BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya keperawatan adalah suatu professi yang menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan dan mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat. Pelayanan keperawatan merupakan bentuk pelayanan
humanistik dengan
menggunakan pendekatan holistik, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mengacu pada standar pelayanan keperawatan serta menerapkan kode etik dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau dan setiap orang berhak mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan baginya. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Di Indonesia secara legal telah ditetapkan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) dan diberlakukan serta diterapkan di seluruh rumah sakit di Indonesia melalui SK Direktorat Pelayanan Medik No. YM 00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang SAK di rumah sakit. Alasan diberlakukanya SAK yaitu sebagai salah satu kriteria asuhan profesional, tolok ukur mutu asuhan keperawatan, salah satu dasar hukum asuhan keperawatan profesional. Kemudian tujuan diberlakukannya SAK antara lain, secara umum untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan, sedangkan secara khusus untuk mengetahui mutu asuhan keperawatan, mengetahui kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Meningkatkan tingkat kepuasan pasien terhadap asuhan keperawatan dan melindungi kepentingan pasien dan per awat. Maka dari itu sebagai perawat yang profesonal kita hendaknya dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai standart yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan keperawwatan kepada pasien. Untuk itu perawat harus
1
mengetahui tentang standar asuhan keperawatan yang nantinya akan diaplikasikan dalam pelayanan keperawatan. B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mutu ? 2. Apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan ? 3. Dimensi mutu asuhan keperawatan ? 4. Bagaimana ciri mutu asuhan keperawatan ? 5. Apa yang dimaksud dengan standar ? 6. Apa Tujuan SAK (Standar Asuhan Keperawatan) ? 7. Apa yang menjadi Komponen utama SAK (Standar I-VI) ? 8. Pelaksanaan Evaluasi Penerapan SAK ; instrumen A, B, dan C. C. Tujuan
1. Tujuan umum Untuk mengetahui bagaimana mutu pelayanan kesehatan serta standar asuhan dalam keperawatan. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui apa itu mutu. b. Untuk mengetahui apa itu mutu pelayanan kesehatan. c. Untuk mengetahui dimensi mutu asuhan keperawatan. d. Untuk mengetahui ciri mutu asuhan keperawatan. e. Untuk mengetahui apa itu standar. f.
Untuk mengetahui tujuan dari SAK (Standar Asuhan Keperawatan).
g. Untuk mengetahui komponen utama SAK (Standar I-VI). h. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan evaluasi penerapan SAK :instrumen A, B, dan C.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mutu
Dalam Munijaya (2004), berpendapat bahwa mutu adalah derajat dipenuhinya persyaratan yang ditentukan. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila mutu rendah merupakan hasil dari ketidak sesuaian. Mutu tidak sama dengan kemewahan. Suatu produk atau pelayanan yang sesuai dengan segala spesifikasinya akan dikatakan bermutu, apapun bentuk produknya. Diakui bahwa ada korelasi erat antara beaya dan mutu. Mutu harus dapat dicapai, dapat diukur, dapat memberi keuntungan dan untuk mencapainya diperlukan kerja keras. Suatu sistem yang berorientasi pada peningkatan mutu akan dapat mencegah kesalahan-kesalahan dalam penilaian. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan (American Society for Quality Control). B. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu Pelayanan Kesehatan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (WHO, 1995). Mutu layanan kesehatan sebagai “derajat layanan bagi individu dan populasi yang meningkatkan kecenderungan hasil akhir yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan profesional terkini (Marquis, 2003).” 2003).” C. Dimensi Mutu Asuhan Keperawatan
Dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian dirasakan adanya dimensi mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Selanjutnya oleh Parasuraman (1990)
3
dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas jasa/pelayanan, yaitu : 1. Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan alat-alat komunikasi. 2. Realibility (keandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat). 3. Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan (konsumen) dan menyediakan jasa/ pelayanan yang cepat dan tepat. 4. Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. 5. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan. D. Ciri mutu asuhan keperawatan keperawatan
Ciri mutu asuhan keperawatan yang baik adalah (Munijaya,2004) : 1. Memenuhi standar profesi yang ditetapkan. 2. Sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efisiensi, dan efektif. 3. Aman bagi pasien dan dan tenaga keperawatan sebagai pemberi jasa. 4. Memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan 5. Aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etik dan tata nilai masyarakat diperhatika dan dihormati. E. Pengertian Standar
Standar adalah tingkat kesempurnaan yang telah ditentukan sebelumnya dan menjadi panduan untuk praktik. Standar memiliki karakteristik yang berbeda; standar ditentukan sebelumnya, disusun oleh orang yang berwenang, dan dikomunikasikan dan diterima oleh yang yang dipengaruhi oleh standar itu. Karena digunakan sebagai alat ukur, standar harus objektif, dapat diukur, dan dapat dicapai (Marquis, 2003).
4
Standar merupakan pernyataan absah, model yang disusun berdasarkan wewenang, kebiasaan atau kesepakatan mengenai apa yang memadai dan sesuai, dapat diterima, dan layak (Nursalam,2011). Asuhan Keperawatan (Nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien, pada beberapa tatanan pelayanan kesehatan, dengan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggungjawab keperawatan (Suarli,2009). Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai, Standar Asuhan Keperawatan berarti suatu pernyataan kualitas yang dapat diinginkan dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan kepada pasien/klien, hubungan antara kualitas dan standar dapat dikuantifikasikan sebagai bukti pelayanan meningkat atau memburuk (Suarli,2006) . Standar Praktek Keperawatan
adalah norma
atau penegasan tentang mutu
pekerjaan seorang perawat yang dianggap baik, tepat, dan benar, yang dirumuskan sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan alat ukur dalam penilaian penampilan kerja seorang perawat. Standar praktek menguraikan apa yang harus dilakukan, mengidentifikasi tanggung jawab dan
melaksanakan tanggung
jawab tersebut (Nursalam,2011). F. Tujuan SAK (Standar Asuhan Keperawatan)
Tujuan standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik (Nursalam, 2011) : 1)
Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan Perawat berusaha mencapai standar yang telah ditetapkan, dan termotivasi, untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat bersifat mendasar terhadap peningkatan kualitas hidup pasiennya.
2)
Mengurangi biaya asuhan keperawatan
5
Apabila perawat melakukan kegiatan yang telah ditetapkan dalam standar, maka beberapa kegiatan keperawatan yang tidak perlu dapat dihindarkan. Hal ini berarti perawat akan menghemat biaya baik bagi perawat maupun bagi pasien. Dengan adanya standar maka permasalahan pasien akan cepat ditemukan dan teratasi sehingga hari perawatan pasien semakin pendek dan akan mengurangi biaya perawatan bagi pasien. 3)
Melindungi perawat dan melindungi pasien dari kelalaian Standar keperawatan harus dapat menguraikan prosedur yang wajib dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga perawat akan dapat memahami setiap tindakan yang akan dilakukan. Hal ini akan dapat menghindarkan kesalahan dan kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan.
G. Komponen SAK (Standar I-VI)
Standar Asuhan Keperawatan secara resmi telah diberlakukan untuk diterapkan di seluruh rumah sakit melalui SK Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993. Standar asuhan keperawatan terdiri dari : 1. Standar I
: Pengkajian keperawatan.
a. Pengertian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang simetris dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu pengkajian yang benar, akurat, lengkap, dan sesuai dengan kenyataan sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosis
keperawatan dan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan dari American Nursing Association (ANA). b. Pengumpulan data 1) Tipe data
6
Tipe data pada pengkajian keperawatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data subjektif
dan data objektif. Penjelasan mengenai
kedua tipe tersebut adalah sebagai berikut: a) Data Subjektif Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya. Misalnya, penjelasan klien tentang nyeri, lemah, frustasi, mual, atau malu. Data yang diperoleh dari sumber lainnya, seperti dari keluarga, konsultan, dan profesi kesehatan lainnya juga dapat dikategorikan sebagai data subjektif jika didasarkan pada pendapat klien (Risnah,2011). b) Data Objektif Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh perawat
data
ini
diperoleh
melalui
kepekaan
perawat
(sense)selama melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell) dan HT (hearing, touch/taste). Yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah, adanya edema, dan berat badan. Focus pengumpulan data meliputi: 1) Riwayat status kesehatan sebelumnya dan saat ini. 2) Pola koping yang pernah digunakan dan yang saat ini digunakan. 3) Fungsi status sebelumya dan saat ini. 4) Terhadap terapi medis dan intervensi keperawatan. 5) Risiko untuk masalah potensial. 6) Hal-hal yang dapat menjadi dorongan atau kekuatan bagi klien. 2) Karakteristik data
7
Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis keperawatan harus mempunyai karakteristik yang lengkap, akurat dan nyata, serta relevan. Penjelasan mengenai karakteristik-karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: a) Lengkap Seluruh data sangat diperlukan untuk mengidentifikasikan masalah keperawatan klien. Oleh karena itu data yang terkumpul harus lengkap agar dapat membantu perawat mengatasi masalah klien. Misalnya, klien menolak untuk makan dan hal ini sudah terjadi dua hari. Perawat harus mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan apakah klien memang sengaja tidak makan atau apakah klien sedang tidak mempunyai nafsu makan. Selain itu, perhatikan dan kaji lebih dalam apakah klien mengalami perubahan pola makan atau apakah mengalami hal-hal yang patologis. Setelah itu, amati respons klien tersebut. b) Akurat dan Nyata Pada proses pengumpulan data perawat mungkin saja melakukan kesalahan dalam menafsirkan data. Untuk mencegah hal itu terjadi, perawat harus berpikir secara akurat (tepat) dan menampilkan
data-data
yang
nyata
untuk
membuktikkan
kebenaran data dari apa yang telah didengar, dilihat, diamati, dan diukur serta memvalidasi semua data yang meragukan. Jika perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan
perawat
yang
lebih
mengerti.
Pada
proses
pendokumentasian keperawatan, perawat harus menguraikan perilaku
klien
dan
bukan
memperkirakan
atau
menginterpretasikan perilaku klien (Risnah,2011). c) Relevan Pendokumentasian data yang komprehensif harus mengumpulkan banyak data sehingga akan mengambil waktu yang diperlukan
8
perawat untuk mengidentifikasi data-data tersebut. Kondisi ini dapat diantisipasi dengan melakukan pendokumentasian data fokus yang relevan dan sesuai dengan masalah klien pada situasi khusus sehingga akan didapatkan data yang komprehensif namun cukup singkat dan jelas. 3) Sumber data
Data-data yang dikumpulkan dapat diperoleh tidak hanya dari klien tetapi dari orang terdekat (keluarga) klien, catatan klien, riwayat penyakit terdahalu, konsultasi dengan terapis, hasil, pemeriksaan diagnostik, catatan medis, dan sumber kepustakaan. Penjelasan mengenai sumber-sumber data tersebut adalah sebagai berikut: a) Klien Klien adalah sumber data utama (primer) dan perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah klien. Jika klien mengetahui bahwa informasi yang disampaikannya akan membantu memecahkan masalahnya sendiri maka klien akan dengan mudah memberikan informasi kepada perawat. Perawat harus mampu mengidentifikasi masalah ataupun kesulitan-kesulitan klien agar dapat memperoleh data yang benar dengan lancar. b) Orang Terdekat Pada klien yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi ataupun kesadaran yang menurun data dapat diperoleh dari orang tua, suami,/istri, atau teman klien. Pada yang masih anak-anak, data dapat diperoleh dari ibu atau orang menjaga anak selama di rumah sakit. c) Catatan Klien Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dan dapat dipergunakan sebgai sumber data dalam riwayat keperawatan. Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu maka sebelum mengadakan interaksi kepada klien, perawat hendaknya membaca catatan klien telebih dahulu. Hal ini membantu perawat untuk focus
9
dalam mengkaji data dan memperluas data yang akan diperoleh dari klien.\ d) Riwayat Penyakit Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis.
Data
yang diperoleh
merupakan data fokus pada identifikasi patologis yang bertujuan untuk menentukan rencana intervensi medis. e) Konsultasi Kadang-kadang
terapis
memerlukan
konsultasi
dengan
tim
kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosis medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosis medis. f) Hasil Pemeriksaan Diagnostik Hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang disesuaikan degan masalah kesehatan klien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat membantu terapis untuk menetapkan diagnosis medis dan membantu perawat untuk mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan. g) Catatan Medis dan Anggota Tim Kesehatan Lainnya Anggota tim kesehatan lain juga merupakan personel yang berhubungan
dengan
klien.
Mereka
memberikan
intervensi,
mengevaluasi, dan mendokumentasikan hasilnya pada status klien sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. Catatan kesehatan yang terdahulu dapat dipergunakan sebagai sumber data yang mendukung rencana asuhan keperawatan. h) Perawat Lain Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain, maka perawat harus meminta data-data klien sebelumnya kepada perawat yang dulu merawatnya. Hal ini dimaksudkan untuk kesinambungan dari asuhan keperawatan yang telah diberikan.
10
i) Kepustakaan Untuk memperoleh data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Membaca literatur sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawan yang benar dan tepat. 4) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data pada tahap pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan
tiga
metode,
yaitu
komunikasi,
observasi,
dan
pemeriksaan fisik. Metode tersebut sangat bermanfaat bagi perawat dalam melakukan pendekatan kepada klien pada tahap pengumpulan data, perumusan diagnosis keperawatan, dan perencanaan secara rasional dan sistematik. Penjelasan mengenai metode-metode tersebut adalah sebagai berikut: a) Komunikasi Interaksi perawat dengan klien harus berdasarkan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan perawat dengan kliennya merupakan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan suatu teknik yang mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun nonverbal, empati, dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan
memvalidasi
respons
klien.
Teknik
nonverbal
meliputi
mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan, dan kontak mata. Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Riwayat keperawatan merupakan data yang khusus dan harus didokumentasikan sehingga rencana asuhan keperawatan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan klien. Wawancara/anamnesis merupakan metode p[engumpulan data secara langsung antara perawat dan klien. Data wawancara adalah semua ungkapan klien, tenaga kesehatan, atau orang lain yang berkepentingan termasuk keluarga, teman, dan orang terdekat klien.
11
Wawancara dilakukan dengan penuh keterbukaan, keramahan, menggunakan bahasa yang sederhana dan kenyamanan pasien terjamin. Semua hasil wawancara dicatat dalam format proses keperawatan. Hal yang perlu ditanyakan pada klien antara lain biodata, keluhan utama, juga rowayat kesehatan klien dan keluarga (sekarang atau masa lalu). Untuk membantu klien menyampaikan keluhanya ada baiknya perawata menggunakan analisa gejala PQRST. P-Provocative/Palliative : Apa penyebab keluhan tersebut ? faktor apa saja yang memperberat atau mengurangi keluhan ? Q-Quality/Quantity : Bagaimana keluhan tersebut dirasakan ? apakah terlihat atau terdengar ? seberapa sering keluhan tersebut diarasakan ? R-Region/Radiation :Dimana keluhan tersebut dirasakan ? apakah menyebar ? S-Severity Scale : Apakah keluhan tersebut mengganggu aktivitas ? jika dibuat skala, seberapa pernahkah keluhan tersebut anda rasakan ? T-Timing : Kapan keluhan tersebut muncul ? seberapa sering keluhan tersebut muncul ? apakah keluhan tersebut muncul secara tiba-tiba. Interaksi antara perawat dengan klien harus berdasarkan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan perawata dengan klienya merupakan
komunikasi
terappeutik.
Komunikasi
terapeutik
merupakan suatu tekhnik yang mengajak klien dan keluarga untuk bertukar
pikiran
dan
perasaan.
Tekhnik
tersebut
mencakup
keterampilan secara verbal maupun nonverbal, empati, dan rasa kepedulian yang tinggi. Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh riwayat keperawtan. Riwayat keperawatan merupakan data khusus dan harus didokumentasikan, sehingga rencana asuhan keperawatan dapat dibuat sesuai dengan kebuthan klien.
12
b) Observasi Metode pengumpulan data yang kedua adalah observasi. Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan visual dengan menggunakan panca indera. Observasi merupakan kegiatan mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan klien. Observasi memerlukan ketrampilan disiplin dan praktik klinik sebagai bagian dari tugas perawat. Kegiatan observasi meliputi 2S-HFT (sight, smell, hearing, feeling, taste). Kegiatan tersebut mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan spiritual. c) Pemeriksaan Fisik Pemerikasaan fisik dalam pengkajian keperawatan dipergunakan untuk memperoleh data objektif dari klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik
ini
adalah
untuk
menentukan
status
kesehatan
klien,
mengidentifikasi masalah kesehatan dan memperoleh data dasar guna menyusun rencana asuhan keperawatan. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilaksanakan bersamaan dengan wawancara. Fokus pemeriksaan fisik yang dilakukan perawat adalah pada kemampuan fungsional klien. Pemeriksaan fisik adalah proses inspeksi bagian tubuh dan sistem tubuh guna menentukan ada/tidaknya penyakit yang didasarkan pada jhasil pemeriksaan fisik dan laboratotium. Pemeriksaan fisik berfokus pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang dialaminya. Cara pendekatan sistematis yang daoat digunakan perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe) dan pendekatan berdasarkan sistem tubuh (review of system). c. Analisis data
Analisis
data
adalah
kemampuan
dalam
mengembangnkan
kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakng ilmu pengetahuan. Langkah-langkah dalam menganalisis data sebagai berikut. 1) Pengelompokan data
13
a) Data fisiologis/biologis 1. Riwayat kesehatan dan penyakit 2. Masalah kesehatan saat ini 3. Masalah gangguan fungsi sehari-hari 4. Masalah resiko tinggi 5. Pengaruh perkembangan terhadap kehidupan b) Data spikologis 1. Perilaku 2. Pola emosional 3. Konsep diri 4. Gambaran diri 5. Penempilan intelektual 6. Tingkat pendidikan 7. Daya ingat c) Data sosial 1. Status ekonomi 2. Kegiatan rekreasi 3. Bahasa dan komunikasi 4. Pengaruh kebudayaan 5. Sumber-sumber masyarakat 6. Faktor resiko lingkungan 7. Hubungan sosial\hubungan dengan keluarga 8. pekerjaan d) Data spiritual 1. Nilai-nilai/norma 2. Kepercayaan 3. Keyakinan 4. Moral Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikelompokkan. Banyak cara untuk mengelompokkan data;masing-masing perawat dapat memilih cara yang terbaik. Salah satu cara adalah teori Abraham Maslow
14
yang berpendapat bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan dasar umum yang terdiri dari beberapa tingkatan. Tingkatan kebutuhan dasar fisik harus terpenuhi lebih dulu sebelum kebutuhan tingkat lebih tinggi. Misalnya kebutuhan dasar akan makanan, cairan, dan oksigen harus terpenuhi lebih dulu atau sekurang-kurangnya terpenuhi sebagaian, agar kehidupan dapat berlanjur terus. 2) Validasi data Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subjektif dan objektif yang didapatkan dari berbagai sumber berdasar standar nili normal, untuk diketahui kemungkinan tambahan atau pengkajian ulang tentang data yang ada . d. Penentuan masalah kesehatan serta keperawatan
Dari analisis data yang dilakukan , dapat dirmuskan beberapa masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) Tetapi ada juga yang tidak dan memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas masalah. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi, misalnya turgor kulit yang jelek pada kasus diare. Segera mencakup waktu, misalnya pada apsien stroke yang tidak sadar, maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau bahkan kematian. 2. Standar II
: Diagnosa keperawatan.
a. Pengertian
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (Risnah,2011).
15
Diagnosis keperawatan adalah masalah actual dan potensial dimana berdasarkan
pendidikan
dan pengalamannya,
perawat
mampu dan
mempunyai
kewengan
untuk
asuhan
keperawatan.
memberikan
Kewenangan tersebut dapat ditetapkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang berlaku di Indonesia (Risnah,2011). North America nursing diagnosis association (NANDA) menyatakan bahwa diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respons individu (klien dan masyarakat) tentang masalah keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Semua diagnosis keperawatan harus didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai definisi karakteristik. Definisi karakteristik tersebut dinamakan tanda dan gejala. Tanda adalah sesuatu yang dapat di observasi dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien. Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma kehidupan pasien. Kriteria : 1. Diagnosa Keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien. 2. Dibuat sesuai dengan wewenang perawat 3. Komponennya terdiri dari masalah penyebab dan gejala/tanda atau terdiri dari masalah dan penyebab. 4. Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terlihat 5. Bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien kemungkinan besar akan terjadi 6.
Dapat ditanggulangi oleh perawat.
b. Tujuan
Tujuan diagnosis keperawatan Untuk mengidentifikasi : 1. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
16
2. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etilogi) 3. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah. 4. Langkah-langkah menegakkan diagnosis keperawatan. c. Perbedaan antara diagnosis keperawatan dan diagnosis medis
Dalam penyusunan pernyataan diagnosis keperawatan perlu dibedakan dengan penyusunan diagnosa medik, mengingat ada beberapa hal yang terdapat dalam diagnosa keperawatan dan tidak ada dalam diagnosa medik. Perbedaan diagnosa keperawatan dan diagnose medis sebagaimana pada tabel 2.1 : Tabel 2.1
Diagnosa medis
Diagnosa keperawatan
Fokus ; factor- factor pengobatan
Focus ; reaksi atau respons
penyakit
klien
terhadap
keperawatan
intrvensi
dan
tindakan
medis/lainya Orientasi : keadaan patologis
Orientasi
;
keadaan
dasar
individu Cenderung tetap dan mulai sakit
Berubah
sampai sembuh
respon klien
Mengarah pada tindakan medis
Megarah pada fungsi mandiri
yang
sebagian
didelegasikan perawat
kepada perawat Diagnosis
sesuai
dalam
perubahan
melaksanakn
intervensi dan evaluasinya
medis
melengkapi
diagnosis keperawatan
Diagnosis
keperawatan
melengkaapi diagnose medis
d. Klasifikasi dan analisa data
Setelah semua data telah diperoleh dan telah diidentifikasi maka dpat ditegakkan diagnosis keperawatannya. Penegakkan diagnose keperawatan harus melalui klasifikasi dan analisis data interprestasi data,dan validasi data.
Selanjutnya
setelah
semua
17
langkah-langkah
tersebut
adalah
mengklasifikasi dan menganalisa data. Perawat harus memahami tentang standar keperawatan agar dapat membandingkan keadaan kesehatan klien yang tidak sesuai dengan standart tersebut. Data-data klien yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data dikelompokkan berdasarkan masalah kesehatan yang dialami klien dan sesuai dengan kriteria permasalahanya. Setelah dikelompokkan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah kesehatan klien dan dapat mulai menegakkan diagnose keperawatannya. Pengelompokan data dapat disusun mengunakan pola respons manusia menurut taksonomi NANDA dan atau mengunakan pola fungsi kesehatan menurut Gordon (1982) Tabel 2.2 penggolongan masalah keperawatan
Respons manusia (taksonomi NANDA);9 pola 1. Pertukaran 2. Komunikasi 3. Berhubungan 4. Nilai-nilai 5. Pilihan 6. Bergerak 7. Penafsiran 8. Pengetahuan 9. Perasaan
ola fungsi kesehatan (Gordon, 1982 dikutip dalam asih, 1994) ; 11 pola 1. Persepsi kesehatan 2. Nutrisi ; pola metabolisme 3. Pola eliminasi 4. Aktivitas ; pola latihan 5. Tidur ; pola istirahat 6. Kognitif ; pola perceptual
18
7. Persepsi diri : pola konsep diri 8. Peran ; pola hubungan 9. Seksualitas : pola reproduktif 10. Koping ; pola toleransi sters 11. Nilai ;pola keyakinan e. Merumuskan diagnosa keperawatan
Ketika merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien tertentu, perawat pertama-tama harus mengidentifikasi kesamaan antara data pengkajian yang sudah terkumpul. Hal-hal yang sama mengacu pada pengkategorian data yang saling berhubungan yang menunjukan adanya masalah dan perlunya intervensi keperawatanm. Masalah keperawatn pasien kemudian dirumuskan menjadi disgnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Capernito (2000) dapat dibedakan menjadi 5 kategori yaitu : Aktual, risiko, potensial, sej ahtera dan sindrom. 3. Standar III
: Perencanaan keperawatan.
Perencanaan Keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan, komponen perencanaan keperawatan meliputi : Prioritas masalah-masalah, kriterianya: a. Masalah-masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas pertama. b. Masalah-masalah yang mengancam kesehatan seseorang merupakan prioritas kedua c. Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas ketiga d. Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada. e. Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien. f. Kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasanya mudah dimengerti Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi.
19
Secara sederhana, rencana keperawatan dapat diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi keperawatan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan keperawatan kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik. a. Tujuan Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan administrasi dan tujuan klinik (Carpenito, 2000) : 1. Tujuan Administratif a) Mengidentifikasi fokus keperawatan: klien (individu) atau kelompok. b) Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lainnya. c) Menyusun kriteria guna penanggulangan asuhan keperawatan dan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan. d) Menyediakan kriteria klasifikasi klien. 2. Tujuan Klinik a) Menjadi suatu pedoman dalam penulisan. b) Mengomunikasikan
asuhan
keperawatan
yang
akan
diimplementasikan dengan perawat lainnya seperti apa yang akan diajarkan, apa yang harus diobservasi, dan apa yang akan dilaksanakan. c) Menyusun kriteria hasil (outcomes) guna pengulangan asuhan keperawatan dan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan. d) Rencana intervensi yang spesifik dan langsung bagi perawat untuk melaksanakan intervensi kepada klien (individu) dan keluarganya. b. Langkah-Langkah Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan yang akan disusun harus mempunyai beberapa komponen yaitu (Risnah,2011) : prioritas masalah, kriteria hasil, rencana intervensi, dan pendokumentasian. Komponen-komponen tersebut
20
sangat membantu pada proses evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang telah diimplementasikan. 1)
Menentukan Prioritas Masalah Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respons klien yang aktual atau potensial yang memerlukan suatu intervensi. Dalam menentukan perencanaan perlu disusun suatu system untuk menentukan diagnosis yang akan pertama kali diintervensi. Secara realistis, perawat tidak dapat mengharapkan dapat mengatasi semua diagnosis keperawatan dan masalah kolaboratif yang terjadi kepada sebagian
klien
(individu),
keluarga,
dan
masyarakat.
Dengan
mengidentifikasi prioritas diagnosis keperawatan dan masalah kolaboratif, perawat dapat memprioritaskan peralatan yang diperlukan. Menurut Carpenito (2000) ada perbedaan antara prioritas diagnosis dan diagnosis yang penting, yaitu: (1) Prioritas diagnosis adalah diagnosis keperawatan atau masalah keperawatan yang jika tidak diatasi saat ini maka akan berdampak buruk terhadap keadaan fungsi status kesehatan klien. (2) Diagnosis yang penting adalah diagnosis keperawatan atau masalah kolaboratif di mana intervensi dapat ditunda untuk beberapa saat tanpa berdampak terhadap status kesehatan klien. 2)
Menyusun Kriteria Hasil Tujuan klien dan tujuan keperawatan merupakan standar atau ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan klien atau keterampilan perawat. Tujuan klien merupakan pernyataan yang menjelaskan perilaku klien, keluarga, atau masyarakat yang dapat diukur setelah dilakukan intervensi keperawatan. Sebaliknya, tujuan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan intervensi-intervensi yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan perawat. Kriteria hasil (outcomes) untuk diagnosis keperawatan mewakili status kesehatan klien yang dapat diubah atau dipertahankan melalui rencana asuhan keperawatan yang mandiri, sehingga dapat dibedakan antara diagnosis keperawatan dan masalah
21
kolaboratif. Hasil dari diagnosis keperawatan tidak dapat membantu mengevaluasi efektivitas intervensi keperawatan jika tindakan medis juga diperlukan. Pedoman Penyusunan Kriteria Hasil : 1) Berfokus pada klien. Kriteria hasil harus ditujukan kepada klien. Kriteria hasil harus menunjukkan hal yang akan dilakukan klien, kapan klien akan melakukannya, dan sejauh mana hal itu dapat dilakukan. Berikut adalah pedoman penyusunan kriteria hasil berdasarkan SMART : S = Spesific (Tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda) M = Measurable (Tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan dibau) A = Achievable (Tujuan harus dapat dicapai) R = Reasonable (Tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah) T = Time (Tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas) 2) Singkat dan jelas. Kriteria hasil harus menggunakan kata-kata yang singkat dan jelas. Hal ini akan memudahkan perawat untuk mengidentifikasi tujuan dan rencana intervensi. Oleh karena itu dalam menuliskan kriteria hasil perlu membatasi kata-kata “klien akan….” Pada awal kalimat. 3) Dapat diobservasi dan diukur. Kriteria hasil yang dapat diobsevasi dan diukur meliputi pertanyaan “apa”
dan
“sejauh
mana”.
Kata
“dapat
diukur”
(measurable)
menjelaskan perilaku klien atau keluarga yang diharapkan akan terjadi pada saat tujuan telah tercapai. Intervensi harus mencerminkan bahwa perawat melihat dan mendengarkan. Contoh kata yang dapat diukur meliputi
menyatakan,
melaksanakan,
22
mengidentifikasi,
adanya
penurunan dalam … , adanya peningkatan pada … , tidak adanya … , mengkhususkan, dan memberikan intervensi. 4) Mempunyai batas waktu. Batas pencapaian hasil harus dinyatakan pada kriteria hasil. Komponen waktu dibagi lagi menjadi dua, yaitu: a)
Jangka panjang: suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam jangka waktu lama, biasanya lebih dari satu minggu atau satu bulan. Kriteria hasil tersebut ditujukan pada unsur masalah (problem) dalam diagnosis keperawatan.
b)
Jangka pendek: suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu yang singkat, biasanya kurang dari satu minggu. Kriteria hasil tersebut ditujukan pada unsur etiologi atau tanda dan gejala (E/S) dalam diagnosis keperawatan aktual maupun risiko.
5) Realistis Kriteria hasil harus dapat dicapai sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia, meliputi biaya, penalaran, fasilitas, tingkat pengetahuan, afek/emosi, dan kondisi fisik. Kelebihan dan kekurangan staf perawat harus menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penyusunan kriteria hasil. 6) Ditentukan oleh perawat dan klien Selama pengkajian, perawat mulai melibatkan klien dalam intervensi. Misalnya pada saat wawancara, perawat memperlajari apa yang dapat dikerjakan atau dilihat klien sebagai masalah utama sehingga mucul diagnose keperawatan. Kemudian perawat dan klien mendiskusikan kriteria hasil dan memvalidisasi rencana intervensi. 4. Standar IV
: Intervensi keperawatan.
a. Pengertian
Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan
23
serta
pemulihan
kesehatan
dengan
mengikutsertakan
pasien
dan
keluarganya. Intervensi keperawatan berorientasi pad 15 komponen dasar keperawatan yang dikembangkan dengan prosedur teknis perawatan (Nursalam & Efendi, Ferry, 2008) : 1)
Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
2)
Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio-spiritual pasien.
3)
Menjelaskan setiap details keperawatan yang awal dilakukan kepada pasien/keluarganya.
4)
Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
5)
Menggunakan sumber daya yang ada.
6)
Menunjukkan sikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan klien/keluarganya.
7)
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan.
8)
Menerapkan prinsip aseptic dan antiseptic.
9)
Menerapkan etika keperawatan.
10)
Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi, dan mengutamakan keselamatan pasien.
11)
Memaksimalkan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien.
12)
Merujuk dengan secure bila ada masalah yang mengancam keselamatan pasien.
13)
Mencatat semua tindakan yang akan dilakukan.
14)
Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan
15)
Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman dengan prosedur teknis yang dilakukan.
b. TahapanAsuhan Keperawatan
Penyusunan asuhan keperawatn melalui tiga tahap, yaitu tahap persiapan, intervensi, dan pendokumentasian. 1) Tahap persiapan
24
Tahap awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Persiapan tersebut meliputi kegiatan meninjau ulang (review) asuhan keperawatan yang telah diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisis pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dan intervensi keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan intervensi yang dilaksanakan, mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik keperawatan terhadap resiko yang mungkin muncul akibat dilakukan intervensi. 2) Tahap intervensi
Menurut Nursalam (2011) pendekatan asuhan keperawatan meliputi intervensi independen, dependen, dan interdependen. a) Independen
Asuhan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawata tanpa petunjuk dan instruksi dari dokter atau profesi kesehatan lainnya. Tipe dari aktivitas yang dilaksanakan
perawata
secara
independen
didefinisikan
berdasarkan diagnosis keperawatan. Intervensi tersebut merupakan suatu respons dimana perawat mempunyai kewenangan untuk melakukan
asuhan
keperawatan
secara
pasti
berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya. Lingkup asuhan keperawatan independen adalah : (1)
Mengkaji klien dan keluarga melalui riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan klien.
(2)
Menegakkan diagnose keperawatan sesuai respons klien yang memerlukan intervensi keperawatan.
(3)
Mengidentifikasi asuhan keperawatan yang sesuai untuk mempertahankan atau memulihkan kesehatan klien.
25
(4)
Melaksanakan
rencana
pengukuran
untuk
memotivasi,
menunjukkan, mendukung, dan mengajarkan kepada klien dan keluarga. (5)
Merujuk kepada profesi kesehatan lain jika ada indikasi dan diizinkan oleh tenaga keperawatan lain.
(6)
Mengevaluasi respons klien terhadap asuhan keperawatan dan medis yang telah dilakukan.
(7)
Mengikutsertakan klien atau profesi kesehatan lain dalam meningkat mutu pelayanan kesehatan.
Asuhan keperawatan independen terdiri dari: a) Tindakan diagnostik Tindakan yang dilakukan pada saat pengkajian (pengumpulan data)
dan
digunakan
untuk
menegakkan
suatu
diagnosis
keperawatan. Tindakan tersebut meliputi: a. Wawancara dengan klien untuk mendapatkan data subjektif, keluhan klien, persepsi klien tentang penyakitnya, dan riwayat penyakit klien. b. Observasi dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data objektif yang meliputi observasi kesadaran, TTV, dan pemeriksaan fisik. c. Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb) dan membaca hasil pemeriksaan laboratorium, rontgen dan pemeriksaan diagnostic lainnya. b) Tindakan terapeutik Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi, mencegah, dan mengatasi masalah klien. Misalnya, klien yang mengalami paralisis karena stroke dan tidak sadar. Maka tindakan terapeutik yang dilakukan perawat dalam mencegah terjadinya gangguan integritas
kulit
adalah
dengan
melakukan
mobilisasi
dan
memberikan bantal air pada bagian tubuh yang tertekan dan/atau yang paralisis.
26
c) Tindakan edukatif (mengajarkan) Tindakan ini dilakukan untuk mengubah perilaku klien melalui tindakan promosi dan pendidikan kesehatan. Misalnya perawata mengajarkan klien dengan Diabetes Melitus tentang cara melakukan aktivitas yang sesuai seperti cara pemberian insulin, mengenali
tanda-tanda
terjadinya
hipoglikemia,
serta
cara
mengatasinya. d) Tindakan merujuk Tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat dalam mengambil suatu keputusan klinik tentang keadaan klien dan kemampuan perawat untuk bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya. Misalnya, pada klien dengan pasca trauma di kepala ditemukan adanya tanda-tanda peningkatan TIK, maka perawat harus mengonsultasikan atau merujuk klien kepada dokter ahli saraf untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah. b) Interdependent
Asuhan keperawatan interdependen menjelaskan kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan profesi kesehatan lainnya seperti tenaga social, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter. Misalnya, klien dengan kehamilan dan Diabetes Melitus, perawat dan ahli gizi berkolaborasi untuk menentukan kebutuhan nutrisi yang sesuai bagi ibu dan bayi. Ahli gizi menentukan rencana nutrisi dan pengajaran, sedangkan perawat mengajarkan manfaat gizi dan memonitor kemampuan klien untuk menghabiskan porsi makanan yang diberikan. c) Dependent
Asuhan pelaksanaan
keperawatan rencana
dependen
tindakan
medis.
berhubungan
dengan
Tindakan
tersebut
menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilakukan.
27
Contoh: dokter menuliskan perawatan colostomy. Intervensi keperawatannya adalah mendefinisikan perawatan colostomy berdasarkan kebutuhan individu (klien). Tindakan tersebut meliputi: (1)
Melakukan perawatan colostomy setiap dua hari atau sewaktuwaktu kantong feses bocor.
(2)
Mengganti kantong feses secepatnya. Dapat menggunakan sabun dan air untuk melepaskan darah yang melekat.
(3)
Mencuci lokasi sekitar colostomy dengan sabun dan air dan dibiarkan sampai benar-benar kering.
(4)
Mengkaji adanya tanda dan gejala iritasi kulit dan stoma. Contoh asuhan keperawatan dependen lainnya adalah perawat
menemukan klien (anak--anak) mengalami peningkatan suhu tubuh yang cukup tinggi. Pada kasus tersebut perawat tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan obat antipiretik dan memberikan cairan melalui intravena tetapi perawat mempunyai tugas delegasi untuk memasukkan obat dan memberikan cairan melalui intravena. Intervensi berorientasi pada 14 komponen keperawatan dasar meliputi: 1) Memenuhi kebutuhan oksigen Criteria: a) Menyiapkan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur b) Mengatur posisi pasien c) Memberikan obat dengan prinsip 5 tepat dan 1 W pasien (tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu waspada terhadap reaksi) 2) Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit Criteria: a) Menyiapkan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur b) Mengatur posisi pasien sesuai jenis tindakan. c) Memberikan cairan dan makanan sesuai program
28
d) Mencocokkan jenis cairan dan mengobservasi tetesan liur e) Memeriksa kondisi darah dan golongan darah set pemberian tranfusi darah 3) Memenuhi kebutuhan eliminasi Criteria: a) Menyiapkan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur b) Memperhatikan suhu cairan (pada pemberian huknah) c) Menjaga privasi pasien d) Mengobservasi dan mencatat konsistensi feses 4) Memenuhi kebutuhan keamanan Criteria: a) Memasang alat pengaman pada pasien yang tidak sadar, gelisah, anak, dan pasien usia lanjut. b) Memberi label ibu dan bayi, sidik jari bayi kaki kanan dan kiri c) Menyimpan alat-alat dan obat berbahaya ditempat yang telah disediakan. d) Menyiapkan lingkungan yang aman, lantai tidak licin, cukup penerangan/cahaya. e) Menyediakan alat dalam keadaan siap pakai. 5) Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik Kriteria: a) Memperhatikan privasi pasien b) Memperhatikan kebersihan perseorangan. 6) Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur Kriteria: a) Mengatur posisi yang tepat b) Mengatur ventilasi dan penerangan/cahaya. c) Mencegah kebisingan suara d) Memperhatikan kebersihan lingkungan 7) Memenuhi kebutuhan spiritual a) Menyediakan sarana ibadah sesuai kebutuhan pasien
29
b) Mendampingi pasien saat mendapat bimbingan spiritual. 8) Memenuhi kebutuhan emosional Kriteria: a) Memperhatikan kebutuhan pasien b) Mendengarkan keluhan pasien c) Memberikan penjelasan tentang tindakan, pengobatan d) Melaksanakan
program
orientasi
kepada
pasien
dan
keluarganya. 9) Memenuhi kebutuhan komunikasi Kriteria: a) Memperhatikan intonasi suara b) Memperhatikan pesan-pesan pasien c) Membantu dan memberI kemudahan kepada pasien dan keluarga untuk berkomunikasi 10) Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologi kriteria: a) Mengobservasi TTV sesuai kebutuhan pasien dan kondisi pasien b) Melakukan tes alergi pada setiap pemberian obat tertentu dan dicatat hasilnya. c) Mengobsevasi reaksi pasien. 11) Memenuhi
kebutuhan
pengobatan
dan
membantu
proses
penyembuhan Kriteria: Melaksanakan tindakan perawatan dan program pengobatan dengan memperhatikan prinsip 5 tepat dan 1 W (tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu, tepat cara, dan waspada terhadap reaksi) ekonomis dan aman bagi pasien. 12) Memenuhi kebutuhan penyuluhan Kriteria: a) Mengidentifikasi kebutuhan penyuluhan b) Melaksanakan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan
30
c) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti 13) Memenuhi kebutuhan rehabilitasi Kriteria : a) Menyiapkan alat sesuai kebutuhan b) Melatih pergerakan mobilisasi pasien sedini mungkin kondisi pasien, baik secara aktif maupun pasif c) Membantu dan melatih pasien menggunakan alat bantu sesuai kondisi d) Mengobservasi reaksi pasienn
5. Standar V
: Evaluasi keperawatan.
a. Pengertian evaluasi
Evaluasi
adalah
tindakan
intelektual
untuk
melengkap
proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk pengkajian,
memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap
analisis,
perencanaan,
dan
implementasi
intervensi
(Risnah,2011). b. Tujuan evaluasi
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respons klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan ( Risnah, 2011) : 1) Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan). 2) Memodifikasi rencana asuhan keperawatan ( jika klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan). 3) Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai tujuan). c. Sasaran evaluasi
31
Sesuai dengan rencana evaluasi maka sasaran evaluasi adalah sebagai berikut : 1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria/rencana yang telah disusun 2) Hasil tndakan keperawatan, berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah dirumuskan dalam rencana evaluasi d. Mengukur pencapaian tujuan klien
Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam evaluasi. Faktor yang dievalusi mengenai status kesehatan klien terdiri atas beberapa komponen, yaitu KAPP (Kognitif, Afektif, Psikomotor, dan Perubahan fungsi tubuh) (Risnah,2011) : 1) Kognitif (pengetahuan) Tujuanya adalah mengidentifikasi kebutuhan spesifik yang diperlukan setelah lien diajarkan tenatng tekhnik-tekhnik tertentu. Lingkup avaluasi
pada
kognitif
meliputi
pengetahuan
klien
terhadap
penyakitnya, mengontrol gejala-gejalanya, pengobatan diet, aktivitas, persediaan alat-alat, risiko komplikasi, gejala yang harus dilaporkan, pencegahan, pengukuran, dan lain-lain. Evaluasi kognitif dapat diperoleh melalui wawancara atau tes tertulis. 2) Afektif (status emosional) Penilaian afektif klien cenderung bersifat subjektif dan sangt sukar dievaluasi. Hasil penilaian afektif ditulis dalam bentuk perilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap status emosi klien. Hasil tersebut meliputi tukar menukar perasaan tentang sesuatu, cemas yang berkurang, ada kemauan untuk berkomunikasi dan seterusnya. Perawat mengobservasi secara langsung melalui ekspresi wajah, postur tubuh,
nada suara, dan isi pesan secara verbal pada waktu
melakukan wawancara. Umpan balik dari profesi kesehatan lain. Perawat dapat mengkonfirmasikan profesi kesehatan lain untuk memberikan umpan balik mengenai hasil observasi keadaan klien.
32
Umpan balik dapat dilakukan melalui komunikasi secara informal, pada saat rapat tentang keadaan klien, dan di dalam laporan pergantian dinas. Dengan
adanya umpan balik dan tukar menukar informasi tersebut
maka perawat akan mendapatkan banyak keuntungan. 3) Psikomotor Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi perilaku klien secara langsung. Melihat apa yang telah dilakukanklien sesuai dengan yang diharapkan
merupakan
cara
yang
terbaik
untuk
mengevaluasi
psikomotor klien. Contoh : setelah akhir pelajaran tentang cara injeksi insulin, maka klien dapat , melakukan injeksi insulin dengan cara yang benar. 4) Perubahan fungsi tubuh Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status kesehatan klien yang dapat diobservasi. Untuk mengevaluasi perubahan fungsi tubuh maka perawat memfokuskan pada bagaimana fungsi kesehatan klien berubah setelah dilakukan asuhan keperawatan. Evaluasi tersebut dapat dilakuakn dengan cara observasi secara langsung, wawancara dan pemeriksaan fisik. e. Evaluasi pencapaian tujuan
Hal-hal yang dievaluasi adalah kemampuan klien menunjukan perilaku sesuai dengan yang ditetapkan dalam tujuan rencana keperawatan. Jika masalah klien telah dipecahkan, perawat memberi tanda pada rencana keperawatan bahwa tujuan telah tercapai dan dicatat pada kolom evaluasi serta ditandatangani oleh perawat yang bersangkutan. Bila tujuan hanya sebagaian atau sama sekali tidak tercapai, maka harus dilakukan pengkajian ulang. 6. Standar VI
: Catatan asuhan keperawatan.
Ada beberapa model dokumentasi keperawatan menurut Nursalam (2001) antara lain : a) SOR (Source-Oriented Record)
33
Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau yang mengelola pencatatan. Bagian penerimaan klien mempunyai lembar isian tersendiri, dokter menggunakan lembar untuk mencatat instruksi, lembaran riwayat penyakit dan perkembangan penyakit, perawat menggunakan catatan keperawatan, begitu pula disiplin lain mempunyai catatan masingmasing. Catatan berorientasi pada lima komponen yaitu : 1) Lembar penerimaan berisi biodata. 2) Lembar order dokter. 3) Lembar riwayat medik / penyakit. 4) Catatan perawat. 5) Catatan dan laporan khusus b) POR ( Problem – Oriented Record ) / Catatan Berorientasi pada Masalah.
Model ini memusatkan data tentang didokumentasikan dan disusun menurut masalah klien. Sistem dokumentasi jenis ini mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam pemberian layanan kepada klien. Model ini terdiri dari empat komponen yaitu : 1) Data dasar, ini berisi semua informasi yang telah didapat dari klien ketika masuk rumah sakit yang mencakup pengkajian, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium. 2) Daftar masalah, ini berisi tentang masalah yang telah diidentifikasi dari data dasar. Selanjutnya masalah disusun secara kronologis sesuai tanggal identifikasi masalah. 3) Daftar awal rencana asuhan, ditulis oleh tenaga yang menyusun daftar masalah,
dokter
menulis
instruksi,
perawat
keperawatan atau rencana asuhan keperawatan.
34
menulis
instruksi
4) Catatan perkembangan, berisi perkembangan / kemajuan dari tiap-tiap masalah yang telah dilakukan tindakan dan disusun oleh semua anggota yang terlibat. c) Progress-Oriented
record
(Catatan
berorientasi
pada
perkembangan/kemajuan)
Berisikan perkembangan/kemajuan dari tiap masalah yang telah dilakukan tindakan, disusun oleh semua anggota yang terlibat dengan menambahkan catatan perkembangan pada lembar yang sama. Terdapat tiga jenis progress orientasi record: 1) Catatan perawat : Harus diisi oleh perawat tiap 24 jam, meliputi berbagai informasi tentang: Pengkajian, Tindakan keperawatan mandiri , Tindakan keperawatan
kolaboratif,
Evaluasi
keberhasilan
tiap
tindakan
keperawatan, Tindakan yang dilakukan oleh dokter tetapi mempengarui tindakan keperawatan , Kunjungan berbagai tim kesehatan lain. 2) Lembar alur (flow sheet) : Memungkinkan perawat mencatat hasil observasi atau pengukuran yang dilakukan secara berulang dan tidak perlu ditulis secara naratif termasuk data klinik klien tentang TTV, BB, jumlah masukan, dan keluaran cairan selama 24 jam, dan pemberian obat. Flowsheed meruapakan cara paling efektif dan efisien untuk mencatat informasi. Selain itu kelompok tenaga kesehatan dapat dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang ada di Flowsheet. Oleh karena itu flowsheet lebih sering digunakan di IGD terutama data fisiologis. 3) Catatan Pemulangan dan Ringkasan Tujukan : Dipersiapkan ketika klien akan dipulangkan atau dipindahkan pada tempat perawatan lain guna mendapatkan perawatan lebih lanjut. Discharge notes ditunjukkan untuk tenaga kesehatan yang akan meneruskan home care dan juga informasi pada klien. d) CBE (Charting By Exception)
CBE adalah sistem dokumentasi yang hanya mencatat secara naratif hasil atau penemuan yang menyimpang dari keadaan normal atau standar.
35
Keuntungan CBE yaitu mengurangi penggunaan waktu untuk mencatat sehingga lebih banyak waktu untuk asuhan langsung pada klien, lebih menekankan pada data yang penting saja, mudah untuk mencari data yang penting, pencatatan langsung ketika memberikan asuhan,pengkajian yang terstandar, meningkatkan komunikasi antara tenaga kesehatan, lebih mudah melacak respons klien dan lebih murah CBE mengintegrasikan 3 komponen penting, yaitu : 1) Lembar alur (flowsheet) 2) Dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik 3) Formulir diletakkan di tempat tidur klien sehingga dapat segera digunakanuntuk pencatatan dan tidak perlu memindakan data. e) PIE (Problem Intervention and Evaluation)
PIE adalah suatu singkatan dari (Identifikasi Problem, Intervenstion dan Evaluation).
Sistem
pencatatan
adalah
suatu pendekatan
orientasi
proses pada dokumentasi dengan penekanan pada proses keperawatan. Format PIE tepat digunakan untuk sistem pemberian asuhan keperawatan primer. Pada keadaan klien yang akut, perawat primer dapat melaksanakan danmencatat pengkajian waktu klien masuk dan pengkajian sistem tubuh dan diberitanda PIE setiap hari. Setelah itu Perawat Associate (PA) akan melaksanakantindakan sesuai yang telah direncanakan. Karena PIE didasarkan
pada
proseskeperawatan,
akan
membantu
memfasilitasi
perbedaan antara pembelajaran di kelasdan keadaan nyata pada tatanan praktik pendokumentasian yang sesungguhnya . f) Focus (Process-Oriented Syste m)
Pencatatan Focus adalah suatu proses orientasi dan klien fokus. Hal ini digunakanproses keperawatan untuk mengorganisir dokumentasi asuhan. Jika menuliskan catatan perkembangan, format DAR ( Data – Action – Response ) dengan 3 kolum. 1) Data : Berisi tentang data subyektif dean obyektif yang mengandungdo kumentasi fokus.
36
2) Action : Merupakan tindakan keperawatan yang segera atau yang akand ilakukan berdasarkan pengkajian / evaluasi keadaan klien. 3) Response : Menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan medis ataukeperawatan. H. Pelaksanaan Evaluasi Penerapan SAK (Standar Asuhan Keperawatan); Instrumen A, B, Dan C
Berdasarkan
SK Menkes No. 436/MENKES/SK/VI/1993 tentang standar
pelayanan rumah sakit dan SK Dirjen Yanmed No: YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang standar pelayanan dan standar asuhan keperawatan bahwa dalam upaya peningkatkan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit , perlu adanya suatu evaluasi terus menerus dan bertahap terhadap bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan ke pasien. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan standar ini, perlu dilakukan penilaian secara objektif dengan menggunakan metode penerapan dan instrument penilaian yang baku yaitu Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan yang terdiri dari (Depkes RI, 2005): 1. Instrumen A : Pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan 2. Instrumen B : Angket yang ditujukan kepada pasien 3. Instrumen C : Pedoman observasi pelaksanaan tindakan keperawatan a. Pengertian
Instrumen A,B,C adalah Instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan
yang dilaksanakan
dengan
cara
yang obyektif
dengan
menggunakan standar penerapan pendokumentasian yang ada . b. Tujuan
Tujuan Evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan adalah dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan apakah pelayanan/asuhan keperawatan yang diselenggarakan rumah sakit sudah sesuai
standar yang telah ditetapkan. Apabila sudah sesuai dengan standar
berarti mutu pelayanan dapat dipertanggungjawabkan, hal pelayanan yang diberikan ke pasien sudah baik.
c. Penjelasan Instrumen A,B,C
37
ini berarti mutu
1. Instrumen A (Instrumen Studi Dokumentasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan).
Instrumen A adalah Instrumen yang digunakan untuk menilai pendokumentasian Asuhan keperawatan yang dilakukan perawat. Cara penilaian : Membandingkan pendokumentasian yang dtemukan dalam status rekam medik pasien dengan pendokumentasian yang ditentukan dalam standar asuhan keperawatan yaitu Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Tindakan keperawatan , Evaluasi dan Catatan Asuhan Keperawatan Perawat Penilai : a. Perawat terpilih dari ruangan tempat dilakukan evaluasi. b. Perawat yang telah menguasai/memahami proses perawatan. c. Perawat yang telah mengikuti pelatihan penerapan SAK. Kriteria Status rekam Medik Yang dinilai : a. Status pasien yang sudah pulang/minimal 3 hari di rawat. b. Data dikumpulkan sebelum status dikembalikan ke rekam medik. c. Untuk IBS/ IGD /Poli/ penilaian dilakukan setelah pasien dipindahkan ke ruang lain/pulang. d. Status rekam medik yang dievaluasi selama periode evaluasi minimal 20 per ruang.
Bentuk instrument A terdiri dari : a. Kolom 1
: No urut yang dinilai.
b. Kolom 2
: Aspek yang dinilai.
c. Kolom 3
: No kode rekam medik yang dinilai.
d. Kolom 4
: Keterangan.
Cara pengisian instrument A. a. Perawat penilai mengisi kolom 3 dan 4.
38
b. Kolom 3 terdiri dari 10 sub kolom yang diisi denagn kode berkas pasien (1, 2, 3, …… dst), sesuai dengan urutan waktu pulang, pada periode evaluasi. c. Tiap sub kolom hanya digunakan untuk penilaian terhadap satu rekam medik pasien. Contoh : Sub kolom 01 digunakan untuk mengisi hasil penilaian rekam medik dengan kode berkas 01. Rekam medik yang telah digunakan untuk penilaian harus diberi tanda dengan kode berkas agar tidak dinilai ulang. d. Pada tiap sub kolom diisi dengan tanda “ V “ bila aspek yang dinilai ditemukan dan tanda “ O “ bila aspek yang dinilai tidak ditemukan pada rekam medik pasien yang bersangkutan. e. Kolom keterangan diisi bila penilai menganggap perlu mencantumkan penjelasan atau bila ada keraguan penilaian. f. Sub total diisi sesuai dengan hasil penjumlahan jawaban nilai “ V “ yang ditemukan pada masing-masing kolom. g. Total diisi dengan hasil penjumlahan sub total, 01 + 02 + 03 …… dan seterusnya. h. Tiap variable dihitung prosentasenya dengan cara : Total Prosentase
=
x 100 %
Jumlah berkas x jumlah aspek yang dinilai. 2. Instrumen B
Instrumen B adalah instrumen yang dgunakan untuk mengumpulkan data tentang persepsi pasien/ keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di RS. Aspek
yang
Dinilai:Data
umum,
Data
pelayanan
dan
Saran
pasien/Keluarga. Perawat Pengumpul Data : a. Kepala Ruangan/Perawat terpilih dari ruangan, tempat dilakukan evaluasi. b. Perawat yang telah memahami cara pengisian Instrumen B.
39
Tanggung Jawab Perawat Pengumpul Data : e. Memberikan Instrumen B kepada pasien/keluarga yang terpilih. f. Memberikan
penjelasan
kepada
pasien/keluarga
cara
pengiasian
instrumen. g. Mengumpulkan instrumen yang telah diisi oleh pasien/keluarga. h. Menyerahkan instrumen yang telah diisi ke tim penerapan SAK/tim mutu Kriteria Responden: a. Sukarela b. Dapat membaca/menulis c. Pasien yang telah ditetapkan pulang dan telah dirawat minimal 3 hari. d. Jumlah responen minimal 20 tiap ruang. 3. Instrumen C
Instrumen C adalah instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dan menilai pelaksanaan kegiatan keperawatan yang sedang dilakukan perawat, Observer adalah perawat penilai dan observe adalah perawat yang sedang dinilai dalam melakukan kegiatan keperawatan / prosedur. Aspek yang dinilai dalam instrument adalah : persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan. Cara Penilaian : dengan membandingkan hasil observasi yang ditemukan dengan standar asuhan keperawatan. Kriteria Perawat penilai(Observer) : a. Perawat yang terpilih dari ruangan lain. b. Perawat yang telah memahami penggunaan Instrumen C. c. Perawat yang telah mengikuti pelatihan penerapan SAK. d. Untuk masing – masing ruangan di : RSU klas C : 2 – 4 orang RSU klas B : 4-6 orang RSU klas A : 6-8 orang Kriteria Perawat Dinilai :
40
a. Perawat yang sedang bertugas di ruangan yang telah dilaksanakan evaluasi. b. Perawat dengan latar belakang pendidikan minimal SPK dan pengalaman kerja minimal 2 tahun. e. Proses evaluasi instrumen A,B,C
1. Pengumpulan data 2. Rekapitulasi data dan analisa data 3. Dilaksanakan setiap periode
41
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelayanan yang baik adalah pelayanan berorientasi terhadap upaya peningkatan mutu untuk memenuhi harapan atau kepuasan pelanggan. Mutu sulit didefinisikan, namun esensi mutu dan aplikasinya dalam pelayanan kesehatan dapat diukur, dimonitor dan dinilai hasilnya. Mutu dalam pelayanan kesehatan adalah kontroversial dan relatif. Oleh karena itu spesifikasi dalam dimensi mutu atau kinerja yang diterapkan dalam proses yang benar dan dikerjakan dengan baik akan dapat memberikan kepuasan pelanggan. Mutu itu dinamis, upaya peningkatan mutu tidak pernah berhenti tetapi selalu berkelanjutan sesuai dengan perkembangan iptek, tatanan nilai dan tuntutan masyarakat serta lingkungannya, agar dapat tetap eksis dalam persaingan global. Peningkatan mutu berarti peningkatan kinerja sehingga akan memperoleh kepuasan pelanggan dengan mempertimbangkan efisiensi (biaya) itu sendiri. Meningkatkan kinerja berarti meningkatkan mutu pelayanan telah dimulai agar dapat eksis dalam persaingan global. Indikator uatama pertama dari standar suatu rumah sakit pelayanan yang diberikannya sehingga pasien mendapatkan kepuasaan terhadap pelayanan dari rumah sakit tersebut.. Kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas rumah sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan. B. Saran
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat hendaknya menerapkan standar asuhan keperawatan sebagai landasan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu dan
42
professional sehingga dapat memberikan pelayanan yang aman, komprehensif demi tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
43