6.1 Paradigma Pembangunan Manusia Paradigma pembangunan adalah suatu proses menyeluruh yang menyentuh seluruh aspek, baik ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan lainnya. Pembangunan merupakan cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan, dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Paradigma pembangunan di Indonesia mengalami perkembangan dari beberapa tahap sebagai berikut: pertama, paradigma pertumbuhan (growth paradigm); kedua, pergeseran dari paradigma pertumbuhan menjadi paradigm kesejahteraan (Welfare paradigm); dan ketiga, paradigma pembangunan yang berpusat ada manusia (people centered development paradigm). Mabub ul Haq, ekonom berkebangsaan Pakistan yang amat terpandang, membuat refleksi mendalam tentang paradigma pembangunan Barat yang sangat materialistik, yang serta-merta diterapkan dan diadopsi di negara-negara berkembang. Paradigma pembangunan Barat yang materialistik itu ditandai dengan ukuran pencapaian hasil pembangunan hanya dari aspek fisik dan ekonomi semata, yang dikuantifikasi dalam perhitungan matematik dan angka statistik. Hasil pembangunan adalah deretan simbol-simbol numerikal dalam tabel dan grafik, yang melambangkan sukses pencapaian dimensi fisik dan materi. Tak heran, bila pembangunan ini cenderung mengabaikan dimensi manusia sebagai subyek utama pembangunan dan menegasikan harkat dan martabat kemanusiaan yang paling hakiki. Haq menuangkan hasil renungannya itu dalam buku terkenal berjudul: Reflections on Human Development (1995), yang yang sekaligus menandai pergeseran pergeseran paradigma pembangunan dari "national income accounting" ke ke "people-centered policy." Kita patut menyimak menyimak dengan saksama rumusan paradigma itu: "The human development paradigm is concerned both with building up human capabilities through investment in people and with using those human capabilities fully through an enabling framework for growth and employment." Paradigma ini mempunyai empat komponen esensial antara lain : Pertama, kesetaraan yang merujuk pada kesamaan dalam dalam memperoleh akses ke sumber daya ekonomi ekonomi dan politik yang menjadi hak dasar warga negara.
Ini mensyaratkan sejumlah hal yaitu: 1. distribusi aset-aset ekonomi produktif secara adil 2. distribusi pendapatan melalui perbaikan kebijakan fiskal 3. menata sistem kredit perbankan untuk memberi kesempatan bagi kelompok kecil dan menengah dalam mengembangkan usaha 4. menata sistem politik demokratis guna menjamin hak dan kebebasan politik 5. menata sistem hukum guna menjamin tegaknya keadilan. Kedua, produktivitas yang merujuk pada usaha-usaha sistematis yang bertujuan meningkatkan kegiatan ekonomi. Upaya ini mensyaratkan investasi di bidang sumber daya manusia, infrastruktur, dan finansial guna mendukung pertumbuhan ekonomi, yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar kapasitas produksi bisa maksimal, maka investasi harus lebih difokuskan pada upaya peningkatan mutu SDM, yang ditandai oleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta penguasaan teknologi. SDM
berkualitas memainkan peranan sentral dalam proses
pembangunan suatu bangsa. Ketiga, pemberdayaan yang merujuk pada setiap upaya membangun kapasitas masyarakat dengan cara melakukan transformasi potensi dan kemampuan, sehingga mereka memiliki kemandirian, otonomi, dan otoritas dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi permasalahan sosial. Dalam konteks ini, pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat segala perhatian yang bertujuan bukan saja meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan, melainkan juga memperluas pilihan-pilihan publik (public choices) sehingga manusia mempunyai peluang mengembangkan segenap potensi yang dimiliki. Keempat, berkelanjutan yang merujuk pada strategi dalam mengelola dan merawat modal
pembangunan: fisik, manusia, finansial, dan lingkungan agar bisa
dimanfaatkan guna mencapai tujuan utama pembangunan: kesejahteraan rakyat. Untuk itu, penyegaran, pembaruan, dan pelestarian modal pembangunan sangat penting dan perlu guna menjaga kesinambungan proses pembangunan di masa depan. Hal tersebut sejalan dengan paradigma pembangunan yang ditetapkan UNDP (1998) yang menekankan pada pendekatan pembangunan manusia (human development
approach) dengan empat pilar pembangunannya, yaitu: 1) pemberdayaan (empower) ; 2) keadilan (equity) ; 3) produktivitas (productivty), dan 4) kesinambungan (sustainable).Aspek pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk mendinamisir kelompok masyarakat yang mempunyai kapasitas produktif tapi kurang kesempatan untuk akses pada lingkungan hidup dan usaha yang bersifat moderen dengan tanpa harus menjadi korban tranpalasi nilai dan kelembagaan asing. Kemudian, aspek keadilan atau pemerataan mengandung makna tersedianya kesempatan yang merata, berimbang dan adil dalam pemanfaatan sumber daya mereka guna peningkatan taraf hidupnya. Sedangkan, aspek produktivitas diartikan sebagai upaya peningkatan peretumbuhan perekonomian yang harus ramah terhadap tenaga kerja (employmentfriendly growth). Akhirnya tentang aspek kesinambungan, mengandung makna pentingnya kegiatan pembangunan diarahkan pada penciptaan kondisi kegiatan yang berkembang sesuai dengan nilai-nilai lokal dan kaidah-kaidah pembangunan yang berwawasan lingkungan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi kesejahtera-an generasi mendatang. Sehingga paradigma pembangunan manusia kini menjadi tema sentral dalam wacana perdebatan mengenai isu-isu pembangunan. Orientasi pembangunan pun bergeser dari sekadar mencapai tujuan makroekonomi seperti peningkatan pendapatan nasional dan stabilitas fiskal ke upaya memantapkan pembangunan sosial (societal development). Alasan mengapa paradigma pembangunan manusia ini bernilai penting, yaitu: 1. pembangunan bertujuan akhir meningkatkan harkat dan martabat manusia 2. mengemban misi pemberantasan kemiskinan 3. mendorong peningkatan produktivitas secara maksimal dan meningkatkan kontrol atas barang dan jasa 4. memelihara konservasi alam (lingkungan) dan menjaga keseimbangan ekosistem 5. memperkuat basis civil society dan institusi politik guna mengembangkan demokrasi 6. merawat stabilitas sosial
politik yang kondusif bagi implementasi
pembangunan (Kaushik Basu, 2002)
6.2 Paradigma Ekonomi Politik
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan serta tolak ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai pengakuan dan penerimaan dari bangsa Indonesia yang telah menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka memang seharusnya apabila pancasila menjadi landasan dan tolak ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan. A. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Politik Warga Indonesia sebagai warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar sebagai objek politik. Karena pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter. Berdasarkan hal tersebut, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan yaitu terletak pada sila ke IV Pancasila. Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di Bidang Ekonomi Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan yaitu pada sila ke I Pancasila dan kemanusiaan yaitu pada sila ke II Pancasila. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang baik adalah sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun sebagai makhluk Tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. Kebijakan ekonomi memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyat dan harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak seperti selama orde baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik ekonomi kerakyatan lebih memberikan kesempatan, dukungan dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ekonomi kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program konkret pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian ekonomi kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam ekonomi kerakyatan, pemerintah pusat ( negara ) yang demokratis berperan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara. Ekonomi pancasila juga memiliki arti bahwa pihak swasta yang bisa mandiri dilindungi hakhaknya untuk mengembangkan usahanya, sedangkan untuk pihak-pihak yang masih belum bisa mengembangkan usahanya akan dibantu oleh pemerintah dalam mengembangkan usahanya
Ekonomi Kerakyatan Sebagai Bentuk Pembangunan Ekonomi Berparadigma Pancasila
Pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan akhirnya yang kuatlah yang menang. Hal ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekomoni pada akhir abad ke-18 menumbuhkan ekonomi kapitalis. Arah dasar kenyataan objektif inilah maka di Eropa pada awal abad ke-19 muncul pemikiran sebagai reaksi atas perkembangan
ekonomi
tersebut
yaitu
ekonomi
sosialisme
komunisme
yang
memperjuangkan nasib kaum feodal karena ditindas oleh kaum kapitalis dan tidak terwujudnya perkembangan proses politik yang demokratis. Selain itu, dalam berpraktek ekonomi nasional, yang menonjol kini adalah aktualisasi jual beli uang, lobi bisnis politik-uang, perebutan jabatan publik ekonomis, dan lain sebagainya yang ditunjukan oleh para konglomerat, para pialang saham (baik pemain domestik maupun internasional), para politisi/partisipan partai politik dll yang sering mengabaikan kepentingan yang lebih luas untuk kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem ekonomi yang berdasarkan pada sistem ekonomi yang berkemanusiaan. Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat
Pancasila.
Sementara
pengembangan
ekonomi
lebih
mengacu
pada
pembangunan sistem ekonomi Indonesia. Dengan demikian hal tersebut menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau Sistem Ekonomi Pancasila. Mubyarko telah mengembangkan
ekonomi
kerakyatan
yaitu
ekonomi
yang
humanistis
yang
mendasarkan kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan. Pengembangan ekonomi mendasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia agar manusia menjadi lebih sejahtera. Selain itu, sistem hubungan kelembagaan demokratis harus diperbaiki agar tidak ada peluang bagi tumbuh kembangnya kolusi antara penguasa politik dengan pengusaha lain, bahkan antara birokrat dengan pengusaha. Warga bangsa sebagai unsur pokok serta subjek dalam negara adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh karena itu perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada peningkatan harkat dan martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu keluarga.
Langkah - Langkah Pengembangan Ekonomi Berbasis Ekonomi Rakyat
Langkah – langkah yang strategis dalam upaya melakukan pengembangan ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai pancasila dan mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut: 1. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan Hal ini dapat dilakukan dengan program sosial safety net yang populer dengan program jaringan pengaman sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme ). 2. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha yaitu dengan diwujudkanya perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. 3. Transformasi struktur Hal ini dilakukan guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural. Tranformasi struktural meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ekonomi ketergantungan kepada kemandirian, dari ekonomi orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.