LAPORAN PENDAHULUAN SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI
Disusun Oleh : Rudy Munandar
PROGRAM PROFESI NERS STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN 2015
1. Definisi Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi dibagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal 2. Epidemiologi Insiden SVT sekitar 1-3 per 1000 orang . Dalam sebuah studi berbasis populasi, prevalensi SVT adalah 2,25 kasus per 1000 orang dengan kejadian 35 kasus per 100.000 orang/tahun. AVNRT ( Atrio ventricu lar nodal re -entry tach yca rdia ) lebih sering terjadi pada pasien yang berusia menengah atau lebih tua, sementara remaja lebih cenderung memiliki SVT dimediasi oleh jalur aksesori.
2
Dalam sebuah studi berbasis populasi, resiko SVT dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Prevalensi SVT meningkat dengan usia. AVNRT terlihat lebih sering pada orang yang tengah baya atau lebih tua, sementara remaja biasanya memiliki SVT dari jalur aksesori 3. Klasifikasi Terdapat 3 jenis SVT yang sering ditemukan : 2, 3 a.
Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik) Terdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, tetapi SVT jenis ini sukar untuk diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Biasanya ditemukan jika pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena ada gagal ja ntung aki bat aritmia ya ng lama. Pad a taki ka rd i atrium pri mer tampak adanya gelombang p yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal.
b. Atriove ntri cula r re-entry tachyca rdia (AVRT) Pada AVRT pada sindrom Wolf Parkinson White (WPW) jenis orthodromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras his purkinje (slow conduction) sedangkan
konduksi
retrograd
terjadi
pada
jaras
tambahan
(fast
conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan retrograd terjadi pada
ja ras his -purki nje. Kelain an pada EKG tampak adalah takik ardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang lebih jauh setelah kompleks QRS. c. Atriove ntri cula r nodal re -entry tachyc ardia (AVN RT) Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV. Sirkuit tertutup pada je nis ini merupakan si rku it fungsio nal. Ji ka kon duksi antegrad terja di pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi yang cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang P yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau terkadang tidak tampak karena gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut dengan atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada ekg adalah kelainan dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah kompleks QRS.
4. Etiologi SVT dipicu oleh mekanisme reentry . Hal ini dapat disebabkan oleh denyut atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan alkohol. SVT diamati tidak hanya pada orang sehat, melainkan juga terjadi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup mitral, penyakit jantung
rematik, perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru kronis, dan keracunan alkohol saat ini. Toksisitas digoxin juga dapat dikaitkan dengan SVT. 5. Manifestasi Klinis Karena keparahan gejala tergantung pada adanya penyakit jantung struktural dan cadangan hemodinamik pasien, individu dengan SVT mungkin hadir dengan gejala ringan atau keluhan cardiopulmonary yang parah. Gejala yang muncul SVT dan tingkat frekuensi sebagai berikut : a. Palpitasi b. Dizziness c. Sesak napas d. Sinkop e. Nyeri dada f.
Kelelahan
g. Diaforesis h. Mual i.
Denyut jantung 150-250x/m
Palpitasi dan dizziness adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh pasien dengan SVT. Sesak nafas mungkin menjadi sekunder untuk detak jantung yang cepat, dan sering menghilang dengan penghentian takikardia. SVT Persistent dapat menyebabkan tachycardia-induced cardiomyopathy . Pasien yang hemodinamik tidak stabil harus segera disadarkan dengan kardioversi. Elektrokardiogram ( EKG ) harus dilakukan sesegera mungkin. Banyak pasien dengan episode sering SVT cenderung menghindari kegiatan seperti berolahraga dan mengemudi karena episode masa lalu syncope. 6. Patofisiologi Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan
rangsang,
gangguan
konduksi
rangsang
dan
gangguan
pembentukan serta penghantaran rangsang. 1 , 2 , 3 a. Gangguan pembentukan rangsang Gangguan ini dapat terjadi secara aktif atau pasif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara aktif diluar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila dibentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti).
1. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsangan ektopik secara aktif dan fenomena reentry . 2. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum sampai waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian ja ntung yang be lu m ata u tidak menda pat ran gsang it u bekerja se cara otomatis untuk mengeluarkan rangsangan intrinsik yang memacu jantung berkontraksi. 3. Act iv e ect opic firing terja di pada ke adaa n dim ana terd ap at ke naik an kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan normal. 4. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi. b. Gangguan konduksi Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai pada percabangan purkinje dalam miokard. c. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsang Gangguan
irama
jantung
dapat
terjadi
sebagai
akibat
gangguan
pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang. 7. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pada pasien dengan nyeri dada, pasien dengan faktor risiko untuk infark miokard, dan pasien yang dinyatakan tidak stabil dan hadir dengan gagal jantung, hip otensi, atau ed ema paru haru s dila ku kan evalu asi enzi m
jantung. Pasien muda tanpa caca t jantung st ruktural memilik i ris iko ya ng sangat rendah infark miokard .Tes laboratorium lainnya adalah sebagai berikut : 1. Kadar elektrolit Harus diperiksa karena kelainan elektrolit dapat berkontribusi SVT( SVT paroxysmal ) 2. Hitung darah lengkap Untuk membantu menilai apakah anemia berkontribusi terhadap takikardi atau iskemia 3. Tingkat Digoxin Untuk pasien yang mengkonsumsi digoxin, karena SVT adalah salah satu
dari
banyak
disritmia
yang
dapat
disebabkan
oleh
tingkat
supratherapeutic obat ini b. Elektrokardiografi (EKG) Presentasi EKG pada pasien dengan SVT biasanya terdapat QRS kompleks yang sempit (QRS interval kurang daru 120msec), tetapi beberapa kasus dapat dijumpa QRS kompleks yang lebar jika berhubungan dengan pre existing or rate related bundle branch block . Pada kompleks QRS yang lebar lebih baik kita mengasumsikan takikardi berasal dari ventrikel sampai dapat dibuktikan. Setelah kembali keirama sinus rhytm ke 12 lead EKG harus diperhatikal ada atau tidaknya gelombang delta ( slurred upstroke at the onset of QRS complex ), yang mengindikasi adanya jalur tambahan (accessory pathway ) . Adapun bukti adanya preexci tation dapat minimal jika jalur tambahan terle tak ja uh dari nodus si nu s atau ji ka jalu r tambahan “concealed ” . Pada pasien ambulatori dengan SVT sering (dua atau lebih perbulan), rekaman EKG lanjutan sampai 7 hari dapat berguna untuk dokumentasi aritmia. Gambaran EKG sesuai dengan tipe SVT : 4. Atri oventricu lar re-entry tach yc ardia (A VRT)
Bentuk yang paling sering
Sirkuit reentry melibatkan nodus AV
Gelombang p retrogard dapat melibatkan tertanam ( burried within ) atau hany a setelah kompleks QRS pada takikardi
5. Atri oventricu lar nodal re -e ntry tach yca rdia (AVRT)
Bentuk kedua yang paling sering
Sirkuit reentry melibatkan jalur tambahan
Beberapa jalur disebut concealed pathway, hanya berkonduksi dengan arah retrogard.
Jalur
yang
berkonduksi
dengan
arah
antegrad
menunjukkan
preexcitation pada EKG (Wolf-Parkinson White Syndrome).
The P wave of the atrial ectopic beat is visible as a distortion of the T wave of the preceding beat (solid arrow). Retrograde P waves are visible immediately after the QRScomplex
(dotted arrows). This tachycardia may be due to atrioventricular re-entrant tachycardia with a concealed pathway, or atrioventricular node re-entry. This patient did not elect to undergo an electrophysiology study and ablation therapy, and is not on maintenancemedical therapy.
c. Rontgen thorax Rontgen thorax untuk menilai adanya edema paru dan kardiomegali. Infeksi seperti pneumonia, yang dalam kasus-kasus tertentu yang terkait dengan SVT, juga dapat dikonfirmasi dengan temuan dari metode ini pencitraan. d. Ekokardiografi Dipertimbangkan pada pasien untuk memeriksa adanya gangguan struktural jantung walaupun hal ini jarang ditemukan. Kebanyakan pasien normal. e. Electrophysiological testing Untuk mengidentifikasi mekanisme aritmia, tetapi pemeriksaan ini dilakukan apabila ablasi kateter dipertimbangkan. 8. Penatalaksanaan
1,3,4
Pasien dengan atrial fibrilasi preexcited tidak boleh diberikan secara intravena AV nodal agent blocker, seperti adenosin, beta - blocker, calcium channel blockers, dan digoxin. Sebaliknya, jika pasien hemodinamik stabil, procainamide intravena harus diberikan. Jika pasien tidak stabil, kardioversi arus searah harus dilakukan.
Sebagian besar pasien yang datang dengan SVT yang memiliki AVNRT atau AVRT. Aritmia bergantun g pa da AV noda l ko nd uks i dan ka rena itu dap at diakh iri oleh transiently memblokir konduksi ini.
Kardioversi listrik Kardioversi listrik adalah metode yang paling efektif untuk memulihkan irama sinus. Kardioversi Synchronized mulai 50J dapat digunakan segera pada pasien yang hipotensi, memiliki edema paru, mengalami nyeri dada dengan iskemia, atau sebaliknya tidak stabil. Jika fibrilasi atrium ada selama lebih dari 24-48 jam, menunda kardioversi sampai pasien telah cukup antikoagulan untuk mencegah komplikasi tromboemboli.
Short term pharmacological Ketika SVT tidak diakhiri oleh manuver vagal, manajemen jangka pendek melibatkan adenosine dan Ca channel blocker. Adenosine adalah obat short-acting yang berhasil menterminasi takikardi pada 90 % kasus takikardia karena AVNRT atau AVRT. Dosis adenosine yang diberikan 6-12 mg secara IV. Efek samping khas adenosin termasuk pembilasan, nyeri dada, dan dizziness . Efek ini bersifat sementara karena adenosin memiliki waktu paruh yang sangat pendek 10-20 detik .
Alternatif la in untuk pengo bata n aku t SVT adala h
Ca channel blocker , seperti
verapamil dan diltiazem, serta beta blocker seperti metoprolol atau esmolol. Verapamil adalah Ca channel blocker yang juga memiliki sifat memblokir AV. Ia memiliki waktu paruh lebih panjang dari adenosin dan dapat membantu untuk mempertahankan irama sinus setelah penghentian SVT. Hal ini juga menguntungkan untuk mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan takiaritmia atrial. Dosis Verapamil yang diberikan 5-10 mg IV atau diltiazem 0,25 – 0,35 mg/kgbb IV. Keduanya diberikan saat adenosine dan manufer vagal gagal.
Long term pharmacological Pilihan terapi jangka panjang untuk pasien dengan SVT tergantung pada jenis takiaritmia yang terjadi dan frekuensi dan durasi episode, serta gejala dan risiko yang terkait dengan aritmia (misalnya, gagal jantung, kematian mendadak). Mengevaluasi pasien secara individual, dan pengobatan menyesuaikan terapi terbaik untuk takiaritmia tertentu.
Pasien dengan SVT awalnya mungkin diobati dengan Ca channel blocker, digoxin, serta beta-blocker. Kelas IA, IC, atau agen antiarrhythmic III jarang digunakan karena keberhasilan Radiofrequency ablation 9. Pengkajian a. Anamnesis Dalam menganamesis pasien dengan SVT, klinisi harus mengetahui durasi dan frekuensi episode SVT, onset, penyakit jantung sebelumnya, dan halhal yang dapat memicu terjadinya SVT (alkohol, kafein, pergerakan yang tiba-tiba, stress emosional, kelelahan, dan pengobatan). Gambaran ini dapat membedakan SVT dengan takiaritmia lainnya. SVT memiliki onset dan terminasi palpitasi yang tiba-tiba, sedangkan sinus takikardi memiliki onset yang mengalami percepatan ataupun perlambatan secara bertahap. Dengan adanya gejala yang khas pada anamnesis yaitu onset yang tiba-tiba, cepat, palpitasi yang reguler, dapat ditegakkan diagnosis SVT tanpa dibutuhkannya pemeriksaan EKG berulang. Adapun
pasien yang mengalami onset SVT
yang tidak tiba-tiba sering kali mengalami misdiagnosis dengan gangguan panik. Karena keparahan gejala SVT tergantung pada adanya gangguan pada struktur janung atau hemodinamik dari pasien, pasien dengan SVT dapat memiliki
gejala
kardiopulmoner
ringan
atau
berat.
Palpitasi
dengan
dizziness merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien SVT. Nyeri dada dapat dijumpai sekunder terhadap nadi yang cepat dan biasanya berkurang setelah terminasi dari takikardi. b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik umumnya terbatas pada kardiovaskular dan respirasi. Pasien sering merasa terganggu dan mungkin takikardi satu-satunya yang dijumpai
pada
pasien
sehat
dan
memiliki
hemodinamik
yang
baik.
Sedangkan pada pasien yang memiliki gangguan hemodinamik dapat dijumpai takipneu dan hipotensi, crackles dapat dijumpai pada auskultasi sekunder terhadap gagal jantung, S3 dapat dijumpai dan pulsasi vena jugularis dapat terlih at. Pada pemerik sa an fis ik pada sa at episo de dapat menunjukkan frog sign (penonjolan vena jugularis, gelombang yang timbul akibat kontraksi atrium terhadap katup t rikuspid yang tertutup). 10. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi a. Penurunan curah jantung Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan curah jantung klien efektif Indikator :
a. Tanda vital normal b. Dapat mentolerir aktivitas, tidak ada kelelahan c. Tidak ada edema paru, perifer dan asites d. Tidak terjadi penuruan kesadaran e. Akr al hangat, crt< 2 det ik Intervensi : a. Monitor tanda vital, aktivitas klien, pernafasan, kelelahan, sesak nafas, suara nafas, pola nafas, balance cairan, respon pasien terhadap pengobatan aritmia, irama jantung dan bunyi jantung, sianosis perifer, bradikardi dan peningkatan sistolik. b. Evaluasi adanya nyeri dada c. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan d. Anjurkan untuk menurunkan stress e. Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen f.
Kelola pemberian obat antiaritmia, inotropik dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas jantung
b. ketidakefektifan pola nafas bd kelelahan, suplai o2 tidak mencukupi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan pola nafas klien efektif. Indikator :
a. tanda vital normal
b. menunjukan jalan nafas paten (tidak sesak, irama nafas, frekuensi, pola nafas normal c. tidak ada pursed lip, mampu mengeluarkan sputum, dapat bernafas mudah, tidak menggunakan otot bantu nafas,tidak sianosis, suara nafas vesikuler Intervensi a. Monitor RR, irama, kedalaman dan usaha bernafas, pergerakan dada, lihat kesimetrisan, menggunakan otot bantu pernafasan dan retraksi otot intercostae dan supracalavicular, dyspnue, sianosis, auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan seperti wheezing, status O2, observasi adanya hipoventilasi
b. Pantau serangan , karakteristik dan batuk. c. Dorong mengeluarkan sputum/skret pada saat batuk. d. Beri posisi semi fowler e. Buka jalan nafas dengan head tlit chin lift, jaw trust f.
Pasang mayo dan suction bila perlu
g. Beri pelembab udara h. Kolaborasi pemberian bronkodilator c.
Nyeri akut berhubungan dengan suplai O2 yang tidak mencukupi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan pola nafas klien efektif. Kriteria Hasil: a.
Melaporkan nyeri berkurang, tanda vital normal
b.
Wajah tampak rileks
c.
Dapat melakukan nafas dalam
d.
Dapat mengenali serangan nyeri
Intervensi
a. Kaji nyeri meliputi lokasi, karakteristik, serangan, durasi, kualitas, frekuensi. b. Monitor tanda-tanda vital selama nyeri. c. Observasi isyarat nonverbal adanya ketidaknyaman terutama yang tidak dapat diungkapkan. d. Hilangkan faktor-faktor presipitasi penyebab nyeri (kelelahan, kurang pengetahuan) e. Ajarkan teknik nonfarmakologi (Ex: kompres hangat, Pijat leher dan punggung belakang, nafas dalam.
f. Anjurkan untuk tidur/istirahat untuk meredakan nyeri. g. Kaji perubahan tingkat nyeri pada klien sesudah dan sebelum intervensi. h. Kolaborasi pemberian analgesik jika kualitas nyeri intens sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA 1. Olgin, Jeffrey E., Douglas P. Zipes. Tachyarrhythmias . Braunwald’s Heart Disease. A Texbook of Cardiovascular Medicine Ninth Edition. Page: 863-99. 2. Wang,
Paul
J
dan
N.A.
Mark
Estes
II.
Supraventricular Tachycardia .
Website
http://circ.ahajournals.org/content/106/25/206 Accessed October 16, 2013 3. Delacretaz,
Etienne.
Supraventricular
Tachycardia.
Website
http://www/nejm.org/doi/full/10/1056/NEJMep051145 Accessed October 16, 2013 4. Medi, Carolin. Jonathan M Kalman, dan Saul B Freedman. Supraventricular Tachycardia. Website http://www.mia.com.au/public/issue/190_05_020309/med107_27_fm.html Accessed October 16, 2013 5. Gugneja,
Monika.
Paroxysmal
Supraventricular
Tachycardia .
http://emedicine.medscape.com/article/156670-overview Accessed October 16, 2013
Website