BAB II PEMBAHASAN 2.1
Definisi H and Foot and Mouth Disease
Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) adalahsuatu penyakit infeksi sistemik akut, disebabkan oleh enterovirus, ditandai adanya lesi berbentuk ulkus pada mulut dan eksantema berbentuk vesikel pada ekstremitas bagian distal disertai dengan gejala konstitusi yang ringan dan biasanya bersifat swasirna.Anakanak kurang dari 10 tahun paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat terjadi di antara anggota keluarga dan kontak erat. Sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah dan kondisi tempat tinggal yang padat sangat mendukung dalam penyebaran infeksi ini (Christine dkk, 2010). 2.2
Etiologi H and Foot and Mouth Disease
HFMD atau dikenal juga dengan sebutan PTKM (Penyakit Tangan, Kaki dan Mulut) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam family Picornaviridae , genus Enterovirus, terutama virus Coxsackie Grup A, khususnya tipe A16. Di dalam famili Picornaviridae , terbagi menjadi genus Enterovirus dan Rhinovirus. Di dalam genus Enterovirus, terdiri dari Poliovirus, tipe 1-3;Coxsackievirus kelompok A, tipe 1-24 (tidak ada tipe 23); Coxsackieviruskelompok B, tipe 1-6; Echovirus, tipe 1-34 (tidak ada tipe 10 dan tipe 28);dan Enterovirus, tipe 68-71. Enterovirus adalah penghuni sementara saluran pencernaan manusia dan dapat diisolasi dari tenggorokan atau usus bawah. Enterovirus yang bersifat sitopatogenik (Poliovirus, Echovirus, dan beberapa Coxsackievirus), pertumbuhannya dapat segera terjadi pada suhu 36oC
sampai 37oC dalam biakan primer sel ginjal manusia dan monyet. Coxsackievirus yang termasuk dalam genus Enterovirus, terbagi menjadi kelompok A dan B. Coxsackievirus kelompok A serotipe tertentu menyebabkan penyakit herpangina; Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut (PTKM); dan konjungtivitas hemoragik akut. Coxsackievirus
kelompok
B
dapat
menyebabkan
penyakit
pleurodinia,miokarditis, perikarditis, dan meningoensefalitis.Penyebab HFMD yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah Coxsackievirus A16, sedangkan yang memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau timbul komplikasi sampai menyebabkan pasien meninggal disebabkan oleh Enterovirus 71 (WHO, 2011).
2.3
Manifestasi Klinis H and F oot and Mouth Disease
Gambaran klinis HFMD terjadi hampir 100% pada anak-anak usia prasekolah yang terinfeksi namun hanya 11% individu dewasa yang terinfeksi memiliki kelainan kulit. Setelah fase inkubasi 3 hingga 6 hari, penderita dapat mengeluh panas badan yang biasanya tidak terlalu tinggi (38°C hingga 39°C),
malaise, nyeri perut, dan gejala traktus respiratorius bagian atas seperti batuk dan nyeri tenggorok. Dapat dijumpai pula adanya limfadenopati leher dansubmandibula.Eksantema biasanya nampak 1 hingga 2 hari setelah onset demam, tetapi bias bervariasi tergantung serotipe yang terlibat (Christine dkk, 2010). Hampir semua kasus HFMD mengalami lesi oral yang nyeri. Biasanya jumlah lesi hanya beberapa dan bisa ditemukan di mana saja namun paling sering ditemukan di lidah, mukosa pipi, palatum durum dan jarang pada
orofaring.Lesi dimulai dengan makula dan papula berwarna merah muda cerah berukuran 5–10 mm yang berubah menjadi vesikel dengan eritema di sekelilingnya.Lesi ini cepat mengalami erosi dan berwarna kuning hingga abuabu dikelilingi oleh halo eritema.Beberapa literatur lain menyebutkan bentuk lesi ini sebagai vesikel yang cepat berkembang menjadi ulkus.Lesi pada mulut ini dapat bergabung, sehingga lidah dapat menjadi eritema dan edema (Christine dkk, 2010). Lesi kulit terdapat pada dua pertiga penderita dan muncul beberapa saat setelah lesi oral. Lesi ini paling banyak didapatkan pada telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu dapat juga pada bagian dorsal tangan, sisi tepi tangan dan kaki, bokong dan
terkadang
pada
genitalia eksternal serta wajah tungkai.Tangan
dan lebih
sering terkena daripada kaki.Pada anak-anak yang memakai diapers lesi dapat timbul di daerah bokong.Lesi di bokong biasanya sama dengan bentuk awal eksantema namun sering tidak memberikan gambaran vesikel (Christine dkk, 2010).
2.5
Patogenesis H and F oot and Mouth Disease
Setelah virus masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi replikasi awal pada faring dan usus, kemungkinan dalam sel M mukosa. Masingmasing serotipe memiliki reseptor yang merupakan makromolekul permukaan sel yang digunakan untuk masuk menuju sel inang. Replikasi awal pada faring dan usus diikuti dengan multiplikasi pada jaringan limfoid seperti tonsil, Peyer patches dan kelenjar limfe regional. Penyebaran ke kelenjar limfe regional ini berjalan dalam waktu 24 jam yang diikuti dengan viremia. Adanya viremia primer (viremia minor) menyebabkan penyebaran ke sistem retikuloendotelial yang lebih jauh termasuk hati, limpa, sumsum tulang dan kelenjar limfe yang jauh. Respon imun dapat membatasi
replikasi dan perkembangannya di luar sistem retikuloendotelial yang menyebabkan terjadinya infeksi subklinis. Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus berlangsung di sistem retikuloendotelial dan virus menyebar melalui viremia sekunder (viremia mayor) ke organ target seperti susunan saraf pusat (SSP), jantung dan kulit. Kecenderungan terhadap organ target sebagian ditentukan oleh serotipe yang menginfeksi. Coxsackievirus, echovirus dan EV 71 merupakan penyebab tersering penyakit virus dengan manifestasi pada kulit. HFMD yang disebabkan oleh coxscakievirus A16 biasanya berupa lesi mukokutan ringan yang menyembuh dalam 7 –10 hari dan jarang mengalami komplikasi. Namun enterovirus juga dapat merusak berbagai macam organ dan sistem. Kerusakan ini diperantarai oleh nekrosis lokal dan respon inflamasi inang. Virus umumnya berada di dalam tenggorokan selama 1 minggu pertama dari atau saat sakit dan terdapat pada feses dari 1-4 minggu setelah serangan penyakit; saat itu virus tersebut sudah dapat diisolasi dari urat saraf tulang belakang, otak, hati, dan pada kulit yang luka. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa virus dapat berada dalam feses hingga 5 minggu. Higiene dari anak-anak yang tidak adekuat juga dikaitkan dengan meningkatnya viral load dan menyebabkan penyakit yang lebih parah.
2.7
Penatalaksanaan H and F oot and Mouth Disease
1. Istirahat yang cukup 2. Pengobatan spesifik tidak ada, jadi hanya diberikan secara simptomatik saja berdasarkan keadaan klinis yang ada 3. Dapat diberikan:
§ Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatus § Extracorporeal membrane oxygenation. Pengobatan simptomatik: · Antiseptik di daerah mulut · Analgesik, misalnya parasetamol · Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum karena demam · Pengobatan suportif lainnya (misalnya gizi) Penyakit ini adalah “self limiting diseases”, yaitu dapat sembuh dengan sendirinya, dalam 7-10 hari, pasien perlu istirahat karena daya tahan tubuh menurun. Pasien yang dirawat adalah yang dengan gejala berat dan komplikasi tersebut diatas. Pasien HFMD dengan ensefalitis memiliki gejala demam yang terus menerus tinggi dan hilang kesadaran. Bila seperti itu, maka harus segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat agar pasien bisa mendapatkan perawatan yang memadai dan intensif. - Oral : obat kumur antiseptic (Povidone Iodine 1%, Klorhexidine glukonat 0,2%) - Sistemik : 1.
Antivirus
(Methisoprinol
500mg
3x1
selama
5
hari),
(Parasetamol 500mg 3x1, Ibuprofen 400 mg 3x1 selama 5 hari) multivitamin serta imunomodulator
NSAID dan
a. Antipiretika : untuk menurunkan demam, misalnya : asetaminofen. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan golongan NSAID (Non
Steroidal
Anti Inflammatory Drugs) dapat menimbulkan gejala
sindrom
Stenven-Johnson yang menunjukkan gejala mirip dengan
penyakit
dan dapat memperparah ulser sehingga disarankan untuk dengan golongan antasida, atau jika ada dipilih
ini
digunakan
golongan
antipiretika/analgetika yang lain. 2.
Antiseptika : berbagai bentuk sediaan kumur, seperti : betadine, rebusan daun sirih, dan tablet hisap, seperti SP troches, FG troches, dsb.
3.
Antibiotika : lokal atau sistemik, digunakan untuk mencegah atau mengatasi infeksi karena mikroba pada ulser di mulut dan kulit, ditentukan oleh dokter, seperti : neosporin (lokal), klindamisin, eritromisin,dsb.
4.
Antihistamin: Inhibisi antihistamin pada reseptor H1 menyebabkan kontriksi bronkus, sekresi mukosa, kontraksi otot halus, edema, hipotensi, depresi sususan saraf pusat, dan aritmia jantung.
5.
Golongan
Antasida
dan
Antiulser
digunakan
untuk
gastritis, ulser di mulut dan saluran cerna. Biasanya digunakan kumur, namun jika didiagnosis ada luka di saluran gastrointestinal
mengatasi untuk maka
antasida ditelan.
•
Instruksi : bed rest dan mengkonsumsi makanan lunak tinggi kalori dan protein
2.10
Penetapan Diagnosa
Pemeriksaan Laboratorium
Standar kriteria untuk mendiagnosis infeksi enterovirus adalah dengan isolasi virus. Virus dapat diisolasi dan didentifikasi melalui kultur dan teknik immunoassay dari lesi kulit, lesi mukosa atau bahan feses.Spesimen oral memiliki angka isolasi tertingggi. Pada penderita dengan kelainan kulit berupa vesikel, swab dari vesikel merupakan bahan yang baik. Pada penderita tanpa vesikel, dapat diambil swab dari rektum. Untuk isolasi virus, pengumpulan 2 swab dianjurkan yaitu dari tenggorok dan yang lain dapat dari vesikel atau rektum. Polymerase chain reaction (PCR) memberikan hasil yang cepat dalam mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus. Pemeriksaan ini menjadi uji diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh ketersediaannya dan biayanya yang relatif mahal.
2.11
Prognosis H and F oot and Mouth Disease
Secara umum HFMD memiliki prognosis yang baik dan kebanyakan kasus diharapkan dapat sembuh secara total. Komplikasi serius jarang terjadi. Komplikasi yang parah dapat timbul jika terjadi salah diagnosis, tidak dapat memelihara hidrasi yang adekuat dan gagal dalam mengenali tanda-tanda menuju adanya keterlibatan neurogenik. Belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi EV 71. Risiko infeksi dapat diturunkan dengan tindakan higiene yang bagus dan dengan menghindari kontak antara individu yang terinfeksi dan individu yang rentan (Christine dkk, 2010).