BAB VIII STRUKTUR PYLO 8.1 Penampang Struktur Pylon Analisa penampang Pylon dikontrol terhadap kelangsingan yang mengakibatkan tekuk sebelum mencapai keadaan limit kegagalan material atau sebelum beton mengalami batas regangan hancur 0,003.
Tampak Belakang
Tampak Samping
Tampak Depan
Gambar 8.1 Tampak Belakang dan Samping Pylon Dilihat dari gambar diatas, bentuk penampang Pylon tidak sama sepanjang sisinya sehingga akan dilakukan analisa
penampang guna mengecek kemampuan tiap- tiap penampang disepanjang Pylon. Dibawah ini dapat dilihat berbagai bentuk penampang Pylon :
1
Base
2
3
x y
4
5
6
7
Gambar 8.2 Penampang Pylon pada ketinggian tertentu. Sumbu yang diberikan pada penampang, disesuaikan dengan sumbu bahan pada pemodelan MIDAS/CIVIL .Penampang
Pylon bentuknya merupakan unsimetris sepanjang penampang, sehingga dalam analisa pengaruh gaya dalam dan tekuk, akan dibagi menjadi beberapa segmen berdasarkan posisi kabel. Ha ini dipertimbangkan, karena disetiap posisi kabel, elemen- elemen akan mengalami perubahan dan perbedaan gaya yang cukup signifikan. Maka dari itu perlu adanya peninjauan secara khusu terhadap masing- masing elemen. Adapaun pembagian elemen dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 8.3 Pembagian segmen Pylon
Adapun hasil analisa gaya dalam dari MIDAS/CIVIL setiap segmen yang ditinjau, disajikan ditabel dibawah ini : Tabel 8.1 Gaya Dalam MAX dari Elemen A-G ELEMEN A B C D E F G
L ( panjang ) m 27,591 2,532 2,935 2,892 2,935 2,988 3,027
AKSIAL MOMEN My MOMEN Mx Ton Ton.m Ton.m -16790.72 -95285.82 -76.39 -14144.32 -7128.32 -13.37 -12767.07 3961.35 -10.9 -10832.19 5296.66 -8.36 -8710.32 5296.66 -6.04 -6222.00 4482.34 -4 -3566.26 2893.05 -2.28
Dari table diatas, dapat dilihat bahwa nilai Momen lebih didominasi pada sumbu Kuat (Sumbu Y) sedangkan nilai Momen arah sumbu lemah (sumbu X) relative kecil. Dan elemen yang mengalami gaya yang paling besar adalah elemen yang paling bawah ( elemen A ), baik dari gaya Momen maupun Gaya Aksial Tekannya. Dalam analisa kekuatan Pylon ini, Momen Mx tidak ditinjau dikarenakan nilainya/ pengaruhnya yang relative kecil. Jadi hanya P aksial dan Momen My yang akan dipertimbangkan dalam mendisain Pylon.
8.2 Analisa Penampang Pylon Sebelum menganalisa elemen yang ada, maka dilakukan terlebih dahulu menentukan parameter- parameter penampang tiaptiap elemen. Adapun salah satu contoh perhitungan dari salah satu penampang Pylon dapat dilihat dibawah ini :
A1 d1
ya Titik Netral Penampang
A2
d2 d5
d4 d3 A3
A5
A4
A5
A3
yb
A4
Gambar 8.4 Penampang 6 (Pylon) -
Luas dan Inersia Penampang A1 s/d A5.
♣ Area.1
A1 = 33.992,045cm 2 I1 =
a 2 + 4.a.b + b 2 213,12 + 4 × 213,1 × 548,2 + 548,2 2 × h3 = × 89,33 36(a + b ) 36(213,1 + 548,2)
I1 = 21.130.237,58cm 4 ♣ Area.2 A2 = 82.997,48cm 2 I2 =
1 1 × b × h 3 = × 548,2 × 151,4 3 = 158.538.753,1cm 4 12 12
♣ Area.3 A3 = 2.643,3cm 2 I3 =
1 1 × b × h 3 = × 80,1× 333 = 239.879,475cm 4 12 12
♣ Area.4 A4 = 2.046,555cm 2 I 4 = 209.810,139cm 4
♣ Area.5 A5 = 4.928,26cm 2 I 5 = 1.459.010,662cm 4 ATOTAL = 136.225,745cm 2
-
Mencari Titik etral Penampang.
Ya =
( A1 × Y1 ) + ( A2 × Y2 ) + ( A3 × Y3 ) + ( A4 × Y4 ) + ( A5 × Y5 ) ATOTAL
Ya = 151,586cm ≈ 152cm
-
Inersia Penampang Total.
(
I TOTAL = ∑ I O + A.d 2
)
I TOTAL = 821.431.852,7cm 4
Adapun analisa penampang yang lain, ditabelkan dibawah ini : Tabel 8.2 Inersia Penampang Pylon PENAMPANG Base 1 2 3 4 5 6 7
Ya cm 450.000 300.000 214.980 196.360 179.197 180.630 172.602 151.586 144.880
Luas Total Inersia Total 2
cm 360000.000 175225.520 163992.857 160855.900 156214.160 150544.090 136225.745 126296.650
4
cm 24300000000 2397246314 1833462556 1615101280 1366993383 1174635734 821431852.7 642664767.4
ry cm 259.808 116.965 105.736 100.203 93.546 88.332 77.653 71.334
8.3 Analisa Kekakuan Elemen. Dalam analisa Pylon ini, telah dikatakan diawal bahwa hanya Momen My dan Gaya P aksial yang akan ditinjau. Sehingga bila dilihat pengaruh terhadap bentuk penampang Pylon, maka yang berpengaruh adalah Inersia ( Iy ). Selain itu, berdasarkan pengaruh gaya dalam terhadap bentuk penampang Pylon ( searah memanjang jembatan/ searah sumbu x pylon ), maka dalam analisa kekakuan pylon dapat dikategorikan sebagai Rangka dengan pengaku Lateral (yang berupa Kabel). Unutk itu rumus yang akan digunakan adalah :
k .Lu M ≥ 34 − 12 × 1 ; syarat kelangsingan r M2 1. Analisa Kekakuan Elemen A.
k .Lu M ≥ 34 − 12 × 1 ; syarat kelangsingan r M2
Pada Elemen A terdapat dua penampang yaitu Penampang 1 dan base . Dalam analisa ini yang akan digunakan sebagai analisa kekakuan adalah penampang yang kecil ( penampang 1 ), sehingga bila penampang 1 telah memenuhi syarat berarti penampang yang lebih besar ( penampang base ) juga telah memenuhi syarat kekakuan.
27,591m
1
base X Y
Gambar 8.5 Elemen A pada Pylon
k =1 Lu = 27,591m = 2759,1cm ry =
I = 259,808cm; penampang − 1 A
Sehingga syarat kekakuannya ialah :
k .Lu M 1× .2.759,1 - 7128.32 ≥ 34 − 12 × 1 ⇔ ≥ 34 − 12 × r M2 259,808 - 95285.82 10,620 ≤ 33,102 Dari perhitungan diatas untuk Segmen A dianalisa sebagai kolom tidak Langsing, sehingga tidak mengalami Pembesaran Momen. B : ilai M1 dan M2 dapat dilhat pada Tabel “Gaya pada Pylon Segmen A”. 2. Analisa Kekakuan Elemen B.
k .Lu M ≥ 34 − 12 × 1 ; syarat kelangsingan r M2 Pada Elemen B terdapat dua penampang yaitu Penampang 2 dan 1. Dalam analisa ini yang akan digunakan sebagai analisa kekakuan adalah penampang yang kecil ( penampang 2 ), sehingga bila penampang 2 telah memenuhi syarat berarti penampang yang lebih besar ( penampang 1 ) juga telah memenuhi syarat kekakuan.
2,532m
2 1 X Y
Gambar 8.6 Elemen B pada Pylon
k =1 Lu = 2,532m = 253,2cm ry =
I = 105,736cm; penampang − 2 A
Sehingga syarat kekakuannya ialah :
k .Lu M 1 × .253,2 - 5.71 ≥ 34 − 12 × 1 ⇔ ≥ 34 − 12 × 105,736 r M2 - 7128.32 2,395 ≤ 33,990 Dari perhitungan diatas untuk Segmen B dianalisa sebagai kolom tidak Langsing, sehingga tidak mengalami Pembesaran Momen. B : ilai M1 dan M2 dapat dilhat pada Tabel “Gaya pada Pylon Segmen B”. 3. Analisa Kekakuan Elemen C.
k .Lu M ≥ 34 − 12 × 1 ; syarat kelangsingan r M2 Pada Elemen C terdapat dua penampang yaitu Penampang 4 dan 3. Dalam analisa ini yang akan digunakan sebagai analisa kekakuan adalah penampang yang kecil ( penampang 4 ), sehingga bila penampang 3 telah memenuhi syarat berarti penampang yang lebih besar ( penampang 3 ) juga telah memenuhi syarat kekakuan.
2,935m
3 2 X Y
Gambar 8.7 Elemen C pada Pylon
k =1 Lu = 2,935m = 293,5cm ry =
I = 100,203cm; penampang − 3 A
Sehingga syarat kekakuannya ialah :
k .Lu M - 5.71 1 × .293,5 ≥ 34 − 12 × 1 ⇔ ≥ 34 − 12 × r M2 3.961,35 100,203 2,929 ≤ 34 Dari perhitungan diatas untuk Segmen C dianalisa sebagai kolom tidak Langsing, sehingga tidak mengalami Pembesaran Momen. B : ilai M1 dan M2 dapat dilhat pada Tabel “Gaya pada Pylon Segmen C”.
4. Analisa Kekakuan Elemen D.
k .Lu M ≥ 34 − 12 × 1 ; syarat kelangsingan r M2 Pada Elemen D terdapat dua penampang yaitu Penampang 4 dan 3. Dalam analisa ini yang akan digunakan sebagai analisa kekakuan adalah penampang yang kecil ( penampang 4 ), sehingga bila penampang 3 telah memenuhi syarat berarti penampang yang lebih besar ( penampang 3 ) juga telah memenuhi syarat kekakuan.
2,892m
4 3 X Y
Gambar 8.8 Elemen D pada Pylon
k =1 Lu = 2,892m = 289,2cm ry =
I = 93,546cm; penampang − 4 A
Sehingga syarat kekakuannya ialah :
k .Lu M 1 × .289,2 5.296,66 ≥ 34 − 12 × 1 ⇔ ≥ 34 − 12 × 93,546 r M2 3.961,35 3,092 ≤ 17,955 Dari perhitungan diatas untuk Segmen D dianalisa sebagai kolom tidak Langsing, sehingga tidak mengalami Pembesaran Momen. B : ilai M1 dan M2 dapat dilhat pada Tabel “Gaya pada Pylon Segmen D”. 5. Analisa Kekakuan Elemen E.
k .Lu M ≥ 34 − 12 × 1 ; syarat kelangsingan r M2 Pada Elemen F terdapat dua penampang yaitu Penampang 5 dan 4. Dalam analisa ini yang akan digunakan sebagai analisa kekakuan adalah penampang yang kecil ( penampang 5 ), sehingga bila penampang 5 telah memenuhi syarat berarti penampang yang lebih besar ( penampang 4 ) juga telah memenuhi syarat kekakuan.
2,935m
5 4 X Y Gambar 8.9 Elemen E pada Pylon
k =1 Lu = 2,935m = 293,5cm ry =
I = 88,332cm; penampang − 5 A
Sehingga syarat kekakuannya ialah :
k .Lu M 1 × .293,5 4.482,34 ≥ 34 − 12 × 1 ⇔ ≥ 34 − 12 × r M2 88,332 5.296,66 3,323 ≤ 23,845 Dari perhitungan diatas untuk Segmen E dianalisa sebagai kolom tidak Langsing, sehingga tidak mengalami Pembesaran Momen. B : ilai M1 dan M2 dapat dilhat pada Tabel “Gaya pada Pylon Segmen E”. 6. Analisa Kekakuan Elemen F.
k .Lu M ≥ 34 − 12 × 1 ; syarat kelangsingan r M2 Pada Elemen F terdapat dua penampang yaitu Penampang 6 dan 5. Dalam analisa ini yang akan digunakan sebagai analisa kekakuan adalah penampang yang kecil ( penampang 6 ), sehingga bila penampang 6 telah memenuhi syarat berarti penampang yang lebih besar ( penampang 5 ) juga telah memenuhi syarat kekakuan.
2,988m
6 5
X Y
Gambar 8. 10 Elemen F pada Pylon
k =1 Lu = 2,988m = 298,8cm ry =
I = 77,653cm; penampang − 6 A
Sehingga syarat kekakuannya ialah :
k .Lu M 1 × .298,8 2.893,05 ≥ 34 − 12 × 1 ⇔ ≥ 34 − 12 × 77,653 r M2 4.482,34 3,848 ≤ 26,255 Dari perhitungan diatas untuk Segmen F dianalisa sebagai kolom tidak Langsing, sehingga tidak mengalami Pembesaran Momen. B : ilai M1 dan M2 dapat dilhat pada Tabel “Gaya pada Pylon Segmen F”.
7. Analisa Kekakuan Elemen G.
k .Lu M ≥ 34 − 12 × 1 ; syarat kelangsingan r M2 Pada Elemen G terdapat dua penampang yaitu Penampang 7 dan 6. Dalam analisa ini yang akan digunakan sebagai analisa kekakuan adalah penampang yang kecil ( penampang 7 ), sehingga bila penampang 7 telah memenuhi syarat berarti penampang yang lebih besar ( penampang 6 ) juga telah memenuhi syarat kekakuan.
3,027m
7 6 Gambar 8.11 Elemen G pada Pylon
k =1 Lu = 3,027m = 302,7cm ry =
I = 71,334cm; penampang − 7 A
Sehingga syarat kekakuannya ialah :
k .Lu M 1 × .302,7 − 38,23 ≥ 34 − 12 × 1 ⇔ ≥ 34 − 12 × r M2 71,334 2.893,05 4,243 ≤ 34,159
Dari perhitungan diatas untuk Segmen G dianalisa sebagai kolom tidak Langsing, sehingga tidak mengalami Pembesaran Momen. B : ilai M1 dan M2 dapat dilhat pada Tabel “Gaya pada Pylon Segmen G”. 8.4 Analisa Tulangan dan Kapasitas Kekuatan Pylon 8.4.1 Analisa Tulangan Lentur Dari analisa diatas, dapat disimpulkan bahwa semua penampang Pylon merupakan Elemen tidak langsing/ kolom pendek sehingga keruntuhan yang terjadi bukan akibat tekuk namun lebih didominasi keruntuhan akibat material. Adapan analisa pada tiap elemen dapat dilihat dibawah ini : 1. Elemen A ( Penampang Base ) P ( kN) 1200000 (Pmax)
fs=0
fs=0
fs=0.5fy
fs=0.5fy
1
-1600000
1600000 Mx (k N -m) (Pmin) -200000
Gambar 8.12 Analisa Kekuatan Pylon ( Penampang Base )
Dari analisa pcaCol, didapatkan hasil analisa antara lain :
ρ = 1,047% As penampang = 360.000cm 2 As pakai = 0,01047 × As penampang = 3.769,2cm 2
.
1 1 Astulangan = × π × D 2 = × π × 3,2 2 = 8,038cm 2 4 4 3.769,2cm 2 Jumlah.tul = n = = 468,923 ≈ 470 D32mm 8,038cm 2 Mn = 1.145.056,4k − m
φMn ≥ Mu 0,9 × 1.145.056,4k − m ≥ 952858.2 k − m 1.030.550,76kN - m ≥ 952858.2 k − m......OK 2. Elemen B ( Penampang 1 ) P ( kN) 250000
(Pmax)
1
fs=0
fs=0
fs=0.5fy
fs=0.5fy
-160000
160000 M x (k N -m) (Pmin) -50000
Gambar 8.13 Analisa Kekuatan Pylon ( Penampang 1 )
Dari analisa pcaCol, didapatkan hasil analisa antara lain :
ρ = 0,467% ⇔ ρ pakai = ρ min = 1% As penampang = 175.225,52cm 2 As pakai = 0,01× As penampang = 1.752,25cm 2 1 1 Astulangan = × π × D 2 = × π × 3,2 2 = 8,038cm 2 4 4 1.752,25cm 2 Jumlah.tul = n = = 217,996 ≈ 220 D32mm 8,038cm 2 Mn = 128.545,9 k − m φMn ≥ Mu 0,9 × 128.545,9 k − m ≥ 71.283,2 k − m 115.691,31kN - m ≥ 71.283,2 k − m......OK
.
3. Elemen C ( Penampang 2 ) P ( k N) 450000
(Pmax)
fs=0
fs=0 1
fs=0.5fy
fs=0.5fy
-250000
250000 Mx (k N -m) (Pmin) -100000
Gambar 8.14 Analisa Kekuatan Pylon ( Penampang 2 ) Dari analisa pcaCol, didapatkan hasil analisa antara lain :
ρ = 0,874% ⇔ ρ pakai = ρ min = 1% As penampang = 163.992,857cm 2 As pakai = 0,01× As penampang = 1.639,928cm 2 1 1 Astulangan = × π × D 2 = × π × 3,2 2 = 8,038cm 2 4 4 1.639,928cm 2 Jumlah.tul = n = = 204,022 ≈ 205D32mm 8,038cm 2
.
Mn = 239.049,4 k − m φMn ≥ Mu 0,9 × 239.049,4 k − m ≥ 39.613,5 k − m 215.144,46kN - m ≥ 39.613,5 k − m......OK 4. Elemen D ( Penampang 3 ) P ( kN) 450000 (Pmax)
fs=0
fs=0 1
fs=0.5fy
fs=0.5fy
-200000
250000 M x (k N -m) (Pmin) -100000
Gambar 8.15 Analisa Kekuatan Pylon ( Penampang 3 ) Dari analisa pcaCol, didapatkan hasil analisa antara lain :
ρ = 0,882% ⇔ ρ pakai = ρ min = 1% As penampang = 160.855,9cm 2 As pakai = 0,01× As penampang = 1.608,559cm 2 1 1 Astulangan = × π × D 2 = × π × 3,2 2 = 8,038cm 2 4 4 1.608,559cm 2 Jumlah.tul = n = = 200,119 ≈ 200 D32mm 8,038cm 2
.
Mn = 218.984,5 k − m φMn ≥ Mu 0,9 × 218.984,5 k − m ≥ 52.966,6 k − m 197.086,05kN - m ≥ 52.966,6 k − m......OK 5. Elemen E ( PenampangP 4( k N)) 450000
(Pmax)
fs=0 fs=0 fs=0.5fy fs=0.5fy
1
-180000
200000 -50000
M x (k N -m) (Pmin)
Gambar 8.16 Analisa Kekuatan Pylon ( Penampang 4 ) Dari analisa pcaCol, didapatkan hasil analisa antara lain :
ρ = 0,858% ⇔ ρ pakai = ρ min = 1% As penampang = 156.214,16cm 2 As pakai = 0,01× As penampang = 1.562,142cm 2 1 1 Astulangan = × π × D 2 = × π × 3,2 2 = 8,038cm 2 4 4 1.562,142cm 2 Jumlah.tul = n = = 194,345 ≈ 195D32mm 8,038cm 2
.
Mn = 179.616,2 k − m φMn ≥ Mu 0,9 × 179.616,2 k − m ≥ 52.966,6 k − m 161.654,58kN - m ≥ 52.966,6 k − m......OK 6. Elemen F ( Penampang 5 ) P ( kN) 400000
(Pmax)
fs=0 fs=0 fs=0.5fy fs=0.5fy 1
-160000
180000 Mx (k N-m) -50000
(Pmin)
Gambar 8.17 Analisa Kekuatan Pylon ( Penampang 5 ) Dari analisa pcaCol, didapatkan hasil analisa antara lain :
ρ = 0,881% ⇔ ρ pakai = ρ min = 1% As penampang = 150.544,09cm 2 As pakai = 0,01 × As penampang = 1.505,441cm 2 1 1 × π × D 2 = × π × 3,2 2 = 8,038cm 2 4 4 1.505,441cm 2 = 187,290 ≈ 190 D32mm Jumlah.tul = n = 8,038cm 2 Astulangan =
.
Mn = 146.031,5 k − m φMn ≥ Mu 0,9 × 146.031,5 k − m ≥ 44.823,4 k − m 131.428,35kN - m ≥ 44.823,4 k − m......OK 7. Elemen G ( Penampang 6 ) P ( k N) 350000
(Pmax)
fs=0 fs=0 fs=0.5fy fs=0.5fy
1
-140000
140000 Mx (k N-m) -50000
(Pmin)
Gambar 8.18 Analisa Kekuatan Pylon ( Penampang 6 ) Dari analisa pcaCol, didapatkan hasil analisa antara lain :
ρ = 0,837% ⇔ ρ pakai = ρ min = 1% As penampang = 136.225,745cm 2 As pakai = 0,01 × As penampang = 1.362,257cm 2 1 1 × π × D 2 = × π × 3,2 2 = 8,038cm 2 4 4 1.362,257cm 2 = 169,4770 ≈ 170 D32mm Jumlah.tul = n = 8,038cm 2 Astulangan =
.
Mn = 96.949,1 k − m φMn ≥ Mu 0,9 × 96.949,1 k − m ≥ 28.930,5 k − m 87.254,19kN - m ≥ 28.930,5 k − m......OK 8.4.2 Analisa Tulangan Geser Pylon. Berdasarkan analisa MIDAS diperoleh energy dalam tiap elemen sebagai berikut : Tabel 8.3 Analisa Gaya Geser dan Aksial Pylon. AKSIAL GESER kN kN A 16790.72 -3234.28 B 14144.32 -2822.36 C 12767.07 -1421.67 D 10832.19 -471.26 E 8710.32 287.4 F 6222 542.66 G 3566.26 1006.15 H 0 -20.98 73032.88 Elemen yang mengalami aksial, lentur dan geser akan dianalisa dengan nilai Vc : ELEMEN
u Vc = 1 + 14. Ag
f 'c 6
bw.d
Vn = Vc + Vs
φ .Vn ≥ Vu ; analisa ini akan dianalisa per Elemen. 0,5 × φ × Vn ≥ Vu
a. Perhitungan tulangan geser pada elemen A
u Vc = 1 + 14. Ag
f 'c 6
bw.d
16.790.720 50 Vc = 1 + 15.361.276 = 19.516.869,76 14 ×15.361.276 6 Adapun analisa perhitungan pada tiap penampang dapat dilihat pada table dibawah ini. Tabel.8.4 Perhitungan Gaya Geser Beton tiap Elemen. ELEMEN A B C D E F G
Nu N 16790720 14144320 12767070 10832190 8710320 6222000 3566260
Ag 2
mm 15361276.000 16960918.850 16242437.850 15853503.000 15337912.500 14338491.750 13126119.750
Vc N 19516869.757 21179294.627 20216620.598 19595379.486 18809132.556 17421838.675 15769486.028
0,5×φ ×Vn≥Vu Vu N N 3234280 7318826.16 2822360 7942235.48 1421670 7581232.72 471260 7348267.31 287400 7053424.71 542660 6533189.50 1006150 5913557.26
Persyaratan sebuah penampang tidak memerlukan tulangan geser bila 0.5 × φ × Vn ≥ Vu . Dari table diatas dapat disimpulkan bahwa kekuatan beton mampu menahan gaya geser yang terjadi, sehingga tidak membutuhkan tulangan geser. Namun dalam perencanaan akan digunakan tulangan geser praktis dengan jarak antar tulangan Smax=60cm.
8.4.1 Perhitungan Angker Kabel pada Pylon. Angker kabel dipasang sesuai dengan jumlah strand kabel yang telah dihitung. Perhitungan ini meliputi cek tegangan beton saat stressing, besarnya gaya pencar Tb dan kebutuhan tulangan melintang dan tulangan pecah ( spalling ) yang dihitung berdasrkan buku “Desain Praktis Beton Prategang” Andri B Budiardi,2008.
H
B D H
Gambar 8.19 Dimensi Angker pada Pylon Tabel 8.3 Dimensi Angker Kabel Angker
31
37
61
91
∅d (mm)
160 180 200 250
∅A1 (mm) 340 370 460 550 B (mm)
480 530 660 810
∅D (mm)
280 300 380 450
Contoh perhitungan akan diberikan pada angker kabel M6, dan kabel yang lain akan disajikan dalam bentuk tabel.
-
Kabel M6 ( 91 Strand ); Paksial = 16.276,529 kN
H = 1000 mm B = 810 mm A’b= H x H = 1000 mm x 1000 mm = 1.000.000 mm2 Ab = (BxB) – Luas D = (810x810) – (1/4x3,14x4502) Ab = 497.137,5 mm2. Stressing dilakukan saat beton berusia 14 hari, kuat tekan beton diperkirakan 85%f’c. fci = 85% x f’c = 85% x 50Mpa = 42,5 Mpa Tegangan Ijin beton saat stressing :
σb =
1,2 × P 1,2 × 16.276,529 = 39,288Mpa = Ab 497.137,5
Kekuatan desain terhadap tegangan Tumpu :
f cp = φ × 0,85 × f ci ×
A'b 1.000.000 = 0,85 × 0,85 × 42,5 × Ab 497.137,5
f cp = 41,373Mpa > σ b .........OK!
Tabel 8.4 Nilai Tegangan angker tiap Kabel KABEL M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
DIMENSI ANGKER (mm) H(mm) B(mm) A'b (mm2) D(mm) 1000 660 1000000 380 1000 660 1000000 380 1000 660 1000000 380 1000 810 1000000 450 1000 810 1000000 450 1000 810 1000000 450 950 810 902500 450 950 660 902500 380 950 660 902500 380 950 660 902500 380 950 660 902500 380 950 660 902500 380 950 660 902500 380 950 660 902500 380
2
Ab (mm ) 322246 322246 322246 497137.5 497137.5 497137.5 497137.5 322246 322246 322246 322246 322246 322246 322246
ANGKER
P (Kn)
61 61 61 91 91 91 2@91 61 61 61 61 61 61 61
11666.469 9372.969 9016.744 14760.354 16421.841 16276.529 15052.053 8568.357 9464.487 10354.092 11137.527 11785.400 12285.286 12592.785
TEGANGAN Ket fb (Mpa) fcp(Mpa) fb
Tegangan di bawah pelat angker: ft
= P/Ab < fcp...OK Tabel 8.5 Nilai Tegangan angker tiap Kabel
KABEL
ANGKER
P (Kn)
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
61 61 61 91 91 91 2@91 61 61 61 61 61 61 61
11666.469 9372.969 9016.744 14760.354 16421.841 16276.529 15052.053 8568.357 9464.487 10354.092 11137.527 11785.400 12285.286 12592.785
ft Mpa 36.20361 29.08638 27.98093 29.69069 33.03279 32.7405 30.27744 26.58949 29.37038 32.13102 34.56219 36.57268 38.12394 39.07817
fcp (Mpa) 54.092 54.092 54.092 43.550 43.550 43.550 41.373 51.387 51.387 51.387 51.387 51.387 51.387 51.387
Ket ft
8.4.2 Perhitungan Tulangan Pencar dan Melintang. Perhitungan ini meliputi besarnya gaya pencar Tb dan kebutuhan tulangan melintang dan tulangan pecah ( spalling ) yang dihitung berdasrkan buku “Desain Praktis Beton Prategang” Andri Budiardi,2008. -
Tulangan Melintang.( Kabel S7 )
Sengkang diletakkan didaerah antara 0,2 H s/d 1H; dalam disain kali ini akan direncanakan 0,3 H = 0,3 x 1000 = 300 mm. Menurut SNI 03-2847-2002 Ps.20.13.3.2. B 660 Tb = 0,25 × P × 1 − = 0,25 ×12.592.785 × 1 = 1.070.386,725 H 1000 Tb 1.070.386,725 Asb = = = 2.973,296mm 2 fys 360
Sehingga jumlah sengkang yang akan dipasang dekat ujung angker. Dipakai tulangan D22mm ( As=379,94mm2). n=
Asb 2.973,296 = = 7,8 ≈ 8Tulangan As.Tulangn 379,94
Untuk mencegah spalling ( pecah ), maka akan dipasang tulangan dengan kuat tarik = 2%P=0,02 x 12.592.785N = 251.855,7 N. As =
2% × P 251.855,7 = = 699,599mm 2 ;direncanakan dengan fys 360
tulangan D22mm ( As=379,94mm2). n=
As 699,599 = = 1,8 ≈ 2Tulangan As.Tulangn 379,94
Tabel 8.6 Kebutuhan Tulangan Melintang dan Tulangan Spalling NO n Angker KABEL Aktual M1 61 M2 61 M3 61 M4 91 M5 91 M6 91 M7 2@91 S1 61 S2 61 S3 61 S4 61 S5 61 S6 61 S7 61
P Force (kN) 11666.469 9372.969 9016.744 14760.354 16421.841 16276.529 30104.105 8568.357 9464.487 10354.092 11137.527 11785.400 12285.286 12592.785
Tulangan Melintang P pencar As 554157.285 1539.326 445216.007 1236.711 428295.350 1189.709 701116.812 1947.547 780037.426 2166.771 773135.113 2147.598 1429945.006 3972.069 728310.365 2023.084 804481.368 2234.67 880097.829 2444.716 946689.823 2629.694 1001759.040 2782.664 1044249.334 2900.693 1070386.722 2973.296
n 4 3 3 5 6 6 10 5 6 6 7 7 8 8
Spalling As 648.1372 520.7205 500.9302 820.0197 912.3245 904.2516 1672.45 476.0198 525.8048 575.2273 618.7515 654.7445 682.5159 699.5992
n 2 1 1 2 2 2 4 1 1 2 2 2 2 2