LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA HEMOLITIK DI RUANG ANTURIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER
oleh Aldila Kurnia Putri, S.Kep NIM 112311101006
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2015
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA HEMOLITIK Oleh Aldila Kurnia Putri, S.Kep
1. Kasus Anemia Hemolitik
2. Proses Terjadinya Masalah a. Pengertian Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia (Price, 2005). Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemia hemolitik tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoesis inefektiv seperti pada anemia megaloblastik dan thalasemia. Hormon eritropoetin akan merangsang terjadinya hiperplasia eritroid (eritropoetin-induced eritroid hyperplasia) dan ini akan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat dari normal. Anemia terjadi bila serangan hemolisis yang akut tidak diikuti dengan kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut di atas sehingga tidak terjadi anemia, keadaan ini disebut dengan istilah anemia hemolitik kompensata (Sulistyo, 2008).
b. Klasifikasi Terdapat beberapa jenis anemia hemolitik di antaranya: 1) Anemia hemolitik bawaan Kelainan pada membran sekl eritrosit Defisiensi enzim glikolitik eritrosit Kelainan metabolisme nukleotida eritrosit Defisiensi enzim yang terlibat dalam metabolism pentose phospat pathway dan glutathione Kelainan sintesis dan struktur hemoglobin 2) Anemia hemolitik yang didapat Immune-hemolytic anemia Anemia hemolitik mikroangipatik dan traumatic Infeksius Zat kimia, obat, dan racun bisa Physical agent Hypophosphatemia Spur-cell anemia pada penyakit hati Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) Defisiensi vitamin E pada newborn (Weiss dan Goodnough, 2005).
c. Penyebab Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya anemia hemolitik yaitu: 1. Faktor Intrinsik (Intra Korpuskuler) Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu: a) Kelainan membran b) Kelainan molekul hemoglobin c) Kelainan salah satu enzim yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit.
2. Kelainan Faktor Ekstrinsik (Ekstra Korpuskuler) Biasanya merupakan kelainan yang didapat (acquired) dan selalu disebabkan oleh faktor imun dan non imun. Bila eritrosit normal ditransfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler ditransfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan normal. Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan anemia hemolitik, ada beberapa penyakit yang menyebabkan anemia dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam anemia hemolitik, diantaranya yaitu leukemia, limfoma malignum, gagal ginjal kronik, penyakit liver kronik, rheumatoid arthritis, anemia megaloblastik (Sulistyo, 2008).
d. Patofisiologi Pada anemia hemolitik terjadi peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh (hemolisis). Berdasarkan tempatnya dibagi menjadi 2, yaitu:
Gambar 1: Mekanisme hemolisis intravaskuler dan ekstravaskuler
a) Hemolisis Ekstravaskuler Hemolisis ekstravaskuler lebih sering dijumpai dibandingkan dengan hemolisis intravaskuler. Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendothelial (RES) terutama pada lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Hemolisis terjadi karena kerusakan membran (misalnya akibat reaksi antigen-antibodi), presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Kapiler lien dengan diameter yang relatif kecil dan suasana relatif hipoksik akan memberi kesempatan destruksi sel eritrosit, mungkin melalui mekanisme fragmentasi. Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke protein pool, serta besi yang dikembalikan ke makrofag (cadangan besi) selanjutnya akan dipakai kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas karbonmonoksida (CO) dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin menjadi bilirubin indirek, mengalami konjugasi dalam hati menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urin. Sebagian hemoglobin akan menuju ke plasma dan diikat oleh haptoglobin sehingga kadar haptoglobin juga menurun, tetapi tidak serendah pada hemolisis intravaskuler. b) Hemolisis Intravaskuler Pemecahan eritrosit intrvaskuler menyebabkan lepasnya hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin (suatu globulin alfa) sehingga kadar haptoglobin plasma akan menurun. Kompleks hemoglobinhaptoglobin akan dibawa oleh hati dan RES dalam beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi menjadi methemoglobin sehingga terjadi methemoglobinemia. Heme juga diikat oleh hemopeksin (suatu glikoprotein beta-1) kemudian ditangkap oleh sel hepatosit. Hemoglobin bebas akan keluar melalui urin sehingga terjadi
hemoglobinuria. Sebagian hemoglobin dalam tubulus ginjal akan diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami deskuamasi maka hemosiderin dibuang melalui urin (hemosiderinuria), yang merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronik (Smeltzer, 2001).
e. Tanda dan Gejala Kadang – kadang hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang ditandai dengan: Demam Mengigil Nyeri punggung dan lambung Perasaan melayang Pada penderita anemia hemolitik dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai akibat adanya hemolisis berupa: 1) Kerusakan pada eritrosit Fragmentasi dan kontraksi sel darah merah Mikrosferosit 2) Katabolisme hemoglobin yang meninggi Hiperbilirubinemia sehingga muncul ikterus Hemoglobinemia Urobilinogenuria atau urobilinuri Hemoglobinuri atau methemoglobinuri Hemosiderinuri Haptoglobin menurun 3) Eritropoesis yang meningkat (regenerasi sumsum tulang) Darah tepi Retikulositosis sebagai derajat hemolisis Normoblastemia atau eritroblastemia
Sumsum tulang Hiperplasia eritroid Rasio mieloid: eritroid menurun atau terbalik Hiperplasia sumsum tulang Perubahan tulang-tulang (tengkorak dan panjang) Anemia hemolitik kongenital Eritropoesis ekstramedular Splenomegali atau hepatomegali Absorpsi Fe yang meningkat (Betz dan Sowden, 2002).
f. Penatalaksanaan Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia hemolitik adalah: 1) Suportif dan simtomatik (sesuai kausa atau penyebab dasar) Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi: a) Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah merah. b) Meningkatkan jumlah sel darah merah c) Mengobati penyebab yang mendasari penyakit. Pada hemolisis akut dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut, maka untuk mengatasi hal tersebut harus mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi syok berat maka tidak ada pilihan selain transfusi. Indikasi transfusi darah untuk : Perdarahan akut dan masif (yang mengancam jiwa penderita) atau tidak ada respon sebelumnya dengan pemberian cairan koloid/kristaloid. Penyebab anemia kongenital yang memerlukan transfusi darah secara periodik. Setiap anemia dengan tanda-tanda anoksia akut dan berat yang mengancam jiwa penderita.
Perhitungan dosis darah untuk transfusi didasarkan atas perhitungan sebagai berikut:
Pada seorang normal dengan volume eritrosit 30 cc/kg bb konsentrasi Hb ialah 15 gr/dl. Jadi 2 cc eritrosit per kg bb setara dengan Hb 1 gr/dl. PRC mengandung 60-70% eritrosit sehingga untuk menaikkan Hb 1 gr/dl diperlukan 3 cc/kg bb. Terapi suportif-simtomatik untuk anemia hemolitik diberikan untuk menekan
proses hemolisis, terutama di limpa (lien). Obat golongan kortikosteroid seperti prednison dapat menekan sistem imun untuk membentuk antibodi terhadap sel darah merah. Jika tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain yang dapat menekan sistem imun misalnya rituximab dan siklosporin. Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik. Pada thalasemia diberikan desferoxamine setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l secara subkutan dalam waktu 8-12 jam dalam dosis 25-50 mg/kgBB/hari minimal selama 5 hari setiap selesai transfusi. Terapi suportif pada malaria yaitu menjamin intake cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan per hari, transfusi PRC bila kadar Hb < 6 gr/dl, bila terjadi renjatan ditangani sesuai protokol renjatan, bila terjadi kejang ditangani sesuai protokol kejang pada anak. Dapat diberikan klorokuin bentuk tablet difosfat dan sulfat, kina dalam bentuk tablet berlapis gula berisi 250 mg kina sulfat. 2) Operatif Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talasemia, sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah yang terbentuk dapat dihancurkan sebelum waktunya. Sehingga transplantasi darah dan sumsum tulang mungkin dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis anemia hemolitik ini, transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak dengan stem sel yang sehat dari pendonor (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007).
g. Komplikasi dan Prognosis Anemia hemolitik dapat menimbulkan komplikasi yang berat berupa gagal ginjal akut (GGA). Pada malaria yang berat dapat menimbulkan komplikasi seperti: hiperpireksia, kolaps sirkulasi (renjatan), hemoglobinuria (black water fever), hipogikemi (gula darah < 40 mg/dl). Prognosis pada anemia hemolitik tergantung pada etiologi dan deteksi dini. Prognosis jangka panjang pada pasien dengan penyakit ini baik. Splenektomi dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya. Pada anemia hemolitik autoimun, hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang kronik. Sebagai contoh penderita dengan hemolisis autoimun akut biasanya datang dengan keadaan yang buruk dan dapat meninggal akibat hemolisis berlebihan (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007).
h. Pemeriksaan Penunjang Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya proses eritropoesis dalam sumsum tulang diantaranya yaitu: 1) Pada darah tepi bisa dijumpai adanya: Retikulositosis (polikromatopilik, stipling) Sel retikulosit merupakan sel eritrosit yang masih mengandung ribosom, pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan pengecatan Brelian Cresiel Blue (BCB), nilai normal berkisar antara 0,8–2,5 % pada pria dan 0,8–4,1 % pada
wanita,
jumlah
retikulosit
ini
harus
dikoreksi
dengan
rasio
hemoglobin/hematokrit (Hb/0.45) sedang jumlah retikulosit absolut dapat dihitung dengan mengkalikan jumlah retikulosit dengan jumlah eritrosit. Perlu juga dihitung Retikulosit Production Index ( RPI ) yaitu:
Makrositosis
Sel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) > 96 fl. Eritroblastosis Leukositosis dan trombositosis 2) Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia 3) Ferrokinetik: Meningkatnya Plasma Iron Turnover ( PIT ) Meningkatnya Eritrosit Iron Turnover ( EIT ) 4) Biokimiawi darah: Meningkatnya kreatin eritrosit Meningkatnya aktivitas dari enzim eritrosit tertentu diantaranya yaitu: urophorphyrin syntese,hexokinase, SGOT. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan untuk membuat diagnosa banding adalah: 1) Kelainan bentuk sel eritrosit pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi yang sering dilihat adalah bentuk: Sel Spherosit: biasanya pada hereditary spherositosis immunohemolitik anemia didapat, thermalinjury, hypophosphatemia, keracunan zat kimia tertentu. Sel Akantosit, kelainan pada komposisi zat lemak sel eritrosit yaitu pada abetalipoproteinemia. Sel Spur biasanya ditemukan pada keadaan sirosis hati. Sel Stomatosit, ada hubungannya dengan kation eritrosit jarang pada keadaan penyakit hemolitik yang diturunkan biasa terjadi pada keracunan alcohol. Sel Target, spesifik untuk: penyakit thalassemia, LCAT defisiensi dan postsplenektomi. Elliptocyte bentuk eritrositnya oval. Sickle Cell. Schistocyte, Helmet Bel dan fragmentosit sel, biasanya ada hubungannya dengan trauma pada sel eritrosit.
2) Eritrophagositosis, merupakan kelainan yang jarang yaitu adanya fagositik sel yang mengandung eritrosit hal ini memberi kesan adanya kerusakan pada permukaan sel eritrosit terutama oleh adanya induced komplement fixing antibody, protozoa, infeksi bakteri dan keracunan zat kimia tertentu. 3) Autoaglutinasi, hal ini merupakan karakteristik utama dari adanya penyakit cold aglutinin immunohemolitik, autoaglunatinasi harus dibedakan dengan rouleaux formation yang sering kita jumpai pada multiple mieloma dan hal ini sering diikuti dengan peningkatan laju endap darah (LED). 4) Osmotic Fragility Test yaitu mengukur ketahanan sel eritrosit untuk menjadi lisis oleh proses osmotik dengan menggunakan larutan saline hipotonik dengan konsentrasi berbeda-beda. Pada keadaan normal lisis mulai terjadi pada konsentrasi saline 0745-0,50 gr/l dan lisis sempurna terjadi pada konsentrasi 0730-0,33 gr/l. Median Corpuscular Fragility (MCF) yang meninggi akan menyebabkan terjadinya pergeseran kurva ke kiri hal ini ada hubungannya dengan spherositosis, sebaliknya nilai MCF yang menurun (fragilitas menurun atau osmotik resisten yang meningkat) maka kurva akan bergeser ke kanan, hal ini sering kita temui pada thalassemia, sickle cell anemia, leptositosis, sel target, dengan kata lain osmotik fragiliti sitosis penting dalam menentukan adanya kelainan morfologi eritrosit (Smeltzer, 2001).
i. Pencegahan Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia secara umum antara lain sebagai berikut: 1) Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe). 2) Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas. 3) Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.
4) Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
3. a. Pohon Masalah
Faktor Interinsik Kelainan Membran Kelainan HB Kelaian Enzim
Faktor Eksterinsik Imun Non imun
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik turunan
Splenomegali
Anemia sel sabit
Hb Menurun
Kerusakan sel darah merah yang cepat
Penurunan suplai oksigen dalam tubuh
Distensi Sel-sel berisi molekul Hb yang tidak sempurna
Sesak, kelemahan fisik Intoleransi aktifitas
Cacat kaku Tirah baring lama
Ketidakmampuan mengunyah makanan
Kurang pengetahuan Penekanan salah satu daerah tubuh yang lama
Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
Sel-sel macet di pembuluh darah
Sirkulasi darah lambat
Gangguan integritas kulit Gangguan perfusi jaringan perifer
b. Data yang Perlu Dikaji 1) Anamnesis a) Identitas pasien Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis. b) Riwayat penyakit sekarang Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang. c) Riwayat penyakit dahulu Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya anemia hemolitik (misal kelainan bawaan atau kelainan yang didapat karena faktor imun dan non imun). d) Kaji keluhan pasien sekarang Pada umumnya keluhan utama pada kasus anemia aplastik adalah pasien mengalami kelemahan dan kelelahan, demam, nafsu makan berkurang, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sesak napas. e) Riwayat penyakit keluarga Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama mengalami anemia 2) Data Dasar 1) Pola aktivitas sehari-hari Keletihan, malaise, kelemahan Kehilangan produktibitas: penurunan semangat untuk bekerja 2) Sirkulasi Palpitasi, takikardia, mur mur sistolik, kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, farink dan bibir) pucat Sklera: biru atau putih seperti mutiara
Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan vasokonstriksi (kompensasi) Kuku: mudah patah, berbentuk seperti sendok Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur 3) Eliminasi Diare dan penurunan haluaran urin 4) Integritas ego Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung 5) Makanan dan cairan Penurunan nafsu makan Mual dan muntah Penurunan BB Distensi abdomen dan penurunan bising usus Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan 6) Higiene Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi 7) Neurosensori Sakit kepala, pusing, vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi Penurunan penglihatan Gelisah dan kelemahan 8) Nyeri atau kenyamanan Nyeri abdomen samar dan sakit kepala. 9) Keamanan Gangguan penglihatan, jatuh, demam dan infeksi 10) Seksualitas Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore) Hilang libido Impoten
3) Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik penderita anemia hemolitik ditemukan: Tampak pucat dan ikterus Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati Dapat ditemukan hepatomegali dan splenomegali
4) Diagnosis Keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke daerah perifer b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan dinding perut karena pembesaran limpa d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terkait proses penyakit (NANDA, 2011).
4. Rencana Tindakan Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
1.
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke daerah perifer
NOC Status sirkulasi Perfusi jaringan perifer Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien menunjukkan peningkatan perfusi jaringan dengan kriteria hasil: 1. tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S: 36-37,5o C), 2. warna kulit tidak pucat, 3. peningkatan kekuatan dan fungsi otot, 4. suhu kulit hangat, 5. nilai laboratorium dalam batas normal (Hb: 12-16 gr/dL (wanita), 14-18 gr/dL (pria), Hmt: 33-38% (anak), 40-48% (pria dewasa), 3743% (wanita dewasa).
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
NOC Terapi gizi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam terjadi keseimbangan pemasukan nutrisi dengan kriteria hasil: 1. pemasukan nutrisi yang adekuat, 2. pasien mampu menghabiskan diet yang dihidangkan,
Rencana Tindakan Keperawatan NIC Perawatan sirkulasi perifer 1. Kaji tanda-tanda vital 2. Kaji secara komprehensif sirkulasi perifer 3. Evaluasi nadi perifer dan edema 4. Elevasi anggota badan 20o atau lebih 5. Ubah posisi pasien setiap 2 jam 6. Dorong latihan ROM sebelum bedrest 7. Monitor laboratorium (hemoglobin dan hematokrit) 8. Kolaborasi pemberian anti platelet atau anti perdarahan.
Rasional 1. Mengetahui kondisi pasien secara umum 2. Mengetahui keadaan sirkulasi perifer secara umum 3. Menentukan kepatenan sirkulasi darah ke perifer 4. Memaksimalkan sirkulasi darah 5. Meminimalkan kerusakan kulit akibat tirah baring lama 6. Mencegah kekakuan otot karena kelemahan 7. Mengetahui kondisi pasien melalui hasil laboratorium 8. Mencegah terjadinya perdarahan
1. Sebagai pedoman untuk NIC menetapkan kebutuhan nutrisi Manajemen Nutrisi 1. Observasi masukan pasien sudah tercukupi atau makanan/ minuman dan belum hitung kalori harian secara 2. Memberikan kenyamanan dan tepat menjaga kebersihan oral 2. Berikan perawatan mulut hygiene sebelum dan sesudah makan 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan dinding perut karena pembesaran limpa
3. tidak ada tanda-tanda malnutrisi, 4. nilai laboratorim normal (protein total 8-8 gr%, albumin 3.5-5.4 gr%, globulin 1.8-3.6 gr%, Hb tidak kurang dari 10 gr %), 5. membran mukosa lembab dan konjungtiva tidak pucat.
3. Berikan diet makanan tinggi kalori dan tinggi protein 4. Observasi hasil labioratorium: protein, albumin, globulin, Hb 5. Jauhkan benda-benda yang kurang enak untuk dipandang seperti urinal, kotak drainase, bebat dan pispot dari pandangan pasien 6. Sajikan makanan hangat dengan variasi yang menarik 7. Kaloborasi dengan ahli gizi terkait penyajian diet sesuai dengan kebutuhan pasien
4. Penanda kekurangan nutrisi 5. Mencegah pengurangan nafsu makan 6. Menambah selera makan 7. Penentuan jumlah kalori dan bahan makanan yang memenuhi standar gizi
NOC Perawatan diri Toleransi aktivitas Konservasi energi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mengalami peningkatan aktivitas dengan kriteria hasil: 1. berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR, 2. mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri, 3. keseimbangan aktivitas dan istirahat, 4. tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S: 36-37,5o C).
NIC Terapi aktivitas 1. Observasi adanya pembatasan pasien dalam melakukan aktivitas 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
1. Memastikan aktivitas yang boleh dilakukan pasien sesuai dengan kondisinya 2. Meminimalkan terjadinya kelelahan 3. Sebagai sumber energy bagi pasien 4. Menjaga agar pasien tidak mengalami kelelahan secara berlebihan 5. Sebagai acuan apakah pasien boleh melanjutkan aktivitasnya atau tidak 6. Memaksimalkan waktu istirahat dan tidur pasien sesuai kebutuhan 7. Membantu agar pasien dapat berlatih beraktivitas secara bertahap
6. Monitor pola tidur dan 8. Mendorong pasien agar mau lamanya tidur/istirahat berpartisipasi dalam pasien aktivitasnya 7. Kolaborasikan dengan 9. Mencegah terjadinya cedera Tenaga Rehabilitasi Medik saat beraktivitas dalam merencanakan 10. Memberikan reinforcement progran terapi yang tepat positif ketika pasien telah 8. Bantu pasien untuk mampu beraktivitas sesuai mengidentifikasi aktivitas latihan yang diberikan yang mampu dilakukan 9. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 10. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas (Wilkinson, 2006)
5. Evaluasi Setelah dilakukan implementasi terkait perencanaan tindakan keperawatan (intervensi) yang telah dibuat, perlu adanya evaluasi terkait: 1. Peningkatan perfusi jaringan Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S: 36-37,5o C) Warna kulit tidak pucat Peningkatan kekuatan dan fungsi otot Suhu kulit hangat Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb: 12-16 gr/dL (wanita), 14-18 gr/dL (pria), Hmt: 33-38% (anak), 40-48% (pria dewasa), 37-43% (wanita dewasa). 2. Keseimbangan pemasukan nutrisi Pemasukan nutrisi yang adekuat Pasien mampu menghabiskan diet yang dihidangkan Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Nilai laboratorim normal (protein total 8-8 gr%, albumin 3.5-5.4 gr%, globulin 1.8-3.6 gr%, Hb tidak kurang dari 10 gr %) Membran mukosa lembab dan konjungtiva tidak pucat 3. Peningkatan aktivitas Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri Keseimbangan aktivitas dan istirahat Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S: 36-37,5o C)
6. Discharge Planning Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan di rumah.
Beberapa
informasi
penyuluhan
pendidikan
yang
harus
sudah
dipersiapkan/diberikan pada keluarga pasien ini adalah: a.
Pengertian dari penyakit anemia hemolitik
b.
Penjelasan tentang penyebab penyakit
c.
Tanda dan gejala yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh keluarga
d.
Penjelasan tentang penatalaksanaan yang dapat keluarga lakukan di rumah bila muncul gejala penyakit
e.
Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila ada gejala yang memberatkan penyakitnya
f.
Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam menaati program pemulihan kesehatan
g.
Anjurkan pasien untuk diet makanan tinggi kalori dan tinggi protein
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L. dan Sowden, Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing Reference). Jakarta: EGC. NANDA. 2011. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbitan IPD FKUI Pusat. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Jakarta. EGC. Sulistyo A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Tarwoto, dkk. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.