahaya merah, salah satu alasan mengapai langit berwarna biru). Radiasi elektromagnetik di luar jangkauan panjang gelombang optik, atau jendela transmisi lainnya, hampir seluruhnya diserap oleh atmosfer. Meskipun spektrum optik adalah spektrum yang kontinu sehingga tidak ada batas yang jelas antara satu warna dengan warna lainnya, tabel berikut memberikan batas kira-kira untuk warna-warna spektrum : Ungu, 380–450 nm Biru, 450–495 nm Hijau, 495–570 nm Kuning, 570–590 nm
Jingga, 590–620 nm Merah, 620–750 nm Note: 1 nm = 0,000000001 m. Panjang gelombang cahaya berbanding terbalik dengan frekuensi. Artinya, semakin besar panjang gelombang maka semakin rendah frekuensi cahaya, maka warna merah memiliki energi lebih rendah daripada warna ungu.
Pengamatan tentang spectrum cahaya pertama kali dilakukan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan cara melewatkan cahaya matahari melalui lubang kecil, kemudian pada pada arah rambat berkas cahaya diletakkan sebuah prisma segitiga. Setelah diamati ternyata dinding di belakang prisma tampak bayangan pita warna-warna cahaya seperti pada pelangi. Dari eksperimen ini Newton menyimpulkan bahwa cahaya putih merupakan gabungan dari warna-warna cahaya yang saling tumpang tindih. Eksperimen yang dilakukan oleh Newton tersebut menjadi dasar bagi diciptakannya suatu alat bernama spektroskop. Melalui spektroskop ini Joseph von Fraunhofer (1787-1826) mengamati beberapa objek panas bersinar dan mandapati beberapa garis spectrum tertentu yang ada pada spectrum cahaya matahari tidak terdapat pada sumber panas lain selain cahaya matahari. Percobaan yang serupa dilakukan oleh Gustav Robert Kirchhof (1824-1887) dan Robert Wilhem Bunsen (1811-1899) pada cahaya yang dipancarkan nayala api yang ke dalamnya dimasukkan senyawa berbagai logam. Dari percobaan ini mereka menemukan bahwa setiap unsur logam menghasilkan garis spectrum warna tertentu sebagai cirri khas dari setiap logam. Garis-garis spectrum yang merupakan cirri khas dari setiap unsur ini tersusun dalam deretan yang makin lama makin mengumpul rapat pada daerah panjang gelombang pendek, daerah ungu.
Dari pengamatan-pengamatan yang dilakukan, memunculkan fakta bahwa susunan spectrum garis cahaya yang berwarna-warni ini mengesankan bahwa frekuensi cahaya masing-masing garis spectrum berhubungan langsung dengan frekuensi. Selanjutnya pengamatan pada gas hydrogen menghasilkan empat garis spectrum dalam daerah cahaya tampak. Garis-garis spectrum ini membentuk suatu deretan yang berturut-turut diberi nama Hα, Hβ, Hγ, dan Hδ dengan masing-masing memiliki panjang gelombang tertentu. Dari data penjang gelombang ini Johann Jakob Balmer (1825-1898) menyusun persamaan sederhana;
Dengan n adalah bilangan bulat 3, 4, 5, dan 6. untuk n=3 diperoleh λα, untuk n=4; λβ, n=5; λγ, dan n=6; λδ. Dan L = 3645,6 x 10-10. kemudian pada tahun 1900 Johannes Rydberg (1854-1919) merumuskan persamaan yang lebih sederhana;
Dimana m = 1, 2, 3, 4,….., dan seterusnya. Bilangan bulat n harus lebih besar daripada m, sedangkan R = 4/L selanjutnya dinyatakan sebagai konstanta Rydberg. Untuk m = 2, dengan n = 3, 4, 5, 6 dinyatakan sebagai spectrum Balmer yang merupakan spectrum cahaya tampak. Untuk m = 1, dengan n = 2, 3, dan seterusnya dinamakan deret Lyman yang berada pada daerah Ultraviolet. Dan untuk m = 3, dengan n = 4, 5 dan seterusnya dinamakan deret Paschen yang berada pada daerah inframerah. Selanjutnya Lorentz menemukan bahwa pancaran cahaya oleh suatu unsur zat bersumber dari getaran electron di dalam atom unsur pemancarnya. Begitu pula dengan benda yang dipanaskan akan meradiasikan cahaya (energi elektromagnetik) karena partikel (electron) bermuatan bergetar dalam benda. Cara radiasi benda panas yang bergantung pada suhunya dikenal sebagai hubungan benda hitam (Black-Body Relationship). Joseph Stefan dan Ludwig Boltzman mengemukakan: “Energi radiasi elektromagnetik total per detik yang dipancarkan benda hitam adalah berbanding lurus dengan pangkat empat suhu mutlaknya”. Ditemukannya teori kuantum radiasi oleh planck, kenyataan bahwa cahaya sebagai pertikel oleh Einstein, dan ditemukannya model atom Bohr yang berupa miniatur alam semesta merubah cara pandang dan berpikir dari yang semula menggunakan teori elektromagnetik Maxwell-Lorentz menjadi konsep teori kuantum. Bohr mengemukakan
bahwa: (1) Terdapat orbit electron yang stabil tertentu pada electron. Dimana di sana electron samasekali tidak memancarkan radiasi elektromagnetik. (2) bila electron berpindah dari satu orbit stabil dengan enrgi E1 ke orbit stabil lain dengan energi E2 yang berjari-jari lebih kecil, maka electron tersebut akan memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi f berbanding lurus dengan selisih energi kedua orbit
Dengan demikian diketahui bagaimana sebenarnya asal mula pembentukan spectrum cahaya yang dipancarkan berbagai unsur.
Sunber : http://asyafe.wordpress.com/2008/07/18/spektrum-cahaya/ http://id.wikipedia.org/wiki/Spektrum_kasat_mata http://dwiprananto.blogspot.com/2008/05/spektrum-cahaya-apaan-sih_18.html