KINERJA MODEL GEDUNG APARTEMEN TAK BERATURAN SEPULUH LANTAI DI KABUPATEN PURBALINGGA AKIBAT BEBAN GEMPA (Performance of A Ten Story Irregular Apartment Building Model in Purbalingga Region Under The Seismic Load )
Yanuar Haryanto Haryanto1 dan Buntara Sthenly Gan2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Indonesia 2 Department of Architecture, College of Engineering, Engineering, Nihon University, Jepang
[email protected]
A B S TR A C T Purbalingga is a region with high levels of seismicity that required compliance with the rules of the planning and implementation of the system of earthquake-resistant structures. This study aimed to evaluate the performance of a ten story irregular apartment building model in Purbalingga region under the seismic load. This is important in order to provide information on the impact and mitigation strategies should be implemented. Assessment is based on the seismic load of SNI 2002 and SNI 2012 includes linear static analysis, dynamic response analysis, and pushover analysis. Based on a linear static analysis known that drift ratio experienced a deterioration in the level of an average of 34.42% and 32.61% respectively in the X direction and the direction Y. The drift ratio based on dynamic response analysis also experienced a deterioration in the level of an average of 30.74 % and 27.33% respectively in the X direction and the direction Y. Pushover analysis results show the performance of the apartment building model is still at the level of Immediate Occupancy (IO) where there is only minor structural damage has occurred. Nonstructural components are secured, and if utilities are available, most would function. Repairs may be instituted at the convenience of the building users. Plastic hinge distribution showed that the collapse initiated at the first beam element.
Keywords : Apartement, Seismic Load, Evaluation, Performance, Purbalingga, Structure ABSTRAK Kabupaten Purbalingga merupakan wilayah dengan tingkat kegempaan tinggi sehingga diperlukan pemenuhan terhadap kaidah-kaidah perencanaan dan pelaksanaan sistem struktur tahan gempa. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja model gedung apartemen tak beraturan sepuluh lantai di Kabupaten Purbalingga akibat beban gempa. Hal ini penting dilakukan agar dapat memberikan informasi mengenai dampak dan strategi mitigasi yang harus diterapkan. Kajian didasarkan pada beban gempa SNI 2002 dan SNI 2012 meliputi analisis statik linier, analisis dinamik respon, dan analisis beban dorong . Berdasarkan analisis statik linier diketahui rasio simpangan tingkat mengalami penuruan rata-rata sebesar 34,42% dan 32,61% masing-masing untuk arah X dan arah Y. Rasio simpangan tingkat berdasarkan analisis dinamik respon juga mengalami penuruanan rata-rata sebesar 30,74% dan 27,33% masing-masing untuk arah X dan arah Y. Hasil analisis beban dorong menunjukkan kinerja model gedung apartemen ini masih berada pada tingkat immediate occupancy (IO) (IO) yaitu tidak ada kerusakan struktur, komponen nonstruktural masih berada di tempatnya, bangunan tetap berfungsi tanpa adanya perbaikan. Distribusi sendi plastis memperlihatkan bahwa keruntuhan diawali pada elemen balok terlebih dahulu. Kata kunci: kunci: Apartemen, Beban Gempa, Evaluasi, Kinerja, Purbalingga, Struktur
PENDAHULUAN Fungsi bangunan gedung adalah bentuk kegiatan manusia dalam bangunan gedung, baik kegiatan hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya, maupun kegiatan khusus. Berdasarkan pasal 8 UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, disebutkan bahwa setiap pembangunan bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan administratif bangunan gedung yang meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksana UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis IMB dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian IMB. Salah satu fungsi bangunan gedung yang memenuhi kegiatan hunian atau tempat tinggal adalah apartemen. Pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk yang semakin pesat dewasa ini mengakibatkan kebutuhan akan apartemen semakin meningkat. Bangunan apartemen sejatinya membutuhkan lahan yang luas, sementara lahan yang tersedia semakin sedikit. Salah satu cara memanfaatkan lahan dengan optimal adalah melakukan pembangunan secara vertikal dengan mewujudkan gedung bertingkat. Dalam perancangan gedung bertingkat, banyak faktor yang harus diperhatikan seperti fungsi gedung, misalnya digunakan untuk apartemen, keamanan dan kenyamanan pengguna, di samping juga faktor ekonomis tetap harus dikedepankan. Keamanan merupakan faktor utama yang harus menjadi tolok ukur dalam pembangunan suatu gedung bertingkat. Perancangan dan pendetailan komponen-komponen struktur gedung bertingkat pada umumnya dihitung untuk dapat menahan gaya vertikal gravitasi (beban mati dan hidup), gaya horizontal angin dan gaya gempa. Sehubungan dengan gaya gempa, Indonesia telah melakukan perubahan peraturan gempa dari SNI 2002 menjadi SNI 2012. Hal tersebut berpeluang
menyebabkan terjadinya perubahan perilaku struktur gedung. Berdasarkan peta hazard gempa Indonesia 2010 (SNI 1726-2012), secara detail Kabupaten Purbalingga memiliki nilai percepatan spektral pada periode 0,2 detik (S s ) sebesar 0,792g dan percepatan spektral pada periode 1 detik (S 1 ) sebesar 0,323g seperti dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Percepatan spektral pada periode 0,2 detik (S s ) dan pada periode 1 detik (S 1) untuk Kabupaten Purbalingga (Sumber: SNI 1726-2012)
Menurut FEMA 310 (1998), wilayah dengan nilai percepatan spektral pada periode pendek (Ss ) ≥ 0,500g dan nilai percepatan spektral pada periode 1 detik (S1 ) ≥ 0,200g termasuk ke dalam wilayah dengan tingkat kegempaan tinggi atau high seismicity . Dengan demikian Kabupaten Purbalingga merupakan wilayah dengan tingkat kegempaan tinggi sehingga diperlukan pemenuhan terhadap kaidahkaidah perencanaan dan pelaksanaan sistem struktur yahan gempa pada setiap struktur bangunan yang akan didirikan di Purbalingga. Namun dalam kenyataannya, kaidah-kaidah perencanaan/pelaksanaan struktur bangunan tahan gempa tersebut belum sepenuhnya diterapkan. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja model gedung apartemen tak beraturan sepuluh lantai di Kabupaten Purbalingga akibat beban gempa. Hal ini penting dilakukan agar dapat memberikan informasi mengenai dampak dan strategi mitigasi yang harus diterapkan
Gedung-gedung yang memiliki ketidakberaturan struktur baik pada arah horizontal maupun arah vertikal memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan gedung-gedung beraturan. Contoh ketidakberaturan horizontal pada suatu struktur gedung adalah ketidakberaturan sudut dalam yang didefinisikan ada jika kedua proyeksi denah struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15% dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan, seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Sedangkan contoh ketidakberaturan vertikal pada suatu struktur gedung adalah diskontinuitas arah bidang yang didefinisikan ada jika terdapat pergeseran (offset) elemen penahan yang lebih besar dari lebar (d) elemen tersebut atau terdapat reduksi kekakuan elemen penahan pada tingkat di bawanya seperti diperlihatkan pada Gambar 3
Gambar 2. Ketidakberaturan sudut (Sumber: FEMA 451B)
dalam
Gambar 3. Ketidakberaturan diskontinuitas arah bidang (Sumber: FEMA 451B)
KAJIAN TEORI Satyarno (2010) mengemukakan bahwa tingkat resiko gempa ditentukan oleh dua faktor utama yaitu besarnya tingkat ancaman (hazard ) dan besarnya tingkat kerentanan (vulnerability ). Besarnya tingkat ancaman tidak dapat dikurangi karena merupakan fenomena alam. Dengan demikian tingkat resiko gempa hanya dapat dikurangi dengan memperkecil tingkat kerentanan. Sehubungan dengan ilmu Rekayasa Gempa, dewasa ini dikenal dengan istilah Performance Based Earthquake Engineering yang terdiri dari Performance Based Design dan Performance Based Evaluation. Bangunan yang telah berdiri akan dianalisis menggunakan evaluasi gempa berbasis kinerja (Performance Based Evaluation), sedangkan untuk perencanaan bangunan baru dilakukan dengan prinsip perencanaan gempa berbasis kinerja (Performance Based Design). Arfiadi dan Satyarno (2013) melakukan kajian tentang perbandingan spektra desain beberapa kota besar di Indonesia dalam SNI Gempa 2012 dan SNI Gempa 2002 meliputi 15 kota yaitu Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Surakarta, Denpasar, Medan, Banda Aceh, Padang, Makassar, Palu, Manado, Palembang, dan Jayapura. Dari hasil perbandingan tampak bahwa beberapa kota mengalami kenaikan nilai spektrum desain percepatannya, tetapi beberapa kota juga mengalami penurunan. Dari 15 kota yang diamati, urutan nilai nominal spektra percepatan desain pada perioda pendek untuk tanah keras terbesar terjadi pada kota Palu, Jayapura, Bandung, Banda Aceh, Padang dan Yogyakarta dengan nilai spektra percepatan desain pada perioda pendek masing-masing sebesar 1,308g, 1g, 0,983g, 0,899g, 0,896g, dan 0,807g yang akan terjadi pada kebanyakan gedung dengan jumlah lantai antara 2 sampai 8. Mengingat cukup besarnya kenaikan spektra percepatan desain pada beberapa kota besar ini, maka sangat perlu untuk segera dilakukan evaluasi keamanan bangunan-bangunan yang sudah terbangun dengan peraturan sebelumnya terutama untuk bangunan penting seperti rumah sakit dan bangunan penting lainnya. Faizah dan Widodo (2013) melakukan analisis gaya gempa rencana pada struktur bertingkat banyak dengan metode dinamik
respon spektra. Analisis dilakukan pada model struktur 2D portal beton bertulang 12 tingkat 4 bentang dengan bantuan program SAP2000 dimana tinjauan dilakukan pada 23 lokasi di Indonesia yang memiliki klasifikasi situs yang berbeda-beda dengan kondisi tanah sedang. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa gaya geser dasar (V) rata-rata mengalami peningkatan dari tahun 2002 ke 2012, kecuali pada 7 kota yaitu Bandar Lampung, Palembang, Jakarta, Kupang, Banjarmasin, Samarinda dan Makasar. Dengan demikian, bangunan yang sudah terbangun sesuai SNI 1726-2002 pada 7 kota tersebut dapat dipastikan akan memenuhi persyaratan dari SNI 1726-2012. Peningkatan gaya geser dasar (V) dapat menyebabkan bangunan tidak mampu menahan gaya gempa rencana SNI 17262012, maka perlu dilakukan perkuatan struktur yang sesuai agar kekuatan bangunan memenuhi persyaratan SNI 17262012. Asneindra dkk (2014) melakukan analisis perbandingan kinerja struktur gedung tak beraturan akibat beban gempa SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012 untuk studi kasus menara Dang Merdu Bank Riau Kepri. Analisis dilakukan untuk melihat perbandingan kinerja struktur yang dihasilkan akibat beban gempa SNI 031726-2002 dan SNI 1726:2012. Penentuan gaya geser dasar menggunakan model struktur yang didasarkan pada penampang utuh, sedangkan untuk perhitungan kekuatan dan simpangan struktur didasarkan pada penampang retak. Sistem struktur yang digunakan adalah sistem struktur minimum yang diperbolehkan pada masing-masing peraturan berdasarkan tingkat risiko gempa. Hasil analisis menunjukkan bahwa gaya geser dasar akibat beban gempa SNI 1726-2012 meningkat sebesar 27,85% dibanding SNI 1726-2002. Total simpangan yang dihasilkan oleh beban gempa SNI 17262012 meningkat sebesar 34,94% pada arah X dan 32,85% pada arah Y dari total simpangan yang dihasilkan oleh SNI 17262002. Secara keseluruhan struktur dapat menahan kombinasi pembebanan SNI 1726-2002 namun akibat kombinasi pembebanan SNI 1726-2012 beberapa komponen struktur mengalami overstress. Haryanto dan Sudibyo (2015) dalam
kajiannya telah melakukan evaluasi kinerja struktur akibat pengaruh gempa terhadap Gedung D dan Gedung E Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, yang masing-masing berfungsi sebagai laboratorium dan ruang kuliah. Kajian yang dilakukan meliputi analisis statik linier, analisis dinamik respon, dan analisis beban dorong. Berdasarkan analisis statik linier diperoleh gaya geser dasar struktur untuk Gedung D sebesar 1909,65 kN dengan simpangan tingkat maksimum yang terjadi pada arah X sebesar 0,039 m dan arah Y sebesar 0,054 m sedangkan gaya geser dasar struktur untuk Gedung E diperoleh sebesar 1900,210 kN dengan simpangan tingkat maksimum yang terjadi pada arah X sebesar 0,036 m dan pada arah Y sebesar 0,046 m. Berdasarkan analisis dinamik respon diperoleh simpangan tingkat maksimum untuk Gedung D pada arah X sebesar 0,014 m dan arah Y sebesar 0,049 m sedangkan pada Gedung E simpangan tingkat maksimum yang terjadi pada arah X sebesar 0,012 m dan arah Y sebesar 0,042 m. Berdasarkan analisis beban dorong diperoleh story drift struktur sebesar 0,48% untuk gedung D dan 0,56% untuk Gedung E dimana nilai tersebut kurang dari 1% sehingga gedung D dan gedung E dapat dikategorikan memiliki level kinerja Immediate Occupancy . Haryanto dkk (2015) telah juga mengkaji kinerja model struktur gedung 5 lantai pada kondisi tanah keras di wilayah Banyumas akibat beban gempa SNI 17262002 dan SNI 1726-2012 yang dilakukan dengan analisis beban dorong. Model struktur gedung menggunakan sistem rangka pemikul momen menengah dari beton bertulang dan ditetapkan sebagai gedung perkantoran dengan denah dan tampak beraturan yang memiliki ketinggian antar lantai 4 m. Material yang digunakan adalah beton dengan mutu 25 MPa serta baja BJTD37 dan BJTP37. Dimensi kolom 60 x 60 cm dan balok 35 x 60 cm. Pelat lantai menggunakan ketebalan 120 mm untuk semua lantai kecuali atap 100 mm. Hasil kajian memperlihatkan bahwa untuk model struktur gedung 5 lantai pada kondisi tanah keras di wilayah Banyumas terjadi peningkatan gaya geser dasar sebesar 1,48% pada saat tercapai titik kinerja dari beban gempa SNI 1726-2002 ke beban
gempa SNI 1726-2012. Displacement yang terjadi mengalami peningkatan sebesar 19,61% sedangkan daktilitas mengalami penurunan sebesar 43,14%. Kinerja model struktur gedung tidak mengalami perubahan yaitu tetap pada level Immediate Occupancy. Bhagat dkk (2015) melakukan evaluasi kinerja pada gedung beton bertulang 10 lantai akibat gempa bumi yang terjadi di Ghorkha, Nepal. Gempa bumi tersebut mengakibatkan kerusakan lebih dari 700.000 rumah, meninggalkan lebih dari dua juta orang kehilangan tempat tinggal. Mayoritas bangunan di daerah yang terkena dampak merupakan struktur dinding pasangan penahan beban dan struktur rangka beton bertulang. Bangunan yang dievaluasi merupakan struktur rangka pemikul momen denagn core wall untuk elevator. Elemen-elemen struktural mengalami keretakan minor lentur dan geser, sedangkan dinding bata nonstruktural mengalami beberapa retak geser. Evaluasi bangunan dilakukan satu bulan setelah gempa bumi dan informasi tentang kerusakan yang terjadi didata. Model elemen hingga tiga dimensi dari bangunan tersebut dibuat, kemudian dilakukan analisis beban dorong dan analisis riwayat waktu nonlinier pada dua arah utama. Hasil kajian menyimpulkan bahwa meskipun bangunan yang dievaluasi dirancang mengikuti Standar India, namun kapasitas tahanan gempa bangunan tersebut tidak memadai. METODE Model Gedung Apartemen Model gedung apartemen disesuaikan berdasarkan kriteria yang memiliki ketidakberaturan struktur, dalam hal ini digunakan ketidakberaturan secara horizontal dimana besarnya dimensi arah sumbu x dan y berbeda dengan kondisi tanah ditetapkan tanah sedang. Dalam perancangan dilakukan penyederhanaan, yaitu tingkat kekakuan arah sumbu x positif dan negatif serta tingkat kekakuan arah sumbu y positif dan negatif dibuat sama. Beban mati yang diperhitungkan meliputi berat sendiri struktur yang terdiri dari profil balok, kolom, dinding dan plat lantai. Untuk memasukan beban dinding digunakan beban merata pada balok, sementara untuk
beban plat dimodelkan sebagai propertis sesuai dengan dimensi plat. Beban hidup untuk tipe gedung apartemen sebesar 250 kg/m2 yang dimodelkan sebagai beban merata yang didistribusikan pada plat. Untuk mengetahui berat sendiri struktur, dilakukan analisis berdasarkan konsep kesetimbangan gaya. Denah struktur dapat dilihat pada Gambar 4 sedangkan model 3 dimensi gedung apartemen yang akan dievaluasi dapat dilhat pada Gambar 5.
aaaaa
Gambar 4. Denah Struktur
Gambar 5. Model 3 dimensi gedung apartemen
Detail Struktur Kolom menggunakan profil I 600.300.12.17 untuk lantai 1-5 dan profil I 250.250.11.11 untuk lantai 6-10 sedangkan balok menggunakan profil I 600.300.12.17 dengan 64 buah penghubung geser yang dipasang 2 buah setiap jarak 18,75 cm untuk lantai 1-9. Balok atap menggunakan profil I 500.300.11.15 dengan 52 buah penghubung geser yang dipasang 2 buah setiap jarak 23,10 cm. Perencanaan tangga menghasilkan perhitungan optrede 20 cm, antrede 25 cm, sudut 38 o dengan jumlah anak tanggga 19 buah. Denah dan tampak depan tangga dapat dilihat pada Gambar 6 sedangkan potongan tangga dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Potongan tangga
Gambar 6. Denah dan tampak depan tangga
Tahapan Analisis Kajian dilakukan dengan analisis sesuai tahapan sebagai berikut: 1) Analisis Statik Linier Analisis statik ekivalen dilakukan dengan menggunakan analisis beban statik ekivalen. Analisis dilakukan pada Model Tanpa Dinding (MTD). Beban geser dasar statik ekivalen (V) yang terjadi di tingkat dasar struktur dihitung menggunakan persamaan menurut SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012. Beban geser dasar nominal statik ekivalen (V) kemudian dibagikan ke sepanjang struktur bangunan menjadi beban gempa nominal statik ekivalen (F i ) melalui kolom pada setiap lantai. 2) Analisis Dinamik Respon Pada analisis dinamik respon, beban gempa dinamik yang digunakan adalah beban gempa respon spektrum berdasarkan SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012 dengan menyesuaikan jenis tanah dan klasif ikas i wila yah pada peta gempa untuk Kabupaten Purbalingga. Pada analisis dinamik respon ini digunakan redaman (damping ) sebesar 0,05. Analisis dinamik respon dilakukan dengan menggunakan model 3 dimensi. Agar respon spektrum dapat dimodelkan pada program SAP 2000 maka terlebih dahulu didefinisikan fungsi respon spektrum pada kotak dialog Respon Spektrum Function Definition. Pendefinisian dilakukan dengan input data waktu getar alami struktur (T) dan
data acceleration. Untuk menyimulasikan arah pembebanan gempa rencana yang sembarang terhadap model struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa pada arah utama yang efektif 100% dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama, tetapi dengan efektifitas hanya 30%. 3) Analisis Beban Dorong Pranata (2006) mengemukakan bahwa analisis beban dorong atau pushover adalah suatu analisis statik non linier dimana pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pascaelastis yang besar sampai mencapai kondisi plastis. Pada kajian ini, analisis beban dorong dilakukan dengan bantuan program SAP 2000 dengan prosedur sebagai berikut: a) Pendefinisian sendi plastis Sendi plastis pada setiap elemen balok dan kolom didefinisikan pada program SAP 2000 secara otomatis dengan menu auto assignment data berdasarkan FEMA 356. Panjang sendi plastis pada elemen balok dan kolom ditentukan sebesar dua kali tinggi penampang masing-masing elemen tersebut. Program SAP 2000 secara otomatis melakukan analisis untuk menentukan level kriteria sendi plastis yang terjadi pada elemenelemen struktur. Pada balok, sendi plastis terletak pada tiap ujung tumpuan balok sedangkan untuk kolom sendi plastis terletak pada pangkal kolom. b) Penentuan beban dorong lateral Beban dorong lateral ditentukan dari beban gempa nominal statik ekuivalen (Fi). Beban dorong lateral pada setiap lantai adalah sama untuk arah-arah utama.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Statik Linier Gaya geser dasar seismik pada jenis tanah sedang (V) yang terjadi di tingkat dasar struktur yang dihitung berdasarkan SNI 17262002 adalah sebesar 4929,53 kN untuk arah X dan 6433,04 kN untuk arah Y. Gaya geser dasar seismik yang mengacu pada SNI 17262012 adalah sebesar 3426,77 kN untuk arah X dan 4471,94 kN untuk arah Y. Terjadi penurunan gaya dasar seismik sebesar 30,48%. Rasio simpangan tingkat mengalami penuruan rata-rata sebesar 34,42% dan 32,61% masing-masing untuk arah X dan arah Y seperti dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. 40 35 30 ) 25 m ( i s 20 a v e l E
15
10 5
SNI 2002 SNI 2012
0 0.0000
0.0100
0.0200
Rasio Simpangan (m)
Gambar 8. Rasio simpangan arah X hasil analisis statik linier 40 35 30 ) 25 m ( i s 20 a v e l E
15 10 SNI 2002 SNI 2012
5 0 0.0000
0.0100
0.0200
0.0300
Rasio Simpangan (m)
Gambar 9. Rasio simpangan arah Y hasil analisis statik linier
Hasil Analisis Dinamik Respon Untuk wilayah Purbalingga, percepatan gravitasi kurva respon spektrum yang mengacu SNI 1726-2002 lebih besar dibandingkan dengan yang mengacu SNI 1726-2012 seperti dapat dilihat pada Gambar 10. Dengan demikian jika model gedung apartemen yang dibuat sebelumnya mengacu pada SNI 1726-2002 maka dapat dipastikan akan juga memenuhi persyaratan dari SNI 1726-2012.
40 35 30 ) 25 m ( i s 20 a v e l E
15 10 SNI 2012 SNI 2002
5 0 0.0000
0.0100
0.0200
0.0300
Rasio Simpangan (m)
Gambar 12.
Gambar 10.
Kurva respon spektrum untuk tanah sedang wilayah Purbalingga
Dari hasil analisis dinamik respon diketahui rasio simpangan tingkat mengalami penuruan rata-rata sebesar 30,74% dan 27,33% masing-masing untuk arah X dan arah Y seperti dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Rasio simpangan arah Y hasil analisis respon dinamik
Hasil Analisis Beban Dorong (Pushover) Dari hasil analisis beban dorong dapat diketahui nilai gaya geser dasar (V) dan nilai displacement (D) yang terjadi ketika model gedung apartemen mengalami ambang keruntuhan. Nilai Sa, Sd, waktu getar alami efektif (Teff ) dan redaman viscous efektif ( eff ) juga dapat diketahui. Hasil-hasil tersebut berdasarkan SNI 726-2002 dan SNI 17262012 disajikan pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa terjadi penurunun gaya geser untuk pada arah x sebesar 30,57% dan arah y sebesar 18,27% untuk model gedung apartemen di wilayah Purbalingga saat tercapai titik kinerja (performance point). Tabel 1. Perbandingan hasil analisis beban dorong SNI Parameter
40 35 30 ) 25 m ( i s 20 a v e l E
15
2012 Arah Y
Arah X
Arah Y
V (kg)
7571,40
7420,61
5256,80
6064,94
D (m)
0,077
0,061
0,053
0,050
Sa
0,545
0,550
0,379
0,045
Sd
0,050
0,036
0,035
0,290
Teff
0,607
0,511
0,067
0,511
βeff
0,05
0,05
0,05
0,05
Daktilitas struktur diperoleh dengan membandingkan nilai displacement ultimate (u) dan displacement yield (y) seperti disajikan pada Tabel 2
10 5
2002 Arah X
SNI 2012 SNI 2002
0 0.0000
0.0100
Tabel 2. Daktilitas struktur
0.0200
Arah
Rasio Simpangan (m)
Gambar 11.
Rasio simpangan arah analisis respon dinamik
X
hasil
Arah X Arah Y
y (m)
0,21229 0,19704
u
(m)
0,21714 0,64398
Daktilitas 1,02 3,27
Kinerja struktur dari model gedung apartemen ditentukan berdasarkan story drift yaitu rasio simpangan titik kontrol (atap) dengan ketinggiannya. Hasil analisis beban dorong menunjukkan bahwa story drift yang terjadi sebesar 0,193% pada arah X dan 0,153% pada arah Y untuk beban gempa SNI 1726-2002. Sedangkan untuk beban gempa SNI 1726-2012 story drift yang terjadi sebesar 0,133% pada arah X dan 0,125% pada arah Y. Simpangan tingkat hasil analisis beban dorong dapat dilihat pada Gambar 13 sedangkan kinerja struktur disajikan pada Tabel 3. 40 35 30 ) 25 m ( i s 20 a v e l E
15 10 5
Arah X Arah Y
0 0.0000 0.1000 0.2000
0.3000
0.4000 0.5000 0.6000 0.7000
Simpangan (m)
Gambar 11.
Simpangan arah X dan arah Y hasil analisis beban dorong Tabel 3. Daktilitas struktur
SNI 2002-X 2002-Y 2012-X 2012-Y
Dt (m) 0,0770 0,0610 0,0530 0,0500
Elevasi (m) 40 40 40 40
S tory Drift (%)
Kinerja
0,193 0,153 0,133 0,125
IO IO IO IO
Gambar 11 menunjukkan bahwa simpangan untuk model gedung apatemendi wilayah Purbalingga yang dianalisis pada arah y lebih besar dari arah X dikarenakan terjadi perbedaan kekakuan dalam arah X dan Y bangunan dimana arah X memiliki kekakuan yang lebih besar dari arah Y. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pemasangan sumbu kuat kolom yang searah arah sumbu X, posisi shearwall searah sumbu X dan struktur tangga yang searah sumbu X. Tabel 3 memperlihatkan bahwa story drift bernilai kurang dari 1% sehingga kinerja model gedung apartemen di wilayah
Purbalingga tidak mengalami perubahan, tetap pada level Immediate Occupancy dimana tidak terdapat kerusakan yang berarti pada struktur, kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi sebelum gempa. Komponen nonstruktur masih berada ditempatnya dan sebagian besar masih berfungsi jika utilitasnya tersedia. Gedung dapat tetap berfungsi dan tidak terganggu dengan masalah perbaikan. Distribusi sendi plastis yang terjadi menandakan bahwa keruntuhan diawali pada elemen balok terlebih dahulu KESIMPULAN Berdasarkan analisis statik linier diketahui terjadi penurunan gaya dasar seismik (V) sebesar 30,48%. Rasio simpangan tingkat hasil analisis statik liner mengalami penuruan rata-rata sebesar 34,42% dan 32,61% masing-masing untuk arah X dan arah Y. Rasio simpangan tingkat berdasarkan analisis dinamik respon juga mengalami penuruanan rata-rata sebesar 30,74% dan 27,33% masing-masing untuk arah X dan arah Y. Hasil analisis beban dorong menunjukkan kinerja model gedung apartemen ini masih berada pada tingkat immediate occupancy (IO) yaitu tidak ada kerusakan struktur, komponen nonstruktural masih berada di tempatnya, bangunan tetap berfungsi tanpa adanya perbaikan. Distribusi sendi plastis memperlihatkan bahwa keruntuhan diawali pada elemen balok terlebih dahulu. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada LPPM Universitas Jenderal Soedirman yang telah mendanai kajian ini melalui skim Riset Peningkatan Kompetensi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dodi Rahmawan dan Fadli Faisal Putra yang turut membantu sehingga kajian ini dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Arfiadi, Y. dan Satyarno, I., 2013, Perbandingan Spektra Desain Beberapa Kota Besar Di Indonesia Dalam SNI Gempa 2012 Dan SNI Gempa 2002, Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 7, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Asneindra, M., Djauhari, Z. dan Kurniawandy, A., 2014, Analisis Perbandingan Kinerja Struktur Gedung Tak Beraturan Akibat Beba Gempa SNI 03-1726-2002 Dan SNI 1726:2012 (Studi Kasus Menara Dang Merdu Bank Riau Kepri), Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 8, Institut Teknologi Nasional, Bandung. Bhagat, S., Kono, S., Wijeyewickrema, A. C., Kusunoki, K., Tajiri, S., dan Kashiwa, H., 2015, Performance Of A Ten-Story Reinforced Concrete Building Damaged In The 2015 Nepal Gorkha Earthquake, New Technologies for Urban Safety of Mega Cities in Asia, Nepal. Faizah, R. dan Widodo, 2013, Analisis Gaya Gempa Rencana Pada Struktur Bertingkat Banyak Dengan Metode Dinamik Respon Spektra, Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 7, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. FEMA 310, 1998, Handbook for The Seismic Evaluation of Buildings, Federal Emergency Management Agency, Amerika FEMA 415B, 2007, NEHRP Recommended Provisions for New Buildings and Other Structures: Training and Instructional Materials, Federal Emergency Management Agency, Amerika Haryanto, Y. dan Sudibyo, G. H., 2015, Evaluasi Kinerja Struktur Akibat Pengaruh Gempa (Studi Kasus Gedung D dan Gedung E Jurusan Teknik Universitas Jenderal Soedirman), Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil I, Universitas Udayana, Bali. Haryanto, Y., Sudibyo, G. H., dan Wariyatno, N. G., 2015, Kinerja Model Struktur Gedung Lima Lantai Pada Kondisi Tanah Keras Di Wilayah Banyumas Akibat Beban Gempa SNI 03-1726-2002 Dan SNI 03-1726-2012 , Jurnal Dinamika Rekayasa, Vol. 11 No. 2, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian IMB Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis IMB
Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksana UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002 Pranata, Y. A., 2006, Studi Perencanaan Berbasis Kinerja pada Rangka Beton Bertulang dengan Metode Direct Displacement Based Design, Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Satyarno, I., 2010, Evaluasi Dan Tindakan Pengurangan Kerentanan Bangunan Dalam Rangka Mitigasi Bencana Gempa, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia, 2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002 , Badan Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Standar Nasional Indonesia, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung Dan Non Gedung, SNI 03-1726-2012 , Badan Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung